Anda di halaman 1dari 39

(SOP)

Standard Operation Procedure


Sistem Penerimaan Pengaduan

Komnas Perempuan
September 2011

|SOP Sistem Penerimaan Pengaduan Komnas Perempuan

hal 1 | da r i 3 9
DAFTAR ISI

I. Kekerasan terhadap Perempuan 1


I.I Definisi dan Batasan 1
I.2 Lokus Kekerasan Terhadap Perempuan 2
I.3 Bentuk Kekerasan Terhadap Perempuan 2
I.4 Dampak Kekerasan Terhadap Perempuan 4
I.5 KDRT 5
I.6 Penanganan Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan 7

II. Kekerasan terhadap Perempuan sebagai Pelanggaran HAM 8

III. Pengaduan 9

IV. Panduan Sistem Penerimaan Pengaduan (Panduan Internal) 10


IV.1 Siapa Komnas Perempuan 10

IV.2 Pedoman Penerimaan Pengaduan untuk Rujukan 12

IV.3 Sistem Rujukan 13


IV.3.1 Prosedur
IV.3.1.I Prosedur Umum 14
IV.3.1.2 Prosedur Pengaduan Datang Langsung/Telefon 15
IV.3.1.3 Melalui Surat/Fax 16
IV.3.1.4 Melalui email/jejaring sosial 17
IV.3.1.5 Prosedur Pengaduan Bernuansa Politis 18
IV.3.1 Mekanisme Kerja 19
IV.3.2 Standar Operational Procedure 19

IV.4 Mekanisme Piket Harian Komisioner 26

IV.5 Pedoman Keamanan dan Keselamatan 28

IV.6 Hal-hal yang Wajib dimiliki oleh petugas Penerima Pengaduan

Untuk Rujukan Komnas Perempuan 29

IV.7 Prinsip Kerja Komnas Perempuan 29

|SOP Sistem Penerimaan Pengaduan Komnas Perempuan

hal 2 | da r i 3 9
IV.8 Kode Etik Pengaduan untuk Rujukan 30

IV.9 Lembar Penerimaan Pengaduan 32

I. Kekerasan Terhadap Perempuan


Kekerasan terhadap perempuan (violence against women) acapkali disebut juga sebagai kekerasan
berbasis gender (gender based violence) seperti tercantum pada Rekomendasi Umum No. 19
Komite Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (1992) tentang Kekerasan
terhadap Perempuan.

I.1 Definisi / Batasan

Kekerasan terhadap Perempuan


Setiap tindakan berdasarkan pembedaan jenis kelamin yang berakibat atau mungkin berakibat
kesengsaraan atau penderitaan perempuan secara fisik, seksual, atau psikologis, termasuk
ancaman perbuatan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-
wenang, baik yang terjadi di depan umum maupun dalam kehidupan pribadi. [Deklarasi
Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan (1993), Pasal 1]

Kekerasan Berbasis Gender


Kekerasan yang langsung ditujukan terhadap seorang perempuan karena dia adalah perempuan,
atau hal-hal yang memberi akibat pada perempuan secara tidak proporsional. Hal tersebut
termasuk tindakan-tindakan yang mengakibatkan kerugian atau penderitaan fisik, mental dan
seksual atau ancaman-ancaman seperti itu, paksaan dan perampasan kebebasan lainnya.
Kekerasan berbasis gender bisa melanggar ketentuan tertentu dari Konvensi (CEDAW),
walaupun ketentuan itu tidak menyatakan secara spesifik adanya kekerasan. [Rekomendasi Umum
No.19 Komite Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (1992) tentang
Kekerasan terhadap Perempuan, ayat 6]

Korban
Orang (individu atau kelompok) yang menjadi obyek dari sebuah tindakan yang merupakan
kekerasan terhadap perempuan atau pelanggaran terhadap hak-hak perempuan lainnya. Beberapa
kelompok perempuan, seperti perempuan dalam kelolpok minoritas, perempuan masyarakat
adat, perempuan pengungsi, perempuan migran, perempuan yang hidup di pedesaan atau
pedalaman, perempuan-perempuan papa, perempuan dalam lembaga pemasyarakatan atau
tahanan, perempuan kanak-kanak, perempuan cacat, perempuan lanjut usia dan perempuan dalam
|SOP Sistem Penerimaan Pengaduan Komnas Perempuan

hal 3 | da r i 3 9
situasi konflik bersenjata adalah kelompok yang rentan terhadap kekerasan. [Deklarasi
Penghapusan Kekerasan terhadap
Perempuan (1993)]

Pelaku
Orang (individu atau kelompok) yang melakukan sebuah tindakan yang merupakan kekerasan
terhadap perempuan. Pelaku dapat merupakan aktor negara (misalnya pemerintah, aparat
kepolisian/tentara) ataupun aktor non negara (misalnya majikan, suami, paman, kakek). Peralatan
yang dipergunakan dapat berupa benda nyata (misalnya pisau, senapan) maupun sesuatu yang
abstrak (misalnya pembuatan hukum/kebijakan).

1.2 Lokus Kekerasan Terhadap Perempuan

Merupakan pengkategorian kekerasan berdasarkan konteks tempat terjadinya, mencakup ranah


domestik,komunitas/publik dan kekerasan oleh negara.

Kekerasan dalam ranah domestik (lihat juga KDRT)


Kekerasan ini banyak terjadi dalam hubungan relasi personal, dimana pelaku adalah orang yang
dikenal baik dan dekat oleh korban. Misalnya tindak kekerasan yang dilakukan suami terhadap
istri, ayah terhadap anak, paman terhadap keponakan, kakek terhadap cucu. Kekerasan ini dapat
juga muncul dalam hubungan pacaran, atau dialami oleh orang yang bekerja membantu kerja-
kerja rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut.

Kekerasan dalam ranah publik/komunitas


Kekerasan dalam komunitas meliputi, antara lain kekerasan yang terjadi di tempat kerja (misalnya
perlakuan diskriminatif terhadap perempuan, pemutusan hubungan kerja secara sewenang-
wenang, pelecehan seksual, atau bentuk-bentuk eksploitasi dan kesewenangan lainnya; atau
kekerasan di tempat umum (misalnya pelecehan seksual terhadap perempuan di jalan, pasar).

Kekerasan oleh Negara


Kekerasan yang dilakukan oleh Negara, antara lain muncul dalam bentuk pembuatan peraturan
perundangan dan/atau kebijakan yang tidak berpihak pada kebutuhan perempuan (khususnya
perempuan korban kekerasan). Hal ini secara langsung berpengaruh pada perilaku aparat
penegak hukum dan budaya penegakan hukum.

1.3 Bentuk Kekerasan Terhadap Perempuan

Merupakan pengkategorian kekerasan berdasarkan sasaran kekerasan yang dilakukan, yang


mencakup fisik, psikologis/mental, seksual dan penelantaran ekonomi.

Kekerasan fisik
Perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat [UU 23 Tahun 2004, Pasal 6].
Bentuk kekerasan yang menjadikan tubuh perempuan sebagai sasarannya. Misalnya memukul,
menusuk, menjambak, meninju, menampar, menendang. Dalam konteks relasi kerja dan
|SOP Sistem Penerimaan Pengaduan Komnas Perempuan

hal 2 | da r i 3 9
kemasyarakatan, kekerasan fisik mencakup pula penyekapan terhadap calon pekerja di tempat
penampungan, serta pengrusakan alat kelamin (genital mutilation) yang sering dilakukan atas
namabudaya atau kepercayaan tertentu. Dalam konteks konflik bersenjata, kaum perempuan
mengalami bentuk kekerasan yang sama dengan kaum laki-laki, misalnya penembakan,
pembunuhan, penganiayaan. Dalam konteks hubungan personal, kekerasan fisik yang dilakukan
(misalnya oleh suami) dapat tidak meninggalkan bekas fisik, namun hampir selalu memiliki
implikasi psikologis dan sosial yang serius pada korbannya.

Kekerasan psikis/psikologis/emosional/mental
Perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan
untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang [UU
23/2004, Pasal 7]. Kekerasan psikologis dapat muncul dalam bentuk ucapan-ucapan menyakitkan,
kata-kata kotor, bentakan, penghinaan, ancaman. Hal ini akan terus terbawa dalam jangka waktu
yang sangat lama, dapat merusak harga diri, menimbulkan kebingungan, bahkan menyebabkan
masalah-masalah psikologis serius pada perempuan korban.

Kekerasan seksual
a. pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup
rumah tangga tersebut; b. pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup
rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu [UU 23
Tahun 2004, Pasal 8]. Kekerasan yang bernuansa seksual, contoh perkosaan, pemaksaan hubungan
seks, pemukulan dan bentuk-bentuk kekerasan lain yang mendahului, saat atau setelah hubungan
seks, pemaksaan berbagai posisi dan kondisi hubungan seksual, pemaksaan aktifitas seksual
tertentu, pornografi, penghinaan terhadap seksualitas perempuan melalui bahasa verbal, ataupun
pemaksaan pada istri untuk terus menerus hamil. Dalam hubungan personal, kekerasan seksual
lebih mungkin terjadi bila perempuan korban (misal istri) juga mengalami bentuk kekerasan lain.
Dalam situasi konflik dan represi politik, tahanan atau ‘musuh’ perempuan menjadi korban cara-
cara penyiksaan yang secara sengaja ditujukan pada organ-organ reproduksi (misalnya buah dada
atau vagina) dari tubuh korban.

