Anda di halaman 1dari 14

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Trauma okuli merupakan trauma atau cedera yang terjadi pada mata yang
dapat mengakibatkan kerusakan pada bola mata, kelopak mata, saraf mata dan rongga
orbita, kerusakan ini akan memberikan penyulit sehingga mengganggu fungsi mata
sebagai indra penglihat. Trauma okuli merupakan salah satu penyebab yang sering
menyebabkan kebutaan unilateral pada anak dan dewasamuda, karena kelompok usia
inilah yang sering mengalami trauma okuli yangparah. Dewasa muda (terutama laki-
laki) merupakan kelompok yang paling seringmengalami trauma okuli. Penyebabnya
dapat bermacam-macam, diantaranyamkecelakaan di rumah, kekerasan, ledakan,
cedera olahraga, dan kecelakaan lalulintas.1
Prevalensi kebutaaan akibat trauma okuli secara nasional belum
diketahuidengan pasti, namun pada Survey Kesehatan Indra Penglihatan dan
Pendengaran pada tahun 1993-1996 didapatkan bahwa trauma okuli dimasukkan ke
dalam penyebab kebutaan lain-lain sebesar 0,15% dari jumlah total kebutaan nasional
yang berkisar 1,5%. Trauma okuli juga bukan merupakan 10 besar penyakit mata
yang menyebabkan kebutaan.1
Secara umum trauma okuli dibagi menjadi dua yaitu trauma okuli perforans
dan trauma okuli non perforans. Sedangkan klasifikasi trauma okuli berdasarkan
mekanisme trauma terbagi atas trauma mekanik (trauma tumpul dan trauma tajam),
trauma radiasi (sinar inframerah, sinar ultraviolet, dan sinar X) dan trauma kimia
(bahan asam dan basa).2
Sebagai seorang dokter harus memikirkan apakah kasus yang dihadapi
merupakan true emergency yang merupakan kasus sangat gawat dan harusditangani
dalam hitungan menit atau jam, ataukah urgent case yang harus ditangani dalam
hitungan jam atau hari. Sehingga membutuhkan diagnosa dan pertolongan cepat dan
tepat. Trauma okuli merupakan kedaruratan mutlak di bidang ocular emergency.1,2
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi akibat trauma okuli adalah erosi
kornea, iridoplegia, hifema, iridosiklitis, subluksasi lensa, luksasi lensa anterior,
luksasi lensa posterior, edema retina dan koroid, ablasi retina, ruptur koroid, serta
avulsi papil saraf optik.

1
Hifema merupakan keadaan dimana terjadi perdarahan pada bilik mata depan
dapat terjadi akibat trauma tumpul pada mata. Darah ini berasal dari iris atau badan
siliar yang robek. Menurut Duke Elder (1954), hifema disebabkan oleh robekan pada
segmen anterior bola mata yang kemudian dengan cepat akan berhenti dan darah akan
diabsorbsi dengan cepat. Hal ini disebut dengan hifema primer. Bila oleh karena
sesuatu sebab misalnya adanya gerakan badan yang berlebihan, maka timbul
perdarahan sekunder atau hifema sekunder yang pengaruhnya akan lebih hebat karena
perdarahan lebih sukar hilang.1

Adanya hifema memiliki beberapa konsekuensi, yaitu peningkatan tekanan


intraokuler, kornea terkena darah, pembentukan sinekia posterior atau anterior, dan
katarak. Oleh karena hifema dapat menyebabkan penurunan penglihatan yang
signifikan, maka setiap dokter harus memperhatikan diagnosis, evaluasi, dan tata
laksana hifema.1,2

