Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ibadah adalah sesuatu pekerjaan yang dicintai Allah Swt dan diridhaoi-

Nya, perkataan, perbuatan lahir dan bathin. Untuk melaksanakan sebagian ibadah

dan amalan-amalan tertentu haruslah bersuci sebagai mana yang telah di jelaskan

dalam Al-quran surat Al-Ma’idah ayat : 6, surat An-Nisa ayat : 43 dan beberapa

Sabda Rasulullah SAW. (Rasid, S. 1964) dalam hukum islam, soal bersuci dan

segala seluk-beluknya termasuk bagian ilmu dan amalan yang penting, terutama

syarat-syarat sah Shalat telah ditetapkan bahwa seseorang yang akan mengerjakan

abadah shalat diwajibkan suci dari hadas dan suci pula badan pakaiyan dan

tempatnya dari najis. Firman Allah Swt dalam Al-quran Surat -Baqoroh ayat 222

yang artinya “sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang tobat dan

menyukai orang-orang yang mensucikan diri”.

Bersuci hukumnya wajib, bersuci itu sendiri terbagi menjadi 2, yaitu

bersuci batin (mensucikan diri dari dosa dan maksiat) dan lahir (bersih daari

kotoran dan hadast). Kebersihan dari kotoran cara menghilangkan dengan

menghilangkan kotoran itu pada tempat ibadah, pakaian yang dipakai, dan pada

badan seseorang. Sedang kebersihan dari hadast dilakukan dengan mengambil air

wudhu, bertayamum, dan mandi.

Dari masing-masing cara bersuci lahir tersebut, mamiliki ketentuan-

ketentuan yang harus diketahui dan di taati. Thaharah atau bersuci ialah

mengangkat atau menghilangkan hadats dan najis dari tubuh. Nasution, L. (1997)

thaharah dari hadats ada tiga macam yaitu whudu’, mandi dan tayammum. Alat
yang digunakan untuk bersuci ialah air untuk wudhu’ dan mandi; tanah untuk

1
tayammum. Dalam hal ini air yang digunakan haruslah memenuhi persaratan, suci

dan mensucikan atau disebut air mutlak. Demikian pula tanah untuk tayammum

harus mempunyai persaratan yang ditentukan

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian Hadas kecil Wudhu’, Hadas Besar (Mandi janabat), dan

tayamum ?

2. Bagaimana kafiyat wudhu’, mandi janabat, dan tayamum ?

3. Apa saja yang membatalkan Wudhu’, Mandi janabat, dan Tayamum ?

C. Tujuan Dan Manfaat

1. pengertian Hadas kecil Wudhu’, Hadas Besar (Mandi janabat), dan

tayamum

2. Untuk mengetahui kafiyat wudhu’, mandi janabat, dan tayamum

3. Untuk mengetahui yang membatalkan Wudhu’, Mandi janabat, dan

Tayamum

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Mengangkat Hadas Kecil, Wudhu’

a) Perintah dan Signifikansi Wudhu’

Wudhu adalah salah satu ajaran Islam yang penting menyangkut thaharah.

Urgensi wudhu’ adalah sebagai prasyarat sahya shalat. Shalat apapun yang

dikerjakan, baik sunat maupun wajib herus terlebih dahulu berwudhu’.

Pengetahuan tentang wudhu’adalah fardhu ain (wajib perseorangan), mengingat

shalat itu harus dikerjakan oleh setiap individu muslim. Begitu pentingnya

mengetahui cara berwudhu’ yang benar, sering kali Nabi saw. menyuruh

seseorang mengulang shalatnya karena wudhu’nya tidak benar.

Ketika membaca referensi fiqih dalam hal penjelasan ulama tentang cra

berwudhu’ yang dipraktekkan oleh orang-orang Islam perlu diketahui secara

detail. Dalam Surat al-Maidah(50 ayat 6, Allah berfirman :

‫سحوا بِرءو ِسك ْم َوأَ ْرجلَك ْم‬ ِ ِ‫ص ََلةِ فَا ْغسِلوا وجوهَك ْم َوأ َ ْي ِديَك ْم إِلَى ْال َم َراف‬
َ ‫ق َو ْام‬ َّ ‫يَا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنوا إِذَا ق ْمت ْم إِلَى ال‬
ۚ ‫إِلَى ْال َك ْعبَي ِْن‬

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan

shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah

kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki…”

b) Pengertian Dan Kayfiyat (Cara) Wudhu’

Berdasarkan ayat tersebut di atas anggota tubuh yang menjadi sasaran

wudhu’ hanya empat, yaitu: muka, kedua tangan, kepala dan kedua kaki. Dari sini

fuqaha’ memberikan definisi dan pengertian wudhu’ sebagai perbuatan

menggunakan air pada muka, kedua tangan, kepala dan kaki dengan cara-cara
tertentu.

3
Adapun kayfiyat lainnya adalah sesuai dengan diajarkan Nabi saw,.

meliputi: mencuci kedua tangan hingga pergelangan tangan sebelum memulai

aktivitas berwuudhu’. Kedua tangan harus dicuci terlebih dahulu karena ia

merupakan alat untuk menggunalkan air dalam wadah, dan sangat diutamakan

setelah tidur. Perbuatan selanjutnya dalah berkumur-kumur dan memasukkan air

ke lubang hidung dalam-dalam bagi yang tidak berpuasa dan

menghembuskannnya. Selanjutnya, membasuh kedua telinga dengan jari telunjuk

bagian dalamnya dan dengan ibu jari bagian luarnya.

Hal lain yang diajarkan oleh Nabi saw. dalam ber-wudhu adalah

membasuh anggota tubuh secara berurutan, dan tatslis yaitu membasuh dan

menyapunya tiga kali. Dalam prakteknya, Nabi saw. suatu ketika berwudhu

dengan tatslis, kadang juga dua kkali; namun, yang wajib adalah satu kali. Nabi

melakukan yang demikian mengingat air sebagai sarana berwudhu’ harus

dihemat, begitu juga untuk menyesuaikkan dengan kondisi waktu pengerjaan

shalat. Shalat memiliki waktu mengerjakannya, sehingga terkadang longgar dan

trkadang juga sempit, sehingga seorang muslim harus melakukan wudhu’nya

dengan professional.

