Anda di halaman 1dari 25

BHINEKA TUNGGAL IKA

Keberanekaragaman dalam Masyarakat


1. Kebergaman di Indonesia
a. Keberagaman suku/etnik
Berdasarkan hasil sensus BPS tahun 2010, jumlah suku di Indonesia secara keseluruhan
mencapai lebih dari 1.300 suku bangsa.
• Suku Jawa : 95,2 juta jiwa (40,22%)
• Sunda : 36,7 juta jiwa (15,50%)
• Adapun suku lainnya seperti suku Batak, Madura, Betawi, Minangkabau, Bugis,
Melayu, Dayak, Sasak, Makassar, Minahasa, dan Nias jumlah populasinya kurang
dari 10 ribu jiwa.
b. Keberagaman Ras
Ras menyangkut aspek biologis, ciri fisik, warna kulit, dan bentuk tubuh.
• Ras malanesoid
• Ras mongoloid
• Ras negroid
• Ras weddoid
c. Keberagaman agama
d. Keberagaman golongan
e. Keberagaman gender
f. Keberagaman sosial dan budaya
2. Permasalahan keberagaman Sara dalam masyarakat
a. Bentuk permasalaahan keberagaman sara, diantaranya
1) Berdasarkan tingkatannya:
• konflik ideologi, contoh konflik ideologi adalah peristiwa G30 S/PKI
• konflik politik, contohnya bentrok akibat proses pemilu, bentrokan menolak
kebijakan pemerintah atau menuntut sesuatu.
2) Berdasarkan jenisnya:
• Konflik antarsuku
• Konflik antaragama
• Konflik antarras
• Konflik antargolongan
b. Penyebab permasalahan keberagaman sara
1) Tidak adanya persamaan pandangan antarkelompok, seperti perbedaan tujuan, cara
melakukan sesuatu, dan sebagainya.
2) Norma-norma sosial tidak berfungsi dengan baik sebagai alat mencapai tujuan.
3) Adanya pertentangan norma-norma dalam masyarakat sehingga menimbulkan
kebingungan bagi masyarakat.
4) Sanksi terhadap pelanggaran atas norma tidak tegas atau lemah..
5) Tindakan anggota masyarakat sudah tidak lagi sesuai norma yang berlaku.
6) Terjadi proses disosiatif yaitu proses yang mengarah pada persaingan tidak sehat,
tindakan controversial, dan pertentangan (konflik).
c. Akibat permasalahan keberagaman sara
1) Perpecahan dalam masyarakat
2) Kerugian harta benda dan korban manusia
3) Perubahan kepribadian
d. Upaya menyelesaikan permasalahan keberagaman sara
1) Cara preventif, dengan mengembangkan sikap toleransi, nasionalisme, kerjasama,
dan latihan bersama.
2) Represif , berupa pendampingan bagi korban, perdamaian dan kerjasama.
3. Prinsip persatuan dalam keberagaman sara
a. Arti persatuan
1) Menyatukan beraneka ragam corak menjadi satu kebulatan utuh dan serasi
2) Menghimpun hal-hal yang terserak menjadi satu
3) Membuat sebuah unit dengan sifat tiap-tiap anggotanya saling menguatkan
b. Prinsip persatuan Indonesia
1) Prinsip Bhinneka Tunggal Ika
2) Prinsip nasionalisme Indonesia
3) Prinsip kebebasan yang bertanggung jawab
4) Prinsip wawasan nusantara
5) Prinsip persatuan pembangunan untuk mewujudkan cita-cita reformasi
c. Tiga aspek persatuan Indonesia
1) Aspek satu nusa (aspek wilayah)
2) Aspek satu bangsa
3) Aspek satu bahasa

Semangat Persatuan dan Kesatuan


1. Tahap pembinaan persatuan dan kesatuan di Indonesia
a. Perasaan senasib, perasaan senasib sepenanggungan akhirnya berujung pada
kebangkitan nasional.
b. Kebangkitan nasional, masa bangkitnya rasa serta semangat persatuan dan kesatuan.
Patokan kebangkitan nasional ditandai dengan lahirnya Budi Utoma pada 20 Mei 1908
yang merupakan organisasi pertama di Indonesia. Budi utomo mendorong lahirnya
organisasi-organisasi lainnya seperti berikut.
1) Jong Ambon (1909)
2) Jong Java dan Jong Celebes (1917)
3) Jong Sumatera dan Jong Minahasa (1918)
4) Sarekat Islam (1911)
5) Muhammadiyah (1912)
6) Nahdatul Ulama (1926)
7) Partai nasional Indonesia (1927)
8) Sumpah Pemuda (1928)
Faktor kebangkitan nasional:
1) Makin banyaknya orang Indonesia yang terpelajar
2) Penderitaan rakyat Indonesia yang memuncak sebagai akibat penjajahan Belanda
3) Makin meningkatnya semangat ingin merdeka
4) Makin meningkatnya kesadaran untuk bersatu dan dan berorganisasi
5) Kemenangan Jepang atas Rusia dalam perang tahun 1905, yang membuat bangsa-
bangsa Asia bahwa bangsa Barat dapat dikalahkan oleh bangsa Asia.
6) Timbul gerakan Turki Modern yang membawa pembaruan.
Adapun tokoh yang membidangi kebangkitan nasional diantaranya:
a. Soetomo
b. Ir. Soekarno
c. Dr. Cipto Mangunkusumo
d. Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara)
e. Douwes Dekker
c. Sumpah pemuda, lahir dengan dilatarbelakangi oleh pembentukan Perhimpunan
Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) pasa 11926.
1) Kongres I pemuda (30 April – 2 Mei 1926) di Jakarta
a. Meningkatkan persatuan dan kesatuan
b. Mempererat hubungan semua perkumpulan pemuda
c. Mengatasi kepentingan suku-suku bangsa, bahasa dan agama
2) Kongres II pemuda (27 - 28 Oktober 1928)
a. Rapat pertama : Sabtu, 27 Oktober 1928 di gedung Katholieke Jongenlingen
Bond
b. Rapat kedua : di gedung Indonesische Clubgebouw dan menghasilkan
kesepakatan yang disebut Sumpah Pemuda
c. Sumpah pemuda di ikrarkan pada 28 Oktober
d. Proklamasi Kemerdekaan, merupakan puncak dari semangat persatuan dan kesatuan
yang digalang seluruh rakyat Indonesia.
2. Kerja sama sebagai bentuk semangat persatuan dan kesatuan di Indonesia
a. Kerjasama dalam bidang sosial politik : sila keempat pancasila
b. Kerjasama dalam bilang ekonomi : pasal 23A UUD 1945 dan pasal 33 ayat 1 UUD 1945
c. Kerjasama dalam bidang pertahanan dan keamanan : pasal 27 ayat 3 UUD 1945 dan
pasal 30 ayat 1 UUD 1945
d. Kerjasama antarumat beragama : 29 ayat 2 UUD 1945
3. Arti penting perwujudan sikap persatuan dan kesatuan
Manfaat sikap persatuan dan kesatuan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara yaitu sebagai berikut.
a. Persatuan dan kesatuan yang terwujud dalam kerja sama akan menciptakan sinergi
sehingga pekerjaan yang berat terasa ringan.
b. Suasana tenteram, aman, dan nyaman akan tercipta karena sikap persatuan dan
kesatuan mewujudkan rasa saling menghormati hak-hak orang lain.
c. Stabilitas nasional yang dinamis akan tercipta dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
d. Jalannya pembangunan akan semakin lancar karena tidak ada lagi kerusuhan jika setiap
elemen bangsa bersatu padu mendahulukan kepentingan bersama diatas kepentingan
pribadi dan golongan.

