Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN KASUS

APPENDISITIS AKUT

Disusun oleh :

Heni Wahyuningtyas (030.13.227)

Fahri Somantri (030.14.060)

Pembimbing:

dr. Willy Yulianto, Sp.B

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN BEDAH

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DOKTER SOESELO SLAWI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

PERIODE 10 DESEMBER 2018 – 18 FEBRUARI 2019

i
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS

APPENDISITIS AKUT

Disusun Oleh :

Heni Wahyuningtyas (030.13.227)

Fahri Somantri (030.14.060)

Disusun sebagai salah satu syarat kelulusan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah

Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Soeselo Slawi

Periode 10 Desember 2018 – 18 Februari 2019

Slawi, Januari 2019

Pembimbing

dr. Willy Yulianto, Sp.B

i
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Kuasa,
atas segala nikmat, rahmat, dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan kasus yang berjudul “Appendisitis Akut” dengan baik dan tepat waktu .
Laporan kasus ini disusun dalam rangka memenuhi tugas Kepaniteraan pada
bidang Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti di Rumah Sakit Umum
Daerah Dokter Soeselo Slawi periode 10 Desember 2018 – 18 Februari 2019. Di
samping itu juga ditujukan untuk menambah ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Melalui kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada dr. Willy Yulianto, Sp.B selaku pembimbing dalam penyusunan
laporan kasus ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan
sejawat Kepaniteraan Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti di Rumah
Sakit Umum Daerah Dokter Soeselo Slawi serta berbagai pihak yang telah
memberikan dukungan dan bantuan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari kata sempurna
dan tidak luput dari kesalahan. Oleh karena itu, penulis sangat berharap adanya
masukan, kritik maupun saran yang membangun. Akhir kata penulis mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya, semoga tugas ini dapat memberikan tambahan
informasi dan manfaat bagi kita semua.

Slawi, Januari 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................................... i

KATA PENGANTAR .................................................................................................. ii

DAFTAR ISI................................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................. 1

BAB II LAPORAN KASUS ........................................................................................ 2

2.1 Identitas Pasien............................................................................................... 2

2.2 Anamnesis ...................................................................................................... 2

2.3 Pemeriksaan Fisik .......................................................................................... 3

2.5 Pemeriksaan Penunjang yang telah dilakukan ............................................... 5

2.6 Penatalaksanaan .................................................................................................. 7

2.7 Prognosis ............................................................................................................. 7

BAB III TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 8

3.1 Anatomi dan Fisiologi Appendiks ...................................................................... 8

3.2 Epidemiologi ....................................................................................................... 9

3.3 Etiologi.............................................................................................................. 10

3.4 Patogenesis........................................................................................................ 10

3.5 Manifestasi Klinis ............................................................................................. 12

3.6 Diagnosis Banding ............................................................................................ 17

3.7 Tatalaksana ....................................................................................................... 19

3.8 Komplikasi ........................................................................................................ 20

3.9 Prognosis ........................................................................................................... 21

BAB IV KESIMPULAN ............................................................................................ 22

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 23

iii
BAB I

PENDAHULUAN

Appendisitis adalah peradangan pada appendiks. Appendiks merupakan organ


berbentuk tabung. Panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-15 cm), dan berpangkal di
sekum. Lumennya sempit dibagian proksimal dan melebar di bagian distal.
Sedangkan pada bayi, appendiks berbentuk kerucut yaitu lebar pada pangkalnya dan
menyempit pada daerah ujungnya. Beberapa posisi appendiks : retroileal, retrosekal,
ileosekal dan letak pelvik.1

Appendisitis akut biasa ditemukan pada semua umur. Pada < 1 tahun jarang
dilaporkan. Sedangkan insiden tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun.1
Appendicitis merupakan kasus bedah akut abdomen yang paling sering ditemukan.
Appendicitis dapat mengenai semua kelompok usia, meskipun tidak umum pada anak
sebelum usia sekolah. Hampir 1/3 anak dengan Appendicitis acut mengalami
perforasi setelah dilakukan operasi. Diagnosis Appendicitis acut pada anak kadang-
kadang sulit. Hanya 50-70% kasus yang bisa di diagnosis dengan tepat pada saat
penilaian awal. Angka appendectomy negatif pada pasien anak berkisar 10-50%.
Riwayat perjalanan penyakit pasien dan pemeriksaan fisik merupakan hal yang paling
penting dalam mendiagnosis Appendicitis.2

Semua kasus appendicitis memerlukan tindakan pengangkatan dari Appendiks


yang terinflamasi, baik dengan laparotomy maupun dengan laparoscopy. Apabila
tidak dilakukan tindakan pengobatan, maka angka kematian akan tinggi, terutama
disebabkan karena peritonitis dan syok. Reginald Fitz pada tahun 1886 adalah orang
pertama yang menjelaskan bahwa Appendicitis acut merupakan salah satu penyebab
utama terjadinya akut abdomen di seluruh dunia.3

1
BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama : An. AR

Nomor RM : 577919

Umur : 13 Tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Jl. Pluit Dalam Rt 05 Rw 08, Penyeringan

