Anda di halaman 1dari 83

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

STUDI PRAFORMULASI EKSTRAK ETANOL 50%


KULIT BUAH MANGGIS (Garcinia mangostana L.)

SKRIPSI

HANNY NARULITA
1110102000062

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
SEPTEMBER 2014
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

STUDI PRAFORMULASI EKSTRAK ETANOL 50%


KULIT BUAH MANGGIS (Garcinia mangostana L.)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi

HANNY NARULITA
1110102000062

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
SEPTEMBER 2014

ii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip
maupun yang dirujuk telah saya nyatakan dengan benar

Nama : HANNY NARULITA

NIM : 1110102000062

Tanda Tangan :

Tanggal : 26 September 2014

iii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
iv
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
v
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRAK

Nama : Hanny Narulita


Program Studi : Farmasi
Judul : Studi Praformulasi Ekstrak Etanol 50% Kulit Buah Manggis
(Garcinia mangostana L.)

Ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) mengandung senyawa alfa-
mangostin. Alfa-mangostin adalah senyawa mayor dari xanton yang memiliki
berbagai macam aktivitas farmakologis. Karena aktivitasnya ini, ekstrak kulit
buah manggis memiliki potensi untuk dijadikan sebagai sediaan farmasi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat fisikokimia dan stabilitas alfa-
mangostin dalam ekstrak etanol 50% kulit buah manggis sebagai parameter dalam
studi praformulasi. Sifat fisikokimia meliputi parameter spesifik dan nonspesifik
ekstrak, penentuan panjang gelombang maksimum, kadar alfa-mangostin dan uji
kelarutan. Uji stabilitas dilakukan pada suhu 45±5°C dengan kelembaban 75±5%
selama 21 hari, dan pada kondisi asam dan basa. Kadar alfa-mangostin dianalisa
dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Hasil pengujian parameter
spesifik didapatkan ekstrak berwarna coklat keunguan, bau aromatis, rasa pahit,
kandungan senyawa yang terlarut dalam air sebesar 62,54±1,09% dan dalam
etanol sebesar 87,053±0,43%. Hasil parameter nonspesifik bobot jenis 1,036,
susut pengeringan sebesar 6,66±0,11%, kadar abu 5,07±0,23%, kadar abu tidak
larut asam 0,13±0,02%, kandungan alfa-mangostin dalam ekstrak sebesar
3,85±0,03%, dan hasil uji kelarutan menunjukkan alfa-mangostin dalam ekstrak
memiliki nilai kelarutan sebesar 1:16064 dalam air. Hasil uji stabilitas pada suhu
45±5°C dengan kelembaban 75±5% selama 21 hari menunjukkan kadar alfa-
mangostin menurun sebanyak 31,11% dan berpengaruh secara bermakna
(p≤0,05). Ekstrak kulit buah manggis tidak stabil dalam kondisi asam dan basa
yang ekstrim. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam
memformulasikan ekstrak etanol kulit buah manggis.

Kata kunci : Ekstrak manggis (Garcinia mangostana L.), alfa-mangostin,


parameter spesifik, parameter nonspesifik, kelarutan, stabilitas.

vi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRACT

Name : Hanny Narulita


Program Study : Pharmacy
Title : Preformulation Study of 50% Ethanol Extract of Mangosteen
Rind (Garcinia mangostana L.)

The extract of mangosteen rind (Garcinia mangostana L.) containing alpha-


mangostin compounds. Alpha-mangostin is the most active component that have a
wide variety of pharmacological activities. Because of this, mangosteen rind
extract are potentially to be used as a pharmaceuticals. This study aims to
determine the physicochemical properties and stability of alpha-mangostin in the
50% ethanol extract of mangosteen rind as a parameter in the praformulation
study. Physicochemical properties include specific and nonspecific extract
parameters, determining the optimum wavelength and solubility test. Stability test
carried out at a temperature of 45±5°C with relative humidity 75±5% for 21 days,
and in acidic and alkaline conditions. Alpha-mangostin level was analyzed using
UV-Vis spectrophotometer. The test results showed that extracts purplish brown,
aromatic smell, bitter taste, dissolved compound in water was 62,54±1,09% and
dissolved compound in ethanol was 87,05±0,43%, the spesific density of 5%
extract was 1,036, loss of drying 6,66±0,11%, ash content 5,07±0,23%, ash
content insoluble in acidic was 0,13±0,02%, alpha-mangostin content in the
extract was 3,85±0,03%, and solubility test showed that alpha-mangostin in the
extract has a solubility value of 1: 16064 in water. The results of the stability test
at 45±5°C and relative humidity 75±5% for 21 days showed that levels of alpha-
mangostin decreased significantly (p≤ 0,05). Mangosteen rind extract was
unstable in extreme acidic and alkaline conditions. The results of this study are
expected to be a reference in formulating the ethanol extract of mangosteen rind.

Keyword : Extract of mangosteen rind (Garcinia mangostana L.), alpha


mangostin, specific parameter, nonspecific parameter, solubility, stability.

vii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin, segala puji bagi Allah SWT yang telah


melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis mampu
menyelesaikan penelitian dan menyusun skripsi yang berjudul “Studi
Praformulasi Ekstrak Etanol 50% Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.)”
dengan baik. Shalawat serta salam senantiasa penulis curahkan kepada Nabi Besar
Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat serta para pengikut di jalan yang
diridhoi-Nya.
Penulis menyadari bahwa dalam penelitian sampai penyusunan skripsi ini
tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan, bimbingan, dan dukungan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis tidak lupa
mengucapkan terimakasih kepada:
1. Ibu Sabrina, M. Farm., Apt dan Ibu Yuni Anggraeni, M. Farm., Apt., selaku
pembimbing saya, yang dengan sabar memberikan bimbingan, masukan,
dukungan, dan semangat kepada penulis.
2. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Kedua orang tua tercinta Ayah Bambang Trisasongko, S.Si, Apt. dan Bunda
Nurul Handayani, S.E. yang senantiasa memberikan kasih sayang, dukungan
baik moril maupun materil, serta doa tanpa henti yang menyertai setiap
langkah penulis. Kedua adik tersayang, Ghazi Finandia dan Jauza Larissa
yang memberikan dukungan dan semangatnya untuk saya menyelesaikan
skripsi ini
4. Eyang Putri dan Eyang kakung tercinta, Bapak Sugiyo Kaharudin dan Ibu
Sudarti Singowidjoyo yang selalu memberikan dukungan baik moril dan
materil, nasihat, dan doa yang selalu menyertai langkah penulis.
5. Ravindra Bramastyo yang selalu sedia di saat senang ataupun susah,
memberikan nasihat dan dukungannya, tanpa lelah mendengarkan cerita
selama penulis melakukan penelitian dan penyusunan skripsi.

viii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
6. Bapak dan Ibu Dosen yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan hingga
penulis dapat menyelesaikan studi di jurusan Farmasi FKIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
7. Teman seperjuangan penelitian penulis Nirmala, Desy, Myra, Hadi, Maya,
Chaya, Niswah atas kebersamaan, bantuan serta motivasinya sejak awal
penelitian hingga akhir penyelesian skripsi ini.
8. Sahabat-sahabat terbaikku Liana, Deisy, Citra, Riamayanti, Chaya, Satria
Panji, dan Ismail yang telah memberi dukungan, motivasi, serta masukan
kepada penulis selama pengerjaan skripsi dan selama di bangku perkuliahan.
9. Teman-teman Farmasi 2010 “Andalusia” atas persaudaraan dan kebersamaan.
10. Laboran Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Kak Rahmadi, Kak Rani,
Kak Eris, Kak Tiwi, Kak Liken, dan Kak Lisna, yang dengan sabar
membantu penulis mempersiapkan alat dan bahan selama penelitian.
11. Kakak senior di Farmasi UIN Jakarta, Kak Sera Nur Agustin, Kak Alfrida,
Kak Irfan, Kak Muhammad Arif, Kak Agung Priyanto, Kak Indah Prihandini
dan kakak yang tidak bias disebutkan satu-persatu yang selalu memberikan
masukan dan nasihat juga membantu penulis dalam penelitian ini,
12. Semua pihak yang telah membantu selama penelitian dan penyelesaian
naskah skripsi baik secara langsung maupun tidak langsung yang namanya
tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda atas semua
bantuan, dan dukungan yang diberikan. Akhir kata dengan segala kerendahan hati,
penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih belum sempurna dan
banyak kekurangan. Oleh karena itu saran serta kritik yang membangun sangat
diharapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan
bagi pembaca pada umumnya. Amin Ya Robbal’alamin.

Jakarta, September 2014

Penulis

ix
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK

Sebagai sivitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah


Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Hanny Narulita


NIM : 1110102000062
Program Studi : Farmasi
Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Jenis karya : Skripsi

Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah


saya, dengan judul :

STUDI PRAFORMULASI EKSTRAK ETANOL 50% KULIT BUAH


MANGGIS (Garcinia mangostana L.)

untuk dipublikasi atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital
Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang – Undang
Hak Cipta.

Demikian pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan
sebenarnya.

Dibuat di : Jakarta
Pada Tanggal : 26 September 2014

Yang menyatakan,

(Hanny Narulita)

x
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... ii


HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS.......................................... iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIBING .............................................. iv
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ v
ABSTRAK ...................................................................................................... vi
ABSTRACT .................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR .................................................................................... viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ............... x
DAFTAR ISI ................................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiv
DAFTAR TABEL........................................................................................... xv
BAB 1. PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................... 3
1.3 Batasan Masalah.......................................................................... 3
1.4 Tujuan Penelitian ........................................................................ 3
1.5 Manfaat Penelitian ...................................................................... 4

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 5


2.1 Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) ................................ 5
2.1.1 Klasifikasi Tanaman ......................................................... 5
2.1.2 Nama Umum dan Daerah ................................................. 5
2.1.3 Morfologi .......................................................................... 6
2.1.4 Ekologi dan Penyebaran ................................................... 6
2.1.5 Kandungan Kimia ............................................................. 6
2.1.6 Khasiat dan Kegunaan ...................................................... 7
2.2 Xanton (9H-xanthen-9-on) ....................................................... 7
2.3 Alfa-mangostin .......................................................................... 8
2.4 Simplisia ..................................................................................... 9
2.4.1 Pengertian Simplisia ......................................................... 9
2.4.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Simplisia .... 10
2.5 Ekstraksi .................................................................................... 12
2.5.1 Pengertian Ekstraksi ......................................................... 12
2.5.2 Metode Ekstraksi .............................................................. 12
2.6 Ekstrak ....................................................................................... 14
2.7 Karakteristik Fisikokimia ........................................................ 14
2.8 Kelarutan ................................................................................... 15
2.9 Stabilitas ..................................................................................... 17
2.10 Spektrofotometer UV-Vis ......................................................... 19

BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN ...................................................... 21


3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ................................................. 21
3.2 Alat ............................................................................................. 21
3.3 Bahan .......................................................................................... 21
3.4 Prosedur Penelitian ................................................................... 21
xi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.4.1 Determinasi Tanaman ....................................................... 21
3.4.2 Pembuatan Simplisia ........................................................ 22
3.4.3 Ekstraksi Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) ........ 22
3.4.4 Perbandingan Pola KLT ................................................... 22
3.4.5 Penetapan Parameter Spesifik Ekstrak ............................. 23
3.4.6 Penetapan Parameter Non Spesifik Ekstrak ..................... 23
3.4.7 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum ..................... 25
3.4.7.1 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum
Ekstrak .................................................................. 25
3.4.7.2 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum
Standar Alfa-mangostin ........................................ 25
3.4.8 Penentuan Kadar Alfa-mangostin dalam Ekstrak ............. 25
3.4.8.1 Pembuatan Kurva Kalibrasi .................................. 25
3.4.8.2 Uji Kadar Alfa-mangostin dalam Ekstrak ............ 26
3.4.9 Uji Kelarutan Alfa-mangostin dalam Ekstrak .................. 26
3.4.10 Uji Stabilitas Alfa-mangostin dalam Ekstrak ................... 26
3.4.10.1 Uji Stabilitas Berdasarkan Suhu dan
Kelembaban Tertentu ....................................... 26
3.4.10.2 Uji Stabilitas Berdasarkan Perbedaan pH ........ 27

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 28


4.1 Hasil Detererminasi Tanaman ................................................. 28
4.2 Hasil Ekstraksi Kulit Buah Manggis ....................................... 28
4.3 Hasil Perbandingan Pola KLT ................................................. 28
4.4 Karakterisasi Ekstrak............................................................... 29
4.5 Hasil Penentuan Panjang Gelombang Maksimum ................ 32
4.5.1 Hasil Penentuan Panjang Gelombang Maksimum
Ekstrak .............................................................................. 32
4.5.2 Hasil Penentuan Panjang Gelombang Maksimum
Alfa-mangostin ................................................................. 33
4.6 Hasil Penentuan Kadar Alfa-mangostin ................................. 34
4.6.1 Kurva Kalibrasi Alfa-Mangostin ...................................... 34
4.6.2 Kadar Alfa-Mangostin dalam Ekstrak Etanol 50%
Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) .............. 34
4.7 Hasil Uji Kelarutan Alfa-Mangostin dalam Ekstrak............. 34
4.8 Hasil Uji Stabilitas Alfa-mangostin dalam Ekstrak pada
Suhu 45±5ºC dan Kelembaban 75±5% ................................... 34
4.9 Hasil Uji Stabilitas dalam Asam dan Basa ............................. 37

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 41


5.1 Kesimpulan ................................................................................ 41
5.2 Saran........................................................................................... 42

DAFTAR REFERENSI ................................................................................. 43

xii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Alur Penelitian ........................................................................ 49


Lampiran 2. Hasil Determinasi Tanaman ................................................... 50
Lampiran 3. Certificate of Analysis Alfa-Mangostin .................................. 51
Lampiran 4. Perhitungan Rendemen Ekstrak.............................................. 52
Lampiran 5. Hasil Penetapan Senyawa yang Terlarut dalam Etanol .......... 52
Lampiran 6. Hasil Penetapan Senyawa yang Terlarut dalam Air ............... 53
Lampiran 7. Perhitungan Bobot Jenis ......................................................... 54
Lampiran 8. Perhitungan Susut Pengeringan Ekstrak ................................. 55
Lampiran 9. Perhitungan Kadar Abu Ekstrak ............................................. 56
Lampiran 10. Hasil Perhitungan Kadar Abu Tidak Larut Asam .................. 57
Lampiran 11. Panjang Gelombang Ekstrak Etanol 50% Kulit Buah
Manggis .................................................................................. 58
Lampiran 12. Panjang Gelombang Alfa-Mangostin ..................................... 58
Lampiran 13. Perhitungan Pembuatan Larutan Standar Alfa-
mangostin................................................................................ 59
Lampiran 14. Data Absorbansi dan Grafik Kurva Kalibrasi
Alfa-Mangostin ....................................................................... 59
Lampiran 15. Perhitungan Kadar Alfa-mangostin di Dalam Ekstrak ........... 60
Lampiran 16. Kadar Alfa-Mangostin dalam Ekstrak Etanol 50% Kulit
Buah Manggis pada Uji Kelarutan dan Angka
Kelarutannya ........................................................................... 62
Lampiran 17. Perhitungan Kadar Alfa-Mangostin dalam Uji
Stabilitas pada Suhu 45±5ºC dan Kelembaban 75±5% .......... 63
Lampiran 18. Perhitungan Orde Reaksi ........................................................ 64
Lampiran 19. Hasil Analisis Statistik Uji Stabilitas pada Suhu
45±5ºC dan Kelembaban 75±5%............................................ 66
Lampiran 20. Alat dan Bahan yang Digunakan dalam Penelitian ................ 68

xiii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) .............................. 5


