Anda di halaman 1dari 36

CASE NON TRAUMA

Dokter Pembimbing :
dr. Ade Sigit, Sp.B

Disusun Oleh :
Dede Andrianus
11 2017 275

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
RUMAH SAKIT BAYUKARTA, KARAWANG
IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap : Ny siti wahyuni Jenis kelamin : Laki-laki
Tempat/tanggal lahir: 02-06-1994 Bangsa :Indonesia
Status Perkawinan : Menikah Agama :Islam
Pekerjaan : Wiraswasta Pendidikan : sarjana

Alamat : Karawang Tanggal Masuk RS : 4-3-19

II. ANAMNESIS
Diambil dari : Autoanamnesis, tanggal : 4-3-2019 , Jam: 05.00 WIB

Keluhan Utama:
Benjolan daerah payudara kanan 2 tahun SMRS

Keluhan Tambahan:
Pasien mengatakan terdapat benjolan di payudara kanan kurang lebih 2 tahun SMRS
, benjolan makin membesar , dan kadang-kadang terasa nyeri .

Riwayat Penyakit Sekarang:


Pasien datang ke poli dengan keluhan keluar benjolan daerah payudara kanan
sejak 2 tahun SMRS , pasien mengatakan benjolan tersebut makin membesar,
benjolan tersebut kadang terasa nyeri , pasien tidak mengatakan ada mual maupun
muntah , bab dan bak pasien normal , makan minum pasien juga dalam batas normal
yaitu 3x sehari. Setelah itu dilakukan rencana operasi saat pasien menyetujuinya

Riwayat Penyakit dahulu:


Pasien tidak mempunyai penyakit lain seperti darah tinggi , kencing manis
maupun asma , pasien mengaku tidak mempunyai alergi obat , dikeluarga tidak ada
turunan tumor payudara.
Riwayat Hidup
Riwayat Kelahiran
Tempat lahir: Di rumah (-) Rumah Bersalin (-) R.S. Bersalin (+)
Ditolong oleh: Dokter (+) Bidan (-) Dukun (-)

Kehidupan Berkeluarga dan Perkawinan


Adakah kesulitan:
- Pekerjaan: tidak ada
- Keuangan: tidak ada
- Keluarga: tidak ada

Riwayat Makanan
Frekuensi/hari : 3x sehari
Jumlah/hari : tidak diketahui
Variasi/hari : bervariasi tiap makan
Nafsu makan : baik

Penyakit Dahulu ( Tahun, diisi bila ya ( + ), bila tidak ( - ))


Wasir/hemorroid (-) Appendisitis (-) Penyakit jantung bawaan (-)
Batu ginjal / Saluran kemih (-)Tumor (-) Perdarahan Otak (-)
Burut (Hernia) (-) Penyakit prostat (-) Gastritis (-)
Typhoid (-) Diare Kronis (-) Hipertensi (-)
Batu empedu (-) Diabetes mellitus (-)Penyakit pembuluh darah (-)
Tifus abdominalis (-) Kelainan kongenital(-) ISK
(-)
Ulkus Ventrikuli (-) Colitis (-) Volvulus (-)
Tuberkulosis (-) Tetanus (-) Abses Hati (-)
Invaginasi (-) Hepatitis (-)Patah tulang (-)
Penyakit degeneratif (-) Fistel (-)
Luka bakar (-) Struma, tiroid (-)
Lain Lain: (-) Operasi................................ Kecelakaan

Riwayat Keluarga
Riwayat dalam keluarga pasien tidak ada yang mengalami penyakit bawaan.

Adakah kerabat yang menderita :


Penyakit Ya Tidak Hubungan
Alergi √
Asma √
Tuberkulosis √
Artritis √
Rematisme √
Hipertensi √
Jantung √
Ginjal √
Lambung √

II. ANAMNESIS SISTEM


Catat keluhan tambahan positif disamping judul - judul yang bersangkutan
Harap diisi: Bila ya (+), bila tidak (-)

Kulit
Bisul (-) Rambut (-) Keringat malam (-)
Kuku (-) Kuning / Ikterus (-) Sianosis (-)

Kepala
Trauma(-) Sakit Kepala (-) Nyeri pada sinus (-)
Bengkak (-)

Mata
Merah (-) Trauma (-) Kuning/icterus (-)
Sekret (-) Nyeri (-) Ketajaman penglihatan(-)

Telinga
Nyeri (-) Gangguan pendengaran (-)
Sekret (-) Tinitus (-)

Hidung
Rhinnorhea (-) Trauma (-) Epistaksis (-)
Nyeri (-) Tersumbat (-) Benda asing/foreign body (-)
Sekret (-) Gangguan penciuman(-)

Mulut
Bibir (-) Lidah (-)
Gusi (-) Mukosa (-)
Tenggorokan
Nyeri tenggorokan (-) Perubahan suara (-)

Leher
Benjolan (-) Nyeri leher (-)

Thorax (Cord dan Pulmo)


Sesak napas (-) Nyeri dada (-) Batuk darah (-)
Batuk (-) Mengi (-) Berdebar-debar (-)

Abdomen (Lambung/Usus)
Mual (-) Tinja berdarah (-) Konstipasi (-)
Diare (-) Benjolan (-) Nyeri kolik (-)
Nyeri epigastrium (-) Muntah (-) Tinja berwarna dempul (-)

Saluran kemih/Alat kelamin


Disuria (-) Hematuria (-) Kolik (-)
Hesistancy (-) Nokturia (-) Retensio urin (-)
Kencing batu (-) Urgency

Katamenia
Leukore (-) Perdarahan (-) Lain – lain (-)

Saraf dan otot


Riwayat Trauma (-) Nyeri (-) Bengkak (-)

Ekstremitas
Bengkak(-)Deformitas (-)
Nyeri(-) Sianosis (-)
III. STATUS GENERALIS
Keadaan umum: tampak sakit sedang
Kesadaran:compos mentis
Tanda-tanda vital:
TD = 110/70 mmHg HR = 80x/menit RR = 20x/menit T = 37.0C

Kepala
Mata: konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
Telinga: tidak ada kelainan
Hidung :tidak ada kelainan
Tenggorokan: tidak ada kelainan

Ekstremitas (lengan & tungkai)


Lengan kanan : tidak terjadi apa-apa
Lengan kiri : tidak terjadi apa-apa
Tungkai kanan : tidak terjadi apa-apa
Tungkai kiri : tidak terjadi apa-apa

STATUS LOKALIS
Regio Mamae dextra
Saat pasien berdiri atau mengedan :
 Inspeksi : Tampak benjolan sebesar kelereng dengan ukuran ± 2 cm x 2 cm di
daerah mammae dextra, warna sama dengan kulit sekitarnya. Tidak tampak bekas
luka
 Auskultasi : suara nafas vesikuler , tidak ada suara nafas tambahan seperti
wheezing maupun rhonki
 Perkusi : dalam batas normal
 Palpasi : Teraba benjolan pada mammae dextra seperti kelereng dengan
ukuran ± 2 cm x 2 cm,diarah jam 1 , konsistensi kenyal, batas atas tegas, nyeri tekan
(-)

Pemeriksaan Penunjang
Hemoglobin : 12.0 g/dl
Hematokrit : 35,8 %
Eritrosit : 5.10 juta/uL
Trombosit : 397 mm3

