Anda di halaman 1dari 3

TUGAS LAW, ETHICAL DILEMMA AND DICITION IN

PROFESSIONAL MIDWIFERY PRACTICE.


ASPEK NILAI ETIKA DALAM HUKUM

Dosen Pengampuh:
Prof. Dr. Abdul Ghofur Anshori, SH,MH

Disusun Oleh:
Ade Elvina
18710001

PRODI S2 MAGISTER TERAPAN KEBIDANAN


STIKES GUNA BANGSA YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
2018-2019
ASPEK NILAI ETIKA DALAM HUKUM
Dalam membuat analisis mengenai nilai etika dalam hukum dan
hubungannya, kita terlebih dahulu harus mengetahui mengenai etika, moral,
hukum dan hubungan antara nilai etika dalam hukum tersebut. Pada prinsipnya
etika mengkaji mengenai moralitas manusia. Dalam beberapa literatur, etika
diartikan sebagai filsafat tingkah laku (prilaku), sedangkan dalam literatur lain
disebut sebagai filsafat moral.
Pendapat yang disebutkan terakhir kali ini lebih tepat karena moral dalam
arti luas juga moralitas, merupakan nilai dan norma yang dapat menjadi pedoman
sikap dan perilaku manusia. Sehingga bukan hanya perilaku yang dipedomani,
tetapi juga sikap atau lengkapnya dapat dikatakan bahwa etika adalah filsafat
tentang sikap atau perilaku.
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa moralitas merupakan kumpulan
moral yang membentuk suatu sistem nilai tertentu dalam diri pribadi seseorang
atau suatu masyarakat. Dengan demikian moral dapat dimaknai sebagai satuan
yang ada dalam moralitas itu. Orang seringkali mengidentikan kata “moral”
dengan susila. Padahal, cakupan dan substansi moral jauh lebih luas dari pada
susila.
Manusia yang baik tentu tidak cukup hanya bermoral, tetapi juga harus
beretika. Dalan melakukan pemikiran kritis terhadap moral yang diyakininya, ia
tidak akan mudah gampang apabila sewaktu-waktu seseorang yang dijadikan
panutan moralnya telah tiada. Bisa dibayangkan anak dalam contoh sebelumnya,
apabila suatu ketika ia mengetahui bahwa orang tua yang dihormatinya itu
ternayata seorang penjahat. Apakah ia masih menaruh hormat dan taat pada orang
tuanya?
Berkaitan dengan pernyataan tersebut, Shidarta (2009:20) menjelaskan
bahwa etika melakukan pemikiran kritis tentang moral, maka sekalilahi moral
(dalam pengertian yang lebih luas moralitas) adalah bahan kajian dari filsafat yang
bernama “Etika”. Sebagai pengkaji moral, etika pada dasarnya mendudukkan
dirinya pada sudut netral.
Dikatakan “pada dasarnya” karena etika yang netral biasanya mengacu pada
pengertian etika deskriptif. Etika tidak akan berpihak pada salah satu tipe mora.
Meskipun demikian, etika akan berusha menerangkan karakteristik tiap-tiap moral
yang dikajinya, selanjutnya terserah kepada masing-masing individu atau
masyarakat untuk memilihnya.
Kebanyakan orang sering keliru dalam membedakan atara etika dan etiket.
Sebagai contoh, jika seorang mahasiswa menghadap dosennya dengan
menggunakan sendal jepit, mungkin akan memunculkan sebuah komentar bahwa
mahasiswa tersebut tidak beretika. Komentar yang demikian sebenarnya kurang
tepat, sebab kata yang seharusnya adalah etiket, bukan etika.
Etika merupakan cara yang dilakukan atau tidak dilakukan secara umum
yang berlaku pada kelompok masyarakat tertentu. Contohnya membunuh,
mencuri, korupsi, berdusta adalah termasuk kategori etika. Karena pada
masyarakat dimana pun juga membunuh, mencuri, melakukan korupsi adalah
tindakan tidak etis atau tindakan tidak bermoral bagi orang yang melakukannya.
Etika merupakan refleksi manusia tentang nilai-nilai dan norma-norma yang
berlaku dalam kehidupannya. Istilah etika jauh lebih luas pengertian dan ruang
lingkupnya dari sekedar sopan-santun dalam pergaulan.
Sedangkan etiket, erat kaitannya dengan sopan-santun dalam pergaulan
sesama manusia. Apa yang diartikan sopan-santun dalam suatu situasi atau oleh
suatu budaya, akan berbeda menurut situasi atau budaya yang lain. Dengan
demikian istilah etiket bersifat kasuistis, seperti etiket pergaulan, etiket makan,
etiket berteleon dan sebagainya. Etiket berlaku dalam pergaulan dengan orang lain
atau hanya berlaku kalau berhubungan dengan orang lain. Dengan kata lain etiket
tidak berlaku sepanjang tidak berhubungan dengan orang lain.
Sudah menjadi sifat pembawaannya bahwa manusia hanya dapat hidup
dalam masyarakat. Manusia adalah Zoon politikon atau makhluk sosial dan
manusia tidak dapat hidup tanpa bantuan manusia yang lainnya. Didalam
masyarakat manusia selalu berhubungan dengan satu sama lainnya. Kehidupan
bersama itu menyebabkan interaksi, kontak atau hubungan satu sama lain. Kontak
dapat diartikan hubungan yang menyenangkan atau menimbulkan pertentangan
atau konflik. Untuk menghindari konflik itu maka diperlukan suatu aturan untuk
mengatur tingkah laku manusia yang disebut hukum.
Faktor yang penting bagi manusia untuk menjadi manusia susila adalah
adanya kesadaran moral yang dapat direalisasikan dalam tingkah laku sehari-hari.
Kesadaran moral ini, kesadaran untuk bertingkah laku baik, tidak hanya kalau
berhadapan dengan orang lain saja, tetapi berlaku terus menerus tanpa kehadiran
orang lain. kesadaran ini didasarkan ada nilai-nilai yang fundamental dan sangat
mendalam. Dengan demikian maka tingkah laku yang baik berdasarkan pada
otoritas kesadaran pribadi dan bukan atas pengaruh dari luar diri manusia.
Drijakara (1996:25) berpendapat bahwa “Moral atau kesusilaan adalah nilai
sebenarnya bagi manusia satu-satunya nilai yang betul-betul dapat disebut nilai
bagi manusia. Dengan kata lain, moral atau kesusilaan adalah tuntutan kodrat
manusia. Moral atau kesusilaan adalah perkembangan manusia yang sebenarnya”.
Hukum merupakan suatu hal yang penting dalam mengatur dan
menciptakan ketertiban dalam masyarakat kiranya dapat teratasi, sehingga dapat
dikatakan bahwa hukum merupakan sekumpulan peraturan mengenai tingkah laku
dalam masyarakat yag harus ditaati untuk mencapai satu tujuan.
Dapatkah manusia mencapai tujuan akhir, yaitu tujuan kebahagian yang
sempurna? Kebahagiaan yang memuaskan tanpa ada rasa yang menimbulkan
kekecewaan? Dalam kenyataannya, manusia tidak dapat mencapai tujuan akhir di
dunia ini, karena mempunyai kehendak yang tidak dapat dipuaskan. Menurut
A.Gunawan Setiardja (1990:92), manusia itu mempunyai tujuan akhir obejktif dan
tujuan akhir subyektif. Tujuan akhir objektif adalah sama untuk semua orang yaitu
tuhan sebagai pencipta, sedangkan tujuan akhir subyektif adalah adalah
penyempurnaan diri manusia sebagai manusia. Dalam usaha manusia untuk
mencapai kesempurnaan diperlukan adanya kesadaran moral yang secara nyata
dapat menjelma menjadi suara batin, consience, yang didalamya terkandung
pengertian. Suara batin itu tidak diucapkan melainkan hanya ada dalam batin yang
seolah-olah, menyeru memperingatkan mana yang baik dan mana yang buruk.

