SKRIPSI
HANNY NARULITA
1110102000062
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi
HANNY NARULITA
1110102000062
ii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip
maupun yang dirujuk telah saya nyatakan dengan benar
NIM : 1110102000062
Tanda Tangan :
iii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
iv
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
v
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRAK
Ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) mengandung senyawa alfa-
mangostin. Alfa-mangostin adalah senyawa mayor dari xanton yang memiliki
berbagai macam aktivitas farmakologis. Karena aktivitasnya ini, ekstrak kulit
buah manggis memiliki potensi untuk dijadikan sebagai sediaan farmasi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat fisikokimia dan stabilitas alfa-
mangostin dalam ekstrak etanol 50% kulit buah manggis sebagai parameter dalam
studi praformulasi. Sifat fisikokimia meliputi parameter spesifik dan nonspesifik
ekstrak, penentuan panjang gelombang maksimum, kadar alfa-mangostin dan uji
kelarutan. Uji stabilitas dilakukan pada suhu 45±5°C dengan kelembaban 75±5%
selama 21 hari, dan pada kondisi asam dan basa. Kadar alfa-mangostin dianalisa
dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Hasil pengujian parameter
spesifik didapatkan ekstrak berwarna coklat keunguan, bau aromatis, rasa pahit,
kandungan senyawa yang terlarut dalam air sebesar 62,54±1,09% dan dalam
etanol sebesar 87,053±0,43%. Hasil parameter nonspesifik bobot jenis 1,036,
susut pengeringan sebesar 6,66±0,11%, kadar abu 5,07±0,23%, kadar abu tidak
larut asam 0,13±0,02%, kandungan alfa-mangostin dalam ekstrak sebesar
3,85±0,03%, dan hasil uji kelarutan menunjukkan alfa-mangostin dalam ekstrak
memiliki nilai kelarutan sebesar 1:16064 dalam air. Hasil uji stabilitas pada suhu
45±5°C dengan kelembaban 75±5% selama 21 hari menunjukkan kadar alfa-
mangostin menurun sebanyak 31,11% dan berpengaruh secara bermakna
(p≤0,05). Ekstrak kulit buah manggis tidak stabil dalam kondisi asam dan basa
yang ekstrim. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam
memformulasikan ekstrak etanol kulit buah manggis.
vi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRACT
vii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
KATA PENGANTAR
viii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
6. Bapak dan Ibu Dosen yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan hingga
penulis dapat menyelesaikan studi di jurusan Farmasi FKIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
7. Teman seperjuangan penelitian penulis Nirmala, Desy, Myra, Hadi, Maya,
Chaya, Niswah atas kebersamaan, bantuan serta motivasinya sejak awal
penelitian hingga akhir penyelesian skripsi ini.
8. Sahabat-sahabat terbaikku Liana, Deisy, Citra, Riamayanti, Chaya, Satria
Panji, dan Ismail yang telah memberi dukungan, motivasi, serta masukan
kepada penulis selama pengerjaan skripsi dan selama di bangku perkuliahan.
9. Teman-teman Farmasi 2010 “Andalusia” atas persaudaraan dan kebersamaan.
10. Laboran Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Kak Rahmadi, Kak Rani,
Kak Eris, Kak Tiwi, Kak Liken, dan Kak Lisna, yang dengan sabar
membantu penulis mempersiapkan alat dan bahan selama penelitian.
11. Kakak senior di Farmasi UIN Jakarta, Kak Sera Nur Agustin, Kak Alfrida,
Kak Irfan, Kak Muhammad Arif, Kak Agung Priyanto, Kak Indah Prihandini
dan kakak yang tidak bias disebutkan satu-persatu yang selalu memberikan
masukan dan nasihat juga membantu penulis dalam penelitian ini,
12. Semua pihak yang telah membantu selama penelitian dan penyelesaian
naskah skripsi baik secara langsung maupun tidak langsung yang namanya
tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda atas semua
bantuan, dan dukungan yang diberikan. Akhir kata dengan segala kerendahan hati,
penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih belum sempurna dan
banyak kekurangan. Oleh karena itu saran serta kritik yang membangun sangat
diharapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan
bagi pembaca pada umumnya. Amin Ya Robbal’alamin.
Penulis
ix
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK
untuk dipublikasi atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital
Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang – Undang
Hak Cipta.
Demikian pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan
sebenarnya.
Dibuat di : Jakarta
Pada Tanggal : 26 September 2014
Yang menyatakan,
(Hanny Narulita)
x
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR ISI
xii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR LAMPIRAN
xiii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR GAMBAR
xiv
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR TABEL
xv
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 1
PENDAHULUAN
1
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2
5
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
6
2.1.3 Morfologi
Manggis memiliki tinggi sekitar 15 meter. Berbatang kayu bulat,
tegak, memiliki percabangan simodial dan berwarna hijau kotor. Berdaun
tunggal dengan bentuk lonjong, ujung meruncing, pangkal yang tumpul
dan tepi rata, pertulangan menyirip, panjang daun sekitar 20 sampai 25 cm
dengan lebar 6 hingga 9 cm, tebal dan tangkai berbentuk silinder berwarna
hijau. Manggis berbunga tunggal dan berkelamin dua berada di ketiak
daun dengan panjang sekitar 1 sampai 2 cm. Buahnya berbentuk bulat
dengan diameter 6 sampai 8 cm dan berwarna cokelat keunguan. Bijinya
bulat berwarna kuning dengan diameter 2 cm dan dalam satu buah terdapat
5 sampai 7 biji. Berakar tunggang dengan warna putih kecokelatan
(Hutapea, 1994).
