Anda di halaman 1dari 51

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan

rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat

menyelesaikan makalah “Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gagal Ginjal

Kronik (Choronic Kidney Disease).

Kami ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu

kami, sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan tepat waktu. Ucapan

terima kasih kami ucapkan kepada teman-teman yang ikut membantu dalam

penyelesaian makalah ini.

Harapannya makalah ini dapat memberikan ilmu bagi insan keperawatan

untuk memberikan asuhan keperawatan. Sebagai penulis kami menyadari bahwa

masih ada kekurangan dari penampilan dan penyajian makalah ini, oleh karena itu

kami menginginkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca. Kami

berharap makalah yang kami susun dapat bermanfaat bagi setiap pembaca.

Bantaeng, Desember 2014

Penyusun

1
DAFTAR ISI

Halaman Judul................................................................................................ i

Kata Pengantar ............................................................................................... ii

Daftar Isi......................................................................................................... iii

BAB 1 Pendahuluan
1.1 Latar Belakang........................................................................ 1
1.2 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum ................................................................ 1
1.3.2 Tujuan Khusus ............................................................... 2
1.4 Manfaat ................................................................................... 2

BAB 2 Tinjauan Pustaka


2.1 Anatomi dan Fisiologi Ginjal ................................................. 3
2.2 Definisi Gagal Ginjal Kronik ................................................. 5
2.3 Tahap Perkembangan Gagal Ginjal Kronik .......................... 6
2.4 Etiologi Gagal Ginjal Kronik ................................................. 6
2.5 Stadium Gagal Ginjal Kronik ................................................. 7
2.6 Patofisiologi Gagal Ginjal Kronik .......................................... 9
2.7 Manifestasi Klinis Gagal Ginjal Kronik ................................. 9
2.8 Pemeriksaan Diagnostik Gagal Ginjal Kronik ....................... 11
2.9 Penatalaksanaan Gagal Ginjal Kronik .................................... 13
2.10 Komplikasi Gagal Ginjal Kronik ........................................... 21
2.11 Prognosis Gagal Ginjal Kronik .............................................. 22
2.12 Web of Cautation .................................................................... 25

BAB 3 Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gagal Ginjal Kronik


3.1 Pengkajian .............................................................................. 27
3.2 Diagnosa Keperawatan .......................................................... 29
3.3 Intervensi keperawatan .......................................................... 30

2
BAB 4 Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gagal Ginjal Kronik
4.1 Pengkajian .............................................................................. 39
4.2 Analisa Data ........................................................................... 43
4.3 Diagnosa Keperawatan ........................................................... 45
4.4 Intervensi Keperawatan .......................................................... 46

BAB 5 PENUTUP
5.1 Kesimpulan ............................................................................. 53
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 54

3
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gagal ginjal kronik merupakan kerusakan ginjal atau penurunan

kemampuan filtrasi glomelurus (Glomerular Filtration Rate/GFR) kurang dari

60 mL/min/1,73 m2 selama 3 bulan atau lebih yang irreversible dan didasari

oleh banyak faktor (NKF K/DOQI 2000; Kallenbach et al. 2005). Apabila

kerusakan ini mengakibatkan laju filtrasi glomelurus/GFR berkurang hingga

di bawah 15 ml/min/1,73 m2 dan disertai kondisi uremia, maka pasien

mengalami gagal ginjal tahap akhir atau disebut dengan End Stage Renal

Disease (ESRD).

Saat ini penderita gagal ginjal kronik di dunia mengalami peningkatan

sebesar 20-25% setiap tahunnya (USRDS 2008 dalam Harwood. Lori et al.

2009). Menurut data PERNEFRI (Perhimpunan Nefrologi Indonesia)mencapai

70.000, namun yang terdeteksi menjalani gagal ginjal kronis dan menjalani

cuci darah/haemodialysis hanya sekitar 4000 sampai dengan 5000 saja.

Angka mortalitas pasien gagal ginjal kronik semakin meningkat seiring

meningkatnya angka kejadian penyakit diabetes mellitus, hipertensi, dan

penyakit jantung sebagai penyebabnya dan komplikasi yang ditimbulkan oleh

penyakit tersebut. Menurut data Profil Kesehatan Indonesia tahun 2006, gagal

ginjal kronik menempati urutan ke 6 penyebab kematian yang dirawat di

rumah sakit di Indonesia. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan

di RSUP Fatmawati, menurut data Instalasi Rekam Medik RSUP Fatmawati

4
Jakarta jumlah penderita penyakit ginjal kronik pada tahun 2011 sebanyak

1629 orang.

Penatalaksanaan untuk mengatasi masalah GGK terdapat dua pilihan

(Markum 2009) yaitu pertama, penatalaksanaan konservatif meliputi diet

protein, diet kalium, diet natrium, dan pembatasan cairan yang masuk. Kedua,

dialisis dan transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti pada pasien.

Terapi pengganti yang sering dilakukan pada pasien GGK adalah dialisis.

Oleh karena permasalahan tersebut, makalah ini disusun agar perawat

mampu memahami dengan baik mengenai gagal ginjal kronik serta mampu

menerapkan asuhan keperawatan yang tepat bagi penderita gagal ginjal

kronik.

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Makalah ini menjabarkan secara rinci tentang teori konseptual

mengenai gagal ginjal kronik dan bagaimana cara memberikan

penatalaksaan yang cepat dan tepat, serta pembaca diharapkan

memahami dan menerapkan asuhan keperawatan pada kasus gagal

ginjal kronik secara komprehensif.

1.2.2 Tujuan Khusus

1. Menjelaskan anatomi dan fisiologi ginjal

2. Menjelaskan definisi dari gagal ginjal kronik

3. Menjelaskan tahap perkembangan dari gagal ginjal kronik

4. Menjelaskan etiologi dari gagal ginjal kronik

5. Menjelaskan stadium dari gagal ginjal kronik

5
6. Menjelaskan patofisiologi dari gagal ginjal kronik

7. Menjelaskan manifestasi klinis dari gagal ginjal kronik

8. Menjelaskan pemeriksaan diagnostik dari gagal ginjal kronik

9. Menjelaskan penatalaksanaan dari gagal ginjal kronik

10. Menjelaskan komplikasi dari gagal ginjal kronik

11. Menjelaskan prognosis dari gagal ginjal kronik

12. Menjelaskan Web of Cautation dari gagal ginjal kronik

13. Menjelaskan Asuhan keperawatan dari gagal ginjal kronik

1.3 Manfaat

Mampu mengetahui tentang gagal ginjal kronik sehingga perawat akan

lebih peka dan teliti dalam mengumpulkan data pengkajian awal dan

menganalisa suatu respon tubuh pasien terhadap penyakit, sehingga gagal

ginjal kronik tidak semakin berat.

6
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Fisiologi

Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak di rongga

peritoneal bagian atas. Bentuknya menyerupai kacang dengan sisi cekungnya

menghadap ke medial. Pada sisi ini, terdapat hilus ginjal, yaitu tempat

struktur-sturuktur pembuluh darah, sistem limfatik, sistem saraf, dan ureter

menuju dan meninggalkan ginjal. Besar dan berat ginjal sangat bervariasi

tergantung pada jenis kelamin, umur, serta ada tidaknya ginjal pada sisi lain.

Ukuran ginjal rata-rata adalah 11,5 cm (panjang) x 6 cm (lebar) x 3,5 cm

(tebal). Beratnya bervariasi sekitar 120-170 gram (Aziz dkk.2008).

Ginjal dibungkus oleh jaringan fibrous tipis dan berkilau yang disebut true

capsule (kapsul fibrosa) ginjal dan di luar kapsul ini terdapat jaringan lemak

peri renal. Di sebelah kranial terdapat kelenjar anak ginjal atau glandula

adrenal/suprarenal yang berwarna kuning. Kelenjar adrenal bersama-sama

ginjal dan jaringan lemak perineal dibungkus oleh fasia gerota. Fasia ini

berfungsi sebagai barier yang menghambat meluasnya perdarahan dari

parenkim ginjal serta mencegah ekstravasasi urin pada saat terjadi trauma

ginjal. Selain itu, fasia gerota dapat pula berfungsi sebagai barier dalam

menghambat metastasis tumor ginjal ke organ sekitarnya. Di luar fasia gerota

terdapat jaringan lemak retroperitoneal atau disebut jarinagn lemak pararenal

(Aziz dkk. 2008).

