Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

Secara umum, Cerebral Palsy yang dikenal sebagai gangguan yang berefek pada gerakan
dan postur. Pada cerebral palsy spastic otot-otot menjadi kaku. spastic diplegi merupakan
gangguan yang mengenai pada keempat ekstremitas tubuh (ekstremitas atas dan bawah) dengan
tingkat spastic ekstremitas bawah lebih berat dibandingkan ekstremitas atas.
Diplegi adalah paralisis yang menyertai kedua sisi tubuh, paralisis bilateral (Dorlan, 2005).
Diplegi merupakan salah satu bentuk CP yang mengenai kedua belah kaki. Cerebral Palsy Spastik
Diplegi adalah suatu gangguan tumbuh kembang motorik anak yang disebabkan karena adanya
kerusakan pada otak yang terjadi pada periode sebelum, selama dan sesudah lelahiran yang
ditandai dengan kelemahan pada anggota gerak bawah yang lebih berat dari pada anggota gerak
atas.

Kelainan neuropatologi pada cerebral palsy bermacam-macam tergantung pada bentuk dan
besarnya hasil dan juga pada tingkat perkembangan system saraf pusat (Molnar, 1992). Terdapat
tiga jenis lesi neuropati (1) lesi yang dihasilkan oleh perdarahan dibawah lapisan ventrikel
(subependimal), (2) enchepalopathy yang disebabkan oleh anoxia dan hypoxia, (3) neuropathy
akibat malformasi system saraf pusat. Mekanisme patologi meliputi necrosis neurology selective
dan ischemic cerebral. Cerebral ischemic necrosis meliputi focal dan multifocal, sedangkan tipe
ischaemic lesi meliputi lesi hemorargic dan periventricular leukomalacia (Hill and Volpe, dikutip
oleh Shepherd, 1995). Periventrikular leukomalasia adalah pelebaran ventrikel yang menekan
kapsula interna yang berfungsi mengatur motor neuron dari tungkai dan trunk. Pelebaran di
kapsula interna menyebabkan gangguan di piramidalis dan menyebabkan cerebral palsy spastik
diplegi ( Sheperd, 1995).

Fisioterapi pada kasus CP berperan dalam memperbaiki postur, mobilitas postural, control
gerak, dan mengajarkan pola gerak yang benar. Cara yang digunanakan yaitu dengan mengurangi
spastisitas, memperbaiki pola jalan, dan mengajarkan pada anak gerakan-gerakan fungsional
sehingga diharapkan anak mampu mandiri untuk melakukan aktifitasnya sehari-hari (Wikipedia
Project, 2007).

Angka kejadian penderita Cerebral Palsy di beberapa negara menunjukkan angka yang
bervariasi. Satu koma tiga dari 1000 kelahiran di Denmark, 5 dari 1000 anak di Amerika Serikat,
dan 7 dari 100.000 kelahiran di Amerika (Sunusi dan Nara, 2007). Di Indonesia angka kejadian
cerebral palsy berkisar 2 anak per 1000 anak usia sekolah dini. Satu penelitian menunjukkan
prevalensi Cerebral Palsy kongenital derajat sedang sampai berat mencapai 1,2 per 1000 anak usia
3 tahun (Grether et.al., 1992)

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Fisiologi Otak


Otak merupakan bagian pertama dari sistem saraf pusat yang mengalami perubahan
dan pembesaran. Bagian ini dilindungi oleh tiga selaput pelindung (meningen) dan berada di
dalam rongga tulang tengkorak (Chusid, 1990). Pada sub bab ini akan dijelasakan mengenai
bagian-bagian dari susunan saraf otak yang berhubungan dengan permasalahan pada CP.
1. Korteks cerebri

