Cara Kerja:
Membuat ekstrak sampel
1. Hari pertama
Sampel ditimbang 50 gr dan dimasukkan erlenmayer 250 ml
Ditambahkan etanol / metanol 250 ml
Dishaker 3x24 jam
2. Hari kedua
Sampel hasil shaker hari Jumat disaring dan dituang pada botol baru /
botol A dan disimpan dalam lemari pendingin dan botol ditutup
dengan alumunium foil. Sedangkan Ampas /rseidu ditambahkan
etanol /metanol 150 ml pada erlenmayer/botol
Dishaker 1x24 jam
3. Hari ketiga
Sampel hasil shaker hari senin disaring dan dituang pada botol A dan
disimpan pada lemari pendingin. Sedangkan ampas/residu ditambah
etanol/metanol 150 ml pada erlenmayer/botol.
Di shaker 1x24 jam
4. Hari keempat
Sampel hasil shaker hari selasa di saring dan dituang pada botol A
lalu disimpan pada lemari pendingin.
Sebagian hasil filtrat pada botol A dipindahkan ke botol baru lalu
diuapkan diwaterbath.
Setiap 3 jam sekali ekstrak pada waterbath di cek dan ditambahkan
ekstrak dari botol A apabila dirasa sudah mulai berkurang.
NB : ekstrak yang berada di waterbath diusahakan tidak boleh sampai
kering dan penambahan tidak boleh sampai penuh.
Penambahan terus dilakukan hingga ekstrak sampel dalam lemari
pendingin habis
5. Hari kelima
Setiap 3 jam sekali ekstrak pada waterbath di cek dan ditambahkan
ekstrak dari botol A apabila dirasa sudah mulai berkurang.
Penambahan terus dilakukan hingga ekstrak sampel dalam lemari
pendingin habis.
Hasilnya larutan menjadi pasta dan ekstak pada botol ditutup
alumunium foil sampai tertutup sepenuhnya
Sampel disimpan dalam lemari pendingin
ANALISIS DATA
Uji Flavonoid
Sampel yang sudah diektraksi diambil sebanyak 0,5 g kemudian dilarutkan
dalm 10 ml aquades, setelah larut diambil 1 ml dimasukkan ke dalam tabung reaksi.
Kemudian ditetesi 2-4 tetes HCl pekat dan diberi serbuk Mg secukupnya. Hasil
positif ditunjukkan dengan adanya warna merah bata sampai merah tua, tetapi pada
hasil uji kami menandakan hasil yang negatif (-) mengandung flavonoid baik yang
menggunakan pelarut etanol maupun metanol.
Uji alkaloid
Sampel yang sudah diektraksi diambil sebanyak 0,5 g kemudian dilarutkan
dalm 10 ml aquades, setelah larut diambil 1 ml dimasukkan dalam 3 tabung reaksi
dan masing-masing diuji dengan reagen yang berebeda. Tabung A ditetesi dengan 3
tetes reagen mayer didapatkan hasil untuk pelarut metanol maupun etanol terjadi
reaksi negatif yaitu terbentuk larutan berwarna kuning dan tanpa endapan. Tabung B
ditetesi dengan 3 tetes reagen dragendorf dan terjadi reaksi positif (+) endapan jingga
dan tabung C ditetesi dengan 3 tetes reagen wagner, reaksi negatif larutan berwarna
jingga.
Uji terpenoid
Uji kandungan senyawa terpenoid pada sampel dilakukan dengan mereaksikan
sampel dengan larutan asam asetat anhidrat dan asam sulfat pekat. Setelah
direaksikan dengan larutan asam asetat anhidrat dan asam sulfat pekat sampel
berubah menjadi berwarna hijau kehitaman.
PEMBAHASAN
Uji Flavonoid
Flavonoid adalah senyawa polifenol yang mempunyai 15 atom karbon yang
tersusun dalam konfigurasi C6-C3-C6, yaitu dua cincin aromatik yang dihubungkan
oleh 3 atom karbon yang dapat atau tidak dapat membentuk cincin ketiga. Senyawa
ini merupakan turunan dari 2- fenil kromon atau 2-fenil benzopiron. Golongan
flavonoid memiliki kerangka karbon terdiri atas dua gugus C6 (cincin benzena
tersubstitusi) disambungkan oleh rantai alifatik tiga karbon (Robinson, 1995).
Beberapa golongan flavonoid antara lain, antosianin, proantosianidin, flavonol,
flavon, glikoflavon, biflavonil, khalkon, auron, flavanon, isoflavon.
Keberadaan senyawa flavonoid dalam rimpang temu putih dapat diuji dengan
metode Wilstater yaitu dengan menambahkan HCl pekat dan logam Mg.
