Anda di halaman 1dari 12

BAB 1

KARAKTERISTIK SISWA

Siswa kadangkala menghadapi masalah dalam pembelajaran matematika dengan


berbagai alasan, dari kurangnya kesiapan, kurangnya pengetahuan prasyarat,
kurangnya kecerdasan, kurangnya keterampilan belajar, kurangnya minat dan
motivasi, sampai ke masalah kecemasan. Namun ada juga siswa yang tidak atau
kurang bermasalah. Hal ini menunjukkan kemampuan siswa yang berbeda-beda.
Karakteristik siswa juga berbeda-beda. Hal ini ditunjukkan Dr. Howard Gardner
dengan Teori ‘Kecerdasan Ganda’ ('Multiple Intelligences’). Selain kemampuan dan
karakteristik, gaya belajar setiap siswa ternyata berbeda-beda juga.

A. Pertumbuhan dan Kemunduran Siswa

Dalam kondisi yang ideal; fisik (physical), kecerdasan (intellectual), sosial (social),
atau kepribadian (personality) seorang bayi secara bertahap akan menjadi lebih baik
dan akan mencapai puncaknya pada usia tertentu dan akan menurun lagi pada usia
lanjut. Hurlock (1996: 2) menyatakan bahwa pada dasarnya ada dua proses
perkembangan yang saling bertentangan yang terjadi secara serempak, yaitu
pertumbuhan (evolusi) dan kemunduran (involusi). Kedua proses tersebut bermula
pada saat pembuahan dan berakhir pada saat kematian. Masih menurut Hurlock
(1996: 2), istilah perkembangan sendiri berarti serangkaian perubahan progresif yang
terjadi sebagai akibat dari proses pematangan atau maturasi dan pengalaman. Hal ini
berarti bahwa perkembangan bukan hanya penambahan tinggi badan atau
peningkatan kemampuan, melainkan suatu proses integrasi dari banyak struktur dan
fungsi yang kompleks. Perubahan tersebut terjadi secara alamiah sedemikian
sehingga setiap orang dapat beradaptasi dengan lingkungannya. Jika manusia tidak
dapat beradaptasi dengan lingkungannya; maka manusia sudah sejak lama akan punah
dari muka bumi ini. Fakta-fakta penting tentang perkembangan menurut Hurlock
(1996: 5-11) adalah sebagai berikut.

21
1. Sikap, kebiasaan, dan pola perilaku yang dibentuk selama tahun-tahun pertama
sangatlah menentukan (kritis) pada proses perkembangan selanjutnya. Dua tahun
pertama kehidupan merupakan masa yang paling kritis.
2. Pentingnya faktor kematangan dan belajar terhadap perkembangan.
3. Proses perkembangan mengikuti pola tertentu sehingga dapat diramalkan.
4. Semua individu berbeda. Hal ini terjadi karena setiap orang secara biologis dan
genitis berbeda
5. Setiap tahap perkembangan mengikuti pola periode equilibrium dan
disequilibrium. Equilibrium terjadi jika seseorang dapat dengan mudah
menyesuaikan diri dengan lingkungan; sedangkan disequilibrium terjadi jika
seseorang mengalami kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Yang perlu mendapatkan perhatian khusus para guru SMP, Hurlock (1996:7)
menyatakan bahwa: “ ... beberapa tahap perkembangan ke arah pendewasaan
ditandai dengan perilaku yang lebih sulit dibandingkan dengan tahap-tahap
lainnya.”
6. Setiap tahap perkembangan memiliki resiko. Resiko itu dapat berasal dari faktor
fisik, psikologis atau lingkungan, maupun masalah-masalah penyesuaian yang
tidak dapat dihindarkan. Tugas guru adalah meminimalkan resiko tersebut.
7. Perkembangan dibantu dengan rangsangan. Hurlock (1996:8) menyatakan bahwa
bayi-bayi prematur yang mendapat rangsangan lebih cepat perkembangannnya
daripada yang tidak dirangsang. Contoh rangsangan orang tua adalah dengan
mengajak mereka berbicara, berpikir, bernalar dan berolahraga.
8. Perkembangan dipengaruhi oleh perubahan budaya. Hal ini ada kaitannya dengan
fakta penting nomor 5. Perkembangan individu dipengaruhi penyesuaian diri
terhadap perkembangan budaya.