Penelantaran/Deprivasi ekonomi
Salah satu bentuk pembatasan/pelarangan yang disasarkan pada aspek kehidupan ekonomi
perempuan korban. Pembatasan ini tidak sesuai dengan standar kewajaran dalam masyarakat dan
bertentangan dengan keinginan korban, sehingga menimbulkan penderitaan baginya. Kekerasan ini
banyak dialami oleh perempuan yang berstatus sebagai istri atau ibu rumah tangga. Misalnya istri
tidak diberi nafkah secara rutin atau dalam jumlah yang cukup untuk kebutuhan wajar sehari-hari,
pemaksaan atau larangan bagi perempuan untuk bekerja, pembatasan penggunaan uang atau
barang.

Perempuan korban bisa mengalami satu bentuk kekerasan, namun kebanyakan perempuan
korban mengalami lebih dari satu bentuk kekerasan.

Kekerasan Tunggal
|SOP Sistem Penerimaan Pengaduan Komnas Perempuan

hal 3 | da r i 3 9
Satu bentuk kekerasan yang terjadi pada korban.

Kekerasan Berlapis
Sejumlah bentuk kekerasan yang terjadi pada korban yang sama dalam rentang waktu tertentu.
Antara satu kekerasan dengan kekerasan yang lain kadang memiliki hubungan sebab akibat,
namun terkadang juga tidak ada kaitannya sama sekali.

1.4 Dampak Kekerasan Terhadap Perempuan

Merupakan akibat yang terjadi pada fisik, psikologis, seksual/reproduksi, ekonomi, sosial, sipil-
politik, hukum atau lainnya dari perempuan korban, karena kekerasan yang dialaminya.

Dampak secara Fisik


Akibat dari tindak kekerasan yang mengacu pada bagian tubuh yang terkena sasaran tindak
kekerasan, yang dapat merupakan kondisi yang permanen (cacat) maupun tidak permanen (rasa
sakit, luka, lebam).

Dampak Psikologis
Akibat kekerasan pada kondisi psikologis atau kejiwaan atau mental korban. Misalnya merasa
tidak berharga, malu, tertekan/stress, ketakutan, kehilangan rasa percaya diri, kehilangan
kemampuan untuk bertindak, merasa tidak berdaya.

Dampak Seksual/Reproduksi
Akibat dari tindak kekerasan pada gangguan fungsi/kerusakan organ seksual/ reproduksi, baik
pada bagian dalam dan/atau luar, yang dapat merupakan kondisi yang permanen ataupun
sementara.

Dampak Ekonomi
Akibat dari tindak kekerasan pada kondisi ekonomi korban. Misalnya, menurunnya kemampuan
untuk memenuhi kebutuhan hidup atau bahkan hilangnya sumber mata pencaharian bagi korban.

Dampak Sosial
Akibat dari tindak kekerasan yang menyebabkan terganggungnya posisi sosial, relasi sosial dan
modalitas sosial korban.

Dampak Sipil dan Politik


Akibat dari tindak kekerasan yang menyebabkan terhalangnya pemenuhan hak sipil dan politik
korban.

Dampak secara Hukum


Akibat dari tindak kekerasan pada pemenuhan hak korban sesuai dengan peraturan dan
perundangan yang berlaku.

1.5 Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)


|SOP Sistem Penerimaan Pengaduan Komnas Perempuan

hal 4 | da r i 3 9
Definisi
Setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya
kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah
tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan
kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga [UU No.23 Tahun 2004, Pasal 1
(1)].

Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga


Jaminan yang diberikan oleh negara untuk mencegah terjadinya kekerasan dalam rumah tangga,
menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga, dan melindungi korban kekerasan dalam rumah
tangga [UU No.23 Tahun 2004, Pasal 1 (2)].

Lingkup rumah tangga


a. Suami, isteri, dan anak; b. Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga karena adanya
hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah
tangga; dan/atau c. Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah
tangga tersebut [UU No.23 Tahun 2004, Pasal 2 (1)].

Korban KDRT
Orang yang mengalami kekerasan dan/atau ancaman kekerasan dalam lingkup rumah tangga [UU
No.23 Tahun 2004, Pasal 1 (3)].

Perlindungan
Segala upaya yang ditujukan untuk memberikan rasa aman kepada korban yang dilakukan oleh
pihak keluarga, advokat, lembaga sosial, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, atau pihak lainnya baik
sementara maupun berdasarkan penetapan pengadilan [UU No.23 Tahun 2004, Pasal 1 (4)].

Perlindungan Sementara
Perlindungan yang langsung diberikan oleh kepolisian dan/atau lembaga sosial atau pihak lain,
sebelum dikeluarkannya penetapan perintah perlindungan dari pengadilan [UU No.23 Tahun 2004,
Pasal 1 (5)]. Misalnya perlindungan yang diberikan oleh pendamping atau lembaga pengada
layanan dengan menempatkan korban KDRT di shelter atau tempat tersembunyi lain, sehingga
terhindar dari jangkauan pelaku.

Perintah Perlindungan
Penetapan yang dikeluarkan oleh Pengadilan untuk memberikan perlindungan kepada korban
[UU No.23 Tahun 2004, Pasal 1 (6)].

Hak korban KDRT


a. perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat, lembaga sosial,
atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan perintah perlindungan dari
pengadilan; b. pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis; c. penanganan secara khusus

|SOP Sistem Penerimaan Pengaduan Komnas Perempuan

hal 5 | da r i 3 9
berkaitan dengan kerahasiaan korban; d. pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum
pada setiap tingkat proses pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
dan e. pelayanan bimbingan rohani [UU No.23 Tahun 2004, Pasal 10].

Kewajiban Masyarakat
Setiap orang yang mendengar, melihat, atau mengetahui terjadinya kekerasan dalam rumah tangga
wajib melakukan upaya-upaya sesuai dengan batas kemampuannya untuk :
a. mencegah berlangsungnya tindak pidana;
b. memberikan perlindungan kepada korban;
c. memberikan pertolongan darurat; dan
d. membantu proses pengajuan permohonan penetapan perlindungan.

Dampak KDRT bagi anak


Anak-anak dalam keluarga yang dipenuhi kekerasan adalah anak yang rentan dan berada dalam
bahaya, karena kemungkinan-kemungkinan sebagai berikut:

Laki-laki yang menganiaya istri dapat pula menganiaya anak.


 Perempuan yang mengalami penganiayaan dari pasangan hidup dapat mengarahkan
kemarahan dan frustrasi pada anak.
 Anak dapat cedera secara tidak sengaja ketika mencoba menghentikan kekerasan dan
melindungi ibunya.
 Anak akan sulit mengembangkan perasaan tentram, ketenangan dan kasih sayang.
Hidupnya selalu diwarnai kebingungan, ketegangan, ketakutan, kemarahan, dan
ketidakjelasan tentang
masa depan. Mereka tidak belajar bagaimana mencintai secara tulus, serta menyelesaikan
konflik dan perbedaan dengan cara yang sehat.
 Anak-anak yang biasa hidup dalam kekerasan akan belajar bahwa kekerasan adalah cara
penyelesaian masalah yang wajar, boleh, bahkan mungkin seharusnya dilakukan. Anak lelaki
dapat berkembang menjadi lelaki dewasa yang juga menganiaya istri dan anaknya, dan
anak perempuan dapat saja menjadi perempuan dewasa yang kembali terjebak sebagai
korban kekerasan. Anak perempuan dapat pula mengembangkan kebiasaan agresi dalam
menyelesaikan masalah. [Peta Kekerasan, Pengalaman Perempuan Indonesia. Komnas
Perempuan, 2002. Hal 100]

1.6 Penanganan Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan

Litigasi
Upaya pemenuhan hak-hak korban yang ditempuh melalui proses peradilan.

|SOP Sistem Penerimaan Pengaduan Komnas Perempuan

hal 6 | da r i 3 9
Non Litigasi
Upaya pemenuhan hak-hak korban yang ditempuh di luar proses peradilan, misalnya upaya
damai/mediasi, upaya penguatan sosial/pendampingan dan sebagainya.

Arbitrasi
Merupakan upaya legal dalam menyelesaikan konflik/perselisihan di luar pengadilan dimana pihak
pihak yang berselisih menunjuk satu/beberapa orang (arbitrator) untuk mencari solusi yang
mengikat kedua belah pihak. Arbitrasi merupakan salah satu metode penyelesaian konflik
alternatif (Alternative Dispute Resolution / ADR) yang mengikat, setara dengan proses litigasi di
pengadilan [http://en.wikipedia.org/wiki/Arbitration].

Mediasi
Merupakan salah satu metode penyelesaian konflik alternatif (Alternative Dispute Resolution /
ADR) yang dirancang untuk membantu pihak yang berselisih untuk memecahkan perselisihan
mereka sendiri tanpa melalui persidangan. Dalam mediasi, pihak ketiga yang netral (mediator)
bertemu dengan pihak lawan untuk membantu mereka menemukan solusi yang saling
menguntungkan. Lain halnya dengan seorang hakim dalam persidangan atau seorang arbitrator
yang melaksanakan arbitrasi yang mengikat, mediator tidak memiliki kekuasaan untuk
menentukan solusi. Jadi kesepakatan/solusi ditentukan sendiri oleh pihak-pihak yang berselisih.
Tidak ada peraturan bukti formal atau prosedur pengaturan mediasi; mediator dan para pihak
biasanya sepakat dalam melaksanakan cara informal mereka sendiri.

