Anda di halaman 1dari 3

PENGELOLAAN BERBASIS MASYARAKAT PESISIR PADA

TERUMBU KARANG

Oleh :
Said Hafiudh Putradiningrat AS
NIM : 1710246369

1. Prinsip Pengelolaan Berbasis Masyarakat

Prinsip utama pengelolaan berbasis masyakat adalah, masyarakat harus dilibatkan


secara aktif dalam kegiatan pengelolaan mulai dari penyusunan rencana, pelaksanaan,
pemantauan pelaksanaan, hingga evaluasi terhadap hasil-hasil yang dicapai. Dengan
demikian pola pendekatan yang dilakukan adalah dari bawah ke atas (bottom up) yang
dipadukan dengan dari atas ke bawah (top down), hal ini belajar dari pengalaman
kegagalan pembangunan pada masa lalu yang cenderung menggunakan top down saja, dan
sejalan dengan paradigma baru pembangunan sekarang prinsip aspiratif dan partisipatif
masyarakat lebih ditonjolkan. Program ini akan lebih terjamin keberlanjutannya karena
masyarakat pesisir sebagai kelompok yang paling mengetahui kondisi wilayah pesisir dan
lautan sekitarnya menjadi diberdayakan dan didudukkan sebagai subyek dalam proses
kegiatan program sehingga mereka memiliki dan bertanggung jawab akan program-
program yang dilakukan.

2. Tahapan Pengelolaan Berbasis Masyarakat

a. Perencanaan Pengelolaan Berbasis Masyarakat pada Terumbu Karang


Perencanaan diatur melalui pendekatan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu
(Integrated Coastal Management) yang mengintegrasikan berbagai perencanaan yang
disusun oleh sektor dan daerah sehingga terjadi keharmonisan dan saling penguatan
pemanfaatannya. Pengelolaan wilayah pesisir terpadu merupakan pendekatan yang
memberikan arah bagi pemanfaatan sumberdaya terumbu karang secara berkelanjutan
dengan mengintegrasikan berbagai perencanaan pembangunan dari berbagai tingkat
pemerintahan; antara ekosistem darat dan laut serta antara ilmu pengetahuan dan
manajemen. Perencanaan pengelolaan sumberdaya terumbu karang dilakukan agar dapat
mengharmonisasikan kepentingan pembangunan ekonomi dengan pelestarian sumberdaya
pesisir dengan memperhatikan karateristik dan keunikan wilayah pesisirnya.
Perencanaan terpadu ini merupakan suatu upaya bertahap dan terprogram untuk
memanfaatkan sumberdaya pesisir secara optimal agar dapat menghasilkan keuntungan
ekonomi secara berkelanjutan untuk kemakmuran masyarakat. Rencana bertahap tersebut
disertai dengan upaya pengendalian dampak pembangunan sektoral yang mungkin timbul
dan mempertahankan kelestarian sumberdayanya. Misalnya perencanaan wilayah pesisir
yang diatur dibagi ke dalam empat tahapan: (i) Rencana Strategis; (ii) Rencana Zonasi; (iii)
Rencana Pengelolaan; dan (iv) Rencana Aksi/ Tahunan, harus melibatkan semua
stakeholder yang termasuk mayarakat lokal, tokoh agama dan adat daerah pesisir dan laut

b. Implementasi Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat


Pengelolaan terumbu karang dilakukan secara terencana dengan memperhatikan
karakteristik wilayah pesisir, keunikan, geomorphologi pantai dan kondisi ekosistem
pesisir serta ukuran pulau. Dengan demikian, pengelolaan terumbu karang di suatu wilayah
akan bervariasi sesuai dengan perbedaan karakteristik dan keunikan wilayah pesisir
tersebut.
Sumberdaya pesisir yang relatif kaya sering menjadi pusat pertumbuhan ekonomi dan
padat populasi penduduknya. Namun, sebagian besar penduduknya relatif miskin, dan
kemiskinan tersebut memicu tekanan terhadap sumberdaya pesisir yang menjadi sumber
penghidupannya. Bila hal ini diabaikan akan berimplikasi meningkatnya kerusakan
ekosistem pesisir terutama terumbu karang. Selain itu masih terdapat kecenderungan
bahwa industrialisasi dan pembagunan ekonomi di wilayah pesisir seringkali
memarjinalkan penduduk setempat. Oleh sebab itu diperlukan norma-norma pemberdayaan
masyarakat pesisir dan laut.

