Anda di halaman 1dari 28

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Persalinan

2.1.1 Definisi Persalinan

Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks, dan janin turun

kedalam jalan lahir. Persalinan dan kelahiran merupakan kejadian yang normal

adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42

minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsun dalam

18 jam tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin (Prawirohardjo, 2012).

Persalinan normal adalah persalinan yang terjadi pada kehamilan aterm

(bukan prematur atau postmatur), mempunyai omset yang spontan (tidak di

induksi), selesai setelah 4 jam dan sebelum 24 jam sejak saat awitannya (bukan

partus presipitatus atau partus lama), mempunyai janin (tunggal) dengan persentasi

verteks (puncak kepala) dan oksiput pada bagian anterior pelvis, terlaksana tanpa

bantuan artifisial (seperti forseps), tidak mencakup komplikasi (seperti perdarahan

hebat), mencakup kelahiran plasenta yang normal (Forrer, 2012).

2.1.2 Kala dalam Persalinan

2.1.2.1 Kala I ( Pembukaan )

Inpartu di tandai dengan keluarnya lendir bercampur darah karena

serviks mulai membuka dan mendatar. Darah berasal dari pecahnya

pembuluh darah kapiler sekitar servikalis karena pergeseran-pergeseran,

ketika mendatar dan membuka. Kala I persalinan dimulai sejak terjadinya

kontraksi uterus dan pembukaan serviks, sehingga mencapai pembukaaan

5
6

lengkap (10 cm). Persalinan kala I dibagi menjadi 2 fase, yaitu fase laten

dan fase aktif.

a. Fase laten, dimana pembukaan serviks berlangsung lambat dimulai sejak

awal kontraksi yang menyebabkan penipi dan, pembukaan secara

bertahap sampai pembukaan 3cm, berlangsung dalam 7-8 jam.

b. Fase aktif (pembukaan serviks 4- 10 cm) berlangsung selama 6 jam dan

dibagi dalam 3 subfase.

1) Periode akselerasi : berlangsung selama 2 jam, pembukaan menjadi

4 cm.

2) Periode dilatasi maksimal : berlangsung selama 2 jam, pembukaan

berlangsung cepat menjadi 9 cm.

3) Periode deselerasi : berlangsung lambat, dalam 2 jam pembukaan

jadi 10 cm atau lengkap.

Pada fase aktif persalinan, frekuensi dan lama kontraksi uterus

umunya meningkat (kontraksi dianggap adekuat jika terjadi 3× atau lebih

dalam waktu10 menit dan berlangsung selama 40 detik atau lebih) dan

terjadi penurunan bagian terbawah janin. Berdasarkan kurve Friedman,

diperhitungkan pembukaan padaprimigravida 1 cm/jam dan pembukaan

multigravida 2cm/jam. Mekanisme membukanya serviks berbeda antara

primigravida dan multigravida. Pada primigravida, ostium uteri internum

akan membuka terlebih dahulu, sehingga serviks akan mendatar dan

menipis, kemudian ostium internum sudah sedikit terbuka. Ostium uteri

internum dan eksternum serta penipisan dan pendataran serviks terjadi

dalam waktu yang sama. Komplikasi yang dapat timbul pada kala I yaitu :
7

ketuban pecah dini,tali pusat menumbung, obstrupsi plasenta, gawat janin,

inersia uteri.

2.1.2.2 Kala II ( Pengeluaran Janin )

Kala II persalinan dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap

(10 cm) dan berakhir dengan lahirnya bayi. Kala II pada primipara

berlangsung selama 2 jam dan pada mulipara 1 jam.

a) Tanda dan gejala kala II

1. His semakin kuat, dengan interval 2 – 3 menit.

2. Ibu merasa ingin meneran bersaman dengan terjadinya kontraksi.

3. Ibu merasakan semakin meningkatnya tekanan pada rektum dan atau

dinding vagina.

4. Perineum terlihat menonjol.

5. Vulva-vagina dan sfingter ani terlihat membuka.

6. Peningkatan pengeluaran lendir dan darah.

b) Dianggnosis Kala II ditegakkan atas dasar pemeriksaan dalam yang

menunjukan :

1. Pembukaan serviks telah lengkap.

2. Terlihat bagian kepala bayi pada introitus vagina.


8

c) Lamanya persalinan

Tabel 2.1
Tabel lama persalinan

Lama Persalinan
Primipara Multipara

Kala I 13 jam 7 jam

Kala II 1 jam ½ jam

Kala III ½ jam ¼ jam

TOTAL 14 ½ jam 7 ¾ jam

(Sujiyantini, dalam buku Asuhan Kebidanan Persalinan, 2010)

2.1.2.3 Kala III ( Pengeluaran Plasenta )

Kala III persalinan dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir

dengan lahirnya plasenta dan selaput ketuban. Seluruh proses biasanya

berlangsung 5-30 menit setelah bayi lahir.

2.1.2.4 Kala IV ( Observasi )

Kala IV dimulai setelah lahirnya plasenta dan berakhir 2 jam setelah

proses tersebut. Komplikasi yang dapat timbul pada kala IV adalah : sub

involusi dikarenakan oleh uterus tidak berkontraksi, perdarahan yang

disebabkan oleh atonia uteri, laserasi jalan lahir, sisa plasenta.

Observasi yang harus dilakukan pada kala IV:

1) Tingkat kesadaran

2) Pemeriksaan TTV : tekanan darah, nadi dan pernafasan

3) Kontraksi uterus

4) Terjadinya perdarahan. Pendarahan dianggap masih normal jika

jumlahnya tidak > 400-500 cc.


9

2.1.3 Standar Pertolongan Persalinan Menurut Soepardan (2011)

2.1.3.1 Asuhan persalinan Kala I

Bidan menilai secara tepat bahwa persalinan sudah mulai, kemudian

memberikan asuhan dan pemantauan dengan memperhatikan kebutuhan

klien selama proses persalinan.

2.1.3.2 Persalinan Kala II yang aman

Bidan melakukan pertolongan persalinan bayi dan plasenta yang bersih dan

aman dengan sikap sopan dan penghargaan terhadap hak pribadi ibu serta

ibu memperhatikan tradisi setempat.

2.1.3.3 Penatalaksanaan aktif persalinan Kala III

Bidan melakukan peregangan tali pusat dengan benar untuk membantu

pengeluaran plasenta dan selaput ketuban secara lengkap.

2.1.3.4 Penanganan Kala II dengan gawat janin melalui episiotomy

Bidan mengenali secara tepat tanda-tanda gawat janin pada Kala II dan

segera melakukan episiotomi dengan aman untuk memperlancar diikuti

dengan penjahitan perineum.

2.1.4 Kala II Lama

2.1.4.1 Definisi Kala II lama

Kala II persalinan dimulai dengan dilatasi lengkap serviks dan diakhiri

dengan kelahiran bayi. Tahap ini dikenal dengan kala ekspulsi (Varney, 2008).

Kala II lama adalah persalinan yang berlangsung lebih dari 2 jam pada primi dan

lebih dari 30 menit sampai 1 jam pada multi (Oxorn, 2010). Kala II lama adalah

persalinan dengan tidak ada penurunan >1 jam untuk nulipara dan multipara

(Saifuddin, 2014).
10

Menurut Depkes RI (2013), beberapa tanda dan gejala persalinan kala II

adalah ibu merasakan ingin meneran bersamaan terjadinya kontraksi, ibu

merasakan peningkatan tekanan pada rectum atau vaginanya, perineum terlihat

menonjol, vulva vagina dan sfingter ani terlihat membuka dan peningkatan

pengeluaran lendir.

Pada kala II his terkoordinir, kuat, cepat dan lama, kira-kira 2-3 menit

sekali. Kepala jenin telah turun masuk ruang panggul sehingga terjadi tekanan pada

otot-otot dasar panggul yang secara reflek timbul rasa mengedan, karena tekanan

pada rektum, ibu seperti ingin buang air besar dengan tanda anus terbuka. Pada

waktu his kepala janin mulai terlihat, vulva membuka dan perineum meregang.

Dengan his mengedan yang terpimpin akan lahir kepala dengan diikuti seluruh

badan janin. Kala II pada primi 1 ½ -2 jam, pada multi ½ -1 jam.

2.1.4.2 Etiologi

Menurut Saifuddin (2014), bahwa etiologi terjadinya kala II lama ini

adalah multikomplek dan tentu saja bergantung pada pengawasan selagi hamil,

pertolongan persalinan yang baik dan penatalaksanaannya. Faktor-faktor

penyebabnya antara lain:

a. Kelainan letak janin

b. Kelainan-kelainan panggul,

c. Kelainan kekuatan his dan mengejan,

d. Pimpinan persalinan yang salah

e. Janin besar atau ada kelainan kongenital,

f. Primi tua primer dan sekunder,

g. Perut gantung, grandemulti,


11

h. Ketuban pecah dini ketika servik masih menutup, keras dan belum

mendatar,

i. Analgesi dan anestesi yang berlebihan dalam fase laten,

j. Wanita yang dependen, cemas dan ketakutan.

2.1.4.3 Patofisiologi

Persalinan kala II ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan dalam untuk

memastikan pembukaan sudah lengkap atau kepala janin sudah tampak di vulva

dengan diameter 5-6 cm. Kemajuan persalinan dalam kala II dikatakan kurang baik

apabila penurunan kepala janin tidak teratur di jalan lahir, gagalnya pengeluaran

pada fase pengeluaran. (Saifuddin, 2014).

Kesempitan panggul dapat menyebabkan persalinan yang lama atau

persalinan macet karena adanya gangguan pembukaan yang diakibatkan oleh

ketuban pecah sebelum waktunya yang disebabkan bagian terbawah kurang

menutupi pintu atas panggul sehingga ketuban sangat menonjol dalam vagina dan

setelah ketuban pecah kepala tetap tidak dapat menekan cerviks karena tertahan

pada pintu atas panggul. Persalinan kadang-kadang terganggu oleh karena kelainan

jalan lahir lunak (kelainan tractus genitalis).

Kelainan tersebut terdapat di vulva, vagina, cerviks uteri, dan uterus. His

yang tidak normal dalam kekuatan atau sifatnya menyebabkan hambatan pada jalan

lahir yang lazim terdapat pada setiap persalinan, jika tidak dapat diatasi dapat

megakibatkan kemacetan persalinan. Baik atau tidaknya his dinilai dengan

kemajuan persalinan, sifat dari his itu sendiri (frekuensinya, lamanya, kuatnya dan

relaksasinya) serta besarnya caput succedaneum. Pimpinan persalinan yang salah

dari penolong, tehnik meneran yang salah, bahkan ibu bersalin yang kelelahan dan
12

kehabisan tenaga untuk meneran dalam proses persalinan juga bisa menjadi salah

satu penyebab terjadinya kala II lama.

