Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN

ST ELEVASI MIOKARD INFARK (STEMI) DAN NON ELEVASI


MIOKARD INFARK (NSTEMI)

I. KONSEP DASAR ST ELEVASI MIOKARD INFARK (STEMI)


A. DEFENISI .
STEMI adalah cermin dari pembuluh darah koroner tertentu
yang tersumbat total sehingga aliran darahnya benar-benar terhenti, otot
jantung yang dipendarahi tidak dapat nutrisi - oksigen dan mati. Infark
miokard akut (IMA) merupakan salah satu diagnosa rawat inap
terserang di Negara maju. IMA dengan elevasi ST (STEMI) merupakan
bagian dari spectrum koroner akut yang terdiri atas angka pectoris yang
tidak stabil. IMA tanpa elevasi ST dan IMA dengan elevasi STEMI
umumnya secara mendadak setelah oklusi thrombus pada plak
arterosklerosis yang sudah ada sebelumnya (Sudarjo, 2006)
Infark miokard akut terjadi ketika iskemia miokard,yang biasanya
timbul sebagai akibat penyakit aterosklerosis arteri koroner, cukup untuk
menghasilkan nekrosis inversibel otot jantung. (Joyce Levefer, 1997)
Infark miokard Akut adalah iskemia atau nekrosis pada oto
jantung yang diakibatkan karena penurunan aliran darah melalui satu atau
lebih arteri koroner (Doengos, 2006).

B. ETIOLOGI
Penyebab utama infark miokard adalah kurangnya suplai darah
miokard. Penyebab penurunan suplai darah dikarenakan penyempitan
kritis arteri koroner karena ateriosklerosis atau oklusi arteri komplit /
penyumbatan total arteri oleh embolus atau thrombus, syok dan hemoragi /
perdarahan. Pada kasus ini selalu terjadi ketidakseimbangan antara suplai
darah dan kebutuhan oksigen.
Stemi juga terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat
pada lokasi injuri vascular, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor seperti
merokok, hipertensi dan akumulasi lipid.

C. MANIFETASI KLINIS
a. Klinis
1. Nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus - menerus tidak
mereda, bagian bawah sternum dan abdomen bagian atas, ini
merupakan gejala utama.
2. Keparahan nyeri dapat meningkat secara menetap sampai nyeri
tidak tertahankan lagi.
3. Nyeri yang tajam dan berat yang dapat menjalar ke bahu dan terus
ke bawah menuju lengan (biasanya lengan kiri).
4. Nyeri muncul secara spontan (bukan setelah kegiatan / bekerja atau
gangguan emosional), menetap selama beberapa jam atau hari, dan
tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin (NTG).
5. Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan leher.
6. Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis
berat, pusing atau kepala ringan dan mual muntah.
7. Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami nyeri yang
hebat karena neuropati yang menyertai diabetes dapat mengganggu
neuroreseptor (menyimpulkan pengalaman nyeri)
b. Laboratotium
1. Pemeriksaan Enzim jantung
- CK (Creatini Kinase) : Isoenzim yang ditemukan pada otot
jantung meningkat pada 3-6 jam memuncak dalam 12-24 jam,
kembali normal dalam 36-48 jam (3-5 hari).
- CK-MB: meningkat antara 2-4 jam, memuncak pada 12-20 jam
dan kembali normal pada 48-72 jam
- LDH (laktat dehidrogenase), LDH1, dan LDH2 : Meningkat
dalam 24 jam dan memakan waktu lama untuk kembali normal
- AST (/SGOT : Meningkat
2. EKG
Perubahan EKG yang terjadi selama infark akut yaitu
gelombang Q nyata, elevasi segmen ST, dan gelombang T terbalik.
Perubahan- perubahan ini tampak pada hantaran yang terletak
diatas daerah miokardium yang mengalami nekrosis. Selang
beberapa waktu gelombang ST dan gelombang T akan kembali
normal hanya gelombang Q tetap bertahan sebagai bukti
elektrokardiograf adanya infark lama.

D. PATOFISIOLOGI
Penyebab paling sering Akut Miokard Infark adalah penyempitan
pembuluh darah yang disebabkan oleh karena atheromatous. Pecahnya
plak menyebabkan terjadinya agregasi trombosit, pembentukan thrombus
dan akumulasi fibrin, perdarahan dalam plak dan beberapa tingkatan
vasospasm. Keadaan ini akan mengakibatkan sumbatan baik parsial
maupun total, yang berakibat iskemi miokard. Sumbatan total pembuluh
darah yang lebih dari 4-6 jam berakibat nekrosis miokard yang irreversible
tetapi reperfusi yang dilakukan dalam waktu ini dapat menyelamatkan
miokardium dan menurunkan morbiditas dan mortalitas.
Infark miokard atau nekrosis iskemik pada miokardium,
diakibatkan oleh iskemia pada miokard yang berkepanjangan yang bersifat
irreversible. Waktu diperlukan bagi sel-sel otot jantung mengalami
kerusakan adalah iskemia selama 15-20 menit. Infark miokard hampir
selalu terjadi di ventrikel kiri dan dengan nyata mengurangi fungsi
ventrikel kiri, makin luas daerah infark, makin kurang daya kontraksinya.
Secara fungsional, infark miokard menyebabkan : berkurangnya
kontraksi dengan gerak dinding abnormal, terganggunya kepaduan
ventrikel kiri, berkurangnya volume denyutan, berkurangnya waktu
pengeluaran dan meningkatnya tekanan akhir diastole ventrikel kiri.
Gangguan fungsi tidak hanya tergantung luasnya infark, tetapi
juga lokasinya karena berhubungan dengan pasokan darah. Infark juga
dinamakan berdasarkan tempat terdapatnya seperti infark subendokardial,
infark intramural, infark subepikardial, dan infark transmural. Infark
transmural meluas dari endokardium sampai epikardium. Semua infark
miokard memiliki daerah daerah pusat yang nekrotik/infark, dikelilingi
daerah cedera, diluarnya dikelilingi lagi lingkaran iskemik. Masing-
masing menunjukkan pola EKG yang khas. Saat otot miokard mati,
dilepaskan enzim intramiokard, enzim ini membantu menentukkan
beratnya infark. Jaringan otot jantung yang mati, diganti jaringan parut
yang dapat mengganggu fungsinya (Dr. Jan Tambayong, 2007).

