Wiliam (102013227) / B1
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jalan Arjuna Utara No 6,
Jakarta 11510.
Gmail: Wiliam.2013fk227@civitas.ukrida.ac.id
Pendahuluan
Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh. Kebanyakan fraktur
disebabkan oleh trauma dimana terdapat yang berlebihan pada tulang, baik berupa trauma
langsung dan trauma tidak langsung. Fraktur lebih sering terjadi pada laki-laki daripada
perempuan dengan umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olahraga,
pekerjaan, atau luka yang disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor. Sedangkan pada
orang tua, wanita lebih sering mengalami fraktur daripada laki-laki yang berhubungan
dengan meningkatnya insiden osteoporosis yang terkait dengan perubahan hormon pada
monopouse.1
Fraktur merupakan ancaman potensial atau aktual kepada integritasi seseorang akan
menglamai gangguan fisiologi maupun psikologis yang dapat menimbulkan respon berupa
nyeri. Nyeri tersebut adalah keadaan subjektif dimana seorang memperlihatkan ketidak
nyaman serta verbal maupun non verbal. Respon seseorang terhadap nyeri dipengaruhi oleh
emosi tingkat kesadaran, latar belakang budaya, pengalaman masa lalu tentang nyeri dan
pengertian nyeri. Nyeri mengganggu kemampuan seseorang untuk beristirahat, konsentrasi,
dan kegiatan yang biasa dilakukan.1,2
Skenario 1
Seorang wanita berusia 60 tahun dibawa ke UGD RS dengan keluhan sangat nyeri pada
panggul kanan setelah jatuh di kamar mandi 2 jam yang lalu. Pasien tersebut terpeleset
sehingga terjatuh menyamping ke kanan dan pangkal paha kanannya membentur lantai.
Setelah terjatuh, pasien tidak dapat bangun untuk berdiri atau berjalan.
1
Anamnesis
Anamnesis adalah proses tanya jawab untuk mendapatkan data pasien beserta keadaan
dan keluhan-keluhan yang dialami pasien. Anamnesis dapat dibagi menjadi dua, yaitu auto
anamnesis dan alloanamnesis. Autoanamnesis adalah bila tanya jawab dilakukan dengan
pasien sendiri. Sedangkan alloanamnesis adalah bila tanya jawab dilakukan