Korteks cerebri merupakan bagian terluas dari otak yang menutup total hemisferium
cerebri. Kedua hemisferium cerebri membentuk bagian otak yang terbesar, dipisahkan oleh
fissura longitudinalis cerebri. Permukaan hemisferium cerebri berada di dorsalsteral,
medial dan basal. Pada permukaan ini terdapat alur-alur atau parit-parit , yang dikenal
sebagai fissura dan sulcus. Bagian otak yang terletak diantara alur-alur ini dinamakan
konvolusi atau gyrus. Bagian-bagian cerebrum ( otak ) yang utama :
a. ) Lobus frontalis , Lobus frontalis meluas dari ujung frontal dan berakhir pada sulcus
centralis dan disisi samping pada fissura lateralis. Area 4 merupakan daerah motorik yang
utama. Area 6 merupakan sirkuit traktus extrapyramidalis. Area 8 berhubungan dengan
pergerakan mata dan perubahan pupil. Area 9, 10, 11, dan 12 merupakan daerah asosiasi
frontalis.
b. ) lobus parietalis , Lobus parietalis meluas dari sulcus centralis sampai fissura parieto-
occipitalis dan ke lateral sampai setinggi fissura cerebri lateralis. Area 3, 1, dan 2
merupakandaerah sensorik postcentralis yang utama. Area 5 dan 7 adalah daerah asosiasi
sensorik.

c. ) lobus occipitalis , lobus occipitalis merupakan lobus psterior yang berbentuk pyramid
dan terletak dibelakang fissura parieto-occipitalis. Area 17 yaitu corteks striata, corteks
visual yang utama. Area 18 dan 19 merupakan daerah asosiasi visual.

d. ) Lobus temporalis , bagian lobus temporalis dari hemisferium cerbri terletak dibawah
fissura lateralis cerebri ( sylvii ) dan berjalan kebelakang sampai fissura parieto-
occippitalis. Area 41 adalah daerah auditorius primer. Area 42 merupakan corteks auditoris
sekunder atau asosiatif. Area 38, 40,21, dan 22 adalah daerah asosiasi.

Penelitian yang dilakukan Fritsch dan Hitzig pada tahun 1870 mebuktikan bahwa
perangsangan listrik pada korteks serebri akan menimbulkan gerakan anggota tubuh di sisi
kontralateral. Sejak saat itu dapat dilakukan pemetaan somatotropik pada korteks serebri
mengenai pola gerakan tertentu pada otot-otot wajah, tubuh, anggota gerak atas dan
anggota gerak bawah. Pemetaan tersebut menghasilkan gambar suatu homunculus
(manusia kecil) yang terbalik pada girus presentralis. Otot-otot wajah diproyeksikan pada
girus presentralis bagian bawah. Di sebelah atasnya terletak daerah proyeksi dari otot-otot
ekstremitas superior, sedangkan di sebelah atas daerah ini terletak proyeksi dari otot-otot
tubuh. Daerah proyeksi otot-otot ekstremitas inferior dan genitalis berada di permukaan
medial hemisfer serebri yaitu di girus parasentralis (Ngoerah, 1991). Seperti tercantum
pada gambar 2.1.

2. Ganglia basalis

Ganglia basalis ialah massa substansia grisea yang terletak di dalam setiap
hemispherium cerebri. Massa-massa tersebut adalah corpus striatum, nucleus amygdala
dan claustrum. Nucleus caudatus dan nucleus lentiformis bersama fasiculus interna
membentuk corpus striatum yang merupakan unsur penting dalam sistem extrapyramidal.
Fungsi dari ganglia basalis adalah sebagai pusat koordinasi dan keseimbangan yang
berhubungan dengan keseimbangan postur, gerakan otomatis (ayunan lengan saat berjalan)
dan gerakan yang membutuhkan keterampilan. Ganglia basalis diduga mempunyai peran
dalam perencanaan gerakan dan sinergi gerakan (Japardi, 2007).
3. Cerebellum

Cerebellum yang terletak pada fosa posterior tengkorak berada dibelakang pons dan
medulla, dipisahkan dari cerebrum yang berada diatasnya oleh perluasan durameter, yaitu
tentorium cerebelli. Permukaan cerebellum mepunyai banyak sulcus dan alur, yang
memberikan gambaran berlapis-lapis dan makin dipertegas oleh beberapa fisura yang
dalam yang membagi cerebellum menjadi beberapa lobus. Cerebellum terdiri atas bagian
medial yang kecil dan tidak berpasangan, yaitu vermis dan 2 massa lateral yang besar, yaitu
hemispherium cerebelli (Chusid, 1990). Struktur interna cerrebelum ditandai oleh lapisan
corteks dan massa interna substansia alba yang didalamnya terdapat sekelompok nukleus.
Fungsi cerebellum adalah sebagai pusat koordinasi untuk mempertahankan
keseimbangan dan tonus otot. Cerebellum mrupakan bagian dari susunan saraf pusat yang
diperlukan untuk mempertahankan postur dan keseimbangan untuk berjalan dan berlari
(Japardi, 2007).