Hemostasis
Masa perdarahan : 4.00 menit
Masa pembekuan : 8.00 menit

Kimia Klinik:
GDS : 85 mg/dL
Ureum : 20,5 mg/dL
Creatinin : 0,58 mg/dL
Hasil radiologi : gambaran radiografi thoraks dalam batas normal

V. RINGKASAN (RESUME)
Pasien berusia 24 tahun datang dengan keluhan benjolan di payudara kanan
sejak 2 tahun SMRS

Pemeriksaan Fisik:
Keadaan umum: tampak sakit sedang
Kesadaran: compos mentis
Tanda-tanda vital:
TD = 110/70 mmHg HR = 80x/menit RR = 20x/menit T = 37.0C

Regio Mamae dextra


Saat pasien berdiri atau mengedan :
 Inspeksi : Tampak benjolan sebesar kelereng dengan ukuran ± 2 cm x 2 cm di
daerah mammae dextra, warna sama dengan kulit sekitarnya. Tidak tampak bekas
luka
 Auskultasi : suara nafas vesikuler , tidak ada suara nafas tambahan seperti
wheezing maupun rhonki
 Perkusi : dalam batas normal
 Palpasi : Teraba benjolan pada mammae dextra seperti kelereng dengan
ukuran ± 2 cm x 2 cm,diarah jam 1 , konsistensi kenyal, batas atas tegas, nyeri tekan
(-)

VII. DIAGNOSIS KERJA :


Tumor mammae dextra

VIII. DIAGNOSIS BANDING :


Fibro adenoma mammae

IX. PENATALAKSANAAN

Non medikamentosa
Rencana operasi eksisi  konsul ke spesialis penyakit dalam dan anestesi

Medikamentosa
IVFD RL 20 tpm
Ceftriaxone 1 x 1 gr
Ketorolac 2x30 mg

Terapi rawat jalan :


Cefadroxil 2x500 mg
As mefenamat 3x500 mg

X. PROGNOSIS
ad vitam : bonam
ad functionam : bonam
ad sanationam : dubia ad bonam

XI. LAPORAN OPERASI


- Supine , GA , Asepsis dan antisepsis
- Eksisi diatas massa
- Perdalam lapis demi lapis sampai didapatkan massa
- Identifikasi massa dengan ada bagian yang kenyal dan keras , massa melekat
pada dasar
- Dilakukan eksisi
- Control perdarahan
- Cuci luka operasi dan jahit
- Operasi selesai
Tinjauan Pustaka

Anatomi Payudara
Mammae terdiri dari berbagai struktur yaitu parenkim epitelial, lemak,
pembuluh darah, saraf, saluran getah bening, otot dan fascia. Parenkim epitelial
dibentuk oleh kurang lebih 15-20 lobus yang masing-masing mempunyai saluran
tersendiri untuk mengalirkan produknya dan bermuara pada puting susu. Tiap lobus
dibentuk oleh lobulus-lobulus yang masing-masing terdiri dari 10-100 asini grup.
Lobulus-lobulus ini merupakan struktur dasar dari mammae (Schwartz’s, 2006).1

Gambar 1. Milky line


(Schwartz’s, 2006)

Jaringan ikat subcutis yang membungkus kelenjar mammae membentuk septa


diantara kelenjar dan berfungsi sebagai struktur penunjang dari kelenjar mammae.
Mammae dibungkus oleh fascia pectoralis superficialis dimana permukaan anterior dan
posterior dihubungkan oleh ligamentum Cooper yang berfungsi sebagai penyangga
(Schwartz’s, 2006).1
Setengah bagian atas mammae, terutama quadran lateral atas mengandung lebih
banyak komponen kelenjar dibandingkan dengan bagian lainnya. Mammae terletak
diantara fascia superficialis dinding thorax anterior dan fascia profunda (pectoralis),
antara mammae dan dinding thorax terdapat bursa retromammaria yang merupakan
ruang antara fascia superficialis dengan fascia profunda (pectoralis), dengan adanya
bursa ini menjamin mobilitas mammae terhadap dinding thorax (Schwartz’s, 2006).

Gambar 2. Potongan sagital mammae


(Skandalakis)

Pada pria, mammae tetap rudimenter dengan komponen kelenjar mammae


berkembang tidak sempurna, dimana acini berkembang tidak sempurna dengan ductus
yang pendek, serta terjadi defisiensi perkembangan papilla mammae, areola dan
parenkhimnya (Schwartz’s, 2006).
Pada wanita, mammae berkembang menjadi susunan yang kompleks. Pada wanita
dewasa, mammae terletak di anterior dinding thorax setinggi costa 2 atau 3 sampai
dengan costa ke 6 atau ke 7, dan terbentang antara linea parasternalis sampai dengan
linea axillaris anterior atau media. Mammae pada wanita dewasa berbentuk hemisphere
yang khas dengan ukuran, kontur, konsistensi dan densitas yang sangat bervariasi,
dipengaruhi oleh faktor-faktor hormonal, genetic dan diet .2
Diameter rata-rata mammae sekitar 10-12 cm dan tebalnya antara 5-7 cm. Berat
mammae bervariasi yaitu antara 150-225 gram pada mammae nonlaktasi, namun dapat
mecapai 500 gram pada mammae laktasi (Schwartz’s, 2006).

Gambar 3. Mammae tampak anterior


(Sobotta)

Jaringan payudara terletak diantara jaringan lemak subcutaneous dan fascia


pectoralis mayor dan otot-otot seratus anterior. cabang-cabang kelenjar bening dan
pembuluh darah melewati ruang retromammary diantara permukaan posterior jaringan
payudara dan fascia M.pectoralis mayor; oleh karena itu, tindakan mastectomy total
yang benar adalah dilakukan di bawah fascia M. pectoralis. Dari dermis sampai fascia
yang terdalam terdapat ligamentum Cooper yang memberi rangka untuk payudara. Oleh
karena itu, jika terdapat tumor pada payudara yang melibatkan ligamentum Cooper
dapat menyebabkan penyusutan (penarikan) pada kulit dan retraksi kulit.3
Lebih dalam lagi dari M. pectoralis mayor terdapat M. pectoralis minor. M.
pectoralis minor dilapisi oleh fascia clavipectoral yang menyatu dengan fascia axilla.
Vaskularisasi mammae terdiri dari arteri dan vena yaitu:
1. Arteri
a. Cabang-cabang perforantes A. mammaria interna (A. thoracica interna)
b. Cabang lateral dari A. intercostalis posterior
c. Cabang-cabang dari A. axillaris
d. A. thoracodorsalis yang merupakan cabang A. subscapularis
2. Vena
a. Cabang-cabang perforantes V. thoracica interna
b. Cabang-cabang V. axillaris yang terdiri dari V. thoraco-acromialis, V. thoracica
lateralis dan V thoraco dorsalis
c. Vena-vena kecil yang bermuara pada V. Intercostalis
Persarafan kulit mammae bersifat segmental dan berasal dari segmen dermatom T2
sampai T6. Jaringan kelenjar mammae sendiri diurus oleh sistem saraf otonom. Pada
prinsipnya inervasi mammae berasal dari N. intercostalis IV, V, VI dan cabang dari
plexus cervicalis .
Pengetahuan mengenai lokasi struktur saraf utama pada axilla sangatlah penting
guna mengenal komplikasi dari diseksi pada daerah axilla. Saraf N. thoracalis berada di
sepanjang dinding thorax pada sisi medial dari axilla. Nervus ini mempersarafi M.
serratus anterior dan fiksasi scapula pada dinding dada saat melakukan ekstensi lengan.
Cedera pada N. thoracalis ini dapat menyebabkan deformitas pada scapula. N.
thoracodorsal mempersarafi M. latissimusdorsi. Cedera pada saraf ini dapat
menyebabkan ketidakmampuan lengan untuk melakukan abduksi dan rotasi eksterna. Di
daerah ruang axilla terdapat Nervus sensoris intercostobrachialis (N. Cutaneous
brachialis), dimana cedera pada saraf ini dapat mengakibatkan mati rasa atau
dysesthesia di sepanjang permukaan medial dan posterior lengan, juga mati rasa pada
kulit axilla di sepanjang dinding dada yang dipersarafinya. Pada diseksi axilla saraf ini
sukar disingkirkan sehingga sering terjadi mati rasa pasca bedah .3