Gambar 2.2. Struktur Dasar Xanton ............................................................ 8
Gambar 2.3. Struktur Alfa-mangostin ......................................................... 9
Gambar 4.1. Hasil KLT Ekstrak dengan Pengeringan Vacuum, Tanpa
Pengeringan Vacuum dan Standar Alfa-mangostin ................ 29
Gambar 4.2. Panjang Gelombang Maksimum Ekstrak ............................... 33
Gambar 4.3. Panjang Gelombang Maksimum Alfa-mangostin .................. 33
Gambar 4.4. Kurva Kalibrasi Alfa-mangostin ............................................ 34
Gambar 4.5. Grafik Penurunan Kadar Alfa-mangostin selama 21 Hari...... 36
Gambar 4.6. Hasil KLT Uji Stabilitas dalam Asam dan Basa .................... 38

xiv
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Hasil Karakterisasi Parameter Spesifik Ekstrak.............................. 30


Tabel 4.2. Hasil Karakterisasi Parameter Nonspesifik Ekstrak ....................... 31
Tabel 4.3. Hasil Uji Stabilitas pada Suhu 45±5°C dan Kelembaban
75±5% ............................................................................................ 35
Tabel 4.4. Absorbansi Alfa-mangostin dalam Ekstrak dan Standar Alfa-
mangostin pada Uji Stabilitas Asam dan Basa ............................... 38

xv
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Garcinia mangostana L. atau yang umum disebut manggis
merupakan buah yang masuk ke dalam famili Clusiaceae, dengan komponen
terbesarnya adalah bagian kulitnya yaitu 70-75% dari total massa buah
(Iswarni, 2011). Di Thailand manggis dikenal dengan sebutan “queen of
fruits” dan merupakan tumbuhan tingkat tinggi yang digunakan secara
empiris sebagai pengobatan untuk infeksi kulit, obat luka, dan diare
(Jung et al., 2006). Di Amerika Serikat produk-produk yang dihasilkan dari
Garcinia mangostana L. telah banyak digunakan sebagai suplemen karena
kandungan antioksidannya yang tinggi (Jung et al., 2006). Dalam penelitian
terdahulu juga disebutkan bahwa kulit buah manggis mengandung senyawa
yang memiliki aktivitas farmakologi dan antioksidan. Senyawa tersebut di
antaranya adalah flavonoid, tanin dan xanton (Dungir et al., 2012).
Salah satu turunan xanton adalah alfa-mangostin. Alfa-mangostin
adalah senyawa mayor dari xanton yang memiliki aktivitas sebagai
antioksidan, antitumor, antiinflamasi, anti alergi, dan antibakteri. Aktivitas
yang paling banyak mendapatkan perhatian adalah aktivitasnya sebagai
antioksidan (Jung et al, 2006).
Weecharangsan et al. (2006) melakukan penelitian aktivitas
antioksidan beberapa ekstrak kulit buah manggis yaitu ekstrak air, etanol
50% dan 95%, serta etil asetat. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa
semua ekstrak mempunyai potensi sebagai penangkal radikal bebas, tetapi
ekstrak air dan etanol 50% mempunyai potensi paling besar, hal ini
dikarenakan xanton dan turunannya yang memberikan aktivitas antioksidan
merupakan senyawa fenolik yang bersifat polar hingga semipolar maka dari
itu larut baik dalam air dan etanol (Weecharangsan et al., 2006).
Berdasarkan hasil penelitian-penelitian tersebut, ekstrak kulit
manggis memiliki potensi yang baik untuk dijadikan sebagai sediaan
antioksidan. Sebelum dibuat menjadi sediaan, studi praformulasi dilakukan

1
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2

untuk mendapatkan informasi mengenai sifat –sifat bahan yang akan


digunakan (Singh et al., 2010).
Studi praformulasi adalah suatu investigasi sifat-sifat fisik dan kimia
zat aktif tunggal atau digabung dengan eksipien. Studi praformulasi
merupakan tahap pertama dalam pengembangan bentuk sediaan obat.
Tujuan menyeluruh dari studi praformulasi adalah menghasilkan informasi
yang berguna dalam mengembangkan sediaan yang stabil. Salah satu dari
studi praformulasi adalah analisis fisikokimia dari bahan baku yang akan
digunakan (Siregar, 2010).
Analisis sifat fisikokimia ekstrak dilakukan untuk mengetahui
parameter-parameter yang harus diketahui sebagai acuan dalam membuat
formulasi sediaan antioksidan lebih lanjut. Karakteristik ekstrak seperti
identitas, organoleptis, kadar senyawa dalam pelarut tertentu, kadar air,
kadar abu, bobot jenis, penentuan panjang gelombang maksimum dan uji
kelarutan dari bahan baku yang akan digunakan juga dibutuhkan untuk
mendapatkan formulasi yang mengacu pada sifat bahan baku sehingga
memperbaiki kualitas sediaan yang dihasilkan (Ansel, 1989).
Kelarutan suatu zat didefinisikan sebagai konsentrasi dari zat terlarut
di dalam larutan ketika kesetimbangan terjadi antara fase zat terlarut murni
dan fase larutan. Larutan sendiri didefinisikan sebagai suatu sistem dimana
molekul dari suatu zat terlarut dalam pembawanya (Liu, 2008). Suatu
sediaan obat untuk dapat memberikan efek harus melalui pelepasan dari
pembawanya kemudian melarut dan selanjutnya diabsorbsi. Profil kelarutan
suatu sediaan obat menjadi sangat penting untuk diketahui begitu pula
dengan bahan baku obat karena dalam memformulasikan suatu bahan obat
diperlukan nilai yang menjadi dasar suatu obat tersebut diformulasikan
dalam bentuk sediaan tertentu yang mengikuti sifat fisikokimia dari suatu
bahan baku obat (Martin, Swarbick, & Cammarata, 1990).
Studi praformulasi lain adalah stabilitas dari bahan baku. WHO
mendefinisikan bahwa stabilitas dari obat adalah kemampuan dari produk
farmasi dalam mempertahankan sifat-sifat fisika, kimia, biologi dan
biofarmasi selama batas yang ditentukan dalam penggunaannya. Beberapa

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


3

studi telah menyampaikan stabilitas obat-obatan, namun masalah stabilitas


pada ekstrak tidak sama. Mengukur stabilitas kimia ekstrak merupakan suatu
hal yang menarik untuk dilakukan karena memiliki sifat kimia yang
kompleks yang terdiri dari ratusan senyawa berbeda. Penilaian terhadap
stabilitas ekstrak tumbuhan memainkan peran penting dalam proses
pengembangan obat baru. Berbagai kondisi lingkungan, seperti cahaya,
panas dan kelembaban dapat secara signifikan mempengaruhi stabilitas
kimia dari obat dan bahan obat selama penyimpanan dan penggunaan
(Lopes et al., 2012).

1.2. Rumusan Masalah


Bagaimana sifat fisikokimia dan stabilitas ekstrak etanol 50% kulit
buah manggis (Garcinia mangostana L.) sebagai parameter dalam studi
praformulasi?

1.3. Batasan Masalah


Studi praformulasi yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi sifat
fisikokimia yaitu: identitas, organoleptik, senyawa yang terlarut dalam
pelarut tertentu, kadar abu, bobot jenis, susut pengeringan, kadar alfa-
mangostin dalam ekstrak dan uji kelarutan alfa-mangostin yang terkandung
dalam ekstrak etanol 50% kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.),
serta stabilitas pada suhu 45±5°C dengan kelembaban 75±5% dan degradasi
pH (asam dan basa) dari ekstrak etanol 50% kulit buah manggis
(Garcinia mangostana L.).

1.4. Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan studi praformulasi untuk
mengetahui sifat fisikokimia dan stabilitas ekstrak etanol 50% kulit buah
manggis (Garcinia mangostana L.).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


4

1.5. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang


dapat dijadikan acuan dalam memformulasikan ekstrak kulit buah manggis
(Garcinia mangostana L.).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Manggis (Garcinia mangostana L.)


2.1.1 Klasifikasi Tanaman
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub-divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Guttiferanales
Family : Guttiferae
Genus : Garcinia
Spesies : Garcinia mangostana L. (Hutapea, 1994)

Gambar 2.1. Buah Manggis (Garcinia mangostana L.)


[Sumber: Koleksi Pribadi]

2.1.2 Nama Umum dan daerah


Nama umum Garcinia mangostana L. di Indonesia adalah
manggis. Namun, manggis juga memiliki beragam nama daerah di
Indonesia, yaitu: Manggoita (Aceh), Gusteu (Gayo), Manggisto, Manggus,
atau Manggusta (Sumatra Utara), Magi (Nias), Lakopa, malakopa
(Mentawai), Manggista (Sumatra Barat), Manggusta, Manggustan
(Manado, Maluku, Makassar), Manggos (Minangkabau), Manggih
(Lampung), Manggus, Manggos (Madura), Mangghis (Bali), Manggis,
Manggista, Manggusta (Bima), Manggustang (Sulawesi Utara),

5
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
6

Manggastan (Gorontalo), Kirasa, Manggisi, Mangkosota (Bugis),


Manggisi (Roti), Mangustang (Halmahera, Ternate dan Tidore). Di negara
lain buah manggis dikenal dengan Mangistan (Belanda), Mangoustan
(Perancis), dan Mangosteen (Inggris) (Heyne, 1987).

2.1.3 Morfologi
Manggis memiliki tinggi sekitar 15 meter. Berbatang kayu bulat,
tegak, memiliki percabangan simodial dan berwarna hijau kotor. Berdaun
tunggal dengan bentuk lonjong, ujung meruncing, pangkal yang tumpul
dan tepi rata, pertulangan menyirip, panjang daun sekitar 20 sampai 25 cm
dengan lebar 6 hingga 9 cm, tebal dan tangkai berbentuk silinder berwarna
hijau. Manggis berbunga tunggal dan berkelamin dua berada di ketiak
daun dengan panjang sekitar 1 sampai 2 cm. Buahnya berbentuk bulat
dengan diameter 6 sampai 8 cm dan berwarna cokelat keunguan. Bijinya
bulat berwarna kuning dengan diameter 2 cm dan dalam satu buah terdapat
5 sampai 7 biji. Berakar tunggang dengan warna putih kecokelatan
(Hutapea, 1994).

2.1.4 Ekologi dan Penyebaran


Garcinia mangostana L. tumbuh baik pada iklim tropis yang
bercurah hujan tinggi per tahun dan banyak dijumpai di negara Asia
Tenggara seperti Indonesia, Thailand, Malaysia dan Filipina, kemudian
tersebar di benua Australia, Afrika dan Amerika (Morton, 1987).

2.1.5 Kandungan Kimia


Kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) mengandung
flavonoid, xanton dan derivatnya, dan tannin (Heyne, 1997; Soedibyo,
1998). Senyawa metabolit sekunder yang bersifat bioaktif terbesar adalah
senyawa xanton dan turunannya. Alfa-mangostin (α-mangostin) dan
gamma-mangostin (γ-mangostin) merupakan senyawa bioaktif xanton
yang utama (Jung et al., 2006). Senyawa xanton lain yang terdapat dalam
kulit buah manggis adalah β-mangostin, gartanin, 8-deoxygartanin,

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


7

garcinone A, B, C, D dan E, mangostinon, dan isomangostin (Obolskiy et


al., 2009; Ji et al., 2007; Walker, 2007).
Senyawa xanton yang terkandung di dalam kulit buah manggis ini
merupakan senyawa fenolik yang tergolong dalam kelas polifenol, yang
memiliki aktivitas antioksidan dan manfaat lainnya dalam bidang
kesehatan (Ji et al., 2007; Walker, 2007).

2.1.6 Khasiat dan Kegunaan


Kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) memiliki aktivitas
antioksidan (Yu, Zhao M., Yang, & Zhao Q., Jiang, 2006), antibakteri
(Torrungruang, Piraporn, & Suchada, 2007), antiinflamasi dan antialergi
(Nakatani et al., 2002), antifungi (Suksamrarn et al., 2003), serta aktivitas
antikanker; diantaranya kanker hepatoseluler, kanker payudara
(Moongkarndi, Kosem, Lurantana, Jogsonboonkusol, Pongpan, &
Neungton, 2004), dan leukemia (Matsumoto et al., 2004).

2.2 Xanton (9H-xanthen-9-one)


Xanton adalah kelompok senyawa bioaktif yang mempunyai
struktur cincin 6 karbon dengan kerangka karbon lengkap. Struktur ini
menjadikan xanton bersifat stabil. Xanton tergolong derivat dari difenil-γ-
pyron, yang memiliki nama IUPAC 9H-xantin-9-on. Xanton terdistribusi
luas pada tumbuhan tingkat tinggi, tumbuhan paku, jamur dan lumut.
Sebagian besar xanton ditemukan pada tumbuhan tingkat tinggi yang dapat
diisolasi dari empat suku yaitu Guttiferae (Clusiaceae), Moraceae,
Polygalaceae dan Gentianaceae (Sluis, 1985).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


8

Gambar 2. 2. Struktur Dasar Xanton


[Sumber: Chaverri et al., 2008]

Menurut Obolskiy et al. (2009) xanton merupakan kelas utama


fenol dalam tanaman. Xanton memiliki kandungan senyawa yang meliputi
mangostin, mangostenol, mangostinon A, mangostenon B,
trapezifolixanton, tovophyllin B, α-mangostin, γ-mangostin, β-mangosteen,
garcinon B, mangostanol, flavonoid epicatechin, dan gartanin. Turunan
xanton yang paling banyak terdapat dalam kulit manggis (mayor
compound) adalah α-mangostin. Selain komposisinya yang paling banyak,
α-mangostin juga memiliki aktivitas biologi yang paling baik
(Parveen et al., 1991).
Xanton yang telah diisolasi dari kulit, buah, kulit kayu, dan daun
manggis (Garcinia mangostana L.) dalam beberapa studi menunjukkan
bahwa xanton yang terkandung tersebut memiliki aktivitas farmaologi
(Suksamram et al., 2006). Antioksidan, antitumoral, anti inflamasi,
antialergi, antifungi, dan antivirus adalah beberapa aktivitas farmakologi
yang telah dilaporkan terdapat dalam xanton yang diisolasi dari manggis
(Chaverri et al., 2008).