2.4 Simplisia
2.4.1 Pengertian Simplisia
Simplisia adalah bahan alam yang digunakan sebagai obat dan
belum mengalami pengolahan apapun juga, dan kecuali dinyatakan lain,
berupa bahan yang telah dikeringkan. Simplisia dibedakan menjadi tiga
golongan, yaitu simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia
pelican/mineral. Simplisia nabati adalah simplisia yang dapat berupa
tanaman utuh, bagian tanaman, eksudat tanaman, atau gabungan antara
ketiganya. Eksudat tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar dari
tanaman atau dengan cara tertentu sengaja dikeluarkan dari selnya, eksudat
tanaman dapat berupa zat-zat atau bahan-bahan nabati lainnya yang dengan
cara tertentu dipisahkan atau diisolasi dari tanamannya.
Simplisia tidak boleh mengandung organisme patogen dan harus
bebas dari cemaran mikroorganisme, serangga, dan binatang lain maupun
kotoran hewan. Simplisia tidak boleh menyimpang bau dan warnanya, tidak
boleh mengandung lendir, atau menunjukkan kerusakan. Sebelum
diserbukkan, simplisia nabati dibebaskan dari pasir, debu, atau pengotor
4. Pengeringan
Proses pengeringan simplisia terutama bertujuan untuk menurunkan
kadar air sehingga bahan tersebut tidak mudah ditumbuhi kapang dan
mikroorganisme lain, menghilangkan aktivitas enzim yang bisa
menguraikan lebih lanjut kandungan zat akif, serta memudahkan dalam
hal pengelolaan proses selanjutnya (lebih ringkas, mudah disimpan,
tahan lama, dan sebagainya). Faktor yang mempengaruhi pengeringan
diantaranya adalah waktu pengeringan, suhu pengeringan, kelembaban
udara disekitar bahan, kelembaban bahan atau kandungan air dari
bahan, ketebalan bahan yng dikeringkan, luas permukaan bahan, dan
sirkulasi udara.
5. Sortasi kering
Sortasi kering adalah pemilihan bahan setelah mengalami proses
pengeringan. Pemilihan dilakukan terhadap bahan-bahan yang terlalu
gosong dan bahan yang rusak.
6. Penyimpanan
Setelah tahap pengeringan dan sortasi kering selesai maka simplisia
perlu ditempatkan dalam suatu wadah tersendiri dan disimpan di tempat
yang memenuhi persyaratan. Faktor-faktor yang mempengaruhi
penyimpanan adalah cahaya, oksigen atau sirkulasi udara, reaksi kimia
yang terjadi antara kandungan aktif dengan wadah, penyerapan air,
kemungkinan terjadinya proses dehidrasi, pengotoran dan atau
pencemaran, baik yang diakibatkan oleh serangga, kapang, atau
pengotor lain. Persyaratan wadah untuk penyimpanan simplisia adalah
harus inert (tidak mudah bereaksi dengan bahan lain); tidak beracun;
mampu melindungi bahan simplisia dari cemaran mikroba, kotoran, dan
serangga; mampu melindungi bahan simplisia dari penguapan
kandungan zat aktif, pengaruh cahaya, oksigen dan uap air
(Gunawan dan Sri Mulyani, 2004).
2.5 Ekstraksi
2.5.1 Pengertian Ekstraksi
Ekstraksi adalah teknik pemisahan suatu senyawa berdasarkan
perbedaan distribusi zat terlarut di antara dua pelarut yang saling
bercampur. Pada umumnya zat terlarut yang diekstraksi bersifat tidak larut
atau larut sedikit dalam suatu pelarut tetapi mudah larut dengan pelarut lain.
Metode ekstraksi yang tepat ditentukan oleh tekstur kandungan air bahan-
bahan yang akan diekstrak dan senyawa-senyawa yang akan diisolasi
(Harborne, 1996).
Sumber lain menyatakan ekstraksi sebagai proses penarikan
komponen/zat aktif suatu simplisia dengan menggunakan pelarut tertentu.
Prinsip ekstraksi adalah melarutkan senyawa sesuai dengan kelarutannya
pada pelarut yang sesuai, senyawa polar dalam pelarut polar dan senyawa
nonpolar dalam pelarut nonpolar. Secara umum ekstraksi dilakukan secara
berturut-turut mulai dengan pelarut nonpolar (n-heksan) lalu pelarut yang
kepolarannya menengah (diklorometan atau etil asetat) kemudian pelarut
yang bersifat polar (metanol atau etanol).
b. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai
sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada
temperatur ruangan. Proses ini terdiri dari tahapan pengembangan
bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya
(penetesan/penampungan ekstrak), terus menerus sampai diperoleh
ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan.
