Anda di halaman 1dari 9

BAB II

DASAR TEORI

2.1 Seismik Refleksi


Seismik refleksi merupakan metode geofisika yang memanfaatkan gelombang
pantul dari batas lapisan di bawah permukaan. Pengiriman sinyal dalam bentuk
gelombang ke dalam bumi, kemudian sinyal tersebut akan terpantulkan oleh batas
antara dua lapisan, dan selanjutnya sinyal pantulan direkam oleh receiver
(geophone atau hidrophone).
Gelombang seismik ada yang merambat melalui interior bumi yang disebut
sebagai body wave dan ada juga yang merambat melalui permukaan bumi yang
disebut surface wave. Body wave dibedakan menjadi dua berdasarkan arah
getarnya. Gelombang P (longitudinal) merupakan gelombang yang arah getarnya
searah dengan arah perambatan gelombang sedangkan gelombang yang arah
getarnya tegak lurus dengan arah perambatannya disebut gelombang S
(transversal). Surface wave terdiri atas Reyleigh wave dan Love wave.

2.2 Pengolahan Data Seismik Refleksi


Proses-proses yang dilakukan dalam pengolahan data seismik antara lain:
a. Field Tape
Data seismik direkam ke dalam pita magnetik dengan standar format tertentu.
Standarisasi ini dilakukan oleh SEG (Society of Exploration Geophysics).
Magnetic tape yang digunakan biasanya adalah tape dengan format: SEG-A,
SEG-B, SEG-C, SEG-D, dan SEG-Y. Format data terdiri dari header dan
amplitudo. Header berisi informasi mengenai survei, seperti nomer lintasan,
laju pencuplikan dan nomer proyek (Sismanto, 1996).
b. Demultiplex
Gelombang seismik yang terpantul beserta noise dan gelombang lainnya
diterima oleh penerima masih berupa analog. Gelombang analog ini dicuplik
menjadi digital dengan menggunakan multiplexer pada interval tertentu di saat
perekaman. Proses ini dikenal dengan demultiplexing.

3
Pekerjaan Demultiplexing adalah mengatur kembali urutan sampel tersebut
berdasarkan kelompok kanal dan mengkoreksi kesalahan multiplexing,
polaritas dan statik (Sismanto,1996). Demultiplexing diperlukan karena data
seismik yang direkam dalam media penyimpanan pada umumnya masih dalam
format multiplexer (biasanya dalam format SEG-A, SEG-B, SEG-C, SEG-D)
sehingga menyebabkan data yang diperoleh bukan lagi gelombang-gelombang
menurut trace (biasanya dalam format SEG-Y) akan tetapi berupa gelombang-
gelombang menurut sampel. Jadi data demultiplex adalah data yang terurut
berdasarkan trace (trace sequential) yaitu data diurutkan berdasarkan nomor
sampel untuk setiap satu trace, sedangkan multiplex adalah data yang tersusun
berdasarkan urutan channel.
c. Gain Recovery
Gain (penguatan) yang dikenakan pada data trace seismik di lapangan
berbentuk suatu fungsi yang tidak smooth, karena harganya bias naik turun
secara otomatis, maka mengakibatkan distorsi. Tetapi fungsi gain tersebut ikut
terekam dalam pita magnetik. Di pusat pengolahan data akan ditentukan
parameter fungsi gain yang baru sehingga fungsi gain yang digunakan menjadi
lebih smooth.
Fungsi gain yang benar akan menghasilkan trace seismik dengan
perbandingan amplitudo-amplitudo sesuai dengan perbandingan masing-
masing koefisien refleksinya (Sismanto, 1996). Proses ini dikenal dengan
istilah Automatic Gain Control (AGC). Proses Automatic Gain Control (AGC)
nantinya menghasilkan kenampakan data seismik yang lebih mudah
diinterpretasi.
d. Editing dan Muting
Trace yang terekam termasuk pula noise. Noise yang koheren bisa diredam
dengan berbagai cara di dalam pemrosesan. Tetapi noise yang tidak koheren,
dimana amplitudonya sangat tinggi, sulit/tidak bisa diredam kecuali dimatikan
seluruhnya atau sebagian saja. Mematikan sebagian atau seluruhnya dari trace
disebut editing dan muting (Sismanto,1996). Jenis noise yang biasanya di edit
adalah:

4
1. Trace mati, karena geophone sengaja tidak dipasang, sehingga
kanalnya akan berisi noise instrument atau karena kerusakan kanal
2. Trace yang mengandung noise elektro static, biasanya frekuensi tinggi
3. Trace yang merekam getaran langkah orang yang berjalan
4. Cross feed
5. Polaritas terbalik (bisa dikoreksi pada komputer)
6. Daerah first arrival (gelombang bias, pakai initial muting)
7. Noise dalam trace yang mengelompok ( pakai surgical muting)
e. Koreksi statik
Koreksi statik terdiri dari koreksi weathering layer (lapisan lapuk) dan
koreksi elevasi. Koreksi statik biasanya sangat diperlukan pada data seismik
darat untuk kompensasi beda waktu tempuh karena perbedaan ketinggian dari
sumber seismik ke sumber lainnya dan dari geophone ke geophone lainnya dan
juga karena tebal lapisan lapuk yang tidak sama serta adanya kecepatan rambat
gelombang yang bervariasi didalam lapisan lapuk (Sismanto, 1996).
Bidang referensi atau datum yang digunakan disebut sebagai Seismic
Reference Datum (SRD) dan biasanya diambil rata-rata dari ketinggian
permukaan laut (Mean Sea Level atau MSL). Proses koreksi statik dilakukan
dengan cara menggeser waktu tiap trace, sehingga didapatkan kemenerusan
yang baik dari tiap even seismik yang ada. Satu ketentuan pada perhitungan
koreksi statik yang harus diingat adalah bahwa bidang datum sebagai bidang
waktu nol detik, dan di bawah bidang datum tidak boleh adalapisan lapuk lagi.
Hal ini berarti material lapuk telah terganti (replaced) dengan material
pengganti (Sismanto, 1996).
f. Filter
Penggunaan filter dalam pengolahan data seismik dikarenakan adanya noise
di dalam event seismik. Selain proses muting dan editing, proses filtering
mempunyai peranan sangat vital untuk reduksi noise. Data seismik
mengandung informasi sinyal yang harus terjaga selama dalam pemrosesan,
tetapi data tersebut juga mengandung noise yang harus dihilangkan atau
dikurangi karena noise tersebut akan mengaburkan informasi. Proses menjaga
sinyal tetap utuh dan peredaman noise disebut sebagai filtering (Sismanto,

5
1996). Bandpass filter adalah metoda meloloskan sinyal seismik dengan batas-
batas frekuensi tertentu yang dikehendaki. Bandpass filter ini digunakan
karena sinyal seismik banyak mengandung noise yang berfrekuensi rendah
seperti ground roll dan frekuensi tinggi yang disebabkan oleh angin, air blast,
statik atau petir.

Gambar 2.1 Berbagai jenis filter frekuensi satu dimensi (Sismanto, 1996)

Noise dapat dipisahkan dari sinyal dalam domain frekuensi. Sinyal dengan
kemiringan positif akan mempunyai bilangan gelombang positif dan sinyal
dengan kemiringan negatif akan mempunyai bilangan gelombang yang
negatif . Noise semacam groundroll, memiliki kemiringan yang rendah
terhadap bilangan gelombangnya. Terpisahnya noise ini akan memudahkan
filter F-K untuk memisahkan frekuensi-frekuensi yang tidak diinginkan
(Sismanto,1996).
g. Dekonvolusi
Dekonvolusi dilakukan untuk menghilangkan atau mengurangi pengaruh
ground roll, multiple, reverberation, ghost serta memperbaiki bentuk wavelet
yang kompleks akibat pengaruh noise. Dekonvolusi merupakan proses invers
filter karena konvolusi merupakan suatu filter. Bumi merupakan low pass filter
yang baik sehingga sinyal impulsif diubah menjadi wavelet yang panjangnya
sampai 100 ms (Gambar 3.6). Wavelet yang terlalu panjang mengakibatkan
turunnya resolusi seismik karena kemampuan untuk membedakan dua event
refleksi yang berdekatan menjadi berkurang (Sukmono, 2001).