2.3 Alfa Mangostin


Alfa mangostin merupakan derivat xanton yang memiliki rumus
molekul C23H26O6 dengan berat molekul sebesar 410.45964. Alfa
mangostin memilki nama IUPAC 1,3,6-Trihydroxy-7-methoxy-2,8-bis(3-
methylbut-2-en-1-yl)-9H-xanthen-9-one.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


9

Gambar 2. 3. Struktur Alfa-Mangostin


[Sumber: PubChem]

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Chaverri et al. (2008)


disebutkan bahwa alfa-mangostin memiliki berbagai macam bioaktivitas
dan merupakan mayor compound dalam ekstrak kulit manggis, alfa
mangostin memiliki aktivitas sebagai antioksidan, anti-inflamasi, anti-
malaria, antitumor, anti-alergi, anti-bakteri dan antifungi
(Pothitirat et al., 2009). Penelitian lain menyebutkan bahwa alfa-mangostin
memiliki aktivitas anti-inflamasi sebaik aktivitasnya sebagai antikanker
(Wang et al., 2012).

2.4 Simplisia
2.4.1 Pengertian Simplisia
Simplisia adalah bahan alam yang digunakan sebagai obat dan
belum mengalami pengolahan apapun juga, dan kecuali dinyatakan lain,
berupa bahan yang telah dikeringkan. Simplisia dibedakan menjadi tiga
golongan, yaitu simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia
pelican/mineral. Simplisia nabati adalah simplisia yang dapat berupa
tanaman utuh, bagian tanaman, eksudat tanaman, atau gabungan antara
ketiganya. Eksudat tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar dari
tanaman atau dengan cara tertentu sengaja dikeluarkan dari selnya, eksudat
tanaman dapat berupa zat-zat atau bahan-bahan nabati lainnya yang dengan
cara tertentu dipisahkan atau diisolasi dari tanamannya.
Simplisia tidak boleh mengandung organisme patogen dan harus
bebas dari cemaran mikroorganisme, serangga, dan binatang lain maupun
kotoran hewan. Simplisia tidak boleh menyimpang bau dan warnanya, tidak
boleh mengandung lendir, atau menunjukkan kerusakan. Sebelum
diserbukkan, simplisia nabati dibebaskan dari pasir, debu, atau pengotor

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


10

lain yang berasal dari tanah maupun benda organik asing


(Depkes RI, 1995).

2.4.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Simplisia


Kualitas simplisia dipengaruhi oleh faktor bahan baku dan proses
pembuatannya.
a. Bahan baku simplisia
Berdasarkan bahan bakunya, simplisia dapat diperoleh dari tanaman
liar atau dari tanaman yang dibudidayakan. Jika simplisia diambil dari
tanaman budidaya maka keseragaman umur, masa panen dan galur (asal
usul, garis keturunan) tanaman dapat dipantau. Sementara jika diambil dari
tanaman liar maka banyak kendala dan variabilitas yang tidak bisa
dikendalikan seperti asal tanaman, umur dan tempat tumbuh.
b. Proses pembuatan simplisia
Dasar pembuatan simplisia meliputi beberapa tahapan. Adapun
tahapan tersebut dimulai dari pengumpulan bahan baku, sortasi basah,
pencucian, pengubahan bentuk, pengeringan, sortasi kering, pengepakan,
dan penyimpanan.
1. Pengumpulan bahan baku
Tahapan pengumpulan bahan baku sangat menentukan kualitas bahan
baku. Faktor yang paling berperan dalam tahap ini adalah masa panen.
2. Sortasi basah
Sortasi basah adalah pemilahan hasil panen ketika tanaman masih segar.
Sortasi basah dilakukan terhadap tanah dan kerikil, rumput-rumputan,
bahan tanaman lain atau bagian lain dari tanaman yang tidak digunakan,
dan bagian tanaman yang rusak.
3. Pencucian
Pencucian dilakukan untuk membersihkan kotoran yang melekat,
terutama bahan-bahan yang berasal dari dalam tanah dan juga bahan-
bahan yang tercemar pestisida.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


11

4. Pengeringan
Proses pengeringan simplisia terutama bertujuan untuk menurunkan
kadar air sehingga bahan tersebut tidak mudah ditumbuhi kapang dan
mikroorganisme lain, menghilangkan aktivitas enzim yang bisa
menguraikan lebih lanjut kandungan zat akif, serta memudahkan dalam
hal pengelolaan proses selanjutnya (lebih ringkas, mudah disimpan,
tahan lama, dan sebagainya). Faktor yang mempengaruhi pengeringan
diantaranya adalah waktu pengeringan, suhu pengeringan, kelembaban
udara disekitar bahan, kelembaban bahan atau kandungan air dari
bahan, ketebalan bahan yng dikeringkan, luas permukaan bahan, dan
sirkulasi udara.
5. Sortasi kering
Sortasi kering adalah pemilihan bahan setelah mengalami proses
pengeringan. Pemilihan dilakukan terhadap bahan-bahan yang terlalu
gosong dan bahan yang rusak.
6. Penyimpanan
Setelah tahap pengeringan dan sortasi kering selesai maka simplisia
perlu ditempatkan dalam suatu wadah tersendiri dan disimpan di tempat
yang memenuhi persyaratan. Faktor-faktor yang mempengaruhi
penyimpanan adalah cahaya, oksigen atau sirkulasi udara, reaksi kimia
yang terjadi antara kandungan aktif dengan wadah, penyerapan air,
kemungkinan terjadinya proses dehidrasi, pengotoran dan atau
pencemaran, baik yang diakibatkan oleh serangga, kapang, atau
pengotor lain. Persyaratan wadah untuk penyimpanan simplisia adalah
harus inert (tidak mudah bereaksi dengan bahan lain); tidak beracun;
mampu melindungi bahan simplisia dari cemaran mikroba, kotoran, dan
serangga; mampu melindungi bahan simplisia dari penguapan
kandungan zat aktif, pengaruh cahaya, oksigen dan uap air
(Gunawan dan Sri Mulyani, 2004).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


12

2.5 Ekstraksi
2.5.1 Pengertian Ekstraksi
Ekstraksi adalah teknik pemisahan suatu senyawa berdasarkan
perbedaan distribusi zat terlarut di antara dua pelarut yang saling
bercampur. Pada umumnya zat terlarut yang diekstraksi bersifat tidak larut
atau larut sedikit dalam suatu pelarut tetapi mudah larut dengan pelarut lain.
Metode ekstraksi yang tepat ditentukan oleh tekstur kandungan air bahan-
bahan yang akan diekstrak dan senyawa-senyawa yang akan diisolasi
(Harborne, 1996).
Sumber lain menyatakan ekstraksi sebagai proses penarikan
komponen/zat aktif suatu simplisia dengan menggunakan pelarut tertentu.
Prinsip ekstraksi adalah melarutkan senyawa sesuai dengan kelarutannya
pada pelarut yang sesuai, senyawa polar dalam pelarut polar dan senyawa
nonpolar dalam pelarut nonpolar. Secara umum ekstraksi dilakukan secara
berturut-turut mulai dengan pelarut nonpolar (n-heksan) lalu pelarut yang
kepolarannya menengah (diklorometan atau etil asetat) kemudian pelarut
yang bersifat polar (metanol atau etanol).

2.5.2 Metode Ekstraksi


Depkes (2000), membagi beberapa metode ekstraksi dengan
menggunakan pelarut yaitu:
1) Cara dingin
a. Maserasi
Maserasi ialah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada
temperatur ruang (kamar). Secara teknologi termasuk ekstraksi
dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan.
Maserasi kinetik berarti dilakukan pengadukan yang berulang (terus-
menerus). Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan
pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan
seterusnya.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


13

b. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai
sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada
temperatur ruangan. Proses ini terdiri dari tahapan pengembangan
bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya
(penetesan/penampungan ekstrak), terus menerus sampai diperoleh
ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan.
2) Cara Panas
a. Refluks
Refluks merupakan ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik
didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang
relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan
pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga
dapat termasuk proses ekstraksi sempurna.
b. Sokletasi
Sokletasi ialah ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang selalu
baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi
ekstraksi kontinyu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan
adanya pendinginan balik.
c. Digesti
Digesti merupakan maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinyu)
pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar),
yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50oC.
d. Infusa
Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas
air mendidih, temperatur terukur 90oC-98oC selama waktu tertentu
(15-20 menit).
e. Dekok
Dekok adalah infusa dengan waktu yang lebih lama (lebih dari 30
menit) dan temperatur sampai titik didih air.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


14

2.6 Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair yang diperoleh
dengan cara mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia menggunakan
pelarut yang sesuai kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan
dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga
memenuhi baku yang telah ditetapkan (Depkes RI, 2000).
Ekstrak cair adalah sediaan dari simplisia nabati yang mengandung
etanol sebagai pelarut atau sebagai pengawet. Jika tidak dinyatakan lain
pada masing-masing monografi tiap millimeter ekstrak mengandung
senyawa aktif dari 1 gram simplisia yang memenuhi syarat. Ekstrak cair
yang cenderung membentuk endapan dapat didiamkan dan disaring atau
bagian yang bening di enap tuangkan (Depkes RI, 2000).
Ekstrak kental merupakan massa kental yang mengandung
bermacam konsentrasi dan kekuatan bahan berkhasiat serta dapat
disesuaikan dengan penambahan bahan aktif alam atau dengan penambahan
bahan inert seperti dekstrin, laktosa, dan sebagainya. Ekstrak kental
diperoleh dari ekstrak cair yang diuapkan larutan penyarinya secara hati-
hati (Agoes, 2007).

2.7 Karakteristik Fisikokimia (Ansel, 1989)


Setiap bahan obat memiliki ciri-ciri kimia dan fisika tersendiri yang
menjadikannya unik. Ciri-ciri ini digunakan dalam menyusun standar
identifikasi bahan untuk pengujian. Untuk setiap bahan obat, monografi
resmi menunjukkan standar fisika dan kimia yang tepat, uji dan tata cara
pengujian yang harus dipenuhi.
Ciri-ciri kimia dan fisika yang unik dari suatu bahan obat ditentukan
bukan oleh uji analisis dan metode yang digunakan untuk identifikasinya
serta pengujiannya, tapi mempunyai sangkut paut dengan formulasi, bentuk
sediaan, kestabilan, efektivitas dan keamanan. Bahan obat harus tetap stabil
untuk jangka waktu umur produk yang sesuai dengan yang ditentukan,
harus sesuai dengan semua komponen-komponen lainnya dalam formulasi
dan harus terpelihara aktivitas biologinya. Diantara bahan-bahan obat yang

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


15

termasuk fisikokimia yang dipertimbangkan dalam pembuatan formulasi


bentuk-bentuk sediaan adalah:
a. Daya larut
Suatu bahan obat yang diberikan dengan cara apapun harus memiliki
daya larut dalam air untuk kemajuan terapeutiknya. Senyawa-senyawa
yang relatif tidak dapat dilarutkan mungkin memperlihatkan absorpsi
yang tidak sempurna atau tidak menentu, sehingga menghasilkan
respons terapeutik yang minimum, maka pemilihan bentuk sediaan
harus mengikuti sifat kelarutan dari bahan tersebut.
b. Stabilitas
Stabilitas fisik dan kimia bahan obat baik tersendiri maupun bersama-
sama dengan bahan tambahan dalam formulasi merupakan kriteria yang
paling penting untuk berhasilnya suatu produk obat. Penyelidikan
stabilitas obat dengan macam-macam bahan farmasetiknya juga penting
untuk menentukan stabilitas kimia dan fisika serta mempersatukannya
sebelum memformulasikannya menjadi bentuk-bentuk sediaan.

2.8 Kelarutan
Kelarutan didefinisikan secara kuantitatif sebagai konsentrasi zat
terlarut dalam larutan jenuhnya pada temperatur tertentu sedangkan secara
kualitatif didefinisikan sebagai interaksi spontan dari dua atau lebih zat
untuk dispersi molekular yang homogen. Kelarutan suatu senyawa
bergantung pada sifat fisika dan kimia zat terlarut dan pelarut, temperatur,
tekanan, dan pH larutan (Martin, Swarbick & Cammarata 1990). Menurut
Farmakope Indonesia edisi IV kelarutan adalah zat dalam bagian tertentu
pelarut kecuali dinyatakan lain menunjukkan bahwa 1 bagian bobot zat
padat atau 1 bagian volume zat cair larut dalam bagian volume tertentu
pelarut (Depkes RI, 1995).
Suatu larutan jenuh adalah larutan yang terjenuhkan dengan zat
terlarut sehingga tidak dapat melarutkan lagi zat tersebut (saturated
solution). Larutan tidak jenuh adalah larutan yang belum jenuh dengan zat
terlarut sehingga masih dapat melarutkan lagi zat tersebut (unsaturated

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


16

solution). Sedangkan larutan lewat jenuh (supersaturated solution) adalah


larutan yang kandungan zat terlarutnya lebih tinggi daripada kandungan
dalam larutan jenuh pada temperatur yang sama, biasanya diperoleh dengan
mendinginkan larutan jenuh dengan perlahan-lahan (Pudjaatmaka, 1989).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan suatu zat aktif adalah:
a. Pengaruh pH
Zat aktif yang sering digunakan di dalam dunia pengobatan adalah
senyawa organik yang bersifat asam atau basa lemah. Kelarutan asam-
asam organik lemah seperti barbiturat dan sulfonamida dalam air akan
bertambah dengan meningkatnya pH, karena terbentuk garam yang
mudah larut air. Sedangkan basa-basa organik lemah seperti alkaloid
dan anastetik lokal pada umumnya sukar larut dalam air. Apabila pH
larutan diturunkan dengan penambahan asam kuat, maka akan terbentuk
garam yang mudah larut air.
b. Suhu
Kelarutan zat padat dalam pelarut ideal tergantung pada suhu dan titik
leleh zat padat tersebut. Pengaruh suhu terhadap kelarutan zat dalam
larutan ideal mengacu pada persamaan Van’t Hoff.
c. Jenis pelarut
Kelarutan suatu zat dipengaruhi oleh polaritas pelarut. Pelarut polar
akan melarutkan zat-zat polar dan ionik, begitu pula sebaliknya.
Kelarutan zat juga bergantung pada struktur zat seperti perbandingan
gugus polar dan non polar dari suatu molekul. Makin panjang rantai
gugus non polar suatu zat maka semakin sukar zat tersebut larut dalam
air. Menurut Hildebrane, kemampuan zat terlarut untuk membentuk
ikatan hidrogen lebih penting daripada kepolaran suatu zat.
d. Bentuk dan ukuran partikel
Kelarutan suatu zat akan meningkat dengan berkurangnya ukuran
partikel zat tersebut. Konfigurasi molekul dan susunan kristal juga
berpengaruh terhadap kelarutan zat. Partikel berbentuk tidak simetris
lebih mudah larut bila dibandingkan dengan partikel berbentuk simetris.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


17

e. Konstanta dielektrik bahan pelarut


Kelarutan suatu zat sangat dipengaruhi polaritas bahan pelarut. Pelarut
polar mempunyai konstanta dielektrik yang tinggi sehingga dapat
melarutkan zat-zat yang bersifat polar, sedangkan zat-zat nonpolar
sukar larut di dalamnya. Demikian pula sebaliknya zat-zat yang polar
sukar larut di dalam bahan pelarut nonpolar. Konstanta dielektrik adalah
suatu besaran tanpa dimensi dan merupakan rasio antara kapasitas
elektrik medium (Cx) terhadap vakum (Cv).
Besarnya konstanta dielektrik menurut Moor dapat diatur dengan
menambahkan bahan pelarut lain. Suatu zat lebih mudah larut dalam
pelarut campuran dibandingkan dengan pelarut tunggalnya yang disebut
dengan co-solvency, sedangkan bahan pelarut di dalam pelarut campur
yang mampu meningkatkan kelarutan zat disebut co-solvent. Co-solvent
yang umum digunakan adalah etanol, gliserin dan propilen glikol.