4. Traktus piramidalis
Traktus piramidalis adalah traktus yang melewati piramida medula oblongata
(Ngoerah, 1991). Traktus piramidalis dibentuk oleh serabut-serabut frontospinalis dan
serabut-serabut sentrospinalis (Ngoerah, 1991). Fungsi sistem piramidalis adalah sebagai
pengatur kontrol gerak yang berhubungan dengan gerakan terampil dan motorik halus
B. Patologi
1. Definisi

Secara umum, Cerebral Palsy yang dikenal sebagai gangguan yang berefek
pada gerakan dan postur. Pada cerebral palsy spastic otot-otot menjadi kaku. Tipe
ini digolongkan berdasarkan bagian mana dari tubuh yang terpengaruh. Spastik
Diplegi merupakan gangguan yang mengenai pada keempat ekstremitas tubuh
(ekstremitas atas dan bawah) dengan tingkat spastic ekstremitas bawah lebih berat
dari pada ekstremitas atas. Menurut (Dorlan, 2005)

Cerebral Palsy (CP, Kelumpuhan Otak Besar) adalah suatu keadaan yang
ditandai dengan buruknya pengendalian otot, kekakuan, kelumpuhan dan gangguan
fungsi saraf lainnya.

Cerebral palsy (CP) merupakan suatu kelainan gerakan dan postur tubuh
yang tidak progresif. Penyebabnya karena suatu kerusakan atau gangguan pada sel-
sel motorik pada susunan saraf pusat yang sedang tumbuh atau belum selesai
pertumbuhannya. CP biasanya muncul sebelum anak lahir atau ketika anak
berumur 3-5 tahun.

2. Etiologi

Penyebab cerebral palsy sangat bervariasi biasanya tergantung pada suatu


klasifikasi yang luas yang meliputi terminology tentang anak yang secara
neurologic sakit sejak dilahirkan, anak yang lahir kurang bulan dengan berat badan
lahir rendah yang beresiko cerebral palsy dan terminology tentang anak yang lahir
dalam keadaan sehat dan mereka yang mengalami resiko cerebral palsy setelah
masa kanak-kanak (Swaiman,1998). Periode terjadinya kerusakan otak
dikelompokan dalam 3 katergori yaitu masa prenatal, perinatal, dan post natal.
a) Prenatal Pada masa ini banyak faktor yang menyebabkan terjadinya
kerusakan otak, antara lain :
(1) faktor herediter atau genetik,
(2) infeksi virus (rubella, herpes), bakteri dan parasit (toxoplasmosis),

(3) anoxia janin yang disebabkan oleh perdarahan akibat pemisahan


plasenta yang terlalu dini atau kelainan pertumbuhan plasenta,

(4) inkompatibilitas rhesus (Rh) yang meliputi : anemia hemolitik,


hiperbilirubinemia, dan eritroblastosis janin,
(5) gangguan metabolik ibu : diabetus mellitus,
(6) gangguan perkembangan yang meliputi kelainan pertumbuhan otak,
vaskuler, struktur skeletal.

b) Perinatal Pada masa ini faktor-faktor yang menyebabkan kerusakan otak


diantaranya :
(1) pecahnya pembuluh darah otak dan,
(2) kompresi otak akibat proses persalinan yang lama atau sulit,
(3) asfiksia akibat sedasi obat,
(4) gawat janin dalam persalinan,
(5) solutio placentae,
(6) placentae previa,
(7) prematuritas.

c) Post natal Pada masa ini faktor-faktor yang menyebabkan kerusakan otak
diantaranya :
(1) gangguan pembuluh darah otak,
(2) cedera kepala,
(3) infeksi otak yang disebabkan bakteri atau encephalopati virus,
(4) keadaan toksik seperti keracunan Pb (plumbum / timah hitam),
(5) anoxia karena tenggelam,
(6) serangan epilepsy,
(7) tumor,
(8) cardiac arrest (Campbell, 1991).

