Anda di halaman 1dari 20

PATOGENESIS

DVT biasanya terbentuk pada daerah dengan aliran darah lambat atau terganggudi sinus
vena besar dan kantung ujung katup di vena dalam tungkai bawah atausegmen vena yang
terpapar oleh trauma langsung. Pembentukkan dan perkembangan thrombus vena
menggambarkan keseimbangan antara efek rangsangan trombogenik dan berbagai mekanisme
protektif. Faktor yangmempengaruhi keseimbangan dan berimplikasi pada patogenesis
thrombosisvena, dikenal dengan Trias Virchow’s, yaitu: 1). Cedera Vaskuler
(kerusakanendothelial); 2). Stasis Vena; 3). Aktivasi koagulasi darah (hiperkoagulabilitas).

1. Cedera Vaskular
Kerusakan vaskular memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan
thrombosisvena melalui trauma langsung atau aktivasi sel endotel melalui
sitokinin(interleukin-1 dan tumor necrosis factor) yang dilepaskan dari hasil cidera
jaringan dan inflamasi. Koagulasi darah dapat diaktifkan melalui rangsangan
intravaskuler yang dilepaskan dari tempat jauh (misal kerusakan vena femoralissaat
operasi panggul) atau oleh sitokin yang terinduksi rangsangan endotel yang utuh.
Sitokinin ini merangsang sel endotel untuk mensintesis tissue factor dan plasminogen
activator inhibitor-1 dan mengakibatkan reduksi trombodulin,sehingga membalikkan
kemampuan protektif endotel yang normal.
Trombodulin(TM) adalah reseptor membran sel endotel untuk thrombin. Bila
thrombin terikat pada TM maka kemampuan memecah fibrinogen menurun.
Sebaliknyakemampuan mengaktifasi antikoagulan, protein C meningkat. Protein C
dengan ko-faktornya protein S menginaktifasi bentuk aktif kofaktor prokoagulan,
faktor Va dan VIIIa. Protein C aktif juga meningkatkan fibrinolisis. Endotel vena
mengandung activator yang mengkonversi plasminogen ke plasminkemudian plasmin
melisis fibrin. Setelah pembedahan dan cedera, sistemfibrinolisis akan dihambat
kemudian aktivitas vena ekstemitas bawah lebih berkurang dibanding dengan
ekstremitas atas.

2. Stasis Vena
Statis vena sering pada usia tua, tirah baring lebih dari tiga hari dan operasi
yangmemakan waktu lama. Stasis vena memberikan predisposisi thrombosis
lokal.Stasis menggangu pembersihan faktor koagulasi aktif dan membatasi
aksesbilitasthrombin di vena kemudian menempel ke trombomodulin. Protein ini
terdapatdalam densitas terbesar di pembuluh darah kapiler.

Penelitian ultrastruktural menunjukkan bahwa setelah trauma ditempat


jauh,leukosit melekat diantara intercellular junction endotel pada daerah statis vena.
Hal ini menjadi nidus untuk pembentukkan thrombus. Bila nidus thrombus
mulaiterdapat di daerah statis, maka substansi yang dapat meningkatkan
agregasitrombosit, yaitu factor X teraktivasi, thrombin, fibrin dan katekolamin
tetapdalam konsentrasi tinggi di daerah tersebut. Stasis juga memberikan
kontribusitambahan, yaitu membentuk thrombin dengan cara merusak katup
vena avaskuler. Sebaliknya katup tergantung pada darah lumen untuk oksigenasi
dannutrisi, sedangkan aliran darah stasis. Mekanisme thrombosis adalah aktivitasfaktor
koagulasi aktif melalui darah yang mengalir, inhibisi trombomodulin padaaktivitas
koagulan dari thrombin, pengaruh trombomodulin aktivitas antikoagulandari thrombin
melalui aktivasi protein C dan disolusi fibrin oleh sistem fibrinolitik.

