Komnas Perempuan
September 2011
hal 1 | da r i 3 9
DAFTAR ISI
III. Pengaduan 9
hal 2 | da r i 3 9
IV.8 Kode Etik Pengaduan untuk Rujukan 30
Korban
Orang (individu atau kelompok) yang menjadi obyek dari sebuah tindakan yang merupakan
kekerasan terhadap perempuan atau pelanggaran terhadap hak-hak perempuan lainnya. Beberapa
kelompok perempuan, seperti perempuan dalam kelolpok minoritas, perempuan masyarakat
adat, perempuan pengungsi, perempuan migran, perempuan yang hidup di pedesaan atau
pedalaman, perempuan-perempuan papa, perempuan dalam lembaga pemasyarakatan atau
tahanan, perempuan kanak-kanak, perempuan cacat, perempuan lanjut usia dan perempuan dalam
|SOP Sistem Penerimaan Pengaduan Komnas Perempuan
hal 3 | da r i 3 9
situasi konflik bersenjata adalah kelompok yang rentan terhadap kekerasan. [Deklarasi
Penghapusan Kekerasan terhadap
Perempuan (1993)]
Pelaku
Orang (individu atau kelompok) yang melakukan sebuah tindakan yang merupakan kekerasan
terhadap perempuan. Pelaku dapat merupakan aktor negara (misalnya pemerintah, aparat
kepolisian/tentara) ataupun aktor non negara (misalnya majikan, suami, paman, kakek). Peralatan
yang dipergunakan dapat berupa benda nyata (misalnya pisau, senapan) maupun sesuatu yang
abstrak (misalnya pembuatan hukum/kebijakan).
Kekerasan fisik
Perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat [UU 23 Tahun 2004, Pasal 6].
Bentuk kekerasan yang menjadikan tubuh perempuan sebagai sasarannya. Misalnya memukul,
menusuk, menjambak, meninju, menampar, menendang. Dalam konteks relasi kerja dan
|SOP Sistem Penerimaan Pengaduan Komnas Perempuan
hal 2 | da r i 3 9
kemasyarakatan, kekerasan fisik mencakup pula penyekapan terhadap calon pekerja di tempat
penampungan, serta pengrusakan alat kelamin (genital mutilation) yang sering dilakukan atas
namabudaya atau kepercayaan tertentu. Dalam konteks konflik bersenjata, kaum perempuan
mengalami bentuk kekerasan yang sama dengan kaum laki-laki, misalnya penembakan,
pembunuhan, penganiayaan. Dalam konteks hubungan personal, kekerasan fisik yang dilakukan
(misalnya oleh suami) dapat tidak meninggalkan bekas fisik, namun hampir selalu memiliki
implikasi psikologis dan sosial yang serius pada korbannya.
Kekerasan psikis/psikologis/emosional/mental
Perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan
untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang [UU
23/2004, Pasal 7]. Kekerasan psikologis dapat muncul dalam bentuk ucapan-ucapan menyakitkan,
kata-kata kotor, bentakan, penghinaan, ancaman. Hal ini akan terus terbawa dalam jangka waktu
yang sangat lama, dapat merusak harga diri, menimbulkan kebingungan, bahkan menyebabkan
masalah-masalah psikologis serius pada perempuan korban.
Kekerasan seksual
a. pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup
rumah tangga tersebut; b. pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup
rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu [UU 23
Tahun 2004, Pasal 8]. Kekerasan yang bernuansa seksual, contoh perkosaan, pemaksaan hubungan
seks, pemukulan dan bentuk-bentuk kekerasan lain yang mendahului, saat atau setelah hubungan
seks, pemaksaan berbagai posisi dan kondisi hubungan seksual, pemaksaan aktifitas seksual
tertentu, pornografi, penghinaan terhadap seksualitas perempuan melalui bahasa verbal, ataupun
pemaksaan pada istri untuk terus menerus hamil. Dalam hubungan personal, kekerasan seksual
lebih mungkin terjadi bila perempuan korban (misal istri) juga mengalami bentuk kekerasan lain.
Dalam situasi konflik dan represi politik, tahanan atau ‘musuh’ perempuan menjadi korban cara-
cara penyiksaan yang secara sengaja ditujukan pada organ-organ reproduksi (misalnya buah dada
atau vagina) dari tubuh korban.
Penelantaran/Deprivasi ekonomi
Salah satu bentuk pembatasan/pelarangan yang disasarkan pada aspek kehidupan ekonomi
perempuan korban. Pembatasan ini tidak sesuai dengan standar kewajaran dalam masyarakat dan
bertentangan dengan keinginan korban, sehingga menimbulkan penderitaan baginya. Kekerasan ini
banyak dialami oleh perempuan yang berstatus sebagai istri atau ibu rumah tangga. Misalnya istri
tidak diberi nafkah secara rutin atau dalam jumlah yang cukup untuk kebutuhan wajar sehari-hari,
pemaksaan atau larangan bagi perempuan untuk bekerja, pembatasan penggunaan uang atau
barang.
