Anda di halaman 1dari 6

REFLEKSI KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. W

Usia : 24 tahun

Jenis kelamin : Pria

Status perkawinan : belum menikah

Warga negara : Indonesia

Alamat : Jalan Trans Sulawesi

Pendidikan terakhir : SLTP

Pekerjaan : Tidak bekerja

Tanggal Pemerksaan : 27 Oktober 2018

I. DESKRIPSI KASUS

Pasien laki-laki, 24 tahun datang dengan keluhan kegelisahan dan


tidak bisa tenang sejak 5 hari yang lalu. Perasaan gelisah dan cemas
terutama dirasakan pasien semenjak terjadi bencana gempa di Palu.
Pasien mengaku melihat langsung rumah kakaknya runtuh pada saat
kejadian itu terjadi. Setelah kejadian itu pasien menjadi tidak bisa
tenang dan terus mondar-mandir. Selain itu pasien juga sering
mengamuk sejak 1 hari yang lalu. Biasanya saat mengamuk pasien
sering mengancam anggota keluarganya dan sering memakai benda-
benda tajam untuk mengancam. Pasien juga mengaku sering
mendengar suara-suara di telinganya namun tidak jelas apa yang
dibisikkan. Pasien serngal bergumam mengenai kota Palu dan bencana
gempa. Beberapa hari terakhir pasien mulai suka berpergian
sembarangan dan hampir lompat dari jembatan. Selain itu pasien juga

1
sering mengambil barang orang lain (tetangga) tanpa sepengetahuan
pemiliknya. Pasien juga seringkali sulit tidur pada saat malam hari
dalam 5 hari terakhir.

Pasien sebelumnya pernah dirawat dikarenakan pemakaian obat-


obatan pil dextrometrophan kurang lebih 5 tahun yang lalu. Pada saat
itu pasien mengalami perasaan sedih akibat kematian ayahnya disusul
dengan kematian kakaknya. Pasien mulai mengkonsumsi obat-obatan
dari RS Madani sejak saat itu, namun beberapa bulan terakhir pasien
sudah tidak mengkonsumsi obat-obatan lagi (putus obat). Kemudian
saat terjadi bencana pasien mulai kembali mengalami gejala setelah
melihat rumahnya rubuh.

Pada saat ditanya pasien masih dapat berkomunikasi dan


mengenali keluarganya. Pasien juga dapat mengingat kejadian-
kejadian yang barut terjadi. Selain itu pasien masih memiliki pola
makan yang baik. Pasien dapat berkendara menuju jalan pulang ke
rumahnya di Parigi.

II. EMOSI YANG TERLIBAT


Kasus ini menarik untuk dibahas karena keluhan dialami oleh pasien
sejak 5 tahun yang lalu, sehingga perlu digali lebih lanjut mengenai
kehidupan pasien
- Apa kriteria diagnosis skizofrenia ?
- Apa terapi psikofarmaka dan farmaka yang diberikan pada pasien ini ?

III. EVALUASI
a. Pengalaman Baik
Pasien dapat berkomunikasi dengan baik serta tidak menunjukkan
rasa curiga kepada pemeriksa, meskipun pasien tidak dapat menjawab
semua pertanyaan pemeriksa dengan baik. Selain itu pada saat diberikan
pertanyaan pasien nampak tenang dalam menjawab.

2
b. Pengalaman Buruk
Seringkali pasien menjawab pertanyaan tidak sesuai dengan apa yang
ditanyakan oleh pemeriksa dan banyak berbicara yang tidak sesuai
dengan topik pembicaraan. Namun setelah ditanyakan beberapa kali
pasien bisa menjawab dengan baik apa yang ditanyakan oleh pemeriksa.

IV. ANALISIS
Berdasarkan deskripsi kasus diatas, kasus ini merupakan pasien
dengan skizofrenia tak terinci. Hal ini dapat dijelaskan dari terpenuhinya
kriteria diagnostik berdasarkan PPDGJ III yaitu adanya penyimpangan
yang fundamental dan karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta oleh
afek yang tidak wajar (inappropriate) atau tumpul (blunted), kesadaran
yang jernih (clear consciousness) dan kemampuan intelektual biasanya
tetap terpelihara, walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat
berkembang kemudian. 1,2
Pasien masih berusia 24 tahun. Pada pasien ini, didapatkan
gangguan persepsi, yaitu halusinasi halusinasi auditorik, dimana pasien
selalu mendengar suara bisikan di telinganya namun tidak jelas apa yang
dibisikan. Selain itu pasien juga memiliki perilaku yang tidak
bertanggung jawab dan cenderung menyendiri. Pasien juga sering tiba-
tiba menjadi gaduh dan gelisah.
Pasien tidak digolongkan kedalam gangguan mental organik,
ataupun gangguan akibat penyalahgunaan NAPZA, karena berdasarkan
riwayat pasien tidak pernah sebelumnya/tidak sedang menderita penyakit
organobiologik tertentu, serta tidak menggunakan NAPZA dalam waktu
yang dekat saat pasien mengalami onset, meskipun ada riwayat
penggunaan NAPZA jauh sebelum pasien sakit dan jarang.
Untuk pembagian gangguan skizofrenia, pasien digolongkan ke
dalam skizofrenia yang tak terinci (F20.3).2

3
 Untuk menentukan kriteria diagnostik skizoafektif tipe manik yaitu:
memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia.
 Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid,
hebefrenik, atau katatonik.
 Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia residual atau
depresi pasca-skizofrenia.
Terapi yang diberikan yaitu psikofarmaka dan non-psikofarmaka.
Psikofarma yaitu dengan memberikan obat psikotropik antipsikotik,
karena gejala sasaran obat untuk menghilangkan gejala psikotik. Adapun
yang diberikan yaitu jenis tipikal: Haloporidol dan Chlorpromazine. Obat
ini merupakan obat golongan butyrophenone yang bekerja secara tipikal
atau spesifik pada reseptor dopamine di otak,suatu neurotransmitter yang
bertanggung jawab pada mood dan tingkah laku. Selain itu pasien juga
diberikan obat antiparkinsonism karna pasien menunjukan gejalan
parkinsonism yaitu gejala akitinesia ditunjukan pasien sering gelisah dan
tidak bisa tenang, seringkali mondar-mandir. Pasien juga diberikan obat
benzodiazepine karena pasien memiliki gejala sulit tidur saat malam hari.
Untuk terapi non-psikofarmaka, dapat dilakukan terapi perilaku
dan terapi keluarga yakni emberikan penjelasan kepada keluarga dan
orang-orang sekitarnya sehingga tercipta dukungan sosial dengan
lingkungan yang kondusif untuk membantu proses penyembuhan pasien
serta melakukan kunjungan berkala.

V. KESIMPULAN
Gangguan skizofrenia tak terinci mempunyai gambaran baik
halusinasi, waham, dan gejala-gejala psikosis aktif yang menonjol
(misalnya: kebingungan, inkoheren) atau memenuhi kriteria skizofrenia
tetapi tidak dapat digolongkan pada tipe paranoid, katatonik, hebefrenik,
residual, dan depresi pasca skizofrenia.1

4
DAFTAR PUSTAKA
1. Sadock, BJ., dan Sadock VA., Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri
Klinis, Ed.2, EGC: Jakarta ;2015.
2. Maslim R, 2013. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas
dari PPDGJ-III. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya,
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai