Anda di halaman 1dari 44

MAKALAH

SISTEM HEMOLIMFE
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah

“Anatomi dan Fisiologi Manusia”

Dosen Pengampu:

Haslinda Yasti Agustin, S.Si., M.Pd.

Disusun oleh

Kelompok 5 TBIO 4C

1. Novie Rizky Nur’aini (12208173046)


2. Evi Citasari (12208173062)
3. Ja’far Shodiq (12208173131)
4. Tata Agnesa S. (12208173133)

JURUSAN TADRIS BIOLOGI


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG
MARET 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT. Atas segala
karuniayanya sehingga laporan ini dapat terselesaikan. Shalawat dan salam semoga senantiasa
abadi tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. dan umatnya.

Sehubungan dengan selesainya penulisan laporan ini maka penulis mengucapkan


terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Maftukin, M. Ag. selaku Rektor Institut Agama Islam Negeri Tulungagung.
2. Bapak Hj. Binti Maunah, M.Pd.I., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
Institut Agama Islam Negeri Tulungagung.
3. Ibu Eni Setyowati, M.Pd., selaku Ketua Jurusan Tadris Biologi Institut Agama Islam
Negeri Tulungagung.
4. Ibu Haslinda Yasti Agustin, S.Si, M.Pd., selaku Dosen Pengampu mata kuliah Anatomi
dan Fisiologi Manusia.
5. Orang tua yang telah memberikan dukungan dan motivasi dalam pembuatan makalah ini.
6. Rekan-rekan yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.

Dengan penuh harap semoga jasa kebaikan mereka diterima Allah SWT dan tercatat
sebagai amal shalih. Akhirnya, laporan ini kita suguhkan kepada segenap pembaca, dengan
harapan adanya saran dan kritik yang bersifat konstruktif demi perbaikan. Semoga laporan ini
bermanfaat dan mendapat ridho Allah SWT.

Tulungagung, Februari 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i

DAFTAR ISI .........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ........................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ...................................................................................... 2
C. Tujuan Pembahasan ................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Darah ......................................................................................................... 3
1. Asal Darah ........................................................................................... 3
2. Fungsi Darah ....................................................................................... 3
3. Karakteristik Darah.............................................................................. 3
4. Struktur Darah ..................................................................................... 3
B. Respon Kebal ............................................................................................. 3
C. Sintesis Sukrosa ....................................................................................... 13

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ..................................................................................................
Saran

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.
Cairan suspense sel di dalam tubuh mahluk multiseluler seperti manusi atau
hewan yang memilki fungsi fisologis tertentu disebut dengan cairan interstitial. Cairan
interstitial ini meliputi juga darah dan limfe. Darah mengangkut oksigen dari paru-
paru dan nutrien dari saluran pencernaan, hormon dari kelenjar endokrin, dan enzim
dari bagian lain tubuh. Darah mengangkut semua substansi tadi ke semu jaringan yang
berdifusi dari kapiler menuju cairan interstisial. Di dalam cairan interstisial, substansi
masuk kedalam sel untuk bertukar dengan bahan limbah atau zat sisa. Darah didalam
pembuluh darah cairan interstisial di sekeliling sel tubuh dan limfe dalam pembuluh
limfa menyusun lingkungan internal organisme manusia. Karena sel-sel tubuh sangat
khusus harus diatur agar perubahan yang terjadi dalam lingkungan internal harus
diperhatikan agar relatif konstan. Kondisi seperti ini disebut dengan homeostasis.
Dengan demikian perlunya makalah ini disusun untuk membahas mengenai sistem
hemolimfe baik penyusunnya, mekanisme, maupun gangguan-gangguan yang terjadi
pada sistem hemolimfe.

B. Rumusan Masalah.
1. Apa yang dimaksut dengan darah ?
2. Apa yang dimaksut dengan respon kebal ?
3. Apa yang dimaksut dengan jaringan limfe?
4. Apa yang dimaksut dengan fisiologis homeosstasis?
5. Apa yang dimaksut dengan penggolongan darah ?
6. Apa yang cairan interstisial dan limfe ?
7. Apa yang dimaksut dengan ketidak seimbangan homeostasis darah?

C. Tujuan.
1. Untuk mengetahui pengolongan darah.
2. untuk mengetahui dengan respon kebal.
3. untuk mengetahui dengan jaringan limfe.
4. untuk mengetahui dengan fisiologis homeostasis.
5. untuk mengetahui apa yang dimaksut dengan darah.
6. untuk mengetahui cairan interstisial dan limfe.
7. untuk mengetahui ketidak seimbangan homeostasis darah.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Darah
1. Asal Darah

Sel darah matang mempunyai rentang hidup yang relative pendek sehingga
populasi sel tersebut harus diperbaharui secara kontinyu oleh turunan sel punca
yang dihasilkan oleh organ hemopoietik (berasal dari bahasa Yunani haima artinya
darah dan poiesis artinya pembuatan). Sehingga proses pembentukan sel-sel darah
disebut hemopoiesis atau hematopoiesis. Sel punca adalah sel pluripotent yang
dapat membelah secara asimetris dan memperbaharui diri. Sebagian anak selnya
membentuk sel khusus melalui diferensiesi secara ireversibel, dan anak sel lainnya
tetap dipertahankan dengan jumlah yang konstan dalam kelompok dan sel-sel yang
direkrut untuk diferensiesi diganti oleh anak sel dari kelompok tersebut.1

. Selama masa embrional dan fetal, tidak ada pusat tunggal bagi sel darah.
Hati,limpa, kelenjar timus, nodus limfe, dan sumsum tulang ikut serta pada
berbagai waktu dalam menghasilkan bentuk-bentuk elemen darah. Pada saat
dewasa, jaringan hemopoieptik dipisahkan menjadi dua jenis yaitu jaringan
myeloid atau sumsum tulang dan jaringan limfoid yang kebanyakan terletak dalam
nodus limfe. Eritrosit, keeping darah dengan kekecualian jenis limfosit,dibentuk
dalam jaringan myeloid atau sumsum tulang.2

Limfosit yang dihasilkan oleh jaringan limfoid setelah kelahiran,


mempunyai asal-usul dalam jaringan sumsum tulang. Selama masa embrional,
beberapa sel batang (hemositoblas) yang akan menjadi penghasil limfosit dari
sumsum tulang migrasi ke kelenjar timus untuk diubah sebelum menetap dalam
jaringan limfoid. Limfosit ini dikenal sebagai sel T. sel-sel batang lain
meninggalkan sumsum tulang dan mengambil rute yang belum diketahui ke
jaringan limfoid. Dalam perjalanannya, ia diproses sebagai sel B.3

Pendapat sekarang menyatakan bahwa semua bentuk elemen berasal dari


beberapa jenis sel tunggal pendahulu yang disebut hemositoblas. Menurut
pendapat ini, sel-sel tersebut terbentuk langsung dari sel-sel mesensimal embrional
yang tidak terdeferensiasi, dan arah perkembangan setiap sel hemositoblas
ditentukan oleh lingkungan mikronya. Misalnya, hemositoblas dapat berkembang
menjadi:

a. Rubriblas, yang kemudian berkembang menjadi eritrosit dewasa.


b. Mieloblas, yang kemudian berkembang menjadi netrofil, eosinofil, dan
basophil dewasa.
c. Megakarioblas, yang kemudian dewasa dan pecah menjadi keeping darah.

1
Anthony L. Mescher, Histologi Dasar Jonqueira: Teks dan Atlas Edisi 12, (Indiana: Mc Graw
Hills,2010), hal.210.
2
Soewolo, dkk., Fisiologi Manusia, (IKIP Malang:t.p., 1999), hal.184.
3
Ibid, hal.185.
2
Gambar Skema Hemopoiesis

Sumber: (L. Mescher, Anthony, 2010)

2. Fungsi Darah
Karena darah adalah cairan yang bersirkulasi dan hampir setiap organ
menerima suplai darah, ia melakukan sejumlah fungsi vital dalam tubuh
sebagai beikut:
a. Respirasi: transportasi oksigen dan karbondioksida adalah fungsi dasar
darah. Pengangkutan oksigen dari paru-paru ke jaringan yang berbeda dan
pengangkutan karbondioksida dari jaringan ke paru-paru terutama
dipengaruhi oleh darah.
b. Transportasi makanan: darah adalah satu-satunya media dimana bahan
makanan yang diserap diangkut ke berbagai jaringan tubuh.
c. Ekskresi: sisa metabolisme seperti urea, asam urat, keratin, air,
karbondioksida, diangkut oleh darah ke ginjal, paru-paru dan usus untuk
dibuang.
d. Pengaturan suhu tubuh: darah memiliki peran penting dalam pengaturan
suhu tubuh dengan mendistribusikan panas ke seluruh tubuh. Panas ini
dihasilkan di otot oleh oksidasi karbohidrat dan lemak.

3
e. Pemeliharaan keseimbangan asam basa: darah memiliki kapasitas buffering
dan mempertahankan asam-basa yang normal di dalam tubuh.
f. Pengaturan keseimbangan air: darah berfungsi untuk menjaga
keseimbangan air dalam tubuh dengan menukar air antara darah dan
jaringan.
g. Pertahanan: darah memberi perlindungan pada tubuh terhadap infeksi dan
antibody.
h. Pengangkutan hormone: darah adalah satu-satunya media yang berfungsi
untuk mendistribusikan hormone ke berbagai bagian pada tubuh.
i. Pembekuan: kehilangan darah yang disebabkan karena cidera dicegah
dengan tindakan trombosit darah.
j. Transportasi metabolit: darah bertanggungjawab atas pasokan bahan kimia
metabolit esensial.4
3. Karakteristik Darah
a. Warna: warna darah umumnya merah yang tergantung pada sifat haemoglobin,
pigmen meran di dalam sel darah merah. Darah vena memiliki lebih sedikit
kemerahan dan lebih banyak kebiruan dibandingkan dengan darah arteria yang
mengalami oksidasi.
b. Berat jenis darah: berat jenis darah sangat tergantung pada jumlah sel darah
merah. Beratt jenis normal adalah 1,06, tetapi dapat bervariasi dari 1,05—1,06.
c. Tekanan osmotik: tekanan osmotik darah adalah sekitar 28 mm, tekanan
osmotik ini disebabkan oleh adanya berbagai garam, zat limbah, protein, dan
gula yang dilarutkan dalam plasma.
d. pH: pH darah adalah sekitar 7,35 yaitu itu adalah larutan alkali yang lemah,
darah memiliki kapasitas buffering diri dan pH dipertahankan dengan baik
dalam batas-batasnya. pH 8 atau jauh di bawah 7 akan berakibat fatal bagi
seseorang individu.
e. Jumlah: seseorang memiliki 4 hingga 6 liter darah tergantung pada ukurannya.
Dari total volume darah dalam tubuh manusia 38% hingga 48% terdiri dari
berbagai sel darah. 52% hingga 62% sisanya dari volume darah adalah plasma,
bagian cair dari darah.
f. Viskositas, ini berarti ketebalan atau ketahanan untuk mengalir. Darah sekitar
tiga sampai lima kali lebih tebal dari air. Viskositas meningkat dengan adanya
sel-sel darah dan protein plasma dan ketebalan ini berkontribusi pada tekanan
normal darah.5
4. Struktur Darah
a. Plasma

Plasma adalah cairan homogeny berwarna kuning pucat dan bersifat


basa. Dalam kondisi normal, pria memiliki plasma 55—60 persen dari total
volume darah. Itu terdiri dari sekitar 91 persen air dan 9 persen bahan padat,
dari yang sekitar 7 persen adalah protein saja. Konsentrasi total protein dalam

4
S.C. Rastogy, Essential of Animal Phsyology Fourth Edition, (New Delhi: New Age International (P)
Limited Publishers, 2007), hal. 221—222.
5
Valerie C. Scanlon and Tina Sanders, Essentials of Anatomy dan Physiology Seventh Edition,
(Philadelphia: F.A. Davis Company, 2015), hal. 284.
4
plasma adalah sekitar 7gms/100 ml. Semua protein dapat dipisahkan oleh
pengendapan konsentrasi garam yang berbeda dan jumlah realtif dari protein
yang berbeda dapat dipertanggung jawabkan dengan elektroforesis kertas.
Empat kategori utama protein plasma adalah: albumin, globulin, fibrinogren,
dan haptoglobin.