Perempuan korban bisa mengalami satu bentuk kekerasan, namun kebanyakan perempuan
korban mengalami lebih dari satu bentuk kekerasan.
Kekerasan Tunggal
|SOP Sistem Penerimaan Pengaduan Komnas Perempuan
hal 3 | da r i 3 9
Satu bentuk kekerasan yang terjadi pada korban.
Kekerasan Berlapis
Sejumlah bentuk kekerasan yang terjadi pada korban yang sama dalam rentang waktu tertentu.
Antara satu kekerasan dengan kekerasan yang lain kadang memiliki hubungan sebab akibat,
namun terkadang juga tidak ada kaitannya sama sekali.
Merupakan akibat yang terjadi pada fisik, psikologis, seksual/reproduksi, ekonomi, sosial, sipil-
politik, hukum atau lainnya dari perempuan korban, karena kekerasan yang dialaminya.
Dampak Psikologis
Akibat kekerasan pada kondisi psikologis atau kejiwaan atau mental korban. Misalnya merasa
tidak berharga, malu, tertekan/stress, ketakutan, kehilangan rasa percaya diri, kehilangan
kemampuan untuk bertindak, merasa tidak berdaya.
Dampak Seksual/Reproduksi
Akibat dari tindak kekerasan pada gangguan fungsi/kerusakan organ seksual/ reproduksi, baik
pada bagian dalam dan/atau luar, yang dapat merupakan kondisi yang permanen ataupun
sementara.
Dampak Ekonomi
Akibat dari tindak kekerasan pada kondisi ekonomi korban. Misalnya, menurunnya kemampuan
untuk memenuhi kebutuhan hidup atau bahkan hilangnya sumber mata pencaharian bagi korban.
Dampak Sosial
Akibat dari tindak kekerasan yang menyebabkan terganggungnya posisi sosial, relasi sosial dan
modalitas sosial korban.
hal 4 | da r i 3 9
Definisi
Setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya
kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah
tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan
kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga [UU No.23 Tahun 2004, Pasal 1
(1)].
Korban KDRT
Orang yang mengalami kekerasan dan/atau ancaman kekerasan dalam lingkup rumah tangga [UU
No.23 Tahun 2004, Pasal 1 (3)].
Perlindungan
Segala upaya yang ditujukan untuk memberikan rasa aman kepada korban yang dilakukan oleh
pihak keluarga, advokat, lembaga sosial, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, atau pihak lainnya baik
sementara maupun berdasarkan penetapan pengadilan [UU No.23 Tahun 2004, Pasal 1 (4)].
Perlindungan Sementara
Perlindungan yang langsung diberikan oleh kepolisian dan/atau lembaga sosial atau pihak lain,
sebelum dikeluarkannya penetapan perintah perlindungan dari pengadilan [UU No.23 Tahun 2004,
Pasal 1 (5)]. Misalnya perlindungan yang diberikan oleh pendamping atau lembaga pengada
layanan dengan menempatkan korban KDRT di shelter atau tempat tersembunyi lain, sehingga
terhindar dari jangkauan pelaku.
Perintah Perlindungan
Penetapan yang dikeluarkan oleh Pengadilan untuk memberikan perlindungan kepada korban
[UU No.23 Tahun 2004, Pasal 1 (6)].
hal 5 | da r i 3 9
berkaitan dengan kerahasiaan korban; d. pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum
pada setiap tingkat proses pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
dan e. pelayanan bimbingan rohani [UU No.23 Tahun 2004, Pasal 10].
Kewajiban Masyarakat
Setiap orang yang mendengar, melihat, atau mengetahui terjadinya kekerasan dalam rumah tangga
wajib melakukan upaya-upaya sesuai dengan batas kemampuannya untuk :
a. mencegah berlangsungnya tindak pidana;
b. memberikan perlindungan kepada korban;
c. memberikan pertolongan darurat; dan
d. membantu proses pengajuan permohonan penetapan perlindungan.
Litigasi
Upaya pemenuhan hak-hak korban yang ditempuh melalui proses peradilan.
hal 6 | da r i 3 9
Non Litigasi
Upaya pemenuhan hak-hak korban yang ditempuh di luar proses peradilan, misalnya upaya
damai/mediasi, upaya penguatan sosial/pendampingan dan sebagainya.
Arbitrasi
Merupakan upaya legal dalam menyelesaikan konflik/perselisihan di luar pengadilan dimana pihak
pihak yang berselisih menunjuk satu/beberapa orang (arbitrator) untuk mencari solusi yang
mengikat kedua belah pihak. Arbitrasi merupakan salah satu metode penyelesaian konflik
alternatif (Alternative Dispute Resolution / ADR) yang mengikat, setara dengan proses litigasi di
pengadilan [http://en.wikipedia.org/wiki/Arbitration].