6
Secara garis besar dekonvolusi dibagi menjadi dua yaitu dekonvolusi
deterministik dan dekonvolusi statistik. Deterministik artinya dekonvolusi
menggunakan operator filter yang sudah diketahui atau didesain untuk
menampilkan suatu bentuk tertentu. Contoh adalah spiking deconvolution.
Apabila desain filter tidak diketahui, desain filter dapat diperoleh secara
statistik dari data itu sendiri (Sismanto,1996). Metode ini disebut dekonvolusi
statistik. Contohnya adalah Predictive Deconvolution.
1. Spiking deconvolution
Dekonvolusi jenis ini pada prinsipnya ditujukan untuk membentuk sinyal.
Di dalam penapisan dengan dekonvolusi spike, diharapkan bahwa wavelet
yang keluar berupa spike (zero lag spike) yaitu (1, 0, 0, 0…). Proses tersebut
disebut Wiener Spiking Filter. Filter Wiener adalah sebuah proses operasi
matematika yang menganut azas kuadrat terkecil (least square creteria)
dalam menjalankan operasinya. Tahap operasinya dibagi menjadi dua tahap
yakni tahap perancangan (filter design) dan tahap pemakaian (filter
application).
2. Predictive Deconvolution
Dekonvolusi jenis ini memakai predictive filter. Predictive Filter adalah
suatu filter yang berusaha menghilangkan efek multiple. Prediksi waktu
tunda filter ini dapat diperkirakan dari selisih waktu tiba rambatan
gelombang pantul utama (primer) terhadap waktu tiba rambatan gelombang
multiple-nya. Operator predictive filter serupa dengan filter Wiener, hanya
data keluarannya untuk sinyal utama harus terjaga baik, dan nol untuk sinyal
multiple-nya (Sismanto,1996).

h. Trace Gathering
Trace Gathering merupakan penggabungan atau pengelompokan trace seismik
menurut kesamaan masing-masing trace, yang dapat berupa Common Source
Point (CSP), Common Depth Point (CDP), Common Offset, Common
Receiver, dan lain-lain. Pengelompokan ini memudahkan analisis dan
mempercepat pemrosesan sesuai keperluan (Sismanto,1996).
i. Analisa Kecepatan

7
Analisa kecepatan merupakan suatu proses coba-coba (trial and error) untuk
memperoleh kecepatan yang tepat (Munadi, 2002). Tujuan dari analisa
kecepatan adalah untuk menentukan kecepatan yang sesuai untuk memperoleh
stacking yang terbaik. Pada grup trace dari suatu titik pantul, sinyal refleksi
yang dihasilkan akan mengikuti bentuk pola hiperbola. Prinsip dasar analisa
kecepatan pada proses stacking adalah mencari persamaan hiperbola yang tepat
sehingga memberikan stack yang maksimum.
j. Koreksi Dinamik/Koreksi NMO
Koreksi NMO diperlukan karena untuk satu titik di bawah permukaan akan
terekam oleh sejumlah geophone sebagai garis lengkung (hiperbola). Di dalam
CDP gather koreksi NMO diperlukan untuk mengoreksi masing-masing
CDPnya agar garis lengkung tersebut menjadi lurus, sehingga saat di stack
diperoleh sinyal yang maksimal (Sismanto,1996).
NMO (Normal Move Out) adalah perbedaan antara waktu jalar gelombang
yang diterima oleh zero offset dan offset sesudahnya. Perbedaan ini
dikarenakan jarak dari near offset dengan far offset, akibatnya energi
gelombang akan semakin banyak teredam dalam perjalanannya. Berkurangnya
kecepatan ini akan memperlambat receiver menerima first break.
Koreksi NMO merupakan koreksi yang bertujuan untuk mengembalikan
masing-masing reflektor sehingga rekaman di subsurface yang tadinya berupa
garis lengkung menjadi garis lurus pada zero offset dan sinyal yang diperoleh
menjadi maksimal. Bila kecepatan NMO yang digunakan bernilai benar, maka
rekaman seismik akan terlihat datar. Sedangkan jika kecepatan yang dipakai
terlalu rendah maka even seismik akan terlihat melengkung ke atas
(overcorrected), dan jika kecepatan yang dipakai terlalu cepat maka even
seismik akan terlihat melengkung ke bawah (undercorrected) (Yilmaz, 2001).