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Bola Mata

Gambar 1 Anatomi bola mata

Bola mata terbenam dalam corpus adiposum orbitae, namun terpisah darinya
oleh selubung fascia bola mata. Bola mata terdiri atas tiga lapisan dari luar ke dalam,
yaitu :
1. Tunica Fibrosa
Tunica fibrosa terdiri atas bagian posterior yang opaque atau sklera dan bagian
anterior yang transparan atau kornea. Sklera merupakan jaringan ikat padat fibrosa
dan tampak putih. Daerah ini relatif lemah dan dapat menonjol ke dalam bola mata
oleh perbesaran cavum subarachnoidea yang mengelilingi nervus opticus. Jika
tekanan intraokular meningkat, lamina fibrosa akan menonjol ke luar yang
menyebabkan discus menjadi cekung bila dilihat melalui oftalmoskop.3
Sklera juga ditembus oleh n. ciliaris dan pembuluh balik yang terkait yaitu
vv.vorticosae. Sklera langsung tersambung dengan kornea di depannya pada batas
limbus. Kornea yang transparan, mempunyai fungsi utama merefraksikan cahaya
yang masuk ke mata. Tersusun atas lapisan-lapisan berikut ini dari luar ke dalam sama
dengan: (1) epitel kornea (epithelium anterius) yang bersambung dengan epitel
konjungtiva. (2) substansia propria, terdiri atas jaringan ikat transparan. (3) lamina
limitans posterior dan (4) endothel (epithelium posterius) yang berhubungan dengan
aqueous humour.3

3
2. Lamina vasculosa
Dari belakang ke depan disusun oleh sama dengan : (1) choroidea (terdiri atas
lapis luar berpigmen dan lapis dalam yang sangat vaskular) (2) corpus ciliare (ke
belakang bersambung dengan choroidea dan ke anterior terletak di belakang tepi
perifer iris) terdiri atas corona ciliaris, procesus ciliaris dan musculus ciliaris (3) iris
(adalah diafragma berpigmen yang tipis dan kontraktil dengan lubang di pusatnya
yaitu pupil) iris membagi ruang diantara lensa dan kornea menjadi bilik mata depan
dan bilik mata belakang, serat-serat otot iris bersifat involunter dan terdiri atas serat-
serat sirkuler dan radier.
Bilik mata depan terletak antara persambungan kornea perifer dengan iris.
Pada bagian ini, terdapat jalinan trabekula yang dasarnya mengarah ke badan siliar.
Bagian dalam jalinan ini yang menghadap ke bilik mata depan dikenal sebagai jalinan
uvea. Bagian luar jalinan ini yang terletak dekat kanalis schlemm dikenal sebagai
jalinan korneoskleral. Serat-serat longitudinal otot siliaris menyisip ke dalam jalinan
trabekula tersebut. Kanal schlemn merupakan kapiler yang dimodifikasi yang
mengelilingi kornea. Dindingnya terdiri dari satu lapisan sel. Pada dinding sebelah
dalam terdapat lubang – lubang sebesar 2 U, sehingga terdapat hubungan langsung
antara trabekula dan kanal schlemn. Dari kanal schlemn, keluar saluran kolektor, 20 –
30 buah, yang menuju ke pleksus vena di dalam jaringan sclera dan episkelera dan
vena siliaris anterior di badan siliar.
3. Tunica sensoria (retina)
Retina terdiri atas pars pigmentosa luar dan pars nervosa di dalamnya.
Permukaan luarnya melekat pada choroidea dan permukaan dalamnya berkontak
dengan corpus vitreum. Tiga perempat posterior retina merupakan organ reseptornya.
Ujung anterior membentuk cincin berombak, yaitu ora serrata, di tempat inilah
jaringan syaraf berakhir. Bagian anterior retina bersifat non-reseptif dan hanya terdiri
atas sel-sel pigmen dengan lapisan epitel silindris di bawahnya. Bagian anterior retina
ini menutupi procesus ciliaris dan bagian belakang iris.3