2) Cara Panas
a. Refluks
Refluks merupakan ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik
didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang
relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan
pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga
dapat termasuk proses ekstraksi sempurna.
b. Sokletasi
Sokletasi ialah ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang selalu
baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi
ekstraksi kontinyu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan
adanya pendinginan balik.
c. Digesti
Digesti merupakan maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinyu)
pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar),
yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50oC.
d. Infusa
Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas
air mendidih, temperatur terukur 90oC-98oC selama waktu tertentu
(15-20 menit).
e. Dekok
Dekok adalah infusa dengan waktu yang lebih lama (lebih dari 30
menit) dan temperatur sampai titik didih air.
2.6 Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair yang diperoleh
dengan cara mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia menggunakan
pelarut yang sesuai kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan
dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga
memenuhi baku yang telah ditetapkan (Depkes RI, 2000).
Ekstrak cair adalah sediaan dari simplisia nabati yang mengandung
etanol sebagai pelarut atau sebagai pengawet. Jika tidak dinyatakan lain
pada masing-masing monografi tiap millimeter ekstrak mengandung
senyawa aktif dari 1 gram simplisia yang memenuhi syarat. Ekstrak cair
yang cenderung membentuk endapan dapat didiamkan dan disaring atau
bagian yang bening di enap tuangkan (Depkes RI, 2000).
Ekstrak kental merupakan massa kental yang mengandung
bermacam konsentrasi dan kekuatan bahan berkhasiat serta dapat
disesuaikan dengan penambahan bahan aktif alam atau dengan penambahan
bahan inert seperti dekstrin, laktosa, dan sebagainya. Ekstrak kental
diperoleh dari ekstrak cair yang diuapkan larutan penyarinya secara hati-
hati (Agoes, 2007).
2.8 Kelarutan
Kelarutan didefinisikan secara kuantitatif sebagai konsentrasi zat
terlarut dalam larutan jenuhnya pada temperatur tertentu sedangkan secara
kualitatif didefinisikan sebagai interaksi spontan dari dua atau lebih zat
untuk dispersi molekular yang homogen. Kelarutan suatu senyawa
bergantung pada sifat fisika dan kimia zat terlarut dan pelarut, temperatur,
tekanan, dan pH larutan (Martin, Swarbick & Cammarata 1990). Menurut
Farmakope Indonesia edisi IV kelarutan adalah zat dalam bagian tertentu
pelarut kecuali dinyatakan lain menunjukkan bahwa 1 bagian bobot zat
padat atau 1 bagian volume zat cair larut dalam bagian volume tertentu
pelarut (Depkes RI, 1995).
Suatu larutan jenuh adalah larutan yang terjenuhkan dengan zat
terlarut sehingga tidak dapat melarutkan lagi zat tersebut (saturated
solution). Larutan tidak jenuh adalah larutan yang belum jenuh dengan zat
terlarut sehingga masih dapat melarutkan lagi zat tersebut (unsaturated
2.9 Stabilitas
Stabilitas didefinisikan sebagai kemampuan suatu produk bahan
obat, obat atau kosmetik untuk bertahan dalam spesifikasi yang diterapkan
sepanjang periode penyimpanan dan penggunaan untuk menjamin identitas,
kekuatan, kualitas, dan kemurnian produk (Djajadisastra, 2004). Sedangkan
Carstensen dan Rhodes (2000) mendefinisikan sebagai kemampuan suatu
produk obat untuk bertahan dalam batas spesifikasi yang ditetapkan
sepanjang periode penyimpanan dan penggunaan untuk menjamin identitas,
kekuatan, kualitas dan kemurnian produk tersebut. Sediaan obat yang stabil
adalah suatu sediaan yang masih berada dalam batas yang dapat diterima
selama periode penyimpanan dan penggunaan, dimana sifat dan
karakterisiknya sama dengan yang dimilikinya pada saat diproduksi
(Carstensen dan Rhodes, 2000).
Uji stabilitas adalah serangkaian pengujian yang dirancang untuk
mendapatkan informasi mengenai stabilitas produk farmasi dalam rangka
menetapkan masa edar dan periode penggunaan dalam kemasan dan
kondisi penyimpanan (Syahputri, 2005). Uji stabilitas merupakan bagian
yang penting dalam program uji bahan obat karena ketidakstabilan dari
produk ditentukan oleh tiga syarat utama yaitu kualitas, efikasi dan
keamanan (Carstensen dan Rhodes, 2000). Uji stabilitas dipercepat adalah
uji yang dirancang untuk meningkatkan laju degradasi kimia dan perubahan
fisika obat dengan membuat suatu kondisi penyimpanan yang dilebihkan.