2.2 Tumor Jinak Payudara


2.2.1 Fibrokistik
Fibrokistik digambarkan sebagai variasi dari morfologi payudara yang berespon
terhadap perubahan fisiologis pada jaringan payudara. Biasanya gejala timbul sebelum
menopause. Gejala dapat menetap jika wanita diberikan terapi hormon pada periode
postmenopause .2

2.2.2 Fibroadenoma
Fibroadenoma merupakan tumor yang biasa terjadi pada populasi wanita. Biasa
terjadi pada wanita berumur 20-30 tahun. Teraba sebagai massa kenyal, lobulasi,
berbatas tegas, sangat mobil. Pada wanita postmenopausal, fibroadenoma dapat
berinvolusi, hyalinisasi atau mengkalsifikasi dan pada mamografi kalsifikasinya tebal
atau gambaran seperti popcorn . Fibrodenoma biasanya tumbuh dengan diamater 1-2 cm
dan stabil, walaupun dapat berkembang lebih besar. Fibroadenoma kecil (1 cm atau
kurang) dianggap normal, walaupun fibroadenoma yang lebih besar (hingga 3 cm)
dianggap kelainan (disorder) dan giant fibroadenoma (lebih dari 3 cm) dianggap
penyakit (disease).2

2.2.3 Adenoma
Adenoma tubular dan lactatinal adalah lesi yang secara histologis jinak berhubungan
dengan FAM. Cirinya adalah struktur glandular dengan sedikit atau tanpa struktur
stroma. Secara klinis dan Radiologi, mirip dengan FAM. Lactation adenoma terjadi
selama kehamilan dan laktasi, membesar saat dipengaruhi hormon gestational, dan
diferensiasi sekresi saat analisis PA. Sekali lagi biopsi adalah diagnostik dan terapi .2

2.2.4 Sklerosing Adenosis


Sklerosing adenosis adalah proliferasi jinak baik jaringan stromal (scerosis)
berhubungan dengan peningkatan ductules terminalis yang kecil (adenosis). Biasanya
merupakan komponen fibrocystic disease dan bermanifestasi sebagai mikrokalsifikasi
yang ditemukan saat screening mammogram. Stereotactic core atau wire localization
biopsy adalah diagnosis pastinya. Terapi lebih jauh dilakukan bila lesi ini ditemukan
sebagai etiologi mikrokalsifikasi saat biopsy.2

2.2.5 Nekrosis Lemak


Nekrosis lemak adalah inflamasi jinak non supuratif yang sering terjadi akibat
trauma atau iatrogenik payudara. Karena bukan kelainan epithelial, maka tidak
mempunyai potensiasi menjadi ganas. Nekrosis lemak muncul sebagai massa atau
densitas mamografi dengan distorsi jaringan sekeliling sekunder disebabkan oleh
inflamasi kronis, sehingga menstimulasi Ca. Dapat diikuti episode trauma, intervensi
bedah atau pendulous breast. Biasanya dibiopsi untuk membedakan dengan Ca. 2,4

2.2.6 Intraductal Papilloma


Solitary intraductal papilloma adalah lesi papillary breast. Biasanya terjadi pada
wanita usia 35-55 tahun, sebagai lesi tunggal, pada ductus subareolar, dan
bermanifestasi sebagai bloody nipple discharge. Papiloma intraductal pada ductus
perifer muncul sebagai massa yang teraba atau dalam mamografi .4

2.2.7 Kista
Jika gambaran kista dapat diduga melalui pemeriksaan klinis ataupun gambaran
sonografi, maka FNA merupakan tindakan diagnostik dan terapi. Kista dapat
diklasifikasikan sebagai simplex dan komplex berdasarkan gamabran sonografinya.
Kista simplex berupa struktur bulat, berbatas tegas, berdinding halus yang hipoechoic,
tanpa internal echo. Kista komplex memiliki septasi sentral, batas yang tidak tegas, atau
internal echo. Kista asimptomatik, simpleks ditemukan secara insidentil saat evaluasi.
Kista simplex yang besar, nyeri dan gambaran radologis yang tidak jelas harus
diaspirasi. Kista komplex harus diaspirasi untuk mengkonfirmasi diagnosis. Area
abnormal harus diidentifikasi dengan jelas jika sewaktu-waktu biopsi eksisional
diperlukan setelah aspirasi kista. Indikasi untuk biopsi eksisi setelah aspirasi kista bila
ditemukan cairan kemerahan yang banyak, residual massa post ispirasi, atau
reakumulasi kista pada tempat yang sama setelah 2-3 kali aspirasi. Sehingga,
pemeriksaan lanjuttan harus dilakukan 4-6 minggu post aspirasi. Analisis sitologi pada
cairan jernih berwarna kemerahan tidak diperlukan; namun jika penampakan cairan
tidak biasa, hars dilakukan analisis sitologi (Doherty G.M et all).5
Tabel. ANDI Classification of Benign Breast Disorder
Normal  Disorder  Disease
Early reproductive Lobular Fibroadenoma. Giant
years (15-25 tahun development. fibroadenoma.
Stromal Adolescent Gigantomastia.
development. hypertrophy.
Nipple eversion. Nipple eversion. Subareolar abscess.
Mammary duct
fistula.
Later reproductive Cyclical changes of Cyclical mastalgia. Incapacitating
years (25-40 tahun) menstruation. mastalgia.
Epithelial Nodularity.
hyperplasia of Bloody nipple
pregnancy. discharge.
Involution age (35- Lobular involution. Macrocytes.
55 tahun) Duct involution Sclerosing lesions.
- Dilation Duct ectasis. Periductal mastitis.
- Sclerosis Nipple retraction.
Epithelial turnover Epithelial Epithelial
hyperplasia hyperplasia with
atypia.

2.3 Tumor Ganas Payudara


2.3.1 Epidemiologi
Kanker payudara merupakan kanker yang sering terjadi pada negara berkembang,
yaitu sekitar 18% dari seluruh kelompok kanker. Insidensi di negara Inggris yaitu 2 :
1000 wanita tiap tahun, dengan prevalensi yaitu 2% wanita pada umur 50 tahun. Kurva
insidensi Ca mammae menurut usia terus meningkat sejak usia 30 tahun. Ca mammae
jarang sekali ditemukan pada usia kurang dari 20 tahun.6

Gambar 4. Prevalensi Carcinoma mammae


(Henry M.M, Thompson J.N, 2007).
2.3.2 Etiologi
Etiologi Ca mammae masih belum diketahui secara pasti, namun penyebabnya
sangat mungkin multi faktorial yang saling mempengaruhi satu sama lain, antara lain:
1. Usia
Sekitar 60% kanker payudara terjadi pada usia diatas 60 tahun. Risiko terbesar
ditemukan pada wanita berusia diatas 75 tahun.