4
Vaskularisasi Bola Mata

Pemasok utama orbita dan bagian-bagiannya berasal dari arteri ophtalmica,


yaitu cabang besar pertama arteri karotis interna bagian intrakranial. Cabang ini
berjalan di bawah nervus optikus dan bersamanya melewati kanalis optikus menuju ke
orbita. Cabang intraorbital pertama adalah arteri sentralis retina, yang memasuki
nervus optikus sebesar 8-15 mm di belakang bola mata. Cabang-cabang lain arteri
oftalmika adalah arteri lakrimalis, yang
memvaskularisasi glandula lakrimalis dan kelopak mata atas, cabang-cabang
muskularis ke berbagai otot orbita, arteri siliaris posterior longus dan brevis, arteri
palpebra medialis ke kedua kelopak mata, dan arteri supra orbitalis serta supra
troklearis.
Arteri siliaris posterior brevis memvaskularisasi koroid dan bagian nervus
optikus. Kedua arteri siliaris longus memvaskularisasi badan siliar, beranastomosis
satu dengan yang lain, dan bersama arteri siliaris anterior membentuk sirkulus
arteriosus major iris. Arteri siliaris anterior berasal dari cabang-cabang muskularis
dan menuju ke muskuli rekti. Arteri ini memvaskularisasi sklera, episklera, limbus,
konjungtiva, serta ikut membentuk sirkulus arteriosus major iris.
Drainase vena-vena di orbita terutama melalui vena oftalmika superior dan
inferior, yang juga menampung darah dari vena verticoasae, vena siliaris anterior, dan
vena sentralis retina. Vena oftalmika berhubungan dengan sinus kavernosus melalui
fisura orbitalis superior dan dengan pleksus venosus pterigoideus melalui fisura
orbitalis inferior.3

5
2.2 Deinisi

Hifema merupakan keadaan dimana terdapat darah di dalam bilik mata depan,
yaitu daerah di antara kornea dan iris, yang dapat terjadi akibat trauma tumpul yang
merobek pembuluh darah iris atau badan siliar dan bercampur dengan humor aqueus
(cairan mata)yang jernih. Darah yang terkumpul di bilik mata depan biasanya terlihat
dengan mata telanjang, walaupun darah yang terdapat di bilik mata depan sedikit,
tetap dapat menurunkan penglihatan. 1

Hifema atau darah di dalam bilik mata depan dapat terjadi akibat trauma
tumpul yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar. Bila pasien duduk hifema
akan terlihat terkumpul di bawah bilik mata depan dan hifema dapat memenuhi
seluruh ruang bilik mata depan.

2.3 Etiologi

Penyebab tersering hifema adalah trauma, baik trauma tumpul maupun trauma
tembus. Hifema juga dapat disebabkan oleh perdarahan spontan. Perdarahan dapat
terjadi segera setelah trauma yang disebut perdarahan primer atau perdarahan terjadi
akibat gangguan mekanisme pembekuan atau penyembuhan luka sehingga
mempunyai prognosis yang lebih buruk. Perdarahan spontan dapat terjadi pada mata
dengan rubeo iridis, tumor pada iris, retinoblastoma dan kelainan darah. Hal ini
mungkin akibat terjadinya kelemahan pada dinding-dinging pembuluh darah.4

2.4 Patofisioogi

Trauma tumpul menyebabkan kompresi bola mata, disertai peregangan


limbus, dan perubahan posisi dari iris atau lensa. Hal ini dapat meningkatkan tekanan
intraokuler secara akut dan berhubungan dengan kerusakan jaringan pada sudut mata.
Perdarahan biasanya terjadi karena adanya robekan pembuluh darah, antara lain
arteri-arteri utama dan cabang-cabang dari badan siliar, arterikoroidalis, dan vena-
vena badan siliar.