7
Gambar 1. Anatomi Ginjal (Aziz dkk. 2008)

Di sebelah posterior, ginjal dilindungi oleh otot-otot punggung yang tebal

serta tulang rusuk ke XI dan XII, sedangkan di sebelah anterior dilindungi

oleh organ-organ intraperitoneal. Ginjal kanan dikelilingi oleh hepar, kolon,

dan duodenum, sedangkan ginjal kiri dikelilingi oleh lien, lambung, pankreas,

jejunum, dan kolon (Aziz dkk. 2008). Ginjal kanan tingginya sekitar 1 cm di

atas ginjal kiri (Faiz &Moffat 2004).

Secara anatomik ginjal terbagi dalam dua bagian, yaitu korteks dan

medula ginjal. Di dalam korteks terdapat berjuta-juta nefron, sedangkan di

dalam medula banyak terdapat duktuli ginjal. Nefron adalah unit fungsional

terkecil dari ginjal yang terdiri atas glomeruli dan tubuli ginjal. Darah yang

membawa sisa-sisa hasil metabolisme tubuh difiltrasi di dalam glomeruli

kemudian di tubuli ginjal beberapa zat yang masih diperlukan tubuh

mengalami reabsorbsi dan zat-zat hasil sisa metabolisme tubuh disekresi

bersama air dalam bentuk urin (Aziz dkk. 2008).

8
Gambar 2. Sistem Nefron Ginjal (Aziz dkk. 2008)

Urin yang terbentuk di dalam nefron disalurkan melalui piramida ke

sistem pelvikalises ginjal untuk disalurkan ke dalam ureter. Sistem

pelvikalises ginjal terdiri atas kaliks minor, infundibulum, kaliks mayor, dan

pielum/pelvis renalis. Mukosa sistem pelvikalises terdiri atas epitel

transisional dan dindingnya terdiri otot polos yang mampu berkontraksi untuk

mengalirkan urin sampai ureter (Aziz dkk. 2008).

Ginjal bekerja untuk menyaring darah sebanyak kurang lebih 200 liter tiap

harinya dan juga membuang sisa-sisa metabolisme serta kelebihan cairan

tubuh melalui urin. Selain membuang sisa-sisa metabolisme tubuh melalui

urin, ginjal berfungsi juga dalam:

1. Melakukan kontrol terhadap sekresi hormon-hormon aldostreon dan Anti

Diuretik Hormon (ADH)

2. Mengatur metbolisme ion kalsium dan vitamin D

3. Menghasilkan hormon, antara lain: eritropoetin yang berperan dalam

9
pembentukan sel darah merah, renin yang berperan dalam pengaturan

tekanan darah, kalsitriol atau vitamin D3 yaitu bentuk aktif dari vitam D

yang berfungsi mengatur tekanan darah dengan cara mengatur

keseimbangan kadar kalsium, dan hormon prostaglandin (Aziz dkk. 2008).

2.2 Definisi

Gagal ginjal kronik (GGK) merupakan gangguan fungsi ginjal yang

progresif dan ireversibel, yang menyebabkan ketidakmampuan ginjal untuk

mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan maupun elektrolit,

sehingga timbul gejala uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam

darah) (Smeltzer 2008). Gagal ginjal kronik merupakan kerusakan ginjal atau

penurunan kemampuan filtrasi glomelurus (Glomerular Filtration Rate/GFR)

kurang dari 60 ml/min/1,73 m2 yang terjadi selama lebih dari 3 bulan

(Kallenbach et al. 2005). Menurut KDIGO (2013) Gagal ginjal kronik

merupakan suatu keadaan abnormalitas dari struktur atau ginjal yang terjadi

selama lebih dari 3 bulan yang mempengaruhi kesehatan, dengan kriteria

sebagai berikut:

1. Adanya kerusakan ginjal (satu atau lebih):

a. Albuminuria (AER ≥30 mg/24 jam; ACR ≥30 mg/g [≥3 mg/mmol])

b. Abnormalitas sedimen urin

c. Abnormalitas elektrolit dan lainnya akibat dari kerusakan pada tubulus

ginjal

d. Adanya abnormalitas yang diketahui dari histologi

e. Abnormalitas struktural yang diketahui dari pencitraan

f. Mempunyai riwayat transplantasi ginjal

10
2. Penurunan GFR

GFR 60 ml/min/1,73 m2 (Kategori GFR G3a-G5)

Kondisi ginjal yang gagal melaksanakan fungsi utamanya akan terjadi

gangguan pembuluh darah dan penyakit lebih mudah merusak pembuluh

darah tersebut. Akibatnya, darah yang diterima unit penyaring menjadi lebih

sedikit, dan tekanan darah di dalam ginjal tidak bisa dikendalikan. Bila unit

penyaring yang terganggu, maka suplai darah kurang dan gangguan tekanan

darah akan membuat ginjal tidak mampu membuang zat-zat tidak terpakai

lagi. Selain itu ginjal juga tidak bisa mempertahankan keseimbangan cairan

dan zat-zat kimia di dalam tubuh, sehingga zat buangan bisa masuk kembali

ke dalam darah. Juga mungkin terjadi, zat kimia yang dibutuhkan tubuh dan

protein akan ikut keluar bersama urin (Syamsir & Iwan 2007).

Pada gagal ginjal kronik penderita hanya dapat berusaha menghambat laju

tingkat kegagalan fungsi ginjal tersebut, agar tidak menjadi gagal ginjal

terminal (GGT), suatu kondisi dimana ginjal sudah tidak dapat berfungsi lagi.

Kondisi gagal ginjal kronik ini biasanya timbul secara perlahan dan sifatnya

menahun, dengan sedikit gejala pada awalnya, bahkan lebih sering penderita

tidak merasakan adanya gejala dan diketahui fungsi ginjal sudah menurun

25% dari normal. Beberapa penyakit yang memicu terjadinya penyakit aggal

ginjal kronik, antara lain diabetes, hipertensi, dan batu ginjal (Syamsir & Iwan

2007).

2.3 Tahapan Perkembangan Gagal Ginjal Kronik

Tahapan perkembangan gagal ginjal kronik, yaitu (Baradero dkk. 2005):

11
1. Penurunan cadangan ginjal

a. Sekitar 40-75% nefron tidak berfungsi

b. Laju filtrasi glomerulus 40-50% normal

c. BUN dan kreatinin serum masih normal

d. Pasien asimtomatik

2. Gagal ginjal

a. 75-80% nefron tidak berfungsi

b. Laju filtrasi glomerulus 20-40% normal

c. BUN dan kreatinin serum mulai meningkat

d. Anemia ringan dan azotemia ringan

e. Nokturia dan poliuria

3. Gagal ginjal

a. Laju filtrasi glomerulus 10-20% normal

b. BUN dan kreatinin serum meningkat

c. Anemia, azotemia, asidosis metabolik

d. Berat jenis urin

e. Poliuria dan nokturia

f. Gejala gagal ginjal

4. End-stage renal disease (ESRD)

a. Lebih dari 85% nefron tidak berfungsi

b. Laju filtrasi glomerulus kurang dari 10% normal

c. BUN dan kreatinin tinggi

d. Anemia, azotemia, dan asidosis metabolik

e. Berat jenis urin tetap 1,010

12
f. Oliguria

g. Gejala gagal ginjal

2.4 Etiologi

Penyebab paling umum dari gagal ginjal kronik adalah diabetes

mellitus (tipe 1 atau tipe 2) dan hipertensi, sedangkan penyebab End-stage

Renal Failure (ERFD) di seluruh dunia adalah IgA nephropathy (penyakit

inflamasi ginjal). Komplikasi dari diabetes dan hipertensi adalah rusaknya

pembuluh darah kecil di dalam tubuh, pembuluh darah di ginjal juga

mengalami dampak terjadi kerusakan sehingga mengakibatkan gagal ginjal

kronik.

Etiologi gagal ginjal kronik bervariasi antara negara yang satu dengan

yang negara lain. Di Amerika Serikat diabetes melitus menjadi penyebab

paling banyak terjadi gagal ginjal kronik yaitu sekitar 44%, kemudian diikuti

oleh hipertensi sebanyak 27% Dan glomerulonefritis sebanyak 10% (Thomas

2008). Di Indonesia penyebab gagal ginjal kronik sering terjadi karena

glomerulonefritis, diabetes mellitus, obstruksi, dan infeksi pada ginjal,

hipertensi (Suwitra dalam Sudoyo et al. 2009).