Mediasi
Merupakan salah satu metode penyelesaian konflik alternatif (Alternative Dispute Resolution /
ADR) yang dirancang untuk membantu pihak yang berselisih untuk memecahkan perselisihan
mereka sendiri tanpa melalui persidangan. Dalam mediasi, pihak ketiga yang netral (mediator)
bertemu dengan pihak lawan untuk membantu mereka menemukan solusi yang saling
menguntungkan. Lain halnya dengan seorang hakim dalam persidangan atau seorang arbitrator
yang melaksanakan arbitrasi yang mengikat, mediator tidak memiliki kekuasaan untuk
menentukan solusi. Jadi kesepakatan/solusi ditentukan sendiri oleh pihak-pihak yang berselisih.
Tidak ada peraturan bukti formal atau prosedur pengaturan mediasi; mediator dan para pihak
biasanya sepakat dalam melaksanakan cara informal mereka sendiri.
Negosiasi
Merupakan salah satu metode penyelesaian konflik alternatif (Alternative Dispute Resolution /
ADR). Sebuah proses dimana pihak-pihak yang berkepentingan berusaha untuk menyelesaikan
perselisihan tanpa melalui perantara, dengan menyepakati solusi yang menguntungkan kedua
belah pihak. Langkah pertama dalam negosiasi adalah menentukan apakah sebuah situasi
memungkinkan untuk dilakukan negosiasi. Hal esensial dalam sebuah negosiasi adalah bahwa ada
dua pihak yang memiliki tujuan penting yang serupa/sama, namun sekaligus memiliki beberapa
perbedaan yang signifikan. Karenanya tujuan dari negosiasi adalah untuk mencari kompromi dari
perbedaan-perbedaan tersebut. Hasil proses negosiasi bisa merupakan solusi kompromi yang
memuaskan kedua belah pihak, namun dapat juga merupakan kegagalan mencapai kompromi
tersebut, atau kesepakatan untuk mencoba proses negosiasi di lain waktu
[http://en.wikipedia.org/wiki/Negotiation].
Advokasi
Serangkaian upaya yang dilakukan secara sistematis untuk mengubah situasi menjadi lebih
kondusif bagi penegakan HAM, baik dalam substansi kebijakan, perilaku aparat penegak hukum
dan pelaksana pemerintahan, maupun dalam cara pandang dan praktek di dalam masyarakat yang
menghambat penegakan HAM.
Pemulihan
Upaya penanganan korban secara menyeluruh dengan memberdayakan kembali secara utuh
perempuan korban kekerasan melalui penanganan medis, hukum dan psikososial berdasarkan
|SOP Sistem Penerimaan Pengaduan Komnas Perempuan
hal 7 | da r i 3 9
mekanisme kerja lintas disiplin dan institusi, dari lingkungan pemerintah dan masyarakat yang
dibangun bersama, bertanggung gugat dan terjangkau oleh masyarakat.
Layanan Psikologis
Layanan yang berupa pendampingan dan konseling, yang dapat memberikan kenyaman bagi
korban untuk menyampaikan masalahnya. Layanan ini membantu korban agar sanggup
menghadapi masalah tersebut. sehingga mampu mengambil keputusan serta pilihan yang
diperlukan agar kembali berdaya.
Layanan Medik
Layanan berupa perawatan fisik dan pengobatan atau penyembuhan luka fisik yang disebabkan
oleh tindak kekerasan. Selain itu juga memberikan rekam medik seperti visum et repertum yang
dapat dijadikan bukti di pengadilan.
Layanan Terpadu
Layanan yang diberikan kepada perempuan korban kekerasan yang memadukan multi disiplin
ilmu dan menggunakan pendekatan yang holistik. Biasanya mencakup layanan hukum, medik dan
psikologis.
hal 8 | da r i 3 9
Pengaduan
Pengaduan yang diterima melalui surat, fax dan electronic mail dan situs jejaring sosial.
Pengaduan Langsung
Pengaduan yang dilaporkan oleh korban/pendamping/pelapor secara langsung dan yang diterima
melalui telepon.
hal 9 | da r i 3 9
Mencari penyembuhan bagi korban kekerasan tersebut melalui pemberian bantuan
hukum, psikologis, medis atau bantuan lain; dan
Memerangi budaya pengampunan yang melindungi pelanggaran secara sistematis dan
berulang
terhadap hak asasi manusia dan kebebasan dasar.
KOMNAS PEREMPUAN ( Komisi Anti Kekerasan Terhadap Perempuan ) adalah lembaga negara
independen yang lahir dari tuntutan masyarakat sipil, terutama kaum perempuan Indonesia.
Tuntutan tersebut berakar dari tragedi kekerasan seksual yang dialami terutama oleh perempuan
etnis Tionghoa dalam kerusuhan Mei 1998. KOMNAS PEREMPUAN lahir atas dasar Keputusan
Presiden No. 181 Tahun 1998 dan diperbarui dengan Keputusan Presiden No. 65 Tahun 2005.
Visi
Terciptanya tatanan, relasi sosial dan pola perilaku yang kondusif untuk mengembangkan
kehidupan damai yang menghargai keberagaman dan bebas dari rasa takut, tindakan atau
ancaman kekerasan dan diskriminasi, sehingga kaum perempuan dapat menikmati hak asasinya
sebagai manusia.