Uji ini merupakan bagian dari program uji stabilitas resmi. Data yang
diperoleh dari uji ini dapat digunakan untuk menilai efek kimia jangka
panjang dalam kondisi penyimpanan biasa dan untuk mengevaluasi dampak
penyimpangan jangka pendek di luar kondisi penyimpanan. Hasil studi uji
stabilitas dipercepat tidak selalu dapat memprediksi perubahan fisika
(Syahputri, 2005).
Sifat fisik zat aktif seperti kelarutan, pKa, titik cair, bentuk kristal,
dan kandungan keseimbangan lembab juga mempengaruhi stabilitasnya.
Studi stabilitas harus didesain untuk mengidentifikasi berbagai faktor yang
menyebabkan degradasi zat aktif. Panas dan lembab dapat menyebabkan
suatu bahan cenderung bereaksi dengan oksigen lebih cepat, sebaliknya
kehadiran lembab membuat suatu zat lebih labil terhadap panas. Dalam
melakukan studi stabilitas, ketika stabilitas dipengaruhi oleh lebih dari satu
faktor, studi satu faktor pada satu waktu dan mempertahankan faktor yang
lain dianjurkan untuk dilakukan (Siregar, 2010).
Stabilitas obat dan bahan obat perlu diperhatikan untuk
mengurangi terjadinya penguraian pada zat yang terkandung di dalamnya,
sehingga dapat mengakibatkan tidak tercapainya efek terapi atau
memberikan efek lainnya. Beberapa jenis penguraian yang terjadi adalah :
1. Kimia
Degradasi kimia, hal ini terjadi karena bahan yang terkandung di dalam
obat atau bahan obat mengalami degradasi kimia.
2. Fisika
Degradasi fisika dapat tejadi karena berbagai faktor dan hingga saat ini
belum diketahui secara lengkap penyebab terjadinya degradasi fisika.
3. Biologi
Degradasi biologi disebabkan oleh pertumbuhan mikroorganisme yang
menyebabkan masalah stabilitas.
4. Kombinasi
Degradasi ini disebabkan oleh adanya interaksi antara obat dengan
tubuh manusia yang memberikan efek, baik itu efek terapi maupun
toksik. Hal tersebut tergantung kepada stabilitas dari obat tersebut.
METODOLOGI PENELITIAN
3.2 Alat
Becker glass (Pyrex), corong (Pyrex), grinding mill (Honda), pisau, gelas
ukur (Pyrex), erlenmeyer (Pyrex), piknometer (Pyrex), cawan penguap,
cawan porselen, botol timbang (Pyrex), kertas saring (Whatmann), botol
gelap, evaporator (EYELA), destilator (Barnstead-Electrothermal), oven
(Memmert), furnace (Thermolyne), timbangan (AND GN-202), penangas
air (Memmert), batang pengaduk, spatula, labu ukur (Pyrex), vial, tabung
reaksi, labu bersumbat (Pyrex), desikator (Duran), oven vakum, hotplate
(Maspion), pH meter (Navi@).
3.3 Bahan
Buah manggis (Garcinia mangostana L.) yang diperoleh dari perkebunan
manggis di Pariaman, Sumatra Barat, etanol 70% (Merck), aquadest,
kloroform (Merck), metanol pro analisa (Merck), besi (III) klorida (Merck),
standar baku alfa mangostin (Biopurify), NaOH 5 M (Merck), HCl 5 M
(Merck), NaCl (Merck).
21
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
22
ditimbang hingga bobot tetap. Persyaratan kadar abu total adalah tidak
lebih dari 16,6%. Perhitungan kadar abu
𝑊1 − 𝑊2
% 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑏𝑢 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 𝑥 100 %
𝑊
Keterangan :
W = bobot ekstrak awal (gram)
W1 = bobot cawan + ekstrak setelah diabukan (gram)
W2 = bobot cawan kosong (gram)
b. Penetapan kadar abu tidak larut asam
Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu dididihkan dengan
asam sulfat encer selama 5 menit kemudian campuran disaring dengan
kertas saring bebas abu dan residunya dibilas dengan air panas. Abu
yang tersaring dan kertas saringnya dimasukkan kembali ke dalam
wadah yang sama lalu diabukan kembali pada temperatur 600±25 °C
hingga yang tersisa adalah abu putih, kemudian ditimbang hingga bobot
tetap. Persayaratan kadar abu tidak larut asam adalah tidak lebih dari
0,7%.
2. Bobot Jenis
Penetapan bobot jenis menggunakan piknometer yang bersih, kering
dan telah dikalibrasi selanjutnya ditimbang terlebih dahulu (W0).
Piknometer tersebut diisi dengan air yang baru dididihkan kemudian
didinginkan hingga suhu 25 °C lalu ditimbang (W1). Ekstrak cair lalu
dimasukkan ke dalam piknometer kosong, buang kelebihan ekstrak, atur
suhu piknometer yang telah diisi hingga 25 °C kemudian ditimbang
(W2).