B. Kecepatan Belajar

Perbedaan karakteristik siswa dapat terjadi di kelas yang Anda ampu. Ada siswa yang
cepat menangkap materi pelajaran dan cepat pula mengerjakan tugas yang

22
dibebankan kepadanya. Namun ada juga siswa yang lambat menangkap dan tertatih-
tatih mengerjakan tugas. Lalu apa tindakan Anda?

Yang jelas, sebagai guru matematika kita tidak mungkin merubah siswa yang lambat
menjadi cepat dalam hitungan hari, bulan atau bahkan tahun. Kita juga tidak mungkin
memaksa siswa yang lambat menjadi seperti siswa yang cepat. Begitu pula
sebaliknya. Lalu apa tindakan Anda sehingga siswa yang lambat dan cepat tidak
saling dikorbankan?

Salah satu alternatif pemecahannya adalah selama proses pembelajaran yakinkan


bahwa setiap siswa yang ada di kelas, akan memahami materi pelajaran yang sedang
dibahas. Namun mungkin saja pada saat mengerjakan soalnya yang berbeda. Biarkan
siswa yang cepat dapat menyelesaikan soal yang lebih banyak atau membantu
temannya yang lambat. Untuk itu proses pembelajaran hendaknya:
Dimulai dari hal-hal yang mudah, ke yang sedang, baru ke yang sulit.
Dimulai dari hal-hal yang sederhana, baru ke yang rumit atau kompleks.
Dimulai dari kasus-kasus khusus, baru ke bentuk umum (general).
Dimulai dari angka-angka, baru ke peubah/variable.

C. Teori ‘Kecerdasan Ganda’

Teori ‘Kecerdasan Ganda’ ('Multiple Intelligences’) atau ada yang menyebutnya


dengan ‘Kecerdasan Berbagai’ dikenalkan oleh Dr. Howard Gardner pada tahun
1983. Beliau merupakan profesor dalam bidang pendidikan di Harvard Universiti.
Howard Gardner dalam bukunya yang berjudul 'Multiple Intelligences’ menegaskan
bahwa skala kecerdasan yang selarna ini dipakai ternyata memiliki banyak
keterbatasan sehingga kurang dapat meramalkan kinerja yang sukses untuk masa
depan seseorang. Contohnya, kaedah atau aturan lama untuk mengukur tingkat
kecerdasan manusia, yaitu berdasarkan tes IQ adalah tidak cukup. Ada siswa dengan
IQ tinggi namun kalah sukses dengan temannya yang nilai tes IQ-nya di bawahnya.
Gardner mengemukakan adanya 8 jenis kecerdasan yang dapat digunakan untuk

23
mengukur potensi kecerdasan manusia, mulai dari anak-anak sampai dewasa.
Kecerdasan-kecerdasan tersebut adalah sebagai berikut.

1. Kecerdasan matematika-logika (logical-mathematical intelligence atau


number/reasoning smart). Contohnya, kecerdasan yang berkait dengan bilangan
dan penarikan kesimpulan.
2. Kecerdasan bahasa (linguistic intelligence atau word smart). Contohnya,
kecerdasan yang berkait dengan menulis dan merangkai kata.
3. Kecerdasan musikal (musical intelligence atau music smart). Contohnya,
kecerdasan yang berkait dengan menggubah dan menyanyikan lagu.
4. Kecerdasan visual spasial (spatial intelligence atau picture smart). Contohnya,
kecerdasan yang berkait dengan menggambar.
5. Kecerdasan kinestetik (bodily-kinesthetic intelligence atau body smart).
Contohnya, kecerdasan yang berkait dengan menggiring bola.
6. Kecerdasan inter-personal (interpersonal intelligence atau people smart).
Contohnya, kecerdasan yang berkait dengan bersosialisasi dengan orang lain.
7. Kecerdasan intra-personal (intrapersonal intelligence atau self smart). Contohnya,
kecerdasan yang berkait dengan melakukan refleksi diri.
8. Kecerdasan naturalis (naturalist intelligence atau nature smart). Contohnya,
kecerdasan yang berkait dengan pemanfaatan alam sekitar.