3. Hiperkoagulabilitas
Keadaan hirepkoagulabilitas adalah suatu perubahan keadaan darah
membantu pembentukan thrombus vena. Perubahannya meliputi peningkatan
konsentrasifaktor koagulasi normal maupun teraktivasi, penurunan kadar inhibitors
dalamsirkulasi, gangguan fungsi sistem fibrinolitik, adanya trombosit hiperaktif,
faktor hiperkoagulabilitas dan statis bekerjasama membentuk thrombus vena.
Trombosis vena, apapun rangsangan yang mendasarinya akan meningkatkan
resistensi aliran vena dari ekstremitas bawah. Dengan meningkatnya resistensi,
pengosongan vena akan meningkatnya resistensi, pengososngan vena akan terganggu,
menyebabkan [eningkatan volume dan tekanan darah vena. Trombosis bisa melibatkan
kantong katup hingga merusak fungsi katup. Katup yang tidak berfungsi atau yang
inkompeten mempermudah terjadinya statis dan penimbunan darah di ekstremitas.
Dalam perjalanan waktu dengan semakin matangnya trombus akan menjadi
semakin terorganisir dan melekat pada dinding pembuluh darah. Sebagai akibatnya
resiko embolisasi menjadi lebih besar pada fase-fase awal trombosis, namun demikian
ujung bekuan tetap dapat terlepas dan menjadi emboli sewaktu fase organisasi. Selain
itu perluasan trombus dapat membentuk ujung yang panjang dan bebas selajutnya dapat
terlepas menjadi emboli yang menuju sirkulasi paru-paru, perluasan progresif juga
meningkatkan derajat obstruksi vena dan melibatkan daerah-daerah tambahan dari
sistem vena. Pada akhirnya, patensi lumen mungkin dapat distabilkan dalam derjat
tertentu atau direkanalisasi dengan retraksi bekuan dan lisis melauli system fibrinolitik
endogen. Tetapi beberapa kerusakan residual tetap bertahan
Menurut virchow terdapat 3 kelompok faktor yang dapat mencegah pembentukan
trombus yang tidak normal antara lain:
1. Perubahan pada permukaan endotel
Endotel normal merupakan permukaan yang rata dan halus. Dianggap bahwa
pada endotel normal terdapat muatan listrik yang akan menolak tiap unsur
darah yang mendekat. Apabila terjadi kerusakan endotel maka terjadi
perubahan dalam pontensial listriknya, sehingga trombosit dapat melekat pada
endotel. Suatu anggapan lain menyatakan bahwa jaringan endotel yang rusak
mengeluarkan suatu zat sehingga terjadi koagulasi darah.
2. Perubahan pada aliran darah
Bila aliran darah melambat, maka trombosit akan menepi, sehingga mudah
melekat pada dinding pembuluh. Normal dalam aliran darah terdapat suatu
axial stream yang mengandung unsur darah yang berat seperti lekosit.
Trombosit mengalir pada zone yang lebih perifer dan dibatasi dari dinding
pembuluh oleh suatu zone plasma. Bila timbul keterlambatan dalam aliran
maka trombosit masuk kedalam zone plasma sehingga kontak dengan endotel
bertambah. Perubahan dalam aliran darah lebih sering terjadi dalam vena.
Trombus juga sering terjadi dalam varices, yaitu vena-vena yang melebar.
3. Perubahan pada konsitusi darah
Perubahan dalam jumlah dan sifat trombosit dapat mempermudah trombosis.
Pada masalah setelah mengalami pembedahan dan masa nifas, jumlah
trombosit dalam darah kira-kira 2-3 kali lipat daripada normal, serta bersifat
lebih mudah melekat.
Sehingga dapat disimpulkan berdasarkan “Triad of Virchow”, terdapat 3 faktor
stimuli suatu tromboemboli yaitu kelainan dinding pembuluh darah, perubahan aliran
darah dan perubahan daya beku darah. Selain faktor stimuli, terdapat juga faktor
protektif yang berperan yaitu inhibitor faktor koagulasi yang telah aktif (contoh:
antithrombin yang berkaitan dengan heparan sulfat pada pembuluh darah dan protein C
yang teraktivasi), eliminasi faktor koagulasi aktif dan kompleks polimer fibrin oleh
fagosit mononuklear dan hepar, serta enzim fibrinolisis. Terjadinya VTE (Venous
Thrombolism) merefleksikan ketidakseimbangan antara faktor stimuli dengan faktor
protektif.
Faktor resiko terjadinya VTE dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu faktor
risiko didapat (acquired) dan faktor risiko yang diturunkan (inherited), seperti pada
tabel dibawah.
Didapat (acquired) Diturunkan (inherited) Campuran Keduanya
Bertambahnya usia Defisiensi antitrombin Tingginya kadar PCI
(PAI-3)
Tindakan pembedahan Defisiensi Protein C Tingginya kadar salah
(ortopedi, bedah saraf, satu faktor pembekuan
laparotomi,dll) darah dibawah ini: VIII,
IX, XI
Trauma Defisiensi Protein S Tingginya kadar
fibrinogen
Kateter vena sentral Faktor V Leiden (FVL) Tingginya kadar TAFI
(Thrombin Activated
Fibrinolysis Inhibitor)
Keganasan Prothrombin G20210A Menurunnya kadar TFPI
(Tissue Factor Pathway
Inhibitor)
Sindrom antifosfolipid Kelompok Golongan Resistensi protein C
darah non-O teraktivasi pada absennya
FVL
Puerperium Disfibrinogenemia Hiperhomosisteinemia
Imobilisasi lama (tirah Faktor XIII 34val
baring, paralisis
ekstremitas)
Tabel1. Faktor resiko terjadinya VTE
Pengaruh beberapa faktor risiko didapat (acquired) terhadap terjadinya
trombosis vena dijelaskan sebagai berikut:
1. Tindakan operatif
Faktor risiko yang pontensial terhadap timbulnya trombosis vena adalah operasi
dalam bidang ortopedi dan trauma pada bagian panggul dan tungkai bawah. Pada
operasi di daerah panggul. 54% penderita mengalami trombosis vena, sedangkan
pada operasi didaerah abdomen terjadinya trombosis vena sekitar 10%-14%.
Beberapa faktor yang mempermudah timbulnya trombosis timbulnya trombosis
vena pada tindakan operatif adalah sebagai berikut :
 Terlepasnya plasminogen jaringa kedala sirkulasi darah trauma pada waktu di
operasi
 Statis aliran darah karena immobilisasi selama periode preoperatif. Operatif dan
post operatif
 Menurunnya aktifitas fibrinolitik, terutama 24 jam pertama sesudah operasi
 Operasi didaerah tungkai menimbulkan kerusakan vena secara langsung di
daerah tersebut.
2. Kehamilan dan persalinan
Selama trimester ketiga kehamilan terjadi penurunan aktifitas fibrinolitik, statis
vena karena kandungan dan peningkatan faktor pembekuan VII, VIII dan IX. Pada
permulaan proses persalinan terjadi pelepasan plasenta yang menimbulkan lepasnya
plasminogen jaringan ke dalam sirkulasi darah sehingga terjadi peningkatan
koagulasi darah.
3. Infrak miokard
Pada infark miokard penyebabnya adalah dua komponen yaitu kerusakan jaringan
yang melepaskan plasminogen yang mengaktifkan proses pembekuan darah dan
adanya statis aliran darah karena istirahat total.
4. Immobilisasi yang lama dan paralisi ektremitas
Immobilisasi yang lama akan menimbulkan statis aliran darah yang mempermudah
timbulnya trombosis vena.
5. Defisiensi anto trombin III, protein C, protein S dan alfa I anti tripsin.
Pada kelainan tersebut diatas, faktor-faktor pembekuan yang aktif tidak dinetralisir
sehingga kecendrungan terjadinya trombosis meningkat.
6. Obat-obatan kontrasepsi oral
Hormon estrogen yang ada dalam pil kontrasepsi menimbulkan dilatasi vena,
menurunnya aktifitas antitrombin III dan proses fibrinolitik dan meningkatnya
faktor pembekuaan darah. Keadaan ini akan mempermudah terjadinya trombosis
vena.
7. Obesita dan varises
Obesitas dan varises dapat menimbulkan statis aliran darah dan penurunan aktifitas
fibrinolitik yamg mempermudah terjadinyatrombosis vena.
8. Proses keganasan
Sel tumor dapat menyebabkan up regulasi banyak faktor koagulasi, down regulasi
sistem protein fibrinolitik dan mengekpresikan beberapa sitokin atau protein
regulator yang berkaitan dengan pembentukan trombus, sehingga rentan terhadap
keadaan promtrombotik.

