Anda di halaman 1dari 63

I.

INFERTILITAS
A. Definisi
Infertilitas adalah tidak terjadinya kehamilan setelah menikah 1 tahun atau lebih
dengan catatan pasangan tersebut melakukan hubungan seksual secara teratur tanpa
adanya pemakaian kontrasepsi.
Infertilitas adalah pasangan yang telah kawin dan hidup harmonis serta berusaha
selama satu tahun tetapi belum hamil.(Manuaba, 1998). Infertilitas adalah
ketidakmampuan untuk hamil dalam waktu satu tahun.Infertilitas primer bila pasutri
tidak pernah hamil dan infertilitas sekunder bila istri pernah hamil.(Siswandi,
2006).Pasangan infertil adalah suatu kesatuan hasil interaksi biologik yang tidak
menghasilkan kehamilan dan kelahiran bayi hidup.
WHO memberi batasan
1. Infertilitas primer adalah belum pernah hamil pada wanita yang telah berkeluarga
meskipun hubungan seksual dilakukan secara teratur tanpa perlindungan
kontrasepsi untuk selang waktu paling kurang 12 bulan.
2. Infertilitas sekunder adalah tidak terdapat kehamilan setelah berusaha dalam
waktu 1 tahun atau lebih pada seorang wanita yang telah berkeluarga dengan
hubungan seksual secara teratur tanpa perlindungan kontrasepsi, tetapi
sebelumnya pernah hamil.
B. Etiologi
Faktor penyebab infertilitas yang mendasar , yaitu faktor pasangan pria, faktor
servikal, disfungsi ovulasi, adanya masalah pada rahim, atau organ pelvis pasangan
wanita ataupun keduanya dan penyebab yang tidak dapat dijelaskan.
1. Penyebab Infertilitas pada perempuan (Istri) :
a. Gangguan system hormonal wanita dan dapat di sertai kelainan bawaan
(immunologis)
Apabila embrio memiliki antigen yang berbeda dari ibu, maka tubuh ibu
memberikan reaksi sebagai respon terhadap benda asing. Reaksi ini dapat
menyebabkan abortus spontan pada wanita hamil.
b. Gangguan pada pelepasan sel telur (ovulasi).Ovulasi atau proses pengeluaran
sel telur dari ovarium terganggu jika terjadi gangguan hormonal. Salah
satunya adalah polikistik. Gangguan ini diketahui sebagai salah satu penyebab
utama kegagalan proses ovulasi yang normal. Ovarium polikistik disebabkan
oleh kadar hormon androgen yang tinggi dalam darah. Kadar androgen yang
berlebihan ini mengganggu hormon FSH (Follicle Stimulating Hormone)
dalam darah. Gangguan kadar hormon FSH ini akan mengkibatkan folikel sel
telur tidak bisa berkembang dengan baik, sehingga pada gilirannya ovulasi
juga akan terganggu.
c. Gangguan pada leher rahim, uterus (rahim) dan Tuba fallopi (saluran telur)
Dalam keadaan normal, pada leher rahim terdapat lendir yang dapat
memperlancar perjalanan sperma. Jika produksi lendir terganggu, maka
perjalanan sperma akan terhambat. Sedangkan jika dalam rahim, yang
berperan adalah gerakan di dalam rahim yang mendorong sperma bertemu
dengan sel telur matang. Jika gerakan rahim terganggu, (akibat kekurangan
hormon prostaglandin) maka gerakan sperma melambat. Terakhir adalah
gangguan pada saluran telur. Di dalam saluran inilah sel telur bertemu dengan
sel sperma. Jika terjadi penyumbatan di dalam saluran telur, maka sperma
tidak bisa membuahi sel telur. Sumbatan tersebut biasanya disebabkan oleh
penyakit salpingitis, radang pada panggul (Pelvic Inflammatory Disease) atau
penyakit infeksi yang disebabkan oleh jamur klamidia.Kelainan pada uterus,
misalnya diakibatkan oleh malformasi uterus yang mengganggu pertumbuhan
fetus, mioma uteri dan adhesi uterus yang menyebabkan terjadinya gangguan
suplai darah untuk perkembangan fetus dan akhirnya terjadi abortus
berulang.Kelainan tuba falopii akibat infeksi yang mengakibatkan adhesi tuba
falopii dan terjadi obstruksi sehingga ovum dan sperma tidak dapat bertemu.
d. Gangguan implantasi hasil konsepsi dalam Rahim.Setelah sel telur dibuahi
oleh sperma dan seterusnya berkembang menjadi embrio, selanjutnya terjadi
proses nidasi (penempelan) pada endometrium. Perempuan yang memiliki
kadar hormon progesteron rendah, cenderung mengalami gangguan
pembuahan. Diduga hal ini disebabkan oleh antara lain karena struktur
jaringan endometrium tidak dapat menghasilkan hormon progesteron yang
memadai.
2. penyebab Infertilitas pada laki-laki (suami)
a. Kelainan pada alat kelamin
i. Hipospadia yaitu muara saluran kencing letaknya abnormal, antara
lain pada permukaan testis.
ii. Ejakulasi retrograd yaitu ejakulasi dimana air mani masuk kedalam
kandung kemih.
iii. Varikokel yaitu suatu keadaan dimana pembuluh darah menuju
bauh zakar terlalu besar, sehingga jumlah dan kemampuan gerak
spermatozoa berkurang yang berarti mengurangi kemampuannya
untuk menimbulkan kehamilan.
iv. Testis tidak turun dapat terjadi karena testis atrofi sehingga tidak
turun.
b. kegagalan fungsional
i. Kemampuan ereksi kurang.
ii. Kelainan pembentukan spermatozoa
iii. Gangguan pada sperma.
3. Penyebab Infertilitas pada suami istri
a. Gangguan pada hubungan seksual.Kesalahan teknik sanggama dapat
menyebabkan penetrasi tak sempurna ke vagina, impotensi, ejakulasi
prekoks, vaginismus, kegagalan ejakulasi, dan kelainan anatomik seperti
hipospadia, epispadia, penyakit Peyronie.
b. Faktor psikologis antara kedua pasangan (suami dan istri).
i. Masalah tertekan karena sosial ekonomi belum stabil
ii. Masalah dalam pendidikan
iii. Emosi karena didahului orang lain hamil.
C. Patofisiologi
a. Patofisiologi pada wanita

Beberapa penyebab dari gangguan infertilitas dari wanita diantaranya gangguan


stimulasi hipofisis hipotalamus yang mengakibatkan pembentukan FSH dan LH tidak
adekuat sehingga terjadi gangguan dalam pembentukan folikel di ovarium. Penyebab
lain yaitu radiasi dan toksik yng mengakibatkan gangguan pada ovulasi. Gangguan
bentuk anatomi sistem reproduksi juga penyebab mayor dari infertilitas, diantaranya
cidera tuba dan perlekatan tuba sehingga ovum tidak dapat lewat dan tidak terjadi
fertilisasi dari ovum dan sperma. Kelainan bentuk uterus menyebabkan hasil konsepsi
tidak berkembang normal walapun sebelumnya terjadi fertilisasi. Abnormalitas
ovarium, mempengaruhi pembentukan folikel. Abnormalitas servik mempegaruhi
proses pemasukan sperma. Faktor lain yang mempengaruhi infertilitas adalah aberasi
genetik yang menyebabkan kromosom seks tidak lengkap sehingga organ genitalia
tidak berkembang dengan baik.
b. Patofisiologi pada laki-laki
Abnormalitas androgen dan testosteron diawali dengan disfungsi hipotalamus dan
hipofisis yang mengakibatkan kelainan status fungsional testis. Gaya hidup
memberikan peran yang besar dalam mempengaruhi infertilitas dinataranya merokok,
penggunaan obat-obatan dan zat adiktif yang berdampak pada abnormalitas sperma
dan penurunan libido. Konsumsi alkohol mempengaruhi masalah ereksi yang
mengakibatkan berkurangnya pancaran sperma. Suhu disekitar areal testis juga
mempengaruhi abnormalitas spermatogenesis. Terjadinya ejakulasi retrograt misalnya
akibat pembedahan sehingga menyebebkan sperma masuk ke vesika urinaria yang
mengakibatkan komposisi sperma terganggu.
D. Manifestasi klinik
1. Pada wanita
a. Terjadi kelainan system endokrin
b. Hipomenore dan amenore
c. Diikuti dengan perkembangan seks sekunder yang tidak adekuat menunjukkan masalah
pada aksis ovarium hipotalamus hipofisis atau aberasi genetic
d. Wanita dengan sindrom turner biasanya pendek, memiliki payudara yang tidak
berkembang,dan gonatnya abnormal
e. Wanita infertil dapat memiliki uterus
f. Motilitas tuba dan ujung fimbrienya dapat menurun atau hilang akibat infeksi, adhesi,
atau tumor
g. Traktus reproduksi internal yang abnormal