Negosiasi
Merupakan salah satu metode penyelesaian konflik alternatif (Alternative Dispute Resolution /
ADR). Sebuah proses dimana pihak-pihak yang berkepentingan berusaha untuk menyelesaikan
perselisihan tanpa melalui perantara, dengan menyepakati solusi yang menguntungkan kedua
belah pihak. Langkah pertama dalam negosiasi adalah menentukan apakah sebuah situasi
memungkinkan untuk dilakukan negosiasi. Hal esensial dalam sebuah negosiasi adalah bahwa ada
dua pihak yang memiliki tujuan penting yang serupa/sama, namun sekaligus memiliki beberapa
perbedaan yang signifikan. Karenanya tujuan dari negosiasi adalah untuk mencari kompromi dari
perbedaan-perbedaan tersebut. Hasil proses negosiasi bisa merupakan solusi kompromi yang
memuaskan kedua belah pihak, namun dapat juga merupakan kegagalan mencapai kompromi
tersebut, atau kesepakatan untuk mencoba proses negosiasi di lain waktu
[http://en.wikipedia.org/wiki/Negotiation].

Advokasi
Serangkaian upaya yang dilakukan secara sistematis untuk mengubah situasi menjadi lebih
kondusif bagi penegakan HAM, baik dalam substansi kebijakan, perilaku aparat penegak hukum
dan pelaksana pemerintahan, maupun dalam cara pandang dan praktek di dalam masyarakat yang
menghambat penegakan HAM.

Pemulihan
Upaya penanganan korban secara menyeluruh dengan memberdayakan kembali secara utuh
perempuan korban kekerasan melalui penanganan medis, hukum dan psikososial berdasarkan
|SOP Sistem Penerimaan Pengaduan Komnas Perempuan

hal 7 | da r i 3 9
mekanisme kerja lintas disiplin dan institusi, dari lingkungan pemerintah dan masyarakat yang
dibangun bersama, bertanggung gugat dan terjangkau oleh masyarakat.
Layanan Psikologis
Layanan yang berupa pendampingan dan konseling, yang dapat memberikan kenyaman bagi
korban untuk menyampaikan masalahnya. Layanan ini membantu korban agar sanggup
menghadapi masalah tersebut. sehingga mampu mengambil keputusan serta pilihan yang
diperlukan agar kembali berdaya.

Layanan Pendampingan Hukum


Layanan yang berkaitan dengan materi hukum yang berlaku dan tata cara peradilan yang ada di
Indonesia. Layanan ini diberikan oleh pendamping hukum, advokat dan pengacara.

Layanan Medik
Layanan berupa perawatan fisik dan pengobatan atau penyembuhan luka fisik yang disebabkan
oleh tindak kekerasan. Selain itu juga memberikan rekam medik seperti visum et repertum yang
dapat dijadikan bukti di pengadilan.

Layanan Terpadu
Layanan yang diberikan kepada perempuan korban kekerasan yang memadukan multi disiplin
ilmu dan menggunakan pendekatan yang holistik. Biasanya mencakup layanan hukum, medik dan
psikologis.

Kekerasan Terhadap Perempuan


Sebagai Pelanggaran HAM
Masyarakat internasional telah mengakui bahwa kekerasan terhadap perempuan merupakan
pelanggaran terhadap hak asasi manusia.

Rekomendasi Umum 19 (ayat 1) Komite Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan (1992)


menyatakan bahwa kekerasan berbasis gender adalah sebuah bentuk diskriminasi yang secara
serius menghalangi kesempatan wanita untuk menikmati hak-hak dan kebebasannya atas dasar
persamaan hak dengan laki-laki. Konferensi Dunia mengenai Hak Asasi Manusia ke II yang
diselenggarakan di Wina, Austria pada tahun 1993 mencanangkan bahwa kekerasan terhadap
perempuan adalah pelanggaran terhadap hak asasi manusia (violence against women is a human
rights violation). Deklarasi Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan (1993) menegaskan
bahwa kekerasan terhadap perempuan merupakan sebuah pelanggaran hak-hak asasi dan
kebebasan fundamental perempuan, serta menghalangi atau meniadakan kemungkinan
perempuan untuk menikmati hak-hak asasi dan kebebasan mereka.

|SOP Sistem Penerimaan Pengaduan Komnas Perempuan

hal 8 | da r i 3 9
Pengaduan

Pengaduan Tidak langsung

Pengaduan yang diterima melalui surat, fax dan electronic mail dan situs jejaring sosial.

Pengaduan Langsung

Pengaduan yang dilaporkan oleh korban/pendamping/pelapor secara langsung dan yang diterima
melalui telepon.

Pengaduan bersifat ’politis’


Pengaduan dianggap bersifat ’politis’ apabila :
1. Pelaku aparat negara: sipil, militer dan APH
2. Pelaku adalah pendidik
3. Pelaku orang tokoh masyarakat yang berpengaruh dan berkuasa baik kekuasaan ekonomi,
politik, sosial atau spiritual
4. Pelaku adalah Pembela HAM
5. Pelaku mempunyai kekuasaan ekonomi, politik, sosial atau spiritual
6. Termasuk dalam kekerasan terhadap perempuan yang bersifat sistemik dan berdampak
luas di masyarakat.
7. Korban bersifat massal
8. Berpotensi membuat preseden baru
9. Jika perempuan yang sebenarnya korban dijadikan tersangka
10. Termasuk dalam kekerasan terhadap perempuan yang bersifat sistemik
11. Pengadu/pelapor adalah perempuan pembela HAM/pembela HAM

Perempuan Pembela HAM / Pembela HAM


Perempuan Pembela HAM / Pembela HAM adalah individu, kelompok dan badan masyarakat
yangmemajukan dan melindungi hak asasi manusia dan kebebasan dasar yang diakui secara
universal. Perempuan pembela HAM / pembela HAM memajukan dan melindungi hak-hak sipil
dan politik serta memajukan, melindungi dan mewujudkan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya.
Perempuan pembela HAM/pembela HAM juga memajukan dan melindungi hak-hak anggota
kelompok seperti masyarakat pribumi. Definisi ini tidak mencakup individu atau kelompok yang
melakukan atau menyebarkan kekerasan.
Aktivitas perempuan pembela HAM / pembela HAM meliputi:
 Mendokumentasikan kekerasan;

|SOP Sistem Penerimaan Pengaduan Komnas Perempuan

hal 9 | da r i 3 9
 Mencari penyembuhan bagi korban kekerasan tersebut melalui pemberian bantuan
hukum, psikologis, medis atau bantuan lain; dan
 Memerangi budaya pengampunan yang melindungi pelanggaran secara sistematis dan
berulang
terhadap hak asasi manusia dan kebebasan dasar.

Pengaduan yang mendapatkan perlakuan khusus (special treatment)


Yang termasuk dalam pengaduan yang mendapatkan perlakuan khusus yakni:
- Melibatkan media/diliput oleh media
- Korban atau pendamping mendapatkan ancaman dari pelaku

IV. Panduan Sistem Penerimaan Pengaduan


Komnas Perempuan (Panduan Internal)
IV.I Siapa Komnas Perempuan

KOMNAS PEREMPUAN ( Komisi Anti Kekerasan Terhadap Perempuan ) adalah lembaga negara
independen yang lahir dari tuntutan masyarakat sipil, terutama kaum perempuan Indonesia.
Tuntutan tersebut berakar dari tragedi kekerasan seksual yang dialami terutama oleh perempuan
etnis Tionghoa dalam kerusuhan Mei 1998. KOMNAS PEREMPUAN lahir atas dasar Keputusan
Presiden No. 181 Tahun 1998 dan diperbarui dengan Keputusan Presiden No. 65 Tahun 2005.

Visi
Terciptanya tatanan, relasi sosial dan pola perilaku yang kondusif untuk mengembangkan
kehidupan damai yang menghargai keberagaman dan bebas dari rasa takut, tindakan atau
ancaman kekerasan dan diskriminasi, sehingga kaum perempuan dapat menikmati hak asasinya
sebagai manusia.

Misi
1. Meningkatkan kesadaran publik bahwa hak-hak perempuan adalah hak asasi manusia dan
kekerasan terhadap perempuan adalah pelanggaran hak asasi manusia.
2. Meningkatkan upaya pencegahan dan penanggulangan segala bentuk kekerasan terhadap
perempuan dan mendorong pemenuhan hak korban perempuan sebagai kekerasan atas
pemulihan fisik, ekonomi, sosial dan psikologis.
3. Meningkatkan advokasi kebijakan dan hukum nasional yang menyangkut pemenuhan
tanggung jawab negara, khususnya tanggung jawab pemerintah nasional dalam
penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan.
4. Memperkuat jaringan serta solidaritas antar penegak hak-hak perempuan khususnya,
penegak hak asasi manusia pada umumnya.
5. Membangun sinergi dengan lembaga pemerintahan dan lembaga publik lain yang
mempunyai wilayah kerja atau yurisdiksi yang sejenis.
|SOP Sistem Penerimaan Pengaduan Komnas Perempuan

hal 10 | da r i 3 9
PRINSIP-PRINSIP KERJA Komnas Perempuan
Untuk mendukung kerja-kerja di Komnas Perempuan, prinsip-prinsip yang dipakai adalah :
1. KESETARAAN, semua manusia mempunyai hak diperlakukan sama di hadapan hukum
2. NONDISKRIMINASI, tidak membedakan manusia dalam berbagai basis: suku, ras,
agama, golongan, kemampuan, orientasi seks dan sebagainya.
3. KEWAJIBAN NEGARA, perlindungan hak asasi perempuan adalah kewajiban negara.
4. HAK-HAK KORBAN
- Keadilan, hak untuk mendapatkan perlakuan adil jender, tanpa diskriminasi karena
perempuan.
- Kebenaran, hak untuk mendapatkan informasi yang benar serta duduk persoalan
yang benar.
- Pemulihan, hak untuk mendapatkan pemulihan dalam makna luas, fisik, psikologis,
sosial, ekonomi, budaya dan politik.