2. Pernah menderita kanker payudara.


Harvey dan Brinton mengemukakan wanita dengan riwayat Ca mammae primer
mempunyai resiko 3 sampai 4 kali lebih besar untuk timbulnya Ca mammae
kontralateral. Resiko timbulnya Ca mammae primer kedua pada mammae
kontralateral meninggi pada wanita yang mempunyai riwayat penyakit yang sama
dalam keluarga
Wanita yang pernah menderita kanker in situ atau kanker invasif memiliki risiko
tertinggi untuk menderita kanker payudara. Setelah payudara yang terkena diangkat,
maka risiko terjadinya kanker pada payudara yang sehat meningkat sebesar 0,5-
1%/tahun.

3. Riwayat keluarga yang menderita kanker payudara.


Wanita yang ibu, saudara perempuan atau anaknya menderita kanker, memiliki
risiko 3 kali lebih besar untuk menderita kanker payudara.

4. Hormonal
WHO menyatakan bahwa tidak terdapat peningkatan maupun penurunan insidens
Ca mammae yang berhubungan dengan penggunaan kotrasepsi injeksi seperti depot-
medroxyprogesterone acetate (DMPA). Berdasarkan beberapa penelitian,
didapatkan kesimpulan bahwa penggunaan esterogen sebagai terapi penganti
hormon (Hormone Replacement Therapy = HRT) pada wanita perimenopause dan
post menopause sedikit meningkatkan resiko Ca mammae. Resiko meningkat jika
pada wanita yang menerima Estrogen Hormon Replacement Therapy tersebut
sebelumnya pernah menderita kelainan benigna pada mammae-nya
5. Faktor diet
The Committee on Diet, Nutrition, and Cancer of The National Academy of
Sciences menyimpulkan adanya hubungan sebab akibat antara makanan berlemak
dan insiden dari Ca mammae. Makanan yang berlemak tinggi dapat meningkatkan
resiko Ca mammae dua kali lipat.

6. Pernah menderita penyakit payudara non-kanker


Risiko menderita kanker payudara agak lebih tinggi pada wanita yang pernah
menderita penyakit payudara non-kanker yang menyebabkan bertambahnya jumlah
saluran air susu dan terjadinya kelainan struktur jaringan payudara (hiperplasia
atipik).

7. Menarche (menstruasi pertama) sebelum usia 12 tahun.


Semakin dini menarche, semakin besar risiko menderita kanker payudara. Risiko
menderita kanker payudara 2-4 kali lebih besar pada wanita yang mengalami
menarche sebelum usia 12 tahun.

8. Menyusui dan Menopause


Dahulu dikatakan bahwa wanita yang menyusui untuk waktu lama (lebih dari 6
bulan selama hidupnya) mempunyai resiko yang lebih rendah untuk menderita Ca
mammae dibandingkan wanita yang tidak menyusui. Namun saat ini pendapat itu
tidak lagi disetujui. Untuk wanita yang mengalami menopause pada usia diatas 55
tahun, resiko timbulnya Ca mammae 2 kali lebih besar dibandingkan dengan mereka
yang mulai menopause sebelum usia 45 tahun. Induksi menopause buatan dapat
menurunkan resiko Ca mammae, misalnya pada wanita-wanita yang mengalami
oophorectomy (pengangkatan ovarium) pada usia kurang dari 35 tahun.
9. Obesitas
Obesitas sebagai faktor risiko kanker payudara masih diperdebatkan. Beberapa
penelitian menyebutkan obesitas sebagai faktor risiko kanker payudara
kemungkinan karena tingginya kadar estrogen pada wanita yang obesitas. Penelitian
membuktikan bahwa resiko Ca mammae mempunyai hubungan langsung dengan
berat badan. Resiko untuk Ca mammae pada wanita obese 1,5 sampai 2 kali lebih
tinggi daripada wanita tidak obese.
10. Radiasi
Wanita yang tetap hidup setelah pemboman Hirosima dan Nagasaki dan pernah
menjalani pengobatan dengan radiasi dosis tinggi untuk akut postpartum mastitis,
dan yang pernah menjalani pemeriksaan fluoroscopy thorax untuk pengobatan TBC
paru, mempunyai resiko lebih tinggi untuk menderita Ca mammae. Exposure
multiple dengan dosis yang relative kecil beresiko sama dengan exposure tunggal
dosis besar.

11. Paritas dan Fertilitas


Wanita yang infertil dan nullipara mempunyai kemungkinan 30-70 % lebih
tinggi untuk menderita Ca mammae dibandingkan dengan multipara. Wanita yang
pernah hamil dan melahirkan pada usia 18 tahun mempunyai resiko Ca mammae
sekitar 1/3 kali dibandingkan dengan wanita yang hamil untuk pertama kalinya pada
usia diatas 35 tahun. Hal ini berhubungan dengan adanya rangsangan secara terus
menerus oleh esterogen dan kurangnya konsentrasi progesterone dalam darah, akan
tetapi wanita yang hamil dan melahirkan untuk pertama kalinya pada usia diatas 30
tahun mempunyai resiko menderita Ca mammae lebih tinggi dibandingkan
nullipara.
Gambar 5. Kuadran mammae
(Skandalakis)

2.3.3 Staging Ca Mammae


 TNM Staging
Tx Tumor primer tidak dapat ditentukan
T0 Tidak terbukti adanya tumor
Tis Carcinoma in situ : Ca intraductal, Ca lobular in situ, atau Paget’s disease pada
nipple tanpa tumor
T1 Ukuran terbesar tumor  2 cm
T1a Ukuran terbesar tumor  0,5 cm
T1b Ukuran terbesar tumor  0,5 cm tetapi tidak melebihi 1 cm
T1c Ukuran terbesar tumor  1 cm tetapi tidak melebihi 2 cm
T2 Ukuran terbesar tumor  2 cm tetapi tidak melebihi 5 cm
T3 Ukuran terbesar tumor  5 cm
T4 Tumor dengan ukuran berapapun dengan ekstensi langsung terhadap
dinding dada atau kulit
T4a Ekstensi ke dinding dada
T4b Edema (termasuk Peau d’orange) atau ulserasi kulit mammae atau
satelit KGB kulit teraba pada mammae yang sama
T4c T4a dan T4b
T4d Inflamatory carcinoma

KGB Regional (N)


Nx KGB regional tidak dapat dinilai
N0 Tidak ada metastasis ke KGB
N1 Metastasis ke KGB axillaris ipsilateral, dapat digerakan
N2 Metastasis ke KGB axillaris ipsilateral, melekat terhadap KGB atau struktur
lain
N3 Metastasis ke KGB mammae internal, ipsilateral

Metastasis jauh (M)


Mx Adanya metastasis jauh tidak dapat diperkirakan
M0 Tidak ada metastasis jauh
M1 Ada metastasis jauh (metastasis ke KGB supraclavicular ipsilateral)

 Stage Grouping
Stage 0 Tis N0 M0
Stage I T1 N0 M0
Stage IIA T0 N1 M0
T1 N1* M0
T2 N0 M0
Stage IIB T2 N1 M0
T3 N0 M0
Stage IIIA T0 N2 M0
T1 N2 M0
T2 N2 M0
T3 N1 M0
T3 N2 M0
Stage IIIB T4 N berapapun M0
T berapapun N3 M0
Stage IV T berapapun N berapapun M1

 Histopatologic grade
GX: Grade cannot be assessed
G1: Well-differentiated
G2: Moderately differentiated
G3: Poorly differentiated
G4: Undifferentiated
(Harris J.R, Lippman M.E, Morrow M, Osborne K, 2000., Morris J.P, Wood W.C,
2000).