1) Albumin, ini memiliki berat molekul terendah (69000) dan disintesis


terutama di hati. Albumin memiliki paruh 17—20 hari dan sekitar 10—12
gram dari ini diproduksi setiap hari pada orang yang sehat. Pada kondisi
abnormal tertentu, kadar albumin plasma diturunkan, konsentrasi dibawah
2 gram/100ml selalu diakitkan dengan edema/
2) Globulin, berat molekul globulin bervariasi antara 90000 dan 100000.
Mereka dapat dipisahkan menjadi beberapa subdifraksi. α dan β globulin
membawa fraksi lipid protein sedangkan gamma globulin mengandung
antibodi untuk menghasilkan respon imun. Variasi dalam berbagai fraksi
globulin adalah untuk kepentingan diagnostic. Globulin disintesis dalam
sistem reticuloendothelial dalam makrofag dan di limfa.
3) Fibrinogren, ini pada dasarnya adalah jenis globulin dengan berat 400000.
Itu adalah prekusor fibrin dalam proses pembekuan darah.
4) Haptoglobin, empat jenis haptoglobin diketahui sejauh ini yang hadir
dalam berbagai kombinasi. Mereka memiliki sifat mengikat sejumlah kecil
haemoglobin. Sekitar 1,35 mg/100 ml haemoglobin dapat diikat dengan
cara ini.6

6
S.C. Rastogy, Essential of Animal Phsyology Fourth Edition, (New Delhi: New Age International (P) Limited
Publishers, 2007), hal. 223—224.
5
b. Eritrosit

Gambar Eritrosit Gambar Eritrosit

Sumber: (L. Mescher, Anthony, 2010) Sumber: (L. Mescher, Anthony, 2010)

Secara mikroskopik, eritrosit atau sel darah merah nampak sebagai


lempengan bikonkaf dengan rata-rata diameternya 8µm, ketebalan maksimum
2,7 µm dan ketebalan minimum di bagian tengah lempengan kira-kira 1,0 µm.
Sel darah merah tidak berinti dan tidak dapat bereproduksi atau melakukan
metabolisme ekstensif. Air yang terkandung 70% dari volume sel dan
hemoglobin (Hb) menempati 25% volume, sementara kandungan lain seperti
protein dan lipid termasuk kolesterol menempati sisa volume yaitu 5%. Fungsi
eritrosit adalah mengangkut hemoglobin. Walaupun fungsi Hb yang utama
adalah membawa oksigen dan karbondioksida, ia juga memerankan bagian
penting dalam pengaturan keseimbangan asam-basa dalam tubuh.7

Konsentrasi eritrosit normal dalam darah sekitar 3,9-5,5 juta per


mikroliter pada wanita dan 4,7-6 juta per mikroliter pada pria. Eritrosit
manusia dapat bertahan dalam sirkulasi lebih kurang selama 120 hari. Pada
saat ini, defek pada jalinan sitoskeleton membran atau sistem transpor ion
mulai menghasilkan pembengkakan atau kelainan bentuk lainnya, serta
perubahan pada kompleks oligosakarida pada permukaan sel Eritrosit tua atau
usang yang memperlihatkan perubahan tersebut dihilangkan dari sirkulasi,
terutama oleh makrofag limpa, hati, dan sumsum tulang.8

Sitoplasma eritrosit dipenuhi dengan hemoglobin, protein tetramer


pembawa O2, yang menimbulkan sifat asidofilia sel. Bila dikombinasi dengan
O, atau CO2, hemoglobin, masing-masing, membentuk oksihemoglobin atau
karbaminohemo-globin. Reversibilitas kombinasi tersebut merupakan dasar
untuk kapabilitas pengangkutan gas oleh hemoglobin.9

7
Soewolo, dkk.,… hal. 186.
8
Anthony L. Mescher,….hal. 199.
9
Ibid, hal.199.
6
Gambar Susunan Hemoglobin

Sumber: (Putte , Cinnamon Van, 2014)

Hemoglobin hanya ditemukan dalam sel darah merah, sebuah molekul


haemoglobin memiliki dua bagian yaitu bagian globin, sebuah protein yang
terdiri dari empat rantai polipeptida yang sangat terlipat, dan empat kelompok
yang mengandung zat besi non protein yang disebut dengan kelompok heme
yang masing-masing terikat pada salah satu polipeptida. Masing-masing dari
empat atom besi dapat bergabung secara reversibel dengan satu molekul O2,
dengan demikian setiap molekul haemoglobin dapat menghasilkan empat O2
penumpang di paru-paru. Karena O2 larut dalam plasma, 98,5% dari O2 yang
dibawa dalam darah terikat dengan haemoglobin.10 Dengan demikian karena
darah melewati paru-paru, maka haemoglobin eritrosit memuat oksigen yang
diangkut ke seluruh jaringan tubuh lain. Dalam jaringan tubuh, oksigen dilepas
untuk digunakan oleh sel-sel tubuh. Kemampuan Hb untuk bergabung dengan
oksigen dan sebaliknya merupakan gambaran bahwa molekul ini sangat luar
biasa dan memberikan peran berarti bagi homeostasis. Kemampuan untuk
mengikat dan melepas oksigen dapat diubah oleh perubahan suhu, komposisi
ion plasma, pH atau kadar CO2.11

Selain membawa oksigen, haemoglobin juga dapat bergabung antara


lain dengan:

1) Karbon dioksida (CO2).


Hemoglobin membantu mengangkut gas ini dari sel-sel jaringan kembali
ke paru-paru.
2) Karbonmonoksida (CO).
Gas ini tidak secara normal berada di dalam darah, tetapi jika terhirup ia
lebih disukai menempati situs pengikatan O2 pada haemoglobin,
menyebabkan peracunan CO .

10
Lauralee Sheerwold, Fundamentals of Human Physiology, (St. Paul: West Publishing Company,
1989), hal.299.
11
Soewolo, dkk., Fisiologi Manusia, (IKIP Malang:t.p., 1999), hal.187.
7
Untuk menjaga jumlah normal eritrosit, tubuh harus menghasilkan sel
dewasa baru pada kecepatan 2 juta setiap detik. Karena eritrosit tidak dapat
membelah untuk mengisi jumlah mereka sendiri, sel-sel yang rusak sel-sel
yang lama harus diganti dengan sel-sel baru yang diproduksi di pabrik eritrosit
yaitu sumsum tulang yang merupakan jaringan lunak yang mengisi rongga
internal tulang. Sumsum tuang biasanya menghasilkan sel-sel darah merah
baru, suatu proses yang dikenal sebagai eritropoesis.12

Kadar oksigen darah yang rendah merangsang produksi sel darah


merah dengan meningkatkan pembentukan glikoprotein erythropoietin, suatu
hormone yang sebagian besar diproduksi oleh ginjal. Erythropoietin
merangsang sumsum tulang untuk menghasilkan lebih banyak sel darah merah
dengan mengurangi waktu yang dibutuhkan sel-sel darah merah untuk matang.
Dengan demikian ketika kadar oksigen darah menurun, produksi
erythropoietin meningkat yang akhirnya meningkatkan produksi sel darah
merah. Semakin banyak sel darah merah maka meningkatkan kemampuan
darah untuk mengangkut oksigen.13

Gambar Eritropoiesis

Sumber: (Sheerwold L., 1989)

c. Sel Darah Putih (Leukosit)

Sel darah putih atau biasa disebut leukosit jumlahnya lebih sedikit
daripada eritrosit yaitu sekitar 5000—10000 sel permilimeter kubik darah.

12
Lauralee Sheerwold, Fundamentals of Human Physiology, (St. Paul: West Publishing Company,
1989), hal.300.
13
Cinnamon Van Putte, dkk., Anatomy & Physiology (New York :MC Graw Hill, 2014), hal.646.
8
Leukosit mempunyai inti sel, mereka tidak berwarna atau transparan. Leukosit
dapat dilihat dengan mudah menggunakan mikroskop setelah leukosit diberi
warna yang tepat.14 Ada luma jenis leukosit yang dipisahkan menjadi dua
kelompok. Kelompok pertama adalah kelompok yang sitoplasmanya
bergranula disebut dengan granulosit yang merupakan perkembangan dari sel-
sel sumsum merah tulang. Ada tiga macam granulosit yaitu netrofil, basophil
dan eosinophil. Kelompok kedua disebut dengan agranulosit, yaitu ada limfosit
dan monosit.

Fungsi umum leukosit adalah melawan peradangan dan infeksi.


Beberapa leukosit secara aktif melakukan fagositosis, mereka dapat mencerna
bakteri dan sisa bahan mati. Semua leukosit motil, beberapa jenis melebihi
yang lain menunjukkan amoeboid. Sebagian besar leukosit memiliki
kemampuan untuk berpindah melalui pori kecil diantara sel-sel yang
membentuk dinding kapiler, gerakan ini disebut diapedesis.15

1) Neutrofil

Gambar Neutrofil
Sumber: (Putte, Cinammon Van, 2014)

Neutrofil terdiri dari 60—70 % sel darah putih, yang memiliki


jumlah nucleus yang bervariasi antara 2 – 5 lobus. Neutrofil adalah sel
leukosit pertama dan paling aktif dalam merespon suatu infeksi atau
perusakan jaringan. Mereka biasanya berada di dalam sirkulasi sekitar
10—12 jam dan kemudian pindah ke jaringan lain dimana mereka menjadi
motil dan mencari serta memfagositosis bakteri. Neutrofil juga
mengeluarkan enzim yang disebut lisozim yang berfungsi untuk
menghancurkan bakteri tertentu.

14
S.C. Rastogy, Essential of Animal Phsyology Fourth Edition, (New Delhi: New Age International (P) Limited
Publishers, 2007), hal. 229.
15
Soewolo, dkk., Fisiologi Manusia, (IKIP Malang:t.p., 1999), hal.192.
9
2) Eosinofil

Gambar Eosinofil
Sumber: (Putte, Cinammon Van, 2014)

Eosinofil terdiri dari 2—4 % leukosit. Mereka sering memiliki inti


2 lobus. Eosinofil penting dalam pertahanan melawan parasit cacing
tertentu. Meskipun eosinofil tidak mampu memfagositosis parasite besar,
mereka menempel pada cacing dan melepaskan zat yang membunuh
parasite. Eosinofil juga meningkatkan jumlah jaringan yang mengalami
peradangan, seperti selama reaksi alergi. Eosinofil rupanya memodulasi
respon inflamasi dengan memproduksi enzim yang menghancurkan bahan
kimia peradangan seperti histamin.

3) Basofil

Gambar Basofil
Sumber: (Putte, Cinammon Van, 2014)

Basofil terdiri dari 0,5—1 % leukosit. Mengandung butiran


sitoplasma besar yang berwarna biru atau ungu dengan pewarna dasar.
Basofil seperti eosinofil dan neutrofil yakni meninggalkan sirkulasi dan
bermigrasi melalui jaringan. Jumlah mereka meningkat dalam reaksi alergi
dan inflamasi. Basophil mengandung banyak histamin yang dilepaskan
dalam jaringan untuk meningkatkan peradangan. Mereka juga melepaskan
heparin, yang mengahmbat pembekuan darah.

10
4) Limfosit

Gambar Limfosit
Sumber: (Putte, Cinammon Van, 2014)

Limfosit terdiri dari 20—25 % leukosit.. Sitoplasma limfosit hanya


terdiri dari cincin tipis, terkadang tidak terlihat di sekitar nukleus.
Meskipun limfosit berasal dari sumsum tulang merah, mereka bermigrasi
melalui darah ke jaringan limfatik, dimana mereka dapat berkembang biak
dan menghasilkan lebih banyak limfosit. Mayoritas populasi limfosit total
tubuh dalam jaringan limfatik, kelenjar getah bening, limfa, amandel, dan
timus.

Meskipun mereka tidak dapat diidentifikasi dengan pemerikasaan


mikroskopis standar, sejumlah limfosit yang berbeda memainkan peran
penting dalam imunitas. Misalnya sel B dapat dirangsang oleh bakteri atau
racun untuk membelah dan membentuk sel yang menghasilkan protein
yang disebut antibodi. Antibodi dapat menempel pada bakteri dan
mengaktifkan mekanisme yang menghancurkan bakteri. Sel T melindungi
terhadap virus dan mikroorganisme intraselular lainnya dengan menyerang
dan menghancurkan sel-sel dimana mereka ditemukan.

5) Monosit

Gambar Monosite
Sumber: (Putte, Cinammon Van, 2014)

Monosit terdiri dari 3—8 % leukosit. Monosit biasanya tetap dalam


sirkulasi, berubah menjadi makrofag dan bermigrasi melalui berbagai
11
jaringan, dimana mereka memfagositosis bakteri, sel-sel mati, fragmen sel
dan puing-puing lainnya. Peningkatan jumlah monosit sering dikaitkan
dengan infeksi kronis. Makrofag juga merangsang respons dari sel lain
dengan du acara yaitu dengan melepaskan pembawa pesan kimia dan
dengan melakukan ohagositasi dan memproses substansi asing yang
disajikan di limfosit.

d. Trombosit

Trombosit adalah fragmen kecil sel yang terdiri dari sejumlah kecil
sitoplasma yang dikelilingi oleh membrane plasma. Trombosit secara kasar
berbentuk cakram dan rata-rata berdiameter sekitar 3 µm. sangat rapuh,
berbentuk tidak teratur, mengandung butiran yang berbeda tetapi tidak ada
nukleus. Mereka terlibat dalam pembekuan darah dan penting untuk
pembentukan sumbatan hemostatik setekah cedera pembuluh darah. Kisaran
jumlah trombosit normal adalah 150000 hingga 30000/mm3. Namun jumlah
mereka dapat bervariasi dari waktu ke waktu. Biasanya meningkat setelah
olahraga dan perdarahan. Penurunan jumlah trombosit menyebabkan
trombositopenia yang dapat terjadi dalam kondisi seperti purpura
trombositopenik idiopatik, dan demam berdarah.

Selain partisipasi mereka dalam pembekuan, trombosit juga diyakini


memiliki sifat adhesi karena mereka dapat menempel pada permukaan asing
dan memasang lubang di kapiler. Trombosit mengandung perkusor
tromboplastin dan jumlah histamin dan 5-hidroksikriptamin yang dilepaskan
selama koagulasi. Antikoagulen mengurangi sifat adhesi trombosit.16

Gambar Proses Pembekuan Darah

16
S.C. Rastogy, Essential of Animal Phsyology Fourth Edition, (New Delhi: New Age International (P) Limited
Publishers, 2007), hal. 230—231.
12
Sumber: (Putte, Cinammon Van, 2014)

B. Respon Kebal.

Tubuh memberi proteksi bagi seluruh bagian tubuh dengan berbagai


mekanisme. Kebanyakan mekanisme ini berfungsi sejak dari waktu kelahiran dan
disebut kekebalan bawaan termasuk disini adalah leukosit. Sel-sel yang menetap dan
yang beredar dari sistem retikuloendotelial bertindak sebagai sel-sel makrofag yang
memfagosit bakteri dan benda-benda asing. Enzim, asam dan berbagai substansi kimia
khusus seperti lisozim yang menyebabkan bakteri terpecah juga menjaga tubuh dari
invansi. Respon yang melawan invader khusus disebut kekebalan yang diperoleh
(acquired immunity). Berawal dari setelah kelahiran jenis kekbalan ini belajar
bagaimana melawan jenis invader tertentu dengan menggerakkan anggota-anggota
sistem pertahannannya dan dengan menyebabkannya bertambah jumlah sehingga
pasukan pertahanan melampaui kekuatan invader. Bila pertahanan berhasil dan host
ternyata mampu bertahan, biasanya invader sama dengan mudah dipukul mundur. Ini
disebabkan karena sistem kebal yang diperoleh mengingat invader, sehingga pada

13
waktu lain dapat mengerahkan pertahanannya dengan cepat dan dalam jumlah cukup
untuk mencegah invader memperoleh tumpuan berpijak.17

Kekebalan yang diperoleh bekerja sebagai antibodi. Sistem pertahanan


antibodi ada dalam dua bentuk, yaitu bentuk molekul dan bentuk sel. Antibody
menjadi spesifik karena ia hanya menyerang benda asing tertentu. Benda asing ini
disebut antigen, berisi beberapa jenis molekul biasanya protein atau glikoprotein yang
secara normal tidak ada di dalam tubuh. Karenanya membran sel bakteri atau racun
yang dihasilkan bakteri diangap antigenic dalam tubuh manusia, karena ia memiliki
jenis molekul yang secara normal tidak ada di dalam tubuh. Dengan alasan yang sama,
virus, parasite, transplantasi jaringan juga mendatangkan respon antibodi.18

C. Jaringan Limfoid.

Limfatik adalah nama untuk cairan jaringan yang memasuki kapiler limfa.
Penyaringan di kapiler membuat cairan jaringan dari plasma darah, sebagian besar kembali ke
darah di kapiler melalui osmosis.19 Namun, beberapa cairan jaringan tetap ada ruang
interstitial dan harus dikembalikan ke darah oleh cara pembuluh limfatik. Tanpa
pengembalian ini, darah volume dan tekanan darah akan segera berkurang. Itu hubungan
pembuluh limfatik dengan kardiovaskular sistem. Jaringan limfoid perifer menjaga jalan
masuk utama ke dalam tubuh. Jaringan ini tersusun dari nodus limfe, jaringan limfoid yang
terletak pada tenggorok dalam bentuk tonsil dan adenoid, menangkap invider dari udara.
Saluran pencernaan makanan juga di jaga oleh jaringan limfoid, sehingga invader yang
tertelan dapat di buang. Nodus limfe terletak di ketiak dan di kunci paha sehingga benda-
benda asing yang telah masuk lewat kulit dapat ditangkap. Akhirnya bahan antigenik yang
akan masuk pertahanan luar tubuh sebelum mencapai aliran darah, jaringan limfoid pusat,
limpa, hati, thymus, dan sumsum tulang belakang akan mencoba untuk membuang dan
merusak benda-benda asing ketika darah mengalir dari organ-organ ini.