2.9 Stabilitas
Stabilitas didefinisikan sebagai kemampuan suatu produk bahan
obat, obat atau kosmetik untuk bertahan dalam spesifikasi yang diterapkan
sepanjang periode penyimpanan dan penggunaan untuk menjamin identitas,
kekuatan, kualitas, dan kemurnian produk (Djajadisastra, 2004). Sedangkan
Carstensen dan Rhodes (2000) mendefinisikan sebagai kemampuan suatu
produk obat untuk bertahan dalam batas spesifikasi yang ditetapkan
sepanjang periode penyimpanan dan penggunaan untuk menjamin identitas,
kekuatan, kualitas dan kemurnian produk tersebut. Sediaan obat yang stabil
adalah suatu sediaan yang masih berada dalam batas yang dapat diterima
selama periode penyimpanan dan penggunaan, dimana sifat dan
karakterisiknya sama dengan yang dimilikinya pada saat diproduksi
(Carstensen dan Rhodes, 2000).
Uji stabilitas adalah serangkaian pengujian yang dirancang untuk
mendapatkan informasi mengenai stabilitas produk farmasi dalam rangka
menetapkan masa edar dan periode penggunaan dalam kemasan dan
kondisi penyimpanan (Syahputri, 2005). Uji stabilitas merupakan bagian

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


18

yang penting dalam program uji bahan obat karena ketidakstabilan dari
produk ditentukan oleh tiga syarat utama yaitu kualitas, efikasi dan
keamanan (Carstensen dan Rhodes, 2000). Uji stabilitas dipercepat adalah
uji yang dirancang untuk meningkatkan laju degradasi kimia dan perubahan
fisika obat dengan membuat suatu kondisi penyimpanan yang dilebihkan.
Uji ini merupakan bagian dari program uji stabilitas resmi. Data yang
diperoleh dari uji ini dapat digunakan untuk menilai efek kimia jangka
panjang dalam kondisi penyimpanan biasa dan untuk mengevaluasi dampak
penyimpangan jangka pendek di luar kondisi penyimpanan. Hasil studi uji
stabilitas dipercepat tidak selalu dapat memprediksi perubahan fisika
(Syahputri, 2005).
Sifat fisik zat aktif seperti kelarutan, pKa, titik cair, bentuk kristal,
dan kandungan keseimbangan lembab juga mempengaruhi stabilitasnya.
Studi stabilitas harus didesain untuk mengidentifikasi berbagai faktor yang
menyebabkan degradasi zat aktif. Panas dan lembab dapat menyebabkan
suatu bahan cenderung bereaksi dengan oksigen lebih cepat, sebaliknya
kehadiran lembab membuat suatu zat lebih labil terhadap panas. Dalam
melakukan studi stabilitas, ketika stabilitas dipengaruhi oleh lebih dari satu
faktor, studi satu faktor pada satu waktu dan mempertahankan faktor yang
lain dianjurkan untuk dilakukan (Siregar, 2010).
Stabilitas obat dan bahan obat perlu diperhatikan untuk
mengurangi terjadinya penguraian pada zat yang terkandung di dalamnya,
sehingga dapat mengakibatkan tidak tercapainya efek terapi atau
memberikan efek lainnya. Beberapa jenis penguraian yang terjadi adalah :
1. Kimia
Degradasi kimia, hal ini terjadi karena bahan yang terkandung di dalam
obat atau bahan obat mengalami degradasi kimia.
2. Fisika
Degradasi fisika dapat tejadi karena berbagai faktor dan hingga saat ini
belum diketahui secara lengkap penyebab terjadinya degradasi fisika.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


19

3. Biologi
Degradasi biologi disebabkan oleh pertumbuhan mikroorganisme yang
menyebabkan masalah stabilitas.
4. Kombinasi
Degradasi ini disebabkan oleh adanya interaksi antara obat dengan
tubuh manusia yang memberikan efek, baik itu efek terapi maupun
toksik. Hal tersebut tergantung kepada stabilitas dari obat tersebut.

2.10 Spektrofotometer UV-VIS (Harmita, 2006)


Spektrum UV-Vis merupakan hasil interaksi antara radiasi
elektromagnetik (REM) dengan molekul. Radiasi elektromagnetik
merupakan bentuk energi radiasi yang mempunyai sifat gelombang dan
partikel (foton). Karena bersifat sebagai gelombang, maka ada parameter-
parameter yang perlu diketahui, antara lain panjang gelombang (λ),
frekuensi (υ), bilangan gelombang (v), dan serapan (A). REM memiliki
vektor listrik dan magnet yang bergetar dalam bidang yang tegak lurus satu
sama lain dan masing-masing tegak lurus pada arah perambatan radiasi.
Spektrofotometer dapat digunakan untuk mengukur besarnya energi
yang diabsorpsi atau diteruskan. Jika radiasi yang monokromatik melewati
larutan yang mengandung zat yang dapat menyerap, maka radiasi ini akan
dipantulkan, diabsorpsi oleh zatnya, dan sisanya akan ditransmisikan.
Spektrofotometer UV-Vis digunakan terutama untuk analisa kuantitatif,
tetapi dapat pula untuk analisa kualitatif. Hal-hal yang perlu diperhatikan
untuk analisa kualitatif antara lain membandingkan λ maksimum,
membandingkan serapan, daya serap, dan spektrum serapannya. Untuk
analisa kuantitatif langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah pembuatan
spektrum serapan dan pembuatan kurva kalibrasi yang diukur pada λ
maksimum.
Pembuatan spektrum serapan bertujuan untuk memperoleh panjang
gelombang maksimum dari senyawa tersebut. Faktor-faktor yang
mempengaruhi spektrum serapan adalah jenis pelarut, pH larutan, kadar

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


20

larutan, tebal larutan dan lebar celah. Panjang gelombang maksimum


digunakan pada penetapan kadar dengan alasan :
1. Pada λ maksimum diperoleh serapan maksimum, dimana perubahan
serapan karena konsentrasi juga maksimum, sehingga menghasilkan
kepekaan dan keakuratan yang lebih tinggi.
2. Pada λ maksimum ini, daya serap juga relatif konstan sehingga
diperoleh kurva kalibrasi yang linier.
3. Pada λ maksimum bentuk serapan umumnya landai, sehingga kesalahan
penempatan atau pembacaan panjang gelombang dapat diabaikan.
Lambert dan Beer telah menurunkan secara empirik hubungan
antara intensitas cahaya yang ditransmisikan dengan tebalnya larutan dan
hubungan antara intensitas tadi dengan konsentrasi zat. Hukum Labert-Beer
(Harmita, 2006) :
𝐼𝑜
𝐴 = 𝑙𝑜𝑔 = 𝛾. 𝑏. 𝑐 = 𝑎. 𝑏. 𝑐
𝐼𝑡
Keterangan : A = serapan
Io = intensitas sinar yang datang
It = intensitas sinar yang diteruskan
γ= absorbtivitas molekuler (mol.cm.It-1)
a = daya serap (g.cm. It-1)
b = tebal larutan/kuvet

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di laboratorium Penelitian I, Penelitian II, Kimia
Obat, dan Sediaan Steril yang dimulai pada bulan Januari hingga
September 2014.

3.2 Alat
Becker glass (Pyrex), corong (Pyrex), grinding mill (Honda), pisau, gelas
ukur (Pyrex), erlenmeyer (Pyrex), piknometer (Pyrex), cawan penguap,
cawan porselen, botol timbang (Pyrex), kertas saring (Whatmann), botol
gelap, evaporator (EYELA), destilator (Barnstead-Electrothermal), oven
(Memmert), furnace (Thermolyne), timbangan (AND GN-202), penangas
air (Memmert), batang pengaduk, spatula, labu ukur (Pyrex), vial, tabung
reaksi, labu bersumbat (Pyrex), desikator (Duran), oven vakum, hotplate
(Maspion), pH meter (Navi@).

3.3 Bahan
Buah manggis (Garcinia mangostana L.) yang diperoleh dari perkebunan
manggis di Pariaman, Sumatra Barat, etanol 70% (Merck), aquadest,
kloroform (Merck), metanol pro analisa (Merck), besi (III) klorida (Merck),
standar baku alfa mangostin (Biopurify), NaOH 5 M (Merck), HCl 5 M
(Merck), NaCl (Merck).

3.4 Prosedur Penelitian


3.4.1 Determinasi Tanaman
Sebelum dilakukan penelitian terhadap tumbuhan, determinasi
dilakukan untuk mengidentifikasi jenis dan memastikan kebenaran sumber
yang digunakan. Determinasi dilakukan di Herbarium Bogoriense, Puslit
Bidang Botani LIPI Cibinong.

21
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
22

3.4.2 Pembuatan Simplisia


Buah manggis yang telah matang diambil kulitnya, dilakukan
sortasi basah terhadap kulit buah manggis, kemudian dicuci menggunakan
air mengalir dan disikat kulit bagian luar, kemudian ditiriskan. Kulit
manggis tersebut dipotong-potong tipis-tipis lalu dikeringkan dengan cara
dikering-anginkan. Setelah kering, dilakukan sortasi kering untuk
menghilangkan pengotor yang masih tersisa pada simplisia kering.
Kemudian dihaluskan menggunakan grinding mill hingga menjadi serbuk.
Serbuk simplisia disimpan di dalam wadah yang baik sehingga tidak
terkontaminasi oleh lingkungan.

3.4.3 Ekstraksi Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.)


Serbuk kulit manggis sebanyak 4000 gram dimasukkan ke dalam
botol cokelat untuk dimaserasi kemudian direndam menggunakan etanol
50% hingga seluruh massa simplisia terendam ± 2,5 cm di atas permukaan
simplisia. Maserasi dilakukan selama 3 hari hingga 3 kali pengulangan.
Kemudian maserat tersebut disaring menggunakan kertas saring. Ekstrak
cair tersebut kemudian dievaporasi menggunakan vacuum rotary
evaporator pada suhu 45-50 °C hingga didapatkan ekstrak dengan tidak
ada lagi pelarut yang teruapkan. Pengeringan dilanjutkan menggunakan
oven vakum pada suhu 45 °C hingga didapatkan ekstrak kental
(Weecharangsan et al., 2006).

3.4.4 Perbandingan Pola KLT


Sebanyak 5,0 mg ekstrak dilarutkan dalam 5 mL pelarut (1000 ppm)
dan 1,0 mg standar alfa-mangostin dalam 1 mL metanol, dengan fase diam
berupa silika gel (Si60F254) dan fase gerak berupa campuran
kloroform:etilasetat:metanol dengan perbandingan 8:1:0,5
(Rismana et al., 2013). Masing-masing larutan ekstrak dan standar alfa-
mangostin ditotolkan pada plat KLT kemudian dielusi dengan fase
geraknya. Selanjutnya pemisahan senyawa yang terjadi diamati
menggunakan sinar UV pada panjang gelombang 254 dan 365 nm.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


23

3.4.5 Penetapan Parameter Spesifik Ekstrak


1. Identitas (Depkes RI, 2000).
Deskripsi tata nama (nama ekstrak, nama latin tumbuhan, bagian
tumbuhan yang digunakan).
2. Organoleptik, yaitu dengan pengamatan secara fisik menggunakan
panca indra, yang diamati adalah bentuk, warna, bau dan rasa
(Depkes RI, 2000).
3. Senyawa terlarut dalam pelarut tertentu (Depkes RI, 2000;
Saifudin et al., 2011)
a. Kadar Senyawa Larut dalam Air
Sejumlah 5 g ekstrak dimaserasi dalam labu tersumbat dengan 100
mL air-kloroform LP (2,5 kloroform dimasukkan dalam labu ukur 1000
mL dan ditambahkan air hingga tanda batas). Kemudian didiamkan
selama 24 jam sambil berkali-kali dikocok selama 6 jam pertama dan
dibiarkan selama 18 jam lalu disaring. Filtrat sebanyak 20 mL diuapkan
dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara pada suhu 105 °C
hingga bobot tetap.
b. Kadar Senyawa Larut dalam Etanol
Sejumlah 5 g ekstrak dimaserasi dalam labu bersumbat dengan 100
mL etanol 95%. Kemudian didiamkan selama 24 jam sambil berkali-
kali dikocok selama 6 jam pertama, kemudian didiamkan selama 18 jam
dan disaring cepat untuk menghindari penguapan etanol. Filtrat
sebanyak 20 mL diuapkan dalam cawan dangkal berdasar rata yang
telah ditara suhu 105 °C hingga bobot tetap.

3.4.6 Penentuan Parameter Non Spesifik Ekstrak (Depkes RI, 2000;


Saifudin et al., 2011)
1. Kadar Abu
a. Penetapan kadar abu total
Sebanyak 2 gram ekstrak ditimbang dan dimasukkan ke dalam
wadah yang sebelumnya telah ditimbang dan ditara terlebih dahulu.
Setelah itu dipijarkan dalam furnace (tanur) dengan temperatur 600±25
°C hingga arang habis dan yang tersisa adalah abu putih, kemudian

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


24

ditimbang hingga bobot tetap. Persyaratan kadar abu total adalah tidak
lebih dari 16,6%. Perhitungan kadar abu
𝑊1 − 𝑊2
% 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑏𝑢 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 𝑥 100 %
𝑊
Keterangan :
W = bobot ekstrak awal (gram)
W1 = bobot cawan + ekstrak setelah diabukan (gram)
W2 = bobot cawan kosong (gram)
b. Penetapan kadar abu tidak larut asam
Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu dididihkan dengan
asam sulfat encer selama 5 menit kemudian campuran disaring dengan
kertas saring bebas abu dan residunya dibilas dengan air panas. Abu
yang tersaring dan kertas saringnya dimasukkan kembali ke dalam
wadah yang sama lalu diabukan kembali pada temperatur 600±25 °C
hingga yang tersisa adalah abu putih, kemudian ditimbang hingga bobot
tetap. Persayaratan kadar abu tidak larut asam adalah tidak lebih dari
0,7%.