2.1.4.4 Diagnosis

Menurut Saifuddin, (2014) Diagnosis Kala II lama, yaitu :

a. Janin tidak lahir setelah 1 jam pada multigravida dan 2 jam pada

primigravida dipimpin mengedan sejak pembukaan lengkap.

b. Ibu tampak kelelahan dan lemah.

c. Kontraksi tidak teratur tetapi kuat.

d. Dilatasi serviks lambat atau tidak terjadi.

e. Tidak terjadi penurunan bagian terbawah janin, walaupun kontraksi

adekuat.

f. Molding-sutura tumpang tindih dan tidak dapat diperbaiki (partograf ++)

g. Lingkaran retraksi patologis (lingkaran Bandl) timbul nyeri di bawah

lingkaran Bandl merupakan tanda akan terjadi ruptura uteri.Tidak adanya

his dan syok yang tiba-tiba merupakan tanda ruptura uteri

h. Kandung kencing ibu penuh. Kandung kencing yang penuh dapat menahan

turunnya janin dan menyebabkan persalinan lama. Pasien dalam persalinan

seharusnya sering kencing.

2.1.4.5 Komplikasi

Efek yang diakibatkan oleh partus lama bisa mengenai ibu maupun janin.

diantaranya:

a. Infeksi Intrapartum Infeksi merupakan bahaya serius yang mengancam

ibu dan janinnya pada partus lama, terutama bila disertai pecahnya

ketuban. Bakteri didalam cairan amnion menembus amnion dan


13

desisdua serta pembuluh korion sehingga terjadi bakteremia, sepsis dan

pneumonia pada janin akibat aspirasi cairan amnion yang terinfeksi.

b. Ruptur uteri Penipisan abnormal segmen bawah uterus menimbulkan

bahaya serius selama partus lama, terutama pada wanita dengan paritas

tinggi dan pada mereka yang dengan riwayat seksio sesarea. Apabila

disproporsi antara kepala janin dan dan panggul sedemikin besar

sehingga kepala tidak engaged dan tidak terjadi penurunan, sehingga

segmen bawah uterus menjadi sangat teregang yang kemudian dapat

menyebabkan ruptur.

c. Cincin retraksi patologis

Pada partus lama dapat timbul konstriksi atau cincin lokal uterus, tipe

yang paling sering adalah cincin retraksi patologis Bandl. Cincin ini

disertai peregangan dan penipisan berlebihan segmen bawah uterus,

cincin ini sebagai sustu identasi abdomen dan menandakan ancaman

akan rupturnya segmen bawah uterus.

d. Pembentukan fistula

Apabila bagian terbawah janin menekan kuat ke pintu atas panggul

tetapi tidak maju untuk jangka waktu lama , maka bagian jalan lahir

yang terletak diantaranya akan mengalami tekanan yang berlebihan.

Karena gangguan sirkulasi sehingga dapat terjadi nekrosis yang akan

jelas dalam beberapa hari setelah melahirkan dengan munculnya

fistula.
14

e. Cedera otot dasar panggul

Cedera otot-otot dasar panggul, persarafan, atau fasia penghubungnya

merupakan konsekuensi yang tidak terelakkan pada persalinan

pervaginum terutama apabila persalinannya sulit.

f. Efek pada janin berupa kaput suksedaneum, moulase kepala janin, bila

berlanjut dapat menyebabkan terjadinya gawat janin.

2.1.4.6 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan yang dilakukan pada ibu dengan kala II memanjang yaitu

dapat dilakukan partus spontan, ekstraksi vakum, ekstraksi forceps, sectio

caesaria, dan lain-lain. Penatalaksanaannya yaitu sebagai berikut :

a. Tetap melakukan Asuhan Sayang Ibu, yaitu :

1. Anjurkan agar ibu selalu didampingi oleh keluarganya selama proses

persalinan dan kelahiran bayinya. Dukungan dari suami, orang tua dan

kerabat yang disukai ibu sangat diperlukan dalam menjalani proses

persalinan. Alasan : Hasil persalinan yang baik ternyata erat hubungannya

dengan dukungan dari keluarga yang mendampingi ibu selama proses

persalinan (Enkin, et al, 2000).

2. Anjurkan keluarga ikut terlibat dalam asuhan, diantaranya membantu ibu

untuk berganti posisi, melakukan rangsangan taktil, memberikan

makanan dan minuman, teman bicara dan memberikan dukungan dan

semangat selama persalinan dan melahirkan bayinya.

3. Penolong persalinan dapat memberikan dukungan dan semangat kepada

ibu dan anggota keluarganya dengan menjelaskan tahapan dan kemajuan

proses persalinan atau kelahiran bayi kepada mereka.


15

4. Tentramkan hati ibu dalam menghadapi dan menjalani kala II persalinan.

Lakukan bimbingan dan tawarkan bantuan jika diperlukan.

5. Bantu ibu memilih posisi yang nyaman saat meneran.

6. Setelah pembukaan lengkap, anjurkan ibu hanya meneran apabila ada

dorongan kuat dan spontan untuk meneran. Jangan menganjurkan untuk

meneran berkepanjangan dan menahan nafas

7. Anjurkan ibu untuk beristirahat diantara kontraksi

Alasan : Meneran secara berlebihan menyebabkan ibu sulit bernafas

sehingga terjadi kelelahan yang tidak perlu dan meningkatkan resiko

asfiksia pada bayi sebagai akibat turunnya pasokan oksigen melalui

plasenta (Enkin, et al, 2000)

8. Anjurkan ibu untuk minum selama kala II persalinan

Alasan : Ibu bersalin mudah sekali mengalami dehidrasi selama proses

persalinan dan kelahiran bayi. Cukupnya asupan cairan dapat mencegah

ibu mengalami hal tersebut (Enkin, et al, 2000).