Jenis
No Contoh Orang Contoh Kegiatan
Kecerdasan
1. Kecerdasan BJ Habibie, Al-Khowarizmi, Ahli matematika, ahli IPA,
matematika- Pythagoras, Carl Friedrich akuntan, ahli tatanegara.
logika Gauss, Isaac Newton.
2. Kecerdasan Sutan Takdir Alisyahbana, Sastrawan, penulis, penyair,
bahasa Soekarno, William penceramah, dosen dalam
Shakespeare, bidang sastera.
3. Kecerdasan Rhoma Irama, Ahmad Dani, Komposer, penyanyi,
musikal Beethoven, Mozart. penggubah lagu, pemain

24
musik.
4. Kecerdasan AD Pirous, Pablo Picasso, Arsitek, perancang, pelukis,
visual spasial Leonardo Da Vinci pengukir,
5. Kecerdasan Michael Jordan, Bambang P, Atlet, pemain sepak bola,
kinestetik Shah Rukh Khan, Jackie Chan petinju, penari, artis, tentera,
polisi.
6. Kecerdasan Donald Trump, David Ahli politik, pengacara,
inter-personal Letterman, usahawan, pedagang.
7. Kecerdasan William Glasser, Howard Pengarang, penyair, filusuf,
intra-personal Gardner, Jean Piaget ahli motivasi, pakar
konseling, ahli psikologi
8. Kecerdasan Charles Darwin, leluhur suku Petani, ahli botani, ahli
naturalis yang mengajarkan pelestarian biologi, ahli tata kota, ahli
alam. lingkungan, geologis

Berikut ini adalah beberapa implikasi kecerdasan ganda tersebut.


1. Kecerdasan matematika-logika jika dikaitkan dengan tujuan pelajaran
matematika; maka kecerdasan ini dapat ditingkatkan melalui pencapaian tujuan yang
berkait dengan pengetahuan matematika, penalaran (menggunakan penalaran pada
pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi,
menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika), pemecahan
masalah (memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang
diperoleh). Untuk para guru matematika, sekali lagi perlu diingat jika ada siswa yang
memiliki kecerdasan matematika-logika yang sangat tinggi, namun ada juga yang
kecerdasan matematika-logika yang tidak terlalu tinggi, dan ada juga yang
kecerdasannya sangat rendah. Tugas-tugas untuk para siswa sudah seharusnya
memperhitungkan tingkat kecerdasan mereka.
2. Kecerdasan bahasa jika dikaitkan dengan tujuan pelajaran matematika,
maka kecerdasan ini dapat ditingkatkan melalui pencapaian tujuan nomor 4 tentang