Pekerjaan : Pelajar

Agama : Islam

Status : Belum Menikah

Tanggal dikasuskan : 14 Januari 2019

Ruangan : Mawar 2, Bed A1

2.2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 15 Januari 2019 pada
pukul 7.00 WIB.
 Keluhan Utama
Nyeri pada perut kanan bawah sejak 3 hari yang lalu SMRS

 Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD RS Dr. Soeselo, Slawi dengan keluhan nyeri perut kanan
bawah sejak 2 hari yang lalu SMRS. Pasien mengatakan bahwa nyeri yang
dirasakan seperti diremas-remas dan terus menerus. Nyeri dirasakan semakin
memberat sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari. Pasien sudah pernah
mencoba meredakan rasa nyerinya dengan minum obat pereda nyeri, namun
nyeri tidak kunjung membaik. Nyeri bersifat tidak menjalar, namun nyeri
pertama dirasakan di perut dengan lokasi yang tidak dapat ditentukan oleh pasien,

2
kemudian nyeri berpindah dan menetap di perut bagian kanan bawah. 1 hari
SMRS pasien mengatakan pernah muntah sebanyak 2 kali yang berisi sisa
makanan dan tidak ada muntah darah. Selain itu, pasien mengatakan mual yang
bersifat terus menerus sehingga nafsu makan pasien menurun dan perut terasa
kembung. Pasien juga mengatakan terdapat demam yang bersifat hilang timbul
dan tidak tinggi. Sebelum masuk IGD, pasien sempat pingsan. Buang air besar
terganggu sejak nyeri perut dirasakan dan semakin lama frekuensinya semakin
jarang. Buang air kecil tidak ada keluhan dan tidak ada penurunan berat badan
yang signifikan dalam waktu singkat.
 Riwayat Penyakit Dahulu

Hipertensi (-), Diabetes Melitus (-), Gastritis Erosif (-), Hematemesis (-),
Melena (-), Asma (-), Alergi (-), Penyakit Paru (-), Penyakit Jantung (-)

 Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga yang mengalami hal serupa.

 Riwayat Pengobatan
Pasien pernah konsumsi obat pereda nyeri, namun tidak membaik

 Riwayat Kebiasaan
Pasien kurang mengkonsumsi sayur maupun buah, dan mengaku jarang minum
air mineral. Pasien gemar konsumsi jajanan di sekolahnya setiap hari.
Kesehariannya pasien kurang melakukan aktivitas dan jarang berolahraga.

2.3 Pemeriksaan Fisik


A. Keadaan Umum
Kesadaran : Kompos mentis

Kesan Gizi : BB : 30kg TB : 148 cm BMI : 13,7 kg/m² (Gizi Kurang )

Tanda Vital :

 Tekanan Darah : tidak dilakukan pemeriksaan


 Nadi : 80x/menit

3
 Pernafasan : 20x/menit
 Suhu : 36,6˚ C
B. Status Generalis
Kepala : Normocephali

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-)

Telinga : dalam batas normal

Hidung : dalam batas normal

Mulut : dalam batas normal

Leher : dalam batas normal

Thoraks : dalam batas normal

Ekstrimitas : dalam batas normal

Status lokalis

 Abdomen

Inspeksi : datar, hematom (-), benjolan (-), sikatriks (-), perdarahan (-)

Auskultasi : bising usus meningkat, metallic sound (-)

Palpasi : supel, nyeri tekan pada perut bagian kanan kanan bawah (Mc
Burney) (+), nyeri lepas (+), defans muscular (-), pembesaran organ (-)

Perkusi : suara timpani pada seluruh dinding abdomen

2.4 Pemeriksaan Khusus


 Rectal Toucher : pasien terasa nyeri pada arah jam 10
 Psoas Sign (+), Obturator Sign (+)
 Alvarado Score
Manifestasi Skor
Gejala Adanya migrasi nyeri 0
Anoreksia 1

4
Mual/muntah 1
Tanda Nyeri RLQ 2
Nyeri lepas 1
Febris 1
Laboratorium Leukositosis 2
Shift to the left 1
Total poin 9
Kesimpulan : total skor 9-10 (hampir pasti menderita Appendicitis)

2.5 Pemeriksaan Penunjang yang telah dilakukan


 Laboratorium darah lengkap : Minggu, 13-1-2019 (IGD)
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Leukosit 18,8 10ˆ³/ul 3,8 – 10,6
Eritrosit 4,8 10^⁶/ul 4,4 – 5,9
Hemoglobin 14,3 g/dl 13,2 – 17,3
Hematokrit 42 % 40 - 52
MCV 87 Fl 80 - 100
MCH 30 Pg 26 – 34
MCHC 34 g/dl 32 - 36
Trombosit 421 10ˆ³/ul 150 – 400
Basofil 0,30 % 0–1
Eosinofil 0,10 % 2–4
Neutrofil 87,20 % 50 – 70
Limfosit 8,20 % 25 – 40
Monosit 4,20 % 2–8
MFV 9,7 fL 7,2 – 11,1
RDW-SD 40,5 fL 35,1 – 43,9
RDW-CV 12,7 % 11,5 – 14,5