Penyebab dari gagal ginjal kronis yang tersering dibagi menjadi 8 kelas,

antara lain (Price & Wilson 2003):

13
Tabel 1.
Klasifikasi Penyebab Gagal Ginjal Kronik (Price & Wilson 2003):
Klasifikasi Penyakit Penyakit
Penyakit infeksi tubulointerstitial Pielonefritis kronis/refluks nefropati
Penyakit peradangan Glomerulonefritis
Penyakit vascular hipertensif Nefrosklerosis benigna
Nefrosklerosis maligna
Stenosis arteri renalis
Gangguan jaringan ikat SLE
Poliarteritis nodosa
Sklerosis sistemik progresif
Gangguan kongenital dan herediter Penyakit ginjal polikistik
Asidosis tubulus ginjal
Penyakit metabolik DM
Gout, hiperparatiroidisme
Amilodosis
Nefropati toksik Penyalahgunaan analgesik, obat TBC
Nefropati timah
Nefropati obstruktif Traktus urinarius bagian atas: batu,
neoplasma, fibrosis retroperitoneal
Traktus urinarius bagian bawah:
hipertropi prostat, striktur uretra,
anomali kongenital leher vesika
urinaria dan uretra

2.5 Stadium

Chronic Kidney Disease (CKD) diklasifikasikan berdasarkan CGA sistem

yaitu Cause, GFR category, dan Albuminuria category. Gagal ginjal kronik

merupakan stadium 5 dari CKD atau biasa disebut dengan End-stage Renal

Disease (ESRD). Dikatakan gagal ginjal kronik apabila dari hasil tes nilai

eGFR < 15 mL/min/1.73 m2.

Klasifikasi Chronic Kidney Disease (CKD) dalam Kidney Disease:

Improving Global Outcomes (KDIGO) CKD Work Group (2013) KDIGO 2

clinical practice guideline for the evaluation and management of chronic

kidney disease:

14
Tabel 2. Kategori GFR (KDIGO 2013)

GFR category GFR (ml/min/1.73 m2) Terms

G1 >90 Normal or high

G2 60–89 Mildly decreased*

G3a 45–59 Mildly to moderately decreased

G3b 30–44 Moderately to severely decreased

G4 15–29 Severely decreased

G5 <15 Kidney failure

* Relatif pada level dewasa

Tabel 3. Kategori Albuminuria (KDIGO 2013)

ACR AER ACR Terms


category (mg/24hrs) (mg/mmol)
A1 < 30 <3 Normal to mildly
increased

A2 30-300 3–30 Moderately


increased*

A3 > 300 >30 Severely


increased**

* Relatif pada level dewasa


** Termasuk sindrom nefrotik (ACR > 220 mg/mmol)

GFR = glomerular filtration rate


AER = albumin excretion rate
ACR = albumin-to-creatinine ratio

2.6 Patofisiologi

Ginjal merupakan salah satu organ ekskretori yang berfungsi untuk

mengeluarkan sisa metabolisme didalam tubuh diantaranya ureum, kreatinin,

dan asam urat sehingga terjadi keseimbangan dalam tubuh. Penyakit ini

diawali dengan kerusakan dan penurunan fungsi nefron secara progresif akibat

15
adanya pengurangan masa ginjal. Pengurangan masa ginjal menimbulkan

mekanisme kompensasi yang mengakibatkan terjadinya hipertrofi struktural

dan fungsional nefron yang masih tersisa. Perubahan ini mengakibatkan

hiperfiltrasi yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah

glomerulus. Selanjutnya penurunan fungsi ini akan disertai dengan penurunan

laju filtrasi glomerulus (GFR) dan peningkatan sisa metabolisme dalam tubuh.

Perjalanan umum ginjal kronik dapat dibagi menjadi tiga stadium.

Stadium satu dinamakan penurunan cadangan ginjal . Pada stadium ini

kreatin serum dan BUN dalam keadaan normal dan penderita asimtomatik

(tanpa gejala). Gangguan fungsi ginjal akan dapat diketahui dengan tes GFR.

Stadium dua dinamakan insufisiensi ginjal , dimana lebih dari

75% jaringan yang berfungsi telah rusak dan GFR 25% dari normal. Pada

tahap ini BUN baru mulai stadium insufisiensi ginjal gejala nokturia dan

poliuria diakibatkan kegagalan pemekatan. Nokturia (berkemih pada malam

hari) sebanyak 700 ml atau berkemih lebih dari beberapa kali. Pengeluaran

urin normal sekitar 1500 ml perhari atau sesuai dengan jumlah cairan yang

diminum.

Stadium ke tiga dinamakan gagal ginjal stadium akhir uremia . sekitar

90% dari massa nefron telah hancur atau sekitar 200.000 yang masih utuh.

Nilai GFR nya hanya 10% dari keadaan normal dan bersihakan kreatin sebesar

5-10 ml/menit. Penderita biasanya oliguri (pengeluaran urien kurang dari 500

ml/hari) karena kegagalan glomelurus uremik. Fungsi ginjal menurun, produk

akhir metabolisme protein. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem

tubuh.

16
Menurut Sudoyo et al. (2009) stadium paling dini dari penyakit gagal

ginjal kronis, akan menyebabkan penurunan fungsi yang progresif ditandai

dengan peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum. Pasien dengan GFR

60% belum merasakan keluhan, tetapi sudah ada peningkatan kadar ureum

dan kreatinin, sampai GFR 30% keluhan nokturia, badan lemas, mual, nafsu

makan berkurang, dan penurunan berat badan mulai terjadi.

2.7 Manifestasi Klinis

Gagal ginjal kronis atau penyakit ginjal kronis adalah penurunan secara

lambat dan progresif dari fungsi ginjal. Biasanya terjadi akibat komplikasi dari

kondisi medis lain yang serius. Tidak seperti gagal ginjal akut yang terjadi

dengan cepat dan tiba-tiba, gagal ginjal kronis terjadi secara bertahap. Gagal

ginjal kronis terjadi dalam hitungan minggu, berbulan-bulan, atau bahkan

bertahun-tahun sampai ginjal perlahan berhenti bekerja, mengantarkan pada

stadium akhir penyakit ginjal (ESRD). Perkembangan yang sangat lambat

inilah yang mengakibatkan gejala tidak muncul sampai adanya kerusakan

besar.

Manifestasi klinis gagal ginjal kronik (Long 1996):

1. Gejala dini: lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan

berkurang, mudah tersinggung, depresi.

2. Gejala yang lebih lanjut: anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal

atau sesak nafas baik waktu ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai

lekukan, pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah.

Manifestasi klinis gagal ginjal kronik (Smeltzer & Bare 2001):

17
1. Kardiovaskuler

a. Hipertensi, gagal jantung kongestif, udema pulmoner, perikarditis

b. Pitting edema (kaki, tangan, sacrum)

c. Edema periorbital

d. Friction rub pericardial

e. Pembesaran vena leher

2. Dermatologi

a. Warna kulit abu-abu mengkilat

b. Kulit kering bersisik

c. Pruritus

d. Ekimosis

e. Kuku tipis dan rapuh

f. Rambut tipis dan kasar

3. Pulmoner

a. Krekels

b. Sputum kental dan liat

c. Nafas dangkal

d. Pernafasan kussmaul

4. Gastrointestinal

a. Anoreksia, mual, muntah, cegukan

b. Nafas berbau ammonia

c. Ulserasi dan perdarahan mulut

d. Konstipasi dan diare

e. Perdarahan saluran cerna

18
5. Neurologi

a. Tidak mampu konsentrasi

b. Kelemahan dan keletihan

c. Konfusi/perubahan tingkat kesadaran

d. Disorientasi

e. Kejang

f. Rasa panas pada telapak kaki

g. Perubahan perilaku

6. Muskuloskeletal

a. Kram otot

b. Kekuatan otot hilang

c. Kelemahan pada tungkai

d. Fraktur tulang

e. Foot drop

7. Reproduktif

a. Amenore

b. Atrofi testekuler

2.8 Pemeriksaan Diagnostik

Menurut Doenges (2000) pemeriksaan penunjang pada pasien GGK

adalah:

1. Volume urin : Biasanya kurang dari 400 ml/ 24 jam (fase oliguria) terjadi

dalam (24 jam – 48) jam setelah ginjal rusak.

