Anda di halaman 1dari 7

Nama : WAN ISMAIL

Nim :

RESUME
SEJARAH EJAAN BAHASA INDONESIA

Sejarah ejaan bahasa Indonesia diawali dengan ditetapkannya Ejaan van Ophuijsen. Ejaan ini dengan
menggunakan huruf Latin dan sistem ejaan bahasa Belanda yang rancang oleh Charles A. van Ophuijsen.
Dalam pelaksanaannya, Ch. van Ophuijsen mendapat bantuan dari Engku Nawawi dan Moehammad Taib
Soetan Ibrahim. Dengan adanya perubahan pada sisem ejaan, maka ejaan bahasa Melayu yang pada awalnya
menggunakan aksara Arab Melayu (abjad Jawi) berubah menjadi aksara Latin. Aksara atau abjad Jawi
adalah salah satu dari abjad pertama yang digunakan untuk menulis bahasa Melayu, dan digunakan sejak
zaman Kerajaan Pasai, sampai zaman Kesultanan Malaka, Kesultanan Johor, dan juga Kesultanan Aceh
serta Kesultanan Patani pada abad ke-17. Bukti dari penggunaan ini ditemukan di Batu Bersurat
Terengganu, bertarikh 1303 Masehi (702 H). Penggunaan alfabet Romawi pertama kali ditemukan pada
akhir abad ke-19. Abjad Jawi merupakan tulisan resmi dari negeri-negeri Melayu tidak bersekutu pada
zaman kolonialisme Britania. Sebelum kemerdekaan, ejaan yang diberlakukan adalah Ejaan van Ophuijsen
yang diresmikan pada 190. Ejaan ini berlaku sampai dengan tahun 1947. Setelah kemerdekaan, bahasa
Indonesia mengalami enam kali perubahan ejaan, Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi (1947−1956), Ejaan
Pembaharuan (1956−1961), Ejaan Melindo (1961−1967), Ejaan Baru/Lembaga Bahasa dan Kasusastraan
(LBK) (1967−1972), Ejaan yang Disempurnakan (EYD) (1972−2015), dan Ejaan Bahasa Indonesia (EBI)
(2015 sampai sekarang).

PENGGUNAAN HURUF

Huruf Kapital atau Huruf Besar

1. Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai unsur pertama kata pada awal kalimat.

Misalnya:

Dia mengantuk

Huruf Miring

2. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama buku, majalah dan surat

kabar yang dikutip dalam tulisan.

Misalnya:

majalah Bahasa dan Sastra, buku Negarakertagama karangan Prapanca, surat

kabar Suara Rakyat

3. Bentuk ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung.

Misalnya:

anak-anak, buku-buku, kuda-kuda, mata-mata, hati-hati, undang-undang, biri-biri, kupukupu, kura-kura,


laba-laba, sia-sia, gerak-gerik hura-hura, lauk-pauk, mondar-mandir,

ramah-tamah, sayur-mayur, centang-perenang, porak-poranda, tunggang-langgang,


berjalan-jalan, dibesar-besarkan, menulis-nulis, terus-menerus, tukar-menukar,

4. Gabungan kata yang lazim disebuta kata majemuk, termasuk istilah khusus, unsurunsurnya ditulis
terpisah.

Misalnya:

duta besar, kambing hitam, kereta api cepat luar biasa, mata pelajaran, meja tulis,

model linier, orang tua, persegi panjang, rumah sakit umum, simpang empat

DAN SEBAGAINYA UNTUK LEBIH JELAS DI LINK eyd

https://www.google.com/search?safe=strict&sxsrf=ALeKk03OKr_9YninM6HxKyMh2lBDuFCRxg
%3A1604919190299&ei=lh-
pX5_gEcrd9QO4nq7IBA&q=materi+eyd&oq=penggunaan+huruf+bahasa+indonesia&gs_lcp=CgZwc3ktY
WIQARgEMgQIABBHMgQIABBHMgQIABBHMgQIABBHMgQIABBHMgQIABBHMgQIABBHMgQI
ABBHUABYAGCTtAFoAHACeACAAQCIAQCSAQCYAQCqAQdnd3Mtd2l6yAEIwAEB&sclient=psy-
ab

PELAFALAN HURUF

Salah satu hal yang diatur dalam ejaan ialah cara pelafalan atau cara pengucapan dalam bahasa Indonesia.
Pada akhir-akhir ini sering kita dengar orang melafalkan bunyi bahasa Indonesia dengan keraguan.
Keraguan yang dimaksud ialah ketidakteraturan pengguna bahasa dalam melafalkan huruf. Kesalahan
pelafalan dapat terjadi karena lambang (huruf) diucapkan tidak sesuai dengan bunyi yang melambangkan
huruf tersebut.