3. Tanda dan gejala


- Tanda-tanda dini :
 Kejang tiba – tiba
 Terkulai
 Perkembangan Lambat
 Sulit makan
 Tingkah laku yang tidak umum
 Adanya ganguan pendengaran dan komunikasi
- Tanda-tanda lanjut :
 Reflex abnormal
 Kelemahan otot
 Kelainan sensasi proprioseptik dan cutaneus
 Kelainan fungsi-fungsi tertentu
Afasia : hilang kemampuan untuk berbahasa
Tuna Rungu : tuli dan bisu
Tuna Netra : gangguan penglihatan
 Gangguan Mental

4. Patologi

CP spastic diplegi dari beberapa literature diasumsikan oleh karena adanya


haemorage dan periventricular leukomalacia pada area substansi alba yang merupakan
area terbesar dari kortek motor. Periventrium leukomalacia adalah nekrosis dari
substansi alba sekitar ventrikel akibat menurunnya kadar oksigen dan arus darah pada
otak yang biasanya terjadi pada spastic diplegi. Periventricular leukomalacia sering
terjadi bersamaan dengan lesi haemoragic dan potensi terjadi selama apnoe pada bayi
premature.

C. Pendekatan intervensi fisioterapi


- Terapi latihan
Terapi latihan adalah suatucara mempercepat penyembuhan dari suatu
injury/penyakit tertentu yang pernah mengubah cara hidupnya yang normal. Terapi
latihan adalah suatu usaha pengobatan dalam fisioterapi yang dalam pelaksanaannya
menggunakan latihan-latihan gerakan tubuh baik secara aktif maupun pasif (Wisnhu,
2010).
1. Passive exercise

Efek dan kegunaan Relaxed Passive Movement yaitu (1) mencegah proses
perlengketan jaringan untuk memelihara kebebasan gerak sendi. (2) mendidik kembali
pola gerakan dengan stimulasi pada propioceptor. (3) mencegah pemendekan otot. (4)
memperlancar sirkulasi darah/limfe. (5) untuk relaksasi (Wisnhu, 2010).

- Bobath Exercise
Metode Bobath merupakan metode latihan untuk mengatasi masalah-masalah
yang timbul pada keterlambatan atau kelumpuhan otak, yang dikembangkan oleh
Bobath dan istrinya Bertha Bobath (Bobath, 1972).
Adapun teknik-teknik yang akan digunakan pada kasus cerebral palsy spastic
quadriplegi pada metode Bobath ini yaitu (1) inhibisi yaitu penurunan reflex sikap
abnormal untuk memperoleh tonus otot yang lebih normal, (2) fasilitasi sikap normal
untuk memelihara tonus otot setelah diinhibisi, (3) stimulasi yaitu upaya meningkatkan
tonus dan pengaturan fungsi otot sehingga memudahkan pasien melakukan
aktivitasnya (Soekarno, 2002).

1. Latihan berguling
2. Latihan duduk
3. Latihan berjalan
4. Latihan mengontrol kepala dan tangan

- Stretching

Stretching berperan dalam meningkatkan fleksibilitas tubuh, melatih sensorik


dan motorik serta penguluran otot-otot.
BAB III
PROSES FISIOTERAPI

A. Identitas pasien umum


 Data Anak
- Nama : Faith Alexa Theona
- Umur : 4 tahun
- TTL : Jakarta, 28 September 2015
- Alamat : jl. Pattimura No. 36
- Agama : Kristen Protestan
- Jenis kelamin : perempuan

 Data Ibu
- Nama : Oktaviana Niken Prawitasari
- Alamat : jl. Pattimura No. 36
- Agama : Kristen Protestan
- Pekerjaan : PNS

B. Anamnesis Khusus
- Keluhan utama : anak mengalami spastik pada extremitas superior, trunk dan pada
kedua tungkainya.
- Riwayat kehamilan :
 Keadaan ibu saat hamil : sehat
 Anak ke :1
- Riwayat persalinan :
 Keadaan bayi saat lahir : Premature
 Penolong saat lahir : Dokter
 Proses persalinan : Normal
- Riwayat perjalanan penyakit : pasien mengalami spastik tiap kali bangun tidur,
namun suhu badan tetap normal dan tidak ada kejang. Meski selalu merasa spastik
pada otot-ototnya, pasien masih dapat makan dan minum juga BAB dan BAK tetap
dalam keadaan normal.