2. Bobot Jenis
Penetapan bobot jenis menggunakan piknometer yang bersih, kering
dan telah dikalibrasi selanjutnya ditimbang terlebih dahulu (W0).
Piknometer tersebut diisi dengan air yang baru dididihkan kemudian
didinginkan hingga suhu 25 °C lalu ditimbang (W1). Ekstrak cair lalu
dimasukkan ke dalam piknometer kosong, buang kelebihan ekstrak, atur
suhu piknometer yang telah diisi hingga 25 °C kemudian ditimbang
(W2).
𝑊2 − 𝑊0
𝑑=
𝑊1 − 𝑊0
Keterangan :
d = bobot jenis
W0 = bobot piknometer kosong (gram)
W1 = bobot piknometer + air (gram)
W2 = bobot piknometer + ekstrak (gram)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


25

3. Susut Pengeringan (Depkes RI, 1995).


Susut pengeringan adalah kadar bagian yang menguap dari suatu zat.
Kecuali dinyatakan lain, suhu penetapan adalah 105 °C dan susut
pengeringan ditetapkan sebagai berikut: ditimbang seksama 1 gram zat
dalam botol timbang dangkal bertutup yang sebelumnya telah
dipanaskan pada suhu penetapan selama 30 menit dan telah ditara. Zat
diratakan dalam botol timbang dengan menggoyangkan botol hingga
menjadi lapisan setebal lebih kurang 5-10 mm. Botol kemudian
dimasukkan ke dalam oven dengan tutup botol dibuka. Pengeringan
dilakukan pada suhu 105ºC hingga bobot tetap. Lalu botol dalam
keadaan tertutup dibiarkan mendingin dalam desikator hingga suhu
kamar.

3.4.7 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum (Abdalrahim F. A.


Aisha, 2013)
3.4.7.1 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Ekstrak
Penentuan spektrum ekstrak didapatkan dengan melarutkan ekstrak
sebanyak 25 mg dalam 50 mL metanol, kemudian diencerkan hingga
didapatkan konsentrai 25 ppm. Panjang gelombang maksimum
didapatkan dari hasil absorbansi yang memberikan puncak maksimum.
3.4.7.2 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Standar Alfa-Mangostin
Panjang gelombang maksimum didapatkan dengan melarutkan alfa-
mangostin standar sebanyak 5,0 mg dalam 25 mL methanol (200 ppm),
diencerkan hingga mendapatkan konsentrasi 8 ppm, kemudian panjang
gelombang maksimum didapatkan dari hasil absorbansi yang memberikan
puncak maksimum.

3.4.8 Penentuan Kadar Alfa-Mangostin dalam Ekstrak Kulit Buah


Manggis (Garcinia mangostana L.)
3.4.8.1 Pembuatan Kurva Kalibrasi (Abdalrahim F. A. Aisha, 2013)
Standar alfa-mangostin (Biopurify) ditimbang sebanyak 5,0 mg
kemudian dilarutkan dengan metanol 25 mL sehingga didapatkan larutan
induk 200 ppm. Kemudian diencerkan hingga didapatkan seri konsentrasi
0,5; 2, 4, 8, 10, 12, 14, dan 16 ppm di dalam labu ukur 10 mL.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


26

3.4.8.2 Uji Kadar Alfa-Mangostin dalam Ekstrak


Sebanyak 12,5 mg ekstrak kental kulit buah manggis dilarutkan
dalam metanol 25 ml, kemudian diencerkan hingga konsentrasi 25 ppm.
Absorbansinya diukur menggunakan spektrofotometri UV-Vis. Kadar
alfa-mangostin diperoleh dengan membandingkan absorbansi ekstrak
etanol 50% kulit buah manggis dengan standar alfa-mangostin
(Biopurify) dalam kurva kalibrasi yang diukur berdasarkan serapan
spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang maksimum yang
didapatkan.
3.4.9 Uji Kelarutan (Higuchi & Connors)
Uji kelarutan dilakukan sesuai dengan metode Higuchi dan
Connors, yaitu ditimbang ekstrak etanol kulit buah manggis 100 mg
kemudian dilarutkan dengan aquabidest sebanyak 25 mL dan dishaker
selama 72 jam pada suhu 37 °C (Doile et al., 2008). Larutan yang
diperoleh disaring dengan menggunakan filter membran 0,20 µm dan
diencerkan 100 kali hingga konsentrasi 40 ppm, selanjutnya diukur
absorbansi dengan spektrofometer UV-Vis pada panjang gelombang
maksimum. Konsentrasi dihitung dengan menggunakan persamaan
regresi yang diperoleh pada pembuatan kurva dengan memasukkan nilai
absorbansi sebagai fungsi y. Percobaan dilakukan triplo.

3.4.10 Uji Stabilitas Alfa-Mangostin dalam Ekstrak Kulit Buah Manggis


3.4.10.1 Uji Stabilitas Berdasarkan Suhu dan Kelembaban Tertentu
(Lopes et al., 2012)
Ekstrak sebanyak 50 mg dimasukkan ke dalam botol vial, kemudian
disimpan pada kelembaban 75±5% pada suhu 45±5 ºC dalam suatu
chamber selama 21 hari. Sampel dianalisis di awal waktu (t0), 2, 7, 14,
dan 21 hari setelah paparan. Uji stabilitas ini dilakukan triplo.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


27

3.4.10.2 Uji Stabilitas Berdasarkan Perbedaan pH (Walash et al., 2011)


a. Degradasi basa
Larutan untuk degradasi basa dibuat dengan melarutkan 50 mg
ekstrak dalam 25 mL metanol lalu ditambahkan dengan 5 M NaOH
satu tetes selanjutnya volume dicukupkan dengan metanol hingga 50
mL. Kemudian larutan dipanaskan dalam waterbath mendidih selama
1 jam. Setelah pemanasan, larutan tersebut diencerkan hingga 25 ppm
selanjutnya diukur absorbansinya dengan spektrofotometer UV-Vis.
b. Degradasi asam
Larutan untuk degradasi asam dibuat dengan melarutkan 50 mg
ekstrak dalam 25 mL metanol lalu ditambahkan dengan 5 M HCl satu
tetes selanjutnya volume dicukupkan dengan metanol hingga 50 mL.
Kemudian larutan dipanaskan dalam waterbath mendidih selama 1
jam. Setelah pemanasan, larutan tersebut diencerkan hingga 25 ppm
selanjutnya diukur absorbansinya dengan spektrofotometer UV-Vis.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Determinasi Tanaman


Untuk memastikan kebenaran simplisia yang digunakan dalam
penelitian ini, maka dilakukan determinasi tanaman di Herbarium
Bogoriense, Pusat Penelitian Biologi LIPI, Bogor, Jawa Barat. Hasil
determinasi menunjukkan bahwa sampel yang digunakan adalah benar
merupakan spesies Garcinia mangostana L. yang termasuk dalam suku
Clusiaceae. Sertifikat hasil determinasi dapat dilihat pada Lampiran 2.

4.2 Hasil Ekstraksi Kulit Buah Manggis


Sebanyak 4000 gram simplisia kulit buah manggis
(Garcinia mangostana L.) dimaserasi dengan etanol hingga didapatkan
hasil maseratnya, selanjutnya pelarutnya diuapkan dengan vacuum rotary
evaporator, penguapan dilanjutkan menggunakan oven vakum, hal ini
diperlukan untuk menguapkan sebagian besar pelarut air yang masih tersisa
di dalam ekstrak karena penguapan yang dilakukan menggunakan vacuum
rotary evaporator pada suhu 45 ºC tidak mampu menguapkan seluruh air.
Pemilihan pelarut etanol 50% sebagai menstrum didasarkan pada penelitian
Weecharangsan et al. (2006) yang menyatakan bahwa ekstrak etanol 50%
kulit buah manggis memiliki aktivitas antioksidan yang paling baik
dibandingkan dengan ekstrak air, etanol 96%, dan etil asetat. Ekstrak kental
yang didapatkan adalah sebesar 500 gram. Hasil rendemen menunjukkan
jumlah ekstrak yang didapatkan adalah sebesar 12,5%.

4.3 Hasil Perbandingan Pola KLT


Penggunaan oven vakum dalam proses pengeringan ekstrak
menimbulkan keraguan apakah alfa-mangostin yang terkandung di dalam
ekstrak masih ada atau rusak selama proses pengeringan dengan oven
vakum. Maka dari itu dilakukanlah kromatografi lapis tipis terhadap ekstrak
yang dikeringkan dengan oven vakum, ekstrak tanpa pengeringan dengan

28
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
29

oven vakum dan standar alfa-mangostin. Hasil yang didapatkan dapat


dilihat pada gambar 4.1.

(1) (2) (3)

Gambar 4. 1. Hasil KLT dari (1) ekstrak dengan pengeringan oven vakum,
(2) ekstrak tanpa pengeringan oven vakum, (3) standar alfa-
mangostin.

Fase diam yang digunakan adalah silika gel (Si60F254) dan fase
gerak adalah campuran kloroform:etilasetat:metanol dengan perbandingan
8:1:0,5. Konsentrasi yang digunakan adalah sebesar 1000 ppm. Dari hasil
KLT tersebut menunjukkan bahwa di dalam ekstrak yang didapatkan
dengan penggunaan oven vakum dan tanpa oven vakum, spot yang timbul
dan nilai Rf yang dimiliki ekstrak masih sama dengan yang dimiliki oleh
standar alfa-mangostin. Hal ini menunjukkan alfa-mangostin di dalam
ekstrak masih memiliki pola pemisahan yang sama dengan yang dimiliki
standar alfa-mangostin.

4.4 Karakteristik Ekstrak


Data hasil pemeriksaan ekstrak etanol 50% kulit buah manggis
terdapat pada tabel 4.1.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


30

Tabel 4.1. Hasil Karakterisasi Parameter Spesifik Ekstrak Kulit Buah


Manggis (Garcinia mangostana L.)

Jenis Karakterisasi Hasil


Parameter Spesifik
a. Identitas
Nama ekstrak Ekstrak etanol 50% kulit buah manggis
Nama latin Garcinia mangostana L.
Bagian tanaman Kulit buah
b. Organoleptik Memiliki bentuk padat seperti
caramel, berwarna coklat keunguan,
bau aromatik dan rasa pahit.

c. Kadar senyawa larut 87,05±0,43%


etanol
d. Kadar senyawa larut air 62,54±1,09%

Penelitian karakterisasi ini dilakukan sebagai upaya untuk


menjamin bahwa produk yang akan dihasilkan memiliki nilai parameter
tertentu yang konstan dan ditetapkan terlebih dahulu (Depkes RI, 2000).
Penilaian parameter spesifik meliputi identitas, organoleptik, kadar
senyawa larut etanol dan kadar senyawa larut air. Tujuan identitas ekstrak
adalah memberikan objektifitas dari nama dan spesifikasi tanaman,
sedangkan pengamatan organoleptik ekstrak bertujuan sebagai pengenalan
awal menggunakan panca indra dengan mendeskripsikan bentuk, warna,
bau dan rasa (Depkes RI, 2000). Dari segi warna, ekstrak etanol 50% kulit
buah manggis memiliki warna coklat keunguan. Bentuk dari ekstrak etanol
50% kulit buah manggis yaitu berkonsistensi kental dan lengket, kekentalan
ekstrak berbanding terbalik dengan pelarut yang terdapat di dalamnya,
semakin kental suatu ekstrak maka pelarut yang terdapat di dalamnya
semakin kecil. Ekstrak etanol 50% kulit buah manggis memiliki rasa pahit
sedangkan bau ekstrak tersebut khas.
Hasil dari uji kadar senyawa yang terlarut dalam etanol diperoleh
sebesar 87,05±0,43% dan kadar senyawa yang terlarut dalam air adalah
sebesar 62,54±1,09%. Hal ini menunjukkan bahwa senyawa yang
terkandung di dalam ekstrak lebih banyak terlarut di dalam etanol
dibandingkan dalam air. Etanol merupakan pelarut universal yang mampu
melarutkan sebagian besar senyawa yang ada dalam ekstrak. Lebih

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


31

banyaknya senyawa yang terlarut di dalam etanol menunjukkan bahwa


senyawa yang terkandung dalam ekstrak lebih larut dalam pelarut organik
(etanol) dibandingkkan dengan pelarut non-organik (air).

Tabel 4.2. Hasil Karakterisasi Parameter Nonspesifik Ekstrak Kulit Buah


Manggis (Garcinia mangostana L.)

Jenis Karakterisasi Hasil


Parameter Non Spesifik
a. Bobot jenis ekstrak 5% 1,036
Bobot jenis ekstrak 10% 1,074
b. Susut pengeringan (b/b) 6,66±0,11%
c. Kadar abu (b/b) 5,07±0,23%
d. Kadar abu tidak larut 0,13±0,02%
asam (b/b)

Pemeriksaan parameter nonspesifik yang dilakukan adalah bobot


jenis, susut pengeringan, kadar abu dan kadar abu tidak larut asam. Bobot
jenis dari ekstrak ditentukan dengan menggunakan piknometer, bobot jenis
itu sendiri didefinisikan sebagai perbandingan kerapatan suatu zat terhadap
kerapatan air. Air murni memiliki bobot jenis 1. Hasil yang didapatkan dari
penentuan bobot jenis ekstrak kulit manggis adalah 1,036 untuk konsetrasi
ekstrak 5%.
Susut pengeringan adalah suatu metode yang digunakan untuk
mengetahui batasan maksimal jumlah senyawa yang hilang selama proses
pengeringan (Depkes RI, 2000). Parameter susut pengeringan pada
dasarnya adalah pengukuran sisa zat setelah pengeringan pada temperatur
105 ºC sampai berat konstan, yang dinyatakan sebagai nilai persen
(Depkes RI, 2000). Persentase susut pengeringan dari ekstrak etanol kulit
buah manggis yang didapatkan adalah 6,66±0,11%. Persyaratan yang baik
untuk susut pengeringan adalah kurang dari 10%, karena susut pengeringan
juga mewakili kandungan air yang menguap. Kandungan air dalam ekstrak
tidak boleh lebih dari 10% untuk mengurangi resiko tercemarnya ekstrak
oleh mikroba. Kadar air yang tinggi juga dapat menjadi media yang baik
untuk pertumbuhan jamur serta memicu terjadinya reaksi enzimatik pada

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


32

ekstrak yang dapat mengakibatkan kandungan kimia dalam ekstrak


terdegradasi (Pasaribu et al., 2012; Depkes RI, 1995).
Penentuan kadar abu adalah metode yang digunakan untuk
mengetahui kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari
proses awal sampai terbentuknya ekstrak (Depkes, 2000). Pada tahap ini
ekstrak dipanaskan hingga senyawa organik dan turunannya terdestruksi
dan menguap hingga tersisa unsur mineral dan anorganiknya saja. Hasil
yang diperoleh untuk kadar abu ekstrak etanol 50% kulit buah manggis
adalah 5,07±0,23%. Persyaratan untuk kadar abu yang terkandung dalam
suatu ekstrak adalah tidak lebih dari 16,6%, karena besarnya kadar abu
yang ada di dalam ekstrak juga menunjukkan banyaknya pengotor yang
terkandung di dalamnya.
Kadar abu tidak larut asam menunjukkan kadar unsur anorganik
yang tidak larut asam, penetapan kadar abu tidak larut asam diperoleh dari
perlakuan abu yang didapatkan dari kadar abu total dengan asam sulfat
encer yang dimaksudkan untuk mengevaluasi ekstrak terhadap kontaminasi
bahan-bahan yang mengandung silika, seperti tanah dan pasir. Persyaratan
kadar abu tidak larut asam adalah tidak lebih dari 0,7%. Hasil yang
diperoleh dari penentuan kadar abu tidak larut asam adalah 0,13±0,02% dan
hasil pengujian ini masuk ke dalam batasan yang diperbolehkan.