Septyaningsing (2010) menjelaskan bahwa jika ekstrak sampel positif mengandung
senyawa flavonoid akan terbentuk garam flavilium yang berwarna merah atau jingga
setelah penambahan logam Mg dan HCI. Reduksi dengan Mg dan HCI pekat ini
menghasilkan senyawa kompleks yang berwarna merah jingga pada flavonol,
flavanon, flavanonol dan xanton (Mariana, 2013). Hasil positif flavonoid jika reaksi
yang terjadi menghasilkan warna merah, kuning atau jingga (Harbone, 1987).
Penambahan HCl pekat dalam uji flavonoid pada metode Wilstater dimaksudkan
untuk menghidrolisis flavonoid menjadi aglikonnya yaitu dengan menghidrolisis O-
glikosil. Glikosil akan tergantikan oleh H+ dari asam karena sifatnya yang
elektrofilik. Glikosida berupa gula yang biasa dijumpai yaitu glukosa, galaktosa dan
ramnosa (Gillespie, R.J. Paul , 2001).
Uji alkaloid
Alkaloid adalah senyawa kimia tanaman hasil metabolit sekunder yang
terbentuk berdasarkan prinsip pembentukan Campuran (Sirait, 2007 dalam Wardana,
2016:25). Alkaloid terdapat sekitar 5500 telah diketahui, merupakan golongan zat
tumbuhan sekunder yang terbesar. Pada umumnya alkaloid bersifat basa (adanya
gugus amino) dan mengandung atau satu lebih atau nitrogen, biasanya dalam
gabungan sebagai bagian dari siklik, (Harborne, 1987). Alkaloid biasanya digunakan
sebagai bahan dasar untuk pembuatan obat, misalnya morpin, atropine, dan codein.
Alkaloid dapat menembus barrier darah otak (blood-brain barrier), apabila kandungan
alkaloid berlebihan dalam tubuh maka alkaloid dapat menyebabkan kerusakan hati.
Pada tumbuhan senyawa alkaloid terkandung dalam akar, biji, kayu maupun
daun. Alkaloid merupakan senyawa hasil metabolisme yang digunakan tumbuhan
sebagai cadangan dalam sintesis protein. Kegunaan alkaloid bagi tumbuhan adalah
sebagai pelindung dari serangan hama, penguat tumbuhan, dan pengatur kerja
hormon (Wardana, 2016:26)
Pada pengujian adanya zat alkaloid yang terkandung dalam rimpang temu
putih, dgunakan reagen mayer yang prinsipnya diperkirakan nitrogen pada alkaloid
akan bereaksi dengan ion logam K+ dari kalium tetraiodomerkurat (II) dalam pereaksi
mayer membentuk kompleks kalium-alkaloid yang mengendap., dragendorf yang
prinsipnya reagen dragendorf mengandung bismut nitrat dan merkuri klorida dalam
nitrit berair. Dalam bismut nitrat terdapat garam-garam bismut mudah terhidrolisis
membentuk ion bismutil (BiO+). Selanjutnya ion Bi3+ dari bismut nitrat bereaksi
dengan kalium iodide membentuk endapan hitam Bismut (III) iodida yang kemudian
melarut dalam kalium iodida berlebih membentuk kalium tetraiodobismutat dan
wagner yang prinsipnya iodin bereaksi dengan ion I- dari kalium iodide menghasilkan
ion I-3 yang berwarna coklat. Pada uji Wagner ion logam K+ akan membentuk ikatan
kovalen koordinat dengan nitrogen pada alkaloid membentuk kompleks kalium
alkaloid yang mengendap, (Melinda, dkk. 2000).
Pada hasil praktikum simplisia temu putih didapatkan hasil reasksi positif pada
pereaksi dragendorf dan reaksi negatif pada pereaksi mayer dan wagner, sedangkan
menurut hasil penelitian Nurdin dan Susanty (2009) menunjukkan bahwa hasil
penapisan fitokimia diperoleh simplisisa serbuk rimpang temu putih mengandung
senyawa alkaloid, flavonoid, saponin, triterfenoid dan minyak atsiri. Hal ini
dikarenakan kandungan alkaloid dalam jumlah sedikit, sehingga diperlukan
konsentrasi yang lebih pekat untuk dapat mengendapkan alkaloid dan juga pelarut
ekstak sampel merupakan larutan yang memilki polaritas tinggi yaitu aquades
sehingga alkaloid tersebut tidak terlarut dan tidak dapat dideteksi jika di uji
menggunkan reagen Mayer dan Wagner.
Uji terpenoid
Terpenoid adalah senyawa yang hanya mengandung karbon dan hidrogen, atau
karbon, hidrogen dan oksigen yang bersifat aromatis, sebagian terpenoid mengandung
atom karbon yang jumlahnya merupakan kelipatan lima (Achmad, 1986). Terpenoid
umumnya larut dalam lemak dan terdapat dalam sitoplasma sel tumbuhan.
Kebanyakan terpenoid alam mempunyai struktur siklik dan mempunyai satu gugus
pungsi atau lebih (Harborne, 1987).
