PENDAHULUAN
Secara umum, Cerebral Palsy yang dikenal sebagai gangguan yang berefek pada gerakan
dan postur. Pada cerebral palsy spastic otot-otot menjadi kaku. spastic diplegi merupakan
gangguan yang mengenai pada keempat ekstremitas tubuh (ekstremitas atas dan bawah) dengan
tingkat spastic ekstremitas bawah lebih berat dibandingkan ekstremitas atas.
Diplegi adalah paralisis yang menyertai kedua sisi tubuh, paralisis bilateral (Dorlan, 2005).
Diplegi merupakan salah satu bentuk CP yang mengenai kedua belah kaki. Cerebral Palsy Spastik
Diplegi adalah suatu gangguan tumbuh kembang motorik anak yang disebabkan karena adanya
kerusakan pada otak yang terjadi pada periode sebelum, selama dan sesudah lelahiran yang
ditandai dengan kelemahan pada anggota gerak bawah yang lebih berat dari pada anggota gerak
atas.
Kelainan neuropatologi pada cerebral palsy bermacam-macam tergantung pada bentuk dan
besarnya hasil dan juga pada tingkat perkembangan system saraf pusat (Molnar, 1992). Terdapat
tiga jenis lesi neuropati (1) lesi yang dihasilkan oleh perdarahan dibawah lapisan ventrikel
(subependimal), (2) enchepalopathy yang disebabkan oleh anoxia dan hypoxia, (3) neuropathy
akibat malformasi system saraf pusat. Mekanisme patologi meliputi necrosis neurology selective
dan ischemic cerebral. Cerebral ischemic necrosis meliputi focal dan multifocal, sedangkan tipe
ischaemic lesi meliputi lesi hemorargic dan periventricular leukomalacia (Hill and Volpe, dikutip
oleh Shepherd, 1995). Periventrikular leukomalasia adalah pelebaran ventrikel yang menekan
kapsula interna yang berfungsi mengatur motor neuron dari tungkai dan trunk. Pelebaran di
kapsula interna menyebabkan gangguan di piramidalis dan menyebabkan cerebral palsy spastik
diplegi ( Sheperd, 1995).
Fisioterapi pada kasus CP berperan dalam memperbaiki postur, mobilitas postural, control
gerak, dan mengajarkan pola gerak yang benar. Cara yang digunanakan yaitu dengan mengurangi
spastisitas, memperbaiki pola jalan, dan mengajarkan pada anak gerakan-gerakan fungsional
sehingga diharapkan anak mampu mandiri untuk melakukan aktifitasnya sehari-hari (Wikipedia
Project, 2007).
Angka kejadian penderita Cerebral Palsy di beberapa negara menunjukkan angka yang
bervariasi. Satu koma tiga dari 1000 kelahiran di Denmark, 5 dari 1000 anak di Amerika Serikat,
dan 7 dari 100.000 kelahiran di Amerika (Sunusi dan Nara, 2007). Di Indonesia angka kejadian
cerebral palsy berkisar 2 anak per 1000 anak usia sekolah dini. Satu penelitian menunjukkan
prevalensi Cerebral Palsy kongenital derajat sedang sampai berat mencapai 1,2 per 1000 anak usia
3 tahun (Grether et.al., 1992)
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Korteks cerebri merupakan bagian terluas dari otak yang menutup total hemisferium
cerebri. Kedua hemisferium cerebri membentuk bagian otak yang terbesar, dipisahkan oleh
fissura longitudinalis cerebri. Permukaan hemisferium cerebri berada di dorsalsteral,
medial dan basal. Pada permukaan ini terdapat alur-alur atau parit-parit , yang dikenal
sebagai fissura dan sulcus. Bagian otak yang terletak diantara alur-alur ini dinamakan
konvolusi atau gyrus. Bagian-bagian cerebrum ( otak ) yang utama :
a. ) Lobus frontalis , Lobus frontalis meluas dari ujung frontal dan berakhir pada sulcus
centralis dan disisi samping pada fissura lateralis. Area 4 merupakan daerah motorik yang
utama. Area 6 merupakan sirkuit traktus extrapyramidalis. Area 8 berhubungan dengan
pergerakan mata dan perubahan pupil. Area 9, 10, 11, dan 12 merupakan daerah asosiasi
frontalis.