Inflamasi yang parah pada iris, sel darah yang abnormal dan kanker mungkin
juga bisa menyebabkan perdarahan pada COA. Trauma tumpul dapat merobek
pembuluh darah iris atau badan siliar. Gaya-gaya kontusif akan merobek pembuluh
darah iris dan merusak sudut COA. Tetapi dapat juga terjadi secara spontan atau pada

6
patologi vaskuler okuler. Darah ini dapat bergerak dalam ruang COA, mengotori
permukaan dalam kornea.
Perdarahan pada bilik mata depan mengakibatkan teraktivasinya mekanisme
hemostasis dan fibrinolisis. Peningkatan tekanan intraokular, spasme pembuluh darah,
dan pembentukan fibrin merupakan mekanisme pembekuan darah yang akan
menghentikan perdarahan. Bekuan darah ini dapat meluas dari bilik mata depan ke
bilik mata belakang. Bekuan darah ini biasanya berlangsung hingga 4-7 hari. Setelah
itu, fibrinolisis akan terjadi. Setelah terjadi bekuan darah pada bilik mata depan, maka
plasminogen akan diubah menjadi plasmin oleh aktivator kaskade koagulasi. Plasmin
akan memecah fibrin, sehingga bekuan darah yang sudah terjadi mengalami disolusi.
Produk hasil degradasi bekuan darah, bersama dengan sel darah merah dan debris
peradangan, keluar dari bilik mata depan menuju jalinan trabekular dan aliran
uveaskleral.7
Perdarahan dapat terjadi segera sesudah trauma yang disebut perdarahan
primer. Perdarahan primer dapat sedikit dapat pula banyak. Perdarahan sekunder
biasanya timbul pada hari ke 5 setelah trauma. Perdarahannya biasanya lebih hebat
daripada yang primer. Oleh karena itu seseorang dengan hifema harus dirawat
sedikitnya 5 hari. Dikatakan perdarahan sekunder ini terjadi karena resorpsi
daribekuan darah terjadi terlalu cepat sehingga pembuluh darah tak mendapat waktu
yang cukup untuk regenerasi kembali.
Penyembuhan darah pada hifema dikeluarkan dari COA dalam bentuk sel
darah merah melalui sudut COA menuju kanal schlem sedangkan sisanya akan
diabsorbsi melalui permukaan iris. Penyerapan pada iris dipercepat dengan adanya
enzim fibrinolitik di daerah ini.Sebagian hifema dikeluarkan setelah terurai dalam
bentuk hemosiderin. Bila terdapat penumpukan dari hemosiderin ini, dapat masuk ke
dalam lapisan kornea, menyebabkan kornea menjadi bewarna kuning dan disebut
hemosiderosis atau imbibisi kornea, yang hanya dapat ditolong dengan keratoplasti.
Imbibisio kornea dapat dipercepat terjadinya oleh hifema yang penuh disertai
glaukoma.
Adanya darah pada bilik mata depan memiliki beberapa temuan klinis yang
berhubungan. Resesi sudut mata dapat ditemukan setelah trauma tumpul mata. Hal ini
menunjukkan terpisahnya serat longitudinal dan sirkular dari otot siliar. Resesi sudut
mata dapat terjadi pada 85 % pasien hifema dan berkaitan dengan timbulnya
glaukoma sekunder di kemudian hari. Iritis traumatik, dengan sel-sel radang pada

7
bilik mata depan, dapat ditemukan pada pasien hifema. Pada keadaan ini, terjadi
perubahan pigmen iris walaupun darah sudah dikeluarkan. Perubahan pada kornea
dapat dijumpai mulai dari abrasi endotel kornea hingga ruptur limbus. Kelainan pupil
seperti miosis dan midriasis dapat ditemukan pada 10 % kasus. Tanda lain yang dapat
ditemukan adalah siklodialisis, iridodialisis, robekan pupil, subluksasi lensa, dan
ruptur zonula zinn. Kelainan pada segmen posterior dapat meliputi perdarahan vitreus,
jejas retina (edema, perdarahan, dan robekan), dan ruptur koroid. Atrofi papil dapat
terjadi akibat peninggian tekanan intraokular.7,8