2.3.4 Histopatologis Ca Mammae


1. Carcinoma In Situ
 Lobular Carcinoma In Situ (LCIS)
Lobular Carcinoma In Situ (LCIS) berasal dari ductus lobular terminal dan
hanya berkembang pada payudara wanita. LCIS dikarakteristik dengan distensi
dan distorsi ductus lobular terminal oleh sel kanker, dimana membesar namun
dengan ratio nucleus dan sitoplasma yang normal. Gambaran mikroskopis dan
makroskopis Ca lobularis invasif sering tidak dapat dibedakan dengan
adenocarcinoma konvensional, variable prognosis dan survival rate-nya juga
hampir sama. Insidensi Ca lobularis belum pasti. Diduga Ca lobularis in situ
merupakan 3 % dari seluruh tumor mammae, sedangkan jenis infiltratif-nya
merupakan 10 % dari semua Ca mammae .7

 Ductal Carcinoma In Situ (DCIS)


Secara histologis, DCIS dikarakteristik sebagai proliferasi epitel,
menghasilkan pertumbuhan papilla dari ductus lumina. Pada awal
perkembangan, sel kanker tidak menunjukkan pleomorphism, mitosis, atau
atipia, yang memungkinkan sulitnya membedakan antara DCIS dengan
hiperplasia jinak mammae. Sel-sel mempunyai sifat mikroskopik keganasan,
tetapi tidak menginvasi membrane basalis epitel duktus. Jika dibiarkan tanpa
diterapi, selalu timbul adenokarsinoma invasive, walaupun waktu untuk
perkembangan neoplasma invasive itu bias diukur dalam tahun atau dasawarsa .

2. Carcinoma Mammae Invasive


Secara umum kanker memiliki prognosis yang buruk. Foote dan Stewart membagi
klasifikasi carcinoma mammae invasive, yaitu:
I. Paget's disease of the nipple
II. Invasive ductal carcinoma
A. Adenocarcinoma with productive fibrosis (scirrhous, simplex, NST)
B. Medullary carcinoma 4%
C. Mucinous (colloid) carcinoma 2%
D. Papillary carcinoma 2%
E. Tubular carcinoma (and ICC) 2%
III. Invasive lobular carcinoma 10%
IV. Rare cancers (adenoid cystic, squamous cell, apocrine)

1. Penyakit Paget
Paget disease of the nipple adalah invasi dermis papilla mammae oleh carcinoma
ductal, berupa suatu lesi kronis pada areola dan nipple dengan erupsi eczematoid,
krusta, bersisik, dan hiperemis. Tumor primernya dapat tidak teraba pada palpasi
dan erosi atau krusta sering terkacaukan dengan dermatitis. Angka kejadiannya
adalah sekitar 2 % dari seluruh Ca mammae dan hampir selalu timbul bersama-sama
dengan Ca ductal atau invasive. Gejalanya berupa nyeri, gatal, panas dan kadang
berdarah. Penting sekali untuk dilakukan biopsi papilla mammae. Penyakit paget
harus diterapi sebagai carcinoma ductal invasive, biasanya masih pada stadium 1.

2. Carcinoma ductus menginfiltrasi dengan fibrosis produktif


(Infiltrating adenocarcinoma with productive fibrosis)
Neoplasma ini mewakili 75-78 % carcinoma mammae invasive dan disertai dengan
desmoplasia dan fibrosis. Tersering timbul pada wanita usia perimenopause atau
postmenopause (decade VI) sebagai suatu massa soliter, tidak nyeri, konsistensi keras,
berbatas tidak tegas. Carcinoma ini menginfiltrasi kulit secara diffuse dengan
keterlibatan ligamentum Cooper yang menghasilkan peau d’orange atau edema kulit
yang luas.

3. Carcinoma Medullare
Sekitar 3-5 % keganasan mammae, neoplasma ini dianggap berasal dari ductus yang
besar dan ditandai oleh penampilan makroskopik hemorrhagic yang lunak. Biasanya
mobile dan terletak profunda di dalam mammae. Saat diagnosis, kulit sering tertarik
diatas massa sferis besar yang berdiameter lebih dari 3 cm. Riwayat progresifitas
lambat, walaupun tumor dapat membesar dengan cepat, sekunder terhadap perdarahan
atau nekrosis. Hanya kurang dari 20 % kasus Ca medullare ini yang timbul bilateral dan
kurang dari 10 % yang mengandung esterogen dan progesteron reseptor. Carcinoma ini
mempunyai 5 year survival rate lebih baik dibandingkan Ca ductus atau lobolus invasif.
Prognosis terpenting pada Ca medullare adalah keterlibatan metastase ke KGB axillaris.

4. Comedo carcinoma
Salah satu bentuk Ca invasif yang berasal dari ductus, sekitar 5-10 % dari semua Ca
mammae. Seperti varian in situ nya, ia mempunyai sumbat materi seperti pasta yang
dapat dikeluarkan dari permukaan neoplasma. Pertumbuhannya lambat, dapat meluas
dalam waktu beberapa tahun. Lesinya berukutan sekitar 5 cm, yang pada sepertiga
pasien dapat metastase ke KGB axillaris. Pada terapi dini, survival rate 5 dan 10
tahunnya masing-masing 73 % dan 58 %, setelah mastectomy yang adekuat. Secara
makroskopis, tumor ini berbatas tegas, kenyal, dan berwarna keabu-abuan.

5. Colloid / mucinous carcinoma


Merupakan suatu adenocarcinoma yang secara tipikal membentuk materi gelatin
yang menjadi bagian utama carcinoma ini. Angka kejadiannya sekitar 2 % dari seluruh
Ca mammae. Neoplasma jenis ini mempunyai potensi pertumbuhan yang lambat dengan
metastasis lanjut. Survival rate 5 dan 10 tahunnya masing-masing 73 % dan 59 %.
Secara makroskopik tumor ini berbatas tegas tetapi tidak berkapsul. Bila dipotong,
benang materi mukoid melekat pada scalpel.
6. Papillary carcinoma
Angka kejadiannya kurang dari 2 % dari seluruh Ca mammae, sering ditemukan
pada usia 70-an, dan mempunyai 5 year survival rate terbaik. Lesi biasanya kecil, jarang
melebihi 2-3 cm dan berbatas tegas. Dapat timbul nekrosis, perdarahan sentral, dan
menghasilkan sekret yang keluar dari papilla.