9. Adakalanya ibu merasa khawatir dalam menjalani kala II persalinan.

Berikan rasa aman dan semangat serta tentramkan hatinya selama proses

persalinan berlangsung. Dukungan dan perhatian akan mengurangi

perasaan tegang, membantu kelancaran proses persalinan dan kelahiran

bayinya. Beri penjelasan tentang cara dan tujuan dari setiap tindakan

setiap kali penolong akan melakukannya, jawab aetiap pertanyaan yang

diajukan ibu, jelaskan apa yang dialami oleh ibu dan bayinya dan hasil

pemeriksaan yang dilakukan (misalnya TD, DJJ, periksa dalam).


16

b. Mendiagnosa kala II persalinan dan memulai meneran :

1. Cuci tangan (Gunakan sabun dan air bersih yang mengalir)

2. Pakai sarung tangan DTT/steril untuk periksa dalam

3. Beritahu ibu saat, prosedur dan tujuan periksa dalam

4. Lakukan periksa dalam (hati-hati) untuk memastikan pembukaan sudah

lengkap (10cm) lalu lepaskan sarung tangan sesuai prosedur PI

5. Jika pembukaan belum lengkap, tentramkan ibu dan bantu ibu mencari

posisi nyaman (bila ingin berbaring) atau berjalan-jalan disekitar ruang

bersalin. Ajarkan cara bernafas selama kontraksi berlangsung. Pantau

kondisi ibu dan bayinya dan catatkan semua temuan dalam partograf.

6. Jika ibu merasa ingin meneran tapi pembukaan belum lengkap,

beritahukan belum saatnya untuk meneran, beri semangat dan ajarkan

cara bernafas cepat selama kontraksi berlangsung. Bantu ibu untuk

memperoleh posisi yang nyaman dan beritahukan untuk menehan diri

untuk meneran hingga penolong memberitahukan saat yang tepat untuk

itu.

7. Jika pembukaan sudah lengkap dan ibu merasa ingin meneran, bantu ibu

mengambil posisi yang nyaman, bimbing ibu untuk meneran secara

efektif dan benar dan mengikuti dorongan alamiah yang terjadi.

Anjurkan keluarga ibu untuk membantu dan mendukung usahanya.

Catatkan hasil pemantauan dalam partograf. Beri cukup minum dan

pantau DJJ setiap 5-10 menit. Pastikan ibu dapat beristirahat disetiap

kontraksi.
17

8. Jika pembukaan sudah lengkap tapi ibu tidak ada dorongan untuk

meneran, bantu ibu untuk memperoleh posisi yang nyaman (bila masih

mampu, anjurkan untuk berjalan-jalan). Posisi berdiri dapat membantu

penurunan bayi yang berlanjut dengan dorongan untuk meneran. Ajarkan

cara bernafas selama kontraksi berlangsung. Pantau kondisi ibu dan bayi

dan catatkan semua temuan dalam partograf.

9. Berikan cukup cairan dan anjurkan / perbolehkan ibu untuk berkemih

sesuai kebutuhan. Pantau DJJ setiap 15 menit, stimulasi puting susu

mungkin dapat meningkatkan kekuatan dan kualitas kontraksi.

10. Jika ibu tidak ada dorongan untuk meneran setelah 60 menit pembukaan

lengkap, anjurkan ibu untuk mulai meneran disetiap puncak kontraksi.

Anjurkan ibu mengubah posisinya secara teratur, tawarkan untuk minum

dan pantau DJJ setiap 5-10 menit. Lakukan stimulasi puting susu untuk

memperkuat kontraksi.

11. Jika bayi tidak lahir setelah 60 menit upaya tersebut diatas atau jika

kelahiran bayi tidak akan segera terjadi, rujuk ibu segera karena tidak

turunnya kepala bayi mungkin disebabkan oleh disproporsi kepala-

panggul (CPD).

12. Upaya mengedan ibu menambah resiko pada bayi karena mengurangi

jumlah oksigen ke plasenta. Dianjurkan mengedan secara spontan

(mengedan dan menahan nafas terlalu lama, tidak dianjurkan).

c. Jika malpresentasi dan tanda-tanda obstruksi bisa disingkirkan, berikan

infus oksitosin.
18

d. Jika tidak ada kemDajuan penurunan kepala :

1. Jika kepala tidak lebih dari 1/5 di atas simfisis pubis atau bagian tulang

kepala di stasion (O), lakukan ekstraksi vakum atau cunam.

2. Jika kepala diantara 1/5 - 3/5 di atas simfisis pubis, atau bagian tulang

kepala di antara stasion (O) - (-2), lakukan ekstraksi vakum.

3. Jika kepala lebih dari 3/5 di atas simfisis pubis atau bagian tulang kepala

di atas stasion (-2) lakukan seksio caesarea.

2.2 Asfiksia

2.2.1 Definisi

Asfiksia neonatorum adalah keadaan gawat bayi yang tidak dapat bernafas

spontan dan teratur, sehingga dapat meurunkan oksigen dan makin meningkatkan

karbon dioksida yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut

(Manuaba, 2007).