Rasulullah juga mengatakan bahwa wudhu’ merupakan kunci diterimanya

shalat. (HSR. Abu Dawud, no. 60).

Utsman bin Affan ra berkata: “Barangsiapa berwudhu’ seperti yang

dicontohkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam, niscaya akan diampuni

dosa-dosanya yang telah lalu, dan perjalanannya menuju masjid dan shalatnya

sebagai tambahan pahala baginya” (HSR. Muslim, I/142, lihat Syarah Muslim,

III/13).

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda: “Barangsiapa

menyempurnakan wudhu’nya, kemudian ia pergi mengerjakan shalat wajib

4
bersama orang-orang dengan berjama’ah atau di masjid (berjama’ah), niscaya

Allah mengampuni dosa-dosanya” (HSR. Muslim, I//44, lihat Mukhtashar Shahih

Muslim, no. 132).

Maka wajiblah bagi segenap kaum muslimin untuk mencontoh Rasulullah

Shallallahu ‘alaihi wa Salam dalam segala hal, lebih-lebih dalam berwudhu’. Al-

Hujjah kali ini memaparkan secara ringkas tentang tatacara wudhu’ Rasulullah

Shallallahu ‘alaihi wa Salam melakukan wudhu’:

1) Memulai wudhu’ dengan niat

Niat artinya menyengaja dengan kesungguhan hati untuk mengerjakan

wudhu’ karena melaksanakan perintah Allah subhanahu wata’ala dan mengikuti

perintah Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa Salam.

Ibnu Taimiyah berkata: “Menurut kesepakatan para imam kaum muslimin,

tempat niat itu di hati bukan lisan dalam semua masalah ibadah, baik bersuci,

shalat, zakat, puasa, haji, memerdekakan budak, berjihad dan lainnya. Karena niat

adalah kesengajaan dan kesungguhan dalam hati. (Majmu’atu ar-Rasaaili al-

Kubra, I/243)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam menerangkan bahwa segala

perbuatan tergantung kepada niatnya, dan seseorang akan mendapatkan balasan

menurut apa yang diniatkannya… (HSR. Bukhari dalam Fathul Baary, 1:9;

Muslim, 6:48).

2) Tasmiyah (membaca bismillah)

Beliau memerintahkan membaca bismillah saat memulai wudhu’. Beliau

bersabda:

Tidak sah/sempurna wudhu’ sesorang jika tidak menyebut nama Allah,

(yakni bismillah) (HR. Ibnu Majah, 339; Tirmidzi, 26; Abu Dawud, 101. Hadits
ini Shahih, lihat Shahih Jami’u ash-Shaghir, no. 744).

5
Abu Bakar, Hasan Al-Bashri dan Ishak bin Raahawaih mewajibkan

membaca bismillah saat berwudhu’. Pendapat ini diikuti pula oleh Imam Ahmad,

Ibnu Qudamah serta imam-imam yang lain, dengan berpegang pada hadits dari

Anas tentang perintah Rasulullah untuk membaca bismillah saat berwudhu’.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda: “Berwudhu’lah kalian

dengan membaca bismillah!” (HSR. Bukhari, I: 236, Muslim, 8: 441 dan Nasa’i,

no. 78)

Dengan ucapan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam: ”Berwudhu’lah

kalian dengan membaca bismillah” maka wajiblah tasmiyah itu. Adapun bagi

orang yang lupa hendaknya dia membaca bismillah ketika dia ingat. Wallahu

a’lam.

3) Mencuci kedua telapak tangan

Bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam mencuci kedua telapak

tangan saat berwudhu’ sebanyak tiga kali. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam

juga membolehkan mengambil air dari bejancdengan telapak tangan lalu mencuci

kedua telapak tangan itu. Tetapi Rasulullah melarang bagi orang yang bangan

tidur mencelupkan tangannya ke dalam bejana kecuali setelah mencucinya. (HR.

Bukhari-Muslim)

4) Berkumur-kumur dan menghirup air ke hidung

Yaitu mengambil air sepenuh telapak tangan kanan lalu memasukkan air

kedalam hidung dengan cara menghirupnya dengan sekali nafas sampai air itu

masuk ke dalam hidung yang paling ujung, kemudian menyemburkannya dengan

cara memencet hidung dengan tangan kiri. Beliau melakukan perbuatan ini

dengan tiga kali cidukan air. (HR. Bukhari-Muslim. Abu Dawud no. 140)

Imam Nawawi berkata: “Dalam hadits ini ada penunjukkan yang jelas bagi

pendapat yang shahih dan terpilih, yaitu bahwasanya berkumur dengan menghirup

6
air ke hidung dari tiga cidukan dan setiap cidukan ia berkumur dan menghirup air

ke hidung, adalah sunnah. (Syarah Muslim, 3/122).

Demikian pula Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam menganjurkan

untuk bersungguh-sungguh menghirup air ke hidung, kecuali dalam keadaan

berpuasa, berdasarkan hadits Laqith bin Shabrah. (HR. Abu Dawud, no. 142;

Tirmidzi, no. 38, Nasa’i ).

5) Membasuh muka sambil menyela-nyela jenggot.

Yakni mengalirkan air keseluruh bagian muka. Batas muka itu adalah dari

tumbuhnya rambut di kening sampai jenggot dan dagu, dan kedua pipi hingga

pinggir telinga. Sedangkan Allah memerintahkan kita:

”Dan basuhlah muka-muka kamu.” (Al-Maidah: 6).

Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Humran bin Abaan, bahwa

cara Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam membasuh mukanya saat wudhu’

sebanyak tiga kali”. (HR Bukhari, I/48), Fathul Bari, I/259. no.159 dan Muslim

I/14)

Setalah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam membasuh mukanya beliau

mengambil seciduk air lagi (di telapak tangan), kemudian dimasukkannya ke

bawah dagunya, lalu ia menyela-nyela jenggotnya, dan beliau bersabda bahwa hal

tersebut diperintahkan oleh Allah subhanahu wata’ala. (HR. Tirmidzi no.31, Abu

Dawud, no. 145; Baihaqi, I/154 dan Hakim, I/149, Shahih Jaami’u ash-Shaghir

no. 4572).