FAKTOR RESIKO
Faktor utama yang berperan terhadap terjadinya trombosis vena adalah status aliran darah
dan meningkatnya aktifitas pembekuan darah. Faktor kerusakan dinding pembuluh darah
adalah relatif berkurang berperan terhadap timbulnya trombosis vena dibandingkan trombosis
arteri. Sehingga setiap keadaan yang menimbulkan statis aliran darah dan meningkatkan
aktifitas pembekuan darah dapat menimbulkan trombosis vena.
Faktor resiko timbulnya trombosis vena adalah sebagai berikut :
1. Defisiensi Anto trombin III, protein C, protein S dan alfa 1 anti tripsin.
Pada kelainan tersebut di atas, faktor-faktor pembekuan yang aktif tidak di netralisir
sehinga kecendrungan terjadinya trombosis meningkat.
2. Tindakan operatif
Faktor resiko yang potensial terhadap timbulnya trombosis vena adalah operasi
dalam bidang ortopedi dan trauma pada bagian panggul dan tungkai bawah. Pada
operasi di daerah panggul, 54% penderita mengalami trombosis vena, sedangkan pada
operasi di daerah abdomen terjadinya trombosis vena sekitar 10%-14%. Beberapa
faktor yang mempermudah timbulnya trombosis vena pada tindakan operatif,adalah
sebagai berikut :
A. Terlepasnya plasminogen jaringan ke dalam sirkulasi darah karena trauma pada
waktu di operasi.
B. Statis aliran darah karena immobilisasi selama periode preperatif, operatif dan
post operatif.
C. Menurunnya aktifitas fibrinolitik, terutama 24 jam pertama sesudah operasi.
D. Operasi di daerah tungkai menimbulkan kerusakan vena secara langsung di
daerah tersebut.
3. Kehamilan dan persalinan
Selama trimester ketiga kehamilan terjadi penurunan aktifitas fibrinolitik, statis
vena karena bendungan dan peningkatan faktor pembekuan VII, VIII dan IX. Pada
permulaan proses persalinan terjadi pelepasan plasenta yang menimbulkan lepasnya
plasminogen jaringan ke dalam sirkulasi darah, sehingga terjadi peningkatkan
koagulasi darah.
4. Infark miokard dan payah jantung
Pada infark miokard penyebabnya adalah dua komponen yaitu kerusakan
jaringan yang melepaskan plasminogen yang mengaktifkan proses pembekuan darah
dan adanya statis aliran darah karena istirahat total. Trombosis vena yang mudah terjadi
pada payah jantung adalah sebagai akibat statis aliran darah yang terjadi karena adanya
bendungan dan proses immobilisasi pada pengobatan payah jantung.
5. Immobilisasi yang lama dan paralisis ekstremitas.
Immobilisasi yang lama akan menimbulkan statis aliran darah yang
mempermudah timbulnya trombosis vena.