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Laboratotium Pemeriksaan Enzim jantung :
- CK (Creatini Kinase) : Isoenzim yang ditemukan pada otot jantung
meningkat pada 3-6 jam memuncak dalam 12-24 jam, kembali
normal dalam 36-48 jam (3-5 hari).
- CK-MB: meningkat antara 2-4 jam, memuncak pada 12-20 jam
dan kembali normal pada 48-72 jam
- LDH(laktat dehidrogenase), LDH1, dan LDH2: Meningkat dalam
24 jam dan memakan waktu lama untuk kembali normal
- AST (/SGOT : Meningkat b.
b. Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan EKG digunakan untuk mencatat aktivitas elektrik
jantung. Melalui aktivitas elektrik jantung dapat diketahui irama
jantung, besarnya jantung, dan kondisi otot jantung, kondisi otot
jantung inilah yang memiliki kaitanya dengan PJK.
c. Tes Treadmill Atau Exercise Stress Testing (uji latih jantung dengan
bebean)
Exercise testing merupakan salah satu tes yang paling sering
dilakukan untuk mendiagnosis apakah seseorang terkena menderita
penyakit jantung dan juga untuk menstratifikasi berat ringannya
penyakit jantung. Selain itu tes treadmill juga dapat dipakai untuk
mengukur kapasitas jantung, gangguan irama, dan lain-lain.
d. Echocardiography (Ekokardiografi)
Ekokardiografi adalah prosedur yang menggunakan gelombang
suara ultra untuk mengamati struktur jantung dan pembuluh darah,
juga dapat menilai fungsi jantung.
e. Angiografi korener
Merupakan cara dengan menggunakan sinar X dan kontras
yang disuntikan kedalam arteri koroner melalui kateter untuk melihat
adanya penyempitan diarteri koroner.
f. Multislice Computed Tomograpy Scanning (MSCT)
CT menghasilkan tampilan secara tomografi (irisan) digital dari
sinar X yang menembus organ. Sinar X yang menembus diterima oleh
detektor yang mengubahnya menjadi data elektrik dan diteruskan ke
sistem komputer untuk diolah menjadi tampilan irisan organ-organ
tubuh.
g. Cardiac Magnetic Resonance Imaging (Cardiac MRI)
Merupakan salah satu teknik pemeriksaan diagnostik dalam
ilmu kedokteran, yang menggunakan interaksi proton-proton tubuh
dengan gelombang radio-frekuensi dalam medan magnet (sekitar 0,64-
3 Tesla) untuk menghasilkan tampilan penampang (irisan) tubuh.
h. Radionuclear Medicine
Dengan menggunakan radio aktif dimasukan kedalamtubuh
pasien, kemudian dideteksi dengan menggunakan kamera gamma atau
kamera positron, sehingga pola tampilan yang terjadi berdasrkan pola
organ yang memancarkan sinar gamma. (Kabo, 2008).
F. KOMPLIKASI
1. Disfungsi ventrikuler
Setelah STEMi, ventrikuler kiri mengalami serial perubahan
bentuk,ukuran dan ketebalan pada segment yang mengalami infak
miokard dan non infak. Proses ini disebut remodeling ventrikuler dan
pada umumnya mendahulukan berkembangnya gagal jantung secara
klinis dalam hitungan bulan atau tahun paska infak, segera setelah
infak ventrikel kiri memgalami dilatasi secara akut hasil ini berasal
dari ekspansi infak antara lain:slippage serat otot,disfungsi sel
miokardial normal dan hilangnya jaringan dalam zona nekrotik.
Selanjutnya terjadinya penampungan segment non infak
mengakibatkan penipisan yang diproporsionalkan dan elegasi zona
infak. Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan yang terjadi
ditentukan dengan ukuran dalam lokasi infak dengan dilatasi terbesar
paska infak pada afeks pentrikel kiri yang menyebabkan penurunan
hemodinamik yang nyata. Lebih sering terjadi gagal jantung dan
prognosis yang lebih buruk progresivitas dilatasi dan konsekuensi
klinisnya dapat dihambat dengan terapi inhibitor dan vasodilator yang
lain. Pada pasien dengan fraksi injeksi <40% tanpa melihat ada
tidaknya gagal jantung,inhibitor ACE harus diberikan.
2. Gangguan hemodinamik
Gagal pemompaan merupakan penyebab utama
kematian pada STEMI. Perluasan iskemia nekrosis mempunyai
korelasi yang baik dengan tingkat gagal pompa dan mortalitas baik
pada awal (10 hari infak) dan sesudahnya. Tanda klinis yang sering
dijumpai adalah ronki bassah di paru-paru dan bunyi jantung S3 dan
S4 gallop pada pemeriksaan rontgen sering dijumpai kongesti paru.
3. Komplikasi mekanik
Rupture muskulus papilaris, ruptur septum ventrikel rupture
dinding ventrikel, penatalaksanaannya hanya oprasi
G. PENATALAKSANAAN
a. Medis
Tujuan penatalaksanaan medis yang dilakukan adalah
memperkecil kerusakan jantuang sehingga mengurangi kemungkinan
terjadinya komplikasi. Kerusakan jantung diperkecil dengan cara
segera mengembalikan keseimbangan antara kebutuhan dan suplai
oksigen jantung. Terapi obat-obatan ,pemberian O2, tirah baring
dilakukan secara bersamaan untuk tetap mempertahankan jantung.
Obat-obatan dan O2 digunakan untuk meningkatkan suplay O2,
sementara tirah baring digunakan untuk mengurangi kebutuhan O2.
Hilangnya nyeri merupakan indicator utama bahwa kebutuhan dan
suplai O2 telah mencapai keseimbangan. Dan dengan penghentian
aktifitas fisik untuk mengurangi beben kerja jantung membatasi luas
kerusakan.
b. Farmakologi
Ada 3 kelas obat-obatan yang digunakan untuk meningkatkan
suplai oksigen; Vasodilator untuk mengurangi nyeri
jantung,missal;NTG (nitrogliserin). Anti koagulan Missal;heparin
(untuk mempertahankan integritas jantung) Trombolitik Streptokinase
(mekanisme pembekuan dalam tubuh). (Smeltzer & Bare,2006).

II. KONSEP DASAR INFARK MIOKARD AKUT TANPA ELEVASI ST


( NSTEMI )

A. DEFINISI
Secara klinis infark akut tanpa elevasi ST (NSTEMI) sangat mirip
dengan angina tidak stabil. Yang membedakan adalah adanya enzym
petanda jantung yang positif. Angina pektoris tidak stabil / Ustable Angina
Pektoris (UAP) dan infark miokard akut tanpa elevasi ST (NSTEMI)
diketahui merupakan suatu kesinambungan dengan kemiripan patofisiologi
dan gejala klinis sehingga pada prinsipnya penatalaksanaan keduanya tidak
berbeda. Diagnosis NSTEMI ditegakkan jika pasien dengan manifestasi
klinis UAP menunjukkan bukti adanya nekrosis miokard berupa
peningkatan biomarker jantung. (Kalim Harmani, dkk, 2004)
Troponin T atau troponin I merupakan petanda nekrosis miokard
yang lebih disukai karena lebih spesifik daripada enzim jantung tradisional
seperti CK dan CKMB. Pada pasien dengan IMA, peningkatan awal
troponin pada darah perifer setelah 3-4 jam dan dapat menetap sampai 2
minggu. (Joewono Budi Prasetyo, 2003).
. Diagnosis angina tak stabil bila pasien mempunyai keluhan iskemi
sedangkan tak ada kenaikan troponin maupun CK-MB, dengan ataupun
tanpa perubahan EKG untuk iskemi, seperti adanya depresi segmen ST
ataupun elevasi sebentar atau adannya gelombang T yang negatif. (Sudoyo
Aru W , Setiyohadi B dkk, 2006).