Berdasarkan Peraturan Presiden No. 65 Tahun 2005, mandat Komnas Perempuan adalah :
1. Menyebarluaskan pemahaman atas segala bentuk kekerasan terhadap perempuan
Indonesia dan upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan, serta penghapusan segala
bentuk kekerasan terhadap perempuan.
2. Melaksanakan pengkajian dan penelitian terhadap berbagai peraturan perundang-
undangan yang berlaku, serta berbagai instrumen internasional yang relevan bagi
perlindungan hak asasi perempuan
3. Melaksanakan pemantauan, termasuk pencarian fakta dan pendokumentasian tentang
segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan pelanggaran hak asasi perempuan,
serta penyebarluasan hasil pemantauan kepada publik dan pengambilan langkah-langkah
yang mendorong pertanggungjawaban dan penanganan.
4. Memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah, lembaga legislatif dan yudikatif,
serta organisasi-organisasi masyarakat guna mendorong penyusunan dan pengesahan
kerangka hukum dan kebijakan yang mendukung upaya-upaya pencegahan dan
penanggulangan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan, serta perlindungan
penegakan dan pemajuan hak asasi perempuan.
5. Mengembangkan kerja sama regional dan internasional guna meningkatkan upaya-upaya
pencegahan dan penanggulangan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan Indonesia,
serta perlindungan penegakan dan pemajuan hak asasi perempuan.

Selain Perpres di atas, Komnas Perempuan juga bersandar pada Undang-Undang Dasar 1945
beserta amandemennya, UU No. 7 Tahun 1984 tentang Ratifikasi Konvensi Penghapusan Segala
Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan di Indonesia (CEDAW), Deklarasi Internasional
Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan, UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia,
UU No. 12 Tahun 2005 tentang Hak Sipil dan Politik, serta Prinsip-Prinsip Paris.

KOMNAS PEREMPUAN BUKAN LEMBAGA PELAYANAN LANGSUNG, tetapi


berperan sebagai:

|SOP Sistem Penerimaan Pengaduan Komnas Perempuan

hal 11 | da r i 3 9
1. Resource center tentang hak asasi perempuan sebagai HAM dan kekerasan terhadap
perempuan sebagai pelanggaran HAM.
2. Negosiator dan Mediator antara pemerintah dengan komunitas korban
3. Inisiator perubahan serta perumusan kebijakan yang memberikan perlindungan
kepada korban.
4. Pemantau dan Pelapor serta Perumus Rekomendasi Publik tentang pelanggaran
HAM berbasis gender.
5. Fasilitator pengembangan dan penguatan jaringan di tingkat lokal, nasional dan
internasional.

Menanggapi korban yang datang langsung ke KOMNAS PEREMPUAN, disediakan:


UNIT PENGADUAN dengan SISTIM RUJUKAN & MEKANISME KERJA
 Unit Pengaduan dan Rujukan adalah sebuah unit kerja di Komnas Perempuan bertugas
menerima perempuan korban kekerasan yang menghubungi langsung melalui telpon,
datang langsung (pengaduan langsung).
 Unit Pengaduan lahir karena Komnas Perempuan tidak boleh menolak perempuan
korban kekerasan yang datang langsung, padahal Komnas Perempuan bukan lembaga
pelayanan penanganan korban.
 Unit Pengaduan dilayani oleh komunitas relawan dan dikoordinir oleh seorang
Koordinator dan berada di bawah koordinasi Subkom Pemantauan

IV.2 Pedoman Penerimaan Pengajuan Untuk Rujukan

1. Penerima Pengaduan untuk Rujukan sebagai unit kerja di Komnas Perempuan di


bawah koordinasi Divisi Pemantauan, sebagai sarana untuk memantau kasus-kasus
kekerasan terhadap perempuan, dimana korban menghubungi atau datang langsung ke
Komnas Perempuan.
2. Kasus-kasus yang diterima dan dirujuk hanya kasus-kasus kekerasan terhadap
perempuan (kekerasan berbasis gender) bukan kasus kriminal murni, seperti misalnya :
perempuan pencuri yang dipukuli, perempuan penipu yang diancam atau dianiaya, dan
sejenisnya.
3. Petugas penerima pengaduan untuk rujukan merupakan pintu masuk semua
pengaduan yang menghubungi langsung Komnas Perempuan.
4. Sesuai dengan mandat Komnas Perempuan, korban yang datang langsung ke Komnas
Perempuan akan dirujuk kepada lembaga pelayanan masyarakat yang menjadi mitra
kerja Komnas Perempuan.
5. Petugas penerima pengaduan untuk rujukan wajib mengikuti prosedur yang telah
dibangun bersama, secara tertib dan disiplin.
6. Petugas penerima pengaduan untuk rujukan wajib menjalankan fungsi dan peran
sesuai dengan kesepakatan bersama.
7. Petugas penerima pengaduan untuk rujukan wajib memahami dan menjalankan
tugasnya sesuai dengan prinsip dan hak-hak korban, yaitu hak keadilan, hak
kebenaran dan hak pemulihan.

|SOP Sistem Penerimaan Pengaduan Komnas Perempuan

hal 12 | da r i 3 9
8. Petugas penerima pengaduan untuk rujukan wajib mengikuti pelatihan yang terkait
dengan tugasnya dan dievaluasi secara periodik, serta tunduk pada keputusan hasil
evaluasi.

IV.3 Sistem Rujukan

Sistem Rujukan terdiri dari:


1. Prosedur
2. Mekanisme
3. Standard Operation Procedure (SOP)

IV.3.1Prosedur

IV.3.1.1 Prosedur Umum

KTP BERNUANSA POLITIS DIVISI


PENGADUAN
PEMANTAUAN

Arsip Untuk:
1. CATAHU
2. Pengambilan Kebijakan
PENGADUAN RUJUKAN MEKANISME PEMANTAUAN
TIDAK DAPAT EKSTERNAL
DIPROSES
Lembaga Pemberi Layanan
Lokal & Nasional
IV.3.1.2 Datang Langsung atau Melalui Telepon :
|SOP Sistem Penerimaan Pengaduan Komnas Perempuan

hal 13 | da r i 3 9

ARSIP
Pengadu datang langsung atau melalui telepon
RESEPSIONIS Unit
Pengaduan dan Rujukan

Pengaduan tidak
KTP dapat diproses
LAYANAN

DIVISI PEMANTAUAN BERNUANSA POLITIS

MEKANISME
PEMANTAUAN
Rujukan Eksternal
Lembaga Pemberi Layanan

ARSIP

IV.3.1.3 Melalui Surat dan Fax:

Pengaduan
RESEPSIONI DIVISI
melalui surat/fax
S UMUM & PARMAS

|SOP Sistem Penerimaan Pengaduan Komnas Perempuan

hal 14 | da r i 3 9
DIVISI
PEMANTAUAN

Pengaduan
KT tidak dapat
P diproses

DIVISI BERNUANS
PEMANTAUAN A POLITIS

Pengaduan MEKANISME Rujukan Eksternal


melalui email dan jejaring sosial
PEMANTAUAN Lembaga Pemberi
DIVISI PEMANTAUAN
Layanan
Divisi Parmas

A
Pengaduan tidak
KTP R diproses
dapat
LAYANAN
S
DIVISI PEMANTAUAN BERNUANSA POLITIS
I

P
IV.3.1.4 Melalui Email dan Jejaring Sosial:

MEKANISME Rujukan Eksternal


PEMANTAUAN Lembaga Pemberi Layanan

|SOP Sistem Penerimaan Pengaduan Komnas Perempuan A


hal 15 | da r i 3 9R
S
I
P
KASUS
BERNUANSA POLITIS

DIVISI PEMANTAUAN

PIKET KOMISIONER
IV.3.1.5 RAPATBernuansa
Prosedur Pengaduan PIMPINAN“Politis” RAPAT PARIPURNA