Kedudukan Bhineka Tunggal Ika untuk memperkokoh NKRI


Berdasarkan SP2010 tersedia 1331 kategori suku yang ada di Indonesia. Suku bangsa tersebut
tersebar dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote. Selain suku bangsa, di
Indonesia mash terdapat keberagaman lain, yaitu agama, kebudayaan, ras, serta bahasa
daerah. Tidak jarang keberagaman tersebut menimbulkan perselisihan sehingga perlu
mengutamakan persatuan dan kesatuan demi meminimalkan perpecahan antarwarga Negara.
Persatuan dan kesatuan dapat diperkukuh dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.

Pada tanggal 1 Juni 2006, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dalam pidato politiknya,
menegaskan kembali konsensus dasar yang telah menjadi kesepakatan bangsa tersebut, yakni:
Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika. Konsensus dasar
tersebut merupa-kan konsensus final, yang perlu dipegang teguh dan bagaimana
memanfaatkan konsensus dasar tersebut dalam menghadapi berbagai ancaman baik internal
maupun eksternal. Hal ini diungkap kembali oleh Bapak Presiden pada kesempatan berbuka
bersama dengan para eksponen ’45 pada tanggal 15 Agustus 2010 di istana Negara.

Namun di sisi lain sebagian masyarakat memperta-nyakan atau mempersoalkan makna


Bhinneka Tunggal Ika dalam kaitannya dengan implementasi Undang-undang No.32 tahun
2004, tentang Pemerintah Daerah. Mengacu pada pasal 10 UU tersebut, dinyatakan bahwa
“pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya.” Berbasis pada pasal tersebut,
beberapa pemerintah daerah tanpa memperha-tikan rambu-rambu dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara melaju tanpa kendali, bertendensi melangkah sesuai dengan
keinginan dan kemauan daerah, yang berakibat terjadinya tindakan yang dapat saja
mengancam keutuhan dan kesatuan bangsa yang menyimpang dari makna sesanti Bhinneka
Tunggal Ika.

Namun apabila kita cermati dengan saksama, pasal 27 dan 45 UU tersebut menyebutkan bahwa
dalam melaksanakan tugasnya, kepala daerah dan anggota DPRD wajib “memegang teguh dan
mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar 1945 Negara Kesatuan
Republik Indonesia serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.” Hal ini akan terlaksana dengan sepatutnya apabila prinsip Bhinneka
Tunggal Ika dapat dipegang teguh sebagai acuan dalam melaksanakan UU Pemerintah Daerah
dimaksud. Oleh karena itu berbagai pihak wajib memahami makna yang benar terhadap
Bhinneka Tunggal Ika, dan bagaimana meman-faatkan sebagai acuan dalam penyelenggaraan
pemerintahan dan kehidupan kenegaraan pada umumnya.

Sejak awal telah begitu banyak pihak yang berusaha membahas untuk memahami dan memberi
makna Pancasila, serta bagaimana implementasinya dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Sementara itu pilar Bhinneka Tunggal Ika masih kurang menarik bagi pihak-pihak
untuk membahas dan memikirkan bagaimana implementasinya, padahal Bhinneka Tunggal Ika
memegang peran yang sangat penting bagi negara-bangsa yang sangat pluralistik ini. Dengan
bertitik tolak dari pemikiran ini, dicoba untuk membahas makna Bhinneka Tunggal Ika dan
bagaimana implementasinya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sehingga Bhinneka
Tunggal Ika benar-benar dapat menjadi tiang penyangga yang kokoh dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara bagi bangsa Indonesia.

Penemuan dan Landasan Hukum Bhinneka Tunggal Ika


Semboyan Bhinneka Tunggal Ika sudah ada sebelum masa kemerdekaan Indonesia. Semboyan
ini pertama kali dikemukakan oleh Mpu Tantular dalam kitab yang ia tulis yaitu kitab Sutasoma
pada masa Kerajaan Majapahit. Setelah Kerajaan Majapahit, semboyan Bhineka Tunggal Ika
kembali dipakai oleh Indonesia. Pada tahun 1951 semboyan Bhineka Tunggal Ika ditetapkan
oleh pemerintah Indonesia sebagai semboyan resmi Negara RI. Bhineka Tunggal Ika berarti
berbeda-beda tetapi tetap satu juga. Indonesia mengukuhkan semboyan Bhineka Tunggal Ika
sebagai semboyan Negara berlandaskan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 1951 tentang
lambang Negara. Selain semboyan Bhinneka Tunggal Ika, terdapat alat pemersatu bangsa
lainnya yaitu bendera kebangsaan Merah Putih, Pancasila sebagai dasar Negara, Lagu
kebangsaan serta bahasa Nasional (Bahasa Indonesia).

Sesanti atau semboyan Bhinneka Tunggal Ika diungkapkan pertama kali oleh mPu Tantular,
pujangga agung kerajaan Majapahit yang hidup pada masa pemerintahan Raja Hayamwuruk, di
abad ke empatbelas (1350-1389). Sesanti tersebut terdapat dalam karyanya; kakawin Sutasoma
yang berbunyi “Bhinna ika tunggal ika, tan hana dharma mangrwa, “ yang artinya “Berbeda-
beda itu, satu itu, tak ada pengabdian yang mendua.” Semboyan yang kemudian dijadikan
prinsip dalam kehidupan dalam pemerintahan kerajaan Majapahit itu untuk mengantisipasi
adanya keaneka-ragaman agama yang dipeluk oleh rakyat Majapahit pada waktu itu. Meskipun
mereka berbeda agama tetapi mereka tetap satu dalam pengabdian.

Pada tahun 1951, sekitar 600 tahun setelah pertama kali semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang
diungkap oleh Mpu Tantular, ditetapkan oleh pemerintah Indonesia sebagai semboyan resmi
Negara Republik Indonesia dengan Peraturan Pemerintah No.66 tahun 1951. Peraturan
Pemerintah tersebut menentukan bahwa sejak 17 Agustus 1950, Bhinneka Tunggal Ika
ditetapkan sebagai seboyan yang terdapat dalam Lambang Negara Republik Indonesia, “Garuda
Pancasila.” Kata “bhinna ika,” kemudian dirangkai menjadi satu kata “bhinneka”. Pada
perubahan UUD 1945 yang kedua, Bhinneka Tunggal Ika dikukuhkan sebagai semboyan resmi
yang terdapat dalam Lambang Negara, dan tercantum dalam pasal 36a UUD 1945.

Semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang mengacu pada bahasa Sanskrit, hampir sama dengan
semboyan e Pluribus Unum, semboyan Bangsa Amerika Serikat yang maknanya diversity in
unity, perbedaan dalam kesatuan. Semboyan tersebut terungkap di abad ke XVIII, sekitar empat
abad setelah mpu Tantular mengemukakan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Sangat mungkin
tidak ada hubungannya, namun yang jelas konsep keanekaragaman dalam kesatuan telah
diungkap oleh mPu Tantular lebih dahulu.

Kutipan tersebut berasal dari pupuh 139, bait 5, kekawin Sutasoma yang lengkapnya sebagai
berikut:

Jawa Kuna Alih bahasa Indonesia


Rwāneka dhātu winuwus Buddha Wiswa, Konon Buddha dan Siwa merupakan dua zat
yang berbeda.
Bhinnêki rakwa ring apan kena parwanosen, Mereka memang berbeda, tetapi
bagaimanakah bisa dikenali?
Mangka ng Jinatwa kalawan Śiwatatwa Sebab kebenaran Jina (Buddha) dan Siwa
tunggal, adalah tunggal
Bhinnêka tunggal ika tan hana dharma Terpecah belahlah itu, tetapi satu jualah itu.
mangrwa. Tidak ada kerancuan dalam kebenaran.