Jaringan limfoid tersusun dari sel-sel retikular dan serabut-serabut yang saling
berayaman. Yang berlekatan pada celah-celah jaringan adalah sejumlah besar sel limfoid dan
sel-sel lain dalam berbagai tahap diferensiasi. Seperti sel-sel plasma, limfoblas, monosit
makrofage, dan beberapa esionofil serta sel mast. Sel T dan B tidak dapat dikenali di bawah
mikroskop cahaya, dengan mikroskop elektron nampak bahwa sel B mempunyai banyak
jonjot, sedangkan sel T lebih halus, sedikit sekali jonjot permukaan. Sel B juga di kenali
dengan adanya imunoglobulin khas (IgM dan IgD) yaitu antibodi yang terikat pada membran
sel. Sebagian besar sel B mempunyai reseptor site untuk menerima antigen-antibodi komplek
yang dibentuk dalam cairan tubuh. Beberapa sel B juga mempunyai reseptor site bagi suatu
komplemen-suatu sistem aktivitas yang bertanggung jawab lisinya sel-sel asing. Perusakan
virus dan pelepasan histamin dari sel-sel mast. Jaringan limfatik sebagian besar terdiri dari
limfosit dalam kerangka kerja seperti jaringan penghubung; berbagai jumlah sel induk hadir.
Ingatlah bahwa setelah lahir, kebanyakan limfosit diproduksi dari sel-sel induk di tulang

17
Soewole, dkk.,….hal.194.
18
Ibid, hal.194

14
merah sumsum, kemudian bermigrasi ke kelenjar getah bening dan nodul, menuju limpa, dan
ke timus. Dalam periode ini limfosit menjadi diaktifkan dan berkembangbiak sebagai respons
terhadap infeksi (ini adalah fungsi dari semua jaringan limfatik). timus memiliki sel induk
yang menghasilkan porsi signifikan limfosit T.

Kelenjar getah bening ditemukan dalam kelompok di sepanjang jalur pembuluh


getah bening, dan getah bening mengalir melalui kelenjar ini menuju ke vena subklavia
(percabangan pendek). Limfe memasuki sebuah simpul melalui beberapa pembuluh getah
bening aferen dan melalui satu atau dua pembuluh eferen (Gbr. 14-4).

Gambar kelenjar limfa

Saat limfa lewat melalui kelenjar getah bening, bakteri dan bahan asing lainnya difagositosis
oleh makrofag tetap (stasioner). Sel plasma berkembang dari limfosit B yang terpapar patogen
di getah bening dan menghasilkan antibodi. Antibodi ini pada akhirnya akan mencapai darah
dan bersirkulasi ke seluruh tubuh. Ada banyak kelompok kelenjar getah bening di sepanjang
semua pembuluh getah bening di seluruh tubuh, tetapi tiga berpasangan kelompok pantas
disebutkan karena lokasi strategis mereka. Ini adalah limfa serviks, aksila, dan inguinalis
simpul (lihat Gambar 14–3).

15
Jaringan limfa

Perhatikan gambar diatas di persimpangan kepala dan ekstremitas dengan batang


tubuh. Istirahat di kulit, dengan masuknya patogen, banyak lebih mungkin terjadi di lengan
atau kaki atau kepala daripada di organ tubuh lainnya. Jika patogen ini sampai ke getah
bening, mereka akan dihancurkan oleh kelenjar getah bening sebelum mereka sampai ke
batang, dan sebelum getah bening dikembalikan ke darah dalam vena subklavia(percabangan
pendek). Anda mungkin terbiasa dengan ungkapan “bengkak kelenjar, ”seperti ketika seorang
anak menderita radang tenggorokan (suatu peradangan dari faring yang disebabkan oleh
bakteri Streptococcus). Ini "Kelenjar" adalah kelenjar getah bening serviks yang telah
membesar sebagai makrofag mereka berusaha untuk menghancurkan bakteri di getah bening
dari faring. Nodul limfa adalah massa kecil dari jaringan limfatik ditemukan tepat di bawah
epitel semua selaput lendir. Sistem tubuh dilapisi dengan selaput lendir adalah mereka yang
memiliki bukaan pada lingkungan: saluran pernapasan, pencernaan, saluran kencing, dan
reproduksi. Kamu mungkin dapat melihat bahwa ini juga merupakan lokasi yang strategis
untuk nodul limfa, karena setiap pembukaan tubuh alami makanan diserap juga, dan mereka
diambil oleh sel dendritik roaming dan dibawa ke limfosit di nodul limfa terdekat. Pada masa
bayi, limfosit berkembang toleransi terhadap protein dari makanan, sambil tetap
mempertahankan potensi destruktifnya untuk patogen. Tanpa toleransi seperti itu, alergi
terhadap makanan umum dapat berkembang. Limfosit dari patch Peyer "belajar" untuk
membedakan teman (itu adalah, makanan) dari musuh. kemungkinan portal masuk untuk
patogen. Misalnya, jika Bakteri di udara yang dihirup melewati epitel trakea, nodul limfa
dengan makrofagnya dalam posisi untuk menghancurkan bakteri ini sebelum mereka sampai
darah. Beberapa nodul limfa memiliki nama spesifik. Orang-orang dari faring disebut
amandel. Palatine amandel berada di dinding lateral faring, adenoid (amandel faring) ada di
dinding posterior, dan Amandel lingual ada di pangkal lidah. Amandel, Oleh karena itu,
bentuk cincin jaringan limfatik di sekitar faring, yang merupakan jalur umum untuk makanan
dan udara dan untuk patogen yang dikandungnya. Operasi amandel adalah operasi
pengangkatan tonsil palatine dan adenoid dan dapat dilakukan jika tonsil kronis meradang dan
bengkak, seperti yang mungkin terjadi pada anak-anak. Sebagai disebutkan sebelumnya,
tubuh memiliki struktur yang berlebihan membantu memastikan kelangsungan hidup jika satu
struktur hilang atau serius terganggu. Dengan demikian, ada banyak nodul limfa lainnya
faring untuk mengambil alih fungsi operasi amandel dihapus. Nodul limfa dari usus kecil
disebut Tambalan Peyer, dan meskipun ukurannya kecil, mereka sangat penting. Dari sejak
kita dilahirkan dan setiap hari sesudahnya, ratusan protein asing memasuki tubuh lewat mulut.
Penyerapan nutrisi terjadi di usus kecil. Protein dan peptida asing masuk D. Limpa Limpa
terletak di kuadran kiri atas rongga perut, tepat di bawah diafragma, di belakang perut.
Kandang tulang rusuk bagian bawah melindungi limpa dari trauma fisik. Pada janin, limpa
menghasilkan sel darah merah, fungsi yang diasumsikan oleh sumsum tulang merah setelah
lahir. Setelah melahirkan limpa sangat mirip kelenjar getah bening besar, kecuali bahwa
fungsinya mempengaruhi darah yang mengalir itu bukan getah bening. Fungsi limpa setelah
lahir adalah:
1. Mengandung sel plasma yang menghasilkan antibodi terhadap antigen asing.

16
2. Mengandung monosit dan makrofag tetap (sel RE) yang memfagositosis patogen atau
bahan asing lainnya dalam darah. Makrofag limpa juga memfagositkan sel darah merah tua
dan membentuk bilirubin. Oleh cara sirkulasi portal, bilirubin dikirim ke hati untuk ekskresi
empedu. Monosit limpa dapat memasuki sirkulasi ketika jaringan rusak dan masuk perlu
pembersihan dan perbaikan.
3. Simpan trombosit dan hancurkan jika tidak lebih berguna. Limpa tidak dianggap sebagai
organ vital karena organ-organ lain mengkompensasi fungsinya jika limpa harus dihapus. Hati
dan sumsum tulang merah akan mengeluarkan sel darah merah tua dan trombosit dari
sirkulasi.
Banyak kelenjar getah bening dan nodul akan memfagositosispatogen (seperti halnya hati)
dan memiliki limfosit sel plasma dan diaktifkan untuk menghasilkan antibodi. Meskipun
redundansi ini, seseorang tanpa limpa agak lebih rentan terhadap infeksi bakteri tertentu
seperti pneumonia dan meningitis.
Jika Bakteri di udara yang dihirup melewati epitel trakea, nodul limfa dengan
makrofagnya sebelum akhirnya sampai darah. Beberapa nodul limfa memiliki nama spesifik.
Orang-orang dari faring disebut amandel. Palatine amandel berada di dinding lateral faring,
adenoid (amandel faring) ada di dinding posterior, dan Amandel bahasa ada di pangkal lidah.
Amandel, Oleh karena itu, bentuk cincin jaringan limfatik di sekitar faring, yang merupakan
jalur umum untuk makanan dan udara dan untuk patogen yang dikandungnya. Operasi
amandel adalah Operasi pengangkatan tonsil palatine dan adenoid dapat dilakukan jika tonsil
kronis meradang dan bengkak, seperti yang mungkin terjadi pada anak-anak. Sebagai
sebelumnya, tubuh memiliki struktur yang berlebihan membantu bertahan hidup jika satu
struktur hilang atau serius terganggu. Dengan demikian, ada banyak nodul limfa lainnya
faring untuk mengambil alih fungsi operasi amandel dibatalkan. Nodul limfa dari usus kecil
disebut Tambalan Peyer, dan meskipun ukurannya kecil, mereka sangat penting. Dari sejak
kita sepakat dan setiap hari diambilnya, protein terlepas dari tubuh lewat mulut. Penyerapan
nutrisi terjadi di usus kecil. Protein dan peptida asing masuk Sel-sel batang timus
menghasilkan limfosit T atau sel T; fungsi spesifiknya dibahas di bagian selanjutnya bagian.
Hormon timus diperlukan untuk apa yang mungkin terjadi disebut "kompetensi imunologis."
Untuk menjadi kompeten artinya bisa melakukan sesuatu dengan baik. Hormon timus dan sel-
sel lain dari timus memungkinkan sel T untuk berpartisipasi dalam pengakuan antigen asing
dan memberikan kekebalan. Kemampuan sel T ini terbentuk rentan terhadap infeksi tertentu
daripada anak-anak yang lebih tua dan orang dewasa. Biasanya pada usia 2 tahun, kekebalan
tubuh sistem matang dan menjadi berfungsi penuh. Ini adalah mengapa beberapa vaksin,
seperti vaksin campak, tidak direkomendasikan untuk bayi di bawah 15 hingga 18 bulan
umur. Sistem kekebalan mereka belum cukup matang untuk merespon kuat terhadap vaksin,
dan perlindungan disediakan oleh vaksin mungkin tidak lengkap.

D. Struktur Imunoglobulin.

Antibodi termasuk dalam kelompok glikoprotein yang disebut globulin, dan untuk alasan ini
mereka juga dikenal sebagai imunoglobulin (Igs).Imunoglobulin adalah molekul protein
khusus dalam cairan tubuh yang berfungsi sebagai antibodi, mereka dapat bergabung
khususnya dengan senyawa asing, antigen, yang memicu pembentukannya,. Berbeda dengan
antibodi yang terjadi secara alami yang diprogam secara genetik, antibodi dalam tubuh adalah
hasil respon kebal atas benda asing yang berhasil masuk tubuh. Imunoglobulin terdiri dari
17
20% protein plasma, dan hampir semua masuk dalam kategori gamaglobulin, walaupun
beberapa antibodi penting masuk dalam kelompok betaglobulin. Analisis imunoglobulin
menunjukan bahwa mereka adalah kelompok molekul yang sangat heterogen. Mereka disusun
dari protein (82%-96%) dan karbohidrat (4%-18%), dengan bagian protein yang menunjukkan
respon biologi biasanya dilambangkan dengan reaksi dari keluruhan molekul.