5
 Laboratorium Hematologi & Kimia Klinik : Senin, 14 – 1 – 2019
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
APTT Test 28,1 Detik 25,5 – 42,1
PT Test 9,3 Detik 9,3 – 11,4
Ureum 16,8 mg/dL 17,1 – 42,8
Creatinin 0,89 mg/dL 0,4 – 1
Albumin 0,45 g/dL 3,8 – 5,3
Kalium 3,76 mmol/L 3,5 – 5,0
Natrium 134,1 mmol/L 135,0 – 147,0
Chlorida 114,1 mmol/L 95,0 – 105,0
Calsium 1,03 mmol/L 1,13 – 1,32
 Foto Thoraks PA :

Deskripsi :
o CTR < 50%
o Hemithoraks kiri tidak melebihi 1/3 hemithoraks kiri
o Apeks jantung normal
o Pinggang jantung masih ada
o Corakan bronkovaskular sulit dinilai
o Sudut costofrenikus tajam
o Tidak ada perselubungan/bercak mengawan kedua lapang paru
Kesan : thoraks dalam batas normal

6
2.5 Diagnosis

a. Diagnosis Banding
 Appendisitis Akut
 Gastroenteritis
b. Diagnosis Kerja
 Appendisitis akut

2.6 Penatalaksanaan
Terapi yang telah diberikan :
 IGD : Minggu, 13 – 1 – 2019
1. Infus RL 20 tpm
2. Inj. Ranitidine 2x50 mg
3. Inj. Ondansentron 2x4mg
 Ruang Rawat Inap Mawar 2 : Senin, 14 – 1-2019
1. Infus RL 20 tpm
2. Ceftriaxone 2x1 gr
3. Inj. Ranitidine 2x50mg
4. Inj. Ondansentron 3x4mg
 Ruang Rawat Inap Mawar 2 : Selasa, 15 – 1 – 2019
1. Pasien dipuasakan selama 10 jam
2. Dilakukan operasi CITO Appendiktomi

2.7 Prognosis
 Ad vitam : Bonam
 Ad functionam : dubia ad Bonam
 Ad sanationam : Bonam

7
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi dan Fisiologi Appendiks

Appendix merupakan organ berbentuk cacing, panjangnya kira-kira 10 cm


(kisaran 3-15 cm) dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal
dan melebar di bagian distal. Namun demikian, pada bayi, appendix berbentuk
kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit ke arah ujungnya. Keadaan ini
mungkin menjadi sebab rendahnya insiden apendisitis pada usia itu. Pada 65% kasus,
apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu memungkinkan apendiks bergerak
dan geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks penggantungnya.4

Pada kasus selebihnya, apendiks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang


sekum, dibelakang kolon asendens, atau ditepi lateral kolon asendens. Gejala klinis
apendisitis ditentukan oleh letak apendiks.
Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n. Vagus yang mengikuti
a.mesenterika superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal
dari n.torakalis X. oleh karena itu, nyeri visceral pada apendisitis bermula di sekitar
umbilicus. Perdarahan apendiks berasal dari a.apendikularis yang merupakan arteri
kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena thrombosis pada infeksi, apendiks
akan mengalami gangrene.
Menurut letaknya, apendiks dibagi menjadi beberapa macam :

 Appendix retrocecalis, terletak dibelakang coecum


 Appendix pelvicum, terletak menyilang a. iliaca externa dan masuk ke dalam
pelvis
 Appendix postcecalis terletak dibelakang atas kiri dari ileum
 Appendix retroileal
 Appendix decendentis, terletak descenden ke caudal.

8
Awalnya, Appendix dianggap tidak memiliki fungsi. Namun akhir-akhir ini,
Appendix dikatakan sebagai organ imunologi yang secara aktif mensekresikan
Imunoglobulin terutama Imunoglobulin A (IgA). Walaupun Appendix merupakan
komponen integral dari sistem Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT), fungsinya
tidak penting dan Appendectomy tidak akan menjadi suatu predisposisi sepsis atau
penyakit imunodefisiensi lainnya.1

3.2 Epidemiologi
Appendisitis akut biasa ditemukan pada semua umur. Pada < 1 tahun jarang
dilaporkan. Sedangkan insiden tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun.1
Appendicitis merupakan kasus bedah akut abdomen yang paling sering ditemukan.
Appendicitis dapat mengenai semua kelompok usia, meskipun tidak umum pada anak
sebelum usia sekolah.2 Reginald Fitz pada tahun 1886 adalah orang pertama yang
menjelaskan bahwa Appendicitis acut merupakan salah satu penyebab utama
terjadinya akut abdomen di seluruh dunia.3

Insidensi Appendisitis akut di negara maju lebih tinggi daripada di negara


berkembang, tetapi beberapa tahun terakhir angka kejadiannya menurun secara
bermakna. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya penggunaan makanan berserat
dalam menu sehari-hari.