MEKANISME
|SOP Sistem Penerimaan
PEMANTAUAN
Pengaduan Komnas Perempuan

hal 16 | da r i 3 9

ARSIP
V.3.2 Mekanisme Kerja

Mekanisme kerja menjelaskan peran, fungsi dan langkah-langkah kerja petugas penerima
pengaduan untuk rujukan. Petugas penerima pengaduan untuk rujukan di Komnas Perempuan
adalah sekelompok orang yang bekerja sebagai tim kerja, yaitu:
1. Resepsionis atau orang yang menggantikannya.
Peran: Penerima informasi pertama dari pengadu, berhadapan langsung dengan korban/
pengadu.
Fungsi: Menyalurkan pengaduan kepada petugas penerima pengaduan untuk rujukan.
2. Petugas penerima pengaduan untuk rujukan (Relawan)
Peran: Pendengar dan pemberi informasi sesuai dengan hak korban.
Fungsi: Mendengarkan pengaduan, mencatat/mengisi formulir yang sudah disediakan,
memberikan informasi kepada korban mengenai lembaga layanan dan
menyalurkan korban kepada lembaga pelayanan yang menjadi mitra Komnas
Perempuan.
3. Penerima surat/staf Parmas dan atau Divisi Umum
Peran : Penerima surat pengaduan tertutup.
Fungsi : Memilah surat pengaduan dalam keadaan tertutup dari surat surat lainnya.
Kemudian menyalurkan surat pengaduan dalam keadaan tertutup ke Divisi
Pemantauan.
4. Penerima e-mail/staf Parmas dan atau Divisi Umum
Peran : Penerima informasi dari pengadu/korban.
Fungsi : Menyalurkan informasi ke Divisi Pemantauan.

|SOP Sistem Penerimaan Pengaduan Komnas Perempuan

hal 17 | da r i 3 9
5. Sekretaris Pimpinan
Peran : Penerima surat yang ditujukan kepada Pimpinan Komnas Perempuan dengan
menyebut nama.
Fungsi : Memilah surat yang berisi pengaduan dan menutup kembali surat tersebut
Serta menyalurkan ke Divisi Pemantauan.
6. Semua Badan Pekerja yang bekerja di Komnas Perempuan
Peran : Penghubung korban dengan petugas penerima pengaduan untuk rujukan
Komnas Perempuan.
Fungsi : Memberikan informasi kepada pengadu/korban tentang sistem rujukan di
Komnas Perempuan.
7. Tim kerja di Divisi Pemantauan
Peran : Koordinator pengumpulan informasi tentang kasus-kasus kekerasan terhadap
perempuan yang mengadu langsung ke Komnas Perempuan dan
penanggungjawab proses pengaduan langsung ke Komnas Perempuan.
Fungsi : Memberikan bantuan Unit Pengaduan untuk Rujukan jika terjadi kemacetan,
menyelesaikan pengaduan lewat e-mail dan surat, mencatat, mengumpulkan dan
mengolah data-data kasus kekerasan terhadap perempuan dari pengaduan
langsung ke Komnas Perempuan.

8. Penerima Pengaduan “Politis”


Peran : Menerima korban/pendamping/pelapor kasus ‘politis’ yang mengadu langsung ke
Komnas Perempuan, mendengarkan, mencatat dan memberikan masukan terkait
kasus yang sedang dihadapi oleh korban.
Fungsi : Memberikan masukan terkait isu yang dilaporkan.

IV.3. Standard Operational Procedur (SOP)

RESEPSIONIS, dalam menerima pengaduan

 Untuk pengaduan datang langsung


1. Mengucapkan selamat pagi/siang/sore
2. Tanyakan tujuan kedatangan di Komnas Perempuan
3. Pengadu dipersilahkan menunggu di ruang tamu
4. Koordinasikan dengan petugas penerima pengaduan untuk rujukan, sampaikan kepada
petugas bahwa ada pengaduan datang langsung.
 Untuk pengaduan melalui telpon
1. Mengucapkan selamat pagi/siang/sore, … Komnas Perempuan
2. Tanyakan tujuan menelpon
3. Resepsionis langsung menghubungkan ke petugas penerima pengaduan untuk rujukan
 Untuk kasus darurat (emergency)
1. Kenali ciri-ciri pengaduan darurat (emergency)
a) Kondisi korban
 Fisik/tubuh: ada bagian tubuh yang terluka parah, ada bagian yang patah, atau luka
|SOP Sistem Penerimaan Pengaduan Komnas Perempuan

hal 18 | da r i 3 9
fisik lainnya.
 Perilaku: ketakutan, tubuh gemetar, menangis terus menerus, cemas berlebihan
b) Ada pihak yang mengancam keselamatan korban, misalnya diikuti pelaku atau tukang
pukul suruhan
2. Pengadu segera dipersilahkan duduk di ruang pengaduan
3. Segera hubungi petugas pengaduan dengan mengatakan, “Ada kasus darurat
(emergency)”
4. Bila mendengar bel emergency dari ruang pengaduan, segera hubungi Satuan Tugas
Pengamanan (Satpam) Komnas Perempuan

PETUGAS PENGADUAN UNTUK RUJUKAN, dalam menerima pengaduan

 Untuk pengaduan datang langsung


1. Pengadu dipersilahkan masuk ke ruang pengaduan. (Hanya korban atau pengadu yang
berkepentingan langsung dengan kasus saja yang boleh masuk ke ruang pengaduan)
2. Ruang pengaduan tidak boleh dikunci dan pastikan anak kunci tidak ada di pintu saat
menerima pengaduan.
3. Memperkenalkan diri dan bertanya, “Ada yang bisa saya bantu?”
4. Mendengarkan aktif, dengan hati, pikiran dan tubuh.
5. Membuat catatan pengaduan sesuai dengan form yang disediakan (Minta ijin dulu kepada
pengadu bahwa proses pengaduan akan dicatat).
6. Wawancara untuk menggali informasi kejadian (kronologis kejadian), untuk menentukan
pelayanan yang dibutuhkan korban.
a. Bila pengadu berbicara simpang siur
- Arahkan pengadu tanpa membuat pengadu merasa diatur, didominasi, atau
tidak
didengarkan.
- Membantu pengadu memetakan masalahnya.
b. Bila pengadu bicara tanpa jeda (nyerocos terus)
Arahkan pengadu tanpa membuat pengadu merasa dipotong
pembicaraannya.
c. Bila pengadu menangis terus menerus
- Biarkan pengadu menumpahkan gejolak hatinya
- Sebagai bentuk empati, berikan tissue untuk menghapus air matanya atau
bila membutuhkan berilah sentuhan lembut.
- Jangan memberondong dengan pertanyaan. Kesiapan pengadu untuk
meneruskan pengaduannya, biasanya ditengarai dengan tangisnya mereda,
menarik nafas panjang dan mulai membuka pembicaraan.
7. Menangkap kebutuhan pengadu.
8. Menyampaikan mandat Komnas Perempuan dengan bahasa yang mudah
dimengerti, bahwa Komnas perempuan tidak memberikan layanan langsung
namun akan merujukkan/menyalurkan pengadu ke lembaga layanan mitra Komnas
Perempuan.
9. Memberikan informasi tentang lembaga layanan yang dibutuhkan pengadu :
|SOP Sistem Penerimaan Pengaduan Komnas Perempuan

hal 19 | da r i 3 9
- Layanan Medis
- Layanan Hukum
- Layanan Psikososial (psikologis, pendampingan sosial, rumah aman)
10. Meminta kelengkapan identitas diri : korban, pelaku, pendamping disertai tanda
tangan pengadu.
11. Merujukkan ke lembaga layanan yang sesuai dengan kebutuhan pengadu.
- Memberikan informasi alamat, telpon dan sistem kerja lembaga rujukan.
- Bila perlu, petugas pengaduan menghubungi lembaga rujukan untuk kasus
yang akan dirujuk.
12. Menutup.
- Memastikan pengadu memahami proses yang dijalankan, termasuk mandat
dan peran Komnas Perempuan.
- Menyampaikan ucapan terima kasih, karena telah memberi kepercayaan
kepada Komnas Perempuan dalam menerima pengaduannya.
- Diberitahukan kepada pengadu bahwa Komnas Perempuan memberikan
jaminan kerahasiaan terhadap setiap informasi yang telah diberikan.

 Untuk Pengaduan melalui telpon


1. Setelah mendapatkan sambungan telpon dari resepsionis, kemudian tanyakan : “Ada
yang bisa saya bantu ?”
2. Tanyakan “Apakah dalam keadaan aman?”
Bila pengadu dalam keadaan tidak aman, petugas mengkonfirmasikan kepada
pengadu, apa bentuk ketidak amanannya “Ketidakamanannya seperti apa?”
3. Mendengarkan aktif.
4. Membuat catatan pengaduan sesuai dengan form yang disediakan.
5. Wawancara untuk menggali informasi
a) Bila pengadu berbicara simpang siur
- Arahkan tanpa membuat pengadu merasa diatur. Didominasi, tidak
didengarkan.
- Pengadu dibantu memetakan masalahnya.
b) Bila pengadu berbicara tanpa jeda (nyerocos terus)
- Arahkan pengadu tanpa membuat pengadu merasa dipotong
pembicaraannya.
c) Bila pengadu menangis terus
- Biarkan pengadu untuk menumpahkan gejolak hatinya, tetapi juga
diingatkan bahwa pembicaraan lewat telpon itu terbatas.
- Jangan memberondong dengan pertanyaan.
- Kesiapan pengadu untuk meneruskan pengaduannya ditengarai dengan
tangisnya mereda
6. Menangkap kebutuhan pengadu.
7. Menyampaikan mandat Komnas Perempuan dengan bahasa yang mudah
dimengerti, bahwa Komnas perempuan tidak memberikan layanan langsung
namun akan merujukkan/menyalurkan pengadu ke lembaga layanan mitra Komnas
|SOP Sistem Penerimaan Pengaduan Komnas Perempuan

hal 20 | da r i 3 9
Perempuan.
8. Memberikan informasi tentang lembaga layanan yang dibutuhkan pengadu :
- Layanan Medis
- Layanan Hukum
- Layanan Psikososial (psikologis, pendampingan sosial, rumah aman)
9. Meminta kelengkapan identitas diri : korban, pelaku, pendamping disertai tanda
tangan pengadu.
10. Merujukkan ke lembaga layanan yang sesuai dengan kebutuhan pengadu.
- Memberikan informasi alamat, telpon dan sistem kerja lembaga rujukan.
- Bila perlu, petugas pengaduan menghubungi lembaga rujukan untuk kasus
yang akan dirujuk.
11. Menutup.
- Memastikan pengadu memahami proses yang dijalankan, termasuk mandat
dan peran Komnas Perempuan.
- Menyampaikan ucapan terima kasih, karena telah memberi kepercayaan
kepada Komnas Perempuan dalam menerima pengaduannya.
- Diberitahukan kepada pengadu bahwa Komnas Perempuan memberikan
jaminan kerahasiaan terhadap setiap informasi yang telah diberikan.