6. Obat-obatan konstraseptis oral


Hormon estrogen yang ada dalam pil kontraseptis menimbulkan dilatasi vena,
menurunnya aktifitas anti trombin III dan proses fibrinolitik dan meningkatnya faktor
pembekuan darah. Keadaan ini akan mempermudah terjadinya trombosis vena.

7. Obesitas dan varices


Obesitas dan varices dapat menimbulkan statis aliran darah dan penurunan
aktifitas fibriolitik yang mempermudah terjadinya trombosis vena.

8. Proses keganasan
Pada jaringan yang berdegenerasi maligna di temukan “tissue thrombo plastin-
like activity” dan “factor X activiting” yang mengakibatkan aktifitas koagulasi
meningkat. Proses keganasan juga menimbulkan menurunnya aktifitas fibriolitik dan
infiltrasi ke dinding vena. Keadaan ini memudahkan terjadinya trombosis. Tindakan
operasi terhadap penderita tumor ganas menimbulkan keadaan trombosis 2-3 kali lipat
dibandingkan penderita biasa.

MANIFESTASI KLINIS
Trombosis vena terutama mengenai vena-vena di daerah tungkai antara lain vena tungkai
superfisialis, vena dalam di daerah betis atau lebih proksimal seperti v poplitea, v femoralis
dan viliaca. Sedangkan vena-vena di bagian tubuh yang lain relatif jarang di kenai. Trombosis
v superfisialis pada tungkai, biasanya terjadi varikositis dan gejala klinisnya ringan dan bisa
sembuh sendiri. Kadang-kadang trombosis v tungkai superfisialis ini menyebar ke vena dalam
dan dapat menimbulkan emboli paru yang tidak jarng menimbulkan kematian.(12.14)
Manifestasi klinik trombosis vena dalam tidak selalu jelas, kelainan yang timbul tidak
selalu dapat diramalkan secara tepat lokasi / tempat terjadinya trombosis.Trombosis di daerah
betis mempunyai gejala klinis yang ringan karena trombosis yang terbentuk umumnya kecil
dan tidak menimbulkan komplikasi yang hebat. Sebagian besar trombosis di daerah betis
adalah asimtomatis, akan tetapi dapat menjadi serius apabila trombus tersebut meluas atau
menyebar ke lebih proksimal.
Trombosis vena dalam akan mempunyai keluhan dan gejala apabila menimbulkan :
- bendungan aliran vena.
- peradangan dinding vena dan jaringan perivaskuler.
- emboli pada sirkulasi pulmoner.