2.2.2 Klasifikasi

Menurut GPerinasia (2006), berdasarkan nilai APGAR (Appearance, Pulse,

Grimace, Activity, Respiration) asfiksia diklasifikasikan menjadi 4, yaitu:

1. Asfiksi Ringan (Apgar score 7-10).

2. Asfiksia sedang (Apgar score 4-6)

3. Asfiksia berat (Apgar skor 0-3)

4. Bayi normal dengan nilai APGAR 10.


19

Tabel 2.2
Kriteria Penilaian Apgar:
Kriteria Skor
Appearance => Penampakan / warna kulit

 Jika kulit bayi berwarna biru pucat 0


1
 Jika kulit bayi berawarna pink dan lengan/tungkainya berwarna biru
2
 Jika seluruh kulit bayi berwarna pink

Pulse => Denyut jantung / frekuensi

 Jika tidak terdengar denyut jantung : 0


1
 Jika jantung berdenyut kurang dari 100 kali/menit
2
 Jika jantung berdenyut lebih dari 100 kali/menit

Grimace => Refleks

 Jika tidak timbul refleks 0


1
 Jika wajahnya menyeringai
2
 Jika bayi menyeringai dan terbatuk, bersin atau menangis keras

Activity => Keaktifan / tonus otot

 Jika otot lembek 0


1
 Jika lengan atau tungkainya terlipat
2
 Jika bayi bergerak aktif

Respiration => Pernafasan

 Jika tidak bernafas 0


1
 Jika pernafasan lambat atau tidak teratur
2
 Jika bayi menangis

Masing-masing kriteria diberi skor antara 0-2, akumulasi atau nilai total dari

kelima kriteria yang di sebutkan di atas itulah yang disebut nilai Apgar.
20

2.2.3 Etiologi dan Faktor Risiko

Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan

sirkulasi darah uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi berkurang

yang mengakibatkan hipoksia bayi di dalam rahim dan dapat berlanjut menjadi

asfiksia bayi baru lahir. Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab

terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir, diantaranya adalah (Gomela, 2009):

1. Faktor ibu

Pre-eklampsi dan eklampsi, pendarahan abnormal (plasenta previa atau

solusio plasenta), kehamilan lewat waktu (sesudah 42 minggu kehamilan), partus

lama (rigid serviks dan atonia/ insersi uteri), ruptur uteri yang memberat, kontraksi

uterus yang terus-menerus mengganggu sirkulasi darah ke plasenta, perdarahan

banyak: plasenta previa dan solutio plasenta (Gomela, 2009).

2. Faktor Tali Pusat

Lilitan tali pusat, tali pusat pendek, simpul tali pusat, prolapsus tali pusat

(Gomela, 2009).

3. Faktor Bayi

Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan), bersalinan dengan tindakan

(sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum, ekstraksi forsep), kelainan

bawaan (kongenital), air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)

(Gomela, 2009).

2.2.4 Manifestasi klinis

Denyut jantung janin lebih dari 100 x/mnt atau kurang dari l00 x/menit tidak

teratur, mekonium dalam air ketuban ibu, Apnoe, pucat, sianosis, penurunan

kesadaran terhadap stimulus, kejang (Ghai, 2010)


21

2.2.5 Diagnosis

a. Anamnesis

Anamnesis diarahkan untuk mencari faktor risiko terhadap terjadinya asfiksia

neonatorum, yaitu :

1. Gangguan/ kesulitan waktu lahir.

2. Cara dilahirkan.

3. Ada tidaknya bernafas dan menangis segera setelah dilahirkan (Ghai, 2010).

1) pemeriksaan fisik

a. Bayi tidak bernafas atau menangis.

b. Denyut jantung kurang dari 100x/menit.

c. Tonus otot menurun.

d. Bisa didapatkan cairan ketuban ibu bercampur mekonium, atau sisa

mekonium pada tubuh bayi.

e. BBLR (berat badan lahir rendah)

2) Pemeriksaan penunjang

Laboratorium: hasil analisis gas darah tali pusat menunjukkan hasil

asidosis pada darah tali pusat jika:

a. PaO2 < 50 mm H2O

b. PaCO2 > 55 mm H2

c. pH < 7,30 (Ghai, 2010)


22

2.2.6 Penatalaksanaan Asfiksia

Penatalaksanaan secara umum pada bayi baru lahir dengan asfiksia

menurut Wiknjosastro (2005) adalah sebagai berikut:

1) Pengawasan suhu

Bayi baru lahir secara relatif kehilangan panas yang diikuti oleh penurunan

suhu tubuh, sehingga dapat mempertinggi metabolisme sel jaringan sehingga

kebutuhan oksigen meningkat, perlu diperhatikan untuk menjaga kehangatan

suhu bayi baru lahir dengan:

a) Mengeringkan bayi dari cairan ketuban dan lemak.

b) Menggunakan sinar lampu untuk pemanasan luar.

c) Bungkus bayi dengan kain kering.

2) Pembersihan jalan nafas

Saluran nafas bagian atas segera dibersihkan dari lendir dan cairan amnion,

kepala bayi harus posisi lebih rendah sehingga memudahkan keluarnya lendir.

3) Rangsangan untuk menimbulkan pernafasan

Rangsangan nyeri pada bayi dapat ditimbulkan dengan memukul kedua telapak

kaki bayi, menekan tendon achilles atau memberikan suntikan vitamin K. Hal ini

berfungsi memperbaiki ventilasi.