2.5 Gejala Klinis

- tampak adanya darah pada bagian mata depan

- nyeri di mata

- Lebih sensitiv terhadap cahaya

- pandangan kabur

- pandangan terhalang dan berawan.3,5

2.6 klasifikasi

1. berdasarkan onset perdarahan :

- Hifema primer terjadi langsung sampai 2 hari setelah trauma pada mata
- Hifema sekunder terjadi 2-5 hari setelah trauma pada mata

2. berdasarkan darah yang terlihat

- Makrohimefia, perdarahan terlihat dengan mata telanjang


- Mikrohifema, perdarahan terlihat apabila menggunakan mikroskop

3. berdasarkan pemenuhan darah di bilik mata depan

- Grade 1: darah mengisi kurang dari 1/3 bilik mata depan


- Grade 2: darah mengisi 1/3 -1/2 bilik mata depan
- Grade 3: darah mengisi ½- kurang sari seluruh bilik mata depan
- Grade 4: darah mengisi seluruh mata depan, dikenal dengan total hyphema,
blackball, atau 8- ball hyphema.4,6

8
2.7 Diagnosis

a. Anamnesa

Keluhan - adanya darah di bagian tengah mata


- Gejala peningkatan tekanan inta ocular : nyeri pada mata, nyeri
kepala, fotofobia.

b. pemeriksaan fisik

adanya darah di bilik mata depan

c. pemeriksaan penunjang

- USG mata (menyingkirkan tumor intra ocular)


- CT-Scan (menyingkirkan tumor intra ocular)
- Pemeriksaan laboratorium darah ( melihat adanya sickle cell disease)9.

9
2.8 penatalaksanaan

a. Non medikamentosa
- Berbaring dengan elevasi kepala 30-40 untuk membantu proses penyerapan
darah
- Monitoring TIO, pewarnaan kornea, tanda perdarahan sekunder untuk
mengetahui adanya komplikasi dan pemberian penatalaksanaan yang sesuai.
b. Medikamentosa
Bertujuan untuk mengurangi perdarahan ulang, menghilangkan hifema,
mengenai lesi jaringan terkait, dan mengurangi gejala sekunder hifema.
- Siklogenik/midriatik untuk mengurangi rasa sakit dan risiko terjadinya sinekia
posterior
- Analgesik seperti asetaminopen
- Kortikosteroid topical untuk mengurangi inflamasi dan mencegah
iritis/iridosiklitis.
- Agen antifibrinolitik seperti asam traneksamat oral 25 mg/kg BB, 3 kali sehari
selama 6 hari, untuk mengurangi risiko perdarahan berulang
- Tissueplasminogen activator untuk fibrinolisis clotting yang stagnan. Dosis 10
microgram injeksi intra kamera
- Terapi antiglaikoma bila perlu, seperti asetazolamid atau beta blocker seperti
timolol.
c. Operatif
Indikasi tindakan operatif adalah:
- Absorbsi darah secara spontan yang lambat
- Terdapat kelainan pengumpalan darah yang dapat menjadi risiko perdarahan
sekunder, seperti hemoglobinopati atau sickle cell disease
- Peningkatan TIO tidak dapat di atasi dengan obat-obatan (>35 mmhg selama 7
hari, atau >50 mmhg selama 5 hari ) dan adanya corneal blood staining
- Tidak ada perbaikan klinis dari pemberian medikamentosa.10