Keluhan dan gejala trombosis vena dalam dapat berupa :


1. Nyeri
Intensitas nyeri tidak tergantung kepada besar dan luas trombosis. Trombosis
vena di daerah betis menimbulkan nyeri di daerah tersebut dan bisa menjalar ke
bagian medial dan anterior paha. Keluhan nyeri sangat bervariasi dan tidak spesifik,
bisa terasa nyeri atau kaku dan intensitasnya mulai dari yang enteng sampai hebat.
Nyeri akan berkurang kalau penderita istirahat di tempat tidur, terutama posisi
tungkai ditinggikan.
2. Pembengkakan
Pembengkakan disebabkan karena adanya edema. Timbulnya edema
disebabkan oleh sumbatan vena di bagian proksimal dan peradangan jaringan
perivaskuler. Apabila pembengkakan ditimbulkan oleh sumbatan maka lokasi bengkak
adalah di bawah sumbatan dan tidak nyeri, sedangkan apabila disebabkan oleh
peradangan perivaskuler maka bengkak timbul pada daerah trombosis dan biasanya di
sertai nyeri. Pembengkakan bertambah kalau penderita berjalan dan akan berkurang
kalau istirahat di tempat tidur dengan posisi kaki agak ditinggikan.
3. Perubahan warna kulit
Perubahan warna kulit tidak spesifik dan tidak banyak ditemukan pada
trombosis vena dalam dibandingkan trombosis arteri. Pada trombosis vena perubahan
warna kulit di temukan hanya 17%-20% kasus. Perubahan warna kulit bisa berubah
pucat dan kadang-kadang berwarna ungu.Perubahan warna kaki menjadi pucat dan
pada perubahan lunah dan dingin, merupakan tanda-tanda adanya sumbatan cena yang
besar yang bersamaan dengan adanya spasme arteri, keadaan ini di sebut flegmasia alba
dolens.
4. Sindroma post-trombosis.
Penyebab terjadinya sindroma ini adalah peningkatan tekanan vena sebagai
konsekuensi dari adanya sumbatan dan rekanalisasi dari vena besar. Keadaan ini
mengakibatkan meningkatnya tekanan pada dinding vena dalam di daerah betis
sehingga terjadi imkompeten katup vena dan perforasi vena dalam.