7. Tubular carcinoma
Merupakan suatu lesi yang berasal dari ductus, berdiferensiasi baik, yang
digambarkan membentuk tubulus. Ca ini merupakan 2 % dari semua Ca mammae.
Neoplasma jenis ini sering menyerupai Scleroticans adenosis maupun penyakit
fibrokistik mammae dan harus dibedakan dari hyperplasia atipik fokal. Survival rate-
nya mendekati 100 %.8

2.3.5 Diagnosis
2.3.5.1 Inspeksi
Ahli bedah akan melakukan inspeksi pada payudara wanita. Simetri, ukuran dan
bentuk payudara dinilai, adanya edema (peau d’orange), retraksi papilla mammae,
eritema (Schwartz’s, 2006).5

Gambar 6. Inspeksi dan Palpasi mammae


(Schwart’z, 2006)
2.3.5.2 Palpasi
Sebagai bagian dari pemeriksaan fisik, payudara dipalpasi secara hati-hati.
Pemeriksaan pasien dalam posisi berbaring merupakan posisi yang terbaik. Ahli bedah
akan melakukan palpasi secara lembut dari sisi ipsilateral, memeriksa seluruh kuadran
payudara dari sternum bagian lateral sampai m. Latissimus dorsi, dan dari clavicula
inferior sampai rectus bagian atas. Secara sistematis mencari pembesaran KGB
(Schwart’z, 2006).5

2.3.6 Pemeriksaan Penunjang


A. Pemeriksaan Laboratorium
Pada penyakit yang terlokalisasi tidak didapatkan kelainan hasil pemeriksaan
laboratorium. Kenaikan kadar alkali fosfatase serum dapat menujukkan adanya
metastasis pada hepar. Pada keganasan yang lanjut dapat terjadi hiperkalemia.
Pemeriksaan laboratorium lain meliputi:
 Kadar CEA (Carcino Embryonic Antigen)
 MCA (Mucinoid-like Carcino Antigen)
 CA 15-3 (Carbohydrat Antigen), Antigen dari globulus lemak susu
 BRCA1 pada kromosom 17q (tahun 1990 oleh Mary Claire King- didukung ole
The Breast Cancer Linkage Consortium) dari BRCA2 dari kromosom 13 (tahun
1994 oleh Michael Stratton dan college-Sutton, dipetakan secara lengkap tahun
1996)
 Gen AM (ataxia-telangiectasia) : ditemukan gen ini pada pasien bias sebagai
predisposisi timbulnya Ca mammae

B. Radiologi
 X-foto thorax dapat membantu mengetahui adanya keganasan dan mendeteksi
adanya metastase ke paru-paru
 Mammografi
Dapat membantu menegakkan diagnosis apakah lesi tersebut ganas atau
tidak. Dengan mammografi dapat melihat massa yang kecil sekalipun yang
secara palpasi tidak teraba, jadi sangat baik untuk diagnosis dini dan screening.
Adanya proses keganasan akan memberikan tanda-tanda primer dan sekunder.
Tanda primer berupa fibrosis reaktif, comet sign, adanya perbedaan yang nyata
ukuran klinik dan rontgenologis dan adanya mikrokalsifikasi. Tanda sekunder
berupa retraksi, penebalan kulit, bertambahnya vascularisasi, perubahan posisi
papilla dan areola, adanya bridge of tumor, keadaan daerah tunika dan jaringan
fibroglanduler tidak teratur, infiltrasi jaringan lunak belakang mammae dan
adanya metastasis ke kelenjar.

 USG (Ultrasonografi)
Dengan USG selain dapat membedakan tumor padat atau kistik, juga dapat
membantu untuk membedakan suatu tumor jinak atau ganas. Ca mammae yang
klasik pada USG akan tampak gambaran suatu lesi padat, batas ireguler, tekstur
tidak homogen. Posterior dari tumor ganas mammae terdapat suatu Shadowing.
Selain itu USG juga dapat membantu staging tumor ganas mammae dengan
mencari dan mendeteksi penyebaran lokal (infiltrasi) atau metastasis ke tempat
lain, antara lain ke KGB regional atau ke organ lainnya (misalnya hepar).

 Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB)


FNAB dilanjutkan dengan FNAC (Fine Needle Aspiration Cytology)
merupakan teknik pmeriksaan sitologi dimana bahan pemeriksaan diperoleh dari
hasil punksi jarum terhadap lesi dengan maupun tanpa guiding USG. FNAB
sekarang lebih banyak digunakan dibandingkan dengan cutting needle biopsy
karena cara ini lebih tidak nyeri, kurang traumatic, tidak menimbulkan
hematoma dan lebih cepat menghasilkan diagnosis. Cara pemeriksaan ini
memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi, namun tidak dapat memastikan
tidak adanya keganasan. Hasil negatif pada pemeriksaan ini dapat berarti bahwa
jarum biopsi tidak mengenai daerah keganasan sehingga biopsy eksisi tetap
diperlukan untuk konfirmasi hasil negative tersebut (Jatoi I, Kaufmann M, Petit
J.Y., 2006).
2.3.7 Terapi
Terapi untuk Kelainan dan Penyakit Mammae Jinak
Kista: investigasi awal dari massa yang terpalpasi adalah biopsi jarum, yang
dapat mendiagnosis kista sejak awal. Sebuah 21-gauge needle dengan syringe 10 mL
ditusukkan secara langsung ke massa, yang difiksasi dengan tangan yang tidak
dominant. Volume dari kista tipikal adalah 5-10 mL, tapi dapat mencapai 75 mL atau
lebih. Jika cairan yang teraspirasi tidak mengandung darah, makan dilakukan aspirasi
hingga kering, lalu jarum ditarik, lalu dilakukan pemeriksaan sitologi. Setelah aspirasi,
mammae dipalpasi lagi untuk menentukan adanya massa residual. Jika ada, dilakukan
USG untuk menyingkirkan adanya kista persisten, dan dapat dilakukan reaspirasi. Bila
masa solid, dilakukan pengambilang spesimen jaringan. Bila pada aspirasi ditemukan
darah, makan diambil 2 mL untuk dilakukan pemeriksaan sitologi. Massa kemudian
dilihat dengan USG dan adanya area solid pada dinding kista dilakukan biopsi jarum.
Adanya darah biasanya dapat terlihat jelas, tetapi kista dengan cairan yang gelap perlu
dilakukan occult blood test atau pemeriksaan mikroskopis untuk memastikan. Dua
aturan kardinal dari aspirasi kista yang aman, yaitu (1) massa harus hilang secara
komplit setelah aspirasi, (2) cairan harusnya tidak mengandung darah. Jika salah satu
dari ketentuan tersebut tidak ditemukan, makan USG, biopsi jarum, dan mungkin biopsi
eksisi direkomendasikan.9
Fibroadenoma: pengangkatan seluruh fibroadenoma telah dianjurkan terlepas
dari usia pasien atau pertimbangan lainnya, fibroadenoma soliter pada wanita muda
biasanya diangkat untuk menghilangkan kecemasan pasien. Walaupun begitu,
kebanyakan fibroadenoma bersifat self-limitting dan banyak yang tidak terdiagnosis,
sehingga pendekatan konservatif lebih digunakan. Pemeriksaan USG dan core-needle
biopsy dapat memberikan diagnosis yang akurat. Kemudian, pasien dijelaskan
mengenai hasil biopsi, dan eksisi fibroadenoma dapat dihindari.
Sclerosing disorder: klinis dari sclerosing adenosis mirip dengan carcinoma.
Oleh karena itu kelainan ini dapat disalahartikan sebagai carcinoma pada pemeriksaan
fisik, mammography, dan pemeriksaan patologi makroskopis. Biopsi eksisi dan
pemeriksaan histology seringkali diperlukan untuk menyingkirikan diagnosis
carcinoma.
Periductal mastitis: massa yang nyeri dibelakang areola mammae diaspirasi
dengan 21-gauge needle yang melekat ke syringe 10 mL. Adanya cairan yang terambil
dilakukan pemeriksaan sitologi dan untuk kultur digunaka medium transport yang
sesuai untuk deteksi bakteri anaerob. Pasien diberi antibiotik mulai dari Metronidazol
dan Dicloxacillin sambil menunggu hasil kultur. Kebanyakan kasus berrespon dengan
baik, tetapi bila ditemukan pus, maka tindakan operatif harus dilakukan. Abses
subareolar biasanya unilocular dan sering mengenai satu sistem duktus. USG
preoperative dapat membantu menentukan daerah perluasannya. Ahli bedah dapat
mengambil tindakan simple drainage (ada risiko problem berulang lagi) atau
pembedahan definitive. Pada wanita child-bearing age, simple drainage lebih dipilih,
tetapi bila ada infeksi anaerob, infeksi berulang sering terjadi. Abses berulang dengan
fistula merupakan masalah yang sulit dan diterapi dengan fistulectomy atau major duct
excision (tergantung keadaan). Bila abses periareolar yang terlokalisasi berulang pada
daerah yang sama dan terbentuk fistula, tindakan yang lebih dipilih adalah fistulectomy.
Di lain pihak, bila subareolar sepsis difus, lebih dari 1 segmen atau lebih dari 1 fistula,
makan total duct excision lebih dipilih. Terapi antibiotik bermanfaat untuk infeksi
berulang setalh eksisi fistulasi, dan dikonsumsi 2-4 minggu direkomendasikan sebelum
total duct excision.
Nipple inversion: lebih banyak wanita yang meminta koreksi dari congenital
nipple inversion daripada nipple inversion sekunder dari duct ectasia. Walaupun
biasanya hasilnya memuaskan, wanita yang melakukannya untuk alasan kosmetik harus
selalu diberitahukan mengenai komplikasi operasi yaitu perubahan sensasi puting,
nekrosis puting, dan fibrosis postoperative dengan retraksi puting. Oleh karena nipple
inversion disebabkan oleh pemendekan duktus subareolar, pemisahan komplit dari
duktus-duktus ini cukup untuk memberikan koreksi permanen dari kelainan ini.
Terapi untuk carcinoma mammae
Stadium I, II, III awal (stadium operable) sifat pengobatan adalah kuratif. Pengobatan
pada stadium I, II dan IIIa adalah operasi primer, terapi lainnya bersifat adjuvant. Untuk
stadium I dan II pengobatannya adalah radikal mastectomy atau modified radikal
mastectomy dengan atau tanpa radiasi dan sitostatika adjuvant.