Gambar Struktur kimia dari kelas antibodi imunoglobulin G (IgG). Setiap molekul terdiri dari empat polipeptidarantai (dua berat dan dua
ringan) ditambah rantai karbohidrat pendek yang melekat pada setiap rantai berat. Dalam (a), setiap lingkaran mewakili satu asam amino.
Dalam (b), wilayah variabel VL rantai ringan, wilayah konstan CL rantai ringan, wilayah variabel VH
rantai berat, dan wilayah konstan rantai berat CH (Sumber: PRINCIPLES OF ANATOMY AND PHYSIOLOGY 12TH EDITION)

Setiap molekul antibodi terdiri dari empat rantai polipeptida – dua dinyatakan sebagai
rantai berat (heavy = H) dan dua dinyatakan sebagai rantai ringan (Light = L) Rantai L berisi
kira-kira separoh ukuran dan BM. Empat rantai berikatan dengan bersama dengan iktan
disulfida (S-S) menyusun struktur bentuk Y. Bagian pada ujung empat rantai polipeptida
mewakili dari rantai. Urut-urutan asam amino bagian v (variabel=yang dapat berubah) dalam
rantai polipeptida berbeda untuk setiap jenis antibodi. Ini adalah bagian V yang membantu
setiap imunoglobulin dengan pemberian kekhususannya. Bagian sisanya dari setiap empat
polipeptida disebut bagian konstan (C), karena urut-uruttan asam amino di daerah ini sama
untuk setiap kelas molekul antibodi.

Imunoglonulin dibagi menjadi lima kelas, berdasar urutan asma amino dalam bagian
konstan rantai H. Imunoglobulin disingkat Ig, dan lima kelas imunoglobulin disebut IgG,
IgM, IgA, IgD, IgE. Bagian konstan rantai L memisah menjadi du kelompok, yaitu K (Kappa)
dan ƛ (lambda), kombinasi rantai H dan rantai L menghasilkan banyak subklas. Pemeriksaan
seksama bagian H konstan polipeptida menunjukkan perbedaan tambahan, sehingga IgG
sekrang terdiri empat bentuk: IgG1, IgG2, IgG3, dan IgG4, bukti akhir ini menunjukkan bahwa
IgA dapat dibagi dua subklas: IgA dan IgA2; dan IgM setidaknya terdiri dua subklas: IgM dan
IgM2, sifat-sifat yang menunjukkan jumlah klas dan subklas menmpakkan jumlah besar dalam
bentuk antibodi yang mungkin dapat dihasilkan tubuh, masing-masing dengan target
spesifiknya sendiri dan cara ketidak aktifan bahna antigenik. Dari banyak klas imunoglobulin,
kelompok IgG yang terbesar. 80% keseluruhan imunoglobulin adalah klas IgG dalam serum
orang dewasa normal. IgM menyusun kira-kira 7% total. Antibodi IgM adalah imunoglobulin
pertama yang muncul dalam plasma dalam merespon antigen terbanyak. Dalam plasma
berbentuk pentamer yang terdiri dari lima unit struktural antibodi dasar bergabung bersama

18
dengan jembatan sulfida, yang menghubungkan setiap sub unit pada polipeptida yang disebut
rantai J. Suatu polipeptida dari 29 asam amino. BM keseluruhannya 900.00.

Meskipun aviditas (daya gabung) setiap sub unit pentamer terhadap antigennya lemah,
kekuatan keseluruhan pentamer terhadap antigen kompleks adalah sangat tinggi. Ini terjadi
karena adanya susunan berulang gugus penentu pada sebagian besar antigen membran
plasma. Imunoglobulin IgM pentamerik ini kira-kira 1000 kali lebih efektif daripada bentuk
monomerik. Bentuk pentamerik dapat mengikat silang lebih banyak sel dengan pelipatan
subunitnya. Juga diketahui bahwa sel target antigenik yang diserang oleh imunoglobulin IgM
lebih siap diserap oleh fogositesis makrofrag dan lebih mudah dirusak oleh sistem
komplemen. Sistem komplemen dapat merusak sel dengan pembentukan lubang pada
membran sel bakteri.

IgM yang terikat pada sel asing juga mendorong suatu proses yang disebut
opsonozasi. Ia nampak sebagai sel-sel makrofag yang lebih suka menyerang sel-sel asing
yang telah diperkasar oleh bungkus molekul antibodi. Karena ukuran besarnya, IgM
kebanyakan tertahan dalam darah dan secara perlahan masuk cairan interstitial. Tidak seperti
antibodi monomerik, ia tak dapat menembus plasenta masuk sirkulasi fetal.

Karena kemajuan respon kebal, tingkat/derajad antibodi Igm dalam plasma menurun
dan jumlah antibodi IgG tampak meningkat. IgM dan IgG bertanggung jawab terhadap reaksi
biasanya dikaitkan dengan respon antibodi seperti presipitasi (endapan), aglutinasi, hemolisis,
dan fiksasi komplemen.

Karena ia lebih kecil (BM = 150.000) daripada IgM, IgG dapat menerobos halangan
plasenta dan masuk sirkulasi fetal. Lma hidup imunoglobulin ini diperoleh dari ibu pada janin
untuk melindungi anak-anak setalah dilahirkan. Minggu pertama sebelum kelahiran, ia dapat
membentuk antibodinya sendiri. Selama waktu ini kelahiran baru dapat menerima tambahan
IgG dari susu ibu.

Imunoglobulin IgA membangun kira-kira 12% keseluruhan antibodi serum. Mereka


terdiri dari dua molekul antibodi yang bergabung bersama membentuk suatu dimer dan suatu
rantai I tambahan serta komponen sekretori. Antibodi IgA didapati di saliva, air mata, vagina
dan sekresi nasal, sekresi bronkhial, cairan prostatik dan disekresi yang diproduksi oleh
mukosa intensial. Mereka juga ada dalam konsentrasi besar dalam susu dan kolostrum untuk
melindungi saluran pencernaan bayi. Diduga bahwa antibodi ini tidak merusak invader asing
tetapi bergabung dengannya untuk mencegah invader dapat masuk ke dalam tubuh dan sistem
IgM-IgG.

Antibodi IgD, seperti IgG adalah suatu monomer tetapi ia mempunyai BM sedikit
lebih berat (180.000). imunoglobulin ini ada jumlah kecil (0,2% total imunoglobulin serum).
Fungsi IgD belum diketahui, diduga ia menyerang berbagai bahan seperti insulin, penisilin,
antigen tiroid, dan beberapa produk susu. Ia juga ada pada limfosit jenis B.

Molekul IgE adalah antibodi yang terlihat dalam respon alergi. Molekul IgE adalah
suatu monomer dengan BM 196.000. hanya sedikit jumlah (0,004%) klas imunoglobulin ini
dalam serum. Bila antibodi IgE disintesis, mereka terlihat pada permukaan sel-sel mast, di
mana mereka menunggu datangnya allergen (antigen yang menyebabkan respon alergi).
19
Allergen diikat dua molekul IgE yang berdekatan membentuk jembatan antara dua antibodi,
menyebabkan memutarbalikkan membran plasma. Ini memicu terjadinya pelepasan granul-
granul sel mast. Granul-granul itu larut dalam cairan jaringan dan melepas histamin, sirotonin
serta beberapa subtansi lain. Histamin dan selotonin bekerja pada sel-sel otot polos yang
berdekatan untuk menghasilkan respon anafilatoksik, yang meliputi bronkhospasme
(penyempitan Bronkhiola), yang dapat menyebabkan gangguan hebat saluran udara, di tandai
vasodilatasi artiola serta kebovora kapiler yang dapat menghasilkan kejutan sirkulasi
(jatuhnya tekanan darah secara tiba-tiba).

H. Reaksi Antibodi.

Mekanisme kerja imunioglobulin IgE menjelaskan satu cara bagaimana antibodi


bekerja dalam tubuh kita. Cara lain memerlukan antibodi bivalen (bivalen karena setiap
imunoglobulin mempunyai tempat bergabung identik) untuk mengendapkan molekul antigen
dengan pembentukan pola-pola geometri molekul-molekul dari reaksi antigen dan antibodi.
Bila antigen itu multivalen (mempunyai beberapa tempat gabung), setiap antibodi bivalen
dapat menggabungkan dua molekul antigen bersama. Bila proporsi antigen terhadap antibodi
optimal, pola-pola geometri molekul-molekul dapat tumbuh dan membentuk suatu endapan.
Reaksi sama adalah aglutinasi. Bila tempat bergabung antigenik tepat pada permukaan sel,
antibodi bivalen akan menggabungkan bersama permukaan dua sel berdekatan. Reaksi
netralisasi adalah bagian beracun dari suatu racun diblokir dengan pengikatan molekul
antibodi, karenanya mencegah pengaruh perusakan racun. Lihat gambar dibawah ini:

Gambar 2. Mekanisme Antibodi (Sumber : PRINCIPLES OF ANATOMY AND


Antibodi, juga disebut imun globulin (Ig), imunoglobulin, atau gamma globulin,
berbentuk protein seperti huruf Y. Antibodi tidak sendirian dalam menghancurkan antigen
asing, tetapi lebih terikat pada antigen tersebut untuk "memberi label" pada mereka untuk
dihancurkan. Masing-masing antibodi diproduksi khusus untuk hanya satu antigen. Karena
ada begitu banyak patogen yang berbeda. Diperkirakan itu jutaan antibodi spesifik antigen
yang berbeda dapat diproduksi, jika diperlukan.

Antibodi yang dihasilkan akan berikatan dengan antigen, membentuk kompleks


antigen-antibodi. Kompleks ini menghasilkan opsonisasi, yang berarti antigennya adalah
sekarang "diberi label" untuk fagositosis oleh makrofag atau neutrofil. Kompleks antigen-
antibodi juga merangsang proses fiksasi komplemen.

20
Atau lebih singkatnya adalah sebagai berikut:20

1. Menonaktifkan antigen. Antibodi mengikat ke antigen dan menonaktifkannya.


2. Mengikat antigen bersama. Antibodi mengikat beberapa antigen bersama.
3. Aktifkan kaskade pelengkap. Sebuah antigen berikatan dengan antibodi. Hasil dari,
antibodi dapat mengaktifkan komplemen protein, yang dapat menghasilkan
peradangan, kemotaksis, dan lisis.
4. Memulai pelepasan inflamasi bahan kimia. Antibodi berikatan dengan mast sel atau
basofil. Ketika sebuah antigen mengikat ke antibodi, itu memicu pelepasan bahan
kimia yang menyebabkan peradangan.
5. Fasilitasi fagositosis. Sebuah antibodi mengikat antigen dan kemudian ke makrofag,
yang memfagositosis antibodi dan antigen.

I. Sistem Komplemen.

Sistem komplemen terdiri dari setidaknya 15 zat kimia dari protein imunoglobulin
berbeda yang secara normal tidak reaktif dalam plasma. Lima belas komponen ini dikenal
dengan nomor C1, c2, c3 dan seterusnya, diaktifkan dalam suatu urutan yang menghasilkan
protein kompleks berbagai gabungan. Beberapa kombinasi protein memiliki aktivitas
enzimetik yang bertanggung jawab bagi pengaruh lisis dan racun sel pada bakteri.
Keseluruhan urutan aktivasi komplemen dapat dipicu oleh antigen dan antibodi kompleks
yang berisi imunoglobulin IgG dan IgM.

J. Respon sel B pada Antigen.

Sel B menghasilkan dan melepas imunoglobulin ke dalam sirkulasi.setiap orang dapat


menghasilkan antibodi untuk setiap antigen yang diperkenlkan ke dalam tubuh. Penjelasan
tentang kemampuan istimewa ini memberikan fakta bahwa setiap orang memiliki sejumlah
besar limfosit mampu menghasilkan antibodi khusus. Teori klonal pembentukan antibodi
mengusulkan bahwa setelah molekul antigenik memasuki tubuh kita. Meraka ditemukan oleh
suatu limposit merupakan satu dari beberpa kemampuan untuk membuta antibodi pada
antigen tertentu. Sekali tanggap an antara antibodi dan limfosit khasnya terjadi, sel limfosit
proliferasi untuk menghasilkan sjumlah besar sel-sel identik yang akan juga dapat membentuk
antibodi khas itu.

Selama aktivasi sel B, antigen berikatan dengan reseptor sel-B (BCR) (Gambar 2).
Protein transmembran integral ini secara kimiawi mirip dengan antibodi yang akhirnya
disekresikan oleh sel plasma. Meskipun sel B dapat merespon antigen yang tidak diproses
yang terdapat dalam getah bening atau cairan interstitial, respon mereka jauh lebih kuat ketika
mereka memproses antigen. Pemrosesan antigen dalam sel B terjadi dengan cara berikut:
antigen dimasukkan ke dalam sel B, dipecah menjadi fragmen peptida dan dikombinasikan
dengan antigen self-MHC-II, dan dipindahkan ke membran plasma sel B. Sel T pembantu
mengenali antigen– Kompleks MHC-II dan memberikan perhitungan biaya yang dibutuhkan
untuk B proliferasi dan diferensiasi sel. Sel T helper menghasilkan interleukin-2 dan sitokin
lain yang berfungsi sebagai costimulator untuk mengaktifkan sel B.

20
Vanputte, Regan, Ruso, SEELEY’S ANATOMY AND PHYSIOLOGY 10TH EDITION, (New York: The
McGraw-Hill Companies, Inc., 2014), Hal. 795
21
Gambar. Respon Sel B terhadap Antigen (Sumber: PRINCIPLES OF
ANATOMY AND PHYSIOLOGY 12TH EDITION)

Setelah diaktifkan, sel B mengalami seleksi klon. Hasilnya adalah pembentukan klon
sel B yang terdiri dari sel plasma dan sel B memori. Sel plasma mengeluarkan antibodi.
Beberapa hari setelah terpapar antigen, sebuah plasma sel mengeluarkan ratusan juta antibodi
setiap hari sekitar 4 atau 5 hari, sampai sel plasma mati. Sebagian besar antibodi bepergian
dalam getah bening dan darah ke lokasi invasi. Interleukin-4 dan interleukin-6, juga
diproduksi oleh sel T helper, meningkatkan sel B proliferasi, diferensiasi sel B menjadi sel
plasma, dan sekresi antibodi oleh sel plasma. Memori B sel tidak mengeluarkan antibodi.
Sebaliknya, mereka dapat dengan cepat berkembang biak dan berdiferensiasi menjadi lebih
banyak sel plasma dan lebih banyak sel memori B seharusnya antigen yang sama muncul
kembali di waktu mendatang.

Antigen yang berbeda merangsang sel B yang berbeda untuk berkembang menjadi sel
plasma dan sel B memori yang menyertainya. Semua dari Sel B dari klon tertentu hanya
mampu mensekresi satu jenis antibodi, yang identik dengan reseptor antigen yang ditampilkan
oleh sel B yang pertama kali merespons. Setiap antigen spesifik hanya mengaktifkan sel B
yang telah ditentukan sebelumnya (dengan kombinasi segmen gen yang dibawanya) untuk
mengeluarkan antibodi spesifik untuk antigen itu. Antibodi diproduksi oleh klon sel plasma
memasuki sirkulasi dan membentuk kompleks antigen-antibodi dengan antigen yang memulai
produksi mereka.