10
2.9 Komplikasi

1. Perdarahan sekunder
Komplikasi ini sering terjadi pada hari ke 3 sampai ke 6, sedangkan insidensinya
sangat bervariasi, antara 10 - 40%. Perdarahan sekunder ini timbul karena iritasi pada
iris akibat traumanya, atau merupakan lanjutan dari perdarahan primernya.
Perdarahan sekunder biasanya lebih hebat daripada yang primer. Terjadi pada 1/3
pasien, biasanya antara 2-5 hari setelah trauma inisial dan selalu bervariasi sebelum 7
hari post-trauma.
2. Glaukoma sekunder
Timbulnya glaukoma sekunder pada hifema traumatik disebabkan oleh tersumbatnya
trabecular meshwork oleh butirbutir/gumpalan darah. Insidensinya 20% , sedang di
RS: Dr: Soetomo sebesar17,5%. Adanya darah dalam COA dapat menghambat aliran
cairan bilik mata oleh karena unsur-unsur darah menutupi sudut COA dan trabekula
sehingga terjadinya glaukoma.Glaukoma sekunder dapat pula terjadi akibat kontusi
badan siliar berakibat suatu reses sudut bilik mata sehingga terjadi gangguan
pengaliran cairan mata.
3. Hemosiderosis kornea
Pada penyembuhan darah pada hifema dikeluarkan dari COA dalam bentuk sel darah
merah melalui sudut COA menuju kanal Schlemm sedangkan sisanya akan diabsorbsi
melalui permukaan iris. Penyerapan pada iris dipercepat dengan adanya enzim
fibrinolitik di daerah ini.Sebagian hifema dikeluarkan setelah terurai dalam bentuk
hemosiderin. Bila terdapat penumpukan dari hemosiderin ini, dapat masuk ke dalam
lapisan kornea, menyebabkan kornea menjadi bewarna kuning dan disebut
hemosiderosis atau imbibisio kornea, yang hanya dapat ditolong dengan keratoplasti.
Imbibisio kornea dapat dipercepat terjadinya oleh hifema yang penuh disertai
glaukoma. Hemosiderosis ini akan timbul bila ada perdarahan/perdarahan sekunder
disertai kenaikan tekanan intraokuler. Gangguan visus karenahemosiderosis tidak
selalu permanen, tetapi kadang-kadang dapat kembali jernih dalam waktu yang lama
(2 tahun). Insidensinya ± 10%.3 Zat besi di dalam bola mata dapat menimbulkan
siderosis bulbi yang bila didiamkan akan dapat menimbulkan ftisis bulbi dan
kebutaan.

11
4. Sinekia Posterior
Sinekia posterior bisa timbul pada pasien traumatik hifema.Komplikasi ini akibat dari
iritis atau iridocyclitis.Komplikasi ini jarang pada pasien yang mendapat terapi
medikamentosa dan lebih sering terjadi pada pada pasien dengan evakuasi bedah pada
hifema.Peripheral anterior synechiae anterior synechiae terjadi pada pasien dengan
hifema pada COA dalam waktu yang lama, biasanya 9 hari atau lebih.Patogenesis dari
sinekia anterior perifer berhubungan dengan iritis yang lama akibat trauma atau dari
darah pada COA. Bekuan darah pada sudut COA kemudian bisa menyebabkan
trabecular meshwork fibrosis yang menyebabkan sudut bilik mata tertutup.
5. Atrofi optik
Atrofi optik disebabkan oleh peningkatan tekanan intra okular.
6. Uveitis
Penyulit yang harus diperhatikan adalah glaukoma, imbibisio kornea, uveitis. Selain
dari iris, darah pada hifema juga datang dari badan siliar yang mungkin juga masuk ke
dalam badan kaca (corpus vitreum) sehingga pada funduskopi gambaran fundus tak
tampak dan ketajaman penglihatan menurunnya lebih banyak.Hifema dapat sedikit,
dapat pula banyak. Bila sedikit ketajaman penglihatan mungkin masih baik dan
tekanan intraokular masih normal. Perdarahan yang mengisi setengah COA dapat
menyebabkan gangguan visus dan kenaikan tekanan intra okular sehingga mata terasa
sakit oleh karena glaukoma. Jika hifemanya mengisi seluruh COA, rasa sakit
bertambah karena tekanan intra okular lebih meninggi dan penglihatan lebih menurun
lagi.10,11
2.10 Prognosis