6) Membasuh kedua tangan sampai siku

Menyiram air pada tangan sampai membasahi kedua siku, Allah

subhanahu wata’ala berfirman:

“Dan bashlah tangan-tanganmu sampai siku” (Al-Maaidah: 6).

7
Rasulullah membasuh tangannya yang kanan sampai melewati sikunya,

dilakukan tiga kali, dan yang kiri demikian pula, Rasulullah mengalirkan air dari

sikunya (Bukhari-Muslim, HR. Daraquthni, I/15, Baihaqz, I/56)

Rasulullah juga menyarankan agar melebihkan basuhan air dari batas

wudhu’ pada wajah, tangan dan kaki agar kecemerlangan bagian-bagian itu lebih

panjang dan cemerlang pada hari kiamat (HR. Muslim I/149).

7) Mengusap kepada, telinga dan sorban

Mengusap kepala, haruslah dibedakan dengan mengusap dahi atau

sebagian kepala. Sebab Allah subhanahu wata’ala memerintahkan:

”Dan usaplah kepala-kepala kalian…” (Al-Maidah: 6).

Rasulullah mencontohkan tentang caranya mengusap kepala, yaitu dengan

kedua telapak tangannya yang telah dibasahkan dengan air, lalu ia menjalankan

kedua tangannya mulai dari bagian depan kepalanya ke belakangnya tengkuknya

kemudian mengambalikan lagi ke depan kepalanya. (HSR. Bukhari, Muslim, no.

235 dan Tirmidzi no. 28 lih. Fathul Baari, I/251)

Setelah itu tanpa mengambil air baru Rasulullah langsung mengusap

kedua telingannya. Dengan cara memasukkan jari telunjuk ke dalam telinga,

kemudian ibu jari mengusap-usap kedua daun telinga. Karena Rasulullah

bersabda: ”Dua telinga itu termasuk kepala.”(HSR. Tirmidzi, no. 37, Ibnu

Majah, no. 442 dan 444, Abu Dawud no. 134 dan 135, Nasa’i no. 140).

Syaikh Al-Albani dalam Silsilah Ahadits adh-Dha’ifah, no. 995

mengatakan: “Tidak terdapat di dalam sunnah (hadits-hadits nabi Shallallahu

‘alaihi wa Salam) yang mewajibkan mengambil air baru untuk mengusap dua

telinga. Keduanya diusap dengan sisa air dari mengusap kepala berdasarkan hadits

Rubayyi’:

8
Bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam mengusap kepalanya dengan air

sisa yang ada di tangannya. (HR. Abu Dawud dan lainnya dengan sanad hasan)

Dalam mengusap kepala Rasulullah melakukannya satu kali, bukan dua

kali dan bukan tiga kali. Berkata Ali bin Abi Thalib ra : “Aku melihat Nabi

Shallallahu ‘alaihi wa Salam mengusap kepalanya satu kali. (lihat _Shahih Abu

Dawud, no. 106). Kata Rubayyi bin Muawwidz: “Aku pernah melihat Rasulullah

Shallallahu ‘alaihi wa Salam berwudhu’, lalu ia mengusap kepalanya yaitu

mengusap bagian depan dan belakang darinya, kedua pelipisnya, dan kedua

telinganya satu kali.“ (HSR Tirmidzi, no. 34 dan Shahih Tirmidzi no. 31)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam juga mencontohkan bahwa bagi

orang yang memakai sorban atau sepatu maka dibolehkan untuk tidak

membukanya saat berwudhu’, cukup dengan menyapu diatasnya, (HSR. Bukhari

dalam Fathul Baari I/266 dan selainnya) asal saja sorban dan sepatunya itu

dipakai saat shalat, serta tidak bernajis.

Adapun peci/kopiah/songkok bukan termasuk sorban, sebagaimana

dijelaskan oleh para Imam dan tidak boleh diusap diatasnya saat berwudhu’

seperti layaknya sorban. Alasannya karena:

a. Peci/kopiah/songkok diluar kebiasaan dan juga tidak menutupi seluruh kepala.

b. Tidak ada kesulitan bagi seseorang untuk melepaskannya.

Adapun Kerudung, jilbab bagi wanita, maka dibolehkan untuk mengusap

diatasnya, karena ummu Salamah (salah satu isteri Nabi) pernah mengusap

jilbabnya, hal ini disebutkan oleh Ibnu Mundzir. (Lihat al-Mughni, I/312 atau

I/383-384).

8) Membasuh kedua kaki sampai kedua mata kaki

Allah subhanahu wata’ala berfirman: ”Dan basuhlah kaki-kakimu hingga

dua mata kaki” (Al-Maidah: 6)

9
Rasulullah menyuruh umatnya agar berhati-hati dalam membasuh kaki,

karena kaki yang tidak sempurna cara membasuhnya akan terkena ancaman

neraka, sebagaimana beliau mengistilahkannya dengan tumit-tumit neraka. Beliau

memerintahkan agar membasuh kaki sampai kena mata kaki bahkan beliau

mencontohkan sampai membasahi betisnya. Beliau mendahulukan kaki kanan

dibasuh hingga tiga kali kemudian kaki kiri juga demikian. Saat membasuh kaki

Rasulullah menggosok-gosokan jari kelingkingnya pada sela-sela jari kaki. (HSR.

Bukhari; Fathul Baari, I/232 dan Muslim, I/149, 3/128)

Imam Nawai di dalam Syarh Muslim berkata. “Maksud Imam Muslim

berdalil dari hadits ini menunjukkan wajibnya membasuh kedua kaki, serta tidak

cukup jika dengan cara mengusap saja.”

Sedangkan pendapat menyela-nyela jari kaki dengan jari kelingking tidak

ada keterangan di dalam hadits. Ini hanyalah pendapat dari Imam Ghazali karena

ia mengqiyaskannya dengan istinja’.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda: “…barangsiapa

diantara kalian yang sanggup, maka hendaklahnya ia memanjangkan

kecermerlangan muka, dua tangan dan kakinya.” (HSR. Muslim, 1/149 atau

Syarah Shahih Muslim no. 246)

9) Tertib

Semua tatacara wudhu’ tersebut dilakukan dengan tertib (berurutan)

muwalat (menyegerakan dengan basuhan berikutnya) dan disunahkan tayaamun

(mendahulukan yang kanan atas yang kiri) [Bukhari-Muslim].

