KAJIAN PUSTAKA
kabur dan instabilitas lapisan air mata yang berotensi menimbulkan kerusakan
2015a). Menurut The definition and classification of dry eye disease: report of the
(DEWS) 2007, SMK dapat dibagi menjadi 2 kategori yaitu aqueous deficient dan
evaporative dry eye. SMK tipe aqueous tear deficient adalah kelompok mata kering
yang disebabkan oleh karena kurangnya produksi air mata walaupun proses
evaporasi tetap berjalan normal, sedangkan tipe evaporatif adalah kelompok mata
kering yang disebabkan karena penguapan berlebihan air mata walaupun tidak
menjadi derajat 0,1,2,3, dan 4. Hal-hal yang dinilai antara lain tingkat kenyamanan,
pewarnaan pada konjungtiva dan kornea, tanda pada kornea, kondisi kelenjar
7
8
Tabel 2.1
Skema derajat beratnya Mata Kering (MK)
Derajat
Kriteria 1 2 3 4
Ketidaknyamanan, Ringan Episodik Frekuensi berat dan/atau
berat, dan dan/atau sedang atau berat atau tidak aktif dan
frekuensi episodik; kronis, tetap tanpa tetap
terjadi stress atau stress
dalam tanpa stress
stress
lingkungan
masalah hampir 35% dari populasi dan dua pertiga penderita adalah wanita dengan
risiko tertinggi pada wanita pasca menopause (Stapleton et al., 2015). Women’s
Health Study dan Physician Health Study memperkirakan sebesar 3,23 juta wanita
dan 1,68 juta pria dari total 4.91 juta masyarakat Amerika berusia 50 tahun ke atas
mengeluh SMK (DEWS, 2007). Penelitian di Iran pada tahun 2014 melaporkan
ditemukan lebih tinggi dibandingkan kejadian SMK pada pria (Hashemi et al.,
2014).
sebesar 14.4% pada populasi berusia di atas 65 tahun (Moss et al., 2004). Insiden
SMK pada pekerja kantor di Jepang mencapai 10.1-21.5%. Suatu studi yang
dilakukan pada 112 pengguna komputer mendapatkan hasil kejadian SMK sebesar
68% pada pria dan 73% pada wanita (Bali et al., 2014).
vitamin A, infeksi hepatitis C dan trasplantasi stem cell (Stapleton et al., 2015).
Secara umum terdapat dua penyebab SMK yaitu penurunan cairan aqueous
2015b; Gayton, 2009). Penurunan produksi cairan aqueous dapat disebabkan oleh
Sindroma Sjogren dan bukan Sindroma Sjogren. Pada penyebab bukan Sindroma
faktor yaitu intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik meliputi penurunan produksi
Permukaan bola mata dilindungi oleh lapisan air mata yang berfungsi
debris, melindungi permukaan mata, dan menyediakan oksigen dan nutrisi kepada
epitel kornea. Lapisan air mata mengangkut zat-zat dan debris kemudian
dikeluarkan melalui pungtum lakrimal, selain itu lapisan air mata juga mengandung
bahan-bahan antimikroba, sebagai lubrikasi antara kornea dan kelopak mata serta
Air mata terdiri dari 98.2% air dan 1.8% zat lainya, dimana dalam keadaan
normal cairan air mata bersifat isotonik dengan osmolalitas 302 mOsm/L (Stahl U
et al., 2012). Air mata terdiri dari tiga lapisan, yaitu lipid, aqueous, dan musin.
Lapisan air mata memiliki ketebalan sekitar 4-8 µm dan lapisan aqueous
merupakan lapisan paling tebal. Lapisan lipid memiliki ketebalan 0,1-0,2 µm dan
merupakan lapisan yang terletak paling luar yang berfungsi mencegah penguapan
air mata dan mempertahankan stabilitas air mata. Lapisan aqueous di bagian tengah
memiliki ketebalan 7-8 µm merupakan komponen utama lapisan air mata (Holly &
Lemp, 1977). Lapisan aqueous mengandung elektrolit, air, dan protein yang
dihasilkan oleh kelenjar lakrimal utama yang terletak dalam orbita maupun oleh
kelenjar lakrimal tambahan seperti kelenjar Krause dan Wolfring pada konjungtiva.
Protein pada lapisan aqueous meliputi immunoglobulin A (IgA), IgG, IgD dan IgE
Lapisan aqueous juga berfungsi sebagai pelarut nutrisi, penyedia oksigen, dan
menjaga regularitas kornea. Bagian posterior lapisan air mata adalah lapisan musin
dengan ketebalan 1µm mengandung glikoprotein. Lapisan musin berperan sebagai
permukaan bola mata. Lapisan musin ini diproduksi oleh kelenjar goblet
Approach, 2014-2015a).
Lapisan air mata berhubungan langsung dengan lingkungan luar yang dapat
Penguapan lapisan air mata secara signifikan diperlambat oleh lapisan lipid. Proses
penguapan akan meningkat hingga empat kali jika terdapat gangguan pada lapisan
al., 2011). Bentuk dan kurvatura kornea dipertahankan oleh struktur biomekanik
lapisan selular (epitelium, stroma dan endotelium) dan 2 lapisan antara (lapisan
Gambar 2.3 Potongan melintang lapisan sel epitel kornea (DelMonte et al., 2011)
lingkungan luar. Lapisan ini tersusun atas 4-6 lapis sel epitel skuamosa non
keratinisasi (40 µm sampai 50 µm) (Farjo et al., 2008). Epitel kornea dan lapisan
air mata diatasnya memiliki hubungan simbiosis baik secara anatomi dan fisiologi.
Lapisan musin yang berhubungan langsung dengan epitel kornea diproduksi oleh
sel goblet konjungtiva dan berinteraksi dengan glikokaliks sel epitel kornea untuk
menciptakan daerah hidrofilik sehingga air mata dapat tersebar secara merata.
Lapisan air mata merupakan pelindung utama kornea dari invasi mikroba dan
memiliki masa hidup rata-rata 7-10 hari dan rutin mengalami involusi, apoptosis
dan deskuamasi. Turnover lapisan epitel kornea lengkap terjadi hampir setiap
per hari), sedang (2-4 jam per hari) dan berat (> 4 jam per hari). Penelitian Hoesin
dari 5 jam per hari pada 16 kota di Indonesia. Penelitian yang dilakukan Dewi
(2009) di Palembang menunjukan 75% pekerja memakai komputer lebih dari 4 jam.
bermakna keluhan mata kering pada pemakai komputer lebih dari 5 jam per hari.
pemakai komputer setelah pemakain komputer 3 jam terus menerus atau setelah 6
SMK dialami oleh pemakai komputer lebih dari 3 jam per hari, sedangkan
penelitian yang dilakukan oleh Fenga (2008) mayoritas SMK dialami oleh pemakai
komputer yang bekerja lebih dari 4 jam per hari. Review oleh Blehm (2005)
penurunan blink rate atau luasnya paparan kornea akibat dari posisi mata ke
monitor. Proses mengedip merupakan hal yang penting dalam mempertahankan
(Zubaidah, 2012)
Frekuensi berkedip normal adalah 16-20 kali per menit. Suatu studi
menunjukkan frekuensi berkedip menurun hingga 6-8 kali per menit pada pemakai
refleks mengedip menjadi 7+7 kali per menit. Schlote et al.(2004) juga melaporkan
komputer seperti pemakaian ukuran huruf yang lebih kecil dan tingkat kontras yang
Penurunan blink rate ini menyebabkan kualitas dan stabilitas dari lapisan air mata
Secara kuantitatif, frekuensi berkedip, interval antara dua kedipan, luas permukaan
okular terpapar dan lebar palpebra terpapar sesuai kegiatan akan disajikan sebagai
berikut:
Tabel 2.2 Frekuensi Berkedip, Interval Antara Dua Kedipan, Luas Permukaan
Okular dan Lebar Palpebra pada Saat Istirahat, Berbicara, Membaca, dan
Menggunakan Komputer (Zubaidah, 2012)
Membaca 10 ± 6 1.2±0.4
(Tsubota et al., 1993) (Tsubota et al., 1993)
komputer adalah kondisi lingkungan yang buruk seperti panas berlebihan atau
pemakaian air conditioning dan kontaminasi oleh zat kimia ataupun biologis
standard dan cut-off value tiap-tiap pemeriksaan SMK (Foulks et al., 2003). SMK
yang ringan tidak akan memberikan hasil yang patologis pada tes Schirmer, tes
BUT, mapun tes objektif lain sebab pasien masih dapat mengompensasi dengan
keparahan SMK secara umum menurut DEWS (2007) harus memenuhi kriteria tes
mata kering antara lain pemeriksaan schirmer, TBUT, rose bengal staining,
melihat kerusakan epitel kornea dimana fluorescein melekat jika terdapat kerusakan
cell to cell junction, namun erosi kornea juga dapat terjadi karena penggunaan lensa
kontak, paparan akibat tiroid orbitopathy, infeksi. Pemeriksaan ini tidak secara
pemeriksaan yang sensitif dan spesifik untuk sindrom mata kering (Zeev et al.,
2014).
Rose bengal staining dapat terlihat pada kornea ataupun konjungtiva yang
spesifisitas yang rendah. Rose bengal bersifat toksik pada epitel kornea dan
menyebabkan rasa tidak nyaman saat diteteskan (Zeev et al., 2014). Pemeriksaan
tear break-up time (TBUT) dapat digunakan untuk melihat stabilitas air mata.
TBUT merupakan interval waktu yang diperlukan setelah mata berkedip untuk
terlihatnya kekeringan mata (black spot) yang pertama pada mata yang telah
memerlukan sinar cobalt blue (Tomlinson et al., 2011; Zeev et al., 2014).
pedoman kuisioner sindrom mata kering. Salah satu kuisioner yang sering
gejala sindrom mata kering. Kuisioner ini dibuat dan divalidasi pada penelitian
kuisioner ini mudah dimengerti, mudah dikerjakan dan secara sosiokultural dapat
digunakan pada penelitian berbasis populasi di Provinsi Riau pada tahun 2002 (Lee
et al., 2002).
Penderita dikatakan menderita gejala sindrom mata kering jika terdapat > 1
gejala dengan jawaban sering atau selalu. Adanya gejala mata kering berdasar
3-4 bulan), kadang (setidaknya 1x dalam 2-4 minggu), sering (setidaknya 1x dalam
Possible answer to the question were ‘none’, ‘rarely or sometimes’, and ‘often or
all the time. Subjectively dry eye define as having one or more symptom ‘often or
all time’.
Metode subyektif untuk mendiagnosa sindrom mata kering juga memiliki nilai
klinis karena gejala sindrom mata kering secara langsung mempengaruhi kualitas
pengukuran tekanan intraokular pada pasien glaukoma serta pasien yang akan
bagian sentral yang normal berkisar 540 µm. Bagian paling tipis di kornea terletak
1.5 mm temporal dari bagian tengah dan menebal di bagian parasentral dan perifer.
rerata ketebalan kornea sentral sebesar 573 ± 39 µm (Brandt et al., 2001). Penelitian
meta analisis dari 300 artikel oleh Doughty dan Zaman melaporkan nilai rerata CCT
mata normal adalah 534 µm (Doughty et al., 2000). Ketebalan kornea sentral
dipengaruhi oleh banyak hal. Penelitian oleh Garcia (2016) melaporkan rerata CCT
pada umur < 20 tahun berkisar 558.82 µm, diantara umur 20 tahun dan 40 tahun
dengan peningkatan umur (Alsbirk, 1978; Foster et al., 1998). OHTS mendapatkan
hasil bahwa umur dan nilai CCT memiliki nilai korelasi negatif yang signifikan dan
penipisan yang terjadi adalah sebesar 6,3 µm per dekade (Brandt et al., 2001).
Penelitian oleh Foster juga mendapatkan nilai yang sama yaitu terjadi penipisan
daripada CCT pria (Brandt et al., 2001). Penelitian Leksul et al mendapatkan hasil
terdapat korelasi yang signifikan antara nilai CCT dengan jenis kelamin, sedangkan
signifikan antara nilai CCT dengan jenis kelamin (Mohamed et al., 2009).
pada mata miopia adalah 449 µm ± 39.26, emmetropia 542 µm ±46.35 dan pada
nilai CCT memiliki hubungan dengan kelainan refraksi (Nemesure et al., 2003).
Penelitian Price et al menemukan hal berbeda yaitu nilai CCT tidak berkorelasi
hubungan antara diabetes dan hiperglikemia dengan CCT pada penduduk Melayu
mendapatkan nilai CCT pada penderita diabetes secara signifikan lebih tebal
dibandingkan yang tidak mengalami diabetes (Su et al., 2008). Hasil penelitian
tersebut sejalan dengan hasil OHTS yang mendapatkan perbedaan ketebalan kornea
evaporasi (Doughty, 2001; Schaefer et al., 2009). Peningkatan evaporasi dan waktu
pembentukan tear film (TF) yang tidak dapat mengimbangi cepatnya ruptur TF
(Craig et al., 2000). Peningkatan osmoralitas air mata menyebabkan aktivasi jalur
inflamasi MAP kinase dan NFkB (Li et al., 2004) dan dilepaskannya sitokin
inflamasi (IL-1α;IL-1ß) dan MMP-9 (De Paiva et al., 2006). Pelepasan dari sitokin
Rangkaian pelepasan sitokin inflamasi ini menyebabkan kematian dari sel epitel
pada permukaan okular, termasuk sel goblet (Yeh et al., 2003). Penurunan jumlah
Mediator inflamatori seperti tumor necrosis factor A dan interleukin-1 akibat dari
peningkatan osmolaritas dari air mata sehingga terjadi penurunan ketebalan lapisan
air mata. Proses apoptosis juga masih menjadi hipotesis yang dapat mengakibatkan
jaringan epitel yang tidak dapat dikompensasi dapat menyebabkan penipisan epitel
pada SMK berat. Penurunan ketebalan stroma kornea pada pasien SMK dengan
aktivitas proteolitik juga berperan dalam penurunan tersebut (Villani et al., 2007).
Penurunan ketebalan kornea sentral juga dilaporkan pada pasien SMK tipe
aqueous tear deficiency yang diperiksa dengan menggunakan alat dengan orbscan
pachymetry (Liu et al., 1999). Ketebalan kornea pada penelitian terhadap wanita
Meibom (DKM) dibandingkan dengan subjek sehat (Salman et al., 2011). Dayanir
(2004) melaporkan adanya penurunan ketebalan kornea yang signifikan jika kornea
Tetes air mata buatan (artificial tears) masih menjadi lini pertama dalam terapi
pasien dengan SMK. Tetes mata ini biasanya terbuat dari cairan yang bersifat
hipotonik atau isotonik yang mengandung elektrolit, surfaktan dan agen viskositas.
Tetes mata ini idealnya tanpa mengandung pengawet dan terdapat potassium,
tetes air mata buatan sebaiknya berkisar 181 to 354 mOsm/L sehingga integritas
permukaan okular (Folttmann et al., 2008). PVP memiliki molekul bipolar dengan
polaritas yang tinggi sehingga dapat berikatan dengan lapisan musin melalui ikatan
hidrogen atau elektrostatis (Saraswati et al., 2013). Sifat bipolar dan polaritas yang
tinggi juga memungkinkan PVP berikatan dengan air. Ikatannya pada lapisan musin
pada satu sisi dan ikatannya dengan air di sisi lain dapat menjaga stabilitas dari
pertumbuhan dan perkembangan. Asam lemak omega-3 terdiri atas 2 subkelas pada
dalam diet manusia yang bersumber dari tumbuhan dan makanan laut. Subkelas
pertama yang lebih dahulu diketahui terdiri dari 1 asam lemak omega-3 yaitu α-
linolenic acid (ALA) dan subkelas kedua terdiri dari 3 asam lemak omega-3 yaitu
Omega-3 dan omega-6 bersaing untuk enzim yang sama untuk akhirnya akan
rendah pada omega-3 dan omega-6 dikonversi mejadi prostaglandin pro inflamasi
rendah dari PGE1 dan PGE3 yang bersifat anti infalmasi terjadi pada perbandingan
sebagai inhibitor kompetitif pada jalur asam arakidonat. Pada fase awal terjadinya
produksi prostaglandin E2, (2). penurunan thromboxane A2, platelet aggregator dan
vasokonstriktor poten, (3). penurunan pembentukan leukotriene B4, pemicu
inhibitor agregasi platelet (6). Peningkatan leukotriene B5, pemicu inflamasi dan
Efek samping yang bisa terjadi bila mengkonsumsi omega-3 adalah alergi
perdarahan dan peningkatan risiko kanker prostat pada laki-laki. Perdarahan terjadi
siklooksigenase (Harris & Jacobson, 2009). Pasien yang mendapat dosis omega-3
dengan rentang 2-5 gram per hari tidak ditemukan bukti adanya peningkatan
berdasarkan peningkatan kadar serum prostat spesifik antigen (PSA) pada subyek
yang mendapatkan suplemen omega-3 (Brouwer et al., 2013). Kadar PSA pada
dengan placebo sebesar 0,42 ng/mL namun secara statistik tidak bermakna
diantaranya pemecahan dari omega-3 sebagai molekul anti inflamasi yang dapat
menekan jalur inflamasi dan mengubah komposisi dari asam lemak yang disekresi
oleh kelenjar meibom menjadi asam lemak tidak jenuh dimana berada dalam
kondisi cair pada temperatur tubuh yang dapat mencegah terjadinya sumbatan pada
3 pada SMK menunjukkan perbaikan yang signifikan pada gejala SMK, penurunan
dari tingkat evaporasi air mata, meningkatkan densitas dari sel goblet dan perbaikan