4.5 Hasil Penentuan Panjang Gelombang Maksimum


4.5.1 Hasil Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Ekstrak
Hasil dari penentuan panjang gelombang maksimum ekstrak
menunjukkan absorbansi maksimum didapatkan pada panjang gelombang
204 nm dan 316 nm. Diketahui bahwapanjang gelombang 316 nm
merupakan panjang gelombang alfa-mangostin.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


33

Gambar 4. 2. Panjang gelombang maksimum ekstrak

4.5.2 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Standar Alfa-Mangostin


Pada penelitian ini penentuan kadar alfa-mangostin menggunakan
standar alfa-mangostin. Panjang gelombang maksimum alfa-mangostin
yang diperoleh yaitu pada 204 nm, 243 nm dan 316 nm (lampiran 12).
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Abdalrahim F.A. Aishal, et al.,
(2013), alfa-mangostin mempunyai panjang gelombang maksimum pada
243,4 nm dan 316,4 nm yang mana pada panjang gelombang 243,4 nm
adalah spektrum penyerapan dari cincin xanton. Pengukuran terhadap alfa-
mangostin dilakukan pada panjang gelombang 316 nm. Tujuan
pengambilan panjang gelombang ini adalah agar tidak terganggunya
pengukuran yang disebabkan oleh senyawa lain yang juga memiliki cincin
xanton.

Gambar 4. 3. Panjang gelombang alfa-mangostin

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


34

4.6 Hasil Penentuan Kadar Alfa-Mangostin


4.6.1 Kurva Kalibrasi Alfa-Mangostin

0.8
Absorbansi
0.6
y = 0.057x - 0.003
0.4 R² = 0.999

0.2

0
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18
Konsentrasi (ppm)

Gambar 4. 4. Kurva kalibrasi alfa-mangostin

Hasil kurva kalibrasi diperoleh persamaan regresi y= -0,00257+


0,057x dengan nilai R=0,999, yang menunjukkan garis linear, data
selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 13.

4.6.2 Kadar Alfa-Mangostin dalam Ekstrak Etanol 50% Kulit Buah


Manggis
Penentuan kadar alfa-mangostin di dalam ekstrak etanol 50% kulit
buah manggis dilakukan dengan melarutkan ekstrak ke dalam metanol
hingga didapatkan konsentrasi larutan induk sebesar 500 ppm, kemudian
larutan induk tersebut diencerkan hingga konsentrasi 25 ppm. Pengukuran
absorbansi ekstrak 25 ppm tersebut didapatkan nilai absorbansi sebesar
0,052.
Setelah dimasukkan ke dalam nilai regresi linear yang didapatkan
dari kurva kalibrasi standar alfa-mangostin, diketahui kadar alfa-mangostin
yang terkandung di dalam ekstrak etanol 50% kulit buah manggis adalah
sebesar 3,85±0,03%.. Data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 15.

4.7 Hasil Uji Kelarutan Alfa-Mangostin dalam Ekstrak


Uji kelarutan dilakukan untuk mengetahui besarnya absorbansi dari
struktur alfa mangostin yang terdapat di ekstrak dalam pelarut air. Uji
kelarutan dilakukan menurut metode Higuchi dan Connors, di mana ekstrak

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


35

yang telah ditambahkan air kemudian dishaker selama 72 jam pada suhu
37°C (Doile et al., 2008). Hasil yang didapatkan adalah angka kelarutan
alfa-mangostin sebesar 1:16064 di dalam air dan angka ini masuk ke dalam
rentang >10.000,yaitu praktis tidak larut dalam air. Data selangkapnya
dapat dilihat pada lampiran 16. Dilihat dari strukturnya, alfa-mangostin
termasuk senyawa polifenol yang memiliki gugus -OH pada rantai
sampingnya, namun kelarutan alfa mangostin yang praktis tidak larut dalam
air kemungkinan disebabkan karena banyaknya jumlah karbon yang ada
pada alfa-mangostin. Semakin banyak jumlah karbon dari suatu senyawa
menyatakan bahwa semakin non-polar sifat senyawa tersebut. Uji
kelarutan yang dilakukan ini dimaksudkan untuk memudahkan dalam
memformulasikan ekstrak etanol kulit buah manggis, di mana kelarutan
suatu senyawa akan sangat berpengaruh terhadap bentuk sediaan yang
dibuat untuk mendapatkan efek terapi yang baik. Agar suatu obat masuk ke
sistem sirkulasi dan menghasilkan suatu efek terapi, obat tersebut harus
terlarut terlebih dahulu. Maka dari itulah nilai kelarutan suatu bahan obat
sangat penting untuk diketahui (Syofyan, Henny, Amri, 2008).

4.8 Hasil Uji Stabilitas Alfa-Mangostin dalam Ekstrak pada Suhu 45±5ºC
dan Kelembaban 75±5%.
Tabel 4.3. Hasil Uji Stabilitas pada Suhu 45±5ºC dan Kelembaban 75±5%.

Rata-rata Sisa Alfa-


Hari Kadar
kadar (mg)± Mangostin
(%)
SD (%)
0 2,221±0,198 4,44% 100%
2 2,080±0,030 4,16% 93,65%
7 1,870±0,182 3,74% 84,19%
14 1,683±0,103 3,37% 75,78%
21 1,530±0,073 3,06% 68,89%

Berdasarkan data hasil dari uji stabilitas selama 21 hari, terjadi


penurunan kadar alfa-mangostin di dalam ekstrak etanol 50% kulit buah
manggis. Pada hari ke-0, kadar alfa-mangostin yang terkandung di dalam

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


36

ekstrak adalah sebesar 4,44%, kemudian pada hari ke-2 terjadi penurunan
kadar alfa mangostin menjadi 4,16%. Pada hari ke-7, alfa mangostin yang
terkandung di dalam ekstrak sebesar 3,47%. Pada hari ke-14 penurunan
kadar alfa-mangostin yang terkandung di dalam ekstrak menjadi sebesar
3,36% dan pada hari terakhir pengujian uji stabilitas yaitu hari ke-21, alfa
mangostin yang terkandung dalam ekstrak sebesar 3,06%.

3.000

2.500 2.221
2.080
2.000 1.870
Kadar (mg)

1.683
1.530
1.500

1.000

0.500

0.000
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24
Hari ke-

Gambar 4. 5. Grafik Penurunan Kadar Alfa-Mangostin dalam 21 Hari

Grafik di atas memperlihatkan penurunan kadar alfa-mangostin di


dalam ekstrak etanol 50% kulit buah manggis selama waktu pengujian 21
hari. Penurunan yang terjadi dari hari ke-0 hingga hari terakhir pengujian
yaitu hari ke-21 adalah sebesar 31,11%.
Dari hasil pengolahan data secara statistik menggunakan SPSS 16,
pengujian pertama-tama dilakukan dengan menguji normalistas
Kolmogorov-Smirnov, Uji Kolmogorov-Smirnov dilakukan untuk
mengetahui apakah data uji stabilitas terdistribusi normal, hasil yang
didapatkan menunjukkan bahwa data uji stabilitas terdistribui normal
(p≥0,05). Setelah dilakukan uji normalitas, dilanjutkan dengan uji
homogenitas Levene, di mana uji ini dimaksudkan untuk mengetahui
apakah data hasil uji stabilitas homogen (p≥0,05). Hasil yang diperoleh dari
uji homogenitas Levene adalah data uji stabilitas tidak homogen (p≤0,05),
maka dari itu uji tidak dapat dilanjutkan menggunakan uji Anova, namun
menggunakan uji Kruskal-Wallis. Uji Kruskal-Wallis dilakukan saat data

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


37

yang dianalisis tidak homogen. Dari hasil uji Kruskal-Wallis, data yang
diperoleh menunjukkan bahwa data uji stabilitas yang dihasilkan
berpengaruh secara bermakna seiring dengan waktu yang diuji (p ≤ 0,05).
Hasil ini menunjukkan bahwa pada suhu 45±5°C dan kelembaban 75±5%
kadar alfa-mangostin menurun seiring dengan waktu yang diujikan dan
bermakna secara statistik (p ≤ 0,05). Laju degradasi alfa-mangostin dalam
ekstrak etanol 50% kulit buah manggis pada suhu 45±5°C dan kelembaban
75±5% ini masuk ke dalam reaksi orde kedua dengan konstanta laju reaksi
sebesar 4,7365x10-4. Data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 18.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Suvarnakuta et al. (2011),
disebutkan bahwa penurunan kadar xanton (alfa-mangostin dan 8-
desoxygartanin) setelah pengeringan, dapat disebabkan karena terjadinya
degradasi enzimatik atau degradasi termal. Enzim degradasi bekerja di
bawah suhu 50ºC, karena setelah ekstrak berada pada suhu 50°C selama 45
menit, enzim yang berperan dalam mendegradasi kandungan alfa-
mangostin dalam ekstrak mulai dihambat. Suhu tinggi dapat membantu
menginaktifasi enzim degradatif, contohnya adalah enzim polyphenol
oxidase (PPO). Namun beberapa polifenol akan tetap bisa terdegradasi
diakibatkan aktivitas enzim tersebut sebelum terinaktivasi (Lim &
Murtijaya, 2007; Chantaro et al., 2008). Dapat disimpulkan bahwa
kehilangan alfa-mangostin yang terjadi dalam uji stabilitas ini disebabkan
selain oleh suhu, juga disebabkan oleh adanya enzim degradasi yang ada di
dalam senyawa itu sendiri dan suhu mempercepat terjadinya degradasi ini.

4.9 Hasil Uji Stabilitas dalam Asam dan Basa


Pengujian stabilitas alfa-mangostin yang terkandung dalam ekstrak
etanol 50% kulit buah manggis dilakukan dengan melarutkan ekstrak etanol
50% kulit buah manggis dalam metanol kemudian ditambahkan asam
klorida 5 M (pengujian dalam asam) dan natrium hidoksida 5 M (pengujian
dalam basa). Kemudian dilakukan pemanasan di dalam waterbath
mendidih. Wadah yang digunakan harus mampu mencegah terjadinya
penguapan pelarut untuk mempertahankan konsentrasi ekstrak di dalamnya.
Setelah dilakukan pemanasan, larutan tersebut diencerkan dengan metanol

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


38

hingga 25 ppm. Berikut adalah hasil absorbansi yang didapatkan pada


panjang gelobang 316 nm.
Tabel 4.4. Absorbansi Alfa-mangostin dalam Ekstrak dan Standar Alfa-
Mangostin pada Uji Stabilitas Asam/Basa

Blanko Stabilitas Stabilitas


dalam Asam dalam Basa
Abs Alfa- 0,058 0,079 0,079
mangostin 0,052 0,078 0,078
dalam Ekstrak
0,056 0,081 0,080

Abs Standar 0,058 0,037 0,025


Alfa- 0,056 0,036 0,027
mangostin
0,054 0,038 0,028

Hasil absorbansi alfa-mangostin dalam ekstrak pada pengujian


stabilitas asam dan basa bila dibandingkan dengan blanko, menunjukkan
peningkatan kadar, hal ini menimbulkan pertanyaan apakah kandungan alfa
mangostin yang meningkat ataukah hasil degradasi alfa mangostin
menimbulkan serapan yang lebih tinggi. Namun dari hasil pengujian pada
plat KLT, tidak ada spot yang menunjukkan adanya alfa-mangostin di
dalam ekstrak yang telah diperlakukan dengan asam atau basa. Hasil KLT
tersebut memberikan gambaran bahwa alfa-mangostin yang terdapat di
dalam ekstrak terdegradasi sehingga tidak lagi muncul bercak seperti yang
terjadi pada standar alfa-mangostin.

(a) (b) (c)

Gambar 4.6. Hasil KLT dari uji stabiitas dalam (a) asam, dalam (b) basa,
dan (c) standar alfa-mangostin

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


39

Selain pengujian pada kandungan alfa-mangostin dalam ekstrak,


dilakukan juga pengujian dengan menggunakan standar alfa-mangostin
sehingga didapatkan perbandingan hasil. Absorbansi standar alfa-
mangostin bila dibandingkan dengan blanko mengalami penurunan kadar.
Hal ini menunjukkan bahwa terjadi degradasi pada standar alfa-mangostin.
Saat penambahan asam atau basa, ekstrak etanol kulit buah manggis
menunjukkan terjadinya perubahan warna. Pada penambahan asam klorida
5 M, larutan ekstrak yang pada mulanya berwarna kuning keemasan
berubah warna menjadi kemerahan setelah dipanaskan. Sedangkan pada
penambahan basa natrium hidroksida, warna larutan berubah menjadi
berwarna coklat gelap sesaat setelah ditambahkan larutan basa. Perubahan
warna larutan ekstrak menunjukkan adanya reaksi yang terjadi, seperti yang
dijelaskan dalam penelitian Huang et al. (2012). Dalam penelitian tersebut
juga dijelaskan bahwa absorbansi dari senyawa polifenol menghasilkan dua
serapan pada panjang gelombang di antara 200 dan 360 nm, setelah
diperlakukan dalam suasana basa, tidak ada lagi kedua serapan yang
terdeteksi pada kedua panjang gelombang tersebut. Pada spektrum, nilai
absorbansi meningkat secara signifikan pada panjang gelombang diantara
300-400 nm dan hasil serapan yang didapatkan tersebut sama dengan
spektrum absorbansi UV-Vis senyawa benzoquinon.
Dalam penelitian lain, juga disebutkan bahwa polifenol merupakan
senyawa yang sangat mudah teroksidasi menjadi quinon dan pH merupakan
faktor yang paling penting yang mempengaruhi laju oksidasi tersebut. Dari
hasil penelitian tersebut, dapat diasumsikan bahwa quinon yang terbentuk
pada larutan ekstrak manggis pada pH ekstrim, dapat menyebabkan ekstrak
menjadi tidak stabil (Huang et al., 2012).
Setelah membandingkan hasil absorbansi dari ekstrak etanol 50%
kulit buah manggis dan standar alfa-mangostin yang telah diperlakukan
dengan asam dan basa, dapat disimpulkan bahwa yang membuat terjadinya
peningkatan absorbansi di dalam ekstrak bukan hanya alfa-mangostin,
namun komponen lain yang juga golongan polifenol yang mudah
teroksidasi menjadi quinon sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


40

absorbansi. Hal ini dibuktikan dengan penurunan absorbansi pada standar


alfa-mangostin.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


41

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan, maka dapat diperoleh
kesimpulan sebagai berikut:
1. Pada pengujian parameter spesifik ekstrak etanol 50% kulit buah
manggis didapatkan identitas ekstrak dengan pengamatan organoleptik
ekstrak berwarna coklat keunguan, bau aromatis dan memiliki rasa yang
pahit, kandungan senyawa di dalam ekstrak yang larut di dalam air
sebesar 62,54±1,09% dan senyawa larut dalam etanol sebesar
87,053±0,43%.
2. Pada pengujian parameter nonspesifik ekstrak etanol 50% kulit buah
manggis didapatkan bobot jenis ekstrak adalah sebesar 1,036, nilai
susut pengeringan ekstrak 6,66±0,11%, kadar abu sebesar 5,07±0,23%
dan kadar abu tidak larut asam adalah sebesar 0,13±0,02%. Hasil
pengujian parameter nonspesifik telah memenuhi persyaratan ekstrak
yang telah ditetapkan oleh Depkes RI.
3. Pada pengujian panjang gelombang maksimum alfa mangostin,
didapatkan pada panjang gelombang 204, 243 dan 316 nm dan
didapatkan kadar alfa-mangostin di dalam ekstrak sebesar 3,85±0,03%.
4. Pengujian kelarutan alfa-mangostin dalam ekstrak etanol 50% kulit
buah manggis di dalam aquadest didapatkan angka kelarutan sebesar
1:16064 dimana angka tersebut menyatakan bahwa alfa mangostin
praktis tidak larut di dalam air.
5. Pada uji stabilitas dalam suhu 45±5°C dan kelembaban 75±5%
didapatkan bahwa kadar alfa-mangostin didalam ekstrak menurun
selama 21 hari pengujian sebesar 31,11% dan berpengaruh bermakna
secara statistik. Pada pengujian stabilitas dalam asam dan basa, hasil
yang diperoleh bahwa ekstrak etanol 50% kulit buah manggis tidak
stabil terhadap lingkungan asam atau basa yang ekstrim.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


42

5.2 Saran
1. Diperlukan penelitian lebih lanjut terhadap kelarutan alfa-mangostin di
dalam ekstrak dengan pelarut yang berbeda.
2. Diperlukan penelitian lebih lanjut terhadap stabilitas alfa-mangostin di
dalam ekstrak etanol kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.)
pada suhu dan kelembaban berbeda.
3. Diperlukan penelitian lebih lanjut terhadap senyawa yang dihasilkan
oleh degradasi pada stabilitas asam dan basa.
4. Diperlukan penelitian lebih lanjut terhadap metode analisis dengan
menggunakan HPLC.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


DAFTAR PUSTAKA

Abdalrahim F. A. Aisha, K. M.-S. (2013). Determination of total xanthones in


Garcinia mangostana fruit rind extracts by ultraviolet (UV)
spectrophotometry. Journal of Medicinal Plants Research Vol. 7(1),
pp. 29-35, 3 January, 2013. DOI: 10.5897/JMPR11.1183 : ISSN 1996-
0875 Academic Journals.