2. Warna Urin : Kotor, sedimen kecoklatan menunjukan adanya darah.

3. Berat jenis urin : Kurang dari l, 020 menunjukan penyakit ginjal contoh

19
glomerulonefritis, pielonefritis dengan kehilangan kemampuan

memekatkan : menetap pada l, 0l0 menunjukkan kerusakan ginjal berat.

4. pH : Lebih besar dari 7 ditemukan pada ISK, nekrosis tubular ginjal dan

rasio urin/ serum saring (1 : 1).

5. Kliren kreatinin : Peningkatan kreatinin serum menunjukan kerusakan

ginjal.

6. Natrium : Biasanya menurun tetapi dapat lebih dari 40 mEq/ ltr bila ginjal

tidak mampu mengabsorpsi natrium.

7. Bikarbonat : Meningkat bila ada asidosis metabolik.

8. Warna tambahan : Biasanya tanda penyakit ginjal atau infeksi tambahan

warna merah diduga nefritis glomerulus.

Pemeriksaan yang bisa dilakukan dalam menentukan gagal ginjal kronik,

antara lain:

1. Gambaran Klinis

Gambaran Klinis Pasien penyakit ginjal kronik meliputi:

a. Seperti dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes melitus,

infeksi traktus, urinarius, batu traktus urinarius, hipertensi,

hiperurikemi, Lupus, Eritomatosus Sistemik (LES), dan lain

sebagainya.

b. Syndrom uremia yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual

muntah, nokturia, kelebihan volume cairan, (Volume Overload)

neuropati perifer, proritus, uremic, frost, perikarditis, kejang-kejang

sampai koma.

c. Gejala komplikasi nya antara lain hipertensi, anemia, osteodistrofi

20
renal, payah jantung, asidiosis metabolik, gangguan keseimbangan

elektrolit (sodium, kalium, khlorida).

2. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi:

a. Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya

b. Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin

serum dan penurunan LFG yang dihitung mempergunakan rumus

Kockcroft-Gault. Kadar kreatinin serum saja tidak bisa dipergunakan

untuk memperkirakan fungsi ginjal.

c. Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin

peningkatan kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia,

hiper atau hipokloremia, hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidiosis

metabolik.

d. Kelainan urinalisis meliputi: proteiuria, leukosuria, cast, isostenuria.

3. Gambaran Radiologis

Pemeriksaan Radiologis Penyakit Ginjal Kronik meliputi:

a. Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio opak.

b. Pielografi intravena jarang dikerjakan karena kontras sering tidak bisa

melewati filter glomerulus, disamping kehawatiran terjadinya

pengaruh toksik oleh kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami

kerusakan.

c. Pielografi antergrad atau retrograd dilakukan sesuai dengan indikasi

21
d. Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang

mengecil, korteks yang menipis adanya hidronefrosis atau batu ginjal,

kista, massa, klasifikasi.

e. Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi bila ada indikasi.

4. Biopsi dan Pemeriksaan Histopatologi Ginjal

Biopsi dan Pemeriksaan Histopatologi Ginjal dilakukan pada pasien

dengan ukuran ginjal yang masih mendekati normal, dimana diagnosis

secara noninvasif tidak bisa ditegakkan. Pemeriksaan histopatologi ini

bertujuan untuk mengetahui etiologi, menetapkan terapi, prognosis, dan

mengevaluasi hasil terapi yang telah diberikan. Biopsi ginjal indikasi

kontra dilakukan pada keadaan dimana ukuran ginjal yang sudah mengecil

(contracted kidney), ginjal polikistik, hipertensi yang tidak terkendali,

infeksi perinefrik, gangguan pembekuan darah, gagal nafas, dan obesitas.

2.9 Penatalaksanaan

Rencana penatalaksanaan penyakit ginjal kronik sesuai dengan derajatnya

menurut Suwitra (2007) antara lain:

Rencana tatalaksana penyakit ginjal kronik sesuai dengan derajatnya

LFG
Derajat Rencana Tatalaksana
(ml/mn/1,73m2)
1 ≥90 Terapi penyakit dasar, kondisi
komorbid,evaluasi perburukan (progression)
fungsi ginjal, memperkecil risiko kardiovaskuler
2 60-80 Menghambat perburukan (progession) fungsi
ginjal
3 30-59 Evaluasi dan terapi komplikasi
4 15-29 Persiapan untuk terapi pengganti ginjal
5 ˂15 Terapi pengganti ginjal

Di bawah ini merupakan penjelasan dari penatalaksanaan penyakit ginjal

22
kronik berdasarkan tabel diatas adalah:

1. Terapi Spesifik Terhadap Penyakit Dasarnya

Waktu yang paling tepat untuk terapi penyakit dasarnya adalah sebelum

terjadinya penurunan LFG sehingga perburukan fungsi ginjal tidak terjadi.

Pada ukuran ginjal yang masih normal secara ultrasonografi, biopsi dan

pemeriksaan histopatologi ginjal dapat menentukan indikasi yang tepat

terhadap terapi spesifik. Sebaliknya, bila LFG sudah menurun sampai 20-

30% dari normal, terapi terhadap penyakit dasar sudah tidak banyak

bermanfaat.

2. Pencegahan dan Terapi Terhadap Kondisi Komorbid

Penting sekali untuk mengikuti dan mencatat kecepatan penurunan LFG

pada pasien Penyakit Ginjal Kronik. Hal ini untuk mengetahui kondisi

komorbid (superimposed factors) yang dapat memperburuk keadaan

pasien. Faktor-faktor komorbid antara lain, gangguan keseimbangan

cairan, hipertensi yang tidak terkontrol, infeksi traktus urinarius, obstruksi

traktus urinarius, obat-obat nefrotoksik, bahan radiokontras, atau

peningkatan aktivitas penyakit dasarnya.

3. Menghambat Perburukan Fungsi Ginjal

Faktor utama penyebab perburukan fungsi ginjal adalah terjadinya

hiperfiltrasi glomerulus dengan cara penggunaan obat-obatan nefrotoksik,

hipertensi berat, gangguan elektrolit (hipokalemia). Dua cara penting

untuk mengurangi hiperfiltrasi glomerulus adalah:

a. Pembatasan Asupan Protein

Pembatasan Asupan Protein dan Fosfat pada Penyakit Ginjal Kronik

23
(Suwitra 2007).

LFG ml/mnt Asupan protein g/kg/hr Fosfat g/kg/hr


˃60 Tidak dianjurkan Tidak dibatasi
25-60 0,6-0,8/kg/hr, termasuk ≥ 0,35 gr/kg/hr ≤ 10 g
nilai biologi tinggi
5-25 0,6-0,8/kg/hr, termasuk ≥ 0,35 gr/kg/hr ≤ 10 g
protein nilai biologis tinggi /tambahan
0,3 g asam amino esensial / asam keton
˂60 (SN) 0,8/kg/hr (+ 1 gr protein/ g proteinuria ≤ 9 g
atau 0,3 g / kg tambahan asam amino
esensial atau asam keton
Pembatasan asupan protein akan mengakibatkan berkurangnya

sindrom uremik. Masalah penting lain adalah asupan protein berlebih

(protein overload) akan mengakibatkan perubahan hemodinamik ginjal

berupa peningkatan aliran darah dan tekanan intraglomerulus

(intraglomerulus hyperfiltration), yang akan meningkattkan

progresifitas pemburuan fungsi ginjal. Pembatasan asupan protein juga

berkaitan dengan pembatasan asupan fosfat, karena protein dan fosfat

selalu berasal dari sumber yang sama. Pembatasan fosfat perlu untuk

mencegah terjadinya hiperfosfatemia.

b. Terapi Farmakologis

Terapi farmakologi bertujuan untuk mengurangi hipertensi,

memperkecil risiko gangguan kardiovaskuler juga memperlambat

pemburukan kerusakan nefron. Beberapa obat antihipertensi, terutama

penghambat enzim konverting angiotensin (Angiotensin Converting

Enzym/ ACE inhibitor dapat memperlambat proses perburukan fungsi

ginjal.

24
4. Pencegahan dan Terapi Terhadap Penyakit Kardiovaskuler

Hal-hal yang termasuk dalam pencegahan dan terapi penyaki

kardiovaskuler adalah pengendalian diabetes, pengendalian hipertensi,

pengendalian dislipidemia, pengendalian anemia, pengendalian

hiperfosfatemia dan terapi terhadap kelebihan cairan dan gangguan

keseimbangan elektrolit.