𝑊2 − 𝑊0
𝑑=
𝑊1 − 𝑊0
Keterangan :
d = bobot jenis
W0 = bobot piknometer kosong (gram)
W1 = bobot piknometer + air (gram)
W2 = bobot piknometer + ekstrak (gram)
28
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
29
Gambar 4. 1. Hasil KLT dari (1) ekstrak dengan pengeringan oven vakum,
(2) ekstrak tanpa pengeringan oven vakum, (3) standar alfa-
mangostin.
Fase diam yang digunakan adalah silika gel (Si60F254) dan fase
gerak adalah campuran kloroform:etilasetat:metanol dengan perbandingan
8:1:0,5. Konsentrasi yang digunakan adalah sebesar 1000 ppm. Dari hasil
KLT tersebut menunjukkan bahwa di dalam ekstrak yang didapatkan
dengan penggunaan oven vakum dan tanpa oven vakum, spot yang timbul
dan nilai Rf yang dimiliki ekstrak masih sama dengan yang dimiliki oleh
standar alfa-mangostin. Hal ini menunjukkan alfa-mangostin di dalam
ekstrak masih memiliki pola pemisahan yang sama dengan yang dimiliki
standar alfa-mangostin.
0.8
Absorbansi
0.6
y = 0.057x - 0.003
0.4 R² = 0.999
0.2
0
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18
Konsentrasi (ppm)
yang telah ditambahkan air kemudian dishaker selama 72 jam pada suhu
37°C (Doile et al., 2008). Hasil yang didapatkan adalah angka kelarutan
alfa-mangostin sebesar 1:16064 di dalam air dan angka ini masuk ke dalam
rentang >10.000,yaitu praktis tidak larut dalam air. Data selangkapnya
dapat dilihat pada lampiran 16. Dilihat dari strukturnya, alfa-mangostin
termasuk senyawa polifenol yang memiliki gugus -OH pada rantai
sampingnya, namun kelarutan alfa mangostin yang praktis tidak larut dalam
air kemungkinan disebabkan karena banyaknya jumlah karbon yang ada
pada alfa-mangostin. Semakin banyak jumlah karbon dari suatu senyawa
menyatakan bahwa semakin non-polar sifat senyawa tersebut. Uji
kelarutan yang dilakukan ini dimaksudkan untuk memudahkan dalam
memformulasikan ekstrak etanol kulit buah manggis, di mana kelarutan
suatu senyawa akan sangat berpengaruh terhadap bentuk sediaan yang
dibuat untuk mendapatkan efek terapi yang baik. Agar suatu obat masuk ke
sistem sirkulasi dan menghasilkan suatu efek terapi, obat tersebut harus
terlarut terlebih dahulu. Maka dari itulah nilai kelarutan suatu bahan obat
sangat penting untuk diketahui (Syofyan, Henny, Amri, 2008).
4.8 Hasil Uji Stabilitas Alfa-Mangostin dalam Ekstrak pada Suhu 45±5ºC
dan Kelembaban 75±5%.
Tabel 4.3. Hasil Uji Stabilitas pada Suhu 45±5ºC dan Kelembaban 75±5%.
ekstrak adalah sebesar 4,44%, kemudian pada hari ke-2 terjadi penurunan
kadar alfa mangostin menjadi 4,16%. Pada hari ke-7, alfa mangostin yang
terkandung di dalam ekstrak sebesar 3,47%. Pada hari ke-14 penurunan
kadar alfa-mangostin yang terkandung di dalam ekstrak menjadi sebesar
3,36% dan pada hari terakhir pengujian uji stabilitas yaitu hari ke-21, alfa
mangostin yang terkandung dalam ekstrak sebesar 3,06%.
3.000
2.500 2.221
2.080
2.000 1.870
Kadar (mg)
1.683
1.530
1.500
1.000
0.500
0.000
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24
Hari ke-
yang dianalisis tidak homogen. Dari hasil uji Kruskal-Wallis, data yang
diperoleh menunjukkan bahwa data uji stabilitas yang dihasilkan
berpengaruh secara bermakna seiring dengan waktu yang diuji (p ≤ 0,05).
Hasil ini menunjukkan bahwa pada suhu 45±5°C dan kelembaban 75±5%
kadar alfa-mangostin menurun seiring dengan waktu yang diujikan dan
bermakna secara statistik (p ≤ 0,05). Laju degradasi alfa-mangostin dalam
ekstrak etanol 50% kulit buah manggis pada suhu 45±5°C dan kelembaban
75±5% ini masuk ke dalam reaksi orde kedua dengan konstanta laju reaksi
sebesar 4,7365x10-4. Data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 18.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Suvarnakuta et al. (2011),
disebutkan bahwa penurunan kadar xanton (alfa-mangostin dan 8-
desoxygartanin) setelah pengeringan, dapat disebabkan karena terjadinya
degradasi enzimatik atau degradasi termal. Enzim degradasi bekerja di
bawah suhu 50ºC, karena setelah ekstrak berada pada suhu 50°C selama 45
menit, enzim yang berperan dalam mendegradasi kandungan alfa-
mangostin dalam ekstrak mulai dihambat. Suhu tinggi dapat membantu
menginaktifasi enzim degradatif, contohnya adalah enzim polyphenol
oxidase (PPO). Namun beberapa polifenol akan tetap bisa terdegradasi
diakibatkan aktivitas enzim tersebut sebelum terinaktivasi (Lim &
Murtijaya, 2007; Chantaro et al., 2008). Dapat disimpulkan bahwa
kehilangan alfa-mangostin yang terjadi dalam uji stabilitas ini disebabkan
selain oleh suhu, juga disebabkan oleh adanya enzim degradasi yang ada di
dalam senyawa itu sendiri dan suhu mempercepat terjadinya degradasi ini.