k. Stacking
Stacking adalah proses penjumlahan trace-trace dalam satu gather data yang
bertujuan untuk mempertinggi sinyal to noise ratio (S/N). Proses ini biasanya
dilakukan berdasarkan CDP yaitu trace-trace yang tergabung pada satu CDP

8
dan telah dikoreksi NMO kemudian dijumlahkan untuk mendapat satu trace
yang tajam dan bebas noise inkoheren
l. Migrasi
Migrasi adalah proses yang dilakukan untuk memindahkan titik reflektor
data seismik pada posisi yang benar secara horizontal maupun vertikal.
Ketidaktepatan posisi reflektor ini disebabkan oleh efek difraksi yang terjadi
ketika gelombang seismik mengenai ujung atau puncak dari suatu
diskontinuitas akibat adanya struktur geologi seperti lipatan atau sesar (Kearey
and Brooks, 2002).
Migrasi dilakukan dengan cara menggeser reflektor ke arah up-dip
sepanjang garis kurva hiperbolik dimana bentuk dari hiperbola tersebut
bergantung pada kecepatan medium tempat gelombang seismik tersebut
merambat. Migrasi secara umum merubah reflektor menjadi lebih curam yang
mempengaruhi penampilan data seismik setelah migrasi. Struktur antiklin
setelah migrasi menjadi lebih sempit dibandingkan dengan ketika sebelum
migrasi. Struktur sinklin setelah migrasi menjadi lebih lebar dibandingkan
dengan ketika sebelum migrasi (Yilmaz,1987).
1. Migrasi Berdasarkan Kawasan
Migrasi berdasarkan kawasan terbagi menjadi dua yaitu migrasi pada
kawasan waktu (time) dan migrasi pada kawasan kedalaman (depth).
Perbedaan mendasar antara Time Migration dengan Depth Migration
bukanlah masalah domain waktu ataupun kedalaman, akan tetapi yang
membedakan adalah model kecepatan yang digunakan (Holt, 2007). Time
Migration memiliki variasi kecepatan yang smooth dan Depth Migration
memiliki kecepatan yang kompleks.
Migrasi dalam kawasan kedalaman adalah migrasi menggunakan
asumsi perambatan gelombang sesuai dengan kondisi aslinya. Hasil akhir
proses Depth Migration adalah penampang seismik yang ditampilkan dalam
kawasan kedalaman (depth). Sebagai input untuk migrasi kedalaman
adalah interval velocity. Model kecepatan ini didapat dengan menelusuri
jejak-jejak sinar dari titik difraksi di permukaan (Holt, 2007). Dari model