Gambar 3. Proses Hemodialisis (Joyce, dkk. 2008)

Ada tiga prinsip yang mendasari kerja hemodialisis, yaitu difusi,

osmosis, dan ultrafiltrasi. Toksin dan zat limbah di dalam darah

dikeluarkan melalui proses difusi dengan cara bergerak dari darah yang

memiliki konsentrasi tinggi ke cairan dialisat dengan konsentrasi yang

lebih rendah (Rosidana 2011).

25
Gambar 4. Proses Difusi (http://www.baxter.com)

Air yang berlebihan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses

osmosis. Pengeluaran air dapat dikendalikan dengan menciptakan

gradien tekanan, yaitu air bergerak dari daerah dengan tekanan yang

lebih tinggi (tubuh pasien) ke daerah dengan tekanan yang lebih rendah

(cairan dialisat). Gradien ini dapat ditingkatkan melalui penambahan

tekanan negatif yang dikenal sebagai ultrafiltrasi pada mesin dialisis

(Rosdiana 2011).

Gambar 5. Proses Ultrafiltrasi (http://www.lhsc.on.ca/)

26
2.10 Komplikasi

Komplikasi penyakit gagal ginjal kronik menurut Smeltzer dan Bare

(2002) yaitu:

1. Hiperkalemia akibat penurunan eksresi, asidosis metabolik, katabolisme

dan masukan diet berlebihan.

2. Perikarditis, efusi pericardial dan tamponade jantung akibat retensi

produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.

3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system

renin-angiostensin-aldosteron

4. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah

merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi oleh toksin dan

kehilangan darah selama hemodialisis.

5. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatic akibat retensi fosfat, kadar

kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D abnormal dan

peningkatan kadar alumunium.

Komplikasi penyakit gagal ginjal kronik menurut O’Callaghan (2009)

yaitu:

1. Komplikasi Hematologis

Anemia pada penyakit ginjal kronik disebabkan oleh produksi

eritropoietin yang tidak adekuat oleh ginjal dan diobati dengan

pemberian eritropoietin subkutan atau intravena. Hal ini hanya bekerja

bila kadar besi, folat, dan vitamin B12 adekuat dan pasien dalam

keadaan baik. Sangat jarang terjadi, antibodi dapat terbentuk melawan

27
eritropoietin yang diberikan sehingga terjadi anemia aplastik.

2. Penyakit vascular dan hipertensi

Penyakit vascular merupakan penyebab utama kematian pada gagal

ginjal kronik. Pada pasien yang tidak menyandang diabetes, hipertensi

mungkin merupakan faktor risiko yang paling penting. Sebagaian besar

hipertensi pada penyakit ginjal kronik disebabkan hipervolemia akibat

retensi natrium dan air. Keadaan ini biasanya tidak cukup parah untuk

bisa menimbulkan edema, namun mungkin terdapat ritme jantung tripel.

Hipertensi seperti itu biasanya memberikan respons terhadap restriksi

natrium dan pengendalian volume tubuh melalui dialysis. Jika fungsi

ginjal memadai, pemberian furosemid dapat bermanfaat.

3. Dehidrasi

Hilangnya fungsi ginjal biasanya menyebabkan retensi natrium dan air

akibat hilangnya nefron. Namun beberapa pasien tetap mempertahankan

sebagian filtrasi, namun kehilangan fungsi tubulus, sehingga

mengekskresi urin yang sangat encer, yang dapat menyebabkan dehidrsi.

4. Kulit

Gatal merupakan keluhan keluhan kulit yang paling sering terjadi.

Keluhan ini sering timbul pada hiperparatiroidime sekunder atau tersier

serta dapat disebabkab oleh deposit kalsium fosfat apda jaringan. Gatal

dapat dikurangi dengan mengontrol kadar fosfat dan dengan krim yang

mencegah kulit kering. Bekuan uremik merupakan presipitat kristal

ureum pada kulit dan timbul hanya pada uremia berat. Pigmentasi kulit

dapat timbul dan anemia dapat menyebabkan pucat.

28
5. Gastrointestinal

Walaupun kadar gastrin meningkat, ulkus peptikum tidak lebih sering

terjadi pada pasien gagal ginjal kronik dibandingkan populasi normal.

Namun gejala mual, muntah, anoreksia, dan dada terbakar sering terjadi.

Insidensi esofagitis serta angiodisplasia lebih tinggi, keduanya dapat

menyebabkan perdarahan. Insidensi pankreatitis juga lebih tinggi.

Gangguan pengecap dapat berkaitan dengan bau napas yang menyerupai

urin.

6. Endokrin

Pada pria, gagal ginjal kronik dapat menyebabkan kehilangan libido,

impotensi, dan penurunan jumlah serta motilitas sperma. Pada wanita,

sering terjadi kehilangan libido, berkurangnya ovulasi, dan infertilitas.

Siklus hormon pertumbuhan yang abnormal dapat turut berkontribusi

dalam menyebabkan retardasi pertumbuhan pada anak dan kehilangan

massa otot pada orang dewasa.

7. Neurologis dan psikiatrik

Gagal ginjal yang tidak diobati dapat menyebabkan kelelahan,

kehilangan kesadaran, dan bahkan koma, sering kali dengan tanda iritasi

neurologis (mencakup tremor, asteriksis, agitasi, meningismus,

peningkatan tonus otot dengan mioklonus, klonus pergelangan kaki,

hiperefleksia, plantar ekstensor, dan yang paling berat kejang). Aktifitas

Na+/K+ ATPase terganggu pada uremia dan terjadi perubahan yang

tergantung hormon paratiroid (parathyroid hormone, PTH) pada

transport kalsium membran yang dapat berkontribusi dalam

29
menyebabkan neurotransmisi yang abnormal. Gangguan tidur

seringterjadi. Kaki yang tidak biasa diam (restless leg) atau kram otot

dapat juga terjadi dan kadang merespons terhadap pemberian kuinin

sulfat. Gangguan psikiatrik seperti depresi dan ansietas sering terjadi

dan terdapat peningkatan risiko bunuh diri.

8. Imunologis

Fungsi imunologis terganggu pada gagal ginjal kronik dan infeksi sering

terjadi. Uremia menekan fungsi sebagaian besar sel imun dan dialysis

dapat mengaktivasi efektor imun, seperti komplemen, dengan tidak

tepat.

9. Lipid

Hiperlipidemia sering terjadi, terutama hipertrigliseridemia akibat

penurunan katabolisme trigliserida. Kadar lipid lebih tinggi pada pasien

yang menjalani dialisis peritoneal daripada pasien yang menjalani

hemodialisis, mungkin akibat hilangnya protein plasma regulator seperti

apolipoprotein A-1 di sepanjang membran peritoneal.

10. Penyakit jantung

Perikarditis dapat terjadi dan lebih besar kemungkinan terjadinya jika

kadar ureum atau fosfat tinggi atau terdapat hiperparatiroidisme

sekunder yang berat. Kelebihan cairan dan hipertensi dapat

menyebabkan hipertrofi ventrikel kiri atau kardiomiopati dilatasi. Fistula

dialysis arteriovena yang besara dapat menggunakan proporsi curah

jantung dalam jumlah besar sehingga mengurangi curah jantung yang

dapat digunakan oleh bagian tubuh yang tersisa.

30
2.11 Prognosis

Prognosis GGT dengan program HD kronik tergantung dari banyak faktor

terutama seleksi pasien dan saat rujukan.

1. Umur

Umur < 40 tahun mulai program HD kronik mempunyai masa hidup

lebih panjang, mencapai 20 tahun. Sebaliknya umur lanjut > 55 tahun

kemungkinan terdapat komplikasi sistem kardiovaskuler lebih besar.

2. Saat rujukan

Rujukan terlambat memberi kesempatan timbul gambaran klinik berat

seperti koma, perikarditis, yang sulit dikendalikan dengan tindakan HD.

3. Etiologi GGT

Beberapa penyakit dasar seperti lupus, amiloid, diabetes mellitus; dapat

mempengaruhi masa hidup. Hal ini berhubungan dengan penyakit

dasarnya sudah berat maupun kemungkinan timbul komplikasi akut atau

kronik selama HD.

4. Hipertensi

Hipertensi berat dan sulit dikendalikan sering merupakan faktos risiko

vaskuler (kardiovaskuler dan serebral)

5. Penyakit sistem kardiovaskuler

Penyakit sistem kardiovaskuler (infark, iskemia, aritmia) merupakan

faktor risiko tindakan HD. Program CAPD merupakan faktor pilihan /

alternatif yang paling aman.