Selanjutnya dalam Penjelasan UUD 1945 dinyatakan :”Di daerah yang bersifat otonom akan
diadakan badan perwakilan daerah, oleh karena di daerahpun pemerintahan akan bersendi atas
dasar permusyawaratan. Dalam territoir Negara Indonesia terdapat lebih kurang
250zelfbesturende landschappen dan voksgemeenschappen. Daerah daerah itu mempunyai
susunan asli, dan oleh karenanya dapat dianggap sebagai daerah yang bersifat istimewa.”
Maknanya bahwa dalam menyelenggarakan kehidupan kenegaraan perlu ditampung
keanekaragaman atau kemajemukan bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dalam Konstitusi Republik Indonesia Serikat, dan Undang-Undang Dasar Sementera tahun 1950,
pasal 3 ayat (3) menentukan perlunya ditetapkan lambang negara oleh Pemerintah. Sebagai
tindak lanjut dari pasal tersebut terbit Peraturan Pemerintah No.66 tahun 1951 tentang
Lambang Negara. Baru setelah diadakan perubahan UUD 1945, dalam pasal 36A menyebutkan
:”Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.” Dengan
demikian Bhinneka Tunggal Ika merupakan semboyan yang merupakan kesepakatan bangsa,
yang ditetapkan dalam UUDnya. Oleh karena itu untuk dapat dijadikan acuan secara tepat
dalam hidup berbangsa dan bernegara, makna Bhinneka Tunggal Ika perlu difahami secara
tepat dan benar untuk selanjutnya difahami bagaimana cara untuk mengimplementasikan
secara tepat dan benar pula.

Bhinneka Tunggal Ika tidak dapat dipisahkan dari Hari Kemerdekaan Bangsa Indonesia, dan
Dasar Negara Pancasila. Hal ini sesuai dengan komponen yang terdapat dalam Lambang Negara
Indonesia. Menurut pasal 1 Peraturan Pemerintah No. 66 tahun 1951 disebutkan bahwa :
Lambang Negara terdiri atas tiga bagian, yaitu:
1. Burung Garuda yang menengok dengan kepalanya lurus ke sebelah kanannya;
2. Perisai berupa jantung yang digantung dengan rantai pada leher Garuda, dan
3. Semboyan yang ditulis di atas pita yang dicengkeram oleh Garuda. Di atas pita tertulis
dengan huruf Latin sebuah semboyan dalam bahasa Jawa Kuno yang berbunyi :
BHINNEKA TUNGGAL IKA.

Adapun makna Lambang Negara tersebut adalah sebagaki berikut:


Burung Garuda disamping menggambarkan tenaga pembangunan yang kokoh dan kuat, juga
melambangkan tanggal kemerdekaan bangsa Indonesia yang digambarkan oleh bulu-bulu yang
terdapat pada Burung Garuda tersebut. Jumlah bulu sayap sebanyak 17 di tiap sayapnya
melambangkan tanggal 17, jumlah bulu pada ekor sebanyak 8 melambangkan bulan 8, jumlah
bulu dibawah perisai sebanyak 19, sedang jumlah bulu pada leher sebanyak 45. Dengan
demikian jumlah bulu-bulu burung garuda tersebut melambangkan tanggal hari kemerdekaan
bangsa Indonesia, yakni 17 Agustus 1945.
Sementara itu perisai yang tergantung di leher garuda menggambarkan Negara Indonesia yang
terletak di garis khalustiwa, dilambangkan dengan garis hitam horizontal yang membagi perisai,
sedang lima segmen menggambarkan sila-sila Pancasila. Ketuhanan Yang Maha Esa
dilambangkan dengan bintang bersudut lima yang terletak di tengah perisai yang
menggambarkan sinar ilahi. Rantai yang merupakan rangkaian yang tidak terputus dari bulatan
dan persegi menggambarkan kemanusiaan yang adil dan beradab, yang sekaligus
melambangkan monodualistik manusia Indonesia.Kebangsaan dilambangkan oleh pohon
beringin, sebagai tempat berlindung; Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawa-rakatan/perwakilandilambangkan dengan banteng yang menggambarkan
kekuatan dan kedaulatan rakyat. Sedang Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dengan
kapas dan padi yang menggambarkan kesejahteraan dan kemakmuran.

Dari gambaran tersebut, maka untuk dapat memahami lebih dalam makna Bhinneka Tunggal
Ika tidak dapat dipisahkan dari pemahaman makna merdeka, dan dasar negara Pancasila.
Marilah secara singkat kita mencoba untuk memberi makna kemerdekaan sesuai dengan
kesepakatan bangsa.
Dalam Pembukaan UUD 1945, alinea pertama disebutkan “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan
itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka pejajahan di atas dunia harus dihapuskan
karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan.” Memang semula
kemerdekaan atau kebebasan diberi makna bebas dari penjajahan negara asing tetapi ternyata
bahwa kemerdekaan atau kebebasan ini memiliki makna yang lebih luas dan lebih dalam karena
menyangkut harkat dan martabat manusia, yakni berkaitan dengan hak asasi manusia. Manusia
memiliki kebebasan dalam olah fikir, bebas berkehendak dan memilih, bebas dari segala
macam ketakutan yang merupakan aktualisasi dari konsep hak asasi manusia yakni
mendudukkan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya.

Memasuki era globalisasi kemerdekaan atau kebe-basan memiliki makna lebih luas, karena
dengan globalisasi berkembang neoliberalisme, neokapitalisme, terjadilah penjajahan dalam
bentuk baru. Terjadilah penjajahan dalam bidang ekonomi, dalam bidang politik, dalam bidang
sosial budaya dan dalam aspek kehidupan yang lain. Dengan kemerdekaan kita maknai bebas
dari berbagai eksploatasi manusia oleh manusia dalam segala dimensi kehidupan dari
manapun, baik dari luar maupun dari dalam negeri sendiri. Sementara itu penerapan Bhinneka
Tunggal Ika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara harus berdasar pada Pancasila yang
telah ditetapkan oleh bangsa Indonesia menjadi dasar negaranya. Dengan demikian maka
penerapan Bhinneka Tunggal Ika harus dijiwai oleh konsep religiositas, humanitas, nasionalitas,
sovereinitas dan sosialitas. Hanya dengan ini maka Bhinneka Tunggal Ika akan teraktualisasi
dengan sepertinya.

Konsep dasar Bhinneka Tunggal Ika


Berikut disampaikan konsep dasar yang terdapat dalam Bhinneka Tunggal Ika yang kemudian
terjabar dalam prinsip-prinsip yang terkandung dalam Bhinneka Tunggal Ika yang dijadikan
acuan bagi bangsa Indonesia dalam berbangsa dan bernegara. Dalam rangka memahami
konsep dasar dimaksud ada baiknya kita renungkan lambang negara yang tidak terpisahkan dari
semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Perlu kita mengadakan refleksi terhadap lambang negara
tersebut.

Bhinneka Tunggal Ika berisi konsep pluralistik dan multikulturalistik dalam kehidupan yang
terikat dalam suatu kesatuan. Pluralistik bukan pluralisme, suatu faham yang membiarkan
keanekaragaman seperti apa adanya. Membiarkan setiap entitas yang menunjukkan ke-
berbedaan tanpa peduli adanya common denominatorpada keanekaragaman tersebut. Dengan
faham pluralisme tidak perlu adanya konsep yang mensubstitusi keanekaragaman. Demikian
pula halnya dengan faham multikulturalisme. Masyarakat yang menganut faham pluralisme dan
multikulturalisme, ibarat onggokan material bangunan yang dibiarkan teronggok sendiri-sendiri,
sehingga tidak akan membentuk suatu bangunan yang namanya rumah.
Ada baiknya dalam rangka lebih memahami makna pluralistik bangsa difahami pengertian
pluralisme, agar dalam penerapan konsep pluralistik tidak terjerumus ke dalam faham
pluralisme.