C. Inspeksi/observasi
- Statis :
 Drop foot
 Knee fleksi
 Spastik pada ekstremitas superior dan trunk
 Spastik pada kedua tungkai

- Dinamis :
 Saat dilakukan latihan berjalan kaki pasien terlihat jinjit

D. Pemeriksaan Spesifik
1. Pemeriksaan tumbuh kembang (DDST / Denver Devlopment Screening Test)
- Hasil pemeriksaan tumbuh kembang pasien menurut skala Denver yaitu : usis
perkembangan pasien -1 tahun

a. Motorik halus : menyatakan keinginan, mengamati tangan


b. Motorik kasar : mengangkat kepala
c. Bahasa : mengoceh, meniru kata
d. Social : menyatakan keinginan, mengamati tangan

2. Pemeriksaan Tonus otot (Skala asworth)


- Hasil :
Extremitas superior : 3
Extremitas inferior : 4

- Parameter :
0. Tidak ada peningkatan tonus otot
1. Ada peningkatan sedikit tonus otot, ditandai dengan terasanya tahanan minimal
pada akhir ROM pada waktu sendi digerakkan fleksi ekstensi
2. Ada peningkatan sedikit tonus otot, ditandai adanya pemberhentian
gerakan dan diikuti adanya tahanan minimal sepanjang sisa ROM, tetapi secara
umum sendi mudah digerakkan
3. Peningkatan tonus otot lebih nyata sepanjan sebagian besar ROM, tapi sendi
masih
mudah digerakkan
4. Penigkatan tonus otot sangat nyata, gerakan pasif sulit dilakukan
5. Sendi atau ekstremitas kaku/rigid pada gerakan fleksi atau ekstensi

3. Pemeriksaan kekuatan otot (MMT)


- Hasil :
Ekstremitas superior (kanan/kiri) : 3/3
Ekstremitas inferior (kanan/kiri) : 2/2
- Parameter :
Grade 5 (normal) : pasien mampu melawan maksimal resisten
Grade 4 (Good) : mampu melawan resisten sedang
Grade 3 (fair) : pasien full ROM dan mempertahankan posisi tanpa tahanan
Grade 2 (poor) : kontraksi teraba tetapi tidak terlihat gerakan
Grade 1 (Trace) : kontraksi teraba tetapi tidak terlihat gerakan
Grade 0 (zero)) : tidak ada kontraksi otot dan gerakan
4. Pemeriksaan keseimbangan
- Hasil : tidak mampu mempertahankan keseimbangannya

- Anak dalam posisi duduk, kemudian terapis memberikan stimulasi berupa mengayun
ke arah dari arah depan, belakang maupun kesamping kiri dan kanan atau anak dalam
posisi berdiri lalu dilihat apakah dia bisa mempertahankan posisi atau tidak.

5. Pemeriksaan sensorik
- Hasil : tidak ada gangguan sensorik
- Fisioterapis mencubit atau mencolek lengan pasien, hasilnya Anak merasa kesakitan
dengan melihat mimik wajah dan suara yang di keluarkan serta sikap penolakan
berupa menghindar atau memberi perlawanan

6. Pemeriksaan reflex
a. Reflex babinsky : positif
b. Reflex moro : positif
E. Algorhitma assesment fisioterapi

- Buatlah algorhitma assessment fisioterapi berdasarkan pengamatan dan perlakuan anda


terhadap kasus yang anda tangani !