STAF SEKRETARIAT Dalam Menerima Pengaduan


 Untuk Pengaduan Melalui Surat
1. Mencatat nomor surat di buku surat masuk.
2. Dipastikan surat tetap dalam keadaan tertutup.
3. Surat diserahkan kepada divisi Pemantauan paling lambat dua hari setelah surat
diterima
 Untuk pengaduan melalui e-mail (ada 2 alamat: Divisi Umum dan Buku Tamu
Website, redaksi Komnas Perempuan dan jejaring sosial)
1. Surat pengaduan di-forward ke Divisi Pemantauan langsung agar respon dari
Komnas
Perempuan tidak terlambat.
2. Catat alamat pengirim dan pastikan surat sudah terkirim sebelum menghapus file
surat.
3. Menghapus file surat pengaduan di e-mail masuk

SEKRETARIS PIMPINAN, ketika menerima surat pengaduan dengan alamat nama Pimpinan
Komnas Perempuan
1. Mencatat nomor surat di buku surat masuk.
2. Menutup kembali surat pengaduan.
3. Surat diserahkan ke Divisi Pemantauan dalam keadaan tertutup.

DIVISI PEMANTAUAN, dalam menerima pengaduan

 Untuk pengaduan melalui surat (pos/fax/e-mail)


|SOP Sistem Penerimaan Pengaduan Komnas Perempuan

hal 21 | da r i 3 9
1. Mencatat surat di buku surat masuk.
2. Cermati dan pahami isi surat.
3. Tentukan apakah surat akan direspon berupa :
- Surat dukungan
- Surat untuk klarifikasi
- Surat sikap/pendapat Komnas Perempuan
- Surat penjelasan bahwa Komnas Perempuan tidak dapat memberi respon
4. Tulis berurutan ke bawah : Kepala surat, tanggal, bulan dan tahun. Nomor surat, perihal,
lampiran, alamat yang dituju.
5. Isi surat berupa:
- Penjelasan penerimaan pengaduan yang telah diterima Komnas Perempuan, dengan
menyebutkan identitas surat.
- Selanjutnya tuliskan pernyataan yang berupa :
dukungan/klarifikasi/penjelasan bahwa Komnas Perempuan tidak dapat memberikan
dukungan.
Surat merupakan pernyataan dukungan terhadap suatu kasus, maka:
 Nyatakan inti persoalan.
 Tuliskan dukungan Komnas Perempuan atas persoalan tersebut kepada lembaga yang
dituju, disertai dasar hukum yang memberikan kewenangan kepada Komnas Perempuan.
 Dukungan dikuatkan dengan dasar hukum, hukum nasional dan hukum internasional,
yang mendukung perlindungan pada pihak yang dilanggar haknya.
 Penutup surat.
 Tanda tangan Ketua Subkom Pemantauan atau .b. anggota Subkom Pemantauan,
cc.: 1. Ketua Komnas Perempuan, 2. Sekretaris Jenderal Komnas Perempuan, 3. Mitra
yang bersangkutan.

Surat klarifikasi Komnas Perempuan:


 Nyatakan inti persoalannya.
 Meminta penjelasan lebih lanjut dari korban/pendamping/pengadu mengenai kasus
yang mereka adukan.
 Penutup surat.
 Tanda tangan: Ketua Subkom Div.Pemantauan, cc. Sekretaris Jenderal Komnas
Perempuan, Pertinggal: Divisi Pemantauan.

Surat sikap/pendapat Komnas Perempuan:


 Nyatakan inti persoalannya.
 Tuliskan sikap/pendapat Komnas Perempuan atas persoalan tersebut kepada yang
berwenang, disertai dasar hukum yang memberikan wewenang kepada Komnas
Perempuan.
 Sikap/pendapat dikuatkan dengan dasar hukum, baik hukum nasional maupun hukum
internasional, yang mendukung perlindungan pada pihak yang dilanggar haknya.
 Penutup surat.
 Tanda tangan: Ketua Komnas Perempuan, cc. Sekretaris Jenderal Komnas Perempuan,
Pertinggal: Divisi Pemantauan.
|SOP Sistem Penerimaan Pengaduan Komnas Perempuan

hal 22 | da r i 3 9
Surat penjelasan bahwa komnas Perempuan tidak dapat memberi respon, maka :
 Jelaskan mengapa Komnas Perempuan tidak dapat merespon kasus dengan menyebutkan
dasar hukumnya.
 Berikan informasi mengenai lembaga-lembaga layanan yang berhubungan dengan
kasus.
 Penutup.
 Tanda tangan Ketua Subkom Pemantauan Komnas Perempuan atau a.n/u.b anggota
Sub-Kom Pemantauan, cc. 1. Ketua Komnas Perempuan, 2. Sekretaris Jenderal Komnas
Perempuan

Untuk Penerimaan Pengaduan langsung dan Pengaduan yang bernuansa “Politis” ke Komnas
Perempuan Penerima Pengaduan : Komisioner KP didampingi oleh Divisi pemantauan

I . Pengantar

Memperkenalkan tentang, 1) Komnas Perempuan, 2) Visi, Misi, Mandat dan Peran KP terkait
pemantauan pelanggaran hak asasi perempuan di Indonesia.

II. Kasus
- Identitas korban dan pelaku dan pihak lain yang terkait
- Kronologis peristiwa
- Bentuk kekerasan yang dialami perempuan
- Apakah ada kekerasan terhadap perempuan berbasis jender
- Dampak kekerasan terhadap perempuan dan komunitas
Penerima Pengaduan harus melihat apakah pengaduan tersebut termasuk dalam pengaduan yang
bernuansa ‘politis’ atau tidak bisa dilihat di halaman 8 dalam SOP ini

III. Penanganan (gambaran proses)


- Upaya-upaya yang telah dilakukan oleh korban/keluarga/komunitas/pendamping.
- Tanggapan pihak berwenang terkait pengaduan dari pihak korban/keluarga/komunitas/
pendamping.
- Apakah perempuan korban mengalami reviktimisasi dalam tahap penanganan.
- Apakah ada dampak lanjutan yang dialami perempuan korban kekerasan dari keseluruhan
peristiwa.
- Apakah ada upaya-upaya untuk pemulihan perempuan korban/komunitas (baik upaya dari luar
maupun dalam kelompok/komunitas korban sendiri), khususnya pemulihan fisik/medik, psikis,
ekonomi.
IV. Identifikasikan harapan pengadu ke Komnas Perempuan
V. Hal-hal untuk diperhatikan bersama:
- Sebisa mungkin memberi kesempatan yang luas kepada perempuan korban untuk berbicara

|SOP Sistem Penerimaan Pengaduan Komnas Perempuan

hal 23 | da r i 3 9
dang mengungkapkan pengalaman serta harapan mereka.
- Jika kasus terkait kekerasan seksual, kita menyediakan waktu dan ruang khusus kepada
perempuan
korban yang terpisah dengan pengadu laki-laki.
- Tidak membiarkan pendamping mendominasi pembicaraan selama proses pengaduan.
- Memegang prinsip-prinsip pemantauan pelanggaran hak asasi perempuan.
- Media massa tidak diperkenankan meliput proses pengaduan, wawancara dengan pengadu
yang bisa dilakukan setelah proses pengaduan di Komnas Perempuan berakhir.

IV.4 Mekanisme Piket Harian Komisioner


Mekanisme Piket Harian Komisioner KP merupakan salah satu bagian penting dalam
mewujudkan peran Komisioner dalam tubuh Komnas Perempuan yang dibangun atas kapasitas
dan integritas individual tiap-tiap Komisioner KP. Mekanisme piket harian berada di luar sistem
Subkom dan bersifat melengkapi mekanisme Subkom. Dengan demikian, peran Komisioner
mempunyai dua aspek yang saling mendukung, yaitu peran terkait kerja Subkom dan peran
terkait Piket Harian Komisioner. Penjadwalan piket dari masing-masing Komisioner dibuat luar
jadwal subkom DK/GK.