Semua keadaan di atas akan mengkibatkan aliran darah vena dalam akan membalik ke
daerah superfisilalis apabila otot berkontraksi, sehingga terjadi edema, kerusakan jaringan
subkutan, pada keadaan berat bisa terjadi ulkus pada daerah vena yang di kenai.
Manifestasi klinis sindroma post-trombotik yang lain adalah nyeri pada daerah betis yang
timbul / bertambah waktu penderitanya berkuat (venous claudicatio), nyeri berkurang waktu
istirahat dan posisi kaki ditinggikan, timbul pigmentasi dan indurasi pada sekitar lutut dan kaki
sepertiga bawah.
1. Pengkajian
a) Identitas
Terdiri dari nama, usia, jenis kelamin, alamat, pendidikan, pekerjaan, diagnosa
medis,
agama, suku bangsa pasien dan keluarga penanggungjawabnya.
b) Keluhan utama
Mengkaji adanya data subyaktif dari pasien, biasanya pasien merasakan nyeri
hebat, kemerahan, bengkak di area kaki dan betis.
c) Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan yang dirasakan klien sampai klien sampai di rumah sakit atau saat
pengkajian seperti kondisi kakinya yang bengkak dan terlihat kemerahan juga sakit
apabila disentuh. Namun kadang penderita thrombosis vena dalam tidak
menunjukkan adanya gejala, sehingga sulit untuk dideteksi adanya obstruksi vena
dalam.
d) Riwayat kesehatan masa lalu
Mengkaji apakah klien pernah menderita penyakit yang berhubungan dengan
sistem reproduksi dan penyakit lain yang pernah diderita. Selain itu, tanyakan
apakah penyakit ini juga terjadi pada kehamilan sebelumnya.
e) Riwayat kesehatan keluarga
Mengindentifikasi penyakit keturunan yang diderita anggota keluarga untuk
mengetahui resiko penurunan penyakit. Pengkajian dapat dilakukan dengan
melihat genogram jika ada keluarga yang menderita penyakit keturunan.
Thrombosis vena bukan merupakan penyakit keturunan.
f) Riwayat pembedahan
Mengkaji tindakan pembedahan yang pernah dialami oleh penderita, jenis
pembedahannya, kapan, dimana, dan siapa yang melakukan pembedahan.
g) Riwayat kesehatan reproduksi
Mengkaji adanya perdarahan selama kehamilan (warna, bau, sifat darahnya) dan
siklus menstruasi sebelumnya.Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas.
Mengkaji keadaan dan kesehatan anak klien mulai dari kandungan sampai
sekarang.
h) Riwayat seksual
Mengkaji aktivitas seksual klien, apakah menggunakan kontrasepsi dan jenis
kontrasepsinya.
i) Riwayat konsumsi obat
Mengkaji pemakaian obat-obatan oleh klien seperti obat kontrasepsi oral, obat
digitalis, dan obat lainnya.
j) Pola aktivitas
Mengkaji nutrisi, cairan dan elektrolit, eliminasi, pola istirahat dan hygiene.
2. Pemeriksaan Fisik
a) Inspeksi
- Mengkaji adanya lesi, drainase
- Mengobservasi warna kulit pada area kaki dan betis.
- Mengobservasi pola pernafasan, kedalaman nafas dan kesimetrisan gerak dada
- Mengkaji bahasa tubuh, pergerakan, postur tubuh klien dan adanya keterbatasan
fisik
b) Palpasi
- Merasakan suatu pembengkakan dan tekstur kulit terutama kaki
- Mengevaluasi edema
- Menentukan karakter nadi
- Menentukan tegangan atau tonus otot atau respon nyeri yang abnormal
c) Auskultasi
Mendengarkan di ruangan antekuibiti untuk pemeriksaan tekanan darah, dada untuk
bunyi jantung, abdomen untuk pemeriksaan bising usus atau denyut jantung janin.
2. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan antara lain adalah pemeriksaan darah,
pemeriksaan urin, dan pemeriksaan USG Doppler, flestimografi impendans dan
venografi.
3. Diagnosa Keperawatan
a. Potensial injury (perdarahan) berhubungan dengan pemberian antikoagulan
b. Potensial penurunan cardiak output berhubungan dengan penurunan sirkulasi
c. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan kurangnya sirkulasi arteri,
jaringan yang mengakibatkan meningkatnya produksi asam laktat di jaringan
4. Intervensi Keperawatan
Dx : Potensial injury (perdarahan) berhubungan dengan pemberian antikoagulan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama x 24 jam tidak terjadi
perdarahan pada klien
NOC NIC
Blood Loss Severity Thrombolytic Therapy Management
a. Penurunan Hemotacorit 1. Cek perdarahan dari mulut, hidung
b. Penurunan Hb (epistaksis), urine (hematuria),
kulit(petechie, purpura)
2. Monitor TTV untuk peningkatan
nadi diikuti peningkatan tekanan
sistolik karena menurunnya volume
darah, akibat perdarahan internal
dan eksternal.
3. Selalu ada persediaan antagonis
anticoagulant (protamine, vitamin
K1 atau vitamin K3) sewaktu dosis
obat maningkat. Disamping itu
persediaan plasma mungkin
diperlukan untuk antisipasi
diperlukannya transfusi.
4. Anjurkan pasien agar selalu
membawa kartu identitas sebagai
pasien yang sedang dalam terapi anti
coagulant.
5. Ingatkan pasien agar tidak
menggunakan aspirin, gunakan obat
analgesik yang mengandung
asetaminofen.
6. Ajarkan pasien untuk mengontrol
perdarahan eksternal dengan cara
penbekuan langsung pada daerah
luka selama 5-10 menit dengan kasa
bersih atau sterill.
7. Jelaskan pada pasien untuk
melaporkan perdarahan seperti:
ptechie, echymosis, purpura,
perdarah gusi, melena.
8. Cek stool (feses) untuk mengetahui
adanya perdarahan di intestinal.
9. Anjurkan pada pasien agar tidak
mengkonsumsi alkohol yang dapat
meningkatkan terjadinya
perdarahan.

Dx : Potensial penurunan cardiak output berhubungan dengan penurunan


penurunan sirkulasi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama x 24 jam, cardiak output
klien kembali dalam nilai normal.
NOC NIC
Circulation status Circulatory Care: Venous
a. Pucat Insufficiency
b. Kekuatan denyut kaki kiri 1. Monitor EKG untuk
c. Kekuatan denyut kaki kanan mendeteksi adanya
d. Edema perifer reperfusi disritmia akibat
e. Tekanan darah pemberian trombolitik dan
f. Penurunan rubor kemungkinan
diberikannya anti disritmia
2. kolaborasi dengan
pemberian asam amino
kaproic untuk
menghentikan perdarahan.
3. Monitor tanda vital
terutama peningkatan
denyut nadi diikuti
penurunan tekanan darah
4. Hindari pemberian aspirin
atau obat-obat yang
bersifat hemolitik selama
pemberian trombolik
5. cek dengan ketat
perdarahan aktif selama 24
jam setelah terapi
trombolitik dihentikan, 1
jam pertama 15 menit
sekali, 8 jam berikutnya
tiap 30 menit dan
selanjutnya tiap jam.