2. Pada pria

a. Riwayat terpajan benda – benda mutan yang membahayakan reproduksi (panas, radiasi,
rokok, narkotik, alkohol, infeksi)
b. Status gizi dan nutrisi terutama kekurangan protein dan vitamin tertentu
Riwayat infeksi genitorurinaria
c. Hipertiroidisme dan hipotiroid
d. Tumor hipofisis atau prolactinoma
e. Disfungsi ereksi berat
f. Ejakulasi retrograt
g. Hypo/epispadia
h. Mikropenis
i. Andesensus testis (testis masih dalam perut/dalam liat paha
j. Gangguan spermatogenesis (kelainan jumla, bentuk dan motilitas sperma)
k. Hernia scrotalis (hernia berat sampai ke kantong testis )
l. Varikhokel (varises pembuluh balik darah testis)
m. Abnormalitas cairan semen
E. Penatalaksanaan
1. Medikasi
a. Obat stimulasi ovarium (Induksi ovulasi)
Klomifen sitrat
1) Meningkatkan pelepasan gonadotropin FSH & LH
2) Diberikan pd hari ke-5 siklus haid
3) 1 x 50 mg selama 5 hari
4) Ovulasi 5 - 10 hari setelah obat terakhir
5) Koitus 3 x seminggu atau berdasarkan USG transvaginal
6) Dosis bisa ditingkatkan menjadi 150 - 200 mg/hari
7) 3 - 4 siklus obat tidak ovulasi dengan tanda hCG 5000 - 10.000 IU
b. Epimestrol
c. Bromokriptin
d. HCG
e. Terapi hormonal pada endometriosis
f. Danazol
g. Progesteron
h. Medroksi progesteron asetat 30 - 50 mg/hari
i. GnRH agonis
2. Tindakan Operasi Rekontruksi
a. Kelainan Uterus
b. Kelainan Tuba : tuba plasti
c. Miomektomi
d. Kistektomi
e. Salpingolisis
f. Laparoskopi operatif dan Terapi hormonal untuk kasus endometriosis + infertilitas
g. Tindakan operatif pada pria : Rekanalisasi dan Operasi Varicokel.
ASUHAN KEPERAWATAN INFERTILITAS
A. Pengkajian Keperawatan
1. Pengkajian Anamnesa
a. Pengkajian Anamnesa pada Wanita
1) Riwayat Kesehatan Dahulu
a) Riwayat terpajan benda – benda mutan yang membahayakan reproduksi di
rumah
b) Riwayat infeksi genitorurinaria
c) Hipertiroidisme dan hipotiroid, hirsutisme
d) Infeksi bakteri dan virus ex: toksoplasama
e) Tumor hipofisis atau prolaktinoma
f) Riwayat penyakit menular seksual
g) Riwayat kista
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
a) Endometriosis dan endometrits
b) Vaginismus (kejang pada otot vagina)
c) Gangguan ovulasi
d) Abnormalitas tuba falopi, ovarium, uterus, dan servik
e) Autoimun
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Meliputi riwayat saudara/keluarga dengan aberasi genetik
4) Riwayat Obstetri
a) Tidak hamil dan melahirkan selama satu tahun tanpa alat kontrasepsi
b) Mengalami aborsi berulang
c) Sudah pernah melahirkan tapi tidak hamil selama satu tahun tanpa alat
kontrasepsi
b. Pengkajian pada Pria
1) Riwayat Kesehatan Dahulu meliputi : riwayat terpajan benda – benda mutan yang
membahayakan reproduksi (panas, radiasi, rokok, narkotik, alkohol, infeksi)
2) Riwayat infeksi genitorurinaria, Hipertiroidisme dan hipotiroid, Tumor hipofisis
atau Prolactinoma
3) Riwayat trauma, kecelakan sehinga testis rusak
4) Konsumsi obat-obatan yang mengganggu spermatogenesis
5) Pernah menjalani operasi yang berefek menganggu organ reproduksi contoh :
operasi prostat, operasi tumor saluran kemih
6) Riwayat Kesehatan Sekarang
a) Disfungsi ereksi berat
b) Ejakulasi retrograt
c) Hypo/epispadia
d) Mikropenis
e) Andesensus testis (testis masih dalam perut/dalam liat paha)
f) Gangguan spermatogenesis (kelainan jumla, bentuk dan motilitas sperma)
g) Saluran sperma yang tersumbat
h) Hernia scrotalis (hernia berat sampai ke kantong testis )
i) Varikhokel (varises pembuluh balik darah testis)
j) Abnormalitas cairan semen
7) Riwayat Kesehatan Keluarga
Memiliki riwayat saudara/keluarga dengan aberasi genetik
2. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Penunjang padaWanita
1) Deteksi Ovulasi
2) Analisa hormone
3) Sitologi vagina
4) Uji pasca senggama
5) Biopsy endometrium terjadwal
6) Histerosalpinografi
7) Laparoskopi
8) Pemeriksaan pelvis ultrasound
b. Pemeriksaan Penunjang pada Pria
1) Warna Putih keruh
2) Bau Bunga akasia
3) PH 7,2 - 7,8
4) Volume 2 - 5 ml
5) Viskositas 1,6 – 6,6 centipose
6) Jumlah sperma 20 juta / ml
7) Sperma motil > 50%
8) Bentuk normal > 60%
9) Kecepatan gerak sperma 0,18-1,2 detik
10) Persentase gerak sperma motil > 60%
11) Aglutinasi Tidak ada
12) Sel – sel Sedikit,tidak ada
13) Uji fruktosa 150-650 mg/dl
14) Pemeriksaan endokrin
15) USG
16) Biopsi testis
17) Uji penetrasi sperma
18) Uji hemizona
B. Diagnose keperawatan
1. Ansietas berhubungan dengan ancaman pada status kesehatan, fungsi peran, dan konsep
diri
2. Gangguan konsep diri ; harga diri rendah berhubungan dengan gangguan fungsional
3. Gangguan rasa nyaman b/d gejala terkait penyakit
AMONOREA
A. Definisi
Amenorea adalah keadaaan tidak terjadinya menstruasi pada seorang wanita. Hal tersebut
normal terjadi pada masa sebelum pubertas, kehamilan dan menyusui, dan setelah
menopause.
Amenorrhea adalah keadaan tidak adanya haid untuk sedikitnya 3 bulan berturut-turut.
Lazim diadakan pembagian antara amenorrhea primer dan amenorrhea sekunder. Kita
berbicara tentang amenorrhea primer apabila seorang wanita berumur 18 tahun keatas tidak
pernah mendapat haid, sedang pada amenorrhea sekunder penderita pernah mendapat haid,
tetapi kemudian tidak dapat lagi (Wiknjosastro,2008).
Amenorrhea adalah tidak ada atau berhentinya menstruasi secara abnormal yang diiringi
penurunan berat badan akibat diet penurunan berat badan dan nafsu makan tidak sehebat
pada anoreksianervosa dan tidak disertai problem psikologik (Kumala, 2005).
Amenore dibedakan menjadi 2 golongan, yaitu amenore primer dan amenore sekunder.
1. Amenore primer adalah tertundanya menarke pada usia 14 tahun tanpa disertai seks
sekunder atau tidak adanya menstruasi pada usia 16 tahun dengan adanya pertumbuhan
seks sekunder normal.
2. amenorea sekunder bila seorang wanita usia reproduktif yang pernah mengalami haid,
tiba-tiba haidnya berhenti untuk sedikitnya tiga bulan berturut-turut.
B. Etiologi
Penyebab Amenorrhea secara umum adalah:
1. Hymen Imperforata : Selaput darah tidak berlubang sehingga darah menstruasi terhambat
untuk keluar.
2. Menstruasi Anavulatori : Rangsangan hormone – hormone yang tidak mencukupi untuk
membentuk lapisan dinding rahim sehingga tidak terjadi haid atau hanya sedikit.
a. Disfungsi Hipotalamus : kelainan organik, psikologis, penambahan berat badan
b. Disfungsi hipofise : tumor dan peradangan
c. Disfungsi Ovarium : kelainan congenital, tumor
d. Endometrium tidak bereaksi
3. Penyakit lain : penyakit metabolik, penyakit kronik, kelainan gizi, kelainan hepar dan
ginjal.
C. Patofisiologi
Amenore primer dapat diakibatkan oleh tidak adanya uterus dan kelainan pada aksis
hipotalamus-hipofisis-ovarium. Hypogonadotropic amenorrhoea menunjukkan keadaan
dimana terdapat sedikit sekali kadar FSH dan SH dalam serum. Akibatnya, ketidakadekuatan
hormon ini menyebabkan kegagalan stimulus terhadap ovarium untuk melepaskan estrogen
dan progesteron. Kegagalan pembentukan estrogen dan progesteron akan menyebabkan tidak
menebalnya endometrium karena tidak ada yang merasang.
Hypergonadotropic amenorrhoea merupakan salah satu penyebab amenore primer.
Hypergonadotropic amenorrhoea adalah kondisi dimnana terdapat kadar FSH dan LH yang
cukup untuk menstimulasi ovarium tetapi ovarium tidak mampu menghasilkan estrogen dan
progesteron. Hal ini menandakan bahwa ovarium atau gonad tidak berespon terhadap
rangsangan FSH dan LH dari hipofisis anterior. Disgenesis gonad atau prematur menopause
adalah penyebab yang mungkin. Pada tes kromosom seorang individu yang masih muda
dapat menunjukkan adanya hypergonadotropic amenorrhoea. Disgenesis gonad
menyebabkan seorang wanita tidak pernah mengalami menstrausi dan tidak memiliki tanda
seks sekunder. Hal ini dikarenakan gonad ( oavarium ) tidak berkembang dan hanya
berbentuk kumpulan jaringan pengikat.
Amenore sekunder disebabkan oleh faktor lain di luar fungsi hipotalamus-hipofosis-
ovarium. Hal ini berarti bahwa aksis hipotalamus-hipofosis-ovarium dapat bekerja secara
fungsional. Amenore yang terjadi mungkin saja disebabkan oleh adanya obstruksi terhadap
aliran darah yang akan keluar uterus, atau bisa juga karena adanya abnormalitas regulasi
ovarium sperti kelebihan androgen yang menyebabkan polycystic ovary syndrome.
D. Manifestasi klinis
Tanda dan gejala yang muncul diantaranya :
1. Tidak terjadi haid
2. Produksi hormon estrogen dan progesteron menurun.
3. Nyeri kepala
4. Badan lemah
Tanda dan gejala tergantung dari penyebabnya :
1. Jika penyebabnya adalah kegagalan mengalami pubertas, maka tidak akan ditemukan
tanda – tanda pubertas seperti pembesaran payudara, pertumbuhan rambut kemaluan
dan rambut ketiak serta perubahan bentuk tubuh.
2. Jika penyebanya adalah kehamilan, akan ditemukan morning sickness dan pembesaran
perut.
3. Jika penyebabnya adalah kadar hormon tiroid yang tinggi maka gejalanya adalah denyut
jantung yang cepat, kecemasan, kulit yang hangat dan lembab.
4. Sindroma Cushing menyebabkan wajah bulat ( moon face ), perut buncit, dan lengan
serta tungkai yang lurus.
Gejala lainnya yang mungkin ditemukan pada amenore :
1. Sakit kepala
2. Galaktore ( pembentukan air susu pada wanita yang tidak hamil dan tidak sedang
menyusui )
3. Gangguan penglihatan ( pada tumor hipofisa )
4. Penurunan atau penambahan berat badan yang berarti
5. Vagina yang kering
6. Hirsutisme ( pertumbuhan rambut yang berlebihan, yang mengikuti pola pria ),
perubahan suara dan perubahan ukuran payudara.
E. Pemeriksaan penunjang
Pada amenorrhea primer, apabila didapatkan adanya perkembangan seksual sekunder
maka diperlukan pemeriksaan organ dalam reproduksi (indung telur, rahim, perlekatan
dalam rahim) melalui pemeriksaan :
1. USG
2. Histerosalpingografi
3. Histeroskopi, dan
4. Magnetic Resonance Imaging (MRI).
Apabila tidak didapatkan tanda-tanda perkembangan seksualitas sekunder maka
diperlukan pemeriksan kadar hormon FSH dan LH.
1. Setelah kemungkinan kehamilan disingkirkan pada amenorrhea sekunder, maka dapat
dilakukan pemeriksaan Thyroid Stimulating Hormone (TSH) karena kadar hormon
prolaktin dalam tubuh.
2. Selain itu, kadar hormon prolaktin dalam tubuh juga perlu diperiksa. Apabila kadar
hormon TSH dan prolaktin normal, maka Estrogen / Progesterone Challenge Test adalah
pilihan untuk melihat kerja hormon estrogen terhadap lapisan endometrium alam rahim.
Selanjutnya dapat dievaluasi dengan MRI.

ASUHAN KEPERAWATAN AMENOREA


A. Pengkajian
1. Riwayat Penyakit
a. Riwayat penyakit dahulu
b. Riwayat Penyakit Sekarang
c. Riwayat Penyakit Keluarga
2. Nutrisi
3. Pola Latihan
4. Pengetahuan Klien mengenai penyakitnya
5. Konsep diri (body image)
6. Skala nyeri
7. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan Abdomen
b. Pemeriksaan Pelvis
B. Pemeriksaan laboratorium
a. USG
b. Histerosalpingografi
c. Histeroskopi, dan
d. Magnetic Resonance Imaging (MRI).
C. Diagnosa keperawatan