K. Respon Sel Tpada Antigen

22
Sel Tmembentuk 65-75% limfosit darah. Untuk mengenali epitop, semua sel Tmemiliki
suatu molekul pada permukaannya, yang disebut reseptor sel T(TCR). Berbeda dengan sel B,
yang mengenali antigen larut atau antigen pada permukaan sel, limfosit T mengenali hanya
epitop (sebagian besar peptida kecil) yang membentuk kompleks dengan protein khusus pada
permukaan sel lain (protein kompleks histokompatibilitas mayor). Tiga subpopulasi yang
penting adalah sebagai berikut:

 Sel pembantu, yang menghasilkan sitokin yang meningkatkan diferensiasi sel B


menjadi sel plasma, mengaktifkan makrofag menjadi bersifat fagositik, mengaktifkan
limfosit T sitotoksik, dan menginduksi sejumlah besar bagian reaksi peradangan. Sel
pembantu memiliki suatu penanda yang disebut CD4 pada permukaannya sehingga
disebut sel TCD4'.
 Sel Tsitotoksik merupakan CD8- dan bekerja secara langsung pada sel asing atau sel
yang terinfeksi-virus melalui dua mekanisme utama. Pada salah satu mekanisme, sel
ini melekat pada sel yang akan dibunuh dan melepaskan protein yang disebut perlorin
yang membentuk lubang di membran sel target, dengan akibat lisis sel. Pada
mekanisme lainnya, sel tersebut melekat pada sebauh sel dan mem- bunuhnya dengan
memicu mekanisme yang menginduksi kematian se1 terprogram atau apoptosis.
 Sel Tregulatorik merupakan CD4-CD25- dan berperan penting dalam memungkinkan
toleransi imury yang memelihara ketiadaan respons terhadap antigen-diri dan
menekan respons imun yang berlebihan. Sel-sel ini menghasilkan toleransi perifer
yang mem-back-up toleransi sentral yang muncul di timus.21

Telah diketahui bahwa banyak mikroorganisme hidup dan berkembang biak secara intra
seluler, antara lain di dalam makrofag sehingga sulit untuk dijangkau oleh antibodi. Untuk
melawan mikroorganisme intraseluler tersebut, diperlukan respons imun seluler, yang
diperankan oleh limfosit T. Sub populasi sel T yang disebut dengan sel T penolong (T-
helper) akan mengenali mikroorganisme atau antigen bersangkutan melalui major
histocompatibility complex (MHC) kelas II yang terdapat pada permukaan sel makrofag.
Sinyal ini menyulut limfosit untuk memproduksi berbagai jenis limfokin, termasuk di
antaranya interferon, yang dapat membantu makrofag untuk menghancurkan mikroorganisme
tersebut. Sub populasi limfosit T lain yang disebut dengan sel T-sitotoksik (T-cytotoxic), juga
berfungsi untuk menghancurkan mikroorganisme intraseluler yang disajikan melalui MHC
kelas I secara langsung (cell to cell). Selain menghancurkan mikroorganisme secara langsung,
sel T-sitotoksik, juga menghasilkan gamma interferon yang mencegah penyebaran
mikroorganisme ke dalam sel lainnya.22

Sel Tmemberi pertahanan terhadap mikroorganisme seperti fungi, bakteri yang terletak di
dalam sel host, dan virus. Sel Tbertanggungjawab bagi pelepasan imunologik allograft
(transplan antara anggota spesies sama) dan untuk kekebalan anti tumor.

Ada setidaknya lima peringkat fungsional sel T, masing-masing dengan aksinya sendiri
yang terbatas, di antaranya yaitu :

21
Anthony L. Mescher, HISTOLOGI DASAR IUNQUEIRA: TEKS & ATLAS, Ed. 12, terj. Frans Dany, (Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC), 2009, hal. 225.
22
Ida Bagus Kade Suardana, DIKTAT IMUNOLOGI DASAR SISTEM IMUN, (Denpasar : Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Udayana), 2017, hal.8.
23
 Sel Tpembantu ada sebanyak 40-50% sel Tdarah perifer dan dikenal dengan adanya
IgM di permukaannya. Bila antigen lebih kompleks dihadirkan pada host, respon sel
B harus menerima dua tanda, satu dari antigen dan lainnya dari sel T. Kerjasama antar
sel B dan sel Tmemerlukan kontak langsung. Faktor-faktor yang dapat larut
dibebaskan oleh sel Tdapat menekan atau merangsang sel B.
 Sel Tpenekan berjumlah sekitar 5-15% dari limfosit T yang beredar. Sel-sel ini
merangsang produksi antibodi dan penting dalam menghasilkan daya tahan. Studi
menunjukkan bahwa sel Tpembantu muncul segera setelah antigen masuk. Sek T
penekan kemudian muncul lebih banyak ketika puncak produksi antibodi. Sel
Tpembantu berumur hanya beberapa hari setelah antigen masuk, sedangkan sel
Tpenekan berumur kira-kira dua bulan.
 Cytotoxic T cell, kadang-kadang juga disebut sel Tpembunuh, mempunyai
kemampuan menyerang dan merusak sel target. Ini meliputi jaringan yang
ditransplantasikan, sel-sel tumor, virus yang menginfeksi sel host, atau sel-sel yang
diinfeksi oleh agen penginfeksi lain.
 Juga ada sel Tpenunda hipersensitif, yang merupakan sumber beberapa limfokin
seperti MIF dan makrofage khemotaksin yang merupakan aktor kunci dalam
menjawab hipersensitivitas.
Kebanyakan proteksi yang diberikan sel Tadalah akibat kemampuannya melepas
sejumlah kecil limfokin. Substansi larut ini memicu banyak respon yang dihasilkan dengan
jenis reaksi kebal seluler. Misalnya macrophage (monocyte) chemotactic factor yang dilepas
oleh limfosit aktif secara selektif. Limfokin lain yang dinamakan Migration Inhibitory Factor
(MIF) mencegah makrofag dari 'perpindahan' menjauhi tempat reaksi. Mitogenic factor,
limfokin lain, menyebabkan limfosit tak terikat atau limfosit tak sensitif untuk membelah
lebih cepat. Bersamaan dengan respon akhir ini adalah limfosit dibuat mempunyai
kemampuan sama seperti limfosit asli yang diaktifkan oleh penggabungan faktor transfer.23

Riset menunjukkan bahwa faktor transfer adalah suatu polinukleotida informasional yang
dapat masuk dan mengubah limfosit tak peka. Limfotoksin terikat pada permukaan sel target
dan dalam beberapa jam sel menjadi berbentuk bola, menunjukkan degenerasi inti dan
sitoplasma kemudian sel lisis. Interferon mencegah replikasi virus dan dapat menahan infeksi
parasit intraseluler. Interferon mampu menghambat pertumbuhan kanker.24

L. Kerjasama antara Sel Target dan Sel B dalam Merespon Zat Kebal
Fungsi lain dari sel-T yaitu yang sangat penting meliputi membunuh sel target misalnya
jasad patogen secara langsung (melalui imunitas perantara sel dan cytotoxicity) serta secara
kerjasama dengan sel-B dalam meningkatkan produksi antibodi. Interaksi antara sel-T dan
sel-B diperantarai paling tidak oleh dua kelas molekul yaitu 1) molekul permukaan sel, yang
berperan dalam penempelan sel dan sinyal transduksi 2) cytokine (termasuk interleukin) yang
merupakan hormon polipeptid yang berperan dalam pertumbuhan, pembelahan dan
diferensiasi sel dalam sistem kekebalan.

23
Soewolo, Soedjono Basoeki, dan Titi Yudiani, FISIOLOGI MANUSIA, (Malang : Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam), 1999, hal.201.
24
Ibid, hal. 202.
24
Tanggap kebal yang ditimbulkan oleh sel-T disebut dengan keimunan perantara sel (cell
mediated immunity) sedangkan tanggap kebal yang dihasilkan oleh sel-B disebut dengan
“humoral immunity”. Sifat dari kekebalan yang dihasilkan oleh sel-T adalah tidak spesifik,
sedangkan yang dihasilkan oleh sel-B bersifat spesifik. Perbedaan tanggap kebal spesifik
dengan yang tidak spesifik adalah: a) kespesifikan, b) keheterogenan dan c) ingatan/memori
immunology.

Kespesifikan adalah pemilihan yang tepat baik oleh antibodi maupun limfosit untuk
bereaksi dengan antigen atau benda asing lain dengan konfigurasi yang sama dengan antigen
tersebut. Sifat keheterogenan dari tanggap kebal spesifik adalah terbentuknya berbagai jenis
sel maupun hasil sel yang dikeluarkan sewaktu tubuh inang tersebut dimasuki oleh antigen.
Sel-sel yang beraneka jenis tersebut akan menghasilkan antibodi dan limfosit sensitif yang
bersifat heterogen. Sifat ketiga adalah terbentuknya “memori immunology” dalam sel-sel
limfosit. Jadi apabila sewaktu waktu inang tersebut dimasuki oleh antigen yang sejenis maka
inang tersebut akan cepat bereaksi untuk membentuk antibodi. Dengan adanya memori
imunologi ini akan mempercepat dan meningkatkan terbentuknya zat anti (antibodi) pada
tubuh inang.25

Ada kerjasama dan interaksi antara dua jenis limfosit. Tetapi belum diketahui secara pasti
mengenai hubungan sel Tdan sel B yang saling membantu. Mekanisme imunitas yang
melibatkan sel Tdan sel B spesifik, artinya satu antigen asing adalah target setiap kali
mekanisme diaktifkan. Makrofag memiliki situs reseptor untuk bahan kimia asing seperti
dinding sel bakteri atau flagela dan dapat memfagositisasi hampir semua bahan asing yang
ditemukannya (seperti halnya Langerhans atau sel dendritik). Namun, sel Tdan sel B menjadi
sangat spesifik.26 Satu dari model terbaik menyarankan bahwa urut-urutan peristiwa berikut
terjadi dalam beberapa respon kebal. Deteksi antigen terjadi pertama oleh sel Tyang bereaksi
cepat mengikat antigen dengan permukaan reseptor molekulnya. Sel Tmulai berproliferasi
secara cepat membelah (pembentukan klon) dan dengan menghasilkan immunoglobulin
monomerik yang terbentuk pada permukaan membran.

Langkah berikutnya melibatkan pengikatan molekul antigen pada antibodi permukaan ini.
Setelah penggabungan terjadi, kompleks antigen-antibodi dilepas dari sel Tdan diambil oleh
sel makrofag. Kompleks antigen-antibodi mendarat pada permukaan makrofag. Akhirnya
makrofag tertutup oleh kompleks antigen-antibodi yang menonjol ke permukaan dengan
ikatan antigen menghadap jauh dari sel.

Tonjolan antigen nampak sangat penting untuk langkah berikutnya, karena sekarang sel
makrofag menghadirkan antigen pada sel B khusus. Nampaknya antigen perlu dihadirkan
pada sel B secara berurutan. Bila antigen telah dihadirkan sebagaimana dan diterima, sel B
dipicu untuk proliferasi dan pendewasaan

Sedangkan pada imunitas yang dimediasi oleh antibodi, mekanisme kekebalan ini
memang melibatkan produksi antibodi. Langkah pertama adalah pengenalan antigen asing,
kali ini oleh sel B, serta oleh makrofag dan sel Tpembantu. Sel Tpembantu yang peka

25
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan Kemdikbud RI, Anatomi hewan, 2013,Hal.235-236.
26
Valerie C. Scanlon and Tina Sanders, Essentials of Anatomy and Physiology, (USA : F. A. Davis Company),
2011, hal. 366.
25
menghadirkan antigen asing ke sel B, yang memberikan rangsangan kuat untuk aktivasi sel B
yang spesifik untuk antigen ini. Sel B yang diaktifkan mulai membelah berkali-kali, dan dua
himpunan bagian sel terbentuk. Beberapa sel B baru yang diproduksi adalah sel plasma yang
menghasilkan antibodi khusus untuk antigen asing yang satu ini. Sel B lainnya menjadi sel B
memori, yang akan mengingat antigen spesifik dan memulai respons cepat pada paparan
kedua.27 Walaupun beberapa respon kebal lebih dimediasi sel Tdan lainnya lebih dimediasi
sel B, kebanyakan respon kebal adalah campuran keduanya. Kerjasama alami adalah bahwa
respon sel B hampir keseluruhannya tergantung pada sel T.28

Gambar 1. Kerjasama antara sel T dan sel B (Anthony L. Mescher, :


2010)

M. Autoimunitas

27
Ibid.
28
Soewolo, Soedjono Basoeki, dan Titi Yudiani, FISIOLOGI MANUSIA, (Malang : Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam), 1999, hal.202
26
Bila tubuh menghasilkan antibodi yang menyerang jaringannya sendiri, kondisi ini disebut
autoimunitas. Autoimunitas adalah respons imun terhadap antigen jaringan sendiri yang
disebabkan kegagalan mekanisme normal yang berperan untuk mempertahankan self
tolerance sel B, sel Tatau keduanya. Potensi untuk autoimunitas ditemukan pada semua
individu oleh karena limfosit dapat mengekspresikan reseptor spesifik untuk banyak self
antigen. Autoimunitas terjadi karena self antigen yang dapat menimbulkan aktivasi,
proliferasi serta diferensiasi sel Tautoreaktif menjadi sel efektor yang menimbulkan
kerusakan jaringan dari berbagai organ, baik antibodi maupun sel Tatau keduanya dapat
berperan dalam patogenesis penyakit autoimun. Antigen disebut autoantigen, sedang antibodi
yang dibentuk disebut autoantibodi.29

Autoimunitas adalah suatu kondisi yang membahayakan dimana tubuh mengembangkan


antibodi pada antigennya sendiri. Secara normal, tubuh “belajar” untuk mengenali proteinnya
sendiri dan antigen lainnya selama pertumbuhannya dan tidak dapat memproduksi antibodi
untuknya. Akan tetapi, kadang-kadang sistem pengenalan diri pecah. Dalam beberapa contoh,
hal ini terjadi karena tubuh di pacu untuk memproduksi antibodi dalam merespon antigen
asing yang serupa dengan salah satu antigen tubuhnya sendiri. Dalam kasus semacam ini
antibodi dapat merusak protein tubuh yang serupa maupun antigen asing.30

Kemungkinan autoimunitas bertambah karena ketuaan, kerusakan, dan sobeknya jaringan


tubuh. Kerusakan jaringan dapat diakibatkan dari kerja bakteri, virus, atau racun. Satu akibat
kerusakan jaringan adalah produksi beberapa determinan antigenik baru seperti hapten yang
dapat bergabung lagi dengan molekul protein besar lain. Pada kombinasi baru ini, dan dapat
memperoleh respon kebal yang akan menghasilkan antibodi untuk menunjang hapten apakah
ini pada protein pengangkut baru atau tetap lokus aslinya pada jaringan sehat. Hapten adalah
beberapa substansi dapat berikatan dengan antibodi spesifik, walaupun substansi itu sendiri
tidak mampu merangsang timbulnya respons imun, dan umumnya merupakan molekul
berukuran kecil. Beberapa contoh dari hapten yaitu Sulfonat, Arsonat dan Carboxylate.
Hapten baru akan bersifat imunogenik apabila ia berikatan dengan protein carrier. 31 Sebagai
contoh dinitropenil (DNP) apabila berkonjugasi dengan protein misalnya Bovin Serum
Albumin (BSA) maka akan merangsang timbulnya antibody yang spesifik terhadap DNP.
Demikian juga apabila inang tersebut disuntik ulang (booster) dengan konjugat yang sejenis
maka akan mempercepat pembentukan antibody yang spesifik terhadap DNP.