6. Kepribadian dan personalitas

31
Faktor ini penting untuk menunjang kelangsungan hidup pasien GGT

dengan program HD kronik.

7. Kepatuhan (complience)

Banyak faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan program HD kronik,

misalnya kepribadian, finansial dan lain-lain.

32
2.12 WOC

Vaskuler Kista ginjal autoimun infeksi Toksik :


obat TB
jamu
Terdapat rongga Reaksi antigen
Diabetes melitus hipertensi
dalam gijal yang anti bodi
disebabkan oleh nefrotoksik
↑ kadar gula Vasokonstriksi kista
dalam darah pembuluh darah, Terjadi
↑tekanan darah Jumlah nefron kerusakan pada
Darah menjadi dalam arteri yang sehat nefron
kental menurun
Merusak pembuluh
↑ tekanan darah nefron secara
kapiler dalam langsung
ginjal
Kerusakan
Ginjal kehilangan
pembuluh darah di
kemampuan laju
ginjal
filtrasi glomerulus

GFR menurun

Hipertrofi struktural dan fungsional

Terjadi peningkatan renin angiotensin


aldosteron intra renal
hiperfiltrasi

Peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus

Adaptasi fungsi

Mal adaptasi nefron

Sklerosis nefron

Penurunan fungsi nefron progresif

CKD

Stage 1(GFR > 90) Stage 2 (GFR 60 – 90) Stage 3 GFR 30-59%) Stage 4 (GFR 15-29) Stage 5 (GFR <15)

↓cadangan ginjal Proteinuria/ BUN, Kreatinin ↓Eritropoitin Retensi Na Sekresi protein ↓sintesis 1,25-
albuminuria meningkat menurun terganggu dihydroxyvitamin D atau
kalsitriol
anemia Total CES ↑
asimtomatik Sindroma uremia
Sekresi protein
terganggu kegagalan mengubah
MK: ↑Tekanan bentuk inaktif Ca
Keletihan kapiler
hipoalbuminuria Syndrome ↑Volume interstitial perpospater Gangguan Kegagalan
uremia nia keseimban mengubah
gan asam bentuk inaktif
Pembengkakan oedema
pruritus basa Ca
pergelangan Pruritus
kaki, tangan, ↑Preload ↓absorbsi Ca
MK: ↑As.
wajah, perut
MK: gangguan gangguan Lambung
Hipertrofi
integritas kulit integritas
ventrikel kiri hipokalsemia
MK: kelebihan kulit dan
volume cairan
osteodistrofi
Payah jantung kiri
Nausea, Iritasi
vomiting lambung MK:
↑Bendungan
Hambatan
atrium kiri
Mobilitas
MK: mual MK:
Fisik
Tekanan vena Ketidakse
pulmonalis imbangan
nutrisi:
Kapiler paru naik kurang
dari
kebutuha
Edema paru
n tubuh

MK : gangguan
pertukaran gas
BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

1. Anamnesa

Anamnesa adalah mengetahui kondisi klien dengan cara wawancara atau

interview. Mengetahui kondisi klien untuk saat ini dan masa lalu.

Anamnesa mencakup identitas klien, keluhan utama, riwayat kesehatan

sekarang, riwayat kesehatan dahulu, riwayat kesehatan keluarga, riwayat

imunisasi, riwayat kesehatan lingkungan dantempat tinggal.

a. Identitas

Meliputi identitas klien yaitu: nama lengkap, tempat tanggal lahir, jenis

kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan,

suku/bangsa, golongan darah, tangggal MRS, tanggal pengkajian,

no.RM, diagnose medis, alamat.

b. Keluhan utama

Kapan keluhan mulai berkembang, bagaimana terjadinya, apakah

secara tiba-tiba atau berangsur-angsur, apa tindakan yang dilakukan

untuk mengurangi keluhan, obat apa yang digunakan.

Keluhan utama yang didapat biasanya bervariasi, mulai dari urine

output sedikit sampai tidak ada BAK, glisah sampai penurunan

kesadaran, tidak selera makan (anoreksia), mual, muntah, mulut terasa

kering, rasa lelah, napas berbau (ureum), dan gatal pada kulit.

c. Riwayat kesehatan sekarang (PQRST)


Mengkaji keluhan kesehatan yang dirasakan klien pada saat di

anamnesa meliputi palliative, provocative, quality, quantity, region,

radiation, severity scala dan time.

Untuk kasus gagal ginjal kronis, kaji onset penurunan urine output,

penurunan kesadaran, perubahan pola nafas, kelemahan fisik, adanya

perubahan kulit, dan pemenuhan nutrisi. Kaji pula sudah kemana saja

klien meminta pertolongan untuk mengatasi masalahnya dan mendapat

pengobatan.

d. Riwayat penyakit dahulu

Kaji adanya penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah

jantung, penggunaan obat-obat nefrotoksik, Benign Prostatic

Hiperplasia, dan prostektomi. Kaji adanya riwayat penyakit batu

saluran kemih, infeksi system perkemihan yang berulang. Penyakit

diabetes mellitus, dan penyakit hipertensi pada masa sebelumnya yang

menjadi predisposisi penyebab. Penting untuk dikaji mengenai riwayat

pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap

jenis obat kemudian dokumentasikan.

e. Riwayat kesehatan keluarga

Mengkaji ada atau tidak salah satu keluarga yang mengalami penyakit

yang sama. Baaimana pola hidup yang biasa diterapkan dalam

keluarga, ada atau tidaknya riwayat infeksi sistem perkemihan yang

berulang dan riwayat alergi, penyait hereditas dan penyakit menular

pada keluarga.
f. Riwayat psikososial

Adanya perubahan fungsi struktur tubuh dan adanya tindakan dialysis

akan menyebabkan enderita mengalami gangguan pada gambaran diri.

Lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan

menyebabkan klien mengalami kecemasan, gangguan konsep diri

(gambaran diri) dan gangguan peran pada keluarga.

g. Lingkungan dan tempat tinggal

Mengkaji lingkungan tmpat tinggal klien, mengenai kebersihan

lingkungan tempat tinggal, area lingkungan rumah.

2. Pemeriksaan fisik

a. Keadaan umum dan TTV

Keadaan umum: klien lemah dan terlihat sakit berat

Tingkat kesadaran: menurun esuai dengan tingkat uremia dimana dapat

mempengaruhi system saraf pusat

TTV: sering didapatkan adanya perubahan RR meningkat, tekanan

darah terjadi perubahan dari hipertensi ringan sampai berat.

b. Sistem pernapasan

Klien bernapas dengan bau uremia didapatkan adanya pernapasa

kusmaul. Pola napas cepat dan dalam merupakan upaya untuk

melakukan pembuangan karbon dioksida yang menumpuk di sirkulasi.

c. Sitem hematologi

Pada kondisi uremia berat tindakan auskultasi akan menemukan

adanya friction rub yang merupakan tanda khas efusi pericardial.

Didapatkan tanda dan gejala gagal jantung kongestif. TD meningkat,


akral dingin, CRT > 3 detik, palpitasi, nyeri dada dan sesak napas,

gangguan irama jantung, edem penurunan perfusi perifer sekunder dari

penurunan curah jantung akibat hiperkalemi, dan gangguan kondisi

elektrikal otot ventrikel.

Pada sistem hematologi sering didapatkan adanya anemia. Anemia

sebagai akibat dari penurunan produksi eritropoitin, lesi

gastrointestinal uremik, penurunan usia sel darah merah, dan

kehilangan darah, biasanya dari saluran GI, kecenderungan mengalami

perdarahan sekunder dari trombositopenia.

d. Sistem neuromuskuler

Didapatkan penurunan tingkat kesadaran, disfungsi serebral, seperti

perubahan proses berfikir dan disorientasi. Klien sering didapatkan

adanya kejang, adanya neuropati perifer, burning feet syndrome,

retless leg syndrome, kram otot, dan nyeri otot.

e. Sistem kardiovaskuler

Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau peningkatan

aktivitas system rennin angiostensin aldosteron. Nyeri dada dan sesak

napas akibat perikarditis, efusi pericardial, penyakit jantung koroner

akibat aterosklerosis yang timbul dini, dan gagal jantung akibat

penimbunan cairan dan hipertensi.

f. Sistem Endokrin

Gangguan seksual : libido, fertilisasi dan ereksi menurun pada laki-laki

akibat produksi testosterone dan spermatogenesis yang menurun.