History Taking :

Pasien mengalami spastik pada otot


tungkainya, dan sulit untuk bergerak

Inspeksi :

Kaki plantar fleksi, flaccid pada otot trunk, knee fleksi, spastik pada
otot gastrocnemius

Pemeriksaan fisik

Palpasi : Quick Tes : Pemeriksaan spesifik :


Tes Gerak pasif : - Pemeriksaan tumbuh
- Suhu tubuh
pasien kembangberdasarkan
normal Belum bisa duduk skala Denver II : usia
Tidak ada nyeri, dan - Tidak ada dan berdiri secara perkembangan -1 tahun
keterbatasan pada mandiri - - tonus otot ex. Superior
oedema
ekstremitas inferior (3) inferior (4)
- Tidak ada
- MMT : Superior (3) inferior
nyeri tekan (2)
- Keseimbangan : tidak
seimbang
-
- -
Diagnosa ICF :

“Gangguan tumbuh kembang cerebral palsy et causa epilepsy”

- Buatlah algorhitma assessment fisioterapi berdasarkan Evidence Based Practice atau


Clinical Practice Guidelines terhadap kasus yang anda tangani !

History Taking :

pasien mengalami spastik tiap kali


bangun tidur, namun suhu badan
tetap normal dan tidak ada kejang.

Inspeksi :

Kaki plantar fleksi, flaccid pada otot trunk, knee fleksi, spastik pada
otot gastrocnemius, jinjit ketika latihan berjalan

Pemeriksaan Fisik

Palpasi : Quick test : Tes spesifik :


Tes Gerak aktif : -belum bisa berdiri
- Suhu tubuh pasien - Pemeriksaan tumbuh
Pada saat dilakukan normal secara mandiri kembangberdasarkan skala
gerak aktif, pasien Denver II : usia perkembangan -1
-Tidak ada oedema -belum mampu
mampu melakukan tahun
berjalan
- - tonus otot ex. Superior (3)
tapi tidak - Tidak ada nyeri
-sudah mampu inferior (4)
terkoordinasi tekan
- MMT : Superior (3) inferior (2)
berguling
- Hipertonus - Keseimbangan : tidak seimbang
Diagnosa ICF :

“Gangguan tumbuh kembang cerebral palsy et causa epilepsy”

F. Diagnosa Fisioterapi
- Diagnosa FT
“gangguan tumbuh kembang cerebral palsy et causa epilepsy”

G. Problematik FT

Kondisi/Penyakit :
“gangguan tumbuh kembang et causa
epilepsy”

Impairment Acivity Limitation Participation Restriction


(Body structure and  Belum bisa melakukan  Adanya hambatan saat
function) aktifitas sendiri bermain dengan teman
 Kekakuan otot (spastik)  Belum bisa berdiri dengan sebayanya
 Keterbatasan ROM baik
 Gangguan
keseimbangan

H. Tujuan Intervensi Fisioterapi


- Tujuan jangka pendek :
 Meningkatkan kekuatan otot
 Meningkatkan ROM
 Memperbaiki keseimbangan
- Tujuan jangka panjang :
 Meningkatkan kemampuan fungsional pasien dengan menggerakkan AGA dan
AGB

I. Program intervensi Fisioterapi


- Terapi latihan
1. Passive exercise
 Tujuan : memperkuat otot-otot yang mengalami kelemahan dan
meningkatkan dan memelihara ROM
 Posisi pasien : berbaring terlentang di atas bed
 Posisi terapis : di samping pasien
 Teknik pelaksanaan :
Pasien pada posisi berbaring kemudian fisioterapis memberikan gerakan
passive pada extremitas superior dan inferior, serta disendi-sendi lainnya.
 Dosis :
F : 3 kali dalam 1 minggu
I : Toleransi pasien
T : kontak langsung
T : 30-40 menit

- Bobath Exercise
1. Latihan berguling
 Tujuan : untuk memperbaiki tonus postural yang normal.
 Posisi pasien : berbaring terlentang di atas bed
 Posisi terapis : di samping pasien
 Teknik pelaksanaan :
memposisikan bayi pada posisi telentangdan dipegangi kaki kanan dan kirinya.
Selanjutnya gerakkan salah satu kaki yang lain sehingga bayi tengkurap.
 Dosis :
F : 2 kali sehari
I : toleransi pasien
T : kontak langsung
T : 2-3 menit

2. Latihan duduk
 Tujuan : agar anak anak dapat beraktivitas ke segala arah pada saat
duduk, mempersiapkan diri untuk berdiri dan jongkok dari posisi duduk, dan
beraktivitas dari posisi duduk ke merangkak.
 Posisi pasien : tengkurap di atas bed
 Posisi terapis : di samping pasien
 Teknik pelaksanaan :
Anak dari posisi tengkurap diposisikan duduk kemudian FT memberikan
bantuan pada SIAS anak.
 Dosis :
F : 2 kali sehari
I : Toleransi pasien
T : Kontak langsung
T : 2-3 menit