b. ) lobus parietalis , Lobus parietalis meluas dari sulcus centralis sampai fissura parieto-
occipitalis dan ke lateral sampai setinggi fissura cerebri lateralis. Area 3, 1, dan 2
merupakandaerah sensorik postcentralis yang utama. Area 5 dan 7 adalah daerah asosiasi
sensorik.
c. ) lobus occipitalis , lobus occipitalis merupakan lobus psterior yang berbentuk pyramid
dan terletak dibelakang fissura parieto-occipitalis. Area 17 yaitu corteks striata, corteks
visual yang utama. Area 18 dan 19 merupakan daerah asosiasi visual.
d. ) Lobus temporalis , bagian lobus temporalis dari hemisferium cerbri terletak dibawah
fissura lateralis cerebri ( sylvii ) dan berjalan kebelakang sampai fissura parieto-
occippitalis. Area 41 adalah daerah auditorius primer. Area 42 merupakan corteks auditoris
sekunder atau asosiatif. Area 38, 40,21, dan 22 adalah daerah asosiasi.
Penelitian yang dilakukan Fritsch dan Hitzig pada tahun 1870 mebuktikan bahwa
perangsangan listrik pada korteks serebri akan menimbulkan gerakan anggota tubuh di sisi
kontralateral. Sejak saat itu dapat dilakukan pemetaan somatotropik pada korteks serebri
mengenai pola gerakan tertentu pada otot-otot wajah, tubuh, anggota gerak atas dan
anggota gerak bawah. Pemetaan tersebut menghasilkan gambar suatu homunculus
(manusia kecil) yang terbalik pada girus presentralis. Otot-otot wajah diproyeksikan pada
girus presentralis bagian bawah. Di sebelah atasnya terletak daerah proyeksi dari otot-otot
ekstremitas superior, sedangkan di sebelah atas daerah ini terletak proyeksi dari otot-otot
tubuh. Daerah proyeksi otot-otot ekstremitas inferior dan genitalis berada di permukaan
medial hemisfer serebri yaitu di girus parasentralis (Ngoerah, 1991). Seperti tercantum
pada gambar 2.1.
2. Ganglia basalis
Ganglia basalis ialah massa substansia grisea yang terletak di dalam setiap
hemispherium cerebri. Massa-massa tersebut adalah corpus striatum, nucleus amygdala
dan claustrum. Nucleus caudatus dan nucleus lentiformis bersama fasiculus interna
membentuk corpus striatum yang merupakan unsur penting dalam sistem extrapyramidal.
Fungsi dari ganglia basalis adalah sebagai pusat koordinasi dan keseimbangan yang
berhubungan dengan keseimbangan postur, gerakan otomatis (ayunan lengan saat berjalan)
dan gerakan yang membutuhkan keterampilan. Ganglia basalis diduga mempunyai peran
dalam perencanaan gerakan dan sinergi gerakan (Japardi, 2007).
3. Cerebellum
Cerebellum yang terletak pada fosa posterior tengkorak berada dibelakang pons dan
medulla, dipisahkan dari cerebrum yang berada diatasnya oleh perluasan durameter, yaitu
tentorium cerebelli. Permukaan cerebellum mepunyai banyak sulcus dan alur, yang
memberikan gambaran berlapis-lapis dan makin dipertegas oleh beberapa fisura yang
dalam yang membagi cerebellum menjadi beberapa lobus. Cerebellum terdiri atas bagian
medial yang kecil dan tidak berpasangan, yaitu vermis dan 2 massa lateral yang besar, yaitu
hemispherium cerebelli (Chusid, 1990). Struktur interna cerrebelum ditandai oleh lapisan
corteks dan massa interna substansia alba yang didalamnya terdapat sekelompok nukleus.