Sebab lain juga dihubungkan dengan metabolic tertentu. Pada wanita

timbul gangguan menstruasi, gangguan ovulasi sampaiamenorea.

Gangguan metabolism glukosa, resistensi insulin dan gangguan sekresi

insulin. Pada gagal ginjal yang lanjut (klirens kreatinin < 15 ml/menit)

terjadi penuruna klirens metabolic insulin menyebabkan waktu paruh

hormon aktif memanjang. Keadaan ini dapat menyebabkan kebutuhan

obat penurunan glukosa darah akan berkurang. Gangguan metabolic

lemak, dan gangguan metabolism vitamin D.

g. Sistem Perkemihan

Penurunan urine output < 400 ml/ hari sampai anuri, terjadi penurunan

libido berat

h. Sistem pencernaan

Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia, dan diare sekunder

dari bau mulut ammonia, peradangan mukosa mulut, dan ulkus saluran

cerna sehingga sering di dapatkan penurunan intake nutrisi dari

kebutuhan.

i. Sistem Muskuloskeletal

Di dapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki

(memburuk saat malam hari), kulit gatal, ada/ berulangnya infeksi,

pruritus, demam ( sepsis, dehidrasi ), petekie, area ekimosis pada kulit,

fraktur tulang, deposit fosfat kalsium pada kulit jaringan lunak dan

sendi, keterbatasan gerak sendi. Didapatkan adanya kelemahan fisik

secara umum sekunder dari anemia dan penurunan perfusi perifer dari

hipertensi.
3.2 Diganosa keperawatan

1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan mekanisme pengaturan

melemah

2. Resiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan disfungsi renal

3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane

kapiler paru

4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan sirkulasi

5. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury

6. Mual berhubungan dengan paparan toksin

7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan gangguan ketidakseimbangan

suplay oksigen

3.3 Intervensi keperawatan


Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
No.
Keperawatan Hasil
1. Kelebihan NOC: NIC:
volume cairan Fluid balance Fluid Management:
berhubungan Tujuan : 1. Pertahankan intake dan
dengan Setelah dilakukan output secara akurat
mekanisme tindakan keperawatan 2. Kolaborasi dalam
pengaturan selama 3x24 jam pemberian diuretik
melemah kelebihan volume cairan 3. Batasi intake cairan pada
teratasi dengan kriteria: hiponatremi dilusi dengan
1. Tekanan darah (4) serum Na dengan jumlah
2. Nilai nadi radial dan kurang dari 130 mEq/L
perifer (4) 4. Atur dalam pemberian
3. MAP (4) produk darah (platelets
4. CVP (4) dan fresh frozen plasma)
5. Keseimbangan intake 5. Monitor status hidrasi
dan output dalam 24 (kelembaban membrane
jam (4) mukosa, TD ortostatik,
6. Kestabilan berat dan keadekuatan dinding
badan (4) nadi)
7. Serum elektrolit (4) 6. Monitor hasil
8. Hematokrit (4) laboratorium yang
9. Asites (4) berhubungan dengan
10. Edema perifer (4) retensi cairan
(peningkatan kegawatan
spesifik, peningkatan
BUN, penurunan
hematokrit, dan
peningkatan osmolalitas
urin)
7. Monitor status
hemodinamik (CVP,
MAP, PAP, dan PCWP)
jika tersedia
8. Monitor tanda vital

Hemodialysis Therapy:
1. Timbang BB sebelum dan
sesudah prosedur
2. Observasi terhadap
dehidrasi, kram otot dan
aktivitas kejang
3. Observasi reaksi tranfusi
4. Monitor TD
5. Monitor BUN,Creat,
HMT danelektrolit
6. Monitor CT

Peritoneal Dialysis Therapy:


1. Jelaskan prosedur dan
tujuan
2. Hangatkan cairan dialisis
sebelum instilasi
3. Kaji kepatenan kateter
4. Pelihara catatan volume
inflow/outflow dan
keseimbangan cairan
5. Kosongkan bladder
sebelum insersi peritoneal
kateter
6. Hindari peningkatan stres
mekanik pada kateter
dialisis peritoneal (batuk)
7. Pastikan penanganan
aseptik pada kateter dan
penghubung peritoneal
8. Ambil sampel
laboratorium dan periksa
kimia darah (jumlah
BUN, serum kreatinin,
serum Na, K, dan PO4)
9. Cek alat dan cairan sesuai
protokol
10. Kelola perubahan dialysis
(inflow, dwell, dan
outflow) sesuai protokol
11. Ajarkan pasien untuk
memonitor tanda dan
gejala yang mebutuhkan
penatalaksanaan medis
(demam, perdarahan, stres
resipratori, nadi irreguler,
dan nyeri abdomen)
12. Ajarkan prosedur kepada
pasien untuk diterapkan
dialisis di rumah.
13. Monitor TD, nadi, RR,
suhu, dan respon klien
selama dialisis
14. Monitor tanda infeksi
(peritonitis)
2. Resiko NOC: NIC:
ketidakseimba Electrolyte Balance Electrolyte Management
ngan elektrolit Tujuan: 1. Berikan cairan sesuai
berhubungan Setelah dilakukan asuhan resep, jika diperlukan
dengan selama 3x24 jam 2. Pertahankan keakuratan
disfungsi ketidakseimbangan intake dan output
renal elektrolit teratasi dengan 3. Berikan elektrolit
kriteria hasil: tambahan sesuai resep
1. Peningkatan sodium jika diperlukan
(4) 4. Konsultasikan dengan
2. Peningkatan dokter tentang pemberian
potassium (4) obat elektrolit-sparing
3. Peningkatan klorida (misalnya spiranolakton),
(4) yang sesuai
5. Berikan diet yang tepat
untuk ketidakseimbangan
elektrolit pasien
6. Anjurkan pasien dan /
atau keluarga pada
modifikasi diet tertentu,
sesuai
7. Pantau tingkat serum
potassium dari pasien
yang memakai digitalis
dan diuretik
8. Atasi aritmia jantung
9. Siapkan pasien untuk
dialisis
10. Pantau elektrolit serum
normal
11. Pantau adanya
manifestasi dari
ketidakseimbangan
elektrolit
3. Gangguan NOC: NIC:
pertukaran Respiration status: Gas Oxygen Therapy
gas Exchange 1. Pertahankan kepatenan
berhubungan jalan napas
dengan Tujuan: 2. Kelola pemberian oksigen
perubahan Setelah dilakukan tambahan sesuai resep
membran keperawatan selama 2x24 3. Anjurkan pasien untuk
kapiler paru jam klien Gangguan mendapatkan resep
pertukaran gas teratasi oksigen tambahan
dengan kriteria hasil: sebelum perjalanan udara
1. Tekanan oksigen di atau perjalanan ke dataran
darah arteri (PaO2) (4) tinggi yang sesuai
2. Tekan karbondioksida 4. Konsultasi dengan tenaga
di darah arteri kesehatan lain mengenai
(PaCO2) (4) penggunaan oksigen
3. PH arterial (4) tambahan saat aktivitas
4. Saturasi oksigen (4) dan/atau tidur
5. Keseimbangan perfusi 5. Pantau efektivitas terapi
ventilasi (4) oksigen (pulse oximetry,
6. Sianosis (4) BGA)
6. Observasi tanda pada
oksigen yang disebabkan
hipoventilasi
7. Monitor aliran oksigen
liter
8. Monitor posisi dalam
oksigenasi
9. Monitor tanda-tanda
keracunan oksigen dan
atelektasis
10. Monitor peralatan oksigen
untuk memastikan bahwa
tidak mengganggu pasien
dalam bernapas