Gambar 4.6. Hasil KLT dari uji stabiitas dalam (a) asam, dalam (b) basa,
dan (c) standar alfa-mangostin
BAB 5
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan, maka dapat diperoleh
kesimpulan sebagai berikut:
1. Pada pengujian parameter spesifik ekstrak etanol 50% kulit buah
manggis didapatkan identitas ekstrak dengan pengamatan organoleptik
ekstrak berwarna coklat keunguan, bau aromatis dan memiliki rasa yang
pahit, kandungan senyawa di dalam ekstrak yang larut di dalam air
sebesar 62,54±1,09% dan senyawa larut dalam etanol sebesar
87,053±0,43%.
2. Pada pengujian parameter nonspesifik ekstrak etanol 50% kulit buah
manggis didapatkan bobot jenis ekstrak adalah sebesar 1,036, nilai
susut pengeringan ekstrak 6,66±0,11%, kadar abu sebesar 5,07±0,23%
dan kadar abu tidak larut asam adalah sebesar 0,13±0,02%. Hasil
pengujian parameter nonspesifik telah memenuhi persyaratan ekstrak
yang telah ditetapkan oleh Depkes RI.
3. Pada pengujian panjang gelombang maksimum alfa mangostin,
didapatkan pada panjang gelombang 204, 243 dan 316 nm dan
didapatkan kadar alfa-mangostin di dalam ekstrak sebesar 3,85±0,03%.
4. Pengujian kelarutan alfa-mangostin dalam ekstrak etanol 50% kulit
buah manggis di dalam aquadest didapatkan angka kelarutan sebesar
1:16064 dimana angka tersebut menyatakan bahwa alfa mangostin
praktis tidak larut di dalam air.
5. Pada uji stabilitas dalam suhu 45±5°C dan kelembaban 75±5%
didapatkan bahwa kadar alfa-mangostin didalam ekstrak menurun
selama 21 hari pengujian sebesar 31,11% dan berpengaruh bermakna
secara statistik. Pada pengujian stabilitas dalam asam dan basa, hasil
yang diperoleh bahwa ekstrak etanol 50% kulit buah manggis tidak
stabil terhadap lingkungan asam atau basa yang ekstrim.
5.2 Saran
1. Diperlukan penelitian lebih lanjut terhadap kelarutan alfa-mangostin di
dalam ekstrak dengan pelarut yang berbeda.
2. Diperlukan penelitian lebih lanjut terhadap stabilitas alfa-mangostin di
dalam ekstrak etanol kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.)
pada suhu dan kelembaban berbeda.
3. Diperlukan penelitian lebih lanjut terhadap senyawa yang dihasilkan
oleh degradasi pada stabilitas asam dan basa.
4. Diperlukan penelitian lebih lanjut terhadap metode analisis dengan
menggunakan HPLC.
43
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
44
Jung HA, Su BN, Keller WJ, Mehta RG, Kinghorn AD. 2006. Antioxidant
xanthones from the pericarp of Garcinia mangostana (Mangosteen). J
Agric Food Chem., 54(6):2077-2082.
Lim, Y. Y., and Murtijaya, J. 2007. Antioxidant properties of Phyllanthus amarus
extracts as affected by different drying methods. LWT – Food Science
and Technology, 40, 1664–1669.
Liu, R. 2008. Water Insoluble Drug Formulation. Second Edition. CRC Press,
USA : 500-522.
Lopes, Gisely C., Renata Longhini, Paulo Victor P. dos Santos, Adriano A. S.
Ara´ujo, Marcos Luciano Bruschi, and Jo˜ao Carlos P. deMello. 2012.
Preliminary assessment of the chemical stability of dried extracts from
Guazuma ulmifolia Lam. (Sterculiaceae). International Journal of
Analytical Chemistry Volume 2012, Article ID 508945.
doi:10.1155/2012/508945.
Martin, A., Swarbrick, J., Cammarata, A. (1990). Farmasi Fisik Edisi Ketiga.
Jakarta: UI-Press.
Matsumoto, K., Akao, Y., Yi, H., Ohguchi, K., Ito, T., Tanaka, T., Kobayashi, E.,
Iinuma, M., & Nozawa, Y. (2004). Preferential target is mitochondria
in a mangostin-induced apoptosis in human leukemia HL 60 cells.