DISMONERHOE
A. Definisi
Dismenore adalah perasaan nyeri pada waktu haid dapat berupa kram ringan pada bagian
kemaluan sampai terjadi gangguan dalam tugas sehari-hari. Gangguan ini ada dua bentuk
yaitu dismenorre primer dan dismenorre sekunder.
Dismenore (nyeri haid) merupakan gejala yang timbul menjelang dan selama mentruasi
ditandai dengan gejala kram pada abdomen bagian bawah (Djuanda, Adhi.dkk, 2008).
Dismenore adalah keluhan sewaktu haid dalam siklus teratur akibat dari peningkatan
kadar prostaglandin dalam darah haid (Pritchard, MacDonald, & Gant, 1991).
Dismenore didefenisikan sebagai kram menstruasi yang menyakitkan dan dibagi menjadi
dismenore primer (tanpa patologi) dan dismenore sekunder (karena patologi) (Rees, et al.
2008).
B. Etiologi
Dismenore primer terjadi akibat endometrium mengandung prostaglandin dalam jumlah
tinggi. Selama siklus menstruasi yaitu pada fase luteal, hormon progesterone sangat
mempengaruhi endometrium yang mengandung prostaglandin. Akibatnya prostaglandin
menjadi meningkat yang menyebabkan kontraksi miometrium yang kuat sehingga terasa
nyeri.
Dismenore sekunder mungkin disebabkan karena endometriosis, polip atau fibroid uterus
,penyakit radang panggul (PRP), perdarahan uterus disfungsional, prolaps uterus,
maladaptasi pemakaian AKDR, produk kontrasepsi yang tertinggal setelah abortus spontan,
abortus terapeutik, atau melahirkan, dan kanker ovarium atau uterus (Morgan & Hamilton,
2009).
C. Patofisiologi
Dismenore primer terjadi akibat endometrium mengandung prostaglandin dalam jumlah
tinggi. Selama siklus menstruasi yaitu pada fase luteal, hormon progesterone sangat
mempengaruhi endometrium yang mengandung prostaglandin. Akibatnya prostaglandin
menjadi meningkat yang menyebabkan kontraksi miometrium yang kuat sehingga terasa
nyeri. Dismenore sekunder mungkin disebabkan karena endometriosis, polip atau fibroid
uterus ,penyakit radang panggul (PRP), perdarahan uterus disfungsional, prolaps uterus,
maladaptasi pemakaian AKDR, produk kontrasepsi yang tertinggal setelah abortus spontan,
abortus terapeutik, atau melahirkan, dan kanker ovarium atau uterus (Morgan & Hamilton,
2009).
D. Manifestasi klinis
Dismenore primer muncul berupa serangan ringan, kram pada bagian tengah, bersifat
spasmodik yang dapat menyebar ke punggung atau paha bagian dalam. Umumnya dismenore
primer ini dimulai 1 – 2 hari sebelum menstruasi, namun nyeri paling berat selama 24 jam
pertama menstruasi dan mereda pada hari kedua. Dismenore primer kerap disertai efek
samping seperti muntah, diare, sakit kepala, sinkop, nyeri kaki (Morgan & Hamilton. 2009).
Menurut Arif Mansjoer (2000 : 373) tanda dan gejala dari dismenore adalah
1. Dimenore primer
a. Usia lebih muda, maksimal usia 15-25 tahun
b. Timbul setelah terjadinya siklus haid yang teratur
c. Sering terjadi pada nulipara
d. Nyeri sering terasa sebagai kejang uterus dan spastic
e. Nyeri timbul mendahului haid dan meningkat pada hari pertama atau kedua haid
f. Tidak dijumpai keadaan patologi pelvic
g. Hanya terjadi pada siklus haid yang ovulatorik
h. Sering memberikan respon terhadap pengobatan medikamentosa
i. Pemeriksaan pelvik normal
j. Sering disertai nausea, muntah, diare, kelelahan, nyeri kepala
2. Dismenore sekunder
a. Usia lebih tua, jarang sebelum usia 25 tahun
b. Cenderung timbul setelah 2 tahun siklus haid teratur
c. Tidak berhubngan dengan siklus paritas
d. Nyeri sering terasa terus menerus dan tumpul
e. Nyeri dimulai saat haid dan meningkat bersamaan dengan keluarnya darah
f. Berhubungan dengan kelainan pelvic
g. Tidak berhubungan dengan adanya ovulasi
h. Seringkali memerlukan tindakan operatif
i. Terdapat kelainan pelvic
E. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada klien dengan dismenore adalah :
1. Tes laboratorium
a. Pemeriksaan darah lengkap : normal.
b. Urinalisis : normal
2. Tes diagnostic tambahan
a) Laparaskopi : penyikapan atas adanya endomeriosi atau kelainan pelvis yang lain.
ASUHAN KEPERAWATAN DISMONERHOE
A. Pengkajian
1. Biodata klien
a. Umur : pasien berada dalam usia masa menstruasi
b. Pendidikan : pendidikan pasien sangat mempengaruhi tingkat pengetahuan
pasien mengenai menstruasi
c. Pekerjaan : pekerjaan pasien (kegiatan rutinitas pasien) juga mempengaruhi
terjadinya gangguan menstruasi
2. Alasan MRS
Keluhan utama :Merasakan nyeri yang berlebihan ketika haid pada bagian perut disertai
dengan mual muntah, pusing dan merasakan badan lemas.
3. Riwayat haid
Umur menarchi pertama kali, lama haid, jumlah darah yang keluar, konsistensi, siklus
haid.
4. Riwayat penyakit dahulu
Penyakit yang pernah diderita pada masa lalu, bagaimana cara pengobatan yang
dijalaninya, dimana mendapat pertolongan, apakah penyakit tersebut diderita sampai saat
ini atau kambuh berulang–ulang
5. Riwayat kesehatan keluarga
Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit seperti yang pasien alami.

6. Pola Kebutuhan Dasar (Gordon)


a) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus Dismenore akan timbul ketakutan karena ketidaktahuan atau kurangnya
informasi/ pengetahuan mengenai Dismenore.
b) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada umumnya klien dengan dismenorre mengalami penurunan nafsu makan,
frekuensi minum klien juga mengalami penurunan.
7. Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi walaupun
begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi
alvi. Sedangkan pada pola eliminasi urin dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan
jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak.
8. Pola Tidur dan Istirahat
Klien dengan disminorre mengalami nyeri pada daerah perut sehingga pola tidur klien
menjadi terganggu, apakah mudah terganggu dengan suara-suara, posisi saat tidur
(penekanan pada perineum)
9. Pola Aktivitas
Kemampuan mobilisasi klien dibatasi, karena klien dengan disminorre di anjurkan untuk
istirahat.
10. Pola Hubungan dan Peran
Klien tidak akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat. Karena klien
tidak harus menjalani rawat inap.
11. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Pada kasus Dismenore akan timbul ketakutan karena ketidaktahuan atau kurangnya
informasi/ pengetahuan mengenai Dismenore.
12. Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien Dismenore, daya rabanya tidak terjadi gangguan, sedangkan pada indera yang
lain tidak timbul gangguan.begitu juga pada kognitifnya tidak mengalami gangguan.
Namun timbul rasa nyeri pada perut bagian bagian bawah.
13. Pola Reproduksi Seksual
Kebiasaan penggunaan pembalut sangat mempengaruhi terjadinya gangguan menstruasi.
14. Pola Penanggulangan Stress
Pada klien Dismenore timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu mengenai
adanya kelainan pada sistem reproduksinya.
15. Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien Dismenore tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik
terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan
keterbatasan gerak klien.
16. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan meliputi :
a. Kepala : Pemeriksaan konjungtiva, pemeriksaan membrane mukosa bibir
b. Dada :
Paru : peningkatan frekuensi nafas
Jantung : Peningkatan denyut jantung
c. Payudara dan ketiak : Adanya nyeri pada payudara
d. Abdomen : Nyeri pada bagian bawah abdomen, kaji penyebab nyeri, Kualitas nyeri,
Region nyeri, Skala Nyeri, Awitan terjadinya nyeri, sejak kapan dan berapa lama
e. Genetalia : Kaji siklus menstruasi pasien
f. Integumen : kaji turgor kulit
B. Diagnose
1. Nyeri akut b/d agen pencedera fisiologi
2. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan

EKTROPIK
A. Definisi
Kehamilan ektopik terjadi bila ovum yang dibuahi melekat pada sembarang jaringan
selain lapisan uterus. (Brenda & Suzanne, 2001).
Kehamilan ektopik terjadi bila telur yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh di luar
endometrium kavum uteri. (Prawirohardjo, 2006).
Kehamilan ektopik adalah suatu kehamilan di mana ovum yang telah dibuahi sperma
mengalami implantasi dan tumbuh di tempat yang tidak semestinya dan bukan di dalam
endometrium kavum uteri. Istilah kehamilan ektopik lebih tepat digunakan daripada istilah
kehamilan ekstrauterin, karena terdapat beberapa jenis kehamilan ektopik yang terjadi di
dalam uterus tetapi tidak pada tempat yang normal seperti kehamilan yang terjadi pada pars
interstitialis tuba dan serviks uteri (Prawirohardjo, 2005).
Kehamilan ektopik adalah kehamilan abnormal yang terjadi di luar rongga rahim, janin
tidak dapat bertahan hidup dan sering tidak berkembang sama sekali.
Sarwono Prawirihardjo (2005), mengklasifikasikan kehamilan ektopik berdasarkan
lokasinya, antara lain:
3. Tuba fallopi
a. pars interstisialis;
b. pars ismika tuba;
c. pars ampullaris tuba
d. infundibulum tuba
e. fimbria.
4. Uterus
a. kanalis servikalis;
b. divertikulum;
c. kornua;
d. tanduk rudimenter.
5. Ovarium
6. Intraligamenter
7. Abdominal
a. primer;
b. sekunder.
B. Etiologi
Etiologi kehamilan ektopik telah banyak diselidiki, tetapi sebagian besar penyebabnya
tidak diketahui. Tiap kehamilan dimulai dengan pembuahan telur di bagian ampulla tuba, dan
dalam perjalanan ke uterus telur mengalami hambatan sehingga pada saat nidasi masih di
tuba, atau nidasinya di tuba dipermudah.
Faktor-faktor yang memegang peranan dalam hal ini ialah sebagai berikut:
1. Faktor dalam lumen tuba
a. Endosalpingitis dapat menyebabkan perlekatan endosalping, sehingga lumen tuba
menyempit atau membentuk kantong buntu
b. Pada hipoplasia uteri lumen tuba sempit dan berkeluk-keluk dan hal ini sering
disertai gangguan fungsi silia endosalping
c. Operasi plastik tuba dan sterilisasi yang tak sempurna dapat menjadi sebab lumen
tuba menyempit.
2. Faktor pada dinding tuba
a. Endometriosis tuba dapat memudahkan implantasi telur yang dibuahi dalam tuba;
b. Divertikel tuba kongenital atau ostium assesorius tubae dapat menahan telur yang
dibuahi di tempat itu.
3. Faktor di luar dinding tuba:
a. Perlekatan peritubal dengan distorsi atau lekukan tuba dapat menghambat perjalanan
telur;
b. Tumor yang menekan dinding tuba dapat menyempitkan lumen tuba.
4. Faktor lain:
a. Migrasi luar ovum, yaitu perjalanan dari ovarium kanan ke tuba kiri atau sebaliknya
dapat memperpanjang perjalanan telur yang dibuahi ke uterus; pertumbuhan telur
yang terlalu cepat dapat menyebabkan implantasi prematur;
b. Fertilisasi in vitro. (Prawirohardjo, 2006)
C. Patofisiologi
Mukosa pada tuba bukan merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan blastokista
yang berimplantasi di dalamnya. Vaskularisasi kurang baik, dan desidua tidak tumbuh
dengan sempurna. Dengan demikian ada 3 kemungkinan:
1. ovum mati dan kemudian diresorbsi, dalam hal ini seringkali adanya kehamilan tidak
diketahui, dan perdarahan dari uterus yang timbul sesudah meninggalnya ovum,
dianggap sebgai haid yang datangnya agak terlambat;
2. trofoblas dan villus korialisnya menembus lapisan pseudokapsularis, dan menyebabkan
timbulnya perdarahan dalam lumen tuba. Darah itu menyebabkan pembesaran tuba
(hematosalping), dan dapat pula mengalir terus ke rongga peritoneum, berkumpul di
kavum Douglas, dan menyebabkan hematokele retrouterina.
3. trofoblast dan villus korialis menembus lapisan muskularis dan peritoneum pada dinding
tuba dan menyebabkan perdarahan langsung ke rongga peritoneum. Peristiwa ini yang
sering terjadi pada kehamilan di isthmus, dapat menyebabkan perdarahan banyak karena
darah mengalir secara bebas dalam rongga peritoneum, dan dapat menyebabkan keadaan
yang gawat pada penderita.
D. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan umum. Penderita tampak kesakitan dan pucat; pada perdarahan dalam
rongga perut tanda-tanda syok dapat ditemukan. Pada jenis tidak mendadak perut bagian
bawah hanya sedikit mengembung dan nyeri tekan.
2. Pemeriksaan ginekologi. Tanda-tanda kehamilan muda mungkin ditemukan. Pergerakan
serviks menyebabkan rasa nyeri. Bila uterus dapat diraba, maka akan teraba sedikit
membesar dan kadang-kadang teraba tumor di samping uterus dengan batas yang sukar
ditentukan. Kavum Douglas yang menonjol dan nyeri raba menunjukkan adanya
hematokel retrouterina. Suhu kadang-kadang naik, sehingga menyukarkan perbedaan
dengan infeksi pelvik.
3. Pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan hemoglobin dan jumlah sel darah merah
berguna dalam menegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu, terutama bila ada
tanda-tanda perdarahan dalam rongga perut. Pada kasus janis tidak mendadak biasanya
ditemukan anemia; tetapi harus diingat bahwa penurunan hemoglobin baru terlihat
setelah 24 jam.
4. Dilatasi dan kerokan. Pada umumnya dilatasi dan kerokan untuk menunjang diagnosis
kehamilan ektopik tidak dianjurkan. Berbagai alasan dapat dikemukakan; a)
kemungkinan adanya kehamilan dalam uterus bersama kehamilan ektopik; b) hanya 12
sampai 19% kerokan pada kehamilan ektopik menunjukkan reaksi desidua; c) perubahan
endometrium yang berupa reaksi Arias-Stella tidak khas untuk kehamlan ektopik.
Namun, jika jaringan yang dikeluarkan bersama dengan perdarahan terdiri atas desidua
tanpa villi koriales, hal itu dapat memperkuat diagnosis kehamilan ekktopik terganggu.
5. Kuldosentesis. Kuldosentesis adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah
dalam kavum Douglas ada darah. Cara ini amat berguna dalam membantu membuat
diagnosis kehamilan ektopik terganggu.