Dalam penggunaan air hendaknya secukupnya dan tidak berlebihan, sebab

Rasulullah pernah mengerjakan dengan sekali basuhan, dua kali basuhan atau tiga

kali basuhan [Bukhari].

10) Berdo’a

10
Pamungkas wudhu’ yang diajarkan Nabi saw. adalah berdo’a, yakni

membaca do’a yang diajarkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam:

“Asyahdu anlaa ilaa ha illalah wa asyhadu anna Muhammadan ‘abdullahi wa

rasuulahu. Allahummaj ‘alni minattawwabiina waja’alni minal mutathohhiriin

(HR. Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’i, Ibnu Majah)

Dan ada beberapa bacaan lain yang diriwayatkan dari Nabi Shallallahu

‘alaihi wa Salam.

c) Yang Membatalkan Wudhu’

Wudhu yang fungsional hanyalah yang sah. Wudhu’ yang sah dapat

menjadi batal dan tidak fungsional lagi karena berbagai hal.

1. Keluarnya segala sesuatu dari dua lubang pembuangan manusia.

2. Terjadi peristiwa tidur yang lepas dari tempat duduk.

3. Akal hilang

4. Menyentuh kemaluan tanpa pelapis

Menurut Sayid Sabiq, beberapa hal yang dianggap memmbatalkan

wudhu’, padahal sesungguhnya tidak, karena taka da dalil yang menerangkannya

secara shahih. Hal yang dimaksud adalah:

1. Mennyentuh perempuan tanpa pelapis.

2. Keluarnya darah selain dari dua lubang pembuangan manusia.

3. Muntah.

4. Memakan daging unta.

5. Keraguan akan hadas.

6. Tertawa keras dalam shalat atau berbicara di kuar shalat

7. Memandikan mayat.

11
Dalam surat al-Maidah (5) ayat 6, Allah swt menjelaskan keterkaitan

anatara shalat dengan wudhu’. Di dalam Hadist, Nabi saw. menyatakan tidak sah

shalat bagi yang berhadas (kecil) sampai ia berwudhu.

Di kalangan fuqaha’, baik perseorangan maupun mazhab, terdapat

beberapa hal yng dinyatakan membatalkan wudhu’. Yang disepakati membatalkan

wudhu’ adalah hadas kecil. Berhadas kecil adalah terjadinya sesuatu keluar dari

saluran pembuangan normal metabolism yang menghasilkan najis hissi (nyata)

dan najis hukmiyah. Benda-benda metabolisme yang disepakati fuqaha’

membatalkan wudhu’ adalah tinja, air seni, keluar angina, mazi, wadi dan sperma,

sedikit atau banyak. Dalam surat al-Maidah (5) ayat 6, Allah menyatakan bahwa

perbuatan ke kamar kecil dalam keadaan normal dipastikan menimbulkan

peristiwa hadas, sehingga membatalkan wudhu’ bagi yang telah berwudhu’.

Begitu juga tidur dalam keadaan baring disepakati fuqaha’ sebagai hal yang

membatalkan wudhu’.

B. Mengangkat Hadas Besar: Mandi Janabah

a) Pengertian Mandi Janabah

Secara kebahasaan, mandi adalah mengalirkan air atas sesuatu. Secara

terminologis, fuqaha’ telah memberikan berbagai definisi, misalnya:

“(Mandi janabat) adalah mengalirkan air yang suci ke seluruh badan dengan

cara yang khusus”

` Menurut Mazhab Syafi’iyah, mandi janabat adalah:

Mengalirkan air ke seluruh badan dengan niat”.

Berdasarkan dua definisi di atas, bahwa mandi janabat adalah perbuatan

menyiramkan air keseluruh tubuh disertai dengan niat, dengan cara-cara yang

khusus. Dengan demikian, mandi janabat berbeda dari mandi biasa. Mandi biasa

dapat saja tidak membasahi seluruh tubuh, misalnya tidak membasahi kepala.

12
Selain itu, mandi bisa dilakukan engan bebas, tidak mesti disertai dengan niat,

dan tidak dilatarbelakangi oleh sebab tertentu, kecuali unntuk kesehatan dan

estetika.

b) Hal-Hal Yang Mewajibkan Mandi Janabat

Peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam diri manusia, yang menyebabkan ia

dalam kondisi berhadas besar adalah:

1. Keluarnya Sperma

Sperma manusia dapat keluar dengan berbagai sebab, baik diwaktu sadar

maupun di waktu tidur(mimpi basah). Semuanya mewajibkan mandi janabat

untuk bolehnya mengerjakan sholat, baik wajib maupun sunat.

Keluarnya sperma (mani) mewajibkan mandi baik dari laki-laki maupun

perempuan. Rasulullah SAW bersabda:

ِ ‫َّللاِ صلى هللا عليه وسلم { ْال َماء ِم ْن ْال َم‬


} ‫اء‬ َّ ‫ قَا َل َرسول‬: ‫س ِعي ٍد ْالخد ِْري ِ رضي هللا تعالى عنه قَا َل‬
َ ‫َع ْن أَبِي‬
ٌٌ‫َر َواه م ْس ِل ٌم‬

Artinya, “Dari Abu Sa’id Al-Khudri Ra. Ia berkata, Rasulullah

Saw.bersabda, ‘Air itu karena air (wajibnya mandi karena keluarnya air mani),’”

(HR Muslim).

Hadits ini menunjukkan keluar mani mewajibkan mandi secara mutlak

sehingga dapat dipahami baik keluar tersebut dalam keadaan terjaga atau tertidur,

disengaja atau tidak, ada sebab atau tidak, disertai syahwat atau tidak karena yang

menjadi titik pokok adalah yang penting keluar mani.

Terkait dengan keluar mani perlu dibedakan antara mani, madzi, dan wadi.

Madzi adalah cairan putih lengket yang keluar dari seseorang ketika ada hasrat

seksual yang tidak terlalu kuat. Sedang wadi adalah cairan putih keruh yang

keluar sehabis buang air kecil atau ketika mengangkat beban yang berat. Madzi
atau wadi hukumnya najis dan tidak mewajibkan mandi. Keduanya hanya

13
membatalkan wudhu.

Adapun mani adalah cairan yang memiliki salah satu dari tiga ciri;

keluarnya disertai rasa nikmat (syahwat), keluar dengan tersendat-sendat

(tadaffuq), atau memiliki aroma seperti adonan roti ketika masih basah dan seperti

putih telur ketika sudah kering. Ketika cairan yang keluar mengandung salah satu

ciri tersebut, maka itu dianggap mani secara hukum meski tidak berwarna putih

atau keluarnya tidak disertai syahwat. Mani hukumnya suci dan mewajibkan

mandi.

2. Hubungan seksual (Persetubuhan)

Yang dimaksud hubungan seksual adalah masuknya hasyafah (kepala

penis) ke dalam farji (lubang kemaluan) meskipun memakai kondom ataupun

tidak keluar sperma. Hal ini mewajibkan mandi berdasarkan sabda Rasulullah

SAW.

‫ب ْالغسْل َوإِ ْن لَ ْم ي ْن ِزل‬


َ ‫س ْال ِخت َان ْال ِختَانَ فَقَدْ َو َج‬
َّ ‫س بَيْنَ شعَبِ َها ْاْل َ ْربَعِ َو َم‬
َ َ‫إذَا َجل‬
Artinya, “Bila seorang lelaki duduk diantara empat potongan tubuh wanita (dua

tangan dan dua kaki) dan tempat khitan (laki-laki) bertemu tempat khitan (wanita)

maka sungguh wajib mandi meskipun ia tidak mengeluarkan mani,” (HR

Muslim).

Secara umum, semua madzhab empat mewajibkan mandi sebab masuknya

hasyafah ke farji baik jalan depan (vagina) atau jalan belakang (anus), miliki

wanita atau pria, masih hidup ataupun mayat. Keduanya dihukumi junub sehingga

wajib mandi kecuali mayat, tidak perlu untuk dimandikan kembali. Begitu juga

seseorang yang menyetubuhi hewan juga wajib mandi menurut madzhab empat

selain Hanafiyah. Hanafiyah juga tidak mewajibkan mandi karena menyetubuhi

mayat.

14
3. Terhenti keluarnya darah haidh

Haidh atau menstruasi adalah darah yang keluar dari kemaluan wanita

dalam keadaan normal, minimal sehari semalam (24 jam) dan maksimal lima

belas hari. Sedang umumnya haidh keluar selama tujuh atau delapan hari. Dalil

kewajiban mandi bagi perempuan yang mengalami haidl adalah firman Allah:
ْ َ‫يض َو ََل ت َ ْق َربوه َّن َحتَّى ي‬
َ َ‫طه ْرنَ فَإِذَا ت‬
َ‫ط َّه ْرن‬ ِ ‫سا َء فِي ْال َم ِح‬ ِ ‫َويَ ْسأَلونَك َع ْن ْال َم ِح‬
َ ِ‫يض ق ْل ه َو أَذًى فَا ْعت َِزلوا الن‬
‫فَأْتوهن ِم ْن َحيْث أ َ َم َركم هللا‬

Artinya, “Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu

adalah suatu kotoran". Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari

wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka

suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang

diperintahkan Allah kepadamu,” (Surat Al-Baqarah ayat 222).

Dalam tafsir disebutkan yang dimaksud dengan suci dalam ayat tersebut

adalah suci dengan cara mandi. Dalam satu kesempatan sahabat Fathimah binti

Abi Jaisy RA pernah bertanya tentang darah yang keluar kemudian Rasulullah

SAW menjelaskan:

ِ ‫ص ِلي } َر َواه ْالبخ‬


‫َاري‬ ْ ‫ص ََلة َ َوإِذَا أَدْبَ َر‬
َ ‫ت فَا ْغت َ ِس ِلي َو‬ َ ‫ت ْال َح ْي‬
َّ ‫ضة فَد َ ِعي ال‬ ْ َ‫فَإِذَا أ َ ْقبَل‬

Artinya, “Bila keadaan haidl itu datang maka tinggalkanlah shalat. Bila ia telah

pergi maka mandi dan shalatlah,” (HR Bukhari dari Sayyidah Aisyah RA).

Perempuan yang keluar darah wajib mandi setelah selesai keluarnya darah

yang sudah mencapai 24 jam baik terus-menerus dalam sehari semalam atau

terputus-putus dan hendak melakukan ibadah yang membutuhkan suci seperti

shalat, thawaf, membaca Al-Quran. Bila keluarnya darah belum mencapai 24 jam

semisal dua jam keluar darah lalu berhenti kemudian keluar darah lagi tiga jam

terus berhenti lagi ini belum wajib mandi karena belum bisa dipastikan akan

15
mencapai 24 jam yang menjadi batas minimal bisa disebut haidh. Karena itu ia

cukup membersihkan kemaluannya kemudian berwudhu dan masih berkewajiban

melakukan shalat. Baru ketika darah sudah mencapai 24 jam ia berkewajiban

untuk mandi ketika darah tersebut telah berhenti keluar (mampet) dan hendak

melakukan ibadah yang mensyaratkan suci.

4. Terhenti keluarnya darah nifas

Nifas adalah darah yang keluar dari kemaluan wanita setelah melahirkan.

Minimal nifas adalah waktu sebentar sedang maksimal adaah 60 hari. Umumnya

nifas berlangsung selama 40 hari. Sebagaimana haidh, wanita yang mengalami

nifas juga wajib mandi setelah darahnya berhenti (mampet). Hanya dalam nifas

tidak perlu menunggu hingga mencapai hitungan 24 jam karena asal darah keluar

setelah melahirkan sudah dapat dikategorikan nifas.

