ANAFILAKTIK, CARDIOGENIC)
Tanda
Tangan
Dr. Romy W., M.Sc.,Sp.A
Pengertian Suatu pertolongan terhadap pasien yang mengalami gangguan perfusi jaringan atau
syok.
Tujuan 1. Mencegah terjadinya kekurangan oksigen pada jaringan yang akan
mengakibatkan penurunan fungsi sel.
2. Mempertahankan tekanan darah.
3. Mencegah terjadinya gangguan fungsi organ.
Kebijakan 1. UU no 23 TH 1992 tentang kesehatan.
2. SK Men Kes no. 1333 TH 1999 tentang Penerapan Standar Pelayanan Rumah
Sakit.
Prosedur 1. Persiapan Alat.
1) Alat bantu pernafasan (naso/oro pharingeal tube, ETT).
2) Ecg monitor dan atau tensimeter dan stetoskop.
3) Alat therapi oksigen (nasal/masker kanule oksigen, juction reese).
4) Sumber oksigen.
5) Cairan infus (kristaloid dan koloid).
6) Obat emergensi.
2. Pelaksanaan
1) Berikan posisi head down/posisi syok (kedua kaki lebih tinggi dari kepala)
bila perlu.
2) Bebaskan jalan nafas, bila perlu pasang alat bantu pernafasan.
3) Beri oksigen masker 6-10 liter per menit.
4) Pasang ECG monitor, cek tanda-tanda vital pasien.
5) Untuk syok hipovolemia
Segera pasang infus di dua tempat (upayakan dengan ukuran jarum yang
besar)
Beri therapi cairan sesuai therapi medis.
6) Untuk syok septik.
Berikan therapi antibiotik sesuai therapi medis
Berikan therapi inotropik sesuai dengan therapi medis.
7) Untuk syok anafilaktik.
Berikan antihistamin sesuai dengan therapi medis.
Berikan bronchodilator bila terjadi bronchospasme sesuai dengan
therapi medis.
Adrenalin sesuai dengan therapi medis.
8) Untuk syok cardiogenic.
Berikan obat inotropik sesuai dengan therapi medis
Unit Terkait 1. UGD
2. ICU
Rekaman
Historis
No. Yang Diubah Isi Perubahan Tanggal Mulai Diberlakukan
Perubahan
PEMBERIAN SURAT KETERANGAN SAKIT
Tanda
Tangan
Dr. Romy W., M.Sc.,Sp.A
Pengertian Surat keterangan dokter/istirahat adalah surat keterangan yang diberikan dokter
untuk penderita yang karena gangguan kesehatannya secara medis perlu diberikan
istirahat.
Tujuan Terselenggaranya pelayanan surat keterangan dokter/sakit oleh semua instalasi
pelayanan terstandar, tertib, dan terekam / terarsip dengan baik.
Kebijakan 1. Surat keterangan dokter/istirahat dibuat bilamana dipandang perlu berdasarkan
pertimbangan medis oleh dokter/dokter gigi yang merawat penderita.
2. Surat keterangan dokter dibuat formulir baku surat keterangan dokter yang telah
disiapkan Puskesmas dan diisi sesuai pedoman pengisian yang di tetapkan
Puskesmas.
3. Pemberian surat keterangan dokter/ istirahat perlu dicatat di dokumen rekam
medik penderita bersangkutan.
Prosedur 1. Penderita menyampaikan keinginan untuk memperoleh surat istirahat kepada
perawat atau dokter yang merawat penderita.
2. Dokter yang merawat mempertimbangkan secara medis perlu tidaknya
penderita diberikan surat istirahat.
3. Bilamana dokter memandang penderita perlu mendapatkan surat istirahat, maka
dokter meminta kepada perawat untuk menyiapkan formulir “surat keterangan
dokter/istirahat” (selanjutnya disebut formulir) yang telah dibakukan Puskesmas.
4. Perawat menyiapkan formulir baku surat keterangan dokter dan mengisi nama
dokter, identitas penderita sesuai pedoman pengisian yang telah ditetapkan.
5. Perawat menyerahkan formulir yang sebagian telah terisi pada dokter yang
terakhir merawat penderta.
6. Dokter memeriksa ulang isian formulir dan melengkapi :
- lama (dalam “hari“) istirahat.
- tanggal mulai dan tanggal berakhirnya istirahat.
- mengisi tanggal surat dikeluarkan.
- menandatangani dan menulis nama lengkap dokter.