Dx : Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan kurangnya sirkulasi


arteri, jaringan yang mengakibatkan meningkatnya produksi asam laktat di
jaringan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama x 24 jam, nyeri pada
klien berkurang atau bahkan hilang
NOC NIC
Pain Control, Pain Level Pain Management
a. Agitasi 1. Monitor TTV karena peningkatan denyut
b. Merintih dan menangis jantung mengindikasikan meningkatnya
c. Direkomendasikan penggunaan rasa sakit dan ketidaknyamanan.
analgesik Peningkatan suhu tubuh juga akan
d. Mendiskripsikan penyebab meningkatkan rasa ketidaknyamanan
e. Mengenali onset nyeri pada pasien.
2. Kaji tingkat rasa sakit, catat kekutan
pada kaki dan palpasi kaki yang tertekan,
karena derajat rasa sakit menunjukan
tingkat gangguan sirkulasi, proses
inflamasi,tingkat hipoksia dan
perkembangan edema pada saat
trombosis.
3. Berikan penyangga kaki pada kaki yang
terkena, karena dapat menghindari
tekanan langsung dari tempat tidur yang
dapat menimbulkan rasa tidak nyaman.
4. Pertahankan bed rest pada fase akut,
sebab kontraksi otot dan pergerakan
dapat meningkatkan rasa sakit.
5. Tinggikan ekstremitas yang terkena,
karena dapat meningkatkan veous return
( arus balik darah ke jantung ) dan
menurunkan stasis vena, serta
pembentukan edema

6. Evaluasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan yang diberikan pada pasien thrombosis
vena, maka hasil yang diharapkan :
a. Tidak muncul adanya komplikasi
b. Rasa nyaman pasien terpenuhi (gangguan rasa nyaman)
c. Perfusi jaringan adekuat

Kasus Trombosis Vena


Ny. S umur 31 tahun, datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri di bagian
tungkai kemerahan dan kulit disekitarnya teraba hangat. Ny. S cemas karena sedang
dalam kondisi hamil besar, usia kandungan Ny. S 28 minggu. Saat dilakukan
pemeriksaan fisik, terlihat tonjolan-tonjolan vena di bagian tungkai, warna kemerahan,
dan ketika diposisikan dorsofleksi Ny. M mengeluh sangat nyeri. Homan’s test (+).
Tekanan darah 130/70 mmHg, suhu 370C, berat badan 85 kg, tinggi 168cm. Tampak
adanya edema di bagian tungkai.
1. Pengkajian
a. Anamnesa
- Identitas Pasien
Nama : Ny. S Usia Kehamilan: 28 minggu (7 bulan)
- Usia : 31 tahun Jenis kelamin: Perempuan
- BB/TB : 85kg/168cm
B. Keluhan Utama
Pasien mengeluhkan nyeri di bagian tungkai, adanya edema, kemerahan, dan
kulit disekitar tungkai teraba hangat
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien tampak pucat dan terjadi perubahan pada membran mukosa, tekanan
darah mengalami penurunan
D. Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak ada riwayat penyakit masa lalu
E. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ditemukan riwayat penyakit keluarga
F. Pola aktivitas sehari-hari
Pasien jarang berolahraga
5. Pemeriksaan Fisik
- Primary Survey
a) Airway
Tidak ada sumbatan jalan napas pasien
b) Breathing
Pernapasan normal, tidak ditemukan sesak napas.
c) Circulation
Tidak ada masalah
d) Disability
Alert: Pasien dalam kondisi sadar
Verbal: Pasien merespon saat ditanya
Pain: Pasien berespon saat nyeri
Unresponsive: -
e) Exposure
Tidak ada masalah
- Secondary Survey
B1 (breathing) : -
B2 (blood) : Peningkatan pendarahan vagina dan tempat yang mengalami trauma
pada saat melahirkan.
B3 (brain) : kompos mentis
B4 (bladder): -
B5 (bowel) :-
B6 (bone) : homan’s test (+)
6. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan gangguan aliran balik vena
b. Perdarahan berhubungan dengan pemberian antikoagulan
7. Intervensi Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan gangguan aliran balik vena
NOC NIC
Pain control (1605) Pain Management (1400)
Indikator keberhasilan 1. Kurangi faktor presipitasi
: 2. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi
1. Melaporkan dan non farmakologi)
perubahan gejala 3. Bantu klien dan keluarga untuk mencari dan
nyeri kepada menemukan dukungan
petugas kesehatan 4. Evaluasi bersama klien dan tim kesehatan lain
2. Melaporkan gejala tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa
tidak terkontrol lampau
3. Menggunakan 5. Kolaborasikan dengan dokter bila keluhan dari
terapi non- tindakan nyeri tidak berhasil
analgesik yang Analgetic Administration (2210)
mengurangi nyeri 1. Cek riwayat alergi
4. Menggunakan 2. Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis dan
terapi analgesic frekuensi
sesuai 3. Tentukan pilihan analgetik sesuai tipe dan
rekomendasi yang beratnya nyeri
diberikan 4. Tentukanan algesik pilihan, rute pemberian, dan
5. Melaporkan dosis optimal
bahwa nyeri 5. Monitor vital sign sebelum dan sesudah
mampu dikontrol pemberian analgetik pertama kali
6. Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan gejala
efek samping pemberian.