Pluralisme berasal dari kata plural yang berarti banyak, adalah suatu faham yang mengakui
bahwa terdapat berbagai faham atau entitas yang tidak tergantung yang satu dari yang lain.
Masing-masing faham atau entitas berdiri sendiri tidak terikat satu sama lain, sehingga tidak
perlu adanya substansi pengganti yang mensubstitusi faham-faham atau berbagai entitas
tersebut. Salah satu contoh misal di Indonesia terdapat ratusan suku bangsa. Menurut faham
pluralisme setiap suku bangsa dibiarkan berdiri sendiri lepas yang satu dari yang lain, tidak
perlu adanya substansi lain, misal yang namanya bangsa, yang mereduksi eksistensi suku-suku
bangsa tersebut.

Faham pluralisme melahirkan faham individualisme yang mengakui bahwa setiap individu
berdiri sendiri lepas dari individu yang lain. Faham individualisme ini mengakui adanya
perbedaan individual atau yang biasa disebut individual differences. Setiap individu memiliki
cirinya masing-masing yang harus dihormati dan dihargai seperti apa adanya. Faham
individualisme ini yang melahirkan faham liberalisme, bahwa manusia terlahir di dunia
dikaruniai kebebasan. Hanya dengan kebebasan ini maka harkat dan martabat individu dapat
didudukkan dengan semestinya. Trilogi faham pluralisme, individualisme danliberalisme inilah
yang melahirkan sistem demokrasi dalam sistem pemerintahan utamanya di Negara Barat.
Sebagai contoh berikut disampaikan Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat dan Deklarasi Hak
Manusia dan Warganegara Perancis yang melandasi pelaksanaan sistem demokrasi di negara
tersebut yang berdasar pada faham pluralisme, individualisme dan liberalisme.
United States Declaration of Independence

We hold these truths to be self-evident, that all men are created equal, that they are endowed
by their Creator with certain unalienable Rights, that among these are Life, Liberty, and pursuit
of Happiness. That to secure these rights, governments are instituted among men, deriving just
powers from the consent of the governed.

Declaration of the Rights of Man and Citizen

– Declaration des droits de l’homme et du citoyen—

Men are born and remain free and equal in rights. Social distinction can be based only upon
public utility. The aim of every political association is the preservation of the natural and
imprescriptible rights of man. These rights are liberty, property, security, and resistance to
oppression.

Dari deklarasi tersebut nampak dengan nyata faham pluralisme, individualisme dan liberalisme
menjelujuri sistem demokrasi yang diterapkan di kedua negara tersebut. Dua deklarasi tersebut
dinyatakan hampir bersamaan waktunya, yakni pada akhir abad ke XIX, yang satu di Amerika
Serikat, yang satu di salah satu negara di Eropa.

Meskipun demikian mereka tetap mengakui bahwa manusia tidak mungkin hidup seorang diri.
Untuk dapat menunjang hidupnya dan untuk melestarikan dirinya, mereka memerlukan pihak
lain; beberapa pihak mengatakan bahwa hal ini terjadi didorong oleh naluri atau
instinctberkelompok. Mereka memerlukan hidup bersama entah bagaimana bentuknya, dengan
mendasarkan diri pada belief system yang dianutnya. Di antara hubungan manusia dengan
pihak lain berbentuk pengabdian, bahwa yang satu semata-mata harus mengabdi kepada pihak
yang lain. Terdapat juga pengakuan bahwa hubungan antar manusia itu adalah dalam
kesetaraan. Sebagai akibat pola hidup manusia menjadi sangat beragam.

Didorong oleh realitas tersebut, maka bangsa Amerika dalam menerapkan pluralisme,
individualisme dan liberalisme mencari pola bagaimana dapat membentuk suatu kehidupan
bersama. Dalam hidup bersama diperlukan kesepakatan untuk dijadikan pegangan bersama
dalam melangkah ke depan menghadapi tantangan hidup bersama. Dikembangkan pola yang
disebut “kontrak sosial,” bahwa anggota masyarakat harus merelakan sebagian dari hak
individu demi terwujudnya kehidupan bersama. Semangat bersatu dalam kehidupan bersama
ini nampak dalam semboyan yang terdapat dalam motto lambang negaranya yang berbunyi “ e
pluribus unum,” yang berarti “out of many, one” dari yang banyak itu satu, atau unity in
diversity. Metoda yang diterapkan dalam membentuk kesatuan, disebut metodamelting pot,
yang kalau dinilai lebih jauh sudah menyimpang dari prinsip pluralisme.

Pluralitas adalah sifat atau kualitas yang menggam-barkan keanekaragaman; suatu pengakuan
bahwa alam semesta tercipta dalam keaneka ragaman. Sebagai contoh bangsa Indonesia
mengakui bahwa Negara-bangsa Indonesia bersifat pluralistik, beraneka ragam ditinjau dari
suku-bangsanya, adat budayanya, bahasa ibunya, agama yang dipeluknya, dan sebagainya. Hal
ini merupakan suatu kenyataan atau keniscayaan dalam kehidupan bangsa Indonesia. Keaneka
ragaman ini harus didudukkan secara proporsional dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,
harus dinilai sebagai asset bangsa, bukan sebagai faktor penghalang kemajuan. Perlu kita
cermati bahwa pluralitas ini merupakan sunnatullah.

Seperti dikemukan di atas, pola sikap bangsa Indone-sia dalam menghadapi keaneka-ragaman
ini berdasar pada suatu sasanti atau adagium “Bhinneka Tunggal Ika,” yang bermakna
beraneka tetapi satu, yang hampir sama dengan motto yang dipegang oleh bangsa Amerika,
yakni “e pluribus unum.” Dalam menerapkan pluralitas dalam kehidupan, bangsa Indonesia
mengacu pada prinsip yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945, bahwa yang diutamakan
adalah kepentingan bangsa bukan kepentingan individu, berikut frase-frase yang terdapat
dalam Pembukaan UUD 1945:
• Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segalabangsa;
• Bahwa kemerdekaan yang dinyatakan oleh bangsa Indonesia, supaya rakyat dapat
berkehidupan kebangsaan yang bebas;
• Bahwa salah satu misi Negara-bangsa Indonesia adalah untukmencerdaskan kehidupan
bangsa;
• Bahwa salah satu dasar Negara Indonesia adalah Persatuan Indonesia, yang tiada lain
merupakan wawasan kebangsaan.
• Bahwa yang ingin diwujudkan dengan berdirinya Negara-bangsa Indonesia adalah
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Dari frase-frase yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 tersebut jelas bahwa prinsip
kebangsaan mewarnai kehidupan berbangsa dan bernegara bagi bangsa Indonesia. Istilah
individu atau konsep individualisme tidak terdapat dalam Pembukaan UUD 1945. Dengan
kata lain bahwa sifat pluralistik yang diterapkan di Indonesia tidak berdasar pada
individualisme dan liberalisme.

Pluralitas atau pluralistik tidak merupakan suatu faham, isme atau keyakinan yang bersifat
mutlak. Untuk itu tidak perlu dikembangkan ritual-ritual tertentu seperti halnya agama. Prinsip
pluralistik dan multikulturalistik adalah asas yang mengakui adanya kemajemukan bangsa
dilihat dari segi agama, keyakinan, suku bangsa, adat budaya, keadaan daerah, dan ras.
Kemajemukan tersebut dihormati dan dihargai serta didudukkan dalam suatu prinsip yang
dapat mengikat keanekaragaman tersebut dalam kesatuan yang kokoh. Kemajemukan bukan
dikembangkan dan didorong menjadi faktor pemecah bangsa, tetapi merupakan kekuatan yang
dimiliki oleh masing-masing komponen bangsa, untuk selanjutnya diikat secara sinerjik menjadi
kekuatan yang luar biasa untuk dimanfaatkan dalam menghadapi segala tantangan dan
persoalan bangsa.