Gambar 7. Macam-macam operasi carcinoma mammae

Stadium IIIa terapinya adalah simple mastectomy dengan radiasi dan sitostatika
adjuvant. Stadium IIIb dan IV sifat pengobatannya adalah paliatif, yaitu terutama untuk
mengurangi penderitaan dan memperbaiki kualitas hidup. Untuk stadium IIIb atau yang
dinamakan locally advanced pengobatan utama adalah radiasi dan dapat diikuti oleh
modalitas lain yaitu hormonal terapi dan sitostatika. Stadium IV pengobatan primer
adalah yang bersifat sistemik yaitu hormonal dan khemoterapi.

A. Modified radical mastectomy


Kanker yang besar dan residual setelah adjuvant terapi (khususnya pada
payudara yang kecil), kanker multisentris, dan pasien dengan komplikasi terapi
radiasi merupakan indikasi dilakukannya operasi ini (Zollinger Atlas of Surgical
Operation)
Prosedur ini paling banyak digunakan, terdapat 2 bentuk prosedur yang biasa
digunakan oleh para ahli bedah.
 Prosedur Patey dan modifikasi dari Scanlon
M. pectoralis mayor tetap dipertahankan sedangkan M. pectoralis minor dan
kelenjar limfe level I, II dan III pada axilla diangkat. Scanlon memodifikasi
prosedur Patey dengan memisahkan tetapi tidak mengangkat M. pectoralis
minor, sehingga kelenjar limfe apical (level III) dapat diangkat dan saraf
pectoral lateral dari otot mayor dipertahankan.
 Prosedur yang dibuat oleh Auchincloss
Berbeda dari prosedur Patey, yaitu dengan tidak mengangkat atau
memisahkan M. Pectoralis minor. Modifikasi ini membatasi pengangkatan
komplit dari kelenjar limfe paling atas, Auchincloss menerangkan bahwa hanya
2 % dari pasien yang memperoleh manfaat dengan adanya pengangkatan
kelenjar limfe sampai level tertinggi. Ini yang membuat prosedur Auchincloss
menjadi prosedur yang paling populer untuk Ca mammae di Amerika Serikat.

B. Total Mastectomy
Total mastectomy kadang disebut juga dengan simple mastectomy yang
mencakup operasi pengangkatan seluruh mammae, axillary tail dan fascia pectoralis.
Total mastectomy tidak mencakup diseksi axilla dan sering dikombinasi dengan
terapi radiasi post operasi. Prosedur ini didasarkan pada teori bahwa KGB
merupakan sumber suatu barrier terhadap sel-sel Ca mammae dan seharusnya tidak
diangkat, juga ada alasan bahwa terapi radiasi akan dapat menahan penyebaran sel-
sel ganas sebagai akibat trauma operasi (Jatoi I, Kaufmann M, Petit J.Y, 2006)

C. Segmental Mastectomy
Berdasarkan cara operasinya, prosedur ini dibagi dalam 3 cara:
 Eksisi terbatas hanya mengangkat seluruh tumornya saja. Cara ini tidak
dianjurkan untuk Ca mammae
 Eksisi seluruh tumor beserta jaringan mammae yang melekat pada tumor untuk
meyakinkan batas jaringan bebas tumor.
 Eksisi seluruh tumor beserta seluruh quadrant mammae yang mengandung
tumor dan kulit yang menutupinya (quadranectomy).
Sebagian besar ahli bedah membatasi segmental mastectomy pada pasien-pasien
dengan tumor yang kecil (<4cm atau dalam beberapa kasus <2 cm). Mastectomy
segmental harus dilanjutkan dengan terapi radiasi karena tanpa radiasi resiko
kekambuhannya tinggi (Jatoi I, Kaufmann M, Petit J.Y, 2006).
D. Hormonal terapi
30-40 % Ca mammae adalah hormon dependen. Hormonal terapi adalah terapi utama
pada stadium IV disamping khemoterapi. Untuk wanita premenopause terapi hormonal
berupa terapi ablasi yaitu bilateral oophorectomy. Untuk post menopause terapinya
berupa pemberian obat anti esterogen, dan untuk 1-5 tahun menopause jenis terapi
tergantung dari aktivitas efek esterogen. Efek esterogen positif dilakukan terapi ablasi,
efek esterogen negative dilakukan pemberian obat-obatan anti esterogen (Schwartz’s,
2006).