B. ETIOLOGI
Ustable Angina Pektoris (UAP) / Non ST Elevation Myocardial
Infarction (NSTEMI) dapat disebabkan oleh adanya aterioklerosis, spasme
arteri koroner, anemia berat, artritis, dan aorta Insufisiensi. Faktor resiko
pada SKA dibagi menjadi :
1. Faktor resiko yang tidak dapat dirubah:
a. Usia
Angka morbiditas dan mortalitas penyakit SKA meningkat seiring
pertambahan usia. Sekitar 55% korban serangan jantung berusia 65
tahun atau lebih dan yang meninggal empat dari lima orang berusia
di atas 65 tahun. Mayoritas berada dalam resiko pada masa kini
merupakan refleksi dari pemeliharaan kesehatan yang buruk di
masa lalu.
b. Jenis kelamin
Pria memiliki resiko yang lebih untuk terserang SKA, sedangkan
pada wanita resiko lebih besar setelah masa menopause.
Peningkatan pada wanita setelah menopause terjadi akibat
penurunan kadar estrogen dan peningkatan lipid dalam darah.
c. Riwayat keluarga
Tingkat faktor genetika dan lingkungan membantu terbentuknya
atherosklerosis belum diketahui secara pasti. Tendensi
atherosklerosis pada orang tua atau anak dibawah usia 50 tahun ada
hubungan terjadinya sama dengan anggota keluarga lain.
d. Suku bangsa
Orang Amerika kulit hitam memiliki resiko lebih tinggi
dibandinkan dengan kulit putih, hal ini dikaitkan dengan penemuan
bahwa 33% orang Amerika kulit hitam menderita hipertensi
dibandingkan dengan kulit putih.
2. Faktor resiko yang dapat dirubah:
a. Merokok
Perokok memiliki resiko 2 sampai 3 kali untuk meninggal karena
SKA daripada yang bukan perokok. Resiko juga bergantung dari
berapa banyak rokok per hari, lebih banyak rokok lebih tinggi pula
resikonya. Hal ini dikaitkan dengan pengaruh nikotin dan
kandungan tinggi dari monoksida karbon yang terkandung dalam
rokok. Nikotin meningkatkan beban kerja miokardium dan
dampak peningkatan kebutuhan oksigen. Karbon monoksida
menganggu pengangkutan oksigen karena hemoglobin mudah
berikatan dengan karbon monoksida daripada oksigen.
b. Hiperlipidemia
Kadar kolesterol dan trigliserida dalam darah terlibat dalam
transportasi, digesti, dan absorbs lemak. Seseorang yang memiliki
kadar kolesterol melebihi 300 ml/dl memiliki resiko 4 kali lipat
untuk terkena SKA dibandingkan yang memiliki kadar 200 mg/dl.
Diet yang mengandung lemak jenuh merupakan faktor utama yang
menimbulkan hiperlipidemia.
c. Diabetes mellitus
Aterosklerosis diketahui berisiko 2 sampai 3 kali lipat pada
diabetes tanpa memandang kadar lipid dalam darah. Predisposisi
degenerasi vaskuler terjadi pada diabetes dan metabolisme lipid
yang tidak normal memegang peranan dalam pertumbuhan
atheroma.
d. Hipertensi
Peningkatan resisten vaskuler perifer meningkatkan afterload dan
kebutuhan ventrikel, hal ini mengakibatkan kebutuhan oksigen
untuk miokard untuk menghadapi suplai yang berkurang.
e. Obesitas
Berat badan yang berlebihan berhubungan dengan beban kerja yang
meningkat dan juga kebutuhan oksigen untuk jantung. Obesitas
berhubungan dengan peningkatan intake kalori dan kadar low
density lipoprotein.
f. Inaktifitas fisik
Kegiatan gerak dapat memperbaiki efisiensi jantung dengan cara
menurunkan kadar kecepatan jantung dan tekanan darah. Dampak
terhadap fisiologis dari kegiatan mampu menurunkan kadar
kepekatan rendah dari lipid protein, menurunkan kadar glukosa
darah, dan memperbaiki cardiac output.
g. Stres psikologis berlebihan
Stres merangsang sistem kardiovaskuler melepaskan katekolamin
yang meningkatkan kecepatan jantung dan menimbulkan
vasokontriksi
Patofisiologi lainnya yang dapat menyebabkan terjadinya angina
pektoris tidak stabil :
a. Ruptur Plak
Ruptur plak aterosklerotik dianggap penyebab terpenting penyebab
angina pektoris tidak stabil, sehingga tiba-tiba terjadi oklusi subtotal atau
total dari pembuluh koroner yang sebelumnya mempunyai penyempitan
yang minimal. Plak aterosklerotik terdiri dari inti yang mengandung
banyak lemak dan pelindung jaringan fibrotik (fibrotic cap). Plak yang
tidak stabil terdiri dari inti banyak mengandung lemak dan adanya
infiltrasi sel makrofag. Biasanya ruptur terjadi pada tepi plak yang
berdekatan dengan intima yang normal atau pada bahu dari timbunan
lemak. Terjadinya ruptur menyebabkan aktivasi, adhesi dan agregasi
platelet dan menyebabkan aktivasi terbentuknya trombus. Bila trombus
menutup pembuluh darah 100% akan terjadi infark dengan elevasi
segmen ST, sedangkan bila trombus tidak menyumbat 100% dan hanya
menimbulkan stenosis yang berat akan terjadi angin tak stabil.
b. Trombosis dan Agregasi Trombosit
Agregasi platelet dan pembentukan trombus merupakan salah satu dasar
terjadinya angina tak stabil. Terjadinya trombosis setelah plak terganggu
disebabkan karena interaksi yang terjadi antara lemak, sel otot polos,
makrofag dan kolagen. Inti lemak merupakan bahan terpenting dalam
pembentukan trombus yang kaya trombosit, sedangkan sel otot polos dan
sel busa (foam cell) yang ada dalam plak berhubungan dengan ekspresi
faktor jaringan dalam plak tak stabil. Setelah berhubungan dengan darah,
faktor jaringan berinteraksi dengan faktor VIIa untuk memulai kaskade
reaksi enzimatik yang menghasilkan pembentukan trombin dan fibrin.
Sebagai reaksi terhadap gangguan faal endotel, terjadi agregasi platelet
dan platelet melepaskan isi granulasi sehingga memicu agregasi yang
lebih luas, vasokonstriksi dan pembentukkan trombus. Faktor sistemik
dan inflamasi ikut berperan dalam perubahan terjadinya hemostase dan
koagulasi dan berperan dalam memulai trombosis yang intermiten, pada
angina tak stabil.
c. Vasospasme
Terjadinya vasokonstriksi juga mempunyai peran penting pada angina tak
stabil. Diperkirakan adanya disfungsi endotel dan bahan vasoaktif yang
diproduksi oleh platelet berperan pada perubahan dalam tonus pembuluh
darah dan menyebabkan spasme. Spasme yang terlokalisir seperti pada
angina prinzmetal juga dapat menyebabkan angina tak stabil, dan
mempunyai peran dalam pembentukan trombus.