ASUHAN KEPERAWATAN EKTROPIK


A. Pengkajian
1. Anamnesis dan gejala klinis:
a. Riwayat terlambat haid
b. Gejala dan tanda kehamilan muda
c. Dapat ada atau tidak ada perdarahan per vaginan
d. Terdapat amenore
e. Ada nyeri mendadak di sertai rasa nyeri bahu dan seluruh abdomen, terutama
abdomen bagian kanan / kiri bawah
f. Berat atau ringannya nyeri tergantung pada banyaknya darah yang terkumpul dalam
peritoneum.
2. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi
1) Mulut
2) Payudara
3) Abdomen
4) Genetalia
5) Ekstremitas
b. Palpasi
1) Abdomen
2) Genetalia
c. Auskultasi : Abdomen
d. Perkusi : Ekstremitas
B. Diagnose
1. Nyeri yang berhubungan dengan ruptur tuba fallopi, pendarahan intraperitonial.
2. Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan kurang pemahaman atau tidak
mengenal sumber-sumber informasi.

MOLAHIDATIDOSA
A. Definisi
Mola hidatidosa adalah chorionic villi (jonjotan/gantungan) yang tumbuh berganda
berupa gelembung-gelembung kecil yang mengandung banyak cairan sehingga menyerupai
buah anggur atau mata ikan. Karena itu disebut juga hamil anggur atau mata ikan. (Mochtar,
Rustam, dkk, 1998)
Mola hidatidosa adalah perubahan abnormal dari villi korionik menjadi sejumlah kista
yang menyerupai anggur yang dipenuhi dengan cairan. Embrio mati dan mola tumbuh
dengan cepat, membesarnya uterus dan menghasilkan sejumlah besar human chorionic
gonadotropin (hCG) (Hamilton, C. Mary, 1995)
Molahidatidosa merupakan bagian dari penyakit trofoblas gestasional / Gestational
Thropoblatic Disease (GTD) yaitu kelompok penyakit yang ditandai dengan proliferasi
abnormal trofoblas pada kehamilan dengan potensi keganasan.Spektrum keganasan dari GTD
adalah dalam bentuk koriokarsinoma.Molahidatidosa adalah neoplasma jinak dari sel
trofoblas.Pada molahidatidosa kehamilan tidak berkembang menjadi janin yang sempurna,
melainkan berkembang menjadi patologik.
Mola hidatidosa dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu complete mole dan partial mole.
Sedangkan partial mole apabila ditemukan janin atau sebagian janin. Namun, janin yang
terbentuk tersebut tidak normal, bagian tubuhnya tidak proporsional (cacat).
Martaadisoebrata dan Wirakusumah (2005) menyebutkan bahwa faktor resiko dari mola
hidatidosa adalah umur – mola hidatidosa lebih banyak ditemukan pada wanita hamil
berumur di bawah 20 tahun dan diatas 35 tahun.
B. Etiologi
Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui secara pasti, namun faktor penyebabnya
adalah:
1. Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat
dikeluarkan.
2. Imunoselektif dari tropoblast.
3. Keadaan sosio-ekonomi yang rendah.
4. Paritas tinggie
5. Kekurangan protein
6. Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas.(Mochtar, Rustam ,1998)

Mola hidatifosa berasal dari plasenta atau jaringan janin sehingga hanya mungkin terjadi
pada awal kehamilan. Massa biasanya terdiri dari bahan-bahan plasenta yang tumbuh tak
terkendali. Sering tidak ditemukan janin sama sekali. Penyebab terjadinya mola belum
sepenuhnya dimengerti. Penyebab yang paling mungkin adalah kelainan pada sel telur,
Rahim atau kekurangan gizi.
C. Patofisiologi
Mola hidatidosa dapat terbagi menjadi :
1. Mola hidatidosa komplet (klasik), jika tidak ditemukan janin.
2. Mola hidatidosa inkomplet (parsial), jika disertai janin atau bagian janin.

Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis dari penyakit trofoblast :

b. Teori missed abortion


Mudigah (Calon Janin) mati pada kehamilan 3 – 5 minggu karena itu terjadi gangguan
peredarah darah sehingga terjadi penimbunan cairan masenkim dari villi dan akhirnya
terbentuklah gelembung-gelembung.
b. Teori neoplasma dari Park
Sel-sel trofoblast adalah abnormal dan memiliki fungsi yang abnormal dimana terjadi
reabsorbsi cairan yang berlebihan ke dalam villi sehigga timbul gelembung.
c. Studi dari Hertig
Studi dari Hertig lebih menegaskan lagi bahwa mola hidatidosa semata-mata akibat
akumulasi cairan yang menyertai degenerasi awal atau tiak adanya embrio komplit pada
minggu ke tiga dan ke lima. Adanya sirkulasi maternal yang terus menerus dan tidak
adanya fetus menyebabkan trofoblast berproliferasi dan melakukan fungsinya selama
pembentukan cairan.(Silvia, Wilson, 2000)
D. Manifestasi klinis
Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala kehamilan dini didapatkan pada mola hidatidosa. Kecurigaaan biasanya
terjadi pada minggu ke 14 - 16 dimana ukuran rahim lebih besar dari kehamilan biasa,
pembesaran rahim yang terkadang diikuti perdarahan, dan bercak berwarna merah darah
beserta keluarnya materi seperti anggur pada pakaian dalam.
Tanda dan gejala serta komplikasi mola :
1. Mual dan muntah yang parah yang menyebabkan 10% pasien masuk RS.
2. Pembesaran rahim yang tidak sesuai dengan usia kehamilan (lebih besar).
3. Gejala – gejala hipertitoidisme seperti intoleransi panas, gugup, penurunan BB yang
tidak dapat dijelaskan, tangan gemetar dan berkeringat, kulit lembab.
4. Gejala – gejala pre-eklampsi seperti pembengkakan pada kaki dan tungkai, peningkatan
tekanan darah, proteinuria (terdapat protein pada air seni).
5. Amenore dan tanda-tanda kehamilan
6. Perdarahan pervaginam berulang. Darah cenderung berwarna coklat. Pada keadaan
lanjut kadang keluar gelembung mola.
7. Tidak terabanya bagian janin pada palpasi dan tidak terdengarnya DJJ sekalipun uterus
sudah membesar setinggi pusat atau lebih.
E. Penatalaksanaan
1. Diagnosis dini akan menguntungkan prognosis.
2. Pemeriksaan USG sangat membantu diagnosis.
3. Lakukan pengosongan jaringan mola dengan segera.
4. Antisipasi komplikasi (krisis tiroid, perdarahan hebat atau perforasi uterus).
5. Lakukan pengamatan lanjut hingga minimal 1 tahun.
F. Pemeriksaan penunjang
1. Serum ß-hCG untuk memastikan kehamilan dan pemeriksaan ß-hCG serial
2. Ultrasonografi (USG).
3. Foto rontgen
ASUHAN KEPERAWATAN MOLAHIDATIDOSA
A. Pengkajian
1. Pengkajian Data Subjetif
Pengkajian adalah pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data dan menganalisanya
sehingga dapat diketahui masalah dan kebutuhan perawatan bagi klien.
a. Biodata : mengkaji identitas klien dan penanggung yang meliputi ; nama, umur,
agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, perkawinan ke- ,
lamanya perkawinan dan alamat.
b. Keluhan utama : Kaji adanya menstruasi tidak lancar dan adanya perdarahan
pervaginam berulang.
c. Riwayat kesehatan, yang terdiri atas :
1) Riwayat kesehatan sekarang yaitu keluhan sampai saat klien pergi ke Rumah
Sakit atau pada saat pengkajian seperti perdarahan pervaginam di luar siklus
haid, pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan.
2) Riwayat kesehatan masa lalu
3) Riwayat pembedahan : Kaji adanya pembedahan yang pernah dialami oleh
klien, jenis pembedahan , kapan , oleh siapa dan di mana tindakan tersebut
berlangsung.
d. Riwayat penyakit yang pernah dialami : Kaji adanya penyakit yang pernah dialami
oleh klien misalnya DM, jantung, hipertensi, masalah ginekologi/urinary, penyakit
endokrin, dan penyakit-penyakit lainnya.
e. Riwayat kesehatan keluarga : Yang dapat dikaji melalui genogram dan dari
genogram tersebut dapat diidentifikasi mengenai penyakit turunan dan penyakit
menular yang terdapat dalam keluarga.
f. Riwayat kesehatan reproduksi : Kaji tentang mennorhoe, siklus menstruasi,
lamanya, banyaknya, sifat darah, bau, warna dan adanya dismenorhoe serta kaji
kapan menopause terjadi, gejala serta keluahan yang menyertainya.
g. Riwayat kehamilan , persalinan dan nifas : Kaji bagaimana keadaan anak klien
mulai dari dalam kandungan hingga saat ini, bagaimana keadaan kesehatan anaknya.
h. Riwayat seksual : Kaji mengenai aktivitas seksual klien, jenis kontrasepsi yang
digunakan serta keluhan yang menyertainya.
i. Riwayat pemakaian obat : Kaji riwayat pemakaian obat-obatan kontrasepsi oral,
obat digitalis dan jenis obat lainnya.
j. Pola aktivitas sehari-hari : Kaji mengenai nutrisi, cairan dan elektrolit, eliminasi
(BAB dan BAK), istirahat tidur, hygiene, ketergantungan, baik sebelum dan saat
sakit.
2. Pengkajian Data Objektif
a. TTV: ada tidaknya demam, takikardi, hipotensi, frekuensi nafas
b. Status Gizi: Berat Badan meningkat/menurun
c. Status Kardiovaskuler: Bunyi jantung, karakter nadi
d. Status Respirasi: Pola pernafasan terhadap kedalaman dan kesimetrisan
e. Status Hidrasi: Edema, derajat kelembaban
f. Keadaan Integumen: Observasi kulit terhadap warna, lesi, laserasi, bekas luka
operasi, kontraksi dinding perut
g. Genital: nyeri kostovertebral dan suprapubik, perdarahan yang abnormal
h. Status Eliminasi: Perubahan konstipasi feses, konstipasi dan perubahan frekuensi
berkemih
i. Keadaan Muskoloskeletal: Bahasa tubuh, pergerakan, tegangan otot, ketut lutut
j. Keadaan janin: Pemeriksaan DJJ, TFU, dan perkembangan janin (apakah sesuai
dengan usia kehamilan)