E. Chemoterapy
Terapi ini bersifat sistemik dan bekerja pada tingkat sel. Terutama diberikan pada Ca
mammae yang sudah lanjut, bersifat paliatif, tapi dapat pula diberikan pada Ca mammae
yang sudah dilakukan mastectomy bersifat terapi adjuvant. Biasanya diberikan
kombinasi CMF (Cyclophosphamide, Methotrexate, Fluorouracil).
Kemoterapi dan obat penghambat hormon seringkali diberikan segera setelah
pembedahan dan dilanjutkan selama beberapa bulan atau tahun. Pengobatan ini
menunda kembalinya kanker dan memperpanjang angka harapan hidup penderita.
Pemberian beberapa jenis kemoterapi lebih efektif dibandingkan dengan kemoterapi
tunggal. Tetapi tanpa pembedahan maupun penyinaran, obat-obat tersebut tidak dapat
menyembuhkan kanker payudara.
Efek samping dari kemoterapi bisa berupa mual, lelah, muntah, luka terbuka di mulut
yang menimbulkan nyeri atau kerontokan rambut yang sifatnya sementara. Pada saat ini
muntah relatif jarang terjadi karena adanya obat ondansetron. Tanpa ondansetron,
penderita akan muntah sebanyak 1-6 kali selama 1-3 hari setelah kemoterapi. Berat dan
lamanya muntah bervariasi, tergantung kepada jenis kemoterapi yang digunakan dan
penderita. Selama beberapa bulan, penderita juga menjadi lebih peka terhadap infeksi
dan perdarahan. Tetapi pada akhirnya efek samping tersebut akan menghilang.
Tamoxifen adalah obat penghambat hormon yang bisa diberikan sebagai terapi
lanjutan setelah pembedahan. Tamoxifen secara kimia berhubungan dengan estrogen
dan memiliki beberapa efek yang sama dengan terapisulih hormon (misalnya
mengurangi risiko terjadinya osteoporosis dan penyakit jantung serta meningkatkan
risiko terjadinya kanker rahim). Tetapi tamoxifen tidak mengurangi hot flashes ataupun
merubah kekeringan vagina akibat menopause.
Obat penghambat hormon lebih sering diberikan kepada:
 Kanker yang didukung oleh estrogen
 Penderita yang tidak menunjukkan tanda-tanda kanker selama lebih dari 2 tahun
setelah terdiagnosis
 Kanker yang tidak terlalu mengancam jiwa penderita.
 Obat tersebut sangat efektif jika diberikan kepada penderita yang berusia 40
tahun dan masih mengalami menstruasi serta menghasilkan estrogen dalam
jumlah besar atau kepada penderita yang 5 tahun lalu mengalami menopause.
Tamoxifen memiliki sedikit efek samping sehngga merupakan obat pilihan
pertama. Selain itu, untuk menghentikan pembentukan estrogen bisa dilakukan
pembedahan untuk mengangkat ovarium (indung telur) atau terapi penyinaran
untuk menghancurkan ovarium.
Jika kanker mulai menyebar kembali berbulan-bulan atau bertahun-tahun setelah
pemberian obat penghambat hormon, maka digunakan obat penghambat hormon yang
lain.
Aminoglutetimid adalah obat penghambat hormon yang banyak digunakan untuk
mengatasi rasa nyeri akibat kanker di dalam tulang. Hydrocortisone (suatu hormon
steroid) biasanya diberikan pada saat yang bersamaan, karena aminoglutetimid menekan
pembentukan hydrocortisone alami oleh tubuh.9,10

F. Neoadjuvant chemoterapy
Kemoterapi yang diberikan sebelum tindakan bedah ataupun terapi radiasi. Dengan
adanya terapi ini, maka ahli bedah dapat melakukan terapi bedah konservatif pada Ca
mammae stadium lanjut. Tujuan dari terapi ini adalah untuk menyusutkan tumor yang
besar sehingga dapat dilakukan bedah konservatif untuk mengangkat tumor Tindakan
bedah konservatif adalah yang dikenal dengan nama Breast Conserving Treatment yaitu
tindakan bedah dengan hanya mengangkat tumor yang diikuti diseksi axilla dan radiasi
kuratif.
G. Sentinel lymph nodes biopsy
Sentinel lymph nodes adalah nodi limfe yang pertama kali dicapai oleh sel kanker
yang bermetastasis pada Ca mammae. Sentinel lymph nodes biopsy adalah prosedur
diagnosis terbaru yang digunakan untuk mengetahui apakah sudah terdapat metastasis
Ca mamme ke kelenjar limfe axilla. sel tumor, maka selanjutnya tidak perlu lagi
mengangkat kelenjar limfe lainnya yang terdapat pada daerah axilla (Jatoi I, Kaufmann
M, Petit J.Y, 2006).

H. Radiation therapy
Diberikan secara teratur selama beberapa minggu setelah dilakukan lumpectomy atau
partial mastectomy dengan tujuan untuk membunuh sel tumor yang tersisa yang
terdapat di dekat area tumor. Radiasi dilakukan tergantung dari besar tumor, jumlah
KGB axilla yang terkena. Kadang terapi radiasi diberikan sebelum tindakan bedah
untuk menyusutkan ukuran tumor yang besar sehingga mudah untuk diangkat.
Terapi radiasi sangat efektif mengurangi terjadinya rekurensi Ca mammae pada kedua
mammae dan dinding thorax. Tipe terapi radiasi yang paling banyak digunakan untuk
Ca mammae adalah terapi radiasi yang diberikan dari sumber yang berada diluar tubuh
yang dikenal dengan nama external-beam radiation therapy. Terapi radiasi juga dapat
diberikan dengan cara menanamkan pil ke dalam area tumor (internal radiation therapy)
(Schwartz’s, 2006).11

2.3.8 Prognosis
5-year survival rate untuk stadium I yaitu 94%, untuk stadium IIa yaitu 85%, untuk
stadium IIb yaitu 70%, sedangkan untuk stadium IIIa yaitu 52%, stadium IIIb yaitu 48%
dan untuk stadium IV yaitu 18% .11
DAFTAR PUSTAKA

1. Cohen S.M, Aft R.L, and Eberlein T.J. 2002. Breast Surgery. In: Doherty G.M et
all, ed. The Washington Manual of Surgery. Third edition. Philadelphia: Lippincott
Williams and Wilkins. p 40.
2. Evans A, Ellis I. 2002. Breast Benign Calcification. In: Evans A, Pinder S, Wilson
R, Ellis I, ed. 2002. Breast Calcification a Diagnostic Manual. London: Greenwich
Medical Media. p 4, 5-6, 12, 20
3. Greenall M.J, Wood W.C. 2000. Cancer of the Breast. In: Morris J.P, Wood W.C,
ed. Oxford Textbook of Surgery. Second edition. Oxford University Press. p 107
4. Henry M.M, Thompson J.N. 2007. Breast Disease. Clinical Surgery. Second
edition. Elsevier. p 453
5. Jatoi I, Kaufmann M, Petit J.Y. 2006. Diagnostic Procedures. In: Schroder G, ed.
Atlas of Breast Surgery. Berlin: Springer-Verlag Berlin Heidelberg. p 19-21
6. Jatoi I, Kaufmann M, Petit J.Y. 2006. Surgery for Breast Carcinoma. In: Schroder
G, ed. Atlas of Breast Surgery. Berlin: Springer-Verlag Berlin Heidelberg. 67, 81-82
7. Kirby I.B. 2006. The Breast. In: Brunicardi F.C et all, ed. Schwartz’s Principles of
Surgery. Eight edition. New York: McGraw-Hill Books Company.
8. Schnitt S.J, Connolly J.L. 2000. Pathology of Benign Breast Disorders. In: Harris
J.R, Lippman M.E, Morrow M, Osborne K, ed. Disease of the Breast. Second
edition. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. p 15
9. Schnitt S.J, Connolly J.L. 2000. Staging of Breast Cancer. In: Harris J.R, Lippman
M.E, Morrow M, Osborne K, ed. Disease of the Breast. Second edition.
Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. p 34
10. Skandalakis et all. 2000. Breast. Skandalakis Surgical Anatomy. Second edition.
New York: Springer Science and Business Media Inc.
11. Zollinger R.M. 2003. Additional Procedures. In: Zollinger Sr, ed. Zollinger Atlas of
Surgical Operation. Eight edition. New York: McGraw-Hill Books Company

Anda mungkin juga menyukai