Perlu diketahui bahwa wanita yang sedang mengalami haidh atau nifas

tidak diperbolehkan dan tidak sah melakukan wudhu atau mandi ketika sedang

keluar darah (belum mampet). Hal ini karena fungsi utama wudhu atau mandi

adalah menghasilkan kesucian sedang ia sedang menjalani keluar darah yang

menjadi penyebab hadats. Ia hanya diperbolehkan melakukan mandi sunah yang

fungsi utamanya menghilangkan aroma tak sedap karena hendak berkumpul

dengan orang banyak seperti mandi sunah ketika hendak memasuki Mekkah dan

mandi dua hari raya.

c) Rukun/Wajibnya Mandi

Cara mandi dalam islam disampaikan teknisnya oleh Rasulullah SAW,

untuk menunjukkan cara mensucikan diri yang benar. Untuk melaksanakan mandi

wajib, berikut cara-caranya yang diambil dari HR Muslim dan Bukhari, mengenai

bab tata cara pelaksanaan mandi wajib.


1. Niat untuk mengangkat hadas besar

16
Segala sesuatu berasal dari niatnya. Untuk itu, termasuk pada pelaksanaan

mandi wajib pun juga harus diawali dari niat. Untuk pelafadzan niat adalah “Aku

berniat mengangkat hadas besar kerana Allah Taala”.

Setelah itu bisa kita mengucapkan bismillah, sebagai permulaan untuk

mensucikan diri. Hal ini dikarenakan ada banyak fadhilah bismillah jika

dibacakan seorang muslim dalam aktivitasnya.

2. Membasuh seluruh anggota badan yang zahir.

“Ummu Salama RA, aku bertanya kepada Rasulullah SAW tentang cara-

cara mandi, beliau bersabda, “Memadailah engkau jiruskan tiga raup air ke

kepala. Kemudiian ratakannya ke seluruh badan. Dengan cara itu, sucilah

engkau” (HR Muslim)

Membasuh semua anggota badan termasuk kulit atau rambut dengan air

serta meratakan air pada rambut hingga ke pangkalnya. Selain itu wajib juga

membasuh dengan air ke seluruh badan termasuk rambut-rambut, bulu yang ada

pada seluruh anggota badan, telinga, kemaluan bagian belakang ataupun depan.

3. Rambut dalam kondisi terurai/tidak terikat

Untuk mandi besar, maka rambut harus dalam kondisi terurai atau tidak

terikat. Hal ini untuk benar-benar mensucikan seluruh tubuh, sedangkan jika

terikat maka tidak sempurna mandinya. Dikhawtirkan tidak semua bagian dibasuh

atau terkenai air. Selain itu, bisa juga selepas dalam kondisi junub atau haidh bagi

wanita mencukur bulu kemaluan. Mencukur bulu kemaluan dalam islam adalah

suatu yang juga sangat dianjurkan dan mencukur bulu kemaluan pria dalam islam

pun sangat dianjurkan. Hal ini bisa menambah kebersihan, dan tidak banyak

kotoran yang bersisa yang masih melekat dalam bulu di badan.

Namun, perlu diperhatikan walaupun mencukup bulu-bulu atau rambut

dianjurkan dalam islam, namun berbeda dengan mencukur alis. Untuk itu, ada

17
hukum mencukur alis dalam islam yang perlu diperhatikan, terutama bagi kaum

wanita.

4. Memberikan wewangian bagi wanita yang setelah haid

“Ambillah sedikit kasturi kemudin bersihkan dengannya”

Hal ini sifatnya tidak wajib, melainkan sunah saja. Untuk wanita, maka

bisa memberikan semacam wewangian ataupun sari-sari bunga yang bisa

membersihkan dan membuat wangi kemaluannya, dimana telah terkena darah

haid selama periodenya. Untuk itu di zaman Rasulullah diberikan bunga kasturi,

sedangkan di zaman sekarang ada banyak sari-sari bunga atau hal lainnya yang

bisa lebih membersihkan, mensucikan, dan membuat wangi.

Cara Mandi Wajib yang Baik Menurut Rasulullah

Hal-hal berikut adalah cara mandi yang baik menurut Rasulullah dalam

hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim. Muslim yang

melaksanakannya maka akan sesuai sebagaimana Rasulullah melakukannnya.

Tahapannya adalah sebagai berikut :

1. Terlebih dahulu mencucui tangan sebanyak tiga kali, sebelum tangan tersebut

digunakan mandi, atau dimasukkan ke dalam tempat pengambilang atau

penampungan air

2. Untuk membersihkan kemaluan dan kotoran, maka hendaklah untuk

menggunakan tangan kiri, bukan tangan kanan. Tangan kanan digunakan untuk

makan, sedangkan tidak mungkin menggunakannya untuk membersihkan

kemaluan.

3. Setelah membersihkan kemaluan, maka cucilah tangan dengan

menggosokkannya pada tanah, bisa juga dengan sabun agar hilang kotoran

tersebut dari tangan.

18
4. Berwudhu dengan cara berwudhu yang benar sesuai aturan/rukunnya dalam

islam, selagi akan melakukan shalat.

5. Mengguyur air pada kepala sebanyak tiga kali

6. Mencuci kepala (keramas) mulai dari kepala bagian kanan ke bagian kiri dan

membersihkannya hingga sela-sela rambut, agar benar-benar bersih dan

sempurna

7. Mengguyur air mulai dari sisi badan sebelah kanan lalu pada sisi sebelah kiri

d) Sifat Mandi Janabat-Nya Rasul Saw.

Sifat mandi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam yang sempurna yang

mencakup fardu-fardunya, kewajiban-kewajibannya, dan hal-hal yang

disunnahkan ketika mandi adalah sebagai berikut :

Dari “Aisyah berkata: Adalah Rasulullah jika mandi janabah ia

memulainya dengan mencuci kedua tangannya, kemudian menfungsikan tangan

kanannya menuang air atas tangan kirinya, lalu membasuh membasuh farajnya

dan berwudhu’ (dalam riwayat yang lain sebagaimana wudhunya untuk sholat),

kemudian dia mengambil air lalu dia masukkan jari-jarinya ke pangkal-pangkal

rambut (dalam riwayat yang lain : kemudian dia menyela-nyela rambutnya dengan

tangannya hingga jika dia telah merasa bahwasanya telah mengena kulit

kepalanya maka dia menumpahkan air ke kepalanya, lalu menyiram kepalanya

dengan tiga kali (dalam riwayat lain : dia mulai dengan bagian kanan kepala lalu

yang kiri, kemudian mengguyur seluruh tubuhnya (dalam riwayat lain : ke seluruh

kulit (tubuh) dan yang terakhir mencuci kedua kakinya.