9
3.3 Etiologi
Appendisitis disebabkan karena adanya obstruksi pada lumen appendix
sehingga terjadi kongesti vaskuler, iskemik nekrosis dan akibatnya terjadi infeksi.
Appendisitis umumnya terjadi karena infeksi bakteri. Penyebab obstruksi yang paling
sering adalah fecolith (feses yang mengeras). Fecolith ditemukan pada sekitar 20%
anak dengan appendicitis. Penyebab lain dari obstruksi appendiks meliputi:
1. Hiperplasia jaringan limfe
2. Carcinoid atau tumor lainnya
3. Benda asing, seperti biji-bijian
4. Kadang parasit 1
Penyebab lain yang diduga menimbulkan Appendicitis adalah ulserasi mukosa
appendix oleh parasit E. histolytica. Berbagai spesies bakteri yang dapat diisolasi
pada pasien appendicitis yaitu5:
Bakteri aerob fakultatif Bakteri anaerob
 Batang Gram (-)  Batang Gram (-)
Escherichia coli Bacteroides fragilis
Pseudomonas aeruginosa  Batang Gram (+)
 Coccus Gram (+) Clostridium
Streptococcus  Coccus Gram (+)
Enterococcus Peptostreptococcus micros

3.4 Patogenesis

Apendisitis disebabkan oleh obstruksi yang diikuti oleh infeksi. Kira-kira


60% kasus berhubungan dengan hyperplasia submukosa yaitu pada folikel limfoid,
35% menunjukkan hubungan dengan adanya fekalit, 4% kaitannya dengan benda
asing dan 1% kaitannya dengan stiktur atau tumor dinding apendiks ataupun
sekum. Hiperplasi limfatik penting pada obstruksi dengan frekuensi terbanyak
terjadi pada anak-anak, sedangkan limfoid folikel adalah respon apendiks terhadap
adanya infeksi. Obstruksi karena fecalit lebih sering terjadi pada orang tua. Adanya
fekalit didukung oleh kebiasaan, seperti pada orang barat urban yang cenderung
mengkonsumsi makanan rendah serat, dan tinggi karbohidrat dalam diet mereka.6

10
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh
hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya, atau neoplasma.7

Obstruksi tersebut menyebabkan mucus yang diproduksi mukosa mengalami


bendungan. Makin lama mucus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding
apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan
intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang
mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah
terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.7

Bila sekresi mucus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal
tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan
menembus dinding, diikuti demam, takikardi dan leukositosis akibat pelepasan
mediator inflamasi dari jaringan yang iskemik. Peradangan yang timbul meluas dan
mengenai peritoneum parietale, serabut saraf somatic akan teraktivasi dan nyeri
akan dirasakan local pada lokasi appendiks, khususnya di titik Mc Burney’s atau
nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut sebagai apendisitis supuratif
akut.7
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks
yang diikuti dengan gangrene. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa.

Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.7 Perforasi
appendiks akan menyebabkan terjadinya abscess lokal atau peritonitis umum. Proses
ini tergantung pada kecepatan progresivitas ke arah perforasi dan kemampuan pasien
berespon terhadap adanya perforasi. Tanda perforasi appendiks mencakup
peningkatan suhu melebihi 38.6oC, leukositosis > 14.000, dan gejala peritonitis pada
pemeriksaan fisik. Pasien dapat tidak bergejala sebelum terjadi perforasi, dan gejala
dapat menetap hingga > 48 jam tanpa perforasi. Secara umum, semakin lama gejala
berhubungan dengan peningkatan risiko perforasi. Peritonitis difus lebih sering
dijumpai pada bayi karena tidak adanya jaringan lemak omentum. Anak yang lebih
tua atau remaja lebih memungkinkan untuk terjadinya abscess yang dapat diketahui
dari adanya massa pada pemeriksaan fisik.

11
Konstipasi jarang dijumpai tetapi tenesmus sering dijumpai. Diare sering
didapatkan pada anak-anak, dalam jangka waktu sebentar, akibat iritasi ileum
terminal atau caecum. Adanya diare dapat mengindikasikan adanya abscess pelvis.

Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan
akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa local yang disebut
infiltrate apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau
menghilang.7

Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang,
dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh
yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua
perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah.7

3.5 Manifestasi Klinis


3.5.1 Gejala Klinis

Gejala Appendicitis acuta umumnya timbul kurang dari 36 jam, dimulai


dengan nyeri perut yang didahului anoreksia. Gejala utama Appendicitis acuta adalah
nyeri perut. Awalnya, nyeri dirasakan difus terpusat di epigastrium, lalu menetap,
kadang disertai kram yang hilang timbul. Durasi nyeri berkisar antara 1-12 jam,
dengan rata-rata 4-6 jam. Nyeri yang menetap ini umumnya terlokalisasi di RLQ.
Variasi dari lokasi anatomi Appendix berpengaruh terhadap lokasi nyeri, sebagai
contoh; Appendix yang panjang dengan ujungnya yang inflamasi di LLQ
menyebabkan nyeri di daerah tersebut, Appendix di daerah pelvis menyebabkan nyeri
suprapubis, retroileal Appendix dapat menyebabkan nyeri testicular.1,2,3,7,8

Umumnya, pasien mengalami demam saat terjadi inflamasi Appendix,


biasanya suhu naik hingga 38oC. Tetapi pada keadaan perforasi, suhu tubuh
meningkat hingga > 39oC. Anoreksia hampir selalu menyertai Appendicitis. Pada
75% pasien dijumpai muntah yang umumnya hanya terjadi satu atau dua kali saja.
Muntah disebabkan oleh stimulasi saraf dan ileus. Umumnya, urutan munculnya
gejala Appendicitis adalah anoreksia, diikuti nyeri perut dan muntah. Bila muntah

12
mendahului nyeri perut, maka diagnosis Appendicitis diragukan.2,10 Muntah yang
timbul sebelum nyeri abdomen mengarah pada diagnosis gastroenteritis.