Autoimunitas secara teori berkembang sewaktu toleransi terhadap self antigen belum
terbentuk atau sewaktu toleransi terhadap sel antigen hilang atau terlewatkan. Kebanyakan
dari kesalahan tersebut kemungkinan program genetik. Kegagalan untuk mendapat toleransi
disebabkan sebagai berikut: kegagalan clonal deletion dari sel autoreaktif (kegagalan toleransi
dari sel Tpusat), kegagalan anergi klonal (kegagalan toleransi sel Tperifer), pelepasan antigen
pemisah dimana toleransi belum berkembang, perubahan dari self antigen, dimana menjadi
tidak dikenal sebagai antigen sendiri, tiruan molekular antara antigen dari lingkungan dan self

29
Dicky Santosa, AUTOIMUNITAS SEBAGAI DASAR KELAINAN PADA SISTEM ENDOKRIN, (Bandung : Fakultas
Kedokteran Universitas Islam Bandung), 2011, hal. 2.
30
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan Kemdikbud RI, Anatomi hewan, 2013, Hal 206.
31
Ida Bagus Kade Suardana, DIKTAT IMUNOLOGI DASAR SISTEM IMUN, (Denpasar : Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Udayana), 2017, hal.23.
27
antigen, penyimpangan ekspresi MHC (Mayor Histo Compatibility), rangsangan superantigen
dari klonal anergi autoreaktif, rangsangan sel B poliklonal.

Penyakit autoimun terjadi ketika respon autoimun atau respon sistem kekebalan tubuh
mengalami gangguan kemudian menyerang jaringan tubuh itu sendiri sehingga memunculkan
kerusakan jaringan atau gangguan fisiologis, padahal seharusnya sistem imun hanya
menyerang organisme atau zat-zat asing yang membahayakan tubuh. Gangguan autoimun
dapat dikelompokkan menjadi dua kategori berdasarkan organ yang diserang, yaitu organ
tunggal dan sistemik. Organ tunggal berarti sistem imun menyerang satu organ tertentu,
sedangkan yang sistemik artinya sistem imun meyerang beberapa organ atau sistem tubuh
yang lebih luas. Penyakit autoimun dibagi dua kelompok yaitu satu organ dipengaruhi, contoh
kelompok pertama ini adalah Thyroiditis. Antibodi dibentuk melawan hormon tiroid yang
beredar dalam plasma pada konsentrasi sangat rendah. Dalam penyerangan hormon, antibodi
juga semakin merusak kelenjar tiroid. Kedua adalah perusakan meluas yang disebabkan oleh
sejumlah autoantibodi contohnya adalah systemic lupus erythematosus atau (SLE). Kulit,
sendi, paru, limpa, lambung, intestine, hati, dan tubulus ginjal diserang oleh autoantibodi.32

Berikut beberapa contoh penyakit autoimunitas, sebagai dasar kelainan pada sistem
endokrin :33

3.1. Hipofise Anterior

Hipofisitis limfositik diduga merupakan destruksi/perusakan autoimun. Tidak


seperti penyakit autoimun endokrin kebanyakan, diagnosis biasanya tergantung dari
biopsi atau spesimen operasi. Pada pemeriksaan histologi juga ditemukan infiltrasi
limfoit, sel plasma, neutrofil, eosinofil danmakrofag. Antibodi terhadap sel-sel
kelenjar hipofise yang memproduksi hormon prolaktin atau growth hormon dengan
teknik imunofluoresen ditemukan pada beberapa penderita. Klinis menunjukkan
defisiensi hormon kelenjar hipofise anterior yang mencolok dan tersering ditemukan
defisiensi ACTH (60%-70%), dimana gejalanya seperti failure to trive, hipoglikemia.
Pada keadaan akut, kelainan tidak dapat dibedakan dan neoplasma hipofise, hal ini
disebabkan terbentuknya fokus masa akibat infiltrasi limfosit. Pada 20-25% penderita
juga ditemukan penyakit autoimun yang lain.34

3.2. Hipotalamus (Diabetes insipidus sentral)

Diebetes insipidus yang disebabkan proses autoimun akan menyebabkan sel


hipothalamus yang memproduksi antidiuretik hormon (ADH) mengalami kerusakan.
Kerusakan terjadi pada hipofise posterior atau jalur axon dari hipotalamus sampai
hipofise posterior. Ditemukan adanya autoantibodi terhadap sel yang memproduksi
ADH pada pasien dengan idiopatik dibetes insipidus terhadap ADH. Gejalanya antara
lain poliuria, polidpsi, dan dehidrasi.

32
Soewolo, Soedjono Basoeki, dan Titi Yudiani, FISIOLOGI MANUSIA, (Malang : Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam), 1999, hal 201-202.
33
Dicky Santosa, AUTOIMUNITAS SEBAGAI DASAR KELAINAN PADA SISTEM ENDOKRIN, (Bandung : Fakultas
Kedokteran Universitas Islam Bandung), 2011, hal. 4.
34
Dicky Santosa, AUTOIMUNITAS SEBAGAI DASAR KELAINAN PADA SISTEM ENDOKRIN, (Bandung : Fakultas
Kedokteran Universitas Islam Bandung), 2011, hal.3-4.
28
3.3. Kelenjar Tiroid

Penyakit autoimun tersering pada kelenjar tiroid antara lain Chronic


Lymphocytic thyroiditis dan Graves’ disease. Chronic Lymphocytic thyroiditis dibagi
menjadi Hashimoto’s thyroiditis dan tiroiditis atrofi. Pada Hashimoto’s thyroiditis
terjadi kerusakan sel folikuler tiroid karena mekanisme autoimun. Pada Tiroiditis
atrofi terdapat autoantibodi terhadap reseptor Thyroid stimulating hormone antagonis
(TSH). Pada Graves’ disease terdapat thyroid-stimulating immunoglobulins (TSIs)
yang berikatan dan merangsang reseptor TSH (misal: autoantibodi agonis terhadap
reseptor TSH) untuk merangsang pelepasan hormon thyroid.35

3.3.1. Chronic Lymphocytic Thyroiditis ( Hashimoto’s thyroiditis)

Tiroiditis kronis (Hashimoto’s thyroiditis) adalah penyakit tiroid yang


terutama mengenai wanita antara usia 30-50 tahun. Gambaran klinis
menunjukkan kelenjar tiroid yang dapat membesar (goiter) dengan konsistensi
yang kenyal atau keras. Gejala klinis berupa retardasi pertumbuhan, kelelahan,
intoleransi terhadap dingin dan konstipasi. Pada pemeriksaan histologis
ditemukan infiltrasi limfosit dan sel plasma, hilangnya koloid dan berbagai
derajat fibrosis dan hiperplasi sel.

Terjadinya autoimun pada chronic lymphocytic thyroiditis diperkirakan


oleh karena infiltrasi limfosit ke glandula tiroid, autoantibodi terhadap sel
folikuler tiroid, kelainan media sel imun terhadap tiroid, berhubungan dengan
adanya autoantibodi pada islet pancreas, sel parietal gaster, dan kelenjar
adrenal, biasanya berhubungan dengan HLA. Ditemukan adanya autoantibodi
terhadap tiroglobulin (TGAs), mikrosom sel folikuler (TMAs), antigen
koloidal tiroid. Pada Hashimoto’s thyroiditis autoimun sel mediated
menyerang sel folikuler tiroid oleh makrofag dan sel TCD8 yang menyebabkan
nekrosis dan hipotiroidisme. Autoantibodi terhadap reseptor TSH merintangi
aksi TSh pada sel-sel folikuler tiroid untuk memproduksi hormone thyroid, dan
menyebabkan atrofi kelenjar thyroid serta hypothyroidism. Tergantung dari
kapasitas tiroid untuk memberikan respons terhadap TSH, dapat ditemukan
goiter dengan TSH normal dan goiter dengan peningkatan TSH. Destruksi
yang progresif menurunkan kadar hormon tiroid, gejala defisiensi tiroid dan
akhirnya atrofi kelenjar. Diagnosa berdasarkanadanya pembesaran kelenjar
thyroid dan TMAs , autoantibodi TPO (Thyroperoxidase), TGAs.

3.3.2. Tirotoksikosis (Graves’ disease, hipertiroidisme)

Tirotoksikosis ditimbulkan oleh produksi hormon tiroid (tiroxin) yang


berlebihan. Pada Graves’ disease terjadinya hipertiroidisme sebagai akibat
adanya autoantibodi terhadap reseptor TSH yang merangsang aktivitas kelenjar
tiroid. Autoimunitas tiroid (TMA, antibodi TPO dan TGA), antibodi terhadap
receptor TSH (TSIs), serta infiltrasi limfosit pada kelenjar tiroid merupakan

35
Ibid, hal. 4.

29
tanda Grave’s disease. Gambaran klinis berupa lemas, gelisah, keringat
berlebihan, palpitasi, berat badan menurun dan tidak tahan panas (heat
intolerance).

Adanya autoantibodi agonis terhadap reseptor TSH (LATS: Long


Acting Thyroid Stimulator) yang merangsang produksi hormon tiroid. Pada
tirotoksikosis, autoantibodi dibentuk terhadap reseptor hormon TSH.
Autoantibodi tersebut dapat menembus plasenta sehingga ibu dengan
tirotoksikosis dapat melahirkan bayi dengan hiperaktifitas tiroid. Bila
autoantibodi pada bayi tersebut dihancurkan beberapa minggu kemudian,
tanda-tanda hipereaktivitas tiroid juga akan hilang. Pada pemeriksaan
laboratorium ditemukan T3 dan T4 meningkat, sedangkan TSH menurun.

3.4. Adrenal dan gonad

Destruksi autoimun kelenjar adrenal atau atrofi adrenal idiopatik merupakan


sebab tersering dari kegagalan adrenal primer di Amerika. Penyakit Addison
berhubungan dengan kegagalan primer kelenjar adrenal yang sering disebut kegagalan
adrenal autoimun. Pada pemeriksaan patologi ditemukan inflamasi dengan infiltrasi
limfosit, sel plasma dan pada penyakit lanjut ditemukan destruksi korteks adrenal.

3.4.1. Addison’s disease

Addison’s disease diakibatkan adanya kerusakan kortek adrenal ,


sehingga produksi hormon glukokortikoid dan mineralokortikoid menurun.
Ditemukan adanya autoantibodi terhadap adrenokortikal dan enzim
steroidogenik, serta infiltrasi limfosit pada kortek adrenal. Hampir semua
pasien Addison’s disease mempunyai antibodi terhadap sitoplasma adrenal,
terutama terhadap autoantigen 21-hydroxylase (CYP21). Gambaran klinis
berupa berat badan menurun, lemah, kelelahan, dehidrasi, hipoglikemia.
Addison’s disease sering muncul bersamaan dengan sindrom lain, antara lain
autoimun poliendokrinopati tipe 1 (APS 1) yang dikenal sebagai autoimmune
polyendocrinophaty/candidiasis/ectodermal dystrophy (APECED) syndrome.

3.4.2. Autoimun hipogonadisme

Autoimun hipogonadisme (gonaditis) adalah hilangnya hormon yang


diproduksi oleh sel dari ovarium dan testis. Diduga karena adanya autoimun
seluler, infiltrasi limfosit ke jaringan ovarium dan testis, serta ditandai adanya
autoantibodi sel steroid (SCAs) atau autoantibodi terhadap enzim
steroidogenik. Gambaran linis terdapat tanda-tanda infertilitas. Karakteristik
pada kegagalan gonad yaitu adanya acquired hypergonadotropic
hypogonadism (disertai peningkatan FSH dan LH).Gonaditis biasanya
berhubungan dengan APS1, tetapi dapat muncul pada APS2.

3.5. Sindrom Autoimun Poliglandular

Adanya koeksistensi endokrinopati yang melibatkan lebih dari satu kelenjar


jarang ditemukan. Hipoparatiroidism merupakan manifestasi sindrom yang tersering
30
ditemukan (80%) pada penderita. Defisiensi endokrin lainnya yang ditemukan antara
lain diabetes auto-imun, kegagalan gonadal dan hipofise anterior. Terdapat dua tipe
sindrom autoimun poliglandular, yaitu APS 1 (Autoimmune Polyendocrinophaty-
Candidiasis-Ectodermal Dystrophy Syndrome (APECED)) dan APS 2.