25
komunikasi (mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media
lain untuk memperjelas keadaan atau masalah). Untuk para guru matematika, perlu
diingat pendapat De Lange (2004:8) yang menyatakan bahwa: “Mathematics could be
seen as the language that describes patterns – both patterns in nature and patterns
invented by the human mind.” Jelaslah sekarang bahwa matematika dapat dilihat
sebagai bahasa yang menjelaskan tentang pola – baik pola di alam dan maupun pola
yang ditemukan melalu pikiran. Pola-pola tersebut bisa berbentuk real (nyata)
maupun berbentuk imajinasi, dapat dilihat atau dapat dalam bentuk mental, statis atau
dinamis, kualitatif atau kuantitatif, asli berkait dengan kehidupan nyata sehari-hari
atau tidak lebih dari hanya sekedar untuk keperluan rekreasi. Hal-hal tersebut dapat
muncul dari lingkungan sekitar, dari kedalaman ruang dan waktu, atau dari hasil
pekerjaan pikiran insani.
3. Kecerdasan musikal memang tidak berkait langsung dengan pencapaian
lima tujuan pelajaran matematika, namun guru matematika SMP dapat memfasilitasi
siswa yang memiliki kecerdasan musikal pada kegiatan tertentu.
4. Kecerdasan visual spasial jika dikaitka dengan tujuan pelajaran matematika,
maka kecerdasan ini dapat ditingkatkan melalui pencapaian tujuan yang berkait
dengan pengetahuan matematika, terutama yang berkait dengan materi Geometri
Dimensi Dua dan Geometri Dimensi Tiga. Para siswa yang tingkat kecerdasan visual
spasial-nya tinggi akan dengan mudah membayangkan dan mengimajinasikan bentuk-
bentuk bangun datar dan bangun ruang.
5. Kecerdasan kinestetik memang tidak berkait langsung dengan pencapaian
lima tujuan pelajaran matematika, namun guru matematika SMP dapat memfasilitasi
siswa yang memiliki kecerdasan kinestetik pada kegiatan tertentu.
6. Kecerdasan interpersonal selama pembelajaran matematika dapat
ditingkatkan melalui kegiatan diskusi dan ketika melaporkan hasilnya di depan kelas.
Selama diskusi berlangsung misalnya, para guru matematika harus memastikan
bahwa: (1) setiap anggota kelompok harus belajar untuk menghargai pendapat
anggota lainnya, dan (2) pembagian tugas harus disesuaikan dengan tingkat
kecerdasan, bakat, dan minat anggota kelompok. Dengan cara seperti itu, para siswa
akan merasakan secara nyata makna bermasyarakat dan berwarganegara meskipun

26
dalam skala kecil, yaitu selama di sekolah dan selama proses pembelajaran
matematika sedang berlangsung. Berkait dengan kecerdasan interpersonal ini, tugas
penting lainnya dari guru matematika adalah membantu para siswanya untuk
menyadari kekurangan dan mensyukuri kelebihan yang dimilikinya serta berusaha
untuk memanfaatkan kelebihan yang ada agar bermanfaat bagi lingkungan dan
kelompoknya.
7. Kecerdasan intra-personal selama pembelajaran matematika dapat terjadi
ketika penulis mendengar dua kalimat yang diucapkan siswa, yaitu: (1) "Wah ini
bagian yang sering membuat saya keliru.” (2) ”Langkah ini sepertinya tidak akan
menghasilkan jawaban soal ini. Pekerjaan ini sepertinya akan mengarah ke jalan
buntu. Saya harus mencari jalan lain.” Seorang siswa dapat memiliki pengetahuan
tentang kemampuan berpikirnya sendiri yang dikenal dengan pengetahuan
metakognitif seperti yang ditunjukkan dua contoh di atas, yang berupa: (1)
Pengetahuan dan keyakinan mengenai fenomena kognitif diri mereka sendiri, seperti
pada contoh 1 di atas. (2) Pengaturan dan kontrol terhadap tindakan kognitif diri
mereka sendiri, seperti pada contoh 2 di atas. Dengan bantuan guru matematika,
penting bagi para siswa untuk mengetahui kekurangan maupun kelebihan diri mereka
sendiri, sedemikian sehingga mereka akan dapat mengontrol dirinya sendiri untuk
melakukan ataupun tidak melakukan sesuatu. Dengan cara seperti itu, diharapkan
para siswa akan lebih berhasil mempelajari matematika. Peran penting metakognitif
telah dinyatakan secara gamblang oleh Garofalo dan Lester (JRME) dengan
menyatakan: “There is also growing support for the view that purely cognitive
analyses of mathematical performance are inadequate because they overlook
metacognitive actions.” Hal ini menunjukkan bahwa unjuk kerja (performance)
seorang siswa dengan hanya melihat pada aspek kognitifnya saja, dan dengan
mengacuhkan aspek metakognitifnya adalah belum cukup. Merupakan tugas mulia
seorang guru matematika untuk membantu siswanya sehingga mereka memiliki
pengetahuan metakognitif atau kecerdasan intrapersonal yang lebih lengkap sejalan
dengan bertambahnya usia dan pengalamannya.
8. Kecerdasan naturalis dapat ditingkatkan misalnya ketika pembelajaran
statistika sednag berlangsung, maka guru matematika dapat menggunakan data yang