Fungsi cerebellum adalah sebagai pusat koordinasi untuk mempertahankan
keseimbangan dan tonus otot. Cerebellum mrupakan bagian dari susunan saraf pusat yang
diperlukan untuk mempertahankan postur dan keseimbangan untuk berjalan dan berlari
(Japardi, 2007).
4. Traktus piramidalis
Traktus piramidalis adalah traktus yang melewati piramida medula oblongata
(Ngoerah, 1991). Traktus piramidalis dibentuk oleh serabut-serabut frontospinalis dan
serabut-serabut sentrospinalis (Ngoerah, 1991). Fungsi sistem piramidalis adalah sebagai
pengatur kontrol gerak yang berhubungan dengan gerakan terampil dan motorik halus
B. Patologi
1. Definisi
Secara umum, Cerebral Palsy yang dikenal sebagai gangguan yang berefek
pada gerakan dan postur. Pada cerebral palsy spastic otot-otot menjadi kaku. Tipe
ini digolongkan berdasarkan bagian mana dari tubuh yang terpengaruh. Spastik
Diplegi merupakan gangguan yang mengenai pada keempat ekstremitas tubuh
(ekstremitas atas dan bawah) dengan tingkat spastic ekstremitas bawah lebih berat
dari pada ekstremitas atas. Menurut (Dorlan, 2005)
Cerebral Palsy (CP, Kelumpuhan Otak Besar) adalah suatu keadaan yang
ditandai dengan buruknya pengendalian otot, kekakuan, kelumpuhan dan gangguan
fungsi saraf lainnya.
Cerebral palsy (CP) merupakan suatu kelainan gerakan dan postur tubuh
yang tidak progresif. Penyebabnya karena suatu kerusakan atau gangguan pada sel-
sel motorik pada susunan saraf pusat yang sedang tumbuh atau belum selesai
pertumbuhannya. CP biasanya muncul sebelum anak lahir atau ketika anak
berumur 3-5 tahun.
2. Etiologi
c) Post natal Pada masa ini faktor-faktor yang menyebabkan kerusakan otak
diantaranya :
(1) gangguan pembuluh darah otak,
(2) cedera kepala,
(3) infeksi otak yang disebabkan bakteri atau encephalopati virus,
(4) keadaan toksik seperti keracunan Pb (plumbum / timah hitam),
(5) anoxia karena tenggelam,
(6) serangan epilepsy,
(7) tumor,
(8) cardiac arrest (Campbell, 1991).
4. Patologi
Efek dan kegunaan Relaxed Passive Movement yaitu (1) mencegah proses
perlengketan jaringan untuk memelihara kebebasan gerak sendi. (2) mendidik kembali
pola gerakan dengan stimulasi pada propioceptor. (3) mencegah pemendekan otot. (4)
memperlancar sirkulasi darah/limfe. (5) untuk relaksasi (Wisnhu, 2010).
- Bobath Exercise
Metode Bobath merupakan metode latihan untuk mengatasi masalah-masalah
yang timbul pada keterlambatan atau kelumpuhan otak, yang dikembangkan oleh
Bobath dan istrinya Bertha Bobath (Bobath, 1972).
Adapun teknik-teknik yang akan digunakan pada kasus cerebral palsy spastic
quadriplegi pada metode Bobath ini yaitu (1) inhibisi yaitu penurunan reflex sikap
abnormal untuk memperoleh tonus otot yang lebih normal, (2) fasilitasi sikap normal
untuk memelihara tonus otot setelah diinhibisi, (3) stimulasi yaitu upaya meningkatkan
tonus dan pengaturan fungsi otot sehingga memudahkan pasien melakukan
aktivitasnya (Soekarno, 2002).