3.5.1. APS 1

APS 1 menunjukkan adanya mukokutaneus candidiasis,


hipoparatiroidism, Addison’ disease atau autoantibodi adrenal. . Dua dari tiga
kelainan tersebut digunakan sebagai diagnosa. APS 1 disebabkan karena
mutasi pada gen regulator autoimun, yaitu padakromosom 21q22.3 yang
dikenal sebagai regulator autoimun/gen AIRE (protein nuklear). AIRE
berfungsi sebagai faktor transkrip yang mengekspresikan berbagai jaringan
sistem imun (Ag sel epitelial di timus), terutama untuk proses self toleransi.
Terdapat ± 45 penyakit penyebab mutasi pada gen AIRE, termasuk mutasi,
insersi, delesi, tersering exon 6 (R257X) & exon 8 (964del13). APS 1
seringkali merupakan gangguan yang meyebabkan kelemahan pada masa anak-
anak. Penyakit yang diwariskan secara autosomal resesif. Rasio ♂ : ♀
medekati angka 1. Satu kelainan dapat menegakkan diagnosa bila
menimbulkan gejala.

Perkembangan APS 1 tergantung dari HLA, terutama HLA-A28


(berhubungan dengan hipoparatiroidisme, keratopati), & HLA-A3 (ovaria
failure), HLA DRB1*03 (Addison’s disease). Steroid 21-hidroxylase
(P450c21) & cholesterol sidechain cleaving enzyme(P450scc) adalah
autoantigen adrenal yang akan merangsang terbentuknya antibodi. Antigen
steroid 17α-hydroxylase (P450c17) & P450c21 terdapat pada 81% pasien
APS1 dgn autoantibodi, sisanya 21% tanpa autoantibodi.Glutamic acid
decarboxylase (GAD) 65 autoantibodi terdapat pada 75% pasien DM sampai
dengan usia 8 th, 40% pada non DM. Pada Hepatitis terdapat antibodi terhadap
Sitokrom P450 1A2 (CYP1A2), P450 2A6 (CYP2A6), aromatic L-amino acid
decarboxylase (AADC). Autoantibodi Liver-kidney microsomal (LKM)
terdapat pada 50% penderita APS1.

3.5.2. APS 2

APS 2 menunjukkan adanya kaitan Addison’s disease dengan


Hashimoto’s thyroiditisdan/atau diabetes tipe 1. Kurang lebih 50% pasien
Addison’ disease merupakan APS 2. Patogenesa terjadinya autoimunitas pada
APS2 dianggap sebagai genetik komplek atau multifaktorial. Diduga sebagai
akibat bagian epitope antara agen lingkungan antigen tubuh pada beberapa
jaringan endokrin atau organ yang megekspresikan benih calon antigen
spesifik yang menjadi target respon autoimun. Autoantibodi sel adrenal
(P450c21) terdapat pada lebih dari 90% penderita APS 2 (usia < 15 tahun: 80-
90 % kasus). Tes stimulasi ACTH abnormal pada 40-50% kasus. Antibodi
steroid-producing cell (SCA)[P450c17, P450scc]) terdapat pada 20-305 kasus
penderita APS 2. Auto antibodi Thyroperoxidase (TPO) pada Hashimoto’s
31
disease terdapat pada 90-100% kasus, sedangkan antibodi Thyroglobulin 60-
70% kasus. TSH reseptor antibodi pada Graves’disease terdapat pada 60-70%
kasus, Islet cell antibodi 80% kasus, antibodi GAD65 70-80% kasus. Antibodi
sel parietal gaster ditemukan pada 90% kasus dengan gastritis kronis autoimun
atau anemia pernisiosa.

3.6. Metabolisme glukosa, temasuk sel β, insulin, dan reseptor insulin.

Penyakit autoimun yang menyebabkan gangguan metabolisme glukosa antara


lain: Kerusakan sel β akibat autoimun pada diabetes tipe 1, hipoglikemia autoimun
yang diakibatkan adanya autoantibodi spontan terhadap insulin (IAAs), autoimunitas
terhadap reseptor insulin yang menghasilkan sindrom resistensi insulin acanthosis
nigricans tipe B, hipoglikemia sekunder karena adanya autoantibodi insulinomimetik
reseptor insulin.

3.6.1. Diabetes tipe 1

Diabetes tipe 1 terjadi akibat destruksi imunologik sel beta dari sel
Langerhans pankreasyang memproduksi insulin. Penyakit ini merupakan
penyakit kronis kedua tersering pada anak dan ditemukan pada sekitar 1 dari
500 populasi di Amerika Serikat. Puncaknya terjadi pada usia antara 10-15
tahun. DM yang insulin-resisten tidak memberikan respons terhadap suntikan
insulin oleh karena adanya antibodi yang bereaksi dengan reseptor insulin pada
sel tubuh yang mencegah kerja hormon. Hal tersebut diduga dipacu suntikan
hormon. Antibodi yang sama dapat ditemukan pada IDDM pada waktu
diagnosis ditegakkan (sebelum diberikan insulin). Ditemukan juga
sitotoksisitas sel T terhadap sel Langerhans pankreas dan sel-sel Langerhans
yang diinfiltrasi dan dirusak sel B dan T. IDDM sering didahului oleh infeksi
virus seperti campak, CMV, influenza, rubela, dan koksaki. Virus campak dan
koksaki sendiri dapat menghancurkan sel Langerhans pankreas in vitro. Virus
koksaki B4 yang diisolasi dari pankreas anak dengan DM dapat menimbulkan
penyakit serupa pada hewan. IDDM didapatkan pada 15% anak dengan rubela
kongenital.

Pada pemeriksaan imunologis ditemukan antibodi terhadap insulin,


membran dan komponen sitoplasma sel beta. Antibodi tersebut ditemukan
pada kebanyakan penderita (> 90%) IDDM. Antibodi antiinsulin diproduksi
oleh kebanyakan penderita dengan DM yang mendapat terapi insulin.

Diabetes tipe 1 disebabkan kegagalan primer sel β Pankreas


memproduksi insulin. Jika tidak ditemukan penyebab autoimun yang
teridentifikasi (misal: karena genetik, viral, obat-obatan), tidak diklasifikasikan
sebagai diabetes tipe 1 , tetapi merupakan diabetes tipe lain. Sewaktu islet
automun diidentifikasi saat permulaan serangan, setelah onset ,
diklasifikasikan ke dalam Diabetes tipe1. Islet autoimun digunakan sebagai
batasan umum yang mengindikasikan adanya islet auto antibodi atau islet
reaktif limfosit. Islet auto antibodi juga digunakan sebagai batasan untuk

32
memasukkan auto antibodi yang menyebabkan reaksi terhadap semua sel dari
islet atau bereaksi hanya pada sel β. Auto antibodi spesifik khusus sel β adalah
insulin autoantibodies (IAAs) pada insulin yang ada di sirkulasi darah. Secara
invivo IAAs tidak mengikat terhadap sel, tetapi mengikat di ekstraselular
produk sel β. IAAs yang terbentuk akan digunakan terhadap auto antigen sel
sitoplasma, Glutamic Acid Decarboxylase (GAD), dan insulinoma-associated
protein tyrosine phosphatase (IA-2).

Islet sel sitoplasma autoantibodi (ICAs) dideteksi dengan


immunofluoresensi indirek pada darah grup O pankreas Auto antibodi ini
bereaksi dengan islet sel sitoplasma. ICSAs dibawa oleh gamma globulin yang
mensupresi pelepasan insulin karena rangsangan glukosa, kemungkinan
dengan cara membunuh sel-sel islet. ICSAs mula-mula bekerja sebagai
antibodi dependen sel sitotoksik, dan mengikat terhadap sel β.

Reaksi autoimun pada diabetes tipe 1 terjadi pembentukan Cell-


mediated autoimun oleh CD8 sel T dan makrofag yang teraktifasi oleh CD4 sel
T pembantu yang bertanggung jawab atas kerusakan sel β. Sel B pada diabetes
tipe 1 memproduksi berbagai variasi autantibodi nonpatogenik marker
terhadap sel β, termasuk sel islet sitoplasmik autoantibody (ICA), Insulin
autoantibody (IAA), glutamic acid decarboxylase autoantibodies (GADA), dan
insulinoma-associated-2 autoantibody (IA-2A).

Adanya insulin dependen, ketosis diabetes ditandai adanya ICA, IAA


(sebelum terapi insulin), GADA, atau Ia-2A dan diabetes tipe 1 yang
disebabkan oleh HLA (misal: HLA-DR3, HLA-DR4, HLA-DQB1 *0201, atau
HLA-DQB1 *0302) yang merupakan diagnosis untuk diabetes tipe 1. Bukti
yang mendukung patogenesis dibetes tipe 1 termasuk: yang berkaitan dengan
autoantibodi (mikrosomal tiroid, thyroperoxidase atau thyroglobulin, sel
parietal gaster, dan/atau autoantibodi adrenokortikal), halotipe HLA, adanya
riwayat keluarga dengan diabetes tipe 1.36

N. Mekanisme autoimunitas
Antigen berupa hapten secara normal terikat pada jaringan asal, tetapi bila dibelah dari
lokasi normalnya mereka mengingat pada molekul baru pembawa. Dalam keadaan sehat,
molekul asli dan hapten dianggap sebagai diri sendiri atau bagian dari tubuh. Bila hapten
terikat pada carrier baru, carrier menyisipkan sel-sel T bermuatan ini menghancurkan antigen
pada sel B spesifik yang kemudian menghasilkan antibodi yang diarahkan melawan bagian
dari molekul.

Satu molekul antigenik adalah bagian dari beberapa jaringan, tahan terhadap derajat
rendah antigen dan sel-sel T yang diarahkan melawannya dilumpuhkan. Bila antigen lain
diperkenalkan, ia menggiatkan sel T lain yang sesuai yang selanjutnya menghadapkan
molekul antigenik dengan gugus haptenik sama pada sel-sel B yang menghasilkan antibodi.

36
Ibid, hal.5-12
33
Antibodi-antibodi ini diarahkan melawan gugusan haptenik biasa dan merusak kedua carier
antigenik.

Bila elemen-elemen yang terbentuk dibuang dari darah, cairan berwarna kuning yang
disebut plasma, tertinggal kira-kira 7 - 9% zat terlarut adalah protein. Beberapa protein ini
juga didapatkan di manapun dalam tubuh. Tetapi bila terdapat dalam darah merah disebut
protein plasma. Albumin yang menyusun sebagian besar plasma protein dan bertanggung
jawab atas kekentalan darah. Bersama elektrolit, albumin juga mengatur volume darah dengan
pencegahan semua air darah berdifusi ke dalam cairan interstitial. Globulin yang merupakan
protein antibodi dilepas oleh sel plasma, membentuk komponen kecil protein plasma. Gamma
globulin dikenal baik karena ia dapat membentuk kompleks antigen-antibodi dengan protein
dari virus hepatitis dan campak serta bakteri tetanus. Fibrinogen, yang merupakan protein
plasma ketiga, mengambil bagian dalam mekanisme pembekuan darah bersama keping
darah.37

O. Fisiologi Hemostasis.

Istilah hemostasis mengacu pada urutan peristiwa yang terjadi untuk mencegah
kehilangan darah setelah pembuluh darah luka dan satu deret reaksi biokimia yang
menyebabkan pembekuan darah serta deretan lain yang menyebabkan fibrinolisis atau
pemusnahan bekuan darah. Fungsi utama mekanisme hemostatis ini adalah menjaga
keenceran darah (blood fluidity) sehingga darah dapat mengalir dalam sirkulasi dengan baik
serta membentuk thrombus sementara atau hemostatic thrombus pada dinding pembuluh
darah yang mengalami kerusakan (vascular injury).38

Bila arterior atau venula luka respon segera yang terjadi adalah kontrakasi serabut-
serabut otot dalam dinding pembuluh darah menyusut, masing masing sebagai akibat
langsung trauma atau karena rangsangan dari sistem syaraf simpatetik. Akibat kontraksi
adalah mengurangi tekanan darah dalam pembuluh distal dan mengurangi volume darah yang
hilang.

Bila suatu pembuluh darah rusak, darah berhubungan dengan serabut-serabut kolagen
dalam dinding pembuluh darah. Keeping darah melekat dalam kolagen dan yang melekat ini
semakin banyak. Kurang dari 1 menit, keeping darah menutup daerah yang rusak tadi,
selankjutnya terjadilah proses pembekuan darah. Trombin muncul dan merubah firbrinogen
menjadi fibrin.39

37
Soewolo, Soedjono Basoeki, dan Titi Yudiani, FISIOLOGI MANUSIA, (Malang : Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam), 1999, hal.203.
38
Durachim, Adang, dkk., Hemostasis, (Pusat Pendidika Sumber Daya Manusia, 2018), hlm.1-2
39
Soewolo, dkk., Fisiologi Manusi, (Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, 1999) hlm. 205
34
Darah dalam saluran rusak juga mengental, ini membantu pencegahan kehilangan
darah. Urutan peristiwa pembentukan penutupan luka oleh keeping darah adalah sebagai
berikut :

1. Keping darah bertemu receptor site berumatan negative pada kolagen dinding pembuluh
darah. Glikoprotein khusus pada permukaan keeping darah mengenali receptor site.
Plasma normal berisi protein larut yang dikenal sebagai faktor Von Willebreand. Protein
khusus ini diperlukan untuk lekatnya keeping darah pada kolagen dalam dinding
pembuluh darah terutama bila darah mengalir dengan cepat dari pembuluh yang luka.
2. Bila keeping darah ,melekat pada dinding pembuluh darah, asam lemak pada membrane
keping darah yang disebut asam arakidonat dilepas. Asam ini di ubah secara cepat di
dalam plasma menjadi endoperoksida. Selanjutnya beberapa darinya diubah menjadi
Thromboxane A2.
3. Thromboxane A2 yang menyebabkan lepasnya bahan-bahan granular yang disimpan
dalam granula ɑ dan padat dari keeping darah. Keseluruhan urutan-urutan ini memakan
waktu kira-kira 1 menit.
4. Pengaruh pertama sekresi keping darah dirupakan dengan ADP yang dilepas dari granula
padat.
5. ADP menyebabkan keping darah merubah bentuknya menjadi lebih gemuk dan
berkembang sepanjang proses. Keping darah juga menampakkan receptor site baru bagi
fibrinogen pada permukaannya.
6. Molekul fibrinogen kemudian mengikatkan diri pada keping darah dan mengikat keping
darah satu pada keping darah lain, sehingga menyebabkan gumpalan keping darah.
Fitronogen adalah molekul dimer, setiap ujung dapat berikatan pada keping darah lain.40