Agoes, Goeswin. 2007. Teknologi Bahan Alam. Bandung : Penerbit ITB.


Ansel, H. C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi Empat.
Diterjemahkan oleh Farida Ibrahim. Jakarta : Penerbit Universitas
Indonesia (UI Press).
Carstensen, J.T, dan Rhodes, C.T. 2000. Drug Stability Principles and Practices,
Third Edition. NewYork.
Chaverri, José Pedraza, Noemí Cárdenas-Rodríguez, Marisol Orozco-Ibarra,
Jazmin M. Pérez-Rojas. 2008. Medicinal properties of mangosteen
(Garcinia mangostana L.). Food and Chemical Toxicology 46 (2008)
3227–3239.
Chantaro, P., Devahastin, S., & Chiewchan, N. 2008. Production of antioxidant
high dietary fiber powder from carrot peels. LWT – Food Science and
Technology, 41, 1987–1994.
Depkes Republik Indonesia. 1986. Sediaan Galenik. Jakarta : Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Depkes Republik Indonesia. 1995. Materia Medika Indonesia Jilid V. Jakarta :
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Depkes Republik Indonesia. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan
Obat. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Dirjen
POM.
Direktorat Pengawasan Obat Tradisional, 2000. Parameter standar umum ekstrak
tumbuhan obat. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, 2-
36.
Doile, Mayara M., Keila A. Fortunato, Iara C. Schmucker, Sacha K. Schucko,
Marcos A.S. Silva, and Patrick O. Rodrigues. 2008. Physicochemical
properties and dissolution studies of dexamethasone acetate-β-

43
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
44

cyclodextrin inclusion complexes produces by different methods.


AAPS PharmSciTech, Vol. 9, No. 1. DOI: 10.1208/s12249-008-9042-z.
Dungir, Stevi G., Dewa G. Katja, Vanda S. Kamu. 2012. Aktivitas antioksidan
ekstrak fenolik dari kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.).
Jurnal MIPA UNSRAT Online (1) : 11-1.
Harbone, J.B., 1987, Metoda Fitokimia Penentuan Cara Modern Menganalisa
Tumbuhan, alih bahasa oleh Kosasih, Padmawinata. Bandung:
Terbitan ITB.
Harmita. 2006. Buku Ajar Analisis Fisikokimia. Depok : Departemen Farmasi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Indonesia. Hal:15-22
Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid III. Jakarta : Badan Litbang
Kehutanan dan Yayasan Sarana Wana Jaya.
Huang, Xuelian, Lei Cheng, R.A.M. Exterkate, Mingdong Liu, Xuedong Zhou,
Jiyao Li, J.M. ten Cate. 2012. Effect of pH on Galla chinensis extract’s
stability and anti-caries properties in vitro. Achive of Oral Biology 57
(2012):1093-1099.
Hutapea, J.R. 1994. Inventaris Tanaman Obat Indonesia Jilid III. Jakarta :
Departemen Kesehatan RI dan Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan.
Iswari, K. 2011. Kulit Manggis Berkhasiat Tinggi. Jakarta : Madya Centradifa.
Ji X, Avula B, Khan IA. 2007. Quantitative and qualitative determination of six
xanthones in Garcinia mangostana L. by LC-PDA and LC-ESI-MS. J.
Pharm. Biomed.Anal. 43(4):1270-1276.
Jinsart, W., Ternai, B., Buddhasukh, D., Polya, G.M., 1992. Inhibition of wheat
embryo calcium dependent protein kinase and other kinases by
mangostin and cmangostin. Phytochemistry 31, 3711–3713.
Jones, W. P. and A. D. Kinghorn. 2006. Extraction of Plant Secondary
Metabolites. In: Sarker, S. D., Latif, Z. and Gray, A. I., eds. Natural
Products Isolation. 2nd Ed. New Jersey: Humana Press. P.341-342.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


45

Jung HA, Su BN, Keller WJ, Mehta RG, Kinghorn AD. 2006. Antioxidant
xanthones from the pericarp of Garcinia mangostana (Mangosteen). J
Agric Food Chem., 54(6):2077-2082.
Lim, Y. Y., and Murtijaya, J. 2007. Antioxidant properties of Phyllanthus amarus
extracts as affected by different drying methods. LWT – Food Science
and Technology, 40, 1664–1669.
Liu, R. 2008. Water Insoluble Drug Formulation. Second Edition. CRC Press,
USA : 500-522.
Lopes, Gisely C., Renata Longhini, Paulo Victor P. dos Santos, Adriano A. S.
Ara´ujo, Marcos Luciano Bruschi, and Jo˜ao Carlos P. deMello. 2012.
Preliminary assessment of the chemical stability of dried extracts from
Guazuma ulmifolia Lam. (Sterculiaceae). International Journal of
Analytical Chemistry Volume 2012, Article ID 508945.
doi:10.1155/2012/508945.
Martin, A., Swarbrick, J., Cammarata, A. (1990). Farmasi Fisik Edisi Ketiga.
Jakarta: UI-Press.
Matsumoto, K., Akao, Y., Yi, H., Ohguchi, K., Ito, T., Tanaka, T., Kobayashi, E.,
Iinuma, M., & Nozawa, Y. (2004). Preferential target is mitochondria
in a mangostin-induced apoptosis in human leukemia HL 60 cells.
Bioorg. Med. Chem, 12, 5799–5806.
Moongkarndi, P., Kosem, N., Kaslungka, S., Luanratana, O., Pongpan, N., &
Neungton, N. (2003). Antipoliferation, antioxidant, and induction of
apoptosit by Garcinia Mangostana L (Mangosteen) on SKBR human
breast cancer cell line. Journal of Ethnopharmacology, 90(1):161-166.
Morton, J.F. 1987. Fruits of Warm Climates. USA : Creative Resource Systems.
Nakatani, K., Atsumi, M., Arakawa, T., Oosawa, K., Shimura, S., Nakahata, N., &
Ohizumi, Y. (2002). Inhibitions of histamine release and prostaglandin
E2 synthesis by mangosteen, a Thai medicinal plant. Biol Pharm Bull,
25(9):1137-1141.
Obolskiy, D., P. Ivo, S. Nisarat, dan H. Michael. 2009. Garcinia mangostana L.:
A Phytochemical and Pharmacological Review.
http://www.interscience.wiley.com.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


46

Parveen, M., Khan, N.U., 1988. Two xanthones from Garcinia mangostana.
Phytochemistry 27, 3694–3696.
Pasaribu, F., P. Sitorus, dan S. Bahri. 2012. Uji ekstrak etanol kulit buah manggis
(Garcinia mangostana L.) terhadap penurunan kadar glukosa darah.
Journal of Pharmaceutics dan Pharmacology 1(1):1-8.
Pothitirat, W., and W. Gritsanapan. 2009. HPLC quantitative analysis methode for
the determination of α-Mangostin in mangosteen fruit rind extract.
Thai Journal of Agricultural Science 2009, 42(1):7-12.
Pudjaatmaka Hadyana, Murwani Patimah, Taufik Agus. 1989. Kamis Kimia
Organik dan Geokimia. Jakarta : Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Rismana, Eriawan, Susi Kuumaningrum, Olivia Bunga, Idah Rosidah, Marhamah.
2013. Sintesis dan karakterisasi nanopartikel kitosan-ekstrak kulit buah
manggis (Garcinia mangostana L.). Jurnal Sains dan Teknologi
Indonesia Vol. 14, No. 3 Hal: 189-196.
Robinson, T. (1991). Kandungan Organik Tumbuhan Tingkat Tinggi. Bandung :
Penerbit ITB. Hal. 152-196.
Savarnakuta, Peamsuk, Chanchawee Chaweerungrat, Sakamon Devahastin. 2011.
Effects of drying methods on assay and antioxidant activity of
xanthones in mangosteen rind. Food Chemistry 125:240-247.
Singh, Anoop Kumar., R. Panner Selvam, T. Sivakumar. 2010. Isolation,
characterisation and formulation properties of a new plant gum
obtained from mangifera indica. Int J Pharm Biomed Res 2010, 1(2),
35-41.
Siregar, C. J. (2010). Teknologi Farmasi Sediaan Tablet : Dasar - dasar Praktis.
Jakarta: EGC.
Sluis, W.G. 1985. Secoiridoids and Xanthones in The Genus Centaurium Hill
(Gentianaceae). Drukkerij Elinkwijk, Utrecht.
Soedibyo, M. 1998. Alam Sumber Kesehatan. Jakarta : Balai Pustaka. Hal:257-
258.
Syahputri, M. V. (2005). Pemastian Mutu Obat. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


47

Syofyan, Henny Lucida, Amri Bachtiar. 2009. Peningkatan kelarutan kuersetin


melalui pembentukan kompleks inklusi dengan β-siklodextrin. Jurnal
Sains dan Teknologi Farmasi, Vol. 13, No. 2, halaman 43-48.
Suksamrarn, S., Suwannapoch, N., Phakhodee, W., Thanuhiranlert, J.,
Ratananukul, P., Chimnoi, N., & Suksamaran, A. (2003).
Antimycobacterial activity of prenylated xanthones from the fruits of
Garcinia mangostana. Chem Pharm Bull, 51(7):857-859.
Torrungruang, K., Piraporn, V., & Suchada, C. (2007). Antibacterial activity of
mangosteen pericarp extract against cariogenic Streptococcus mutans.
CU Dent J, 30:1-10.
Walash, Mohamed I., Fathallah F Belal, Nahed M El-Enany and Heba Elmansi.
2011. Development and validation of stability indicating method for
determination of sertraline following ICH guidlines and its
determination in pharmaceuticals and biological fluids. Department of
Analytical Chemistry, Faculty of Pharmacy, University of Mansoura,
Mansoura, 35516, Egypt.Walker, E. B. 2007. HPLC Analysis Of
Selected Xanthones In Mangosteen Fruit. Weber State University,
Ogden, USA.
Walker EB. 2007. HPLC analysis of selected xanthones in mangosteen fruit. J.
Sep. Sci. 30(9):1229-1234.
Wang,Yan., Zheng Xia, Jian-Rong Xu, Yan-Xia Wang, Li-Na Hou, Yu Qiu,
Hong-Zhuan Chen. 2012. α-Mangostin, a polyphenolic xanthone
derivative from mangosteen, attenuates b-amyloid oligomers-induced
neurotoxicity by inhibiting amyloid aggregation. Department of
Pharmacology, Institute of Medical Sciences, China.
Neuropharmacology 62:871e881.
Weecharangsan, W.,Opanasopit, P., Sukma, M., Ngawhirunpat, T., Sotanaphun,
U., Siripong, P. Antioxidative and neuroprotective activities of extract
from the fruit hull of mangosteen (Garcinia mangostana Linn.). Med
Princ Pract 15,281-287.
Winarsi, Hery. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Yogyakarta:
Kanisius. Deresan.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


48

Young-Won Chin dan A. Douglas Kinghorn. 2008. Structural Characterization,


Biological Effects, and Synthetic Studies on Xanthones from
Mangosteen (Garcinia mangostana), a Popular Botanical Dietary
Supplement. The Ohio State University. November 1; 5(4): 355–364.
DOI:10.2174/157019308786242223
Yu, L., Zhao, M., Yang, B., Zhao, Q., & Jiang, Y. (2006). Phenolics from Hull of
Gracinia Mangostana Fruit and Their Antioxidant Activities. Chinese
Academy of Science, 81(6):595-599.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


Lampiran 1

ALUR PENELITIAN

Pengumpulan bahan baku dan pembuatan simplisa kulit buah manggis

Pembuatan serbuk kulit buah manggis yang dihaluskan dengan menggunakan


grinding mill

Pembuatan ekstrak etanol 50% kulit buah manggis

Ekstrak etanol 50% kulit buah manggis

Studi praformulasi ekstrak etanol 50% kulit buah manggis

Parameter Parameter Non Penentuan λ Uji stabilitas alfa- Uji kelarutan


Speifik Spesifik maksimum mangostin dalam metode Higuchi
alfa-mangostin ekstrak etanol 50% dan Connors
dan ekstrak kulit buah manggis

Penentuan kadar alfa-


mangostin

Uji degradasi basa Uji stabilitas pada suhu


dan degradasi 450±5° C dan kelembaban
asam relatif 75%±5%.