9
kecepatan itu hasil penampang seismik dapat ditampilkan dalam bentuk
kawasan kedalaman (depth).
2. Migrasi Berdasarkan Tipe
a) Migrasi Setelah Stack (Post Stack Migration)
Migrasi Post Stack adalah migrasi seismik yang dilakukan pada data
yang telah mengalami proses stacking. Post Stack Migration dilakukan
setelah proses NMO dan Stack. Migrasi Post Stack dilakukan pada
reflektor- reflektor yang sederhana atau memiliki kecuraman yang
relatif datar. Metode Post Stack adalah metode yang lebih sederhana
dibandingkan dengan metode Pre Stack terutama dalam proses dan
algoritma yang digunakan (Yilmaz,2001).
b) Migrasi Sebelum Stack (Pre Stack Migration)
Migrasi Pre Stack adalah migrasi seismik yang dilakukan sebelum
proses stacking. Pada suatu reflektor miring, pengaruh reflektor miring
dan offset yang besar akan menyebabkan Stacking Velocity lebih besar
dari RMS Velocity. Sehingga bila diasumsikan Stacking Velocity sama
dengan RMS velocity untuk menentukan kecepatan interval maka hasil
yang diperoleh tidak akurat. Model kecepatan yang tidak akurat akan
mempengaruhi penggambaran kondisi bawah permukaan pada
penampang seismik.
Proses pengolahan data migrasi Pre Stack meliputi pengaturan trace
dalam tiap-tiap common offset gather. Migrasi setiap common offset
gather dari offset terdekat (near offset) sampai dengan offset terjauh (far
offset), pengembalian lagi kedalam bentuk CDP gather, dan koreksi
NMO (Anonim,1983). Pada pengolahan data seismik Pre Stack
dilakukan dengan cara memfokuskan energi event seismik sebelum
proses stack, sehingga data untuk proses stack lebih sederhana. Event
seismik akan ditempatkan pada tempat yang sebenarnya sebelum proses
stack. Sehingga akan membantu dalam proses stack dan proses Pre
Stack Migration akan mengkoreksi ketidaktepatan reflektor.
3. Migrasi Berdasarkan Alogaritma
a) Migrasi Finite Difference

10
Asumsi yang digunakan pada proses migrasi ini adalah teori
reflektor meledak. Berawal dari teori tersebut maka migrasi merupakan
proses kontinuasi kebawah (Claerbout, 1985). Teknik migrasi ini
didasarkan pada penyelesaian persamaan diferensial gelombang
skalar. Migrasi finite difference dikenal sebagai migrasi domain
waktu atau migrasi persamaan gelombang.
Pada migrasi jenis ini digunakan pendekatan deterministik prosedur
migrasinya dimodelkan melalui persamaan gelombang. Persamaan
tersebut kemudian didekati oleh persamaan yang lebih sederhana, dan
setelah itu penyelesaiannya didekati oleh algoritma finite difference
(Sismanto,1996). Keuntungan dari metode ini adalah kenampakan yang
baik bila data seismik mempunyai S/N yang rendah. Rekaman data
seismik menunjukan respon gelombang seismik di permukaan yang
dituliskan U(x,0,t) dalam penjalarannya di bawah permukaan maka
akan tercatat dan ditransformasikan menjadi U(x,z,0) merupakan hasil
dari data yang telah di migrasi.
b) Migrasi Frekuensi-Bilangan Gelombang
Pada umumnya migrasi dilakukan pada kawasan jarak (offset) dan
waktu (time). Migrasi F-K adalah migrasi yang dilakukan dalam
kawasan yang berbeda yaitu kawan frekuensi dan bilangan gelombang
(Stolt, 1978). Menggunakan Fourier Transform dapat mengilustrasikan
proses migrasi ini. Meskipun migrasi F-K hanya ideal untuk data
seismik yang memiliki kecepatan konstan, tapi metode ini memiliki
sebuah nomor dan aplikasi tambahan yang dapat digunakan untuk
meningkatan kecepatan dan keakuratan proses migrasi. Migrasi ini
dilakukan berdasarkan frekuensi dan bilangan gelombang yang terdapat
pada data seismik. Proses migrasi dilakukan dengan rentangan
frekuensi tertentu dengan melihat kandungan sinyal pada data seismik.
Algoritma Migrasi F-K dapat digunakan dengan baik pada daerah yang
tidak memiliki variasi kecepatan yang kompleks (smooth velocity
variation) seperti: lingkungan laut, cekungan sedimen, atau basement
yang tersingkap untuk pertambangan granit (Bancroft, 2001)

11

Anda mungkin juga menyukai