Misi
1. Meningkatkan kesadaran publik bahwa hak-hak perempuan adalah hak asasi manusia dan
kekerasan terhadap perempuan adalah pelanggaran hak asasi manusia.
2. Meningkatkan upaya pencegahan dan penanggulangan segala bentuk kekerasan terhadap
perempuan dan mendorong pemenuhan hak korban perempuan sebagai kekerasan atas
pemulihan fisik, ekonomi, sosial dan psikologis.
3. Meningkatkan advokasi kebijakan dan hukum nasional yang menyangkut pemenuhan
tanggung jawab negara, khususnya tanggung jawab pemerintah nasional dalam
penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan.
4. Memperkuat jaringan serta solidaritas antar penegak hak-hak perempuan khususnya,
penegak hak asasi manusia pada umumnya.
5. Membangun sinergi dengan lembaga pemerintahan dan lembaga publik lain yang
mempunyai wilayah kerja atau yurisdiksi yang sejenis.
|SOP Sistem Penerimaan Pengaduan Komnas Perempuan
hal 10 | da r i 3 9
PRINSIP-PRINSIP KERJA Komnas Perempuan
Untuk mendukung kerja-kerja di Komnas Perempuan, prinsip-prinsip yang dipakai adalah :
1. KESETARAAN, semua manusia mempunyai hak diperlakukan sama di hadapan hukum
2. NONDISKRIMINASI, tidak membedakan manusia dalam berbagai basis: suku, ras,
agama, golongan, kemampuan, orientasi seks dan sebagainya.
3. KEWAJIBAN NEGARA, perlindungan hak asasi perempuan adalah kewajiban negara.
4. HAK-HAK KORBAN
- Keadilan, hak untuk mendapatkan perlakuan adil jender, tanpa diskriminasi karena
perempuan.
- Kebenaran, hak untuk mendapatkan informasi yang benar serta duduk persoalan
yang benar.
- Pemulihan, hak untuk mendapatkan pemulihan dalam makna luas, fisik, psikologis,
sosial, ekonomi, budaya dan politik.
Berdasarkan Peraturan Presiden No. 65 Tahun 2005, mandat Komnas Perempuan adalah :
1. Menyebarluaskan pemahaman atas segala bentuk kekerasan terhadap perempuan
Indonesia dan upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan, serta penghapusan segala
bentuk kekerasan terhadap perempuan.
2. Melaksanakan pengkajian dan penelitian terhadap berbagai peraturan perundang-
undangan yang berlaku, serta berbagai instrumen internasional yang relevan bagi
perlindungan hak asasi perempuan
3. Melaksanakan pemantauan, termasuk pencarian fakta dan pendokumentasian tentang
segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan pelanggaran hak asasi perempuan,
serta penyebarluasan hasil pemantauan kepada publik dan pengambilan langkah-langkah
yang mendorong pertanggungjawaban dan penanganan.
4. Memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah, lembaga legislatif dan yudikatif,
serta organisasi-organisasi masyarakat guna mendorong penyusunan dan pengesahan
kerangka hukum dan kebijakan yang mendukung upaya-upaya pencegahan dan
penanggulangan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan, serta perlindungan
penegakan dan pemajuan hak asasi perempuan.
5. Mengembangkan kerja sama regional dan internasional guna meningkatkan upaya-upaya
pencegahan dan penanggulangan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan Indonesia,
serta perlindungan penegakan dan pemajuan hak asasi perempuan.
Selain Perpres di atas, Komnas Perempuan juga bersandar pada Undang-Undang Dasar 1945
beserta amandemennya, UU No. 7 Tahun 1984 tentang Ratifikasi Konvensi Penghapusan Segala
Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan di Indonesia (CEDAW), Deklarasi Internasional
Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan, UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia,
UU No. 12 Tahun 2005 tentang Hak Sipil dan Politik, serta Prinsip-Prinsip Paris.
hal 11 | da r i 3 9
1. Resource center tentang hak asasi perempuan sebagai HAM dan kekerasan terhadap
perempuan sebagai pelanggaran HAM.
2. Negosiator dan Mediator antara pemerintah dengan komunitas korban
3. Inisiator perubahan serta perumusan kebijakan yang memberikan perlindungan
kepada korban.
4. Pemantau dan Pelapor serta Perumus Rekomendasi Publik tentang pelanggaran
HAM berbasis gender.
5. Fasilitator pengembangan dan penguatan jaringan di tingkat lokal, nasional dan
internasional.
hal 12 | da r i 3 9
8. Petugas penerima pengaduan untuk rujukan wajib mengikuti pelatihan yang terkait
dengan tugasnya dan dievaluasi secara periodik, serta tunduk pada keputusan hasil
evaluasi.