Bioorg. Med. Chem, 12, 5799–5806.
Moongkarndi, P., Kosem, N., Kaslungka, S., Luanratana, O., Pongpan, N., &
Neungton, N. (2003). Antipoliferation, antioxidant, and induction of
apoptosit by Garcinia Mangostana L (Mangosteen) on SKBR human
breast cancer cell line. Journal of Ethnopharmacology, 90(1):161-166.
Morton, J.F. 1987. Fruits of Warm Climates. USA : Creative Resource Systems.
Nakatani, K., Atsumi, M., Arakawa, T., Oosawa, K., Shimura, S., Nakahata, N., &
Ohizumi, Y. (2002). Inhibitions of histamine release and prostaglandin
E2 synthesis by mangosteen, a Thai medicinal plant. Biol Pharm Bull,
25(9):1137-1141.
Obolskiy, D., P. Ivo, S. Nisarat, dan H. Michael. 2009. Garcinia mangostana L.:
A Phytochemical and Pharmacological Review.
http://www.interscience.wiley.com.
Parveen, M., Khan, N.U., 1988. Two xanthones from Garcinia mangostana.
Phytochemistry 27, 3694–3696.
Pasaribu, F., P. Sitorus, dan S. Bahri. 2012. Uji ekstrak etanol kulit buah manggis
(Garcinia mangostana L.) terhadap penurunan kadar glukosa darah.
Journal of Pharmaceutics dan Pharmacology 1(1):1-8.
Pothitirat, W., and W. Gritsanapan. 2009. HPLC quantitative analysis methode for
the determination of α-Mangostin in mangosteen fruit rind extract.
Thai Journal of Agricultural Science 2009, 42(1):7-12.
Pudjaatmaka Hadyana, Murwani Patimah, Taufik Agus. 1989. Kamis Kimia
Organik dan Geokimia. Jakarta : Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Rismana, Eriawan, Susi Kuumaningrum, Olivia Bunga, Idah Rosidah, Marhamah.
2013. Sintesis dan karakterisasi nanopartikel kitosan-ekstrak kulit buah
manggis (Garcinia mangostana L.). Jurnal Sains dan Teknologi
Indonesia Vol. 14, No. 3 Hal: 189-196.
Robinson, T. (1991). Kandungan Organik Tumbuhan Tingkat Tinggi. Bandung :
Penerbit ITB. Hal. 152-196.
Savarnakuta, Peamsuk, Chanchawee Chaweerungrat, Sakamon Devahastin. 2011.
Effects of drying methods on assay and antioxidant activity of
xanthones in mangosteen rind. Food Chemistry 125:240-247.
Singh, Anoop Kumar., R. Panner Selvam, T. Sivakumar. 2010. Isolation,
characterisation and formulation properties of a new plant gum
obtained from mangifera indica. Int J Pharm Biomed Res 2010, 1(2),
35-41.
Siregar, C. J. (2010). Teknologi Farmasi Sediaan Tablet : Dasar - dasar Praktis.
Jakarta: EGC.
Sluis, W.G. 1985. Secoiridoids and Xanthones in The Genus Centaurium Hill
(Gentianaceae). Drukkerij Elinkwijk, Utrecht.
Soedibyo, M. 1998. Alam Sumber Kesehatan. Jakarta : Balai Pustaka. Hal:257-
258.
Syahputri, M. V. (2005). Pemastian Mutu Obat. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
ALUR PENELITIAN
49
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
50
500 𝑔𝑟𝑎𝑚
= × 100% = 12,5%
4000 𝑔𝑟𝑎𝑚
Berat cawan +
Ulangan Berat cawan Berat sampel % kadar yang
ekstrak setelah di
kosong (g) (A0) awal (g) (B) terlarut
oven (g) (A1)
1 33,8569 33,6838 1,0086 86,80%
2 24,3727 24,1838 1,0088 86,81%
3 52,0970 51,9134 1,0486 87,55%
Rata-rata 87,05%±0,43
𝐴1−𝐴0 100
% Kadar seyawa yang terlarut dalam etanol = × × 100%
𝐵 20
Keterangan
Contoh perhitungan
33,8569−33,6838 20
%Kadar senyawa yang terlarut dalam etanol = × × 100%
1,0086 4
= 86,80%
Berat cawan +
Ulangan Berat cawan Berat sampel % kadar yang
ekstrak setelah di
kosong (g) (A0) awal (g) (B) terlarut
oven (g) (A1)
1 48,630 47,994 5,0144 63,42%
2 46,347 45,718 5,0007 62,89%
3 51,731 51,116 5,0152 61,31%
Rata-rata 62,54%±1,09