Sebagian besar pasien mengalami obstipasi pada awal nyeri perut dan banyak
pasien yang merasa nyeri berkurang setelah buang air besar. Diare timbul pada
beberapa pasien terutama anak-anak.2,3,10 Diare dapat timbul setelah terjadinya
perforasi Appendix.

Gejala Appendicitis acut

Gejala* Frekuensi (%)

Nyeri perut 100


Anorexia 100
Mual 90
Muntah 75
Nyeri berpindah 50
Gejala sisa klasik (nyeri periumbilikal kemudian anorexia/mual/muntah
kemudian nyeri berpindah ke RLQ kemudian demam yang tidak terlalu 50
tinggi)
*-- Onset gejala khas terdapat dalam 24-36 jam

3.5.2 Pemeriksaan Fisik

Pasien dengan appendisitis akut tampak kesakitan dan demam tidak terlalu tinggi.
Pada pemeriksaan fisik, perubahan suara bising usus dapat menurun/menghilang yang
berhubungan dengan tingkat inflamasi pada Appendix. Nyeri tekan dan nyeri lepas
(tanda Blumberg) fokal pada daerah appendiks yang disebut titik Mc Burney. Iritasi
peritoneum ditandai dengan adanya defans muskular, perkusi atau nyeri lepas.

Penderita Appendicitis umumnya lebih menyukai sikap jongkok pada paha kanan,
karena pada sikap itu Caecum tertekan sehingga isi Caecum berkurang. Hal tersebut
akan mengurangi tekanan ke arah Appendix sehingga nyeri perut berkurang.11

13
Secara teori, peradangan akut Appendix dapat dicurigai dengan adanya nyeri pada
pemeriksaan rektum (Rectal toucher). Namun, pemeriksaan ini tidak spesifik untuk
Appendicitis. Jika tanda-tanda Appendicitis lain telah positif, maka pemeriksaan
rectal toucher tidak diperlukan lagi.11

Tanda khas yang dapat ditemukan pada apendisitis akut adalah:7

 Rovsing’s sign
Jika LLQ ditekan, maka terasa nyeri di RLQ. Hal ini menggambarkan iritasi
peritoneum. Sering positif pada Appendicitis namun tidak spesifik.

 Psoas sign
Nyeri pada perut kuadran kanan bawah saat ekstensi panggul kanan yang
menggambarkan kekakuan musculus psoas kanan akibat refleks atau iritasi
langsung yang berasal dari peradangan Appendix retrosekal. Manuver ini tidak
bermanfaat bila telah terjadi rigiditas abdomen.

Dasar anatomis terjadinya Psoas sign

14
 Obturator sign
Nyeri perut kanan bawah pada rotasi internal panggul kanan (menunjukkan
apendiks pelvis)

 Blumberg’s sign (nyeri lepas kontralateral)


Pemeriksa menekan di LLQ kemudian melepaskannya. Manuver ini dikatakan
positif bila pada saat dilepaskan, pasien merasakan nyeri di RLQ.

 Nyeri pada pemeriksaan rectal toucher pada saat penekanan di sisi lateral
 Dunphy’s sign (nyeri ketika batuk)

3.5.3 Pemeriksaan Penunjang

 Laboratorium

Jumlah leukosit diatas 10.000 ditemukan pada lebih dari 90% anak dengan
appendicitis akuta. Jumlah leukosit pada penderita appendicitis berkisar antara
12.000-18.000/mm. Peningkatan persentase jumlah neutrofil (shift to the left)
dengan jumlah normal leukosit menunjang diagnosis klinis appendicitis. Jumlah
leukosit yang normal jarang ditemukan pada pasien dengan appendicitis.
Pemeriksaan urinalisis membantu untuk membedakan appendicitis dengan
pyelonephritis atau batu ginjal. Meskipun demikian, hematuria ringan dan pyuria
dapat terjadi jika inflamasi appendiks terjadi di dekat ureter.
 Foto polos abdomen

Foto polos abdomen jarang membantu diagnosis Appendicitis acuta, tetapi


dapat sangat bermanfaat untuk menyingkirkan diagnosis banding. Kadang

15
menunjukkan lokal ileus kuadran kanan bawah atau fecalith radiopak, yaitu
adanya perselubungan di fossa iliaka dextra.