B. Diagnose
1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri.
4. Gangguan rasa nyaman : hipertermi berhubungan dengan proses infeksi.
5. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan

ENDOMITRIOSIS
A. definisi
Endometriosis merupakan kondisi medis pada wanita yang ditandai dengan tum-buhnya
sel-sel endometrium di luar kavum uteri. Sel-sel endometrium yang melapisi kavum uteri
sangat dipengaruhi hormon wanita. Dalam keadaan normal, sel-sel endometrium kavum uteri
akan menebal selama siklus menstruasi berlangsung agar nantinya siap menerima hasil
pembuahan sel telur oleh sperma. Bila sel telur tidak mengalami pembuahan, maka sel-sel
endo-metrium yang menebal akan meluruh dan keluar sebagai darah menstruasi.
Pada endometriosis, sel endometrium yang semula berada dalam kavum uteri berpindah
dan tumbuh di luar kavum uteri.
B. Etiologi
Beberapa ahli men-coba menerangkan kejadian endometriosis dengan berbagai teori,
yakni teori im-plantasi dan regurgitasi, metaplasia, hor-monal, serta imunologik.
Teori implantasi dan regurgitasi me-ngemukakan adanya darah haid yang dapat mengalir
dari kavum uteri melalui tuba Falopii, tetapi tidak dapat menerangkan terjadinya
endometriosis diluar pelvis. Teori metaplasia menjelaskan terjadinya metaplasia pada sel-sel
coelom yang ber-ubah menjadi endometrium. Menurut teori ini, perubahan tersebut terjadi
akibat iritasi dan infeksi atau pengaruh hormonal pada epitel coelom. Dari aspek endokrin,
hal ini bisa diterima karena epitel germinativum ovarium, endometrium, dan peritoneum
berasal dari epitel coelom yang sama.
Banyak peneliti yang berpendapat bahwa endometriosis merupakan penyakit autoimun
karena memiliki kriteria yang cenderung bersifat familiar, menimbulkan gejala klinik yang
melibatkan banyak organ, dan menunjukkan aktivitas sel B poliklonal. Danazol yang semula
di-pakai untuk pengobatan endometriosis karena diduga bekerja secara hormonal, juga telah
dipakai untuk mengobati penyakit autoimun.Oleh karena itu selain oleh efek hormonalnya,
keberhasilan pengobatan danazol diduga juga oleh efek imunologik. Danazol mengurangi
tempat ikatan IgG (reseptor Fc) pada monosit, sehingga mem-pengaruhi aktivitas fagositik
sel-sel ter-sebut. Beberapa penelitian menemukan pe-ningkatan IgM, IgG, serta Ig A dalam
serum pasien endometriosis.
C. Patofisiologi
Endometriosis berasal dari kata endometrium, yaitu jaringan yang melapisi dinding
rahim. Endometriosis terjadi bila endometrium tumbuh di luar rahim. Lokasi tumbuhnya
beragam di rongga perut, seperti di ovarium, tuba falopii, jaringan yang menunjang uterus,
daerah di antara vagina dan rectum, juga di kandung kemih. Dalam setiap siklus menstruasi
lapisan dinding rahim menebal dengan tumbuhnya pembuluh darah dan jaringan, untuk
mempersiapkan diri menerima sel telur yang akan dilepaskan oleh indung telur yang
terhubungkan dengan rahim oleh saluran yang disebut tuba falopii atau saluran telur. Apabila
telur yang sudah matang tersebut tidak dibuahi oleh sel sperma, maka lapisan dinding rahim
tadi luruh pada akhir siklus. Lepasnya lapisan dinding rahim inilah yang disebut dengan
peristiwa menstruasi. Keseluruhan proses ini diatur oleh hormon, dan biasanya memerlukan
waktu 28 sampai 30 hari sampai kembali lagi ke awal proses. Salah satu teori mengatakan
bahwa darah menstruasi masuk kembali ke tuba falopii dengan membawa jaringan dari
lapisan dinding rahim, sehingga jaringan tersebut menetap dan tumbuh di luar rahim.
D. Manifestasi klinis
Tanda dan gejala endometriosis antara lain :
a. Nyeri :
1) Dismenore sekunder
2) Dismenore primer yang buruk
3) Dispareunia: Nyeri ovulasi
4) Nyeri pelvis terasa berat dan nyeri menyebar ke dalam paha, dan nyeri pada bagian
abdomen bawah selama siklus menstruasi.
5) Nyeri akibat latihan fisik atau selama dan setelah hubungan seksual
6) Nyeri pada saat pemeriksaan dalam oleh dokter
b. Perdarahan abnormal
1) Hipermenorea
2) Menoragia
3) Spotting sebelum menstruasi
4) Darah menstruasi yang bewarna gelap yang keluar sebelum menstruasi atau di akhir
menstruasi
5) Keluhan buang air besar dan buang air kecil
6) Nyeri sebelum, pada saat dan sesudah buang air besar
7) Darah pada feces
8) Diare, konstipasi dan kolik
E. Pemeriksaan diagnostic
Pemeriksaan yang dilakukan untuk membuktikan adanya endometirosis ini antara lain:
1. Uji serum
a. CA-125: Sensitifitas atau spesifisitas berkurang
b. Protein plasenta 14 : Mungkin meningkat pada endometriosis yang mengalami
infiltrasi dalam, namun nilai klinis tidak diperlihatkan.
c. Antibodi endometrial: Sensitifitas dan spesifisitas berkurang
2. Teknik pencitraan
a. Ultrasound: Dapat membantu dalam mengidentifikasi endometrioma dengan
sensitifitas 11%
b. MRI: 90% sensitif dan 98% spesifik
c. Pembedahan: Melalui laparoskopi dan eksisi.

ASUHAN KEPERAWATAN ENDOMITRIASIS


A. Pengkajian
1. Riwayat Kesehatan Dahulu
Pernah terpapar agen toksin berupa pestisida, atau pernah ke daaerah pengolahan katu
dan produksi kertas, serta terkena limbah pembakaran sampah medis dan sampah
perkotaan.
2. Riwayat kesehatan sekarang
a. Dysmenore primer ataupun sekunder
b. Nyeri saat latihan fisik
c. Dispareun
d. Nyeri ovulasi
e. Nyeri pelvis terasa berat dan nyeri menyebar ke dalam paha, dan nyeri pada bagian
abdomen bawah selama siklus menstruasi.
f. Nyeri akibat latihan fisik atau selama dan setelah hubungan seksual
g. Nyeri pada saat pemeriksaan dalam oleh dokter
h. Hipermenorea
i. Menoragia
j. Feces berdarah
k. Nyeri sebelum, sesudah dan saat defekasi.
l. Konstipasi, diare, kolik

3. Riwayat kesehatan keluarga


Memiliki ibu atau saudara perempuan (terutama saudara kembar) yang menderita
endometriosis.
4. Riwayat obstetri dan menstruasi
Mengalami hipermenorea, menoragia, siklus menstruasi pendek, darah menstruasi yang
bewarna gelap yang keluar sebelum menstruasi atau di akhir menstruasi.
B. Diagnose
1. Nyeri b.d gangguan menstruasi, proses penjalaran penyakit.
2. Resiko tinggi gangguan citra tubuh b.d gangguan menstruasi
3. Resiko gangguan harga diri b.d infertilitas
EJAKULASI DINI

Ejakulasi dini adalah keluarnya sperma dari tubuh (ejakulasi), yang terlalu cepat terjadi,
di luar keinginan pria atau pasangannya, sebelum atau ketika melakukan penetrasi
(persetubuhan).

Para ahli kesehatan ternyata tidak memiliki pendapat yang sama akan pengertian
dan gejala ejakulasi dini. Dengan kata lain seberapa cepat atau seberapa lambat terjadinya
ejakulasi tidak dijelaskan secara pasti. Namun dapat dikatakan bahwa ejakulasi dini tersebut
erat kaitannya dengan kurun waktu, durasi atau waktu terjadinya. Selain itu terdapat
pendapat pula mengenai berapa persen terjadinya penetrasi.
Berdasarkan International Society for Sexual Medicine menyatakan bahwa yang
dimaksud pengertian dan gejala ejakulasi dini adalah disfungsi seksual laki-laki yang
ditandai dengan ejakulasi yang selalu atau hampir terjadi sebelum atau dalam waktu sekitar
satu menit setelah melakukan penetrasi. Selain itu tanda-tanda lainnya yang muncul adalah
ketidakmampuan seorang pria untuk menunda ejakulasi pada semua atau hampir semua
penetrasi vagina. Di sisi lain terdapat pendapat yang menyatakan bahwa ejakulasi dini
adalah keadaan dimana seorang pria berejakulasi lebih cepat di bandingkan harapan
pasangan. Masters dan Johnson juga berpendapat mengenai ejakulasi dini yaitu kondisi
seorang pria berejakulasi sebelum pasangan dalam berhubungan telah mencapai orgasme,
dimana hal tersebut terjadi pada lebih dari 50% hubungan seksual yang dilakukan.
Berdasarkan gejala ejakulasi dini yang muncul, ejakulasi dini pun terbagi menjadi
beberapa jenis. Salah satunya adalah Ejakulasi Dini Tingkat Ringan. Dimana ejakulasi
tersebut terjadi ejakulasi setelah hubungan seksual yang berlangsung hanya dalam beberapa
kali gesekan yang cukup singkat sekitar 2 hingga 3 menit saja. Jenis Ejakulasi dini
selanjutnya yaitu ejakulasi dini tingkat sedang, dimana jenis ejakulasi ini terjadi tanpa bisa
dikendalikan sesaat melakukan penetrasi yang mana disebabkan adanya dorongan kuat
dalam berhubungan. Selain itu juga terdapat penyakit psikis maupun non psikis. Jenis
ejakulasi dini yang terakhir adalah ejakulasi tingkat berat yaitu ejakulasi yang langsung
terjadi otomatis ketika organ intim pria menyentuh sedikit organ intim luar wanita atau
bahkan belum masuk namun sudah terjadi ejakulasi. Tentunya hal tersebut akan berakibat
terjadinya gangguan kesejahteraan secara kebutuhan biologis terhadap pasangan.

Ejakulasi dini adalah keluarnya sperma dari tubuh (ejakulasi), yang terlalu cepat
terjadi, di luar keinginan pria atau pasangannya, sebelum atau ketika melakukan penetrasi
(persetubuhan).

Dalam dunia medis kondisi ini disebut ejakulasi prematur (premature ejaculation – PE).
Sebutan lain yang bermakna sama adalah klimaks/orgasme prematur dan ejakulasi cepat.
Berdasarkan pengertian yang disadur dari Asosiasi Urologis Internasional (Société
Internationale d’Urologie) tersebut, suatu ejakulasi harus memenuhi 3 syarat/variabel sebelum
bisa dinyatakan sebagai ejakulasi dini.

Ketiga variabel tersebut yakni, (1) waktu yang singkat, (2) tak bisa dikontrol, dan (3)
keberadaan partner seks.

Secara resmi tipe/jenis ejakulasi dini hanya diklasifikasikan berdasar kapan pertama kali
hal itu terjadi. Selain klasifikasi ini, tak ada lagi pembagian tipe atau jenis PE.

1. Lifelong (Primer).

Dikatakan primer apabila PE terjadi sejak pertama kali seorang pria berhubungan seks
dan terus berlanjut sepanjang hidupnya.