Menurut Perinasia (2006), Cara pelaksanaan resusitasi sesuai tingkatan asfiksia,

antara lain:

a. Asfiksi Ringan (Apgar score 7-10). Caranya: Bayi dibungkus dengan kain

hangat, bersihkan jalan napas dengan menghisap lendir pada hidung


23

kemudian mulut, bersihkan badan dan tali pusat, lakukan observasi tanda

vital dan apgar score dan masukan ke dalam inkubator.

b. Asfiksia sedang (Apgar score 4-6). Caranya: Bersihkan jalan napas, berikan

oksigen 2 liter per menit, rangsang pernapasan dengan menepuk telapak kaki

apabila belu ada reaksi, bantu pernapasan dengan melalui masker

(ambubag), bila bayi sudah mulai bernapas tetapi masih sianosis berikan

natrium bikarbonat 7,5%sebanyak 6cc. Dextrosa 40% sebanyak 4cc

disuntikan melalui vena umbilikus secara perlahan-lahan, untuk mencegah

tekanan intra kranial meningkat.

c. Asfiksia berat (Apgar skor 0-3). Caranya: Bersihkan jalan napas sambil

pompa melalui ambubag, berikan oksigen 4-5 liter per menit, bila tidak

berhasil lakukan ETT, bersihkan jalan napas melalui ETT, apabila bayi

sudah mulai benapas tetapi masih sianosis berikan natrium bikarbonat 7,5%

sebanyak 6cc. Dextrosa 40% sebanyak 4cc.

2.2.7 Pencegahan

2.2.7.1 Pencegahan secara Umum

Pencegahan terhadap asfiksia neonatorum adalah dengan menghilangkan

atau meminimalkan faktor risiko penyebab asfiksia. Derajat kesehatan wanita,

khususnya ibu hamil harus baik. Komplikasi saat kehamilan, persalinan dan

melahirkan harus dihindari. Upaya peningkatan derajat kesehatan ini tidak mungkin

dilakukan dengan satu intervensi saja karena penyebab rendahnya derajat kesehatan

wanita adalah akibat banyak faktor seperti kemiskinan, pendidikan yang rendah,

kepercayaan, adat istiadat dan lain sebagainya. Untuk itu dibutuhkan kerjasama

banyak pihak dan lintas sektoral yang saling terkait (Perinasia, 2006).
24

2.2.7.2 Pencegahan saat persalinan

Pengawasan bayi yang seksama sewaktu memimpin partus adalah penting,

juga kerja sama yang baik dengan Bagian Ilmu Kesehatan Anak.

1. Yang harus diperhatikan:

a. Hindari forceps tinggi, versi dan ekstraksi pada panggul sempit,

sertapemberian pituitarin dalam dosis tinggi.

b. Bila ibu anemis, perbaiki keadaan ini dan bila ada perdarahan berikan

oksigen dan darah segar.

c. Jangan berikan obat bius pada waktu yang tidak tepat, dan jangan menunggu

lama pada kala II (Perinasia, 2006).

2.3 Post Partum

2.3.1 Pengertian

Masa nifas (Postpartum/puerperium) berasal dari bahasa latin yaitu dari

kata―puer‖ yang artinya bayi dan ―parous‖ yang arti melahirkan. Yaitu masa pulih

kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti

pra hamil. Lama pada masa ini berkisar sekitar 6-8 minggu.

Masa nifas ini terdiri dari tiga tahapan, menurut sujiyantini, dkk (2010) yaitu :

a. Puerperium dini, yaitu masa kepulihan dimana ibu sudah diperbolehkan

mobilisasi jalan.

b. Puerperium intermedial, yaitu masa kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia

yang lamanya sekitar 6-8 minggu.

c. Remote puerperium, yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat

sempurna yang berlangsung sekitar 3 bulan. Tapi bila selama hamil maupun
25

bersalin ibu mempunyai komplikasi masa ini bisa berlangsung lebih lama

sampai tahunan.

2.3.2 Jadwal pelayanan Post Partum

Menurut United States Agency for International Development-Maternal &

Child Health Integrated Program (USAID-MCHIP, 2012), Tatalaksana pelayanan

nifas (PNC) ditujukan pada ibu dan neonatus yang meliputi : pelayanan ibu nifas,

pelayanan neonatus, dan pelayanan KB pasca salin sesuai dengan Buku KIA.

Jadwal pelayanan Nifas :

a. Pertama, dilakukan pada 6 jam-48 jam

Tujuan:

 Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri.

 Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan, rujuk jika perdarahan

berlanjut.

 Memberikan konseling pada ibu atau satah satu anggota keluarga,

bagaimana mencegah perdarahan masa nifas.

 Pemberian ASI awal.

 Mengajarkan cara mempererat hubungan antara ibu dan bayi baru lahir.

 Menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah terjadi hipotermi.

 Jika petugas kesehatan menolong persalinan, ia harus tinggal dengan ibu

dan bayi baru lahir untuk 2 jam pertama setelah kelahiran atau sampai ibu

dan bayi dalam keadaan stabil.


26

b. Kedua, dilakukan pada hari ke 3-7

Tujuan:

 Memastikan involusi uterus berjalan normal, uterus berkontraksi dengan

baik, fundus di bawah umbilikus, tidak ada perdarahan abnormal atau

tidak ada bau.

 Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi, atau perdarahan abnormal.