Menurut jumhur fuqaha’ mandi janabat sudah mewakili wudhu’, tetapi

tidak sebaliknya. Orang yang sudah mandi janabat tidak perlu berwudhu selama

ia tidak menyantuh farajnya di akhir mandinya.

19
C. Tayamum

a) Pengertian Tayamum

Secara etimonologi, tayamum berarti “sengaja”. Secara terminology,

tayamum berarti:

“Menyengja menggunakan debu untuk menyapu muka dan kedua tangan untuk

dapat melakukan shalat dan semacamnya”.

Berdasarkan definisi ini, dipahami bahwa tayamum hanyalah tindakan

emergenci untuk dapat mengerjakan ibadah shalat dengan sah, sebab ibadah ini

tidak boleh dikerjakan dalam keadaan berhadas. Tayamum bukan menghilngkan

hadas, dan karenanya harus berwudhu’ dan atau mandi janabat ketika telah ada air

atau telah dapat memakai air. Karenanya pula , niat tayamum diartikulasikan

dengan redaksi sebagai berikut:

‫ض ِهللِ ت َ َعالَى‬ َّ ‫ن ََويْت التَّيَ ُّم َم َِل ْستِبَا َح ِة ال‬


ً ‫صَلَةِ فَ ْر‬

“Saya bertayamumuntuk boleh mengerjakan sholat”.

Menurut Mazhab Syafi’I, tayamum adalah:

“Memakai debu untuk muka dan kedua tangan sebagai penggant wudhu’ atau

mandi janabat dengan syarat-syart tertentu”.

Definisi di atas telah memadai mengenalkan tayamum itu sebagai

pengganti wudhu’ atau mandi janabat untuk dapat mengerjakan shalat dan ibadah

semacamnya. Sarana yang digunakan adalah debu yang bersih. Sarana taymum

tidak terbatas hanya dengan debu, melainkan apa saja yang bentuk fisik dan bersih

(bukan najis) di atas bumi seperti pasir, bongkahan batu bebatuan, bahkan salju

yang sedang membeku dapat dipakai tayamum.

Tayamum sebagai pengganti wudhu’ dan mandi janabat dipahami oleh

ulama secara berbeda. Mazhab Hanafiyah memahami bahwa tayamum adalah

20
pengganti wudhu’ dan mandi janabat secara mutlak. Implikasinya dalah bahwa

tayamum iru dapat dipakai persis pemakai wudhu’ dan mandi. Ia dapat dipakai

untuk keperluan beberapa shalat sepanjang tidak ada hal-hal yang

membatalkannya.

Menurut jumhur fuqaha’, tayamum adalah pengganti wudhu’ dan mandi

janabat dalam kondisi darurat. Impliikasinya pendapat ini adalah bahwa tayamum

tidak boleh dilakukan jika belum masuk waktu shalat, dan ia hanya digunakan

satu kali saja. Tayamum harus dikerjakan pada tiap-tiap mengerjakan shalat

selama dalam kondisi memenuhi syarat, walau tidak batal.

b) Sebab-Sebab Tayamum

Tayamum sebagai bentuk lain mengangkat hadas dengan menggunakan

debu dan sejenisnya adalah dikarenakan tidak ada air. Pengertian “tidak da air”

dapat diterangkan sebagai berikut:

1. Tidak ada air

Yang dimaksud tidak ada air adalah benar-benar tidak ada air pada kondisi

dan di tempat tertentu, misalnya dalam kondisi safar (perjalanan). Tidak ada air

dapat juga diartikan, ada air dalam pengertian sebenarnya tetapi tidak cukup untuk

dipakai berwudhu’ atau mandi. Atau ada air, tetapi hanya cukup dipakai utuk

konsumsi, memasak, dan minu. Semua kondisi ini menyebabkan seseorang

dibenarkan bertayamum ketika hendak mengerjakan ibadah shalat dan

semacamnya.

2. Tidak sanggup menggunakan air

Ketidaksanggupan menggunakan air karena luka dan penyakit, atau karena

cuaca sangat dingin. Dengan menggunakan air dapat menimbulkan resiko yang

tidak diinginkan seperti sakit, bertambahnya penyakit yag diderita bahkan

meninggal.

21
3. Waktu shalat semakin sempit

Jika berwudhu’ atau mandi, sehingga untuk mendapatkan waktu ibadah

shalat tersebut lebih tepat jika bertayamum. Tayamum sangat sedikit

membutuhkan waktu, karena hanya menyapu mka dan tagan saja, berbeda

dengan wudhu’ apalagi dengan mandi janabat.

c) Kayfiyat (Cara) Tayamum

Tayamum sebagai pengganti wudhu’ an mandi janabat tidak harus

melahirkan sebuah persepsi cara bertayamum yang berbeda untuk masing-msing.

Tayamum hanya stu bentuk untuk keduanya, wudhu’ dan mandi janabat, hadas

kecil dan hadas besar sebagaimn yang diajarkan oleh Rsul saw. dalam sebuah

riwayat diterangkan:

“Dari Ammar Ibn Yasir, ia berkata: saya mengalami junub dan tidak

mendapatkan air, kemudian saya berguling-guling di atas tanah/pasir kemudian

shalat. Saya menyampaikan hal itu kepada rasul saw, kemudian ia berkata:

sesungguhnya culup kamu begini, Nabi saw memukulkan kedua tangannya di atas

tanah, kemudian meniupnya, dan menyapukannya kepada wajahnya dan kedua

tangannya”.

Berdasarkan riwayat ‘Ammar r.a. di ataa diketahui bahwa kayfiyat

tayamum adalah menepuk debu dan benda lain sejenisnya dengan satu kali

tepukan untuk menyapu muka dan kedua tangan, tidak sampai di siku melainkan

sampai pergelangan tangan.