27
menunjukkan tidak ramahnya bangsa Indonesia terhadap alam sehingga terjadi banjir
disana sini.
Pada akhirnya, dapatlah disimpulkan bahwa melalui konsep kecerdasan ganda
ini, Gardner ingin menunjukkan berbagai kecerdasan yang dapat berbeda pada setiap
siswa. Pada dasarnya, selama proses pembelajaran matematika, para siswa tidak akan
tumbuh dengan sendirinya. Mereka masih sangat memerlukan bantuan dan fasilitasi
gurunya yang sengaja menciptakan kondisi yang memungkinkan peningkatan dan
pengoptimalan potensi kecerdasan yang mereka miliki. Dengan demikian, para guru
matematika pada khususnya dan guru pada umumnya memegang peran yang sangat
penting untuk menciptakan Iingkungan sekolah yang dapat merangsang segenap
potensi anak agar dapat berkembang secara optimal.

D. Kecerdasan Emosional dan Moral

Goleman menyebutkan adanya lima wilayah kecerdasan pribadi dalam bentuk


kecerdasan emosional, yaitu: (1) Kemampuan mengenali emosi diri. (2) Kemampuan
mengelola emosi. (3) Kemampuan memotivasi diri. (4) Kemampuan mengenali emosi
orang lain. (5) Kemampuan membina hubungan. Di sini dapat kita simpulkan betapa
pentingnya kecerdasan emosional dikembangkan pada diri anak. Karena betapa
banyak kita jumpai anak-anak, dimana mereka begitu cerdas di sekolah, begitu
cemerlang prestasi akademiknya, namun bila tidak dapat mengelola emosinya, seperti
mudah marah, mudah putus asa atau angkuh dan sombong, maka prestasi tersebut
tidak akan banyak bermanfaat untuk dirinya. Ternyata kecerdasan emosional perlu
lebih dihargai dan dikembangkan pada anak sejak usia dini. Karena hal inilah yang
mendasari ketrampilan seseorang di tengah masyarakat kelak, sehingga akan
membuat seluruh potensinya dapat berkembang secara lebih optimal.
Seto Mulyadi (2002a) menyatakan tentang Robert Coles yang menggagas
tentang kecerdasan moral yang juga memegang peranan amat penting bagi
kesuksesan seseorang dalam hidupnya. Hal ini ditandai dengan kemampuan seorang
anak untuk bisa menghargai dirinya sendiri maupun diri orang lain, memahami
perasaan terdalam orang-orang di sekelilingnya, mengikuti aturan-aturan yang

28
berlaku, semua ini termasuk merupakan kunci keberhasilan bagi seorang anak di
masa depan. Suasana damai dan penuh kasih sayang dalam keluarga, contoh-contoh
nyata berupa sikap saling menghargai satu sama lain, ketekunan dan keuletan
menghadapi kesulitan, sikap disiplin dan penuh semangat, tidak mudah putus asa,
lebih banyak tersenyum daripada cemberut, semua ini memungkinkan anak
mengembangkan kemampuan yang berhubungan dengan kecerdasan kognitif,
kecerdasan emosional maupun kecerdasan moralnya. Demikianlah gambaran selintas
tentang ketiga kecerdasan tersebut. Pada akhirnya, dapatlah dinyatakan di sini bahwa
setiap Guru Matematika di samping mengajar para siswanya, juga harus melatih dan
mendidik. Mengajar akan berkait dengan kemampuan otak dan pengetahauan, melatih
akan berkait dengan kemampuan raga dan keterampilan, sedangkan mendidik akan
berkait dengan kemampuan hati atau jiwa dan nilai-nilai.