7. Dokter mencatat di dokumen rekam medis sesuai SOP “pendokumentasian surat
keterangan dokter di Poli Umum, IRD, Rawat Inap”.
8. Dokter menyerahkan surat keterangan dokter/istirahat yang sudah
ditandatangani dan dokumen rekam medis kepada perawat/petugas yang sedang
bertugas.
9. Perawat mencatat di buku register “surat keterangan dokter“ sesuai SOP
pendokumentasian surat keterangan dokter di Poli Umum, IRD, Raswat Inap”.
10. Perawat/petugas menyerahkan surat keterangan dokter/istirahat kepada penderita
atau keluarganya.
11. Perawat/petugas menyimpan dokumen rekam medis sesuai SOP peyimpanan
dokumen rekam medis.
Unit Terkait Poli umum, UGD, Rawat inap
Rekaman
Historis
No. Yang Diubah Isi Perubahan Tanggal Mulai Diberlakukan
Perubahan
PENANGANAN HENTI JANTUNG DAN HENTI NAFAS
Tanda
Tangan
Dr. Romy W., M.Sc.,Sp.A
Pengertian 1. Prosedur memberikan pertolongan pada pasien yang mengalami henti jantung
dan atau henti nafas dengan gambaran EKG ventrikel tachycardia tanpa denyut
nadi/ventrikel fibrilasi dan asystol atau PEA (pulseless electricity activity)
2. PEA adalah suatu keadaan dimana aktivitas listrik jantung tidak menghasilkan
kontraktilitas jantung atau menghasilkan kontraktilitas tetapi tidak adekuat
sehingga tekanan darah tidak dapat diukur dan nadi tidak teraba
3. Team terdiri dari 4-5 orang dengan tugas dokter/ketua regu sebagai leader,
seorang perawat sebagai kompresor, seorang perawat sebagai ventilator, seorang
perawat bertugas sebagai defibrilator dan seorang perawat sebagai sirkulator dan
pemberian obat-obatan.
Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah dalam penanggulangan kegawatan
berupa henti nafas dan henti jantung
Kebijakan 1. SK Direktur RSPP No. Kpts 0009/B00000/2013-S0 Tentang Kebijakan Umum
Pelayanan Rumah Sakit Pusat Pertamina.
2. SK Direktur RSPP No. Kpts 0014/B00000/2013-S0 Tentang Kebijakan Pasien
Risiko Tinggi Rumah Sakit Pusat Pertamina
3. SK Direktur RSPP No. Kpts 0021/B00000/2013-S0 Tentang Pedoman Pelayanan
dan Pengorganisasian Unit Perawatan Intensif Rumah Sakit Pusat Pertamina
Prosedur 1. Perawat melakukan identifikasi pasien.
2. Perawat melakukan kebersihan tangan.
3. Perawat menjaga privasi pasien.
4. Perawat mempersiapkan alat yang terdiri dari:
a. Laringoskop Set
b. Resusitasi Bag yang berisi (Air Viva, Sungkup Mask, ETT beberapa ukuran,
Jelly, Mandrin, Magil Forcep, Plester, Syringe 20 ml, Sarung Tangan)
c. Peralatan Akses Vaskuler dan Cairan Infus
d. Pasien Monitor
e. Obat – obat resusitasi
f. Defibrilator
g. Suction
h. Oksigen Dinding/tabung lengkap dengan flow meter.
Prosedur henti jantung henti nafas dengan gambaran EKG VF/VT tanpa nadi
1. Perawat pertama dan atau dokter segera melakukan RJP pada menit pertama
pada kasus VF atau VT tanpa nadi menghindari interupsi pada kompresi dada
dan segera melakukan defibrilasi jika alat sudah tersedia.
2. Pada kasus VF/VT tanpa nadi yang tersaksikan dan defibrilator tersedia, perawat
pertama atau dokter segera mengecek nadi, jika nadi tidak teraba maka segera
dilakukan defibrilasi. Jika VF/VT tanpa nadi tidak tersaksikan, maka perawat
pertama dan kedua dan atau dokter melakukan RJP selama 5 (lima) siklus
sebelum defibrilasi dilakukan.
3. Perawat ketiga melakukan defibrilasi 1 (satu) kali dengan energi 360 Joule jika
menggunakan defibrilator monofasik atau 200 joule jika menggunakan
defibrilator bifasik, jika tidak diketahui alat yang digunakan, maka energi yang
diberikan adalah 200 joule. Setelah tindakan defibrilasi, perawat pertama dan
kedua dan atau dokter melanjutkan RJP selama 5 siklus (kira-kira 2 menit),
kemudian perawat ketiga dan atau dokter melakukan pengecekan irama, dan
diidentifikasi irama yang terdapat pada monitor (irama defibrilasi atau tidak
membutuhkan defibrilasi). Jika tidak terjadi perubahan irama, lanjutkan RJP
selama 5 siklus dan lakukan pemasangan Pipa Endo Tracheal.