Keterangan rumus dan perhitungan
𝐴1−𝐴0
% Kadar seyawa yang terlarut dalam air = × 100%
𝐵
Keterangan
Contoh perhitungan
48,630−47,994 100
%Kadar senyawa yang terlarut dalam air = × × 100%
5,0144 20
= 63,42%
Keterangan :
Perhitungan:
5% 10%
Ulangan 1 Ulangan 1
21,4880−12,3638 21,7658−12,3638
Bobot jenis = 21,1644−12,3638 Bobot jenis = 21,1644−12,3638
9,1242 9,402
= 8,8006 = 1,0367 = 8,8006 = 1,0683
𝑊1−𝑊2
% susut pengeringan = ( ) × 100%
𝑊0
Keterangan :
Ulangan 1
24,0553−23,9895
% susut pengeringan = 𝑥 100% = 6,54%
1,0064
Lampiran 9. Hasil Perhitungan Kadar Abu Ekstrak Etanol 50% Kulit Buah
Manggis
𝑊1−𝑊2
% kadar abu total = × 100%
𝑊3
Keterangan :
Contoh perhitungan
14,178−14,0814
% Kadar Abu Total = × 100% = 4,85%
1,9934
Ulangan Berat botol (g) Berat akhir setelah Berat sampel % kadar abu
tanur (g) awal (g) tidak larut asam
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑏𝑢
% kadar abu tidak larut asam = 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 × 100%
𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑎𝑤𝑎𝑙
Contoh perhitungan
0,0022 𝑔𝑟𝑎𝑚
%kadar abu tidak larut asam = 1,9934 𝑔𝑟𝑎𝑚 × 100% = 0,11%
Lampiran 11. Panjang Gelombang Ekstrak Etanol 50% Kulit Buah Manggis
0,5 ppm
V1× M1 = V2.× M2
V1× 200 ppm = 10 mL × 0,5 ppm
V1 = 25 µL
Lampiran 14. Data Absorbansi dan Grafik Kurva Kalibrasi Standar Alfa-
Mangostin
Konsentrasi Absorbansi
0,5 0,029
2 0,11
4 0,224
8 0,45
10 0,561
12 0,686
14 0,797
16 0,912
Kurva Kalibrasi
1.0
0.9
0.8
0.7
Absorbansi
0.6
0.5
0.4
0.3 y = 0.057x - 0.003
R² = 0.999
0.2
0.1
0.0
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18
Konsentrasi (ppm)
0,05457 = 0,057x
x = 0,9574 ppm
= 478,52 × 10-3 mg
𝟎,𝟒𝟕𝟖𝟓𝟐 𝒎𝒈
% kadar = × 𝟏𝟎𝟎% = 𝟑, 𝟖𝟑% ~ 𝟒%
𝟏𝟐,𝟓 𝒎𝒈
Lampiran 16. Kadar Alfa-Mangostin dalam Ekstrak Etanol 50% Kulit Buah
Manggis pada Uji Kelarutan dan Angka Kelarutannya
Absorbansi ekstrak etanol 50% kulit buah manggis yang di spektro-UV = 0,033
0,033−(−0,00257)
= 0,057
= 62,38 ppm
Lampiran 17. Perhitungan Kadar Alfa-Mangostin dalam Uji Stabilitas pada Suhu
45º±5º C dan Kelembaban 75%±5%
Hari ke-0
y = a+bx
0,13957 = 0,057x
x = 2,4486 ppm
= 2448,59 × 10-3 mg
Penentuan nilai K
Pada orde 2, nilai K sama dengan nilai b yang didapatkan dari hasil
regresi antara waktu dan 1/C.
B K
4,7365x10-4 4,7365x10-4
50.000
45.000
y = -0.633x + 43.09
konsentrasi (ppm)
40.000 R² = 0.962
35.000
30.000
25.000
20.000
0 5 10 15 20 25
Waktu (hari)
1.660
1.640
1.620
1.600
1.580 y = -0.007x + 1.636
Log C 1.560 R² = 0.980
1.540
1.520
1.500
1.480
1.460
0 5 10 15 20 25
Waktu (hari)
0.035
0.03
0.025
0.02 y = 0.000x + 0.023
1/C
0.015 R² = 0.992
0.01
0.005
0
0 5 10 15 20 25
Waktu (hari)
Lampiran 19. Hasil Analisis Statistik Uji Stabilitas pada Suhu 45º±5ºC dan
Kelembaban 75%±5%
kadar
N 15
a
Normal Parameters Mean 1.876660E0
Positive .178
Negative -.169
Kolmogorov-Smirnov Z .690
Kadar
4.354 4 10 .027
Dari uji normalitas dan homogenitas diperoleh hasil bahwa data uji
stabilitas terdistribusi normal namun tidak homogen sehingga analisis data
dilanjutkan menggunakan uji Kruskal-Wallis.
3. Uji Kruskal-Wallis
Tujuan : Untuk mengetahui signifikansi data uji stabilitas.
Hipotesis :
Ho : Data uji stabilitas tidak berbeda nyata.
Ha : Data uji stabilitas berbeda nyata.
Pengambilan Keputusan :
Jika nilai signifikansi > 0,05 maka Ho diterima.
Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak.
Uji Kruskal-Wallis
Ranks