 Memastikan ibu cukup mendapatkan makanan, cairan dan istirahat.

 Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak memperlihatkan tanda-

tanda penyulit.

 Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali pusat,

menjaga bayi agar tetap hangat dan merawat bayi sehari-hari.

c. Ketiga, dilakukan pada hari ke 8-28

Tujuan (sama dengan kunjunga kedua)

 Memastikan involusi uterus berjalan normal, uterus berkontraksi

dengan baik, fundus di bawah umbilikus, tidak ada perdarahan

abnormal atau tidak ada bau.

 Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi, atau perdarahan abnormal.

 Memastikan ibu cukup mendapatkan makanan, cairan dan istirahat.

 Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak memperlihatkan

tanda- tanda penyulit.

 Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali pusat,

menjaga bayi agar tetap hangat dan merawat bayi sehari-hari.


27

d. Keempat, dilakukan pada hari ke 29–42

Tujuan:

 Menanyakan pada ibu, penyulit yang ia atau bayi alami.

 Memberikan konseling KB secara dini.

 Suatu kunjungan rumah akan mendapat lebih banyak kemajuan apabila

direncanakan dan diorganisasi dengan baik. Bidan perlu meninjau

kembali catatan kesehatan ibu, rencana pengajaran, dan catatan lain yang

bisa digunakan sebagai dasar wawancara dan pemeriksaan serta

pemberian perawatan lanjutan yang diberikan.

 Setelah kunjungan tersebut direncanakan, bidan harus mengumpulkan

semua peralatan yang diperlukan, materi instruksi, dan keterangan yang

dapat diberikan keluarga yang akan dikunjungi.

2.3.3 Standar Pelayanan Kebidanan

a. Standar14 : Penanganan pada dua jam pertama setelah persalinan Bidan

melakukan pemantauan ibu dan bayi terhadap terjadinya komplikasi

paling sedikit selama 2 jam setelah persalinan, serta melakukan tindakan

yang diperlukan. Disamping itu, bidan memberikan penjelasan tentang

hal-hal yang mempercepat pulihnya kesehatan ibu, dan membantu ibu

untuk memulai pemberian ASI.

Tujuannya adalah mempromosikan perawatan ibu dan bayi yang bersih

dan aman selama persalinan kala empat untuk memulihkan kesehatan ibu

dan bayi.Meningkatan asuhan sayang ibu dan sayang bayi. Memulai

pemberian ASI dalam waktu 1 jam pertama setelah persalinan dan

mendukung terjadinya ikatan batin antara ibu dan bayinya.


28

2.4 Neonatus

2.4.1 Pengertian

Masa neonatal adalah masa sejak lahir sampai dengan 4 minggu (28 hari)

sesudah kelahiran. Neonatus adalah bayi berumur 0 (baru lahir) sampai dengan usia

1 bulan sesudah lahir. Neonatus dini adalah bayi berusia 0-7 hari. Neonatus lanjut

adalah bayi berusia 7-28 hari. (Muslihatun, 2010)

Menurut Dep. Kes. RI, (2005) Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir

dengan umur kehamilan 37 minggu sampai 42 minggu dan berat lahir 2500 gram

sampai 4000 gram.

2.4.2 Jadwal kunjungan neonatus

Menurut USAID-MCHIP (2012). Jadwal kunjungan Neonatus:

a. Pertama, dilakukan pada 6 jam-48 jam

Tujuan:

 Mempertahankan suhu tubuh bayi

 Hindari memandikan bayi hingga sedikitnya enam jam dan hanya setelah

itu jika tidak terjadi masalah medis dan jika suhunya 36.5 Bungkus bayi

dengan kain yang kering dan hangat, kepala bayi harus tertutup

 Pemeriksaan fisik bayi

 Dilakukan pemeriksaan fisik

 Memberikan Imunisasi HB-0

b. Kedua, dilakukan pada hari ke 3-7

Tujuan:

 Menjaga tali pusat dalam keadaaan bersih dan kering


29

 Menjaga kebersihan bayi

 Pemeriksaan tanda bahaya seperti kemungkinan infeksi bakteri, ikterus,

diare, berat badan rendah dan Masalah pemberian ASI

 Memberikan ASI Bayi harus disusukan minimal 10-15 kali dalam 24 jam)

dalam 2 minggu pasca persalinan

 Menjaga keamanan bayi

 Menjaga suhu tubuh bayi

 Konseling terhadap ibu dan keluarga untuk memberikan ASI ekslutif

pencegahan hipotermi dan melaksanakan perawatan bayi baru lahir

dirumah dengan menggunakan Buku KIA

 Penanganan dan rujukan kasus bila diperlukan

c. Ketiga, dilakukan pada hari ke 8-28

Tujuan:

 Pemeriksaan fisik

 Menjaga kebersihan bayi

 Memberitahu ibu tentang tanda-tanda bahaya Bayi baru lahir

 Memberikan ASIBayi harus disusukan minimal 10-15 kali dalam 24 jam)

dalam 2 minggu pasca persalinan

 Menjaga keamanan bayi

 Menjaga suhu tubuh bayi

 Konseling terhadap ibu dan keluarga untuk memberikan ASI ekslutif

pencegahan hipotermi dan melaksanakan perawatan bayi baru lahir

dirumah dengan menggunakan Buku KIA

 Memberitahu ibu tentang Imunisasi BCG


30

2.4.3 Standar Pelayanan Kebidanan

a. Standar 13 : Perawatan Bayi Baru Lahir

Bidan memeriksa dan menilai bayi baru lahir untuk memastikan

pernafasan spontan, mencegah asfiksia, menemukan kelainan, dan

melakukan tindakan atau merujuk sesuai kebutuhan. Bidan juga harus

mencegah atau menangani hipotermi dan mencegah hipoglikemia dan

infeksi.