4. Setelah perawat kedua atau dokter memasang alat bantu jalan nafas seperti pipa
ETT, maka kompresi tidak perlu dihentikan pada saat ventilasi diberikan.
Kompresi dilakukan dengan kecepatan 100 x/mnt dan ventilasi diberikan sekitar
10-12 x/mnt. Kompresor harus digantikan setiap 2 menit untuk menghindari
kelelahan yang dapat mengakibatkan kompresi dada tidak adekuat.
5. Perawat ketiga atau dokter tidak perlu melakukan pengecekan nadi dan irama
jantung setelah pemberian defibrilasi, hanya dilakukan setelah RJP 2 menit.
Pada saat RJP jangan terlalu sering menghentikan kompresi, karena akan
menurunkan perfusi ke otak.
6. Perawat keempat atau dokter melakukan pemasangan intra vena tetapi tidak
boleh mengganggu tindakan RJP atau pemberian defibrilasi.
7. Perawat pertama dan dokter mengidentifikasi dan mengatasi penyebab
terjadinya henti jantung sambil melakukan RJP.
8. Perawat keempat memberikan obat-obatan pada VF/VT tanpa nadi setelah 1
atau 2 kali defibrilasi dan RJP dilakukan. Terapi pilihan pertama adalah
vasopresor yaitu epineprin 1 mg diberikan setiap 3-5 menit Setelah obat
diberikan maka RJP dilanjutkan selama 5 siklus atau 2 menit, kemudian petugas
memastikan irama dan melakukan defibrilasi sama dengan energi sebelumnya.
9. Pola penatalaksanaan pada VF/VT tanpa nadi adalah RJP-CEK IRAMA-RJP-
DEFIBRILASI.
10. Obat-obatan diberikan tanpa harus menghentikan RJP yaitu diberikan segera
setelah pengecekan irama dilakukan dan dapat diberikan sebelum atau sesudah
defibrilasi.
11. Perawat ketiga dan atau dokter melakukan pengecekan irama dalam waktu yang
sangat singkat, dan pengecekan nadi hanya dilakukan jika terjadi perubahan
irama dan irama tersebut teratur dengan QRS sempit. Jika terdapat keraguan
mengenai keadaan nadi (teraba/tidak teraba) lakukan RJP. Jika pasien kembali
pada sirkulasi spontan (nadi teraba) segera mulai penatalaksanaan pada paska
resusitasi. Apabila irama menjadi asistol/PEA, maka penatalaksanaan menjadi
algoritma Asistol/PEA.
12. Alur penanganan sesuai dengan algoritma VF/VT tanpa nadi.
13. Semua tindakan dan obat-obatan yang diberikan didokumentasikan di Form
Code Blue
Prosedur penanganan henti jantung henti nafas dengan gambaran Asistol dan PEA
1. Perawat dan atau dokter memantau gambaran EKG PEA atau Asistol.
2. Perawat pertama dan kedua atau dokter melakukan RJP selama 5 siklus sambil
pemasangan alat jalan nafas lanjut (ETT) dan pemasangan intra vena, tanpa
menghambat atau menghentikan RJP. Pada saat alat bantu jalan nafas terpasang
seperti ETT, maka RJP dilakukan tanpa harus menghentikan kompresi dada
untuk pemberian ventilasi yang dilakukan oleh perawat kedua. RJP dilakukan
dengan cara melakukan kompresi dada dengan kecepatan 100 x/mnt dan
ventilasi diberikan 8-10 x/mnt.
3. Perawat ketiga memberikan obat vasopresor seperti epineprin atau vasopresin
segera setelah intra vena terpasang. Epineprin diberikan dengan dosis 1 mg
setiap 3-5 menit. Vasopresin dapat diberikan sebagai pengganti Epineprin atau
sebagai obat kedua setelah epineprin, dengan dosis tunggal 40 unit.
4. Waktu yang tepat untuk pemberian obat adalah segera setelah dilakukan
pengecekan nadi. Setelah petugas memberikan epineprin atau vasopresin
dilanjutkan dengan RJP selama 2 menit, kemudian petugas melakukan
pengecekan nadi kembali.