2. Acquired (Sekunder).
Pada awalnya durasi seks normal dan biasa saja, namun belakangan baru muncul
keluhannya.

. Tipe sekunder biasanya melalui beberapa tahap. Terkadang pria sanggup tahan lama,
terkadang tidak. Untuk menguji benarkah Anda menderita PE, coba gunakan metode
Sebagai contoh, seseorang yang sejak pertama kali bersetubuh (primer), durasinya
hanya 3 menit atau dibawahnya, maka orang itu bukanlah penderita PE.

Sebaliknya, pria yang awalnya mampu bertahan lebih dari 3 menit, namun karena
sebab tertentu, durasi persetubuhannya turun hingga misalnya 2 menit, ada kemungkinan dia
telah mengalami ejakulasi dini.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi ejakulasi dini diantaranya :

1. Faktor Fisiologis

Fisiologis dapat diartikan segala yang berhubungan dengan fisik. Terkait dengan
kondisi PE, serotonin (5-HT) diduga berperan penting di sini. Ia adalah senyawa
neurotransmitter, sang “pembawa sinyal” dari otak ke seluruh anggota tubuh.

2. Faktor Psikologis
Sebagaimana disfungsi ereksi, kondisi psikologis disinyalir kuat memicu
terjadinya ejakulasi dini, khususnya bagi tipe sekunder. Malah, sebelum mengemukanya
hipotesa serotonin di atas, masalah kejiwaan pernah dianggap sebagai satu-satunya
pemicu PE.

Faktor psikis penyebab ejakulasi dini berupa :

 depresi temporal,
 stres,
 rasa bersalah,
 kegelisahan,
 kurangnya kepercayaan diri,
 ekspetasi/harapan yang terlalu tinggi akan daya tahan sex,
 dan, pengalaman penindasan seksual di masa lalu.

Ketidakpastian akan penyebab membuat semua orang masih meraba-raba apa obat
yang tepat untuk menangani ejakulasi dini. Hingga kini, belum ada obat medis yang benar-
benar pantas untuk diresepkan bagi penderita PE.

ABORTUS
A. Definisi
Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan oleh akibat-akibat tertentu pada atau
sebelum kehamilan oleh akibat-akibat tertentu pada atau sebelum kehamilan tersebut berusia
22 minggu atau buah kehamilan belum mampu untuk hidup di luar kandungan
(Praworihardjo, 2006)
Abortus adalah ancaman atau hasil pengeluaran konsepsi pada usia kehamilan kurang
dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram, sebelum janin mampu hidup di luar
kandungan (Nugroho, 2010)
Abortus kompletus adalah keguguran lengkap di mana semua hasil konsepsi (desidua dan
fetus) telah keluar tanpa membutuhkan intervensi medis.
Abortus atau lebih dikenal dengan istilah keguguran adalah pengeluaran hasil konsepsi
sebelum janin dapat hidup di luar rahim. Janin belum mampu hidup di luar rahim, jika
beratnya kurang dari 500 g, atau usia kehamilan kurang dari 20 minggu karena pada saat ini
proses plasentasi belum selesai. Pada bulan pertama kehamilan yang mengalami abortus,
hampir selalu didahului dengan matinya janin dalam rahim.
B. Etiologi
1. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi. Kelainan inilah yang paling umum menyebabkan
abortus pada kehamilan sebelum umur kehamilan 8 minggu. Beberapa faktor yang
menyebabkan kelainan ini antara lain : kelainan kromoson/genetik, lingkungan tempat
menempelnya hasil pembuahan yang tidak bagus atau kurang sempurna dan pengaruh
zat zat yang berbahaya bagi janin seperti radiasi, obat obatan, tembakau, alkohol dan
infeksi virus.
2. Kelainan pada plasenta. Kelainan ini bisa berupa gangguan pembentukan pembuluh
darah pada plasenta yang disebabkan oleh karena penyakit darah tinggi yang menahun.
3. Faktor ibu seperti penyakit penyakit khronis yang diderita oleh sang ibu seperti radang
paru paru, tifus, anemia berat, keracunan dan infeksi virus toxoplasma.
4. Kelainan yang terjadi pada organ kelamin ibu seperti gangguan pada mulut rahim,
kelainan bentuk rahim terutama rahim yang lengkungannya ke belakang (secara umum
rahim melengkung ke depan), mioma uteri, dan kelainan bawaan pada rahim.
5. Trauma
Tapi biasanya jika terjadi langsung pada kavum uteri. Hubungan seksual khususnya
kalau terjadi orgasme, dapat menyebabkan abortus pada wanita dengan riwayat
keguguran yang berkali-kali.
6. Faktor-faktor hormonal
Misalnya penurunan sekresi progesteron diperkirakan sebagai penyebab terjadinya
abortus pada usia kehamilan 10 sampai 12 minggu, yaitu saat plasenta mengambil alih
fungsi korpus luteum dalam produksi hormon.
7. Penyebab dari segi Janin
a. Kematian janin akibat kelainan bawaan.
b. Mola hidatidosa.
c. Penyakit plasenta misalnya inflamasi dan degenerasi.
C. Patofisiologi
Pada awal abortus terjadi perdarahan desiduabasalis, diikuti dengan nerkrosis jaringan
sekitar yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap benda asing dalam uterus.
Kemudian uterus berkontraksi untuk mengeluarkan benda asing tersebut. Pada kehamilan
kurang dari 8 minggu, villi korialis belum menembus desidua secara dalam jadi hasil
konsepsi dapat dikeluarkan seluruhnya. Pada kehamilan 8 sampai 14 minggu, penembusan
sudah lebih dalam hingga plasenta tidak dilepaskan sempurna dan menimbulkan banyak
perdarahan. Pada kehamilan lebih dari 14 minggu janin dikeluarkan terlebih dahulu daripada
plasenta hasil konsepsi keluar dalam bentuk seperti kantong kosong amnion atau benda kecil
yang tidak jelas bentuknya (blightes ovum),janin lahir mati, janin masih hidup, mola kruenta,
fetus kompresus, maserasi atau fetus papiraseus.
D. Manifestasi klinis
1. Terlambat haid atau amenorhe kurang dari 20 minggu.
2. Pada pemeriksaan fisik : keadaan umum tampak lemah kesadaran menurun, tekanan
darah normal atau menurun, denyut nadi normal atau cepat dan kecil, suhu badan normal
atau meningkat.
3. perdarahan pervaginam mungkin disertai dengan keluarnya jaringan hasil konsepsi.
4. Rasa mulas atau kram perut, didaerah atas simfisis, sering nyeri pingang akibat kontraksi
uterus
E. Pemeriksaan diagnostic
1. Tes kehamilan positif jika janin masih hidup dan negatif bila janin sudah mati
2. pemeriksaan Dopler atau USG untuk menentukan apakah janin masih hidup
3. pemeriksaan fibrinogen dalam darah pada missed abortion Data laboratorium tes urine,
hemoglobin dan hematokrit, menghitung trombosit
4. kultur darah dan urine
5. Pemeriksaan Ginekologi:
a. Inspeksi vulva
1) Perdarahan pervaginam sedikit atau banyak
2) Adakah disertai bekuan darah
3) Adakah jaringan yang keluar utuh atau sebagian
4) Adakah tercium bau busuk dari vulva
b. Pemeriksaan dalam speculum
1) Apakah perdarahan berasal dari cavum uteri
2) Apakah ostium uteri masih tertutup / sudah terbuka
3) Apakah tampak jaringan keluar ostium
4) Adakah cairan/jaringan yang berbau busuk dari ostium.
c. Pemeriksaan dalam/ Colok vagina
1) Apakah portio masih terbuka atau sudah tertutup
2) Apakah teraba jaringan dalam cavum uteri
3) Apakah besar uterus sesuai, lebih besar atau lebih kecil dari usia kehamilan
4) Adakah nyeri pada saat porsio digoyang
5) Adakah rasa nyeri pada perabaan adneksa
6) Adakah terasa tumor atau tidak
7) Apakah cavum douglasi menonjol, nyeri atau tidak
ASUHAN KEPERAWATAN ABORTUS
A. Pengkajian
1. Biodata : mengkaji identitas klien dan penanggung yang meliputi ; nama, umur, agama,
suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, perkawinan ke- , lamanya
perkawinan dan alamat
2. Keluhan utama : Kaji adanya menstruasi tidak lancar dan adanya perdarahan pervaginam
berulang pervaginam berulang
3. Riwayat kesehatan ,
a. Riwayat pembedahan : Kaji adanya pembedahan yang pernah dialami oleh klien,
jenis pembedahan , kapan , oleh siapa dan di mana tindakan tersebut berlangsung.
b. Riwayat penyakit yang pernah dialami : Kaji adanya penyakit yang pernah dialami
oleh klien misalnya DM , jantung , hipertensi , masalah ginekologi/urinary , penyakit
endokrin , dan penyakit-penyakit lainnya.
c. Riwayat kesehatan keluarga : Yang dapat dikaji melalui genogram dan dari genogram
tersebut dapat diidentifikasi mengenai penyakit turunan dan penyakit menular yang
terdapat dalam keluarga.
d. Riwayat kesehatan reproduksi : Kaji tentang mennorhoe, siklus menstruasi, lamanya,
banyaknya, sifat darah, bau, warna dan adanya dismenorhoe serta kaji kapan
menopause terjadi, gejala serta keluahan yang menyertainya
e. Riwayat kehamilan , persalinan dan nifas : Kaji bagaimana keadaan anak klien mulai
dari dalam kandungan hingga saat ini, bagaimana keadaan kesehatan anaknya.
4. Pola aktivitas sehari-hari : Kaji mengenai nutrisi, cairan dan elektrolit, eliminasi (BAB
dan BAK), istirahat tidur, hygiene, ketergantungan, baik sebelum dan saat sakit.
5. Pemeriksaan fisik,
6. Pemeriksaan laboratorium :
Darah dan urine serta pemeriksaan penunjang : rontgen, USG, biopsi, pap smear.
Keluarga berencana : Kaji mengenai pengetahuan klien tentang KB, apakah klien setuju,
apakah klien menggunakan kontrasepsi, dan menggunakan KB jenis apa.
B. Diagnose
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan vaskuler dalam jumlah
berlebih
2. Nyeri berhubungan dengan dilatasi serviks, trauma jaringan dan kontraksi uterus
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan
4. Ansietas berhubungan dengan ancaman kematian diri sendiri dan janin
PARTUS MACET
A. Deinisi
Partus tak maju yaitu persalinan yang ditandai tidak adanya pembukaan serviks dalam
2 jam dan tidak adanya penurunan janin dalam 1 jam.
Partus tak maju (persalinan macet) berarti meskipun kontraksi uterus kuat, janin tidak
dapat turun karena faktor mekanis. Kemacetan persalinan biasanya terjadi pada pintu atas
panggul, tetapi dapat juga terjadi pada ronga panggul atau pintu bawah panggul.
Partus tak maju yaitu suatu persalinan dengan his yang adekuat yang tidak
menunjukan kemajuan pada pembukaan serviks, turunnya kepala dan putar paksi selama 2
jam terakhir.
B. Etiologi
Sebab-sebab terjadinya partus tak maju ini sangat kompleks dan tergantung pada
pengawasan saat hamil, pertolongan persalinan yang baik dan penatalaksanaannya
(Purwaningsih & Fatmawati, 2010).
Faktor-faktor penyebabnya adalah:
1. Kelainan letak janin.
2. Kelainan-kelainan panggul.
3. Kelainan his.
4. Pimpin partus yang salah.
5. Janin besar atau ada kelainan congenital.
6. Primitua.
7. Perut gantung, grandemulti.
8. Ketuban pecah dini.
C. Manifestasi klinik
Menurut Purwaningsih & Fatmawati (2010) manifestasi klinik partus tak maju yaitu:
1. Pada ibu
a. Gelisah, letih, suhu badan meningkat, nadi cepat, pernafasan cepat, meteorismus.
b. Di daerah lokal sering dijumpai edema vulva, edema serviks, cairan ketuban berbau,
terdapat mekonium.
2. Pada janin
a. Denyut jantung janin cepat/tidak teratur, bahkan negatif, air ketuban terdapat
mekonium, kental kehijau-hijauan, berbau.
b. Kaput suksadenum yang membesar.
c. Moulage kepala yang hebat.
d. Kematian janin dalam kandungan.