 USG

Ultrasonografi sering dipakai sebagai salah satu pemeriksaan untuk


menunjang diagnosis pada kebanyakan pasien dengan gejala appendicitis.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sensitifitas USG lebih dari 85% dan
spesifitasnya lebih dari 90%. Gambaran USG yang merupakan kriteria diagnosis
appendicitis acuta adalah appendix dengan diameter anteroposterior 7 mm atau
lebih, didapatkan suatu appendicolith, adanya cairan atau massa periappendix.
False positif dapat muncul dikarenakan infeksi sekunder appendix sebagai
hasil dari salphingitis atau inflammatory bowel disease. False negatif juga dapat
muncul karena letak appendix yang retrocaecal atau rongga usus yang terisi
banyak udara yang menghalangi appendix.

3.5.4 Alvarado Score

Semua penderita dengan suspek Appendicitis acuta dibuat skor Alvarado dan
diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu: skor <6 dan >6. Selanjutnya dilakukan
Appendectomy, setelah operasi dilakukan pemeriksaan PA terhadap jaringan
Appendix dan hasilnya diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu: radang akut dan
bukan radang akut.

Alvarado scale untuk membantu menegakkan diagnosis


Manifestasi Skor
Gejala Adanya migrasi nyeri 1
Anoreksia 1
Mual/muntah 1
Tanda Nyeri RLQ 2
Nyeri lepas 1
Febris 1
Laboratorium Leukositosis 2

16
Shift to the left 1
Total poin 10

Keterangan:
0-4 : kemungkinan Appendicitis kecil
5-6 : bukan diagnosis Appendicitis
7-8 : kemungkinan besar Appendicitis
9-10 : hampir pasti menderita Appendicitis
Bila skor 5-6 dianjurkan untuk diobservasi di rumah sakit, bila skor >6 maka tindakan
bedah sebaiknya dilakukan.

3.6 Diagnosis Banding


Diagnosis banding Appendicitis tergantung dari 3 faktor utama: lokasi anatomi dari
inflamasi Appendix, tingkatan dari proses dari yang simple sampai yang perforasi,
serta umur dan jenis kelamin pasien. 2,11

 Pada anak-anak balita (Intususepsi, divertikulitis, dan gastroenteritis akut)


Intususepsi paling sering didapatkan pada anak-anak berusia dibawah 3 tahun.
Pasien biasanya mengeluarkan tinja yang berdarah dan berlendir. Massa
berbentuk sosis dapat teraba di RLQ.
Divertikulitis Meckel jarang terjadi jika dibandingkan Appendicitis. Nyeri
divertikulitis hampir sama dengan Appendicitis, tetapi lokasinya berbeda,
yaitu pada daerah periumbilikal. Pada pencitraan dapat diketahui adanya
inflammatory mass di daerah abdomen tengah.
Diagnosis banding yang agak sukar ditegakkan adalah gastroenteritis akut,
karena memiliki gejala-gejala yang mirip dengan appendicitis, yakni diare,
mual, muntah, dan ditemukan leukosit pada feses. Nyeri hiperperistaltik
abdomen mendahului terjadinya diare. Hasil pemeriksaan laboratorium
biasanya normal.
 Pada anak usia sekolah (Gastroenteritis, konstipasi, infark omentum)
Pada gastroenteritis, didapatkan gejala-gejala yang mirip dengan appendicitis,
tetapi tidak dijumpai adanya leukositosis. Konstipasi, merupakan salah satu

17
penyebab nyeri abdomen pada anak-anak, tetapi tidak ditemukan adanya
demam. Infark omentum juga dapat dijumpai pada anak-anak dan gejala-
gejalanya dapat menyerupai appendicitis. Pada infark omentum, dapat teraba
massa pada abdomen dan nyerinya tidak berpindah.
 Pada pria dewasa muda (Batu uretra, pielonefritis dan epididymitis)
Batu uretra dapat terjadi bila calculus tersangkut dekat Appendix dapat
dikelirukan dengan Appendicitis retrocaecal. Nyeri alih ke daerah labia,
scrotum atau penis, hematuria, dan atau tanpa demam atau leukositosis
mendukung adanya batu. Pyelografi dapat memperkuat diagnosis.
Pielonefritis sering disertai demam tinggi, menggigil, nyeri kostovertebral di
sebelah kanan dan piuria
Pada epididimitis, pasien merasa sakit pada skrotumnya dan pemeriksaan fisik
pada skrotum dapat membantu menyingkirkan diagnosis epididimitis.
 Pada wanita usia muda (pelvic inflammatory disease (PID), kista ovarium, dan
infeksi saluran kencing)
Pada PID, nyerinya bilateral dan dirasakan pada abdomen bawah jika yang
terkena adalah tuba sebelah kanan sehingga menyerupai Appendicitis. Mual
dan muntah hampir selalu terjadi pada pasien Appendicitis. Pada pasien PID
hanya sekitar separuhnya.
Pada kista ovarium, nyeri dapat dirasakan bila terjadi ruptur ataupun torsi.
 Pada usia lanjut
Appendicitis pada usia lanjut sering sukar untuk didiagnosis. Diagnosis
banding yang sering terjadi pada kelompok usia ini adalah keganasan dari
traktus gastrointestinal dan saluran reproduksi, divertikulitis, perforasi ulkus,
dan kolesistitis. Keganasan dapat terlihat pada CT Scan dan gejalanya muncul
lebih lambat daripada appendicitis. Pada orang tua, divertikulitis sering sukar
untuk dibedakan dengan appendicitis, karena lokasinya yang berada pada
abdomen kanan. Perforasi ulkus dapat diketahui dari onsetnya yang akut dan
nyerinya tidak berpindah. Pada orang tua, pemeriksaan dengan CT Scan lebih
berarti dibandingkan dengan pemeriksaan laboratorium.