IV.3.1Prosedur
Arsip Untuk:
1. CATAHU
2. Pengambilan Kebijakan
PENGADUAN RUJUKAN MEKANISME PEMANTAUAN
TIDAK DAPAT EKSTERNAL
DIPROSES
Lembaga Pemberi Layanan
Lokal & Nasional
IV.3.1.2 Datang Langsung atau Melalui Telepon :
|SOP Sistem Penerimaan Pengaduan Komnas Perempuan
hal 13 | da r i 3 9
ARSIP
Pengadu datang langsung atau melalui telepon
RESEPSIONIS Unit
Pengaduan dan Rujukan
Pengaduan tidak
KTP dapat diproses
LAYANAN
MEKANISME
PEMANTAUAN
Rujukan Eksternal
Lembaga Pemberi Layanan
ARSIP
Pengaduan
RESEPSIONI DIVISI
melalui surat/fax
S UMUM & PARMAS
hal 14 | da r i 3 9
DIVISI
PEMANTAUAN
Pengaduan
KT tidak dapat
P diproses
DIVISI BERNUANS
PEMANTAUAN A POLITIS
A
Pengaduan tidak
KTP R diproses
dapat
LAYANAN
S
DIVISI PEMANTAUAN BERNUANSA POLITIS
I
P
IV.3.1.4 Melalui Email dan Jejaring Sosial:
DIVISI PEMANTAUAN
PIKET KOMISIONER
IV.3.1.5 RAPATBernuansa
Prosedur Pengaduan PIMPINAN“Politis” RAPAT PARIPURNA
MEKANISME
|SOP Sistem Penerimaan
PEMANTAUAN
Pengaduan Komnas Perempuan
hal 16 | da r i 3 9
ARSIP
V.3.2 Mekanisme Kerja
Mekanisme kerja menjelaskan peran, fungsi dan langkah-langkah kerja petugas penerima
pengaduan untuk rujukan. Petugas penerima pengaduan untuk rujukan di Komnas Perempuan
adalah sekelompok orang yang bekerja sebagai tim kerja, yaitu:
1. Resepsionis atau orang yang menggantikannya.
Peran: Penerima informasi pertama dari pengadu, berhadapan langsung dengan korban/
pengadu.
Fungsi: Menyalurkan pengaduan kepada petugas penerima pengaduan untuk rujukan.
2. Petugas penerima pengaduan untuk rujukan (Relawan)
Peran: Pendengar dan pemberi informasi sesuai dengan hak korban.
Fungsi: Mendengarkan pengaduan, mencatat/mengisi formulir yang sudah disediakan,
memberikan informasi kepada korban mengenai lembaga layanan dan
menyalurkan korban kepada lembaga pelayanan yang menjadi mitra Komnas
Perempuan.
3. Penerima surat/staf Parmas dan atau Divisi Umum
Peran : Penerima surat pengaduan tertutup.
Fungsi : Memilah surat pengaduan dalam keadaan tertutup dari surat surat lainnya.
Kemudian menyalurkan surat pengaduan dalam keadaan tertutup ke Divisi
Pemantauan.
4. Penerima e-mail/staf Parmas dan atau Divisi Umum
Peran : Penerima informasi dari pengadu/korban.
Fungsi : Menyalurkan informasi ke Divisi Pemantauan.
hal 17 | da r i 3 9
5. Sekretaris Pimpinan
Peran : Penerima surat yang ditujukan kepada Pimpinan Komnas Perempuan dengan
menyebut nama.
Fungsi : Memilah surat yang berisi pengaduan dan menutup kembali surat tersebut
Serta menyalurkan ke Divisi Pemantauan.
6. Semua Badan Pekerja yang bekerja di Komnas Perempuan
Peran : Penghubung korban dengan petugas penerima pengaduan untuk rujukan
Komnas Perempuan.
Fungsi : Memberikan informasi kepada pengadu/korban tentang sistem rujukan di
Komnas Perempuan.
7. Tim kerja di Divisi Pemantauan
Peran : Koordinator pengumpulan informasi tentang kasus-kasus kekerasan terhadap
perempuan yang mengadu langsung ke Komnas Perempuan dan
penanggungjawab proses pengaduan langsung ke Komnas Perempuan.
Fungsi : Memberikan bantuan Unit Pengaduan untuk Rujukan jika terjadi kemacetan,
menyelesaikan pengaduan lewat e-mail dan surat, mencatat, mengumpulkan dan
mengolah data-data kasus kekerasan terhadap perempuan dari pengaduan
langsung ke Komnas Perempuan.
hal 18 | da r i 3 9
fisik lainnya.
Perilaku: ketakutan, tubuh gemetar, menangis terus menerus, cemas berlebihan
b) Ada pihak yang mengancam keselamatan korban, misalnya diikuti pelaku atau tukang
pukul suruhan
2. Pengadu segera dipersilahkan duduk di ruang pengaduan
3. Segera hubungi petugas pengaduan dengan mengatakan, “Ada kasus darurat
(emergency)”
4. Bila mendengar bel emergency dari ruang pengaduan, segera hubungi Satuan Tugas
Pengamanan (Satpam) Komnas Perempuan
hal 19 | da r i 3 9
- Layanan Medis
- Layanan Hukum
- Layanan Psikososial (psikologis, pendampingan sosial, rumah aman)
10. Meminta kelengkapan identitas diri : korban, pelaku, pendamping disertai tanda
tangan pengadu.