4. Kerusakan NOC: NIC:


integritas kulit Tissue Integrity : Skin Pressure Management
berhubungan and Mucous membrane Anjurkan klien untuk
dengan menggunakan pakaian yang
gangguan Tujuan : longgar.
sirkulasi Setelah dilakukan 1. Hindari kerutan pada
tindakan keperawatan tempat tidur
selama 3x24 jam 2. Jaga kebersihan kulit agar
kerusakan integritas klien tetap bersih dan kering
teratasi dengan criteria 3. Mobilisasi klien akan
hasil : adanya kemerahan
1. Elastisitas (4) 4. Oleskan lotion atau
2. Hidrasi (4) minyak baby oil pada
3. Perfusi jaringan (4) daerah yang tertekan
4. Integritas kulit (4) 5. Memandikan klien
5. Abnormal pigmentasi dengan sabun dan air
(4) hangat
6. Lesi pada kulit (4) 6. Ajarkan pada keluarga
7. Lesi membran tentang luka dan
mukosa (4) perawatan luka
7. Kolaborasi ahli gizi
pemberian diet TKTP,
vitamin
8. Cegah kontaminasi feses
dan urin
9. Berikan posisi yang
mengurangi tekanan pada
luka.
10. Observasi luka: lokasi,
dimensi, kedalaman luka,
karakteristik warna
cairan, granulasi, jaringan
nekrotik, tanda-tanda
infeksi local, formasi
traktus
11. Monitor aktivitas dan
mobilitas klien
12. Monitor status nutrisi
klien
5. Nyeri akut NOC : NIC :
berhubungan Pain Control Pain Management
dengan agen Setelah dilakukan asuhan 1. Tentukan dampak nyeri
injury selama 2x24, nyeri terhadap kualitas hidup
teratasi dengan kriteria klien (misalnya tidur,
hasil: nafsu makan, aktivitas,
1. Kenali awitan nyeri kognitif, suasana hati,
(2) hubungan, kinerja kerja,
2. Jelaskan faktor dan tanggung jawab
penyebab nyeri (2) peran).
3. Gunakan obat 2. Kontrol faktor lingkungan
analgesik dan non yang mungkin
analgesik (2) menyebabkan respon
4. Laporkan nyeri yang ketidaknyamanan klien
terkontrol (misalnya temperature
ruangan, pencahayaan,
suara).
3. Pilih dan terapkan
berbagai cara
(farmakologi,
nonfarmakologi,
interpersonal) untuk
meringankan nyeri.
4. Observasi tanda-tanda
non verbal dari
ketidaknyamanan,
terutama pada klien yang
mengalami kesulitan
berkomunikasi.
6. Mual NOC: NIC:
berhubungan Nausea and Vomitting Nausea Management
dengan Control 1. Dorong pasien untuk
paparan Tujuan: memantau mual secara
toksin Setelah dilakukan sendiri
tindakan keperawatan 2. Dorong pasien untuk
selama 2x24 jam mual mempelajari strategi
teratasi dengan kriteria untuk mengelola mual
hasil: sendiri
1. Mengenali awitan 3. Lakukan penilaian
mual (4) lengkap mual, termasuk
2. Menjelaskan faktor frekuensi, durasi, tingkat
penyebab (4) keparahan, dengan
3. Penggunaan anti menggunakan alat-alat
emetik (4) seperti jurnal perawatan,
skala analog visual, skala
deskriptif duke dan indeks
rhodes mual dan muntah
(INV) bentuk 2.
4. Identifikasi pengobatan
awal yang pernah
dilakukan
5. Evaluasi dampak mual
pada kualitas hidup.
6. Pastikan bahwa obat
antiemetik yang efektif
diberikan untuk
mencegah mual bila
memungkinkan.
7. Identifikasi strategi yang
telah berhasil
menghilangkan mual
8. Dorong pasien untuk
tidak mentolerir mual tapi
bersikap tegas dengan
penyedia layanan
kesehatan dalam
memperoleh bantuan
farmakologis dan
nonfarmakologi
9. Promosikan istirahat yang
cukup dan tidur untuk
memfasilitasi bantuan
mual
10. Dorong makan sejumlah
kecil makanan yang
menarik bagi orang mual
11. Bantu untuk mencari dan
memberikan suport
emosional
7. Intoleransi NOC: NIC:
aktivitas Activity Tolerance Activity Therapy
berhubungan Tujuan 1. Kolaborasikan dengan
dengan Setelah dilakukan Tenaga Rehabilitasi
gangguan keperawatan selama 3x24 Medik dalam
ketidakseimba jam pasien bertoleransi merencanakan program
ngan suplay terhadap aktivitas terapi yang tepat.
oksigen Kriteria hasil: 2. Bantu klien untuk
1. Saturasi Oksigen saat mengidentifikasi aktivitas
aktivitas (4) yang mampu dilakukan
2. Nadi saat aktivitas (4) 3. Bantu untuk memilih
3. RR saat aktivitas (4) aktivitas konsisten yang
4. Tekanan darah sistol sesuai dengan
dan diastol saat kemampuan fisik,
istirahat (4) psikologi dan social
5. Mampu melakukan 4. Bantu untuk
aktivitas sehari-hari mengidentifikasi dan
(ADLs) secara mendapatkan sumber
mandiri (4) yang diperlukan untuk
aktivitas yang diinginkan
5. Bantu untuk mendapatkan
alat bantuan aktivitas
seperti kursi roda, krek.
6. Bantu klien untuk
membuat jadwal latihan
diwaktu luang
7. Bantu pasien/keluarga
untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam
beraktivitas
8. Sediakan penguatan
positif bagi yang aktif
beraktivitas
9. Bantu pasien untuk
mengembangkan motivasi
diri dan penguatan
10. Observasi adanya
pembatasan klien dalam
melakukan aktivitas.
11. Monitor nutrisi dan
sumber energi yang
adekuat
12. Monitor pasien akan
adanya kelelahan fisik dan
emosi secara berlebihan
13. Monitor respon
kardiovaskular terhadap
aktivitas (takikardia,
disritmia, sesak nafas,
diaphoresis, pucat,
perubahan hemodinamik)
14. Monitor pola tidur dan
lamanya tidur/istirahat
pasien
15. Monitor responfisik,
emosi, social dan
spiritual.
BAB 4

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Gagal ginjal kronik merupakan kerusakan ginjal atau penurunan

kemampuan filtrasi glomelurus (Glomerular Filtration Rate/GFR) kurang dari

60 mL/min/1,73 m2 selama 3 bulan atau lebih yang irreversible dan didasari

oleh banyak faktor (NKF K/DOQI 2000; Kallenbach, Gutch, Stoner dan Corca

2005). Etiologi gagal ginjal kronik bercvariasi antara negara yang satu dengan

yang negara lain. Di Amerika Serikat diabetes melitus menjadi penyebaba

paling abnyak terjadi gagal ginjal kronik yaitu sekitar 44%, kemudian diikuti

oleh hipertensi sebanyak 27% Dan glomerulonefritis sebanyak 10% (Thomas

2008). Di Indonesia penyebab gagal ginjal kronik sering terjadi karena

glomerulonefritis, diabetes mellitus, obstruksi, dan infeksi pada ginjal,

hipertensi (Suwitra dalam Sudoyo et al., 2009). Terapi pengganti ginjal

dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada LFG kurang dari

15ml/mnt. Terapi pengganti tersebut dapat berupa hemodialisis, peritoneal

dialisis atau transplantasi ginjal.


DAFTAR PUSTAKA

Alam, Syamsir dan Hadibroto, Iwan. 2007. Gagal Ginjal. Jakarta: Penerbit PT

Gramedia Pustaka Utama

Aziz, M. Farid, dkk. 2008. Panduan Pelayanan Medik: Model Interdisiplin

Penatalaksanaan kanker Serviks dengan Gangguan Ginjal.

Baradero, Mary, dkk. 2005. Klien Gangguan Ginjal: Seri Asuhan Keperawatan.

Jakarta: EGC

Doenges, Marilynn E, Mary Frances Moorhouse dan Alice C. Geisser.

2000. Rencana Asuhan Keperawatan; Pedoman Untuk Perencanaan

dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC

Faiz, Omar dan Moffat, David. 2004. Anatomy at a Glance. Jakarta: Penerbit

Erlangga

Ignatavicius, DD,. & Workman. L,. (2006). Medical surgical nursing, critical

thinking for collaborative care. Elsevier Saunders.

James, Joyce, dkk. 2008. Prinsip-prinsip Sains untuk Keperawatan. Jakarta:

Penerbit Erlangga

O’Callaghan, Chris. 2009. At A Glance Sistem Ginjal Edisi Kedua. Jakarta:

Erlangga.

Smeltzer, S.S.B. 2008. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC

Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B,.Alwi, I., Simadibrata, M., & Setiati, S. (Ed). (2009).

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. (Edisi 4). Jilid II. Jakarta: Pusat

Penerbitan Penyakit Dalam FKUI

Suwitra, Ketut. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan

IPD FKUI.

Anda mungkin juga menyukai