Prinsip-prinsip yang terkandung dalam Bhinneka Tunggal Ika


Untuk dapat mengimplementasikan Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara dipandang perlu untuk memahami secara mendalam prinsip-prinsip yang
terkandung dalam Bhinneka Tunggal Ika. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut :
1. Dalam rangka membentuk kesatuan dari keaneka ragaman tidak terjadi pembentukan
konsep baru dari keanekaragaman konsep-konsep yang terdapat pada unsur-unsur atau
komponen bangsa. Suatu contoh di negara tercinta ini terdapat begitu aneka ragam agama
dan kepercayaan. Dengan ke-tunggalan Bhinneka Tunggal Ika tidak dimaksudkan untuk
membentuk agama baru. Setiap agama diakui seperti apa adanya, namun dalam kehidupan
beragama di Indonesia dicari common denominator, yakni prinsip-prinsip yang ditemui dari
setiap agama yag memiliki kesamaan, dan common denominator ini yang kita pegang
sebagai ke-tunggalan, untuk kemudian dipergunakan sebagai acuan dalam hidup berbangsa
dan bernegara. Demikian pula halnya dengan adat budaya daerah, tetap diakui
eksistensinya dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berwawasan kebangsaan.
Faham Bhinneka Tunggal Ika, yang oleh Ir Sujamto disebut sebagai faham Tantularisme,
bukan faham sinkretisme, yang mencoba untuk mengembangkan konsep baru dari unsur
asli dengan unsur yang datang dari luar.
2. Bhinneka Tunggal Ika tidak bersifat sektarian dan eksklusif; hal ini bermakna bahwa dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara tidak dibenarkan merasa dirinya yang paling benar,
paling hebat, dan tidak mengakui harkat dan martabat pihak lain. Pandangan sektarian dan
eksklusif ini akan memicu terbentuknya keakuan yang berlebihan dengan tidak atau kurang
memperhitungkan pihak lain, memupuk kecurigaan, kecemburuan, dan persaingan yang
tidak sehat. Bhinneka Tunggal Ika bersifat inklusif. Golongan mayoritas dalam hidup
berbangsa dan bernegara tidak memaksakan kehendaknya pada golongan minoritas.
3. Bhinneka Tunggal Ika tidak bersifat formalistis yang hanya menunjukkan perilaku semu.
Bhinneka Tunggal Ika dilandasi oleh sikap saling percaya mempercayai, saling hormat
menghormati, saling cinta mencintai dan rukun. Hanya dengan cara demikian maka
keanekaragaman ini dapat dipersatukan.
4. Bhinneka Tunggal Ika bersifat konvergen tidak divergen, yang bermakna perbedaan yang
terjadi dalam keanekaragaman tidak untuk dibesar-besarkan, tetapi dicari titik temu, dalam
bentuk kesepakatan bersama. Hal ini akan terwujud apabila dilandasi oleh sikap toleran,
non sektarian, inklusif, akomodatif, dan rukun.

Prinsip atau asas pluralistik dan multikultural Bhinneka Tunggal Ika mendukung nilai: (1)
inklusif, tidak bersifat eksklusif, (2) terbuka, (3)ko-eksistensi damai dan kebersamaan, (4)
kesetaraan, (5) tidak merasa yang paling benar, (6) tolerans, (7) musyawarah disertai dengan
penghargaan terhadap pihak lain yang berbeda. Suatu masyarakat yang tertutup atau eksklusif
sehingga tidak memungkinkan terjadinya perkembangan tidak mungkin menghadapi arus
globalisasi yang demikian deras dan kuatnya, serta dalam menghadapi keanekaragaman budaya
bangsa. Sifat terbuka yang terarah merupakan syarat bagi berkembangnya masyarakat modern.
Sehingga keterbukaan dan berdiri sama tinggi serta duduk sama rendah, memungkinkan
terbentuknya masyarakat yang pluralistik secara ko-eksistensi, saling hormat menghormati,
tidak merasa dirinya yang paling benar dan tidak memaksakan kehendak yang menjadi
keyakinannya kepada pihak lain.

Segala peraturan perundang-undangan khususnya peraturan daerah harus mampu


mengakomodasi masyarakat yang pluralistik dan multikutural, dengan tetap berpegang teguh
pada dasar negara Pancasila dan UUD 1945. Suatu peraturan perundang-undangan, utamanya
peraturan daerah yang memberi peluang terjadinya perpecahan bangsa, atau yang semata-
mata untuk mengakomodasi kepentingan unsur bangsa harus dihindari. Suatu contoh
persyaratan untuk jabatan daerah harus dari putra daerah , menggambarkan sempitnya
kesadaran nasional yang semata-mata untuk memenuhi aspirasi kedaerahan, yang akan
mengundang terjadinya perpecahan. Hal ini tidak mencerminkan penerapan prinsip Bhinneka
Tunggal Ika. Dengan menerapkan nilai-nilai tersebut secara konsisten akan terwujud
masyarakat yang damai, aman, tertib, teratur, sehingga kesejahteraan dan keadilan akan
terwujud.

Implementasi Bhineka Tunggal Ika


Setelah kita fahami beberapa prinsip yang terkandung dalam Bhinneka Tunggal Ika, maka
langkah selanjutnya adalah bagaimana prinsip-prinsip Bhinneka Tunggal Ika ini
diimplementasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
1. Perilaku inklusif.
Di depan telah dikemukakan bahwa salah satu prinsip yang terkandung dalam Bhinneka
Tunggal Ika adalah sikap inklusif. Dalam kehidupan bersama yang menerapkan
semboyan Bhinneka Tunggal Ika memandang bahwa dirinya, baik itu sebagai individu
atau kelompok masyarakat merasa dirinya hanya merupakan sebagian dari kesatuan
dari masyarakat yang lebih luas. Betapa besar dan penting kelompoknya dalam
kehidupan bersama, tidak memandang rendah dan menyepelekan kelompok yang lain.
Masing-masing memiliki peran yang tidak dapat diabaikan, dan bermakna bagi
kehidupan bersama.
2. Mengakomodasi sifat pluralistik
Bangsa Indonesia sangat pluralistik ditinjau dari keragaman agama yang dipeluk oleh
masyarakat, aneka adat budaya yang berkembang di daerah, suku bangsa dengan
bahasanya masing-masing, dan menempati ribuan pulau yang tiada jarang terpisah
demikian jauh pulau yang satu dari pulau yang lain. Tanpa memahami makna pluralistik
dan bagaimana cara mewujudkan persatuan dalam keanekaragaman secara tepat,
dengan mudah terjadi disintegrasi bangsa. Sifat toleran, saling hormat menghormati,
mendudukkan masing-masing pihak sesuai dengan peran, harkat dan martabatnya
secara tepat, tidak memandang remeh pada pihak lain, apalagi menghapus eksistensi
kelompok dari kehidupan bersama, merupakan syarat bagi lestarinya negara-bangsa
Indonesia. Kerukunan hidup perlu dikembangkan dengan sepatutnya. Suatu contoh
sebelum terjadi reformasi, di Ambon berlaku suatu pola kehidupan bersama yang
disebut pela gandong, suatu pola kehidupan masyarakat yang tidak melandaskan diri
pada agama, tetapi semata-mata pada kehidupan bersama pada wilayah tertentu.
Pemeluk berbagai agama berlangsung sangat rukun, bantu membantu dalam kegiatan
yang tidak bersifat ritual keagamaan. Mereka tidak membedakan suku-suku yang
berdiam di wilayah tersebut, dan sebagainya. Sayangnya dengan terjadinya reformasi
yang mengusung kebebasan, pola kehidupan masyarakat yang demikian ideal ini telah
tergerus arus reformasi.
3. Tidak mencari menangnya sendiri
Menghormati pendapat pihak lain, dengan tidak beranggapan bahwa pendapatnya
sendiri yang paling benar, dirinya atau kelompoknya yang paling hebat perlu diatur
dalam menerapkan Bhinneka Tunggal Ika. Dapat menerima dan memberi pendapat
merupakan hal yang harus berkembang dalam kehidupan yang beragam. Perbedaan ini
tidak untuk dibesar-besarkan, tetapi dicari titik temu. Bukan dikembangkan divergensi,
tetapi yang harus diusahakan adalah terwujudnya konvergensi dari berbagai
keanekaragaman. Untuk itu perlu dikembangkan musyawarah untuk mencapai mufakat.
4. Musyawarah untuk mencapai mufakat
Dalam rangka membentuk kesatuan dalam keanekaragaman diterapkan pendekatan
“musyawa-rah untuk mencapai mufakat.” Bukan pendapat sendiri yang harus dijadikan
kesepakatan bersama, tetapi common denominator, yakni inti kesamaan yang dipilih
sebagai kesepakatan bersama. Hal ini hanya akan tercapai dengan proses musyawarah
untuk mencapai mufakat. Dengan cara ini segala gagasan yang timbul diakomodasi
dalam kesepa-katan. Tidak ada yang menang tidak ada yang kalah. Inilah yang biasa
disebut sebagai win win solution.
5. Dilandasi rasa kasih sayang dan rela berkorban
Dalam menerapkan Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
perlu dilandasi oleh rasa kasih sayang. Saling curiga mencurigai harus dibuang jauh-jauh.
Saling percaya mempercayai harus dikembangkan, iri hati, dengki harus dibuang dari
kamus Bhinneka Tunggal Ika. Hal ini akan berlangsung apabila pelaksanaan Bhnneka
Tunggal Ika menerap-kan adagium “leladi sesamining dumadi, sepi ing pamrih, rame ing
gawe, jer basuki mowo beyo.” Eksistensi kita di dunia adalah untuk memberikan
pelayanan kepada pihak lain, dilandasi oleh tanpa pamrih pribadi dan golongan, disertai
dengan pengorbanan. Tanpa pengorbanan, sekurang-kurangnya mengurangi
kepentingan dan pamrih pribadi, kesatuan tidak mungkin terwujud.