11. Merujukkan ke lembaga layanan yang sesuai dengan kebutuhan pengadu.
- Memberikan informasi alamat, telpon dan sistem kerja lembaga rujukan.
- Bila perlu, petugas pengaduan menghubungi lembaga rujukan untuk kasus
yang akan dirujuk.
12. Menutup.
- Memastikan pengadu memahami proses yang dijalankan, termasuk mandat
dan peran Komnas Perempuan.
- Menyampaikan ucapan terima kasih, karena telah memberi kepercayaan
kepada Komnas Perempuan dalam menerima pengaduannya.
- Diberitahukan kepada pengadu bahwa Komnas Perempuan memberikan
jaminan kerahasiaan terhadap setiap informasi yang telah diberikan.
hal 20 | da r i 3 9
Perempuan.
8. Memberikan informasi tentang lembaga layanan yang dibutuhkan pengadu :
- Layanan Medis
- Layanan Hukum
- Layanan Psikososial (psikologis, pendampingan sosial, rumah aman)
9. Meminta kelengkapan identitas diri : korban, pelaku, pendamping disertai tanda
tangan pengadu.
10. Merujukkan ke lembaga layanan yang sesuai dengan kebutuhan pengadu.
- Memberikan informasi alamat, telpon dan sistem kerja lembaga rujukan.
- Bila perlu, petugas pengaduan menghubungi lembaga rujukan untuk kasus
yang akan dirujuk.
11. Menutup.
- Memastikan pengadu memahami proses yang dijalankan, termasuk mandat
dan peran Komnas Perempuan.
- Menyampaikan ucapan terima kasih, karena telah memberi kepercayaan
kepada Komnas Perempuan dalam menerima pengaduannya.
- Diberitahukan kepada pengadu bahwa Komnas Perempuan memberikan
jaminan kerahasiaan terhadap setiap informasi yang telah diberikan.
SEKRETARIS PIMPINAN, ketika menerima surat pengaduan dengan alamat nama Pimpinan
Komnas Perempuan
1. Mencatat nomor surat di buku surat masuk.
2. Menutup kembali surat pengaduan.
3. Surat diserahkan ke Divisi Pemantauan dalam keadaan tertutup.
hal 21 | da r i 3 9
1. Mencatat surat di buku surat masuk.
2. Cermati dan pahami isi surat.
3. Tentukan apakah surat akan direspon berupa :
- Surat dukungan
- Surat untuk klarifikasi
- Surat sikap/pendapat Komnas Perempuan
- Surat penjelasan bahwa Komnas Perempuan tidak dapat memberi respon
4. Tulis berurutan ke bawah : Kepala surat, tanggal, bulan dan tahun. Nomor surat, perihal,
lampiran, alamat yang dituju.
5. Isi surat berupa:
- Penjelasan penerimaan pengaduan yang telah diterima Komnas Perempuan, dengan
menyebutkan identitas surat.
- Selanjutnya tuliskan pernyataan yang berupa :
dukungan/klarifikasi/penjelasan bahwa Komnas Perempuan tidak dapat memberikan
dukungan.
Surat merupakan pernyataan dukungan terhadap suatu kasus, maka:
Nyatakan inti persoalan.
Tuliskan dukungan Komnas Perempuan atas persoalan tersebut kepada lembaga yang
dituju, disertai dasar hukum yang memberikan kewenangan kepada Komnas Perempuan.
Dukungan dikuatkan dengan dasar hukum, hukum nasional dan hukum internasional,
yang mendukung perlindungan pada pihak yang dilanggar haknya.
Penutup surat.
Tanda tangan Ketua Subkom Pemantauan atau .b. anggota Subkom Pemantauan,
cc.: 1. Ketua Komnas Perempuan, 2. Sekretaris Jenderal Komnas Perempuan, 3. Mitra
yang bersangkutan.
hal 22 | da r i 3 9
Surat penjelasan bahwa komnas Perempuan tidak dapat memberi respon, maka :
Jelaskan mengapa Komnas Perempuan tidak dapat merespon kasus dengan menyebutkan
dasar hukumnya.
Berikan informasi mengenai lembaga-lembaga layanan yang berhubungan dengan
kasus.
Penutup.
Tanda tangan Ketua Subkom Pemantauan Komnas Perempuan atau a.n/u.b anggota
Sub-Kom Pemantauan, cc. 1. Ketua Komnas Perempuan, 2. Sekretaris Jenderal Komnas
Perempuan
Untuk Penerimaan Pengaduan langsung dan Pengaduan yang bernuansa “Politis” ke Komnas
Perempuan Penerima Pengaduan : Komisioner KP didampingi oleh Divisi pemantauan
I . Pengantar
Memperkenalkan tentang, 1) Komnas Perempuan, 2) Visi, Misi, Mandat dan Peran KP terkait
pemantauan pelanggaran hak asasi perempuan di Indonesia.