Komposisi piket harian adalah minimal 5 orang Komisioner, yang terdiri dari unsur anggota
Komisi Paripurna, 2 unsur Pimpinan dan Sekjen. Piket Harian merupakan satu kolektifitas
bergerak melalui proses konsultasi dan dialog bersama. Piket Harian Komisioner bukanlah
mekanisme pengambilan keputusan dan tidak menggantikan sistem pengambilan keputusan yang
berlaku (rapat Subkom, rapat Pimpinan, rapat Pimpinan Plus, Rapat Paripurna)

Tujuan Mekanisme Piket Harian Komisioner:

1. Untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas komunikasi, serta teamwork di KP


2. Untuk meningkatkan daya tanggap KP terhadap berbagai tuntutan yang berkembang
sangat pesat di lingkungan masyarakat dan lembaga Negara.

Tugas Komisioner dalam piket harian mencakup:

1. Menerima pengaduan (sesuai standar dan aturan main KP)


2. Berperan sebagai tim yang aktif dalam membantu peneyelesaian masalah kantor dan/atau
penyikapan terhadap isu-isu (kasus, permintaan, tuntutan advokasi kebijakan) yang
berkembang pada masa tugasnya
3. Melakukan komunikasi dengan media
4. Menerima tamu-tamu KP yang membutuhkan sambutan/tanggapan Komisioner
|SOP Sistem Penerimaan Pengaduan Komnas Perempuan

hal 24 | da r i 3 9
5. Menjalankan fungsi konsultatif dengan BP dan Subkom

Guna mencapai tujuan dan memnuhi tugas Piket Harian, langkah-langkah yang
diambil adalah sbb:

1. Mengadakan pertemuan/koordinasi di pagi dan/atau sore hari untuk membahas kasus-


kasus dan/atau isu-isu urgen serta untuk mempelajari dokumen yang ada, misalnya
konvensi-konvensi internasional yang telah diratifikasi oleh Indonesia, sesuai kebutuhan
2. Mengisi Jurnal Piket Harian KP sesuai perkembangan pada hari tugasnya sebagai alat
komunikasi lintas tim piket Piket Harian, sekaligus sebagai saran pertanggungjawaban tim
3. Menyediakan dokumenyan diperlukan, agar dapat ditindaklanjuti oleh tim Piket Harian
lainnya
4. Menginformasikan kasus-kasus yang diterima atau isu-isu yang dibahas kepada
Komisioner lain sesuai kebutuhan, baik melalui telfon ataupun electronic mail
5. Apabila ada Komisioner yang berhalangan pada hari piketnya, maka adalah tanggung jawab
Komisioner ybs. Untuk mencari pengganti dan mengkoordinasikan dengan anggota Piket
Harian yang lain

Mekanisme briefing untuk Piket Harian komisioner:

1. Subkom Pemantauan bertanggung jawab untuk mensosialisasikan standard an aturan main


KP dalam menerima dan menyikapi pengaduan dan Rujukan
2. Subkom Pemantauan akan memberikan rangkuman kasus yang masuk, terutama
perkembangannya.
3. Tim yang ditugaskan oleh Rapat paripurna untuk mengembangkan strategi media KP
bertanggungjawab untuk mensosialisasikan standard an aturan main KP dalam
berkomunikasi dengan media.

Mekanisme untuk mengangkat burning issue:

1. Setiap Komisioner dan Subkom/GK dapat mengangkat burning issue untuk dibahas
bersama Piket Harian Komisioner.
2. Hasil pembahasan tentang burning issue ini harus disosialisasikan ke segenap jajaran KP
yang relevan

Mekanisme pengambilan keputusan dalam Piket Harian Komisioner

Mekanisme pengambilan keputusan tetap mengacu pada mekanisme KP, yaitu melalui mekanisme
Rapat Subkom, Rapat Pimpinan, atau Rapat Paripurna, sesuai kebutuhan.

Piket Harian Komisioner akan dilengkapi dengan berkas-berkas berupa: Jurnal Piket Harian serta
sejumlah folder yang berisi kasus-kasus, standard an aturan main KP, serta rujukan-rujukan

|SOP Sistem Penerimaan Pengaduan Komnas Perempuan

hal 25 | da r i 3 9
hukum (UU, Konensi-konvensi, dsb.) yang relevan. Semua bahan ini akan disediakan di Ruang
Komisioner, lantai 2.

Pengaduan-pengaduan ke KP

Pengaduan masuk ke Komnas Perempuan melalui berbagai cara: surat atau electronic mail,
telepon, fax, atau datang langsung (termasuk tapi tak terbatas pada yang datang melalui Unit
Pengaduan Rujukan). Piket Harian Komisioner harus bersikap atas setiap pengaduan yang bersifat
“politis” dan yang membutuhkan penanganan khusus, sementara di luar itu tetap ditangani oleh
Divisi Pemantauan.

Pengaduan bersifat “politis” akan dilaporkan oleh Subkom Pemantauan kepada Piket Harian
Komisioner dan kepada Pimpinan KP. Pengaduan ini akan ditangani oleh Subkom Pemantauan
bersama Piket Harian Komisioner sesuai lingkup tugasnya. Dengan adanya sistem piket, maka
kasus-kasus tersebut dapat langsung disikapi.

Selain pengaduan bersifat ‘politis’, ada juga pengaduan yang mendapatkan perlakuan khusus
(special treatment), yakni pengaduan yang:
a. Melibatkan media/diliput media
b. Korban atau pendamping mendapatkan ancaman dari pelaku

IV.5 Pedoman Keamanan Dan Keselamatan


 Pedoman ini digunakan ketika Komnas Perempuan menerima pengaduan untuk kasus
darurat yang mengancam keamanan dan keselamatan korban dan atau petugas penerima
pengaduan
 Dalam keadaan darurat petugas penerima pengaduan segera berkoordinasi dengan Divisi
Pemantauan yang kemudian segera berkoordinasi dengan Divisi Umum untuk tindakan
pengamanan.

 Pengadu terancam keamanan dan keselamatannya :


- Resepsionis berkoordinasi dengan Petugas Unit Pengaduan untuk
memberitahukan bahwa ada kasus darurat (emergency).
- Divisi Pemantauan berkoordinasi dengan Satpam Komnas Perempuan.
- Petugas pengaduan memberitahukan tempat yang aman dan nyaman untuk
pengadu.
- Petugas Unit Pengaduan berkoodinasi dengan Divisi Pemantauan untuk
memberitahukan bahwa ada kasus darurat (emergency).
- Divisi Pemantauan, Unit Pengaduan, Sekjen, Komisioner dan Satpam Komnas
Perempuan, berkoordinasi untuk melakukan langkah-langkah penyelamatan.
- Komisioner atau Sekjen berkoordinasi dengan Komnas HAM atau instansi yang
terkait.
- Petugas Unit Pengaduan bersama dengan Divisi Pemantauan berkoordinasi dengan
lembaga layanan untuk evakuasi dengan pengamanan oleh polisi.
|SOP Sistem Penerimaan Pengaduan Komnas Perempuan

hal 26 | da r i 3 9
- Divisi Pemantauan menghubungi kantor kepolisian terdekat untuk pengamanan
pengadu dan petugas (orang-orang yang terlibat dalam penanganan keselamatan
pengadu).
- Satpam Komnas Perempuan bersama Kepolisian menjaga keamanan di Komnas
Perempuan sampai situasi aman.

 Petugas Pengaduan terancam keamanan dan keselamatannya:


- Menekan bel emergency yang terhubung ke Resepsionis dan Divisi Pemantauan
- Divisi Pemantauan segera menghubungi Satpam Komnas Perempuan.
- Satpam dan Divisi Pemantauan segera datang ke ruang Unit Pengaduan.
- Bila situasi tidak bisa terkendali, segera minta bantuan Satpam Komnas HAM dan
kepolisian terdekat.
- Satpam dan kepolisian mengamankan pelaku.
- Satpam Komnas Perempuan bersama Kepolisian menjaga keamanan di Komnas
Perempuan sampai situasi aman.

IV.6 Hal – Hal Yang Wajib Dimiliki Oleh Petugas Penerima Pengaduan
Untuk Rujukan Komnas Perempuan

 Petugas penerima pengaduan untuk rujukan di Komnas Perempuan adalah orang yang
peduli dan prihatin terhadap ketidakadilan Perempuan, khususnya kekerasan terhadap
Perempuan.
 Petugas penerima pengaduan harus memahami prinsip dasar Komnas Perempuan dalam
menghadapi kasus-kasus kekerasan berorientasi kepada hak-hak korban.
 Petugas penerima pengaduan harus menjelaskan bahwa Komnas Perempuan bukan
lembaga
pelayanan, maka korban akan disalurkan kepada lembaga pelayanan yang menjadi mitra
Komnas Perempuan.
 Petugas penerima pengaduan untuk rujukan bukan konselor, penasehat atau penerima
curahan hati

IV.7 Prinsip Kerja Komnas Perempuan

 KESETARAAN, semua manusia mempunyai hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama
dihadapan hukum
 NONDISKRIMINASI, tidak membedakan manusia dalam berbagai basis : suku, ras, agama,
golongan, kemampuan, orientasi seks dan sebagainya.
 KEWAJIBAN NEGARA , perlindungan hak asasi perempuan adalah kewajiban negara.