Bila setiap warga negara memahami makna Bhinneka Tunggal Ika, meyakini akan ketepatannya
bagi landasan kehidupan berbangsa dan bernegara, serta mau dan mampu
mengimplementasikan secara tepat dan benar insya Allah, Negara Indonesia akan tetap kokoh
dan bersatu selamanya.

Manfaat Bhinneka Tunggal Ika


Semboyan Bhineka Tunggal Ika diterapkan dalam kehidupan sehari-hari untuk mewujudkan
persatuan dan kesauan bangsa Indonesia. Sebab Indonesia merupakan Negara kepulauan yang
terdiri atas 13.466 pulau. Setiap pulau memiliki adat, suku, agama, dan bahasa masing-masing.
Oleh karenanya Bhinneka Tunggal Ika diperlukan dalam keberagaman ini.

Kesadaran Berbangsa dan Bernegara


Perilaku yang mengutamakan tujuan Negara Indonesia adalah tindakan yang mencerminkan
kesadaran berbangsa dan bernegara. Tujuan Negara Indonesia tercantum dalam alinea
keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945. Kesadaran berbangsa dan
bernegara dapat dilakukan setiap warga Negara dengan mengutamakan sikap-sikap sebagai
berikut.
a. Nasionalisme dapat diartikan sebagai perasaan cinta dan bangga terhadap tanah air.
Meskipun demikian, bukan berarti merendahkan bangsa lain dan menganggap bangsa
sendiri lebih baik. Contoh sikap nasionalis yaitu bangga menggunkan produk dalam
negeri.
b. Patriotisme merupakan paham cinta tanah air dan rela mengorbankan jiwa dan raganya
demi tanah air Indonesia. Sikap patriotic ditunjukkan oleh para pahlawan yang gugur di
medan perang demi membela bangsa dan Negaranya. Adapun saat ini, sikap patriotik
yaitu dengan mengikuti kejuaraan internasional sehingga mengharumkan nama bangsa
dan Negara Indonesia.

Hubungan Internasional dan HAM


Pengakuan, Penghormatan, Penegakan HAM
1. Pengertian HAM
Menurut Jan Materson, seorang anggota Komisi HAM PBB menyatakan bahwa HAM
adalah hak-hak yang secara iheren melekat dalam diri manusia dan tanpa hak itu
manusia tidak dapat hidup sebagai manusia. Adapun definisi HAM menurut pasal 1
angka 1 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM menjelaskan bahwa HAM adalah
seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk
Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung
tinggi dan dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi
kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Oleh karena itu, dapat
disimpulkan bahwa HAM adalah hak-hak yang dimiliki oleh manusia sejak ia masih di
dalam kandungan.

2. Pengakuan dan Penghormatan HAM di Dunia dan Indonesia


HAM sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa, pada hari itu secara universal disepakati
untuk dihormati, dilindungi, dan ditegakkan.jauh sebelum deklarasi tersebut, sudah
diupayakan pemajuan dan pelindungan terhadap HAM melalui berbagai dokumen.
Berikut tentang HAM dibeberapa Negara.
a. Magna Charta tahun 1215, Magna Charta merupakan piagam perjanjian antara Raja
dari Inggris dan para bangsawan.
b. Prtition of Rights Tahun 1628, merupakan pernyataan-pernyataan mengenai hak-hak
rakyat bersama jaminannya. Petisi ini diajukan oleh para bangsawan kepada Raja di
hadapan parlemen.
c. Habeas Corpus Act Tahun 1679, merupakan dokumen hukum yang mengatur
tentang penahanan seseorang.
d. Bill of Rights 1689, merupakan dokumen hukum yang ditandatangani oleh Raja
William III. Dalam dokumen tersebut Raja William harus mengakui hak-hak
parlemen.
Adapun penghormatan HAM di Indonesia diatur dalam pasal 28A-28J UUD Negara RI
Tahun 1945 dan UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM.

3. Penegakan HAM
Penegakan kasus HAM dapat diselesaikan di pengadilan HAM yang diatur dalam UU No.
26 Tahun 2000. Akan tetapi, pengadilan HAM hanya menyelesaikan kasus pelanggaran
HAM berat. Kasus pelanggaran HAM berat digolongkan menjadi dua yaitu kejahatan
genosida dankejahatan terhadap kemanusiaan.
a. Kejahatan genosida berarti setiap perbuatan yang dilakukan dengan tujuan untuk
menghancurkan seluruh atau sebagian suatu kelompok nasional, etnis, ras, atau
keagamaan sebagai berikut.
• Membunuh anggota kelompok.
• Menimbulkan luka fisik atau mental yang serius terhadap para anggota
kelompok.
• Secara sengaja menimbulkan kondisi kehidupan atas kelompok yang
menyebabkan kehancuran fisik secara keseluruhan atau untuk sebagian.
• Memaksakan tindakan-tindakan yang dimaksud untuk mencegah kelahiran
dalam kelompok.
• Memindahkan secara paksaanak-anak dari sebuah kelompok kekelompok
lain.
b. Adapun kejahatan terhadap kemanusiaan merupakan salah satu perbuatan dari
serangan. Serangan tersebut sifatnya luas atau sistematik dan penduduk sipil dalam
bentuk sebagai berikut.
• Pembunuhan; permusuhan, dan perbudakan.
• Pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa.
• Perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara
sewenang-wenang yang melanggar asas-asas ketentuan pokok hukum
internasional.