II. Kasus
- Identitas korban dan pelaku dan pihak lain yang terkait
- Kronologis peristiwa
- Bentuk kekerasan yang dialami perempuan
- Apakah ada kekerasan terhadap perempuan berbasis jender
- Dampak kekerasan terhadap perempuan dan komunitas
Penerima Pengaduan harus melihat apakah pengaduan tersebut termasuk dalam pengaduan yang
bernuansa ‘politis’ atau tidak bisa dilihat di halaman 8 dalam SOP ini
hal 23 | da r i 3 9
dang mengungkapkan pengalaman serta harapan mereka.
- Jika kasus terkait kekerasan seksual, kita menyediakan waktu dan ruang khusus kepada
perempuan
korban yang terpisah dengan pengadu laki-laki.
- Tidak membiarkan pendamping mendominasi pembicaraan selama proses pengaduan.
- Memegang prinsip-prinsip pemantauan pelanggaran hak asasi perempuan.
- Media massa tidak diperkenankan meliput proses pengaduan, wawancara dengan pengadu
yang bisa dilakukan setelah proses pengaduan di Komnas Perempuan berakhir.
Komposisi piket harian adalah minimal 5 orang Komisioner, yang terdiri dari unsur anggota
Komisi Paripurna, 2 unsur Pimpinan dan Sekjen. Piket Harian merupakan satu kolektifitas
bergerak melalui proses konsultasi dan dialog bersama. Piket Harian Komisioner bukanlah
mekanisme pengambilan keputusan dan tidak menggantikan sistem pengambilan keputusan yang
berlaku (rapat Subkom, rapat Pimpinan, rapat Pimpinan Plus, Rapat Paripurna)
hal 24 | da r i 3 9
5. Menjalankan fungsi konsultatif dengan BP dan Subkom
Guna mencapai tujuan dan memnuhi tugas Piket Harian, langkah-langkah yang
diambil adalah sbb:
1. Setiap Komisioner dan Subkom/GK dapat mengangkat burning issue untuk dibahas
bersama Piket Harian Komisioner.
2. Hasil pembahasan tentang burning issue ini harus disosialisasikan ke segenap jajaran KP
yang relevan
Mekanisme pengambilan keputusan tetap mengacu pada mekanisme KP, yaitu melalui mekanisme
Rapat Subkom, Rapat Pimpinan, atau Rapat Paripurna, sesuai kebutuhan.
Piket Harian Komisioner akan dilengkapi dengan berkas-berkas berupa: Jurnal Piket Harian serta
sejumlah folder yang berisi kasus-kasus, standard an aturan main KP, serta rujukan-rujukan
hal 25 | da r i 3 9
hukum (UU, Konensi-konvensi, dsb.) yang relevan. Semua bahan ini akan disediakan di Ruang
Komisioner, lantai 2.
Pengaduan-pengaduan ke KP
Pengaduan masuk ke Komnas Perempuan melalui berbagai cara: surat atau electronic mail,
telepon, fax, atau datang langsung (termasuk tapi tak terbatas pada yang datang melalui Unit
Pengaduan Rujukan). Piket Harian Komisioner harus bersikap atas setiap pengaduan yang bersifat
“politis” dan yang membutuhkan penanganan khusus, sementara di luar itu tetap ditangani oleh
Divisi Pemantauan.
Pengaduan bersifat “politis” akan dilaporkan oleh Subkom Pemantauan kepada Piket Harian
Komisioner dan kepada Pimpinan KP. Pengaduan ini akan ditangani oleh Subkom Pemantauan
bersama Piket Harian Komisioner sesuai lingkup tugasnya. Dengan adanya sistem piket, maka
kasus-kasus tersebut dapat langsung disikapi.
Selain pengaduan bersifat ‘politis’, ada juga pengaduan yang mendapatkan perlakuan khusus
(special treatment), yakni pengaduan yang:
a. Melibatkan media/diliput media
b. Korban atau pendamping mendapatkan ancaman dari pelaku
hal 26 | da r i 3 9
- Divisi Pemantauan menghubungi kantor kepolisian terdekat untuk pengamanan
pengadu dan petugas (orang-orang yang terlibat dalam penanganan keselamatan
pengadu).
- Satpam Komnas Perempuan bersama Kepolisian menjaga keamanan di Komnas
Perempuan sampai situasi aman.
IV.6 Hal – Hal Yang Wajib Dimiliki Oleh Petugas Penerima Pengaduan
Untuk Rujukan Komnas Perempuan
Petugas penerima pengaduan untuk rujukan di Komnas Perempuan adalah orang yang
peduli dan prihatin terhadap ketidakadilan Perempuan, khususnya kekerasan terhadap
Perempuan.
Petugas penerima pengaduan harus memahami prinsip dasar Komnas Perempuan dalam
menghadapi kasus-kasus kekerasan berorientasi kepada hak-hak korban.