E. Gaya Belajar

Gaya belajar merupakan pendekatan atau cara belajar yang berbeda pada setiap orang.
Artinya, setiap orang memiliki pendekatan sendiri dalam belajar. Jika mereka
memahami gaya belajar mereka, maka akan lebih mudah bagi mereka untuk belajar.
Ada tiga jenis gaya belajar yang populer: visual, auditori dan kinestetik . Berikut
penjelasannya.

1. Pelajar Visual (Belajar Melalui Melihat)


Pelajar visual adalah pelajar yang ingin belajar melalui melihat sesuatu. Seorang
pelajar visual membutuhkan waktu belajar yang tenang, kuat di ejaan tetapi
cenderung sering lupa nama, mudah memahami grafik, suka warna, gambar, tabel,
peta dan diagram. Mereka juga ingin belajar dari buku teks ilustrasi, dari LCD, video,
flipchart dan materi ajar.

Sebagai akibatnya, dalam mengajar pelajar visual, guru harus menggunakan peta,
garis, dan diagram. Para guru juga harus memberikan waktu bagi mereka untuk
menonton video, menggunakan flashcards, juga menggunakan stabilo, membuat

29
lingkaran pada kata penting, atau meggaris bawahi. Mereka, para pelajar visual, tidak
baik dalam mendengarkan dan menanggapi. Pelajar visual biasanya lebih memilih
untuk membuat catatan rinci untuk menyerap informasi.

2. Pelajar Auditori (Belajar Melalui Pendengaran).


Pelajar auditori ingin belajar melalui pendengaran mereka. Pelajar auditori suka
membaca dengan keras, mereka ingin seperti membaca laporan lisan sendiri, mereka
senang menjelaskan sesuatu dan mereka tidak takut untuk berbicara di depan kelas.
Pelajar auditori menikmati musik, mengikuti petunjuk lisan dengan baik dan
cenderung untuk membaca secaraperlahan-lahan.

Mereka dapat dengan mudah belajar jika guru memberi mereka kesempatan untuk
menonton video, atau menggunakan asosiasi kata untuk mengingat fakta-fakta.
Dalam belajar mereka lebih baik untuk belajar dari yang tercatat selama kuliah, dan
mengulangi fakta dengan mata tertutup. Mereka senang jika berpartisipasi dalam
diskusi kelompok. Mereka belajar dengan baik melalui ceramah verbal, diskusi,
berbicara hal-hal melalui dan mendengarkan apa yang dikatakan orang lain. Mereka
berhasil dalam ujian lisan. Bagi pelajar auditori, informasi tertulis mungkin memiliki
sedikit arti sampai hal itu terdengar di telinnga mereka. Belajar membaca teks dengan
keras dan menggunakan tape recorder mungkin bermanfaat bagi mereka. Pelajar
auditori menafsirkan makna yang mendasari mereka bicara melalui mendengarkan
nada suara, pitch, kecepatan dan nuansa lain.

3. Pelajar Kinestetik (Belajar Melalui Bergerak)

Pelajar kinestetik ingin belajar melalui melakukan sesuatu. Pelajar kinestetik belajar
dengan baik melalui eksplorasi dan rabaan (pendekatan hands-on). Mereka mungkin
merasa sulit untuk duduk diam dalam waktu yang lama dan memungkinkan mereka
menjadi terganggu. Pelajar kinestetik baik di mata pelajaran olahraga, namun
kemampuan mengeja dan menulis mereka tidak baik. Mereka tidak bisa duduk dalam
waktu yang lama. Mereka suka pengalaman yang menggunakan tangan mereka,

30
seperti melakukan kegiatan ilmiah, bermain peran, petualangan, tari, seni bela diri.
Mereka cenderung ingin memiliki sedikit waktu istirahat selama belajar. Belajar bagi
mereka adalah menguntungkan jika guru memberi mereka kesempatan untuk
melakukan permainan peran, kunjungan lapangan, mengunjungi galeri seni, museum
atau tempat-tempat tertentu. Mereka dengan mudah gagal dalam tes panjang dan esai.