Kasus-kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia diselesaikan melalui pengadilan


HAM dan pengadilan HAM Ad Hoc. Pengadilan HAM menyelesaikan kasus pelanggaran
HAM yang terjadi setelah diundangkannya UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan
HAM. Adapun pengadilan HAM Ad Hoc menyelesaikan kasus pelanggaran HAMyang
terjadi sebelum diundangnya UU Nomor 26 Tahun2000.

4. Upaya Penegakan HAM


Pemerintah memiliki kewajiban untuk HAM dengan cara preventif (pencegahan) dan
represif (penindakan).
a. Upaya preventif dilakukan dengan membentuk peraturan yang mengatur tentang
HAM, menyosialisasikan penegakan HAM kepada seluruh warga masyarakat, serta
membentuk instrument kelembagaan HAM.
b. Sedangkan upaya represif yang dilakukan pemerintah yang dilakukan pemerintah
yaitu mengadili pelaku pelanggaran HAM dipengadilan HAM dan pengadilan HAM
Ad Hoc sesuai peraturan yang berlaku.
Adapun tahapan penyelesaian kasus pelanggaran HAM melalui pengadilan HAM
danpengadilan HAM ad hoc sesuai peraturan yang berlaku.
a. Penyelidikan
b. Penyidikan
1) Penangkapan
2) penahanan
c. Penuntutan
d. Pemeriksaan di pengadilan

Sifat dan Macam-macam HAM


1. Sifat HAM
HAM memiliki sifat tertentu yang berbeda dari hak-hak lainnya. Berikut sifat HAM:
a. Universal atau menyeluruh, artinya HAM berlaku bagi semua orang tanpa terkecuali.
b. Utuh, artinya HAM tidak dapat menjadi lebih kecil atau lebih besar karena setiap
manusia berhak atas seluruh haknya secara utuh.
c. Hakiki, artinya HAM melekat pada setiap manusia sejak lahir sebagai hak dasar atau hak
pokokatas karunia Tuhan Yang Maha Esa.
d. Permanen atau kekal, artinya HAM yang melekat pada diri manusia tidak dapat
dipindahtangankan atau dicabut oleh kekuatan lain.

2. Macam-macam HAM
HAM dijamin dalam UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM. HAM yang dijamin UU sebagai
berikut.
a. Hak untuk hidup
b. Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan
c. Hak mengembangkan diri
d. Hak memperoleh keadilan
e. Hak atas kebebasan pribadi
f. Hak atas rasa aman
g. Hak atas kesejahteraan
h. Hak turut serta dalam pemerintahan
i. Hak wanita
j. Hak anak

Secara lebih terperinci, HAM dapat dikelompokkan dalam enam macam sebagai berikut.
a. Hak Asasi Politik (Political Right)
Hak yang dimiliki oleh setiap individu dalam bidang politik. Hak asasi politik antara lain
hak untuk memilih dan dipilih dalam pemilihan umum, hak ikut serta dalam kegiatan
pemerintahan, hak untuk membuat dan memajukann suatu usulan petisi, serta
beroeganisasi atau berkumpul.
b. Hak Asasi Peradilan (Procedural Right)
Hak asasi yang dimiliki oleh setiap individu dibidang peradilan. Hak asasi peradilan
mencakup hak mendapat keadilan, hak mendapat peradilan, hak mendapat pembelaan
hukum di pengadilan, hak atas persamaan perlakuan penggeledahan, penangkapan,
penahanan, dan penyelidikan dimata hukum, serta hak mendapatkan perlindungan.
c. Hak Asasi Hukum (Legal Equality Right)
Setiap orang memiliki kedudukan yang sama di bidang hukum. Hal ini menunjukkan
adanya hak asasi hukum dalam sebuah Negara. Hak asasi hukum adalah hak yang
dimiliki setiap individu dalam bidang hukum. Hak asasi hukum antara lain mencakup hak
mendapatkan layanan dan perlindungan hukum, serta hak mendapatkan perlakuan yang
sama dihadapan hukum.
d. Hak Asasi Ekonomi (Property Right)
Hak kebebasan yang dimiliki oleh setiap individu untukmenyelenggrakan kegiatan
ekonomi. Hak asasi ekonomi antara lain mencakup hal-hal berikut.
1) Hak kebebasan melakukan kegiatan jual beli
2) Hak kebebasan mengadakan perjanjian kontrak
3) Hak kebebasan menyelenggarakan sewa- menyewa, dan hutang-piutang
4) Hak kebebasan untuk memiliki sesuatu
5) Hak memiliki dan mendapatkan pekerjaan yang layak
e. Hak Asasi Pribadi (Personal Right)
Hak yang dimiliki setiap individu untuk melakukan hal-hal yang diinginkan. Hak asasi
individu erdiri aas hak untuk bergerak, bepergian, menyaakan pendapat, memilih
memeluk dan menjalankan agama, serta kepercayaannya, dan aktif dalam kegiatan
pemerintah diantaranya dalam organisasi dan perkumpulan.
f. Hak Asasi Sosial Budaya (Social Culture Right)
Hak asasi yang dimiliki setiap individu dibidang sosial dan budaya. Hak sosial dan budaya
antara lain mencakup hak mendapat pelayanan kesehatan, hak mengembangkan
kebudayaan dan hak mendapatkan pendidikan.

Instrumen HAM
Instrumen HAM secara nasional yaitu peraturan perundang-undangan. Peraturan perundang-
undangan yang menjadi instrument HAM sebagai berikut.
a. UUD NRI Tahun 1945
b. Ketetapan MPR No. XVII/MPR/1998 tentang HAM
c. UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Mengemukakan Pendapat di Muka Umum.
d. UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM
e. UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

Hak dan Kewajiban sebagai warga Negara


Berdasarkan pasal 1 ayat 1 UU No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Indonesia
menjelaskan bahwa warga Negara merupakan warga suatu Negara yang ditetapkan
berdasarkan peraturan perundang-undangan. Adapun berdasarkan pasal 26 ayat (1) UUD 1945
telah ditegaskan bahwa Negara Indonesia ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan Orang-
orang bangsa lain yang disahkan dengan UU sebagai warga Negara.
1. Hak warga Negara
a. Bidang Politik
• Hak memilih dan dipilih dalam pemilu
• Hak menyatakan pendapat di muka umum
• Hak mendirikan organisasi kemasyarakatan atau partai politik
b. Bidang Ekonomi
• hak mendapatkan pekerjaan yang layak
• hak mendapatkan upah yang layak
c. Bidang Sosial
• Hak mendapatkan pendidikan selama 12 tahun
• Hak mendapatkan kesejahteraan sosial
• hak untuk memeluk agama masing-masing
d. Bidang Hukum dan Pemerintahan
• Hak menjunjung hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya
• Hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil,
serta perlakuan yang sama dihadapan hukum
• Setiap warga Negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam
pemerintahan
e. Bidang Pertahanan dan Keamanan
• Melaksanakan pemilu sesuai asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil
• Mengawal jalannya pemerintahan agar tercipta pemerintahan yang bersih
• Memeatuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku
2. Kewajiban warga Negara
• Dibidang politik, hukum dan pemerintahan setiap waarga Negara memiliki kewajiban
menjunjung hukum dan pemerintahan dan setiap warga Negara waajib ikut serta
dalam usaha pembelaan Negara.
• Dibidang sosial dan budaya setiap warga Negara memiliki kewajiban memelihara
kebudayaan nasional daerah.
• Dibidang ekonomi setiap warga Negara memiliki kewajiban membayar pajak
Sejarah HAM di Dunia
Pengakuan dan penghormatan HAM
a. Magna Charta (1215), merupakan piagam perjanjian antara Raja Jihn dari Inggris dan
para bangsawan.
b. Petition of Right (1628), merupakan pernyataan-pernyataan mengenai hak-hak rakyat
beserta jaminannya. Petisi ini diajukan oleh para bangsawan kepada Raja dihadapan
Parlemen.
c. Habeas Corpus Act (1679), merupakan dokumen hukum yang mengatur tentang
penahanan seseorang.
d. Bill of Rights 1689, merupakan dokumen hukum yang ditandatangani oleh Raja William
III. Dalam hukum tersebut Raja William harus mengakui hak-hak parlemen.
e. Adapun penghormatan HAM di Indonesia diatur dalam pasal 28A-28J UUD NRI Tahun
1945 dan UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM.