Kaidah pelafalan bunyi bahasa Indonesia berbeda dengan kaidah bunyi bahasa lain, terutama bahasa asing,
seperti bahasa Inggris, bahasa Belanda, dan bahasa Jerman. Dalam bahasa tersebut, satu bunyi yang
dilambangkan dengan satu huruf, misalnya /a/ atau /g/, dapat diucapkan dengan berbagai wujud bunyi
bergantung pada bunyi atau fonem yang ada di sekitarnya. Lain halnya dengan bahasa Indonesia, ketentuan
pelafalan yang berlaku dalam bahasa Indonesia cukup sederhana, yaitu bunyi-bunyi dalam bahasa Indonesia
harus dilafalkan sesuai dengan apa yang tertulis. Tegasnya, lafal dalam bahasa Indonesia disesuaikan dengan
tulisan.
-teknik Lafal yang salah: tehnik Lafal yang benar: teknik [t e k n i k]

-tegel Lafal yang salah: tehel Lafal yang benar: tegel [t e g e l]

-energi Lafal yang salah: enerhi, enersi, enerji Lafal yang benar: energi [e n e r g i]

Masalah lain yang sering muncul dalam pelafalan ialah mengenai singkatan kata dengan huruf. Sebaiknya
pemakai bahasa memperhatikan pelafalan yang benar seperti yang sudah dibakukan dalam ejaan.

Perhatikan pelafalan berikut!


-TV Lafal yang salah: [tivi] Lafal yang benar: [t e ve]

-MTQ Lafal yang salah: [emtekyu], [emtekui] Lafal yang benar: [em te ki]

Hal yang perlu mendapat perhatian ialah mengenai pemakaian dan pelafalan huruf pada penulisan dan
pelafalan nama diri. Di dalam kaidah ejaan dikatakan bahwa penulisan dan pelafalan nama diri, yaitu nama
orang, badan hukum, lembaga, jalan, kota, sungai, gunung, dan sebagainya disesuaikan dengan kaidah ejaan
yang berlaku, kecuali kalau ada pertimbangan lain. Pertimbangan yang dimaksud ialah pertimbangan adat,
hukum, agama, atau kesejahteraan, dengan kebebasan memilih apakah mengikuti Ejaan Republik
(Soewandi) atau Ejaan yang Disempurnakan. Jadi, pelafalan nama orang dapat saja diucapkan tidak sesuai
dengan yang tertulis, bergantung pada pemilik nama tersebut.

Demikian pula halnya dengan pelafalan unsur kimia, nama minuman, atau nama obat-obatan, bergantung
pada kebiasaan yang berlaku untuk nama tersebut. Jadi, pemakai bahasa dapat saja melafalkan unsur
tersebut tidak sesuai dengan yang tertulis. Hal tersebut memerlukan kesepakatan lebih lanjut dari pakar yang
bersangkutan.

Perhatikan contoh berikut!

- coca Lafal yang benar: cola [ko ka ko la]

- HCI Lafal yang benar: [Ha Se El]

- CO2 Lafal yang benar: [Se O2]

Kaidah pelafalan yang perlu dibicarakan di sini ialah pelafalan bunyi /h/. Pelafalan bunyi /h/ ada aturannya
dalam bahasa Indonesia. Bunyi /h/ yang terletak di antara dua vokal yang sama harus dilafalkan dengan
jelas, seperti pada kata mahal, pohon, luhur, leher, sihir. Bunyi /h/ yang terletak di antara dua vokal yang
berbeda dilafalkan dengan lemah atau hampir tidak kedengaran, seperti pada kata tahun, lihat, pahit.
Bunyi /h/ pada kata seperti itu umumnya dilafalkan dengan bunyi luncur /w/ atau /y/, yaitu tawun, liyat,
payit. Aturan ini tidak berlaku bagi kata-kata pungut karena lafal kata pungut disesuaikan dengan lafal
bahasa asalnya, seperti kata mahir, lahir, kohir, kohesi.
PENULISAN HURUF

Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan menggunakan 26 huruf didalam abjadnya, yaitu mulai dengan
huruf /a/ sampai dengan huruf /z/. Beberapa huruf di antaranya, yaitu huruf /f/, /v/, /x/, dan /z/, merupakan
huruf serapan dan sekarang huruf-huruf tersebut dipakai secara resmi di dalam bahasa Indonesia. Dengan
demikian, pemakaian huruf itu tetap dipertahankan dan jangan diganti dengan huruf lain.

Contoh:
- fakta tidak boleh diganti dengan pakta

- aktif tidak boleh diganti dengan aktip

- valuta tidak boleh diganti dengan paluta

- pasif tidak boleh diganti dengan pasip

- ziarah tidak boleh diganti dengan jiarah, siarah

Meskipun huruf-huruf serapan sudah dimasukkan ke dalam bahasa Indonesia, harus kita ingat ketentuan
pemakaian huruf /q/ dan /x/. Huruf /q/ hanya dapat dipakai untuk nama istilah khusus, sedangkan untuk
istilah umum harus diganti dengan huruf /k/. Demikian pula huruf /x/ dapat dipakai untuk lambang, seperti
xenon, sinar x, x, + y. Huruf /x/ apabila terdapat pada tengan kata dan akhir kata diganti dengan huruf gugus
konsonan /ks/.

Contoh:

- Quran tetap ditulis Quran (nama)

- aquarium harus ditulis dengan akuarium

- quadrat harus ditulis dengan kuadrat

- taxi harus ditulis dengan taksi

- complex harus ditulis dengan kompleks

Huruf /k/ selain untuk melambangkan bunyi /k/, juga digunakan untuk melambangkan bunyi huruf hamzah
(glotal). Ternyata masih ada pengguna bahasa yang menggunakan tanda ‘ain’ /’/ untuk bunyi hamzah
(glotal) tersebut.

Contoh:

- ta’zim harus diganti dengan taksim


- ma’ruf harus diganti dengan makruf

- da’wah harus diganti dengan dakwah

- ma’mur harus diganti dengan makmur

C. Pemisahan Suku Kata

Setiap suku kata bahasa Indonesia ditandai oleh sebuah vokal. Huruf vokal itu dapat didahului atau diikuti
oleh huruf konsonan. Persukuan atau pemisahan suku kata biasanya kita dapati pada penggantian baris, yaitu
terdapat pada bagian akhir setiap baris tulisan. Pengguna bahasa tidak boleh melakukan pemotongan kata
berdasarkan kepentingan lain, misalnya mencari kelurusan baris pada pinggir baris setiap halaman atau
hanya untuk memudahkan pengetikan. Penulisan harus mengikuti kaidah-kaidah pemisahan suku kata yang
diatur dalam Ejaan yang Disempurnakan seperti berikut ini.

1) Apabila di tengah kata terdapat dua vokal berurutan, pemisahan dilakukan di antara vokal tersebut.
Contoh:

Main ma-in, taat ta-at

1. Apabila di tengan kata terdapat dua konsonan berurutan, pemisahan dilakukan di antara kedua konsonan
tersebut. Contoh :

ambil am-bil undang un-dang

2. Apabila di tengan kata terdapat konsonan di antara dua vokal pemisahannya dilakukan sebelum konsonan.
Contoh:

bapak ba-pak sulit su-lit

3. Apabila di tengah kata terdapat tiga atau empat konsonan, pemisahannya dilakukan di antara konsonan
pertama dan konsonan kedua. Contoh:

bangkrut bang-krut instumen in-stru-men


4. Imbuhan termasuk awalan yang mengalami perubahan bentuk partikel yang biasanya ditulis serangkai
dengan kata dasarnya, penyukuannya dipisahkan sebagai satu kesatuan. Contoh:

minuman mi-num-an bantulah ban-tu-lah

5. Pada akhir baris dan awal baris tidak diperkenankan ada huruf yang berdiri sendiri, baik vokal maupun
konsonan. Contoh:

Salah
ikut juga

masalah itu

Benarikut juga

Masalah itu

6. Tanda pemisah (tanda hubung) tidak diperkenankan diletakkan di bawah huruf dan juga tidak boleh
berjauhan dengan huruf, tetapi diletakkan di samping kanan huruf.

Contoh:

Salah Benar

pengambilan.

belajar

Benar

pengambilan .

belajar

Anda mungkin juga menyukai