Tujuannya adalah menilai kondisi bayi baru lahir dan membantu

dimulainya pernafasan serta mencegah hipotermi, hipoglikemi dan

infeksi.

Dan hasil yang diharapkan adalah bayi baru lahir menemukan perawatan

dengan segera dan tepat.Bayi baru lahir mendapatkan perawatan yang

tepat untuk dapat memulai pernafasan dengan baik.

b. Standar15 : Pelayanan Bagi Ibu dan Bayi Pada Masa Nifas

Bidan memberikan pelayanan selama masa nifas di puskesmas dan rumah

sakit atau melakukan kunjungan ke rumah pada hari ke-tiga, minggu ke dua

dan minggu ke enam setelah persalinan, untuk membantu proses

penatalaksanaan tali pusat yang benar, penemuan dini, penatalaksanaan atau

rujukan komplikasi yang mungkin terjadi pada masa nifas, serta memberikan

penjelasan tentang kesehatan secara umum, kebersihan perorangan,

makanan bergizi, asuhan bayi baru lahir, pemberian ASI, imunisasi dan KB.

Tujuannya adalah memberikan pelayanan kepada ibu dan bayi sampai 42

hari setelah persalinan dan masa neonatus berakhir.


31

2.5 Sistem Rujukan

2.5.1 Defenisi Sistem Rujukan

Adapun yang dimaksud dengan sistem rujukan di Indonesia, seperti yang

telah dirumuskan dalam SK Menteri Kesehatan RI No. 001 tahun 2012 ialah suatu

sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang melaksanakan pelimpahan

tanggung jawab timbal balik terhadap suatu kasus penyakit atau masalah kesehatan

secara vertical dalam arti dari unit yang berkemampuan kurang kepada unit yang

lebih mampu atau secara horizontal dalam arti antar unit-unit yang setingkat

kemampuannya.

Sistem rujukan upaya keselamatan adalah suatu sistem jaringan fasilitas

pelayanan kesehatan yang memungkinkan terjadinya penyerahan tanggung jawab

secara timbal-balik atas masalah yang timbul baik secara vertikal (komunikasi

antara unit yang sederajat) maupun horizontal (komunikasi inti yang lebih tinggi ke

unit yang lebih rendah) ke fasilitas pelayanan yang lebih kompeten, terjangkau,

rasional dan tidak dibatasi oleh wilayah administrasi (Syafrudin, 2009).

2.5.2 Persiapan-persiapan yang harus diperhatikan

Kaji ulang rencana rujukan bersama ibu dan keluarganya. Jika terjadi

penyulit, seperti keterlambatan untuk merujuk ke fasilitas kesehatan yang sesuai,

dapat membahayakan jiwa ibu dan atau bayinya. Jika perlu dirujuk, siapkan dan

sertakan dokumentasi tertulis semua asuhan dan perawatan hasil penilaian

(termasuk partograf) yang telah dilakukan untuk dibawa ke fasilitas rujukan

(Syafrudin, 2009).

Jika ibu datang untuk mendapatkan asuhan persalinan dan kelahiran bayi

dan ia tidak siap dengan rencana rujukan, lakukan konseling terhadap ibu dan
32

keluarganya tentang rencana tersebut. Bantu mereka membuat rencana rujukan

pada saat awal persalinan (Syafrudin, 2009).

Kesiapan untuk merujuk ibu dan bayinya ke fasilitas kesehatan rujukan

secara optimal dan tepat waktu menjadi syarat bagi keberhasilan upaya

penyelamatan. Setiap penolong persalinan harus mengetahui lokasi fasilitas rujukan

yang mampu untuk penatalaksanaan kasus kegawatdaruratan Obstetri dan bayi baru

lahir dan informasi tentang pelayanan yang tersedia di tempat rujukan, ketersediaan

pelayanan purna waktu, biaya pelayanan dan waktu serta jarak tempuh ke tempat

rujukan. Persiapan dan informasi dalam rencana rujukan meliputi siapa yang

menemani ibu dan bayi baru lahir, tempat rujukan yang sesuai, sarana transfortasi

yang harus tersedia, orang yang ditunjuk menjadi donor darah dan uang untuk

asuhan medik, transfortasi, obat dan bahan. Singkatan BAKSOKUDO (Bidan, Alat,

Keluarga, Surat, Obat, Kendaraan, Uang, Dokumen, Posisi dan Nutrisi) dapat di

gunakan untuk mengingat hal penting dalam mempersiapkan rujukan. (Dinkes,

2009).

2.5.3 Penatalaksanaan Rujukan pada Kasus Kala II Lama

Persiapan yang harus diperhatikan dalam melakukan rujukan diantaranya

adalah Bidan, Alat, Keluarga, Surat, Obat, Kendaraan, Uang dan Donor darah,

Posisi dan Nutrisi atau yang disingkat BAKSOKUDOPN. Selain itu, persiapan alat

yang harus ada pada saat melakukan rujukan pada kasus kala II lama yaitu bidan

harus membawa partus set lengkap, tabung oksigen, sungkup dan cairan serta obat-

obatan yang dibutuhkan pasien).

Anda mungkin juga menyukai