18
3.7 Tatalaksana
3.7.1 Untuk pasien yang dicurigai Appendisitis :
 Puasakan
 Berikan analgetik dan antiemetik jika diperlukan untuk mengurangi gejala.
Penelitian menunjukkan bahwa pemberian analgetik tidak akan menyamarkan
gejala saat pemeriksaan fisik.
 Pertimbangkan DD/ KET terutama pada wanita usia reproduksi.
 Berikan antibiotika IV pada pasien dengan gejala sepsis dan yang
membutuhkan Laparotomy
3.7.2 Perawatan konservatif atau tanpa operasi
 Penelitian menunjukkan pemberian antibiotika intravena dapat berguna untuk
apendicitis acuta bagi mereka yang sulit mendapat intervensi operasi
(misalnya untuk pekerja di laut lepas), atau bagi mereka yang memilki resiko
tinggi untuk dilakukan operasi untuk mencegah infeksi.

3.7.3 Antibiotic pada apendisitis digunakan sebagai:


 Preoperative, antibiotik broad spectrum intravena dan juga untuk gram
negative dan anaerob diindikasikan untuk mengurangi kejadian infeksi
pasca pembedahan.
 Post operatif, antibiotic diteruskan selama 24 jam pada pasien tanpa
komplikasi apendisitis
o Antibiotic diteruskan sampai 5-7 hari post operatif untuk kasus
apendisitis ruptur atau dengan abses
o Antibiotic diteruskan sampai hari 7-10 hari pada kasus apendisitis
rupture dengan peritonitis diffuse.
 Biasanya digunakan antibiotik kombinasi, seperti Cefotaxime dan
Clindamycin, atau Cefepime dan Metronidazole. Kombinasi ini dipilih karena
frekuensi bakteri yang terlibat, termasuk Escherichia coli, Pseudomonas
aeruginosa, Enterococcus, Streptococcus viridans, Klebsiella, dan
Bacteroides.

3.7.4 Pembedahan adalah terapi utama


 Appendiktomi terbuka dilakukan dengan insisi transversal pada kuadran

19
kanan bawah (Davis-Rockey) atau insisi oblik (Mc Arthur-Mc Burney). Pada
diagnosis yang belum jelas dapat dilakukan insisi subumbilical pada garis
tengah
 Laparaskopi apendektomi: teknik operasi dengan luka dan kemungkinan
infeksi lebih kecil.
3.7.5 Pasca pembedahan
Perlu dilakukan observasi tanda vital untuk mengantisipasi adanya perdarahan
dalam, syok, hipertermia atau gangguan pernapasan. Pasien dibaringkan dalam posisi
flowler dan selama 12 jam dipuasakan terlebih dahulu. Pada operasi dengan perforasi
atau peritonitis umum, puasa dilakukan hingga fungsi usus kembali normal. Secara
bertahap pasien diberi minum, makanan saring, makanan lunak dan makanan biasa.7

3.8 Komplikasi

Beberapa komplikasi yang dapat terjadi :

1. Perforasi
Keterlambatan penanganan merupakan alasan penting terjadinya perforasi.
Perforasi appendix akan mengakibatkan peritonitis purulenta yang ditandai
dengan demam tinggi, nyeri makin hebat meliputi seluruh perut dan perut
menjadi tegang dan kembung. Nyeri tekan dan defans muskuler di seluruh
perut, peristaltik usus menurun sampai menghilang karena ileus paralitik.
2. Peritonitis
Peradangan peritoneum merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi
dalam bentuk akut maupun kronis. Keadaan ini biasanya terjadi akibat
penyebaran infeksi dari apendisitis. Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas
pada permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis generalisata.
Dengan begitu, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik,
usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang ke
dalam lumen usus menyebabkan dehidrasi, gangguan sirkulasi, oligouria, dan
mungkin syok. Gejala : demam, lekositosis, nyeri abdomen, muntah,
Abdomen tegang, kaku, nyeri tekan, dan bunyi usus menghilang.

20
3. Massa Periapendikuler
Hal ini terjadi bila apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi ditutupi
pendindingan oleh omentum. Umumnya massa apendix terbentuk pada hari
ke-4 sejak peradangan mulai apabila tidak terjadi peritonitis generalisata.
Massa apendix dengan proses radang yang masih aktif ditandai dengan
keadaan umum masih terlihat sakit, suhu masih tinggi, terdapat tanda-tanda
peritonitis, lekositosis, dan pergeseran ke kiri. Massa apendix dengan proses
meradang telah mereda ditandai dengan keadaan umum telah membaik, suhu
tidak tinggi lagi, tidak ada tanda peritonitis, teraba massa berbatas tegas di
region iliaka kanan dengan nyeri tekan ringan, lekosit dan netrofil normal.