Petugas penerima pengaduan harus menjelaskan bahwa Komnas Perempuan bukan
lembaga
pelayanan, maka korban akan disalurkan kepada lembaga pelayanan yang menjadi mitra
Komnas Perempuan.
Petugas penerima pengaduan untuk rujukan bukan konselor, penasehat atau penerima
curahan hati
KESETARAAN, semua manusia mempunyai hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama
dihadapan hukum
NONDISKRIMINASI, tidak membedakan manusia dalam berbagai basis : suku, ras, agama,
golongan, kemampuan, orientasi seks dan sebagainya.
KEWAJIBAN NEGARA , perlindungan hak asasi perempuan adalah kewajiban negara.
HAK-HAK KORBAN:
1. KEADILAN, hak untuk mendapatkan perlakuan adil jender, tanpa diskriminasi karena
perempuan
2. KEBENARAN, hak untuk mendapatkan informasi yang benar serta duduk persoalan yang
benar
|SOP Sistem Penerimaan Pengaduan Komnas Perempuan
hal 27 | da r i 3 9
3. PEMULIHAN, hak mendapatkan pemulihan dalam makna luas, fisik, psikologis, sosial, ekonomi,
budaya dan politik
DO DON’T
(yang harus dilakukan dalam penerimaan (yang tidak boleh dilakukan dalam
dan merujukkan pengaduan) penerimaan dan merujukkan
hal 28 | da r i 3 9
Lanjutkan dengan pertanyaan: Apakah Mimik wajah dan sikap yang tidak ramah
Ibu/Mbak dalam keadaan aman
Mendengar Aktif
Bila kehilangan jejak, minta subjek untuk Berbasa basi dan bertele-tele dalam
mengulang / menjelaskan. memberikan informasi
hal 29 | da r i 3 9
IV.9 Lembar Penerimaan Pengaduan
(DATANG LANGSUNG/TELEPON)1
Nama Penerima Pengaduan Hari/Tanggal
Jam
NAMA PELAPOR
□ Laki-laki □ Perempuan □ Pendamping
................................................................ ........................................................
Nama pendamping:
……………………………………………………..
1. ...........................................................
hal 30 | da r i 3 9
……………………………………………………..
2. ...........................................................
Telp .…………………………………………….
Mulai melakukan pendampingan terhadap
korban: Fax ………………………………………………………..
....................................................................................
.
........................................................
Nama Pangilan : .......................................
……………………………………………………..
No. Identitas : .......................................
Suku : .......................................
……………………………………………………..
……………………………………………………..
Pekerjaan : ...................................
Pendidikan : ...................................
Telp .…………………………………………….
Agama : ...................................
HP ………………………………………………
hal 31 | da r i 3 9
Hubungan korban dengan pelaku
□ Karyawan-Majikan □ Tetangga
□ Lain-lain: ................................
........................................................
Nama Pangilan : .......................................
……………………………………………………..
No. Identitas : .......................................
Suku : .......................................
……………………………………………………..
……………………………………………………..
Pekerjaan : ...................................
Pendidikan : ...................................
Telp .…………………………………………….
Agama : ...................................
HP ………………………………………………
hal 32 | da r i 3 9
JENIS KEKERASAN
□ KTI 2
□ Perdagangan perempuan
□ KDP 3
□ Buruh migran
□ Lain-lain: .................................
RANAH KEKERASAN
□ Komunitas
□ Negara
hal 33 | da r i 3 9
KRONOLOGIS KASUS
Tempat ……………………………………………………………………………………………………………………………………………..
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………..
Waktu ……………………………………………………………………………………………………………………………………………...
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………..
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………..
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………..
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………..
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………..
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………..
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………..
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………..
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………..
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………..
|SOP Sistem Penerimaan Pengaduan Komnas Perempuan
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
hal 34 | da r i 3 9
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………..
Untuk kasus yang panjang
hal 35 | da r i 3 9
LANJUTAN KRONOLOGIS KASUS
……………………………………………………………………………………………….....
…………………………………………………………………………………………………..
…………………………………………………………………………………………………..
……………………………………………………………………………………………….....
…………………………………………………………………………………………………..
…………………………………………………………………………………………………..
……………………………………………………………………………………………….....
…………………………………………………………………………………………………..
…………………………………………………………………………………………………..
……………………………………………………………………………………………….....
…………………………………………………………………………………………………..
…………………………………………………………………………………………………..
………………………………………………………………………………………………….
……………………………………………………………………………………………….....
…………………………………………………………………………………………………..
…………………………………………………………………………………………………..
…………………………………………………………………………………………...........
…………………………………………………………………………………………………..
…………………………………………………………………………………………………..
……………………………………………………………………………………………….....
…………………………………………………………………………………………………..
…………………………………………………………………………………………………..
|SOP Sistem Penerimaan Pengaduan Komnas Perempuan
…………………………………………………………………………………………………..
hal 36 | da r i 3 9
……………………………………………………………………………………………….....
…………………………………………………………………………………………………..
|SOP Sistem Penerimaan Pengaduan Komnas Perempuan
hal 37 | da r i 3 9