Sumber:
Muchtar, Masrudi. 2015. Etika Profesi Hukum Kesehatan. Banjarmasin: Pustaka Baru
Press
Anshori, Abdul Ghofur . 2016. Filsafat Hukum. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press

Anda mungkin juga menyukai

  • 10.sap Bahaya Merokok-2
    10.sap Bahaya Merokok-2
    Dokumen10 halaman
    10.sap Bahaya Merokok-2
    widi
    Belum ada peringkat
  • ISPA Leaflet
    ISPA Leaflet
    Dokumen3 halaman
    ISPA Leaflet
    Velia One
    Belum ada peringkat
  • Soap
    Soap
    Dokumen25 halaman
    Soap
    Velia One
    Belum ada peringkat
  • Formulir
    Formulir
    Dokumen5 halaman
    Formulir
    Velia One
    Belum ada peringkat
  • BCCBC
    BCCBC
    Dokumen3 halaman
    BCCBC
    Velia One
    Belum ada peringkat
  • Do Presentasi
    Do Presentasi
    Dokumen13 halaman
    Do Presentasi
    Velia One
    Belum ada peringkat
  • Formulir
    Formulir
    Dokumen5 halaman
    Formulir
    Velia One
    Belum ada peringkat
  • Sap Ispa
    Sap Ispa
    Dokumen8 halaman
    Sap Ispa
    Velia One
    Belum ada peringkat
  • Inovasi Program Kelompok 3
    Inovasi Program Kelompok 3
    Dokumen20 halaman
    Inovasi Program Kelompok 3
    Velia One
    Belum ada peringkat
  • Gizii Labu
    Gizii Labu
    Dokumen4 halaman
    Gizii Labu
    Velia One
    Belum ada peringkat