Berdasarkan uji kandungan senyawa terpenoid pada sampel ekstrak rimpang
temu putih (Curcuma zedoaria) mengalami perubahan warna menjadi hijau
kehitaman yang menunjukkan hasil positif jenis steroid. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian Berdasarkan hasil penelitian Eff (2018) bahwa Curcuma zedoaria
mengandung senyawa tanning, flavonoid, saponin, alkaloid, terpen, dan steroid. Uji
positif adanya steroid apabila terjadi perubahan warna menjadi hijau atau biru, hal ini
berdasarkan reaksi Liebermann-Buchard yang menyatakan bila suatu steroid
direaksikan dengan asam asetat anhidrat dan setetes asam sulfat pekat akan
menghasilkan warna hijau atau biru (Robinson, 1995). Reaksi yang terjadi antara
steroid dengan asam asetat anhidrat adalah reaksi asetilasi gugus –OH pada steroid.
Sebagai contoh, senyawa 5- Kolestan-3, 6-diol yang mengalami asetilasi pada
gugus –OH pada C3, sehingga dihasilkan senyawa 3- asetoksi-5-Kolestan-6-ol
(Ahmad, 1986). Beberapa hasil penelitian menunjukkan senyawa terpenoid
memiliki aktivitas sebagai antibakteri (Grayson, 2000).
Daftar Rujukan
Ahmad, S.A. 1986. Kimia Organik Bahan Alam. Jakarta: Penerbit Karunika
Universitas Terbuka.
Aliunir, dkk, 2000. Penuntun Praktikum Kimia Organik II. Jurusan Kimia FMIPA.
UNP.
Chitra V, Shrinivas S, Nandu K. 2009. Evaluation of Anticancer Activity of Vitex
Negudo In Experimental Animals: An In Vitro & In Vivo Study. International
Journal of Pharmatech Research. 1(4): 1485-1489
Eff, A.R.Y. 2018. Efek Anti-tifoid Minyak Atsiri Temu Putih (Curcuma zedoaria
Rosc.) pada Tikus (Rattus norvegicus L) yang Terinfeksi Salmonella
typhy.Pharmaceutical Sciences and Research. 5(3): 116-122.
Grayson, D. H. 2000. Monoterpenoid. University Chemical Laboratory, Trinity
College, Dublin 2, Ireland.
Hutapea, JR. 1993. Inventaris Tanaman Obat Indonesia. Edisi ke–2. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Lobo, R., Prabhua, K. S., Shriwaikara, A. & Shirwaikarb, A. 2009. Curcuma
zedoaria rosc. (white tumeric): A review of its Chemical, Pharmalogical and
Ethnomedicinal Properties. Journal of Pharmacy and Pharmacology. 61: 13-
21.
Ranjani R, Ayya Raju. 2012. Anticancer Properties of Allium sativum–A Review.
Asian Journal of Biochemical and Pharmaceutical Research. 3(2): 19.
Yurleni. 2018. Penggunaan Beberapa Metode Ekstraksi pada Rimpang Curcuma
untuk Memperoleh Komponen Aktif Secara Kualitatif. Biospecies. 11(1): 48-
56.
Thompson, E. B. 1985. Drug Bioscreening. America: Graceway Publishing
Company, Inc. Pp. 40, 118.
Robinson, T. 1995. Kandungan Senyawa Organik Tumbuhan Tinggi. Terjemahan
oleh Kosasih Padmawinata. Bandung: Penerbit ITB.
Baraja, M. 2008. Uji Toksisitas Ekstrak Daun Ficus elastic nois ex lume Terhadap
Artemia salina Leach dan Profil Kromatografi Lapis Tipis. Skripsi Surakarta:
Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Gillespie, R.J. Paul , 2001. Chemical Bonding and Molecular Geometry. Oxford
University Press, London.
Patonah, Ari Y., dan Cica N. 2014. Antivitas Antihipertrigliseridemia Ekstrak Kunyit
(Crucuma longa L.) dan Bangle (Zingiber cassumunar Roxb.) serta
Kombinasinya pada Hewan Hipertrigliseridemia. Jurnal Farmasi Galenika. Vol.
I No. 2. ISSN: 2406-9299.
Rita W S. 2010. Isolasi, identifikasi dan uji aktivitas antibakteri senyawa golongan
triterpenoid pada rimpang temu putih (Curcuma zedoaria (Berg.)Roscoe).Jurnal
kimia.
Septyaningsih, D., Anton A., dan Maya P. S. 2010. Analisis Sensori untuk Industri
Pangan dan Agro. Bogor: IPB Press.
Sudarmadji, S., B. Haryono dan Suharji. 1997. Prosedur Analisis untuk Bahan
Makanan dan Pertanian. Penerbit Liberti, Yogyakarta.
Utami. 2009. Potensi Daun Alpukat (Persea americana Mill) Sebagai Sumber
Antioksidan Alami. Jurnal Teknik Kimia UPN Jawa Timur. Vol 2 (1) : 58-64.