HAK-HAK KORBAN:
1. KEADILAN, hak untuk mendapatkan perlakuan adil jender, tanpa diskriminasi karena
perempuan
2. KEBENARAN, hak untuk mendapatkan informasi yang benar serta duduk persoalan yang
benar
|SOP Sistem Penerimaan Pengaduan Komnas Perempuan

hal 27 | da r i 3 9
3. PEMULIHAN, hak mendapatkan pemulihan dalam makna luas, fisik, psikologis, sosial, ekonomi,
budaya dan politik

UNDANG-UNDANG YANG MELINDUNGI PEREMPUAN

1. Undang-Undang Dasar 1945 beserta amandemennya


2. Undang-Undang No. 7 Tahun 1984 tentang Ratifikasi CEDAW (Convention on the Elimination for
All Form of Discrimination Against Women)
3. Deklarasi Internasional Penghapusan kekerasan terhadap Perempuan
4. Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
5. Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
6. Prinsip-Prinsip Paris, yang menentukan status dan fungsi lembaga nasional dalam melindungi
dan mempromosikan Hak Asasi manusia.
7. Kovenan Internasional tentang Hak Ekosob

IV.8 Kode Etik Pengajuan Untuk Rujukan

Unit Pengaduan untuk Rujukan Komnas Perempuan

DO DON’T

(yang harus dilakukan dalam penerimaan (yang tidak boleh dilakukan dalam
dan merujukkan pengaduan) penerimaan dan merujukkan

PETUGAS PERTAMA yang MENERIMA PENGADUAN

(Resepsionis, Divisi Umum………)

Mengucapkan selamat pagi/siang/sore Tidak boleh mewawancarai/bertanya


lebih lanjut tentang isi pengaduan

Tidak terpancing untuk mendengarkan dan


Tegaskan kepada pengadu bahwa menjawab pengaduan yang berwenang untuk
pengaduannya akan diterima oleh unit menerima pengaduan adalah petugas unit
penerimaan dan rujukan pengaduan. pengaduan.
Surat pengaduan tidak
diperbolehkan dibaca

Menjaga Kerahasian Pengaduan. Tidak menerima imbalan dari pengadu

PETUGAS UNIT PENGADUAN untuk RUJUKAN

Nada suara : tidak sabar


| S O P Menyebutkan
S i s t e m Pnama
e n e(mis.
r i mSaya
a a Ani)
n Pengaduan Komnas Perempuan

hal 28 | da r i 3 9
Lanjutkan dengan pertanyaan: Apakah Mimik wajah dan sikap yang tidak ramah
Ibu/Mbak dalam keadaan aman

Lanjutkan dengan pertanyaan : Ada yang Tidak membobardir dengan pertanyaan /


biss dibantu Jangan bertanya dengan pertanyaan bertubi-
tubi
Menjawab dengan TEGAS Memberikan peringatan, nasihat dan konseling

Nada suara : Jangan memakai pakai bahasa birokrasi


Misalnya : “Saya akan LAPOR pada atasan
 Sabar
saya dulu”
 Menjawab satu persatu
 Menjawab dengan suara jelas

Mendengar Aktif

Menolak korban atas dasar korban memilih hidup


Menjelaskan mandat Komnas dengan bahsa
di luar norma yang biasa. Misalnya korban ditolak
yang mudah dan tidak bertele-tele. Misalnya karena seorang lesbian, dan sebagainya
merujuk diganti dengan MENYALURKAN.

Bila kehilangan jejak, minta subjek untuk Berbasa basi dan bertele-tele dalam
mengulang / menjelaskan. memberikan informasi

Bertanya tentang rencana tindakan. Memberi Menjanjikan sesuatu kepada korban,


informasi secara informatif dan bernas keluarganya, saksi maupun pendamping

Tidak terlalu cepat mengambil kesimpulan

Mengakhiri pembicaraan dengan nada positif

|SOP Sistem Penerimaan Pengaduan Komnas Perempuan

hal 29 | da r i 3 9
IV.9 Lembar Penerimaan Pengaduan

(DATANG LANGSUNG/TELEPON)1
Nama Penerima Pengaduan Hari/Tanggal

Jam

NAMA PELAPOR
□ Laki-laki □ Perempuan □ Pendamping

ALAMAT LENGKAP PELAPOR RELASI PELAPOR-KORBAN

□ Korban □ Anak korban □ Pendamping


........................................................
□ Suami/Istri korban □ Tetangga korban

…………………………………………………….. □ Kakak/adik korban □ Pacar korban

□ Teman/sahabat korban □ Paman/bibi korban


……………………………………………………..
□ Orang tua kandung/angkat korban
Telp .……………………………………………. □ Majikan korban □ Lain-lain:.....................
Fax ………………………………………………………..

DATA PENDAMPING ALAMAT PENDAMPING

Nama Lembaga Pendamping

................................................................ ........................................................
Nama pendamping:

……………………………………………………..
1. ...........................................................

1 Coret yang tidak perlu

|SOP Sistem Penerimaan Pengaduan Komnas Perempuan

hal 30 | da r i 3 9
……………………………………………………..

2. ...........................................................

Telp .…………………………………………….
Mulai melakukan pendampingan terhadap
korban: Fax ………………………………………………………..

....................................................................................
.

DATA KORBAN ALAMAT KORBAN

Nama Lengkap : .......................................

........................................................
Nama Pangilan : .......................................

Nama Ayah : ....................................... ……………………………………………………..

Nama Ibu : ........................................

……………………………………………………..
No. Identitas : .......................................

Suku : .......................................
……………………………………………………..

TTL : ................................ Usia : ....... th

……………………………………………………..
Pekerjaan : ...................................

Pendidikan : ...................................
Telp .…………………………………………….

Agama : ...................................
HP ………………………………………………

Status Pernikahan : ................................


Fax ………………………………………………………..

Anak ke : ............ dari ........... Saudara

|SOP Sistem Penerimaan Pengaduan Komnas Perempuan

hal 31 | da r i 3 9
Hubungan korban dengan pelaku

□ Istri-suami (usia perkawinan: tahun) □ Kakak-adik □ Pacar

□ Karyawan-Majikan □ Tetangga

□ Lain-lain: ................................

DATA PELAKU ALAMAT PELAKU

Nama Lengkap : .......................................

........................................................
Nama Pangilan : .......................................

Nama Ayah : ....................................... ……………………………………………………..

Nama Ibu : ........................................

……………………………………………………..
No. Identitas : .......................................

Suku : .......................................
……………………………………………………..

TTL : ................................ Usia : ....... th

……………………………………………………..
Pekerjaan : ...................................

Pendidikan : ...................................
Telp .…………………………………………….

Agama : ...................................
HP ………………………………………………

Anak ke ........... dari .......... Saudara Fax ………………………………………………………..

|SOP Sistem Penerimaan Pengaduan Komnas Perempuan

hal 32 | da r i 3 9
JENIS KEKERASAN

□ KTI 2
□ Perdagangan perempuan

□ KDP 3
□ Buruh migran

□ KMP (Kekerasan Mantan Pacar) □ KTAP 4

□ KMS (Kekerasan Mantan Suami) □ Kekerasan di tempat kerja

□ Kekerasan di tempat umum : ........................

□ Lain-lain: .................................

RANAH KEKERASAN

□ Rumah Tangga dan Relasi Personal

□ Komunitas

□ Negara

2 Kekerasan Terhadap Istri

3 Kekerasan Dalam Pacaran

4 Kekerasan Terhadap Anak Perempuan

|SOP Sistem Penerimaan Pengaduan Komnas Perempuan

hal 33 | da r i 3 9
KRONOLOGIS KASUS

Tempat ……………………………………………………………………………………………………………………………………………..

……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………..

Waktu ……………………………………………………………………………………………………………………………………………...

……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………..

Pihak yang terlibat …………………………………………………………………………………………………………………………...

……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………..

……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………..

Latar Belakang masalah …………………………………………………………………………………………………………………….

……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………..

………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………

………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………

……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………..

……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………..

Bentuk dan Dampak Kekerasan

……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………..

………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………

………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………

……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………..

……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………..

……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………..
|SOP Sistem Penerimaan Pengaduan Komnas Perempuan
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
hal 34 | da r i 3 9
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………

……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………..
Untuk kasus yang panjang

|SOP Sistem Penerimaan Pengaduan Komnas Perempuan

hal 35 | da r i 3 9
LANJUTAN KRONOLOGIS KASUS

……………………………………………………………………………………………….....

…………………………………………………………………………………………………..

…………………………………………………………………………………………………..

……………………………………………………………………………………………….....

…………………………………………………………………………………………………..

…………………………………………………………………………………………………..

……………………………………………………………………………………………….....

…………………………………………………………………………………………………..

…………………………………………………………………………………………………..

……………………………………………………………………………………………….....

…………………………………………………………………………………………………..

…………………………………………………………………………………………………..

………………………………………………………………………………………………….

……………………………………………………………………………………………….....

…………………………………………………………………………………………………..

…………………………………………………………………………………………………..

…………………………………………………………………………………………...........

…………………………………………………………………………………………………..

…………………………………………………………………………………………………..

……………………………………………………………………………………………….....

…………………………………………………………………………………………………..

…………………………………………………………………………………………………..
|SOP Sistem Penerimaan Pengaduan Komnas Perempuan
…………………………………………………………………………………………………..
hal 36 | da r i 3 9
……………………………………………………………………………………………….....

…………………………………………………………………………………………………..
|SOP Sistem Penerimaan Pengaduan Komnas Perempuan

hal 37 | da r i 3 9

Anda mungkin juga menyukai