PRESIPITATUS
A. Definisi
Partus presipitatus adalah partus yang berlangsung cepat, mungkin di kamar mandi, di
atas kenderaan, dan sebagainya.
Partus presipitatus adalah persalinan berlangsung sangat cepat. Kemajuan cepat dari
persalinan, berakhir kurang dari 3 jam dari awitan kelahiran, dan melahirkan di luar rumah
sakit adalah situasi kedaruratan yang membuat terjadi peningkatan resiko komplikasi
dan/atau hasil yang tidak baik pada klien/janin.
B. Etiologi
Abnormalitas tahanan yang rendah pada bagian jalan lahir - Abnormalitas kontraksi
uterus dan rahim yang terlalu kuat - Pada keadaan yang sangat jarang dijumpai oleh tidak
adanya rasa nyeri pada saat his sehingga ibu tidak menyadari adanya proses-proses
persalinan yang sangat kuat itu.
C. Manifestasi klinis
Dapat mengalami ambang nyeri yang tidak biasanya atau tidak menyadari kontraksi
abdominal. Kemungkinan tidak ada kontraksi yang dapat diraba, bila terjadi pada ibu yang
obesitas. Ketidaknyamanan punggung bagian bawah (tidak dikenali sebagai tanda kemajuan
persalinan). Kontraksi uterus yang lama/hebat, ketidak-adekuatan relaksasi uterus diantara
kontraksi. Dorongan invalunter lintula mengejan.
D. Penganganan
Dapat mengalami ambang nyeri yang tidak biasanya atau tidak menyadari kontraksi
abdominal. Kemungkinan tidak ada kontraksi yang dapat diraba, bila terjadi pada ibu yang
obesitas. Ketidaknyamanan punggung bagian bawah (tidak dikenali sebagai tanda kemajuan
persalinan). Kontraksi uterus yang lama/hebat, ketidak-adekuatan relaksasi uterus diantara
kontraksi. Dorongan invalunter lintula mengejan

PERAWATAN POST SC
A. Definisi
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding
perut dan dinding uterus. (Sarwono , 2005).
Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada
dinding uterus melalui depan perut atau vagina. Atau disebut juga histerotomia untuk
melahirkan janin dari dalam rahim. (Mochtar, 1998).
Sectio Caesaria ialah tindakan untuk melahirkan janin dengan berat badan diatas 500
gram melalui sayatan pada dinding uterus yang utuh (Gulardi &Wiknjosastro, 2006).
Sectio Caesarea adalah cara melahirkan anak dengan cara melakukan pembedahan /
operasi lewat dinding perut dan dinding uterus untuk melahirkan anak yang tidak bisa
dilakukan pervaginam atau oleh karena keadaan lain yang mengancam ibu atau bayi yang
mengharuskan kelahiran dengan cara segera sedangkan persyaratan pervaginam tidak
memungkinkan.
B. Etiologi
1. Indikasi Ibu
a. Panggul sempit absolute
b. Placenta previa
c. Ruptura uteri mengancam
d. Partus Lama
e. Partus Tak Maju
f. Pre eklampsia, dan Hipertensi
2. Indikasi Janin
a. Kelainan Letak
1) Letak lintang
Bila terjadi kesempitan panggul, maka sectio caesarea adalah jalan/cara yang
terbaik dalam melahirkan janin dengan segala letak lintang yang janinnya hidup
dan besarnya biasa. Semua primigravida dengan letak lintang harus ditolong
dengan sectio caesarea walaupun tidak ada perkiraan panggul sempit. Multipara
dengan letak lintang dapat lebih dulu ditolong dengan cara lain.
2) Letak belakang
Sectio caesarea disarankan atau dianjurkan pada letak belakang bila panggul
sempit, primigravida, janin besar dan berharga.
b. Gawat Janin
c. Janin Besar
3. Kontra Indikasi
a. Janin Mati
b. Syok, anemia berat.
c. Kelainan congenital Berat
C. Manifestasi klinis
Persalinan dengan Sectio Caesaria , memerlukan perawatan yang lebih koprehensif
yaitu: perawatan post operatif dan perawatan post partum.Manifestasi klinis
sectio caesarea menurut Doenges (2001), antara lain :
1. Nyeri akibat ada luka pembedahan
2. Adanya luka insisi pada bagian abdomen
3. Fundus uterus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus
4. Aliran lokhea sedang dan bebas bekuan yang berlebihan (lokhea tidak banyak)
5. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira -kira 600-800ml
6. Emosi labil / perubahan emosional dengan mengekspresikan ketidakmampuan
menghadapi situasi baru
7. Biasanya terpasang kateter urinarius
8. Auskultasi bising usus tidak terdengar atau samar
9. P e n g a r u h a n e s t e s i d a p a t m e n i m b u l k a n m u a l d a n m u n t a h
10. Status pulmonary bunyi paru jelas dan vesikuler
11. Pada kelahiran secara SC tidak direncanakan maka bisanya kurang paham prosedur
12. Bonding dan Attachment pada anak yang baru dilahirkan.
D. Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan / hambatan pada proses persalinan yang menyebabkan bayi
tidak dapat lahir secara normal / spontan, misalnya plasenta previa sentralis dan lateralis,
panggul sempit, disproporsi cephalo pelvic, rupture uteri mengancam, partus lama, partus
tidak maju, pre-eklamsia, distosia serviks, dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut
menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea (SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan menyebabkan pasien
mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah intoleransi aktivitas. Adanya
kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan menyebabkan pasien tidak mampu
melakukan aktivitas perawatan diri pasien secara mandiri sehingga timbul masalah defisit
perawatan diri.
E. Pemeriksaan penunjang
1. Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari kadar pra operasi
dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan.
2. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
3. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
4. Urinalisis / kultur urine
5. Pemeriksaan elektrolit

ASUHAN KEPERAWATAN POST SC


A. Pengkajian
1. Identitas klien dan penanggung jawab
Meliputi nama, umur, pendidikan, suku bangsa, pekerjaan, agam, alamat, status
perkawinan, ruang rawat, nomor medical record, diagnosa medik, yang mengirim, cara
masuk, alasan masuk, keadaan umum tanda vital.
2. Keluhan utama
3. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya bagi klien multipara
4. Data Riwayat penyakit
5. Riwayat kesehatan sekarang.
Meliputi keluhan atau yang berhubungan dengan gangguan atau penyakit dirasakan
saat ini dan keluhan yang dirasakan setelah pasien operasi.
6. Riwayat Kesehatan Dahulu
Meliputi penyakit yang lain yang dapat mempengaruhi penyakit sekarang, Maksudnya
apakah pasien pernah mengalami penyakit yang sama (Plasenta previa).
7. Riwayat Kesehatan Keluarga
Meliputi penyakit yang diderita pasien dan apakah keluarga pasien ada juga
mempunyai riwayat persalinan plasenta previa.
8. Keadaan klien meliputi :
a. Sirkulasi
Hipertensi dan pendarahan vagina yang mungkin terjadi. Kemungkinan
kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 mL
b. Integritas ego
Dapat menunjukkan prosedur yang diantisipasi sebagai tanda kegagalan dan atau
refleksi negatif pada kemampuan sebagai wanita. Menunjukkan labilitas
emosional dari kegembiraan, ketakutan, menarik diri, atau kecemasan.
c. Makanan dan cairan
Abdomen lunak dengan tidak ada distensi (diet ditentukan).
d. Neurosensori
Kerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anestesi spinal epidural
e. Nyeri / ketidaknyamanan
Mungkin mengeluh nyeri dari berbagai sumber karena trauma bedah, distensi
kandung kemih , efek - efek anesthesia, nyeri tekan uterus mungkin ada.
f. Pernapasan
Bunyi paru - paru vesikuler dan terdengar jelas.
g. Keamanan
Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda / kering dan utuh.
h. Seksualitas
Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus. Aliran lokhea sedang.
B. Diagnose
1. Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin, prostaglandin)
akibat trauma jaringan dalam pembedahan (section caesarea)
2. Intoleransi aktivitas b/d tindakan anestesi, kelemahan, penurunan sirkulasi
3. Gangguan Integritas Kulit b.d tindakan pembedahan
4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / luka kering bekas operasi.
5. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur pembedahan,
penyembuhan dan perawatan post operasi.

LUKA EPISIOTOMI
A. Definisi
Episiotomi atau perineotomi adalah insisi perineum untuk memperlebar ruang pada
jalan lahir yang menyebabkan terpotongnya selaput lender vagina, cincin selaput dara,
jaringan pada septum rektovaginal, otot-otot dan fascia perineum dan kulit sebelah depan
perineum, sehingga memudahkan kelahiran anak.
Episiotomi adalah torehan dari perineum untuk memudahkan persalinan dan
mencegah ruptur perienium totalis. Di masa lalu, dianjurkan untuk melakukan episiotomi
secara rutin yang tujuannya adalah untuk mencegah robekan berlebihan pada perineum,
membuat tepi luka rata sehingga mudah dilakukan penjahitan (reparasi), mencegah penyulit
atau tahanan pada kepala dan infeksi tetapi hal tersebut ternyata tidak didukung oleh bukti-
bukti ilmiah yang cukup (Enkin et al, 2000; Wooley, 1995).
B. Prosedur melakukan episiotomy
1. Episiotomi Medialis
Dimulai dari ujung terbawah introitus vagina sampai batas atas otot-otot sfingter
ani. Cara anestesi yang dipakai adalah cara anestesi infiltrasi antara lain dengan larutan
procaine 1-2%. Setelah pemberian anestesi, dilakukan insisi dengan mempergunakan
gunting yang tajam dimulai dari bagian terbawah introitus vagina menuju anus, tetapi
tidak sampai memotong pinggir atas sfingter ani, hingga kepala dapat dilahirkan.
Keuntungan dari episiotomi medialis ini adalah:
a. Perdarahan yang timbul dari luka episiotomi lebih sedikit oleh karena merupakan
daerah yang relatif sedikit mengandung pembuluh darah.
b. Sayatan bersifat simetris dan anatomis sehingga penjahitan kembali lebih mudah
dan penyembuhan lebih memuaskan.
c. Kesalahan penyembuhan jarang
d. Insisi akan lebih mudah sembuh, karena bekas insisi tersebut mudah dirapatkan.
e. Tidak begitu sakit pada masa nifas.
f. Dispareuni jarang terjadi
g. Hasil akhir anatomik selalu bagus
h. Hilangnya darah lebih sedikit, didaerah insisi ini hanya terdapat sedikit pembuluh
darah.
Kerugiannya adalah dapat terjadi ruptur perinei tingkat III inkomplet (laserasi
m.sfingter ani) atau komplet (laserasi dinding rektum).