1. Latihan berguling
2. Latihan duduk
3. Latihan berjalan
4. Latihan mengontrol kepala dan tangan
- Stretching
Data Ibu
- Nama : Oktaviana Niken Prawitasari
- Alamat : jl. Pattimura No. 36
- Agama : Kristen Protestan
- Pekerjaan : PNS
B. Anamnesis Khusus
- Keluhan utama : anak mengalami spastik pada extremitas superior, trunk dan pada
kedua tungkainya.
- Riwayat kehamilan :
Keadaan ibu saat hamil : sehat
Anak ke :1
- Riwayat persalinan :
Keadaan bayi saat lahir : Premature
Penolong saat lahir : Dokter
Proses persalinan : Normal
- Riwayat perjalanan penyakit : pasien mengalami spastik tiap kali bangun tidur,
namun suhu badan tetap normal dan tidak ada kejang. Meski selalu merasa spastik
pada otot-ototnya, pasien masih dapat makan dan minum juga BAB dan BAK tetap
dalam keadaan normal.
C. Inspeksi/observasi
- Statis :
Drop foot
Knee fleksi
Spastik pada ekstremitas superior dan trunk
Spastik pada kedua tungkai
- Dinamis :
Saat dilakukan latihan berjalan kaki pasien terlihat jinjit
D. Pemeriksaan Spesifik
1. Pemeriksaan tumbuh kembang (DDST / Denver Devlopment Screening Test)
- Hasil pemeriksaan tumbuh kembang pasien menurut skala Denver yaitu : usis
perkembangan pasien -1 tahun
- Parameter :
0. Tidak ada peningkatan tonus otot
1. Ada peningkatan sedikit tonus otot, ditandai dengan terasanya tahanan minimal
pada akhir ROM pada waktu sendi digerakkan fleksi ekstensi
2. Ada peningkatan sedikit tonus otot, ditandai adanya pemberhentian
gerakan dan diikuti adanya tahanan minimal sepanjang sisa ROM, tetapi secara
umum sendi mudah digerakkan
3. Peningkatan tonus otot lebih nyata sepanjan sebagian besar ROM, tapi sendi
masih
mudah digerakkan
4. Penigkatan tonus otot sangat nyata, gerakan pasif sulit dilakukan
5. Sendi atau ekstremitas kaku/rigid pada gerakan fleksi atau ekstensi
- Anak dalam posisi duduk, kemudian terapis memberikan stimulasi berupa mengayun
ke arah dari arah depan, belakang maupun kesamping kiri dan kanan atau anak dalam
posisi berdiri lalu dilihat apakah dia bisa mempertahankan posisi atau tidak.
5. Pemeriksaan sensorik
- Hasil : tidak ada gangguan sensorik
- Fisioterapis mencubit atau mencolek lengan pasien, hasilnya Anak merasa kesakitan
dengan melihat mimik wajah dan suara yang di keluarkan serta sikap penolakan
berupa menghindar atau memberi perlawanan
6. Pemeriksaan reflex
a. Reflex babinsky : positif
b. Reflex moro : positif
E. Algorhitma assesment fisioterapi
History Taking :
Inspeksi :
Kaki plantar fleksi, flaccid pada otot trunk, knee fleksi, spastik pada
otot gastrocnemius
Pemeriksaan fisik
History Taking :
Inspeksi :
Kaki plantar fleksi, flaccid pada otot trunk, knee fleksi, spastik pada
otot gastrocnemius, jinjit ketika latihan berjalan
Pemeriksaan Fisik
F. Diagnosa Fisioterapi
- Diagnosa FT
“gangguan tumbuh kembang cerebral palsy et causa epilepsy”
G. Problematik FT
Kondisi/Penyakit :
“gangguan tumbuh kembang et causa
epilepsy”
- Bobath Exercise
1. Latihan berguling
Tujuan : untuk memperbaiki tonus postural yang normal.
Posisi pasien : berbaring terlentang di atas bed
Posisi terapis : di samping pasien
Teknik pelaksanaan :
memposisikan bayi pada posisi telentangdan dipegangi kaki kanan dan kirinya.
Selanjutnya gerakkan salah satu kaki yang lain sehingga bayi tengkurap.
Dosis :
F : 2 kali sehari
I : toleransi pasien
T : kontak langsung
T : 2-3 menit
2. Latihan duduk
Tujuan : agar anak anak dapat beraktivitas ke segala arah pada saat
duduk, mempersiapkan diri untuk berdiri dan jongkok dari posisi duduk, dan
beraktivitas dari posisi duduk ke merangkak.
Posisi pasien : tengkurap di atas bed
Posisi terapis : di samping pasien
Teknik pelaksanaan :
Anak dari posisi tengkurap diposisikan duduk kemudian FT memberikan
bantuan pada SIAS anak.
Dosis :
F : 2 kali sehari
I : Toleransi pasien
T : Kontak langsung
T : 2-3 menit
3. Latihan berjalan
Tujuan : agar anak dapat mempersiapkan tungkainya dari duduk
berlutut untuk selanjutnya berdiri.
Posisi pasien : berdiri
Posisi terapis : di belakang pasien
Teknik pelaksanaan :
anak difasilitasi dengan menggunakan alat walker, dengan cara anak
berpegangan pada walker kemudian terapis mengitruksikan kepada anak untuk
bergerak maju, mundur, jalan kesamping kanan maupun kiri.
Dosis :
F : setiap hari
I : Toleransi pasien
T : mengamati
T : 15 menit
- Stretching
Tujuan : meningkatkan fleksibilitas tubuh, melatih sensorik dan
motorik serta penguluran otot-otot.
Posisi pasien : terlentang di bed
Posisi terapis : di samping pasien
Teknik pelaksanaan :
Pasien tidur terlentang kemudian fisioterapis menggerakkan kedua tungkai
bergantian secara pasif disetiap persendian ke segala arah dan ditambah
dengan penguluran.
Dosis :
F : setiap hari
I : penguluran max
T : pasif stretching
T : 8x hitungan
Setelah diberikan intervensi fisioterapi, pasien mengalami peningkatan kekuatan otot pada
ekstremitas superior dan inferior, koordinasi dan keseimbangan mulai membaik.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Cerebral Palsy (CP, Kelumpuhan Otak Besar) adalah suatu keadaan yang ditandai
dengan buruknya pengendalian otot, kekakuan, kelumpuhan dan gangguan fungsi saraf
lainnya.
Cerebral palsy (CP) merupakan suatu kelainan gerakan dan postur tubuh yang tidak
progresif. Penyebabnya karena suatu kerusakan atau gangguan pada sel-sel motorik pada
susunan saraf pusat yang sedang tumbuh atau belum selesai pertumbuhannya. CP biasanya
muncul sebelum anak lahir atau ketika anak berumur 3-5 tahun.
Klasifikasi dari CP yaitu (1) spastik, (2) athetoid, (3) Ataksia, (4) Tremor, (5)
mixed, Masalah yang berhubungan dengan CP bervariasi, mulai dari yang sangat ringan
hingga berat. Beratnya kondisi, berhubungan dengan beratnya kerusakan otak dan letak
kerusakan otak. Problem utama kasus ini adalah adanya spastisitas pada kedua tungkai.
Problem utama tersebut pada akhirnya menyebabkan gangguan pada aktifitas
fungsionalnya yaitu pasien belum mampu berdiri dan berjalan secara mandiri.
Adapun rencana intervensi yang diberikan yaitu passive exercise, bobath exercise
dan stretching.
DAFTAR PUSTAKA
http://eprints.ums.ac.id/39694/20/NASKAH%20PUBLIKASI.pdf
http://eprints.ums.ac.id/39655/15/NASKAH%20PUBLIKASI.pdf
https://fisioterapidotme.wordpress.com/tag/latihan-bobath-pada-anak-cerebral-palsy/
http://eprints.ums.ac.id/36998/23/NASKAH%20PUBLIKASI-2.pdf