d. Erosi pada plak tanpa ruptur


Terjadinya penyempitan juga dapat disebabkan karena terjadinya
poliferasi dan migrasi dari otot polos sebagai reaksi terhadap kerusakan
endotel; adanya perubahan bentuk dan lesi karena bertambahnya sel otot
polos dapat menimbulkan penyempitan pembuluh dengan cepat dan
keluhan iskemia.
e. Kadang bisa karena : emboli, kelainan kongenital, penyakit inflamasi
sistemik.

C. MANIFESTASI
Keluhan utama pada ACS umumnya berupa nyeri dada yang timbul
karena iskemia miokardium. Biasanya mempunyai karakteristik berupa:
1. Lokasi biasanya didada, substernal, restrosternal, prekordial dengan
penjalaran ke leher, rahang, bahu kiri sampai dengan lengan dan jari
bagian ulnar, punggung/pundak kiri.
2. Kualitas nyeri berupa nyeri yang tumpul seperti rasa tertindih/tertekan
benda berat, rasa terbakar, seperti ditusuk, diperas, dipelintir didada.
3. Nyeri berhubungan ditimbulkan oleh aktivitas, latihan fisik, stress
emosi, udara dingin; hilang dengan istirahat atau obat nitrat.
4. Dapat disertai dengan gejala berupa mual, muntah, sulit bernafas,
keringat dingin dan lemas.

D. PATOFISIOLOGI
NSTEMI dapat disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan atau
peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi
koroner. NSTEMI terjadi karena thrombosis akut atau vasokonstriksi
koroner. Trombosis akut pada arteri koroner diawali dengan adanya ruptur
plak yang tak stabil. Plak yang tidak stabil ini biasanya mempunyai inti lipid
yang besar, densitas otot polos yang rendah, fibrous cap yang tipis dan
konsentrasi faktor jaringan yang tinggi. Inti lemak yang cenderung ruptur
mempunyai konsentrasi ester kolesterol dengan proporsi asam lemak tak
jenuh yang tinggi. Pada lokasi ruptur plak dapat dijumpai sel makrofag dan
limposit T yang menunjukkan adanya proses imflamasi. Sel-sel ini akan
mengeluarkan sel sitokin proinflamasi seperti IL-6. Selanjutnya IL-6 akan
merangsang pengeluaran hsCRP di hati.
Mekanisme timbulnya angina pektoris didasarkan pada
ketidakadekuatan suplay oksigen ke sel-sel miokardium yang diakibatkan
karena kekakuan arteri dan penyempitan lumen arteri koroner
(arteriosklerosis koroner). Tidak diketahui secara pasti apa penyebab
arteriosklerosis, namun jelas bahwa tidak ada faktoer tunggal yang
bertanggung jawab atas perkembangan arteriosklerosis. Pada saat beban
kerja suatu jaringan meningkat, kebutuhan oksigennya juga meningkat.
Apabila kebutuhan oksigen meningkat pada jantung yang sehat, arteri-arteri
koroner akan berdilatasi dan akan mengalirkan banyak darah dan oksigen ke
otot jantung. Akan tetapi apabila arteri koroner mengalami kekakuan atau
menyempit akibat aterosklerosis dan tidak dapat berdilatasi sebagai respon
terhadap peningkatan kebutuhan oksigen dan kemudian akan terjadi iskemia
(kekurangan suplai darah) miokardium. Adanya endotel yang cedera
mengakibatkan hilangnya produksi NO (nitrat oksid) yang berfungsi untuk
menghambat berbagai zat yang reaktif. Dengan tidak adanya fungsi ini
dapat menyebabkan otot polos berkontraksi dan timbul spasmus koroner
yang memperberat penyempitan lumen karena suplai oksigen ke miokard
berkurang. Penyempitan atau blok ini belum menimbulkan gejala yang
begitu nampak bila belum mencapai 75%. Bila penyempitan lebih dari 75%
serta dipicu dengan aktifitas berlebihan maka suplai darah ke koroner akan
berkurang. Oleh karena itu, sel-sel miokardium mulai menggunakan
glikolisis anaerob untuk memenuhi kebutuhan eneginya. Proses
pembentukan energi ini sangat tidak efisien dan menyebabkan terbentuknya
asam laktat. Asam laktat menurunkan pH miokardium dan menyebabkan
nyeri yang berkaitan dengan angina pektoris. Apabila kebutuhan energi sel-
sel jantung berkurang, suplai oksigen menjadi adekuat dan sel-sel otot
kembali ke proses fosforilasi oksidatif untuk membentuk energi. Proses ini
tidak menghasilkan asam laktat. Dengan menghilangnya penimbunan asam
laktat, nyeri angina pektoris mereda. Dengan demikian, angina pektoris
adalah suatu keadaan yang berlangsung singkat.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) EKG
EKG perlu dilakukan pada waktu serangan angina, bila EKG
istirahat normal, stress test harus dilakukan dengan treadmill ataupun
sepeda ergometer. Tujuan dari stress test adalah:
a) menilai nyeri dada apakah berasal dari jantung atau tidak
b) menilai beratnya penyakit seperti bila kelainan terjadi pada
pembuluh darah utama akan
c) memberi hasil positif kuat.
Gambaran EKG penderita ATS dapat berupa depresi segmen
ST, depresi segmen ST disertai inversi gelombang T, elevasi segmen
ST, hambatan cabang ikatan His dan tanpa perubahan segmen ST dan
gelombang T. perubahan EKG pada ATS berdifat sementara dan
masing-masing dapat terjadi sendiri-sendiri ataupun bersamaan.
Perubahan tersebut imbul di saat serangan angina dan kembali ke
gambaran normal atau awal setelah keluhan angina hilang dalam
waktu 24 jam. Bila perubahan tersebut menetap setelah 24 jam atau
terjadi elevasi gelombang Q, maka disebut sebagai IMA.
2) Enzim LDH, CPK, dan CK-MB
Pada ATS kadar enzim LDH dan CPK dapat normal atau
meningkat tetapi tidak melebihi 50% di atas normal. CK-MB
merupakan enzim yang paling sensitive untuk nekrosis otot miokard,
tetapi kadar dapat terjadi positif palsu. Hal ini menunjukkan
pentingnya pemeriksaan kadar enzim secara serial untung
menyingkirkan adanya IMA.

F. PENATALAKSANAAN
Pasien perlu perawatan di rumah sakit,sebaiknya di unit intensif
koroner, pasien perlu diistirahatkan (bed rest), diberi penenang dan
oksigen. Pemberian morfin atau petidin perlu pada pasien yang masih
merasakan sakit dada walaupun sudah mendapat nitrogliserin.
(Ruhyanudin Faqih, 2006) :
Terapi Medika Mentosa
1) Obat anti-iskemia
a) Nitrat : dapat menyebabkan vasodilatasi pembuluh vena dan
arteriol perifer, dengan efek mengurangi preload dan afterload
sehingga dapat mengurangi wall stress dan kebutuhan oksigen
(Oxygen demand). Nitrat juga menambah oksigen suplay dengan
vasodilatsai pembuluh koroner dan memperbaiki aliran darah
kolateral. Dalam keadaan akut nitrogliserin atau isosorbid dinitrat
diberikan secara sublingual atau infus intravena. Dosis pemberian
intravena : 1-4 mg/jam. Bila keluhan sudah terkendali maka dapat
diganti dengan per oral.
Preparat :
Nitrogliserin : Nitromock 2,5 - 5 mg tablet sublingual
Nitrodisc 5- 10 mg tempelkan di kulit
Nitroderm 5-10 mg tempelkan di kulit
Isosorbid dinitrat : Isobit 5-10 mg tablet sublingual
Isodil 5-10 mg tablet sublingual
Cedocard 5-10 mg tablet sublingual
b) β-blocker : dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokardium
melalui efek penurunan denyut jantung dan daya kontraksi
miokardium. Berbagai macam beta-blocker seperti propanolol,
metoprolol, dan atenolol. Kontra indikasi pemberian penyekat beta
antra lain dengan asma bronkial, bradiaritmia.
c) Antagonis kalsium : dapat menyebabkan vasodilatasi koroner dan
menurunkan tekanan darah. Ada 2 golongan besar pada antagonis
kalsium :
- golongan dihidropiridin : efeknya sebagai vasodilatasi lebih kuat
dan penghambatan nodus sinus maupun nodus AV lebih sedikit
dan efek inotropik negatif juga kecil (Contoh: nifedipin)
- golongan nondihidropiridin : golongan ini dapat memperbaiki
survival dan mengurangi infark pada pasien dengan sindrom
koroner akut dan fraksi ejeksi normal. Denyut jantung yang
berkurang, pengurangan afterload memberikan keutungan pada
golongan nondihidropiridin pada sindrom koroner akut dengan
faal jantung normal (Contoh : verapamil dan diltiazem).
Obat anti-agregasi trombosit
Obat antiplatelet merupakan salah satu dasar dalam
pengobatan angina tidak stabil maupun infark tanpa elevasi ST
segmen. Tiga gologan obat anti platelet yang terbukti bermanfaat
seperti aspirin, tienopiridin dan inhibitor GP Iib/IIIa.
a) Aspirin : banyak studi telah membuktikan bahwa aspirin dapat
mengurangi kematian jantung dan mengurangi infark fatal maupun
non fatal dari 51% sampai 72% pada pasien dengan angina tidak
stabil. Oleh karena itu aspirin dianjurkan untuk diberikan seumur
hidup dengan dosis awal 160mg/ hari dan dosis selanjutnya 80
sampai 325 mg/hari.
b) Tiklopidin : obat ini merupakan suatu derivat tienopiridin yang
merupakan obat kedua dalam pengobatan angina tidak stabil bila
pasien tidak tahan aspirin. Dalam pemberian tiklopidin harus
diperhatikan efek samping granulositopenia.
c) Klopidogrel : obat ini juga merupakan derivat tienopiridin yang
dapat menghambat agregasi platelet. Efek samping lebih kecil dari
tiklopidin . Klopidogrel terbukti juga dapat mengurangi strok,
infark dan kematian kardiovaskular. Dosis klopidogrel dimulai 300
mg/hari dan selanjutnya75 mg/hari.
d) Inhibitor glikoprotein IIb/IIIa
Ikatan fibrinogen dengan reseptor GP IIb/IIIa pada platelet ialah
ikatan terakhir pada proses agregasi platelet. Karena inhibitor GP
IIb/IIIa menduduki reseptor tadi maka ikatan platelet dengan
fibrinogen dapat dihalangi dan agregasi platelet tidak terjadi. Pada
saat ini ada 3 macam obat golongan ini yang telah disetujui :
- absiksimab suatu antibodi mooklonal
- eptifibatid suatu siklik heptapeptid
- tirofiban suatu nonpeptid mimetik
Obat-obat ini telah dipakai untuk pengobatan angina tak
stabil maupun untuk obata tambahan dalam tindakan PCI terutama
pada kasus-kasus angina tak stabil. 21
2) Obat anti-trombin
a) Unfractionated Heparin
Heparin ialah suatu glikosaminoglikan yang terdiri dari pelbagi
rantai polisakarida yang berbeda panjangnya dengan aktivitas
antikoagulan yang berbeda-beda. Antitrombin III, bila terikat
dengan heparin akan bekerja menghambat trombin dan dan faktor
Xa. Heparin juga mengikat protein plasma, sel darah, sel endotel
yang mempengaruhi bioavaibilitas. Pada penggunaan obat ini juga
diperlukan pemeriksaan trombosit untuk mendeteksi adanya
kemungkinan heparin induced thrombocytopenia (HIT).
b) Low Molecular Weight Heparin (LMWH)
LMWH dibuat dengan melakukan depolimerisasi rantai plisakarida
heparin. Dibandingkan dengan unfractionated heparin, LMWH
mempuyai ikatan terhadap protein plasma kurang, bioavaibilitas
lebih besar. LMWH yang ada di Indonesia ialah dalteparin,
nadroparin, enoksaparin dan fondaparinux. Keuntungan pemberian
LMWH karena cara pemberian mudah yaitu dapat disuntikkan
secara subkutan dan tidak membutuhkan pemeriksaan
laboratorium.
c) Direct Thrombin Inhibitors
Direct Thrombin Inhibitors secara teoritis mempunyai kelebihan
karena bekerja langsung mencegah pembentukan bekuan darah,
tanpa dihambat oleh plasma protein maupun platelet factor 4.
Hirudin dapat menurunkan angka kematian dan infark miokard,
tetapi komplikasi perdarahan bertambah. Bivalirudin telah disetujui
untuk menggantikan heparin pada pasien angina tak stabil yang
menjalani PCI. Hirudin maupun bivalirudin dapat menggantikan
heparin bila ada efek samping trombositopenia akibat heparin
(HIT).
Tindakan revaskularisasi pembuluh koroner
Tindakan revaskularisasi perlu dipertimbangkan pada pasien
dengan iskemi berat dan refakter dengan terapi medikamentosa. Pada
pasien dengan penyempitan di left main atau penyempitan pada 3
pembuluh darah, bila disertai faal ventrikel kiri yang kurang tindakan
operasi bypass (CABG) mengurangi masuknya kembali ke rumah
sakit. Pada pasien dengan faal jantung yang masih baik dengan
penyempitan pada satu pembuluh darah atau dua pembuluh darah atau
bila ada kontraindikasi tindakan pembedahan PCI merupakan pilihan
utama.
Teknik-teknik invasif misalnya percutaneous transluminal
coronary angioplasty (PTCA) dan bedah pintas arteri koroner dapat
menurunkan serangan angina klasik. Dengan PTCA,lesi aterosklerotik
didilatasi oleh sebuah kateter yang dimasukkan melalui kulit ke dalam
arteri femoralis atau brakialis dan di dorong ke jantung. Setelah
berada di pembuluh yag sakit, balon yang ada di kateter
digembungkan. Hal ini akan memecahkan plak dan meregangkan
arteri. Dengan bedah pintas, potongan arteri koroner yang sakit diikat,
dan diambil arteri atau vena dari tempat lain untuk dihubungkan ke
bagian yang tidak sakit. Aliran darah dipulihkan melalui pembuluh
baru ini. Pembuluh yang paling sering ditransplantasikan adalah vena
safena atau arteri mamaria interna. Pemasangan selang artificial atau
stent ke dalam arteri agar tatap terbuka kadang-kadang dilakukan
dengan keberhasilan yang bervariasi. Bedah pintas koroner
menghilangkan nyeri angina tetapi tampaknya tidak mempengaruhi
mortalitas jangka-panjang.
Terapi Non Medika Mentosa
1) Istirahat memungkinkan jantung memompa lebih sedikit darah
(penurunan volume sekuncup) dengan kecepatan yang lambat
(penurunan kecepatan denyut jantung). Hal ini menurukan kerja
jantung sehingga kebutuhan oksigen juga berkurang. Posisi duduk
adalah postur yang dianjurkan sewaktu beristirahat. Sebaliknya
berbaring, meningkatkan aliran balik darah ke jantung sehingga terjadi
peningkatan volume diastolik akhir, volume sekuncup dan curah
jantung.
2) Terapi oksigen untuk mengurangi kebutuhan oksigen jantung.

G. PENCEGAHAN
a. Perubahan life style (termasuk berhenti merokok dan lain-lain),
penurunan BB, penyesuaian diet, olahraga teratur dan lain-lain.
b. Mengobati faktor predisposisi dan faktor pencetus : stress, emosi,
hipertensi, penyakit DM, hiperlipidemia, obesitas, anemia.
c. Menghindari bekerja pada keadaan dingin atau stres lain yang diketahui
mencetuskan serangan angina klasik pada seseorang.
d. Memberikan penjelasan perlunya melatih aktivitas sehari-hari sehingga
untuk meningkatkan kemampuan jantung agar dapat mengurangi
serangan jantung.

H. KOMPLIKASI
a. Infark miokardium (IM) adalah kematian sel-sel miokardium yang terjadi
akibat kekurangan oksigen yang berkepanjanga. Hal ini adalah respon
letal terakhir terhadap iskemia miokardium yang tidak teratasi. Sel-sel
miokardium mulai mati setelah sekitar 20 menit mengalami kekurangan
oksigen. Setelah periode ini, kemampuan sel untuk menghasilkan ATP
secara aerobs lenyap dan sel tidak memenuhi kebutuhan energinya.
b. Aritmia : Karena insidens PJK dan hipertensi tinggi, aritmia lebih sering
didapat dan dapat berpengaruh terhadap hemodinamik. Bila curah
jantung dan tekanan darah turun banyak, berpengaruh terhadap aliran
darah ke otak, dapat juga menyebabkan angina, gagal jantung.
c. Gagal Jantung : Gagal jantung terjadi sewaktu jantung tidak mampu
memompa darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan
nutrien tubuh. Gagal jantung disebabkan disfungsi diastolik atau sistolik.
Gagal jantung diastolik dapat terjadi dengan atau tanpa gagal jantung
sistolik. Gagal jantung dapat terjadi akibat hipertensi yang lama (kronis).
Disfungsi sistolik sebagai penyebab gagal jantung akibat cedera pada
ventrikel, biasanya berasal dari infark miokard.

III. ASUHAN KEPERAWATAN


Pengkajian Emergency
a. Primery Survey
1) Circulation
- Nadi lemah/tidak teratur.
- Takikardi.
- TD meningkat/menurun.
- Edema.
- Gelisah.
- Akral dingin.
- Kulit pucat atau sianosis.
- Output urine menurun.
2) Airway
- Sumbatan atau penumpukan secret.
- Gurgling, snoring, crowing.
3) Breathing
- Sesak dengan aktivitas ringan atau istirahat.
- RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal.
- Ronki,krekels.
- Ekspansi dada tidak maksimal/penuh
- Penggunaan obat bantu nafas
4) Disability
- Penurunan kesadaran.
- Penurunan refleks.
5) Eksposure
- Nyeri dada spontan dan menjalar.
b. Secondary Survey.
1. TTV
a. Tekanan darah bisa normal/naik/turun (perubahan postural di catat
dari tidur sampai duduk/berdiri.
b. Nadi dapat normal/penuh atau tidak kuat atau lemah/kuat
kualitasnya dengan pengisian kapiler lambat, tidak teratur
(disritmia).
c. RR lebih dari 20 x/menit.
d. Suhu hipotermi/normal.
2. Pemeriksaan fisik
a. Pemakaian otot pernafasan tambahan.
b. Nyeri dada.
c. Peningkatan frekuensi pernafasan, nafas sesak, bunyi nafas (bersih,
krekels, mengi), sputum.
d. Pelebaran batas jantung.
e. Bunyi jantung ekstra; S3 atau S4 mungkin menunjukkan gagal
jantung/ penurunan kontraktilitas atau komplain ventrikel.
f. Odem ekstremitas.
3. Pemeriksaan selanjutnya
a. Keluhan nyeri dada.
b. Obat-obat anti hipertensi.
c. Makan-makanan tinggi natrium.
d. Penyakit penyerta DM, Hipertensi
e. Riwayat alergi
c. Tersier
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. CPKMB, LDH, AST
b. Elektrolit, ketidakseimbangan (hipokalemi).
c. Sel darah putih (10.000-20.000).
d. GDA (hipoksia).
2. Pemeriksaan Rotgen Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran
jantung di duga GJK atau aneurisma ventrikuler.
3. Pemeriksaan EKG T inverted, ST elevasi, Q patologis.
4. Pemeriksaan lainnya
a. Angiografi koroner Menggambarkan penyempitan atau sumbatan
arteri koroner.
b. Pencitraan darah jantung (MVGA) Mengevaluasi penampilan
ventrikel khusus dan umum, gerakan dinding regional dan fraksi
ejeksi (aliran darah).
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Nyeri akut
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan
Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Nyeri akut berhubungan dengan: NOC : NIC :


Agen injuri (biologi, kimia, fisik,  Pain Level,  Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk
psikologis), kerusakan jaringan  pain control, lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
 comfort level presipitasi
DS: Setelah dilakukan tinfakan  Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
- Laporan secara verbal keperawatan selama …. Pasien tidak  Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan
DO: mengalami nyeri, dengan kriteria hasil: dukungan
- Posisi untuk menahan nyeri  Mampu mengontrol nyeri (tahu  Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti
- Tingkah laku berhati-hati penyebab nyeri, mampu suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
- Gangguan tidur (mata sayu, tampak menggunakan tehnik  Kurangi faktor presipitasi nyeri
capek, sulit atau gerakan kacau, nonfarmakologi untuk mengurangi  Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
menyeringai) nyeri, mencari bantuan)  Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dala,
- Terfokus pada diri sendiri  Melaporkan bahwa nyeri berkurang relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin
- Fokus menyempit (penurunan persepsi dengan menggunakan manajemen  Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri: ……...
waktu, kerusakan proses berpikir, nyeri  Tingkatkan istirahat
penurunan interaksi dengan orang dan  Mampu mengenali nyeri (skala,  Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri,
lingkungan) intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi
- Tingkah laku distraksi, contoh : jalan-  Menyatakan rasa nyaman setelah ketidaknyamanan dari prosedur
jalan, menemui orang lain dan/atau nyeri berkurang  Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik
aktivitas, aktivitas berulang-ulang)  Tanda vital dalam rentang normal pertama kali
- Respon autonom (seperti diaphoresis,  Tidak mengalami gangguan tidur
perubahan tekanan darah, perubahan
nafas, nadi dan dilatasi pupil)
- Perubahan autonomic dalam tonus otot
(mungkin dalam rentang dari lemah ke
kaku)
- Tingkah laku ekspresif (contoh :
gelisah, merintih, menangis, waspada,
iritabel, nafas panjang/berkeluh kesah)
- Perubahan dalam nafsu makan dan
minum
Penurunan curah jantung
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan
Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Penurunan curah jantung b/d gangguan NOC : NIC :


irama jantung, stroke volume, pre load dan  Cardiac Pump effectiveness  Evaluasi adanya nyeri dada
afterload, kontraktilitas jantung.  Circulation Status  Catat adanya disritmia jantung

 Vital Sign Status  Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac putput
DO/DS:  Tissue perfusion: perifer  Monitor status pernafasan yang menandakan gagal
- Aritmia, takikardia, bradikardia Setelah dilakukan asuhan jantung
- Palpitasi, oedem selama………penurunan kardiak  Monitor balance cairan
- Kelelahan output klien teratasi dengan kriteria  Monitor respon pasien terhadap efek pengobatan
- Peningkatan/penurunan JVP hasil: antiaritmia
- Distensi vena jugularis  Tanda Vital dalam rentang normal  Atur periode latihan dan istirahat untuk menghindari
- Kulit dingin dan lembab (Tekanan darah, Nadi, respirasi) kelelahan
- Penurunan denyut nadi perifer  Dapat mentoleransi aktivitas,  Monitor toleransi aktivitas pasien
- Oliguria, kaplari refill lambat tidak ada kelelahan  Monitor adanya dyspneu, fatigue, tekipneu dan ortopneu
- Nafas pendek/ sesak nafas  Tidak ada edema paru, perifer,  Anjurkan untuk menurunkan stress
- Perubahan warna kulit dan tidak ada asites  Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
- Batuk, bunyi jantung S3/S4  Tidak ada penurunan kesadaran  Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
- Kecemasan  AGD dalam batas normal  Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan

 Tidak ada distensi vena leher  Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah

 Warna kulit normal aktivitas


 Monitor jumlah, bunyi dan irama jantung
 Monitor frekuensi dan irama pernapasan
 Monitor pola pernapasan abnormal
 Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
 Monitor sianosis perifer
 Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan sistolik)
 Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
 Jelaskan pada pasien tujuan dari pemberian oksigen
 Sediakan informasi untuk mengurangi stress
 Kelola pemberian obat anti aritmia, inotropik,
nitrogliserin dan vasodilator untuk mempertahankan
kontraktilitas jantung
 Kelola pemberian antikoagulan untuk mencegah trombus
perifer
 Minimalkan stress lingkungan

Intoleransi aktifitas
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan
Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Intoleransi aktivitas NOC : NIC :
Berhubungan dengan :  Self Care : ADLs
Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan
 Tirah Baring atau imobilisasi  Toleransi aktivitas
aktivitas
 Kelemahan menyeluruh  Konservasi eneergi
Kaji adanya faktor yang menyebabkan kelelahan
 Ketidakseimbangan antara suplei Setelah dilakukan tindakan keperawatan
Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat
oksigen dengan kebutuhan selama …. Pasien bertoleransi terhadap
Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi
Gaya hidup yang dipertahankan. aktivitas dengan Kriteria Hasil :
secara berlebihan
DS:  Berpartisipasi dalam aktivitas fisik
Monitor respon kardivaskuler terhadap aktivitas
 Melaporkan secara verbal adanya tanpa disertai peningkatan tekanan
(takikardi, disritmia, sesak nafas, diaporesis, pucat,
kelelahan atau kelemahan. darah, nadi dan RR
perubahan hemodinamik)
 Adanya dyspneu atau  Mampu melakukan aktivitas sehari
Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien
ketidaknyamanan saat beraktivitas. hari (ADLs) secara mandiri
Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik dalam
DO :  Keseimbangan aktivitas dan istirahat
merencanakan progran terapi yang tepat.
Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu
 Respon abnormal dari tekanan dilakukan
darah atau nadi terhadap aktifitas Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai
 Perubahan ECG : aritmia, iskemia dengan kemampuan fisik, psikologi dan sosial
Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber
yang diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan
Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas seperti
kursi roda, krek
Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang disukai
Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang
Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan
dalam beraktivitas
Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas
 Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan
penguatan
 Monitor respon fisik, emosi, sosial dan spiritual

Gangguan pertukaran Gas


Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan
Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Gangguan Pertukaran gas NOC: NIC :
Berhubungan dengan :  Respiratory Status : Gas exchange  Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
è ketidakseimbangan perfusi ventilasi  Keseimbangan asam Basa,  Pasang mayo bila perlu
è perubahan membran kapiler-alveolar Elektrolit  Lakukan fisioterapi dada jika perlu
DS:  Respiratory Status : ventilation  Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
è sakit kepala ketika bangun  Vital Sign Status
 Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
è Dyspnoe Setelah dilakukan tindakan
 Berikan bronkodilator ;
è Gangguan penglihatan keperawatan selama …. Gangguan
-………………….
DO: pertukaran pasien teratasi dengan
-………………….
è Penurunan CO2 kriteria hasi:
 Barikan pelembab udara
è Takikardi  Mendemonstrasikan peningkatan
 Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
è Hiperkapnia ventilasi dan oksigenasi yang
 Monitor respirasi dan status O2
è Keletihan adekuat
 Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot
è Iritabilitas  Memelihara kebersihan paru paru
tambahan, retraksi otot supraclavicular dan intercostal
è Hypoxia dan bebas dari tanda tanda distress
 Monitor suara nafas, seperti dengkur
è kebingungan pernafasan
 Mendemonstrasikan batuk efektif  Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul,
è sianosis
dan suara nafas yang bersih, tidak hiperventilasi, cheyne stokes, biot
è warna kulit abnormal (pucat, kehitaman)
ada sianosis dan dyspneu (mampu  Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak adanya
è Hipoksemia
mengeluarkan sputum, mampu ventilasi dan suara tambahan
è hiperkarbia
bernafas dengan mudah, tidak ada  Monitor TTV, AGD, elektrolit dan ststus mental
è AGD abnormal
pursed lips)  Observasi sianosis khususnya membran mukosa
è pH arteri abnormal
 Tanda tanda vital dalam rentang  Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang persiapan
èfrekuensi dan kedalaman nafas abnormal
normal tindakan dan tujuan penggunaan alat tambahan (O2,
 AGD dalam batas normal Suction, Inhalasi)
 Status neurologis dalam batas  Auskultasi bunyi jantung, jumlah, irama dan denyut jantung
normal

Kelebihan volume cairan

Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan


Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Kelebihan Volume Cairan NOC : NIC :


Berhubungan dengan :  Electrolit and acid base
 Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
- Mekanisme pengaturan melemah balance
 Pasang urin kateter jika diperlukan
- Asupan cairan berlebihan  Fluid balance
 Monitor hasil lab yang sesuai dengan retensi cairan
DO/DS :  Hydration
(BUN , Hmt , osmolalitas urin )
- Berat badan meningkat pada Setelah dilakukan tindakan
 Monitor vital sign
waktu yang singkat keperawatan selama …. Kelebihan
- Asupan berlebihan dibanding volume cairan teratasi dengan kriteria:  Monitor indikasi retensi / kelebihan cairan (cracles,

output  Terbebas dari edema, efusi, CVP , edema, distensi vena leher, asites)

- Distensi vena jugularis anaskara  Kaji lokasi dan luas edema

- Perubahan pada pola nafas,  Bunyi nafas bersih, tidak ada  Monitor masukan makanan / cairan

dyspnoe/sesak nafas, dyspneu/ortopneu  Monitor status nutrisi


orthopnoe, suara nafas  Terbebas dari distensi vena  Berikan diuretik sesuai interuksi
abnormal (Rales atau crakles), , jugularis,  Kolaborasi pemberian obat:
pleural effusion  Memelihara tekanan vena ....................................
- Oliguria, azotemia sentral, tekanan kapiler paru,  Monitor berat badan
- Perubahan status mental, output jantung dan vital sign  Monitor elektrolit
kegelisahan, kecemasan DBN
 Monitor tanda dan gejala dari odema
 Terbebas dari kelelahan,
kecemasan atau bingung

Kecemasan

Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan


Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Kecemasan berhubungan dengan NOC : NIC :


- Kontrol kecemasan
Faktor keturunan, Krisis situasional, Anxiety Reduction (penurunan kecemasan)
- Koping
Stress, perubahan status kesehatan,
Setelah dilakukan asuhan selama  Gunakan pendekatan yang menenangkan
ancaman kematian, perubahan konsep diri,
……………klien kecemasan teratasi  Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien
kurang pengetahuan dan hospitalisasi
dgn kriteria hasil:  Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan
 Klien mampu mengidentifikasi selama prosedur
dan mengungkapkan gejala  Temani pasien untuk memberikan keamanan dan
DO/DS:
cemas mengurangi takut
- Insomnia  Mengidentifikasi,  Berikan informasi faktual mengenai diagnosis, tindakan
- Kontak mata kurang mengungkapkan dan prognosis
- Kurang istirahat menunjukkan tehnik untuk  Libatkan keluarga untuk mendampingi klien
- Berfokus pada diri sendiri mengontol cemas  Instruksikan pada pasien untuk menggunakan tehnik
- Iritabilitas  Vital sign dalam batas normal relaksasi
- Takut  Postur tubuh, ekspresi wajah,  Dengarkan dengan penuh perhatian
- Nyeri perut bahasa tubuh dan tingkat
 Identifikasi tingkat kecemasan
- Penurunan TD dan denyut nadi aktivitas menunjukkan
 Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan
- Diare, mual, kelelahan berkurangnya kecemasan
kecemasan
- Gangguan tidur
- Gemetar  Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan,

- Anoreksia, mulut kering ketakutan, persepsi

- Peningkatan TD, denyut nadi, RR  Kelola pemberian obat anti cemas:........

- Kesulitan bernafas
- Bingung
- Bloking dalam pembicaraan
- Sulit berkonsentrasi
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, M.E. (2006). Rencana Asuhan Keperawatan:Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta :EGC.

Joewono Budi Prasetyo (2003), Ilmu Penyakit Jantung, Airlangga University


Press, Surabaya

Joyce Levefer (1997), Buku Saku Pemeriksaan Labotatorium dan Diagnostik


dengan Implikasi Keperawatan, EGC, Jakarta

Kalim Harmani, dkk (2004), Tatalaksana Sindrom Koroner Akut Tanpa ST


Elevasi, PERKI

Ruhyanudin Faqih (2006), Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan


Sistem Kardiovaskuler, UMM Press, Malang

Smeltzer. C.S & Bare.B (2006). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
& Suddarth. Jakarta : EGC.

Sudarjo, S et al. (2006). Buku ajar ilmu penyakit dalam edisi ketiga. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI

Sudoyo Aru W , Setiyohadi B dkk, (2006).Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi
ke Empat-Jilid III. Universitas Indonesia.Jakarta

Tambayong. J.(2007). Patofisiologi Keperawatan editor Monica Ester, S.Kep.


Jakarta: EGC.
PATHWAY
Aterosklerosis, thrombosis, kontraksi arteri koronaria

Penurunan aliran darah kejantung

Kekurangan oksigen dan nutrisi

Iskemik pada jaringan miokard

Nekrosis

Suplay dan kebutuhan oksigen kejantung tidak seimbang

Suplay oksigen ke Miokard menurun

Resiko
Metabolism anaerob Seluler hipoksia penurunan
curah jantung

Gangguan
Timbunan asam laktat
pertukaran gas Nyeri
meningkat Integritas membrane sel berubah

Kelemahan n Kontraktilitas turun


Kecemasan

Intoleransi aktifitas
COP turun Kegagalann pompa
jantung

Gangguan perfusi
jaringan Gagal jantung

Resiko kelebihan volume


cairan ekstravaskuler

Anda mungkin juga menyukai