2. Episiotomi mediolateralis
Insisi dimulai dari bagian belakang introitus vagina menuju ke arah belakang dan
samping. Arah insisi ini dapat dilakukan ke arah kanan ataupun kiri, panjang insisi kira-
kira 4 cm. Sayatan disini sengaja dilakukan menjauhi otot sfingter ani untuk mencegah
ruptura perinei tingkat III. Perdarahan luka lebih banyak oleh karena melibatkan daerah
yang banyak pembuluh darahnya. Otot-otot perineum terpotong sehingga penjahitan luka
lebih sukar. Penjahitan dilakukan sedemikian rupa sehingga setelah penjahitan selesai
hasilnya harus simetris.
Keuntungan dan kerugian episiotomy mediolateralis:
a. Lebih sulit memperbaikinya (menjahitnya)
b. Insisi lateral akan menyebabkan distorsi (penyimpangan) keseimbangan dasar
pelvis.
c. Kesalahan penyembuhan lebih sering
d. Otot – ototnya agak lebih sulit untuk disatukan secara benar (aposisinya sulit).
e. Rasa nyeri pada sepertiga kasus selama beberapa hari
f. Kadang – kadang diikuti dispareuni
g. Hasil akhir anatomik tidak selalu bagus (pada 10% kasus)
h. Terbentuk jaringan parut yang kurang baik
i. Kehilangan darah lebih banyak
j. Daerah insisi kaya akan fleksus venosus.
k. Perluasan ke sfingter lebih jarang.
3. Episiotomi lateralis
Sayatan disini dilakukan ke arah lateral mulai dari kira-kira jam 3 atau 9 menurut
arah jarum jam. Jenis episiotomi ini sekarang tidak dilakukan lagi, oleh karena banyak
menimbulkan komplikasi. Luka sayatan dapat melebar ke arah dimana terdapat pembuluh
darah pudendal interna, sehingga dapat menimbulkan perdarahan yang banyak. Selain itu
parut yang terjadi dapat menimbulkan rasa nyeri yang mengganggu penderita.

4. Insisi Schuchardt
Jenis ini merupakan variasi dari episiotomi mediolateralis, tetapi sayatannya
melengkung ke arah bawah lateral, melingkari rektum, serta sayatannya lebih lebar.
C. Komplikasi
1. Perdarahan. Pada umumnya pada luka robek yang kecil dan superficial tidak terjadi
perdarahan yang banyak, akan tetapi jika robekan lebar dan dalam menimbulkan
perdarahan yang hebat.
2. Infeksi, Jika robekan tidak ditangani dengan semestinya dapat terjadi infeksi, bahkan
dapat terjadi septikem. Infeksi bekas episiotomi, Infeksi lokal sekitar kulit dan fasia
superfisial akan mudah timbul pada bekas insisi episiotomi
3. Nyeri post partum dan dyspareunia.
4. Rasa nyeri setelah melahirkan lebih sering dirasakan pada pasien bekas episiotomi,
garis jahitan (sutura) episiotomi lebih menyebabkan rasa sakit.
5. Jaringan parut yang terjadi pada bekas luka episiotomi dapat menyebabkan dyspareunia
apabila jahitannya terlalu erat
6. Nyeri pada saat menstruasi pada bekas episiotomi dan terabanya massa .
7. Trauma perineum posterior berat.
8. Trauma perineum anterior
9. Cedera dasar panggul dan inkontinensia urin dan feses
10. Gangguan dalam hubungan seksual, Jika jahitan yang tidak cukup erat, menyebabkan
akan menjadi kendur dan mengurangi rasa nikmat untuk kedua pasangan saat
melakukan hubungan seksual.

D. Penanganan
Pada luka robek yang kecil dan superfisil, tidak diperlukan penanganan khusus. Pada luka
robek yang lebar dan dalam, perlu dilakukan penjahitan secara terputus-putus atau jelujur.
Biasanya robekan pada dinding vagina sering diiringi dengan robekan pada vulva maupun
perineum.
Penjahitan/Repair Luka Episiotomi
Teknik penjahitan luka episiotomi sangat menentukan hasil penyembuhan luka
episiotomi, bahkan lebih penting dari jenis episiotomi itu sendiri. Penjahitan biasanya
dilakukan setelah plasenta lahir, kecuali bila timbul perdarahan yang banyak dari luka
episiotomi maka dilakukan dahulu hemostasis dengan mengklem atau mengikat pembuluh
darah yang terbuka.
Beberapa prinsip dalam penjahitan luka episiotomi yang harus diperhatikan adalah sebgai
berikut:4
1. Penyingkapan luka episiotomi yang adekwat dengan penerangan yang baik, sehingga
restorasi anatomi luka dapat dilakukan dengan baik.
2. Hemostasis yang baik dan mencegah dead space.
3. Penggunaan benang jahitan yang mudah diabsorbsi.
4. 4.Pencegahan penembusan kulit oleh jahitan dan mencegah tegangan yang berlebihan.
5. Jumlah jahitan dan simpul jahitan diusahakan seminimal mungkin.
6. Hati-hati agar jahitan tidak menembus rektum.
7. Untuk mencegah kerusakan jaringan, sebaiknya dipakai jarum atraumatik.

E. Pembalutan dan perawatan luka


Penutup/pembalut luka berfungsi sebagai penghalang dan pelindung terhadap infeksi
selama proses penyembuhan yang dikenal dengan reepitelisasi. Pertahankan penutup luka ini
selama hari pertama setelah pembedahan untuk mencegah infeksi selama proses reepitelisasi
berlangsung.
1. Jika pada pembalut luka terdapat perdarahan sedikit atau keluar cairan tidak terlalu
banyak, jangan mengganti pembalut:
2. Perkuat pembalutnya
3. Pantau keluar cairan dan darah
4. Jika perdarahan tetap bertambah atau sudah membasahi setengah atau lebih dari
pembalutnya, buka pembalut, inspeksi luka, atasi penyebabnya dan ganti dengan
pembalut baru.
5. Jika pembalut agak kendor, jangan ganti pembalut tetapi diplester untuk
mengencangkan. Ganti pembalut dengan cara yang streil
6. Luka harus dijaga tetap kering dan bersih, tidak boleh terdapat bukti infeksi atau
seroma sampai ibu diperbolehkan pulang dari rumah sakit.
MIOMA UTERI
A. Definisi
Mioma uteri adalah tumor jinak yang berasal dari jaringan ikat dan otot uterus yang
menumpangnya, sehingga dalam kepustakaan dikenal juga istilah fibromioma, leiomioma
ataupun fibroid. (Wiknjosastro, 1999)
Mioma uteri adalah tumor jinak rahim disertai jaringan ikatnya, sehingga dalam bentuk
padat karena jaringan ikatnya dominan dan lunak serta otot rahimnya dominant. (Manuaba,
1998)
Mioma uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus yang disebut juga
leiomioma uteri atau uterin fibroid. Dikenal dua tempat asal mioma uteri yaitu serviks uteri
dan korpus uteri. Yang ada pada servik uteri hanya ditemukan dalam 3%, sedangkan pada
korpus uteri 97% mioma uteri banyak di terdapat pada wanita usia reproduksi terutama pada
usia 35 tahun keatas dan belum pernah dilaporkan bahwa mioma uteri terjadi sebelum
menarche. (Prawirohardjo, Sarwono, 1994)
Mioma uteri adalah tumor jinak pada daerah rahim atau lebih tepatnya otot Rahim dan
jaringan ikat di sekitarnya. Mioma belum pernah ditemukan sebelum terjadinya menarche,
sedangkan setelah menopause hanya kira-kira 10% mioma yang masih tumbuh (Guyton AC,
2008)

B. Etiologi
Pada mioma uteri terjadi perubahan sekunder. Perubahan sekunder pada mioma uteri yang
terjadi sebagian besar bersifat degenerasi. Hal ini dikarenakan berkurangnya pemberian
darah pada sarang mioma. Perubahan sekunder yaitu:
1. Atrofi
Sesudah menopause ataupun sesudah kehamilan mioma uteri menjadi kecil.
2. Degenerasi hialin
Perubahan ini sering terjadi terutama pada penderita berusia lanjut, tumor kehilangan
struktur aslinya menjadi homogen. Dapat meliputi sebagian besar atau hanya sebagian
kecil.
3. Degenerasi kistik
Dapat meliputi daerah kecil maupun luas, dimana sebagian dari mioma menjadi cair,
sehingga terbentuk ruangan-ruangan yang tidak teratur berisi seperti agar-agar, dapat
juga terjadi pembengkakan yang luas dan bendungan limfe sehingga menyerupai
limfangioma. Dengan konsistensi yang lunak tumor ini sukar dibedakan dari kista
ovarium atau suatu kehamilan.
4. Degenerasi membatu (calcireous degeneration)
Ini terjadi pada wanita berusia lanjut, karena adanya gangguan dalam sirkulasi. Dengan
adanya pengendapan garam kapur pada sarang mioma maka mioma menjadi keras dan
memberikan bayangan pada foto rontgen.
5. Degenerasi merah (carneous degeneration)
Perubahan ini biasanya terjadi pada kehamilan dan nifas. Diperkirakan karena suatu nekrosis
subakut sebagai gangguan vaskularisasi. Degenerasi merah tampak khas apabila terjadi pada
kehamilan muda diserai emesis, haus, sedikit demam, kesakitan, tumor pada uterus
membesar dan nyeri pada perabaan.
6. Degenerasi lemak
Jarang terjadi merupakan kelanjutan degenerasi hialin.

B. Patofisiologi
Mioma memiliki reseptor estrogen yang lebih banyak dibanding miometrium normal.
Teori cell nest atau teori genitoblat membuktikan dengan pemberian estrogen ternyata
menimbulkan tumor fibromatosa yang berasal dari sel imatur. Mioma uteri terdiri dari otot
polos dan jaringan yang tersusun seperti konde diliputi pseudokapsul. Mioma uteri lebih
sering ditemukan pada nulipara, faktor keturunan juga berperan. Perubahan sekunder pada
mioma uteri sebagian besar bersifaf degeneratif karena berkurangnya aliran darah ke mioma
uteri. Menurut letaknya, mioma terdiri dari mioma submukosum, intramular dan subserosum.

C. Manifestasi klinis
Gejala klinik mioma uteri adalah:
1. Perdarahan tidak normal
a. Hipermenorea perdarahan banyak saat menstruasi
b. Meluasnya permukaan endometrium dalam proses menstruasi
c. Gangguan kontraksi otot Rahim
d. Perdarahan berkepanjangan
Akibat perdarahan penderita dapat mengeluh anemis karena kekurangan darah,
pusing, cepat lelah dan mudah terjadi infeksi.
2. Penekanan rahim yang membesar
Penekanan rahim karena pembesaran mioma uteri dapat terjadi:
a. Terasa berat di abdomen bagian bawah
b. Sukar miksi atau defekasi
c. Terasa nyeri karena tertekannya urat syaraf
3. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan kehamilan
Kehamilan dengan disertai mioma uteri menimbulkan proses saling mempengaruhi:
a. Kehamilan dapat mengalami keguguran
b. Persalinan prematurus
c. Gangguan saat proses persalinan
d. Tertutupnya saluran indung telur menimbulkan infertilitas
e. Kala ke tiga terjadi gangguan pelepasan plasenta dan perdarahan

D. Pemeriksaan penunjang
1. Ultrasonografi
Untuk menentukan jenis tumor, lokasi myoma, ketebalan endometrium.
2. Foto BNO / IVP
Untuk menilai massa di rongga pelvis serta menilai fungsi ginjal dan perjalanan ureter.
3. Tes kehamilan
4. Darah lengkap dan urine lengkap
5. Histerografi dan histeroscopi
6. Untuk menilai pasien myoma sub mukosa disertai infertilitas.

ASUHAN KEPERAWATAN MIOMA UTERI


A. Pengkajian
1. Identitas klien :
2. Identitas penanggungjawab
3. Keluhan Utama
4. Riwayat kesehatan
a. Riwayat keluhan utama
b. Riwayat kesehatan lalu
c. Riwayat kesehatan keluarga
5. Riwayat psikososial
6. Riwayat spriritual
7. Riwayat penyakit keturunan
8. Riwayat operasi
9. Riwayat alergi
10. Riwayat kehamilan dan persalinan lalu
11. Riwayat Menarche
12. Pemeriksaan diagnostic
a. Ultrasonografi
b. Foto BNO / IVP
c. Tes kehamilan
d. Histerografi dan histeroscopi
B. Diagnose
1. Defisit volume cairan berhubungan dengan menoragie
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kekuatan fisik
3. Resiko infeksi berhubungan dengan menoragie (perdarahan)
LAMPIRAN PENYIMPANGAN KDM

Anda mungkin juga menyukai