3. Latihan berjalan
 Tujuan : agar anak dapat mempersiapkan tungkainya dari duduk
berlutut untuk selanjutnya berdiri.
 Posisi pasien : berdiri
 Posisi terapis : di belakang pasien
 Teknik pelaksanaan :
anak difasilitasi dengan menggunakan alat walker, dengan cara anak
berpegangan pada walker kemudian terapis mengitruksikan kepada anak untuk
bergerak maju, mundur, jalan kesamping kanan maupun kiri.
 Dosis :
F : setiap hari
I : Toleransi pasien
T : mengamati
T : 15 menit

4. Latihan mengontrol kepala dan tangan


 Tujuan : Untuk memperbaiki tonus postural yang normal.
 Posisi pasien : terlentang di bed
 Posisi terapis : di samping pasien
 Teknik pelaksanaan :
memposisikan anank tidur terlentang kemudian terapi mengajak anak untuk
berguling keposisi tengkurap. Anak juga dapat diintruksikan melakukan
gerakan seperti sedang “terbang” diudara, yakni pada posisi tengkurap anak
diajak untuk mengangkat kedua tangan dan kaki.
 Dosis :
F : setiap hari
I : Toleransi pasien
T : mengamati
T : 5 detik, 8-10 kali pengulangan

- Stretching
 Tujuan : meningkatkan fleksibilitas tubuh, melatih sensorik dan
motorik serta penguluran otot-otot.
 Posisi pasien : terlentang di bed
 Posisi terapis : di samping pasien
 Teknik pelaksanaan :
Pasien tidur terlentang kemudian fisioterapis menggerakkan kedua tungkai
bergantian secara pasif disetiap persendian ke segala arah dan ditambah
dengan penguluran.
 Dosis :
F : setiap hari
I : penguluran max
T : pasif stretching
T : 8x hitungan

J. Evaluasi Fisioterapi (Follow-up)

Setelah diberikan intervensi fisioterapi, pasien mengalami peningkatan kekuatan otot pada
ekstremitas superior dan inferior, koordinasi dan keseimbangan mulai membaik.
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

Cerebral Palsy (CP, Kelumpuhan Otak Besar) adalah suatu keadaan yang ditandai
dengan buruknya pengendalian otot, kekakuan, kelumpuhan dan gangguan fungsi saraf
lainnya.

Cerebral palsy (CP) merupakan suatu kelainan gerakan dan postur tubuh yang tidak
progresif. Penyebabnya karena suatu kerusakan atau gangguan pada sel-sel motorik pada
susunan saraf pusat yang sedang tumbuh atau belum selesai pertumbuhannya. CP biasanya
muncul sebelum anak lahir atau ketika anak berumur 3-5 tahun.

Klasifikasi dari CP yaitu (1) spastik, (2) athetoid, (3) Ataksia, (4) Tremor, (5)
mixed, Masalah yang berhubungan dengan CP bervariasi, mulai dari yang sangat ringan
hingga berat. Beratnya kondisi, berhubungan dengan beratnya kerusakan otak dan letak
kerusakan otak. Problem utama kasus ini adalah adanya spastisitas pada kedua tungkai.
Problem utama tersebut pada akhirnya menyebabkan gangguan pada aktifitas
fungsionalnya yaitu pasien belum mampu berdiri dan berjalan secara mandiri.

Adapun rencana intervensi yang diberikan yaitu passive exercise, bobath exercise
dan stretching.
DAFTAR PUSTAKA

http://eprints.ums.ac.id/39694/20/NASKAH%20PUBLIKASI.pdf

http://eprints.ums.ac.id/39655/15/NASKAH%20PUBLIKASI.pdf

https://fisioterapidotme.wordpress.com/tag/latihan-bobath-pada-anak-cerebral-palsy/

http://eprints.ums.ac.id/36998/23/NASKAH%20PUBLIKASI-2.pdf

Anda mungkin juga menyukai