Sejarah Perkembangan HAM di dunia


• Hukum Raja Hammurabi di Babylonia (1200-612 M), diantaranya berisi masalah-masalah
yang berhubungan dengan rakyat.
• Majelis Rakyat (Ecclesia) di Athena (600 SM)
• Majelis Rakyat di Athena
• Peraturan Hukum di Romawi (527 SM)
• Pada zaman Kaisar Flavius Anicius Justinian, diciptakan suatu peraturan hukum yang
menjadi dasar dalam pola hukum modern di Negara Barat.
• Ajaran Aristoteles (428-348 SM), pemerintahan harus berdasarkan atas kemauan dan
cita-cita mayoritas warga negraanya.
• Revolusi Perancis (4 Juli 1789), bertujuan untuk membebaskan warga Negara Perancis
dari kekangan kekuasaan mutlak seorang raja penguasa tunggal Negara.
• Abraham Lincoln, menentang adanya perbedaaan warna kulit, agama dan jenis kelamin
dalam pemerintahan.
• Pada tahun 1941, Presiden Amerika Serikat Franklin Delano Roosevelt menganjurkan
untuk melaksanakan empat kebebasan (four freedom), yaitu:
1) Kebebasan berbicara dan menyatakan pendapat (freedom of speech)
2) Kebebasan beragama (freedom of religion)
3) Kebebasan dari ketakutan (freedom of fear)
4) Kebebasan daari kemeralatan (freedom of want)
• Tanggal 10 Desember 1948 PBB menetapkan piagam HAM sedunia (Universal
Declaration of Human Rights).
• Tahun 1966 PBB secara aklamasi menyetujui hal berikut:
1) Perjanjian tentang hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya.
2) Perjanjian tentang hak-hak sipil dan publik.

Lembaga Penegakkan HAM di Indonesia


1. Komisi Nasional HAM
Pada awalnya komnas HAM dibentuk berdaasarkan Keppres No. 50 Tahun 1993 sebagai
respon terhadap tuntutan masyarakat maupun tekanan dunia Internasional tentang
perlunya menegakkan HAM di Indonesia. Kemudian dengan lahirnya UU No. 39 tahun
1999 tentang HAM yang didalamnya mengatur tentang komnas HAM.
Tujuan Komnas HAM
1) Membantu mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan HAM
2) Meningkatkan perlindungan dan penegakkan HAM guna berkembangnya pribadi
manusia yang seutuhnya dan kemampuan berpartisipasi berbagai kehidupan.
Fungsi Komnas HAM
a. Fungsi Pengkajian dan Penelitian
b. Fungsi penyuluhan
c. Fungsi pemantauan
d. Fungsi mediasi
Kelengkapan Komnas HAM
a. Sidang Paripurna
b. Sub komisi
Keaanggotaan Komnas HAM
a. Keanggotaan Komnas HAM berjumlah 35 orang dengan masa jabatan 5 tahun dan
setelah berakhir dapat diangkat kembali hanya untuk satu kali masa jabatan.
b. Anggota komnas HAM dipilih oleh DPR RI berdasarkan usulan Komnas HAM dan
diresmikan oleh Presiden selaku kepala Negara.
Hak dan Kewajiban anggota Komnas HAM
a. Menyampaikan usulan dan pendapat kepada sidang paripurna
b. Memberikan saran dalam pengambilan keputusan dalam sidang paripurna dan sub
komisi
c. Mengajukan dan memilih calon ketua dan wakil ketua komnas HAM dalam sidang
paripurna
d. Mengajukan bakal calon anggota HAM dan sidang paripurna untuk menggantikan
periode dan antarwaktu
Kewajiban anggota Komnas HAM
a. menaati peraturan perundaang-undangan yang berlaku dan keputusan komnas HAM
b. berpartisipasi aktif dan sungguh-sungguh untuk tercapainnya tujuan Komnas HAM
c. menjaga kerahasiaan keterangan yang sifatnya rahasia yang ia dapatkan
berdasarkan kedudukannya sebagai anggota komnas HAM

2. Komisi Nasional Kekerasan terhadap Perempuan


Komnas HAM anti kekerasan terhadap perempuan dibentuk berdasarkan Keppres No.
181 tahun 1998 dengan maksud melindungi kaum perempuan dari segala bentuk
tindakan kekerasan.
Tujuannya
a. Menyebarluaskan pemahaman tentang bentuk kekerasan terhadap perempuan.
b. Mengembangkan situasi yang kondusif penghapusan bentuk kekerasan terhadap
perempuan
c. Meningkatkan upaya untuk pencegahan dan penanggulangan segala bentuk
kekerasan terhadap perempuan dan hak asasi perempuan
Kegiatan Komnas HAM anti kekerasan terhadap Perempuan
a. Penyebarluasan pemahaman bentuk kekerasan, pencegahan, penanggulangan
penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan.
b. Pengkajian dan penelitian terhadap berbagai instrument PBB mengenai
perlindungan hak asasi terhadap perempuan.
c. Pemantauan dan penelitian segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan
memberikan pendaapat, saran dan pertimbangan kepada pemerintah.
d. Penyebarluasan hasil pemantauan dan penelitian atas terjadinya kekerasan
terhadap perempuan kepada masyarakat.
e. Pelaksanaan kerja sama regional dan internasional dalam upaya penegakkan dan
penanggulangan kekerasan terhadap perempuan.

Pelanggaran HAM
Kategori pelanggaran HAM yang berat
a. Pembunuhan besar-besaran/genosida
b. Rasialisme
c. Terorisme
d. Pemerintah totaliter
e. Pengrusakan kualitas lingkungan
f. Kejahatan-kejahatan perang

Contoh pelanggaran HAM


a. Tahun 1991, kerusuhan di perumahan Santa Cruz, DIlli yang mengakibatkan 200 orang
meninggal.
b. Tahun 1993, kasus meninggalnya aktifis buruh perempuan, Marsinah pada tanggal 8 Mei
1993.
c. Tahun 1994, pembrendelan majalah tempo, editor dan detik.
d. Tahun 1995, kasus tanah toraja dan kerusuhan di flores.
e. Tahun 1996, kasus tanah balongan, sengketa antara penduduk setempat dengan pabrik
muara enim mengenai pencemaran lingkungan, sengketa tanah manis mata, kasus waduk
nipah di Madura, dimana koraban jatuh tertembak ketika mereka memprotes
penggusuran tanah mereka, penyerangan terhadap pendukung PDI pro megawati pada
tanggal 27 Juli, kerusuhan Sambas-Sangualedo (20 Desember 1996).
f. Tahun 1997, kasus tanah kemayoran dan kasus pelaku dukun santet di Jawa Timur.
g. Tahun 1998, kerusuhan Mei di beberapa kota meletus, termasuk di Jakarta peristiwa
terjadi tanggal 13-15 Mei 1998, dan kasus tewasnya beberapa mahasiswa tri sakti di
Jakarta dua hari sebelum kerusuhan mei, serta kasus tewasnya beberapa mahasiswa
dalam demonstrasi menentang sidang istimewa 1998 dimana peristiwa ini terjadi pada
tanggal 13 – 14 Mei 1998 dan dikenal dengan tragedi semanggi.

Anda mungkin juga menyukai