b. Perdarahan berhubungan dengan pemberian antikoagulan


NOC NIC
Blood Loss Severity Thrombolytic Therapy Management
a. Penurunan Hb 1. Monitor tanda vital untuk peningkatan nadi diikuti
b. Penurunan hematocrit peningkatan tekanan sistolik karena menurunnya
(Hct) volume darah, akibat perdarahan internal dan
eksternal.
2. Cek Protrombin time pada pemberian warfarin
dan PTT untuk pemberian heparin sebelum
pemberian anticoagulan. Protombin time
seharusnya 1,25 s/d 2,4. Jumlah platelet harus
dimonitor sebab pemberian anti coagulan dapat
menurunkan jumlah platelet.
3. Cek perdarahan dari mulut, hidung ( epistaksis),
urine ( hematuria), kulit(petechie, purpura)
4. Cek stool ( feses ) untuk mengetahui adanya
perdarahan di intestinal.
5. Khusus untuk pasien usila yang mendapat wafarin
monitor harus lebih ketat, sebab kulit sangat tipis
dan pembuluh darah sangat rapuh. Pemeriksaan
PT harus lebih teratur.
6. Harus selalu ada persediaan antagonis
anticoagulan( protamine, vitamin K1 atau vitamin
K3) sewaktu dosis obat maningkat atau pada
kondisi terjadinya perdarahan meningkat.
Disamping itu persediaan plasma mungkin
diperlukan untuk antisipasi diperlukannya
transfusi.
7. Ingatkan pada pasien untuk memberitahu dokter
giginya bila memerlukan kontrol terhadap gigi
bahwa pasien sedang dalam pengobatan anti
coagulan.
8. Anjurkan pasien untuk menggunakan sikat gigi
yang lembut untuk mencegah terjadinya
perdarahan gusi.
9. Anjurkan pasien (pria) untuk menggunakan alat
cukur elektrik saat bercukur.
10. Anjurkan pasien untuk selalu membawa kartu
identitas sebagai pasien yang sedang dalam terapi
anti coagulant.
11. Anjurkan pasien untuk tidak merokok, karena
merokok dapat meningkatkan metabolisme,
selanjutnya dosis warfarin mungkin perlu
ditingkatkan bila saat itu pasien masih aktif
merokok.
12. Ingatkan pasien untuk tidak menggunakan aspirin,
gunakan obat analgesik yang mengandung
asetaminofen.
13. Ajarkan pada pasien untuk mengontrol perdarahan
eksternal dengan cara penbekuan langsung pada
daerah luka selama 5-10 menit dengan kasa bersih
atau sterill.
14. Anjurkan pada pasien untuk tidak mengkonsumsi
alkohol yang dapat meningkatkan terjadinya
perdarahan. Anjurkan pasien untuk
mengkonsumsi sayuran hijau, ikan, hati, kopi atau
teh yamg kaya akan vitamin K.
15. Jelaskan pada pasien untuk melaporkan
perdarahan seperti : ptechie, echymosis, purpura,
perdarah gusi, melena.
Patel, Kaushal et al. deep Venous Thrombosis. Avalible in:www.medscape.com. (
Accessed 02 Maret 2018 ).
Hirsh J and Hoak J : Management of Deep Vein Thrombosis and Pulmonary Embolism.
Circulation 93:2212-2245, 1996.

Srandness D.E. et al : Long-term Sequelae Acute Venous Thrombosis. JAMA 250:1289-


1292, 1983.

Thomas J.H et al : Pathogenesis Diagnosed, and Treatment of Thrombosis. The Am J of


Surgery 160:547-551, 1990.

Anda mungkin juga menyukai