Pembekuan darah tergantung pada baiknya kesetimbangan antara sejumlah faktor


yang saling berkaitan. Pecahnya kesetimbangan dapat berakibat fatal.misalnya bila darah
membeku dengan mudah dapat berakibat trobosis-pembekuan darah dalam pembuluh darah
yang tidak rusak. Atau bila darah mengambil waktu terlalu lama untuk membeku, dapat
berakibat hermorhage-kehilangan banyak darah.41

Penggolongan Darah
40
Ibid, hlm. 205-206
41
Ibid, hlm. 206
35
Golongan darah ABO didasarkan pada 2 aglutinogen yang disimbolkan dengan huruf
A dan B. Seseorang yang eritrositnya membuat aglutinogen A saja dimasukkan dalam
golongan darah A. yang eritrositnya hanya membuat aglutinogen B dimasukkan dalam
golongan darah B. Seseorang yang eritrositnya membuat aglutinogen A dan B adalah
golongan darah AB. Individu yang eritrositnya tidak membuat aglutinogen adalah golongan
darah O. Plasma darah orang yang bergolongan darah A, B dan O berisi anti bodi tertentu
yang disebut agglutinin. Anti bodi a (anti A) yang mengikat aglutinogen A dan anti bodi b
(anti B) yang mengikat aglutinogen B. Individu-individu tidak mempunyai anti bodi yang
menyerang anti gen dari eritrositnya sendiri, misalnya seseorang bergolongan darah A tidak
mempunyai anti bodi a (anti A). Tetapi semua orang mempunyai anti bodi melawan
aglutinogen yang mereka sendiri tidak membuatnya misalnya barangkali golongan darah yang
diberikan pada orang yang tidak mempunyai aglutinogen A. Sistem kekebalan individu
mengenali bahwa anti gen A adalah asing dan karenanya menyerang. Anti bodi di arahkan
melawan eritrosit yang mengikatnya dan menyebabkannya menggumpal. Ini merupakan
contoh lain respon anti gen - anti bodi.

Selain sistem penggolongan darah ABO dikenal jugasistem penggolongan darah resus.
Dinamakan sistem resus karena anti gen Rh pada mulanya di temukan pada kera resus. Seperti
sistem ABO, sistem Rh didasarkan pada aglotinogen yang ada di permukaan eritrosit.
Individu yang eritrositnya berisi aglotinogen Rh dinyatakan sebagai Rh+. Yang tidak
mempunyai aglutinogen Rh dinyatakan sebagai Rh-. Sistem penggolongan darah ABO dan Rh
biasanya di gunakan bersama. Misalnya seseorang tipe A dalam golongan darah ABO dan Rh
positif dikatakan A-positif. Ketidak cocokan Rh dapat menimbulkan masalah besar dalam
kehamilan ketika ibu Rh negatif dan janin Rh positif. Jika darah janin bocor melalui plasenta
dan bercampur dengan darah ibu, ibu menjadi peka terhadap antigen Rh. Ibu kemudian
menghasilkan antibodi anti Rh yang melintasi plasenta dan menyebabkan aglutinasi dan
hemolisis sel darah merah janin. Pada kehamilan pertama seringkali tidak ada masalah.
Kebocoran darah janin biasanya akibat robekan pada plasenta yang terjadi pada akhir
kehamilan atau selama persalinan. Demikian, tidak ada cukup waktu bagi ibu untuk
menghasilkan cukup anti-Rh antibodi untuk membahayakan janin. Namun, jika terjadi
kepekaan dapat menyebabkan masalah pada kehamilan berikutnya.42

Cairan Interstitial dan Limfe

42
Seeley, Rod, dkk., Seeley’s Anatomy & Physiology, Tenth Edition, (New York : McGraw Hill, 2014),
hlm. 657
36
Cairan interstitial dan limfe adalah sama. Beda utama antara kedua cairan ini adalah
lokasinya. Cairan yang meredam sel disebut cairan interstitial atau cairan jaringan. Cairan
yang mengalir dalam pembuluh limatik adalah cairan limfe. Kedua cairan ini sama
komposisinya dengan plasma. Perbedaan utama kimiawinya adalah bahwa mereka kurang
kandungan proteinnya, karena molekul protein plasma tidak dengan mudah melalui sel-sel
yang membentuk dinding kapiler. Ingat bahwa keseluruhan darah tidak mengalir dalam ruang
jaringan, tetapi tetap dalam pembuluh tertutup. Bahan-bahan terlelut tertentu plasma
meninggalkan sirkulasi bersama air, melalui bocornya dinding kapiler. Transfer bahan antara
darah dan cairan interstitial terjadi karena difusi, osmosis, dan filtrasi menyeberang sel yang
membentuk dinding kapiler. Cairan interstitial dan limfe berisi sejumlah lekosit berbeda.
Lekosit dapat masuk jaringan dengan diapedesis. Namun, cariran interstitial dan limfe
kekurangan eritrosit dan keping darah. Dalam cairan interstitial dan limfe, substansi lain
terutama molekul organik beraneka jenis dan jumlah. Pembuluh limfe saluran pencernaan
makanan misalnya, berisi sejumlah besar lipid yang telah diserap dari darah.43

Ketidak Seimbangan Homeostatik Darah

1. Anemia Hemorhagik
Adalah kehilangan eritrosit besar-besaran melalui pendarahan. Sebab umum adalah
luka besar, luka lambung, dan pendarahan besar-besaran dalam menstruasi. Bila
pendarahan luar biasa berat di istilahkan anemia akut. Pendarahan lama perlahan
menimbulkan anemia kronis. Gejala utamanya adalah badan lemah.
2. Anemia Hemolitik
Berasal dari kata hemolysis yaitu rusaknya membran eritrosit. Bila sel dirusak Hbnya
tertuang ke dalam plasma. Perusakan prematur eritrosit diakibatkan beberapa sebab
seperti kekurangan sintesis Hb, abnomalitas ensim eritrosit atau kerusakan membran
eritrosit. Parasit, toksin, dan antibodi dari darah yang tidak sesuai dapat juga
menyebabkan anemia hemolitik. Talasemia salah satu anemia hemolitik warisan
pengobatan umum terdiri dari transfuse darah dan pencegahan serta penanganan awal
infeksi,
3. Ananemia Aplastik
Adalah akibat perusakan atau penghambatan sumsum merah tulang. Dosis berlebih
atau pemberian radiasi energi tinggi akan menghasilkan luka pada sebagian besar sel
tubuh. Tekanan sel-sel sumsum tulang oleh radiasi, obat-obatan, zat kimia atau toksin

43
Soewolo, dkk., Fisiologi Manusi, (Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, 1999) hlm. 211
37
berkibat anemia aplastic. Transplan sumsum tulang telah berhasil dilakukan pada
beberapa penderita anemia aplastik.
4. Anemia Sel Sabit (Sickle Cell Anemia)
Merupakan penyakit kekurangan sel darah merah normal yang disebabkan oleh
kelainan genetik pada tubuh manusia dimana sel-sel darah merah berbentuk
sabit.44Bila eritrosit penderita sel sabit mencapai daerah bertekanan rendah mereka
berubah menjadi lebih buruk dan berbentuk sabit. Jika anemia ini parah, dapat
menyebabkan matinya jaringan dari organ vital seperti paru dan ginjal yang dapat
menyebabkan kematian. Sel ssabit mudah rusak walaupun eritropoiesis dirangsang
oleh hilangnya sel, ia tidak dapat bertahan terhadap kerusakan.

5. Infectious Mononucleosis
Adalah penyakit menular yang disebabkan virus epstein-barr terutama terjadi pada
anak-anak. Tanda-tandanya adalah naiknya jumlah
leukosit dengan presentase tinggi tidak normal dari
sel-sel mononuclear terutama limfosit. Tanda dan
gejalanya adalah demam ringan, nyeri tenggorok,
langit-langit lunak dan tenggorok berwarna merah
cerah, leher kaku, batuk dan rasa tak enak badan.
Limpa bisa membesar dan komplikasi yang melibatkan ginjal, hati, jantung dan sistem
syaraf.

6. Leukimia

Juga disebut kanker darah adalah leukosit yang


berkembang pesat sehingga banyak sel gagal
mencapai kedewasaan. Pada penderita leukemia ditemukan banyak sel darah putih.
Jumlah sel darah putih yang semakin meninggi ini dapat mengganggu fungsi normal
dari sel lainnya.

7. AIDS (Arquired Immune Deficiency Syndrome)


Adalah reduksi atau defiensi dalam kemampuan sistem kebal untuk merespon pada
masuknya jaringan asing. Penyebabnya adalah karena infeksi virus HIV. HIV hanya

44
Febrianti, Katarina, dkk., Identifikasi Penyakit Anemia Sel Sabit Menggunakan Teknik Pengolahan
Citra dan Algoritma K-Nearest neighbor, (Jurnal Aksara Elementer Vol. 5 No.1, 2016), hlm. 1
38
dapat ditularkan bila terjadi kontak langsung dengan cairan tubuh atau darah
penderita.Dosis virus yang menginfeksi berpengaruh terhadap kemungkinan terjadinya
infeksi. Jumlah virus yang banyak ada dalam darah, sperma, cairan vagina dan leher
rahim serta cairan otak.

Kelainan Hemostasis

A. PETECHIAE

Merupakan bintik merah kecil dan bulat sempurna yang tidak menonjol akibat perdarahan
intradermal atau submukosa. Petechiae merupakan perdarahan di kulit atau membran mukosa
yang diameternya kurang dari 2 mm. Petechiae dapat terjadi dari berbagai mekanisme yang
mengganggu proses hemostatis tubuh, sebagai contoh trombositopenia, fungsi platelet yang
abnormal, kerusakan faktor von Willebrand, gangguan dari integritas vaskular seperti cedera
endotel. Penyebab paling umum dari petechiae adalah melalui trauma fisik seperti muntah,
batuk darah atau menangis yang dapat mengakibatkan petechiae wajah terutama disekitar
mata. Petechiae dalam hal ini sama sekali tidak berbahaya dan biasanya hilang dalam
beberapa hari45

B. PURPURA

Purpura merupakan kondisi dimana terjadi perubahan warna pada kulit atau selaput
lendir karena adanya perdarahan dari pembuluh darah kecil. Purpura mempunyai ukuran lebih
dari sama dengan 3 mm. Terdapat banyak tipe dan klasifikasi dari purpura, tetapi beberapa
penyebab dapat digolongkan menjadi 3 bagian besar yaitu kelainan platelet (trombosit),
kelainan pembuluh darah, dan kelainan pembekuan darah.

Kelainan platelet yang dalam hal ini hancurnya trombosit pada pasien dengan
trombositopenik purpura baik yang bersifat primer
(idiopatik tidak diketahui penyebabnya) atau sekunder
karena faktor eksternal atau internal seperti obat-
obatan, infeksi, penyakit tertentu.Kelainan vaskular
pada pasien dengan non- trombositopenik purpura,
terjadi rembesan darah keluar dari pembuluh darah
akibat kerusakan pada pembuluh darah kecil, peningkatan tekanan dalam pembuluh darah,
dan kurangnya kekuatan pembuluh darah itu sendiri seperti pasien usia tua. Kelainan

45
Durachim, Adang, dkk., Hemostasis, (Pusat Pendidika Sumber Daya Manusia, 2018), hlm.104
39
pembekuan darah terjadi pada pasien dengan disseminated intravasculor coagulation (DIC)
yang memiliki gejala klinis yang beragam mulai dari kelainan yang berat dan fatal (purpura
fulminans) sampai ke kelainan yang relatif ringan.46

C. ECCHYMOSES

Ekimosis/memar terjadi akibat berbagai hal seperti trauma terlokalisasi, kelainan


perdarahan, pembedahan dan prosedur kosmetik. Ekimosis memiliki ukuran 1-2 cm, terjadi
akibat darah masuk ke lapisan endothelium hingga jaringan subkutan. Ekimosis merupakan
hasil akhir dariberbagai variasi patofisiologi yang berhubungan dengan permeabilitas vascular
venakutan atau kapiler dermis. Fungsi normal dari sel endothelial adalah mencegah sejumlah
darah keluar dari pembuluh darah. Integritas sel endotel dapat menurun akibat beberapa faktor
yang menyebabkan kerusakan endotel seperti trauma langsung, toksin pada sepsis, akumulasi
asam laktat pada hipoksia, atau obstruksi mekanis yang meningkatkan tekanan intraluminal.
Hasil ini menyebabkan ekstravasasi dari kapiler yang
rusak ke jaringan interstitial yang menyebabkan reaksi
inflamasi. Dalam beberapa saat setelah terjadi lesi,
inflamasi akan menyebabkan edema dan inflamasi
lanjutan.47

D. TROMBOSITOPENIA

Trombositopenia atau defisiensi trombosit, merupakan keadaan dimana trombosit


dalam sistim sirkulasi jumlahnya dibawah normal (<150.000/ul darah). Trombositopenia
biasanya dijumpai pada penderita anemia, leukemia, infeksi virus dan protozoa yang
diperantarai oleh sistem imun (Human Infection Virus, demam berdarah dan malaria).
Trombositopenia juga dapat terjadi selama masa kehamilan, pada saat tubuh mengalami
kekurangan vitamin B12 dan asam folat, dan sedang menjalani radioterapi dan kemoterapi48

E. HEMOFILIA

Hemofilia adalah kelainan pembekuan darah dengan karakteristik masalah perdarahan dan
kelainan pembekuan yang memerlukan penanganan multidisipliner. Gejala yang paling sering
terjadi ialah perdarahan, baik di dalam tubuh (internal bleeding) maupun di luar
tubuh (external bleeding). Perjalanan penyakitnya sendiri sudah dimulai dari

46
Ibid, hlm. 104
47
Ibid, hlm. 105
48
Ibid, hlm. 106
40
masa neonatal. Diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan fungsi homeostasis.49

49
Yosua, Vincentius, Angliadi Engeline Rehabilitasi Medik Pada Hemofilia (Biomedik Vol. 5 No.2, 2013),
hlm. 1
41

Anda mungkin juga menyukai