Prognosis tergantung pada banyaknya darah yang tertimbun pada kamera okuli
anterior. Biasanya hifema dengan darah yang sedikit dan tanpa disertai glaukoma,
prognosisnya baik (bonam) karena darah akan diserap kembali dan hilang sempurna
dalam beberapa hari. Sedangkan hifema yang telah mengalami glaukoma,
prognosisnya bergantung pada seberapa besar glaukoma tersebut menimbulkan defek
pada ketajaman penglihatan. Bila tajam penglihatan telah mencapai 1/60 atau lebih
rendah maka prognosis penderita adalah buruk (malam) karena dapat menyebabkan
kebutaan.10

12
BAB III
KESIMPULAN

1. Hifema merupakan keadaan dimana terdapat darah di dalam bilik mata depan, yaitu
daerah di antara kornea dan iris, yang dapat terjadi akibat trauma tumpul yang
merobek pembuluh darah iris atau badan siliar dan bercampur dengan humor aqueus
yang jernih.
2. Hifema biasanya disebabkan oleh trauma tumpul pada mata seperti terkena bola, batu,
peluru senapan angin, dan lain-lain. Selain itu, hifema juga dapat terjadi karena
kesalahan prosedur operasi mata. Keadaan lain yang dapat menyebabkan hifema
namun jarang terjadi adalah adanya tumor mata (contohnya retinoblastoma), dan
kelainan pembuluh darah (contohnya juvenile xanthogranuloma).
3. Penegakan diagnosis hifema berdsarkan adanya riwayat trauma, terutama mengenai
matanya dapat memastikan adanya hifema. Pada gambaran klinik ditemukan adanya
perdarahan pada COA, kadang-kadang ditemukan gangguan visus. Ditemukan adanya
tanda-tanda iritasi dari conjunctiva dan pericorneal, fotofobia, penglihatan ganda,
blefarospasme, edema palpebra, midriasis, dan sukar melihat dekat, kemungkinan
disertai gangguan umum yaitu letargic, disorientasi atau somnolen.

13
Daftar pustaka

1. Ilyas, Sidarta. 2009. “Ikhtisar Ilmu Penyakit Mata”. Jakarta : FKUI press
2. Ilyas, Sidarta. 2002 “Trauma Tumpul Mata : Ilmu Penyakit Mata”. Jakarta : Sagung
Seto, Hal : 263-6.
3. Galih,Y.2015.” Buku Ilmu Penyakit Mata.”Universitas Gadjah Mada.
4. Jene Olver and Lorraine Cassidy. At a Glace Oftalmologi. Jakarta : Erlangga Medical
Series, 2011
5. Nurwasis, dkk. 2006. “Pedoman Diagnosis dan Terapi SMF Ilmu Penyakit Mata:
Hifema pada Rudapaksa Tumpul”. Hal 137-139.Penerbit: FK Unair, Surabaya.
6. Pedoman Penanganan Trauma Mata edisi 1. Rumah Sakit Mata Cicendo. Bagian Mata
Fakultas Kedokteran Unpad Bandung. 2005, hal 7-11.
7. Soeroso, admadi, dr. “Perdarahan Bilik Mata Depan” Cermin Dunia Kedokteran:
Edisi 19. Available at.
www. Portalkalbe.files.cdk.files.15 perdarahan Bilik depan 019_pdf
8. Vaughn, Daniel G, MD. “Hifema dalam:Oftalmologi Umum”. edisi 14, Widya
Medika, Jakarta, 2000, Hal. 384-285.
9. Vaughan, Daniel, G. 2000. “Trauma : Oftamologi Umum” edisi ke-14. Jakarta :
Widya Medika. Hal: 380,384.
10. Yanoff M, Duker JS. 2004. “Ophtalmology”. 2nd ed, p. 416-419. St Louis,
11. Wijana, N. “Hifema, dalam:Ilmu Penyait Mata”. edisi 2, FKUI, Jakarta, 2003.

14

Anda mungkin juga menyukai