c. Pengawasan dan Pengendalian Berbasis Masyarakat


Masalah kerusakan terumbu karang hanya effektif diatasi dengan cara pengawasan
dan pengendalian berbasis masyarakat, yaitu melalui:
Pemantauan dan pengawasan dilakukan untuk mengetahui kenyataan apakah terdapat
penyimpangan pelaksanaan dari rencana strategis, rencana mintakat, rencana pengelolaan,
serta bagaimana implikasi penyimpangan tersebut terhadap perubahan kualitas ekosistem
pesisir.
Pengendalian dilakukan untuk mendorong agar pemanfaatan sumberdaya di wilayah
pesisir yang sesuai dengan rencana pengelolaan wilayah pesisirnya. Penegakan hukum
dilaksanakan untuk memberikan sanksi terhadap pelanggaran baik berupa sanksi
administrasi misalnya pembatalan izin atau pencabutan hak; sanksi perdata misalnya
pengenaan denda atau ganti rugi; dan sanksi pidana baik penahanan maupun kurungan.
Selanjutnya pengelolaan sumberdaya terumbu karang berbasis masyarakat yang
bertanggung jawab dapat tercapai melalui implementasi serangkaian strategis seperti
dipaparkan secara mendetail di bawah ini:
1. Peningkatan kualitas sumberdaya manusia;
2. Pemulihan biofisik lingkungan pesisir yang terdegradasi;
3. Pengembangan industri perikanan tangkap dan budidaya ikan yang lestari;
4. Pencegahan kasus pencurian ikan;
5. Pengembangan sistem informasi sejumlah kegiatan penelitian;
6. Pengadaan peraturan dan peningkatan penegakan hukum; serta
7. Penyusunan rencana detail tata ruang dengan pendekatan mitigasi bencana.

3. Monev Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat


Parameter kunci yang digunakan untuk memonitor dan mengevaluasi pengelolaan
terumbu karang berbasis masyarakat antara lain:
1. Meningkatnya Kesejahteraan Masyarakat Pesisir.
2. Adanya Perbaikan Kerusakan Biofisik.
3. Berkurangnya Aktivitas Penambangan, Pemboman dan Penggunaan Racun di Perairan
Laut
4. Terciptanya Industri Penangkapan dan Budidaya Ikan yang Lestari
5. Terbangunnya Sistem Monitoring Controlling Surveillance
6. Adanya, Renstra, Rencana Penyusunan Pengelolaan Sumberdaya Terumbu Karang,
PERDA dan Penegakan Hukum tentang Pengelolaan Terumbu Karang
7. Adanya POKMAS dan Lembaga Pengelola Sumberdaya Terumbu Karang (LPSTK)
yang mandiri.

4. Kesimpulan
Implementasi konsep pengelolaan sumberdaya terumbu karang yang lestari harus
sesegera mungkin dilakukan dengan cara pengawasan dan pengendalian terumbu karang
secara terpadu yaitu melalui (1) peningkatan kualitas sumberdaya manusia; (2). pemulihan
biofisik lingkungan pesisir yang terdegradasi ; (3) pengembangan industri perikanan
tangkap dan budidaya ikan yang lestari; (4) pencegahan kasus pencurian ikan; (5)
pengembangan sistem informasi sejumlah kegiatan penelitian; (6) pengadaan peraturan
dan peningkatan penegakan hukum; serta (7) penyusunan rencana detail tata ruang
dengan pendekatan mitigasi bencana.

DAFTAR PUSTAKA

Duraiappah, A.K., Israngkura, A.,Sae-Hae,S.,2000. Sustainableshrimp farming:


Estimations of survival function. International Institute for Environment and
Development, London and Institute for Environmental Studies, Amterdam. Working
paper No.31:21 pp.
Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI (2001) Inventarisasi dan Penilaian Potensi Kawasan
Konservasi Laut Baru Pulau Derawan, Kakaban dan Maratua, Kecamatan Kepulauan
Derawan, Kabupaten Berau, Propinsi Kalimantan Timur. Laporan Penelitian. Pusat
Penelitian Oseanografi-LIPI. Jakarta.
Wiryawan, B.,Hkazali,M., dan Knight, M. 2005. Menuju Kawasan Konservasi Laut Berau
Kalimantan Timur: Satus sumberdaya pesisir dan proses pengembangan KKL

Anda mungkin juga menyukai