5. Pengecekan nadi dilakukan untuk memastikan terjadinya perubahan irama. Jika
irama tidak berubah maka, maka petugas melanjutkan RJP kembali selama 2
menit. Jika irama berubah menjadi irama yang membutuhkan tindakan
defibrilasi, maka lakukan algoritme VF/VT tanpa nadi. Jika irama berubah
menjadi teratur, jika nadi teraba, petugas harus mengidentifikasi irama EKG
tersebut dan lakukan penatalaksanaan sesuai irama yang tampak atau lakukan
penatalaksanaan pasca resusitasi.
6. Alur penanganan sesuai dengan algoritma asistol dan PEA.
7. Semua obat-obatan yang diberikan dan tindakan yang dilakukan
didokumentasikan di Form Code Blue
Unit Terkait 1. Unit Perawatan Intensif
2. Unit Rawat Jalan
3. Unit Rawat Inap
4. IGD dan Instalasi
5. SMF
Rekaman
Historis
No. Yang Diubah Isi Perubahan Tanggal Mulai Diberlakukan
Perubahan
PENANGANAN PASIEN DOA
(DEATH ON ARRIVAL)
Tanda
Tangan
Dr. Romy W., M.Sc.,Sp.A
Tanda
Tangan
Dr. Romy W., M.Sc.,Sp.A
Pengertian Suatu mekanisme tata kerja untuk mengatur koordinasi dengan unit – unit terkait.
Tanda
Tangan
Dr. Romy W., M.Sc.,Sp.A
Pengertian Transportasi Pasien Gawat Darurat adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh
petugas kesehatan untuk mengirim pasien gawat darurat ke sarana kesehatan
lanjutan untuk mendapatkan penanganan lebih memadai dan sesuai kebutuhan serta
pilihan pasien
Tujuan Sebagai acuan penerapan transportasi rujukan sehingga memudahkan
keterjangkauan untuk melakukan transportasi pasien gawat darurat.
Kebijakan 1. Surat Keputusan Kepala UPT Muara Teweh Nomor 800/...../SK-UKP/PKM-
MT/ 2016 Tentang Manajemen Resiko
2. Surat Keputusan Kepala UPT Muara Teweh Nomor 800/...../SK-UKP/PKM-
MT/ 2016 Tentang Penanganan Pasien Gawat Darurat dan Beresiko Tinggi
Prosedur 1. Petugas mempersiapkan pasien dalam kondisi stabil dan siap dirujuk
2. Petugas mempersiapkan keluarga pasien yang akan mendampingi
3. Petugas melakukan komunikasi ke Rumah Sakit yang akan dituju
4. Petugas mempersiapkan transportasi dengan ambulans
5. Petugas mempersiapkan tandu bila diperlukan untuk memindah pasien ke
ambulans
6. Petugas siap untuk memindahkan pasien, dengan memperhatikan ada tidaknya
patah tulang servikal, bila ada tanda-tanda patah tulang servikal pasang collar
brace
7. Petugas mengangkat pasien dengan 1 komando, serentak bersama –sama ke
tandu
8. Petugas menandu pasien bersama – sama dengan 1 komando menuju ambulans
9. Petugas yang berkompeten mendampingi saat transportasi pasien
10. Petugas melakukan serah terima pasien kepada petugas Unit Gawat Darurat
Rumah Sakit
11. Petugas kembali ke Puskesmas
Tanda
Tangan
Dr. Romy W., M.Sc.,Sp.A
Pengertian Pasien yang meninggal di UGD yaitu pasien yang dating masih hidup dalam
keadaan gawat dan setelah dilakukan penanganan resusitasi tidak berhasil dan
akhirnya meninggal dunia.
Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah penanganan pasien meninggal di UGD
Prosedur a. Persiapan bahan dan alat :
b. Langkah-langkah prosedur :
1. Pasien melalui Triase masuk ke ruang Resusitasi
2. Petugas cuci tangan dan pakai sarung tangan dan masker
3. Dokter melakukan resusitasi sesuai dengan keadaan pasien
4. Petugas cuci tangan
5. Catat jam masuk pasien dan jam resusitasi
6. Jika pasien meninggal catat jam meninggal dan kemungkinan penyebab
kematian
7. Dilakukan pemeriksaan pasien secara lengkap dan dicatat di Rekam Medik UGD
8. Dokter memberikan pengantar bahwa pasien sudah menginggal dunia
9. Dokter membuat surat kematian untuk diserahkan kepada keluarga pasien
10. Entri data