Pada beberapa referensi, terkadang ditambahkan juga satu gaya lagi yaitu Pelajar
Baca/Tulis dimana mereka yang memiliki gaya belajar ini akan lebih mudah
mengolah atau menerima informasi dengan cara membuat daftar, menggunakan
kamus, mencari definisi, menggunakan hand-out, catatan, membaca buku teks. Cara
belajar terbaik untuk tipe ini adalah mengulang dan mengingat kembali isi catatan
dengan cara menuliskan ulang, menuliskan ulang inti catatan dengan kata-kata sendiri
dan catatan dituliskan dalam bentuk daftar/ list, berupa poin-poin yang berbeda

Lalu, setelah mengetahui ada beberapa gaya belajar yang berbeda-beda, apa tindakan
Anda jika di kelas Anda ada siswa yang merupakan pelajar visual, auditori dan
kinestetik? Salah satu alternatifnya adalah dengan memberikan tugas sesuai dengan
kelompok masing-masing siswa sesuai gaya belajarnya.
Berikut ini contoh variasi pemberian soal permutasi-kombinasi yang disesuaikan
dengan gaya belajar siswa.

Untuk pelajar visual.


Misalkan ada 5 siwa (A, B, C, D, E).

A E
B C D

Dua dari mereka akan dipilih menjadi Ketua dan Sekretaris. Dalam berapa cara mereka dapat
dipilih. Lengkapi dengan langkah-langkah penyelesaian beserta kesimpulannya. Nyatakan
hasilnya dengan notasi faktorial. (Petunjuk, gunakan dan manipulasi gambar di atas).

31
Untuk pelajar kinestetik.
Misalkan ada 5 siwa (A, B, C, D, E). Dua dari mereka akan dipilih menjadi Ketua dan
Sekretaris. Dalam berapa cara mereka dapat dipilih. Lengkapi dengan langkah-langkah
penyelesaian beserta kesimpulannya. Nyatakan hasilnya dengan notasi faktorial.
(Petunjuk:
u 5 dari Anda dapat berperan sebagai 5 siwa (A, B, C, D, E) tadi.

Untuk Pelajar Auditory

Dimisalkan kita akan menentukan banyaknya cara dalam menyusun ketiga huruf kata
CAT yang berbeda dalam dua huruf, sehingga kelompok dua huruf CA akan berbeda
dari AC dan tidak ada huruf yang sama. Susunan yang mungkin adalah CA, CT, AC, AT,
TA, TC.

Gunakan informasi di atas untuk menyelesaikan soal berikut.


Misalkan ada 5 siwa (A, B, C, D, E). Dua dari mereka akan dipilih menjadi Ketua dan
Sekretaris. Dalam berapa cara mereka dapat dipilih. Lengkapi dengan langkah-langkah
penyelesaian beserta kesimpulan dan perhitungannya. (Petunjuk: Gunakan tabel atau
diagram)

Daftar Pustaka

Garofalo, J. & Lester, Jr, F.K. (...) Metacognition, cognitive monitoring, and
mathematical performance. Journal for Research in Mathematics Education

Hurlock, E. (1996). Psikologi Perkembangan. Edisi Kelima. (Terjemahan). Jakarta:


Erlangga

Seto Mulyadi (2002a). Menjadikan Anak Yang Terbaik Menuju Milenium III.
Makalah Disampaikan dalarn Seminar yang diselenggarakan oleh RS. Mitra
Keluarga Bekasi.

32

Anda mungkin juga menyukai