Secara teknis, cara bertayamum cersi riwayat ini adalah menepukan debu

ke tanah/debu, bwnda lain sejenisnya. Setelah itu sapulah muka dengan debu yang

ada menempel di bagian jari-jari kedua tangan. Kemudian sapulah kedua

punggung tangan dengan sisa debu yang belum terpakai, yang menempel pada

kedus telapak tangan di mana tangan kiri menyapu tangan kanan, dan tangan

22
kanan menyapu punggung tangan kiri, masing-masing hingga pergelangan tangan.

Sebaliknya dengan menyelanya agar terkea debu dengan merata.

Selain versi kayfiyat tayamum diatas, sebagian fuqaha’ menjelaskannya

berdasarkan riwayat Abu Umamah dan ibnu Umar ra.dimana Nabi saw. telah

bersabda:

‫ض ْربَةٌ ِل ْليَدَي ِْن إِلَى ْال ِم ْرفَقَي ِْن‬


َ ‫ض ْربَةٌ ِل ْل َوجْ ِه َو‬
َ ‫َان‬ َ ‫التَّيَ ُّمم‬
ِ ‫ض ْربَت‬
“Tayamum itu adalah dua kali tepukan: satu tepukan untuk muka dan satu

tepukan untuk kedua tangan hingga kedua sika” (H.R alHakim, adDaruquthny

dan alBaihaqy).

Cara bertayamum menurut riwayat ini sebagai yang dijelaskan oleh ulama

adalah: menepuk tanah/debu/bend lain sejenisnya kemudian menyapukannya ke

muka setelah meiupnya dengan ringan. Kemudian, melakukan tepukan kedua

kedua untuk tanan kanan dengan tamgan kiri dari punggung tangan hingga kedua

siku. Sapulah tangan kanan dengan tangan kiri dari punggung tangan hingga harus

ke siku, kemudia melingkar ke bagian dalam siku ke pergelangan tangan. Setelah

itu, sapu tagan kiri dengan tangan kanan dengan cara yang sama.

Kayfiyat tayamum yang berbeda itu tidak perlu memunculkan kontroversi

a lot di kalangan umat, melainkan kduanya dihargai. Keduanya memiliki dasar

riwayat berupa sunnah dan penerapan metode istinbat (penemuan hukum) yang

kekuatannya berimbang. Kendati demikian, sebagian fuqaha’ mentarjih

(menguatkan) salah satunya Sayid Sabiq dalam kitabnya “Fiqih al-Sunnah”

menguatkan tayamum dengan satu kali tepukan untuk muka dan tangan hingga

pergelangan saja seperti yang dianut oleh mazhab Malikiyah dan Hanabilah.

Dalam pada itu, mazhab Hanafiyah dan Syafiiyah menganut pendapat bahwa

tayamum adalah dua kali tepukan masing-masing untuk menyapu muka dan kedua

tangan hingga siku.

23
Sebuah jalan tengan tentang perbedaan bertayamum menyapu kedua

tangan di kalangan fuqaha’ adalah dengan penerapanmetode tawfiqy (kompromi)

yaitu mengamalkan kedua riwayat yang wajib disapu adalah kedua tangan hingga

pergelangan, sedangkan hingga siku hukumnya adalah sunat.

d) Batal Dan Berakhirnya Tayamum

Segala yang membatalkan wudhu’ adalah juga menyebabkan tayamum

batal. Selain itu, tayamum berakhir jika telah ada air dan telah mempu

menggunakan air, baik untuk berwudhu’ maupun mandi janabat.

Kondisi sahnya tayamum dapat berakhir secara tiba-tiba ketika sedang

melakukan shalat. Para fuqaha’ berpendapat, jika hal sperti itu terjadi, maka tidak

diperlukan mengulang shalat.

24
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Shalat apapun yang dikerjakan, baik sunat maupun wajib herus terlebih

dahulu berwudhu’. Pengetahuan tentang wudhu’adalah fardhu ain (wajib

perseorangan), mengingat shalat itu harus dikerjakan oleh setiap individu muslim.

Begitu pentingnya mengetahui cara berwudhu’ yang benar, sering kali Nabi saw.

menyuruh seseorang mengulang shalatnya karena wudhu’nya tidak benar.

Berdasarkan definisi di atas, bahwa mandi janabat adalah perbuatan

menyiramkan air keseluruh tubuh disertai dengan niat, dengan cara-cara yang

khusus. Yang mewajibkan mandi janabat adalah Keluarnya Sperma, Hubungan

seksual (Persetubuhan), Terhenti keluarnya darah haidh, Terhenti keluarnya darah

nifas.

tayamum adalah pengganti wudhu’ dan mandi janabat dalam kondisi

darurat. Impliikasinya adalah bahwa tayamum tidak boleh dilakukan jika belum

masuk waktu shalat, dan ia hanya digunakan satu kali saja. Tayamum harus

dikerjakan pada tiap-tiap mengerjakan shalat selama dalam kondisi memenuhi

syarat.

B. Saran/Kritik

Untuk memahami lebih lanjut mengenai pembahasan hal-hal yang

menyangkut Thaharah: Wudhu’, mandi janabat, dan Tayamum, hendaknya tidak

hanya tertumpu pada satu referensi saja. Oleh karena itu makalah ini semoga

menjadi salah satu referensi pembelajaran untuk lebih memahami mengenai

masalah Hadas kecil Wudhu’, Hadas besar mandi janabat, dan tayamum sehingga

apa yang sudah dijelaskan dalam makalah ini bisa diaplikasikan dalam kehidupan

sehari-hari menjadi lebih baik sesuai dari tujuan ilmu itu sendiri.

25
DAFTAR PUSTAKA

Annisa, Finastri. 20 Juni 2016 “Mandi Wajib”


https://dalamislam.com/info-islami/mandi-wajib diakses pada tanggal 30 Maret
2019
Muhammad, Zuhdy M. 26 November “Tata Cara menyempurnakan Wudhu”
https://darunnajah.com/tata-cara-menyempurnakan-wudhu/ diakses pada
tanggal30 Maret 2019
Dra. Jasmani: “Buku Daras Fiqih ibadah”

26

Anda mungkin juga menyukai