49
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
50

Lampiran 2. Surat Hasil Determinasi

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


51

Lampiran 3. Certificate of Analysis Alfa-Mangostin

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


52

Lampiran 4. Perhitungan Rendemen Ekstrak

𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡


× 100%
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑖𝑚𝑝𝑙𝑖𝑠𝑖𝑎 𝑎𝑤𝑎𝑙

500 𝑔𝑟𝑎𝑚
= × 100% = 12,5%
4000 𝑔𝑟𝑎𝑚

Lampiran 5. Hasil Penetapan Senyawa yang Terlarut dalam Etanol

Berat cawan +
Ulangan Berat cawan Berat sampel % kadar yang
ekstrak setelah di
kosong (g) (A0) awal (g) (B) terlarut
oven (g) (A1)
1 33,8569 33,6838 1,0086 86,80%
2 24,3727 24,1838 1,0088 86,81%
3 52,0970 51,9134 1,0486 87,55%
Rata-rata 87,05%±0,43

Keterangan rumus dan perhitungan

𝐴1−𝐴0 100
% Kadar seyawa yang terlarut dalam etanol = × × 100%
𝐵 20

Keterangan

A1 = berat cawan + ekstrak setelah dioven (gram)

A0 = berat cawan kosong (gram)

B = berat sampel awal (gram)

Contoh perhitungan

33,8569−33,6838 20
%Kadar senyawa yang terlarut dalam etanol = × × 100%
1,0086 4

= 86,80%

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


53

Lampiran 6. Hasil Penetapan Senyawa yang Terlarut dalam Air

Berat cawan +
Ulangan Berat cawan Berat sampel % kadar yang
ekstrak setelah di
kosong (g) (A0) awal (g) (B) terlarut
oven (g) (A1)
1 48,630 47,994 5,0144 63,42%
2 46,347 45,718 5,0007 62,89%
3 51,731 51,116 5,0152 61,31%
Rata-rata 62,54%±1,09
Keterangan rumus dan perhitungan

𝐴1−𝐴0
% Kadar seyawa yang terlarut dalam air = × 100%
𝐵

Keterangan

A1 = berat cawan + ekstrak setelah dioven (gram)

A0 = berat cawan kosong (gram)

B = berat sampel awal (gram)

Contoh perhitungan

48,630−47,994 100
%Kadar senyawa yang terlarut dalam air = × × 100%
5,0144 20

= 63,42%

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


54

Lampiran 7. Perhitungan Bobot Jenis

Ulangan Berat piknometer Berat piknometer Berat piknometer Bobot jenis


+ ekstrak (g) + air (g) kosong (g)

5% (1) 21,4880 21,1644 12,3638 1,037


5% (2) 21,4760 21,1644 12,3638 1,035
Rata-rata 1,036
10% (1) 21,7658 21,1644 12,3638 1,068
10% (2) 21,8670 21,1644 12,3638 1,079
Rata-rata 1,074

Keterangan rumus dan perhitungan:


𝑤2−𝑤0
Bobot jenis (d) = 𝑤1−𝑤0

Keterangan :

W2 = berat piknometer + ekstrak cair (gram)

W1 = berat piknometer + air (gram)

W0 = berat piknometer kosong (gram)

Perhitungan:

5% 10%
Ulangan 1 Ulangan 1
21,4880−12,3638 21,7658−12,3638
Bobot jenis = 21,1644−12,3638 Bobot jenis = 21,1644−12,3638
9,1242 9,402
= 8,8006 = 1,0367 = 8,8006 = 1,0683

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


55

Lampiran 8. Hasil Perhitungan Susut Pengeringan Ekstrak

Ulangan Berat awal Berat akhir Berat sampel % susut


sebelum oven (g) setelah oven (g) (g)/W0 pengeringan

1 23,0489 23,9895 1,0064 6,54%


2 22,4989 23,4366 1,0049 6,69%
3 22,7877 23,727 1,0073 6,75%
Rata-rata 6,66%±0.11

Keterangan rumus dan perhitungan:

𝑊1−𝑊2
% susut pengeringan = ( ) × 100%
𝑊0

Keterangan :

W1 = bobot botol timbang + ekstrak awal (gram)

W2 = bobot botol timbang + ekstrak akhir (gram)

Ulangan 1

24,0553−23,9895
% susut pengeringan = 𝑥 100% = 6,54%
1,0064

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


56

Lampiran 9. Hasil Perhitungan Kadar Abu Ekstrak Etanol 50% Kulit Buah
Manggis

Ulangan Berat awal sebelum Berat akhir setelah % kadar abu


Berat sampel (g)
tanur (g) tanur (g)

1 14,178 14,0814 1,9934 4,85%


2 13,793 13,6848 2,0475 5,29%
3 13,9738 13,8658 2,1738 4,97%
Rata-rata 5,07%±0,23

Keterangan rumus dan perhitungan:

𝑊1−𝑊2
% kadar abu total = × 100%
𝑊3

Keterangan :

W1 = bobot wadah + ekstrak awal (gram)

W2 = bobot wadah + ekstrak akhir (gram)

W3 = bobot ekstrak awal (gram)

Contoh perhitungan

14,178−14,0814
% Kadar Abu Total = × 100% = 4,85%
1,9934

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


57

Lampiran 10. Hasil Perhitungan Kadar Abu Tidak Larut Asam

Ulangan Berat botol (g) Berat akhir setelah Berat sampel % kadar abu
tanur (g) awal (g) tidak larut asam

1 14,0848 14,087 1,9934 0,11%


2 13,6909 13,694 2,0475 0,15%
3 13,9873 13,9899 2,1738 0,12%
Rata-rata 0,13%±0,02

Keterangan rumus dan perhitungan:

𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑏𝑢
% kadar abu tidak larut asam = 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 × 100%
𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑎𝑤𝑎𝑙

Berat abu = berat akhir setelah di tanur – berat botol awal

Contoh perhitungan

Berat abu = 14,087-14,0848 = 0,0022 gram

0,0022 𝑔𝑟𝑎𝑚
%kadar abu tidak larut asam = 1,9934 𝑔𝑟𝑎𝑚 × 100% = 0,11%

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


58

Lampiran 11. Panjang Gelombang Ekstrak Etanol 50% Kulit Buah Manggis

Lampiran 12. Panjang Gelombang Alfa-Mangostin

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


59

Lampiran 13. Perhitungan Pembuatan Larutan Standar Alfa-Mangostin

Pembuatan Larutan Induk Standar Alfa-Mangostin 200 ppm

Sebanyak 5 mg standar alfa-mangostin dilarutkan di dalam 25 mL metanol pro


analisa kemudian diencerkan untuk mendapatkan konsentrasi 0,5; 2; 4; 8; 10; 12;
14; dan 16 ppm.

Contoh perhitungan pengenceran larutan induk standar alfa-mangostin

0,5 ppm
V1× M1 = V2.× M2
V1× 200 ppm = 10 mL × 0,5 ppm
V1 = 25 µL

Lampiran 14. Data Absorbansi dan Grafik Kurva Kalibrasi Standar Alfa-
Mangostin

Konsentrasi Absorbansi
0,5 0,029
2 0,11
4 0,224
8 0,45
10 0,561
12 0,686
14 0,797
16 0,912

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


60

Kurva Kalibrasi
1.0
0.9
0.8
0.7
Absorbansi

0.6
0.5
0.4
0.3 y = 0.057x - 0.003
R² = 0.999
0.2
0.1
0.0
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18
Konsentrasi (ppm)

Lampiran 15. Perhitungan Kadar Alfa-Mangostin di Dalam Ekstrak

 Pembuatan Larutan Induk Ekstrak Kulit Manggis 500 ppm

Ekstrak sebanyak 12,5 mg dilarutkan dalam 25 mL methanol kemudian


diencerkan menjadi 10 ppm, 25 ppm dan 50 ppm.

Perhitungan pengenceran ekstrak etanol 50% kulit buah manggis.

Pembuatan larutan konsentrasi 25 ppm


V1× M1 = V2.× M2
V1 500 ppm = 10 mL 25 ppm
V1 = 500 µL

Absorbansi Ekstrak Etanol 50% pada Panjang Gelombang 316 nm

Konsentrasi Absorbansi Kadar Rata-rata Kadar


(%)
25 ppm 0,052 3,83% 3,85±0,03%
0,052 3,83%
0,053 3,89%

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


61

Kadar Alfa-Mangostin dalam Ekstrak Etanol 50% Kulit Buah Manggis


y = a+bx

y = -2,57 ×10-3 + 0,057x

0,052 = -2,57 × 10-3 + 0,057x

0,05457 = 0,057x

x = 0,9574 ppm

= 0,9574 × 10-3 mg/mL × FP (20)

= 19,1409 × 10-3 mg/mL × 25 mL

= 478,52 × 10-3 mg

= 0,47852 mg alfa mangostin di dalam 12,5 mg ekstrak

𝟎,𝟒𝟕𝟖𝟓𝟐 𝒎𝒈
% kadar = × 𝟏𝟎𝟎% = 𝟑, 𝟖𝟑% ~ 𝟒%
𝟏𝟐,𝟓 𝒎𝒈

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


62

Lampiran 16. Kadar Alfa-Mangostin dalam Ekstrak Etanol 50% Kulit Buah
Manggis pada Uji Kelarutan dan Angka Kelarutannya

Ulangan Pengenceran Abs (nm) Konsentrasi Angka


(ppm) Kelarutan
1 100 kali 0,033 6238 1:16031
2 100 kali 0,031 5887,54 1:16986
3 100 kali 0,035 6589 1:15176
Rata-rata 1:16064

Keterangan rumus dan perhitungan:

Absorbansi ekstrak etanol 50% kulit buah manggis yang di spektro-UV = 0,033

Faktor pengenceran = 100x

Persamaan regresi: y= -2,5710-3+ 0,057x


𝑦−𝑎
Konsentrasi (ppm) x= 𝑏

0,033−(−0,00257)
= 0,057

= 0,6238 ppm 100 (Faktor Pengenceran)

= 62,38 ppm

X = 62,38 ppm 25 mL = 1560 µg

Maka konsentrasi ekstrak etanol kulit buah manggis adalah 1560µg/100.000µg


100% =1,56%
0,06238 × 10 −3 𝑔𝑟𝑎𝑚
62,38 ppm = = 1:16031 masuk ke dalam kategori praktis tidak
𝑚𝐿
larut dalam air (>10.000).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


63

Lampiran 17. Perhitungan Kadar Alfa-Mangostin dalam Uji Stabilitas pada Suhu
45º±5º C dan Kelembaban 75%±5%

Hari Ke- Absorbansi Kadar Alfa- Rata-rata


Mangostin (mg) kadar(mg)± SD
0,137 2,449
0 0,118 2,115 2,221±0,198
0,117 2,098
0,118 2,115
2 0,115 2,063 2,080±0,030
0,115 2,063
0,110 1,975
7 0,110 1,975 1,870±0,182
0,092 1,659
0,089 1,607
14 0,091 1,642 1,683±0,103
0,100 1,799
0,088 1,589
21 0,086 1,554 1,530±0,073
0,080 1,449

Contoh perhitungan Kadar

Hari ke-0
y = a+bx

0,137 = -2,57 × 10-3 + 0,057x

0,13957 = 0,057x

x = 2,4486 ppm

= 2,4486 × 10-3 mg/mL × FP (20)

= 48,9717 × 10-3 mg/mL × 50 mL

= 2448,59 × 10-3 mg

= 2,4486 mg alfa mangostin di dalam 50 mg ekstrak.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


64

Lampiran 18. Perhitungan Penentuan Orde Reaksi

Dengan persamaan y= 2,57 × 10-3 + 0,057x dari kurva kalibrasi, dihitung


konsentrasi yang didapatkan dilihat dari nilai absorbansinya.

Hari ke- abs konsentrasi Log C 1/C


0 0,124 44,395 1,647 0,0225
2 0,116 41,589 1,619 0,0240
7 0,104 37,380 1,573 0,0267
14 0,093 33,522 1,525 0,0298
21 0,085 30,716 1,487 0,0326
Orde 0 -0,0981
Orde 1 -0,990
Orde 2 0,996

Penentuan nilai K

Pada orde 2, nilai K sama dengan nilai b yang didapatkan dari hasil
regresi antara waktu dan 1/C.

B K
4,7365x10-4 4,7365x10-4

Grafik antara hari dan konsentrasi (orde 0)

50.000
45.000
y = -0.633x + 43.09
konsentrasi (ppm)

40.000 R² = 0.962
35.000
30.000
25.000
20.000
0 5 10 15 20 25
Waktu (hari)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


65

Grafik antara hari dan log c (orde 1)

1.660
1.640
1.620
1.600
1.580 y = -0.007x + 1.636
Log C 1.560 R² = 0.980
1.540
1.520
1.500
1.480
1.460
0 5 10 15 20 25
Waktu (hari)

Grafik antara hari dan 1/C (orde 2)

0.035
0.03
0.025
0.02 y = 0.000x + 0.023
1/C

0.015 R² = 0.992

0.01
0.005
0
0 5 10 15 20 25
Waktu (hari)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


66

Lampiran 19. Hasil Analisis Statistik Uji Stabilitas pada Suhu 45º±5ºC dan
Kelembaban 75%±5%

1. Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov


Tujuan : Untuk mengetahui normalitas dari distribusi data uji
stabilitas.
Hipotesis :
Ho : Data uji stabilitas terdistribusi normal.
Ha : Data uji stabilitas tidak terdistribusi normal.
Pengambilan Keputusan :
Jika nilai signifikansi > 0,05 maka Ho diterima.
Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak.
Uji Normalitas Uji Stabilitas

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

kadar

N 15
a
Normal Parameters Mean 1.876660E0

Std. Deviation .2841186

Most Extreme Differences Absolute .178

Positive .178

Negative -.169

Kolmogorov-Smirnov Z .690

Asymp. Sig. (2-tailed) .728

a. Test distribution is Normal.

Keputusan : Uji Stabilitas terdistribusi normal

2. Uji Homogenitas Levene


Tujuan : Untuk mengetahui homogenitas dari data uji stabilitas.
Hipotesis :
Ho : Data uji stabilitas homogen.
Ha : Data uji stabilitas tidak homogen.
Pengambilan Keputusan :
Jika nilai signifikansi > 0,05 maka Ho diterima.
Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


67

Uji Homogenitas Uji Stabilitas

Test of Homogeneity of Variances

Kadar

Levene Statistic df1 df2 Sig.

4.354 4 10 .027

Keputusan : Data uji stabilitas tidak homogen

Dari uji normalitas dan homogenitas diperoleh hasil bahwa data uji
stabilitas terdistribusi normal namun tidak homogen sehingga analisis data
dilanjutkan menggunakan uji Kruskal-Wallis.
3. Uji Kruskal-Wallis
Tujuan : Untuk mengetahui signifikansi data uji stabilitas.
Hipotesis :
Ho : Data uji stabilitas tidak berbeda nyata.
Ha : Data uji stabilitas berbeda nyata.
Pengambilan Keputusan :
Jika nilai signifikansi > 0,05 maka Ho diterima.
Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak.
Uji Kruskal-Wallis

Ranks

Hari N Mean Rank a,b


Test Statistics
Kadar 0 3 13.50
Kadar
2 3 11.50
Chi-Square 12.928
7 3 7.67 Df 4
14 3 5.33 Asymp. Sig. .012

21 3 2.00 a. Kruskal Wallis Test

Total 15 b. Grouping Variable: Hari

Keputusan : Data uji stabilitas berbeda nyata.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


68

Lampiran 20. Alat dan Bahan yang Digunakan dalam Penelitian

Vacuum rotary evaporator Spektrofotometer UV-Vis Bioshaker

Simplisia kulit manggis Standar Alfa-Mangostin


Magnetic stirer

Ekstrak kulit manggis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Anda mungkin juga menyukai