Komplikasi post operasi:8

1. Fistel berfaeces Appendicitis gangrenosa, maupun fistel tak berfaeces; karena


benda asing, tuberculosis, Aktinomikosis.
2. Hernia cicatricalis.
3. Ileus
4. Perdarahan dari traktus digestivus: kebanyakan terjadi 24–27 jam setelah
Appendectomy, kadang–kadang setelah 10–14 hari. Sumbernya adalah
echymosis dan erosi kecil pada gaster dan jejunum, mungkin karena emboli
retrograd dari sistem porta ke dalam vena di gaster/ duodenum.

3.9 Prognosis
Apendiktomi yang dilakukan sebelum perforasi prognosisnya baik.
Kematian dapat terjadi pada beberapa kasus. Setelah operasi masih dapat terjadi
infeksi pada 30% kasus apendix perforasi atau apendix gangrenosa.

21
BAB IV

KESIMPULAN

Appendicitis adalah peradangan pada Appendix vermicularis dan


merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering pada anak-anak maupun
dewasa. Appendicitis akut merupakan kasus bedah emergensi yang paling sering
ditemukan pada anak-anak dan remaja. Gejala appendicitis akut pada anak tidak
spesifik.
Gejala klinis Appendicitis meliputi nyeri perut, anorexia, mual, muntah,
nyeri berpindah, dan gejala sisa klasik berupa nyeri periumbilikal kemudian
anorexia/mual/muntah kemudian nyeri berpindah ke RLQ kemudian demam
yang tidak terlalu tinggi. Tanda klinis yang dapat dijumpai dan manuver
diagnostik pada kasus Appendicitis adalah Rovsing’s sign, Psoas sign, Obturator
sign, Blumberg’s sign, Defence musculare dan nyeri pada pemeriksaan rectal
toucher. Pemeriksaan penunjang dalam diagnosis Appendicitis adalah
pemeriksaan laboratorium, Skor Alvarado, ultrasonografi, dan radiologi.
Tatalaksana paling umum adalah pembedahan dan pemberian antibiotic
pada apendisitis digunakan saat preoperative dengan antibiotik broad spectrum
intravena dan juga untuk gram negative dan anaerob diindikasikan untuk mengurangi
kejadian infeksi pasca pembedahan.
Komplikasi yang dapat terjadi pada anak yaitu perforasi, diakibatkan
keterlambatan dalam penanganan yang tepat.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. De Jong, W, Sjamsuhidajat, R. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. 2010. EGC:


Jakarta.
2. Jaffe BM, Berger DH. The Appendix. In: Schwartz’s Principles of Surgery
Volume 2. 8th edition. Ed: Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, Dunn
DL, Hunter JG, Pollock RE. New York: McGraw Hill Companies Inc.
2005:1119-34
3. Way LW. Appendix. In: Current Surgical Diagnosis & Treatment. 11 edition.
Ed:Way LW. Doherty GM. Boston: McGraw Hill. 2003:668-72
4. Jarrell, B. E and Carabasi R.A., the national medical series for independent
study 2nd edition Surgery., national medical series., Baltimore, Hong Kong,
London, Sydney.
5. Grace, P.A., Borley, N.R. Apendisitis Akut dalam At A Glance. Jakarta:
Erlangga; 2006. p:106.
6. Sabiston. Textbook of surgery, the biological basis of modern surgical
practice fourteenth edition. 1991. International edition; W.B. Saunders.
7. Mansjoer, A., Suprohaita., Wardani, W.I., Setiowulan, W., editor., “Bedah
Digestif”, dalam Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga, Jilid 2, Cetakan
Kelima. Media Aesculapius, Jakarta, 2005, hlm. 307-313.
8. Lally KP, Cox CS, Andrassy RJ, Appendix. In: Sabiston Texbook of Surgery.
17th edition. Ed:Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL.
Philadelphia: Elsevier Saunders. 2004: 1381-93
9. Soybel DI. Appedix In: Surgery Basic Science and Clinical Evidence Vol 1.
Ed: Norton JA, Bollinger RR, Chang AE, Lowry SF, Mulvihill SJ, Pass HI,
Thompson RW. New York: Springer Verlag Inc. 2000: 647-62
10. Prinz RA, Madura JA. Appendicitis and Appendiceal Abscess. In: Mastery of
Surgery Vol II. 4th edition. Ed: Baker RJ, Fiscer JE. Philadelphia. Lippincott
Williams & Wilkins. 2001: 1466-78
11. Ellis H, Nathanson LK. Appendix and Appendectomy. In : Maingot’s
Abdominal Operations Vol II. 10th edition. Ed: Zinner Mj, Schwartz SI, Ellis
H, Ashley SW, McFadden DW. Singapore: McGraw Hill Co. 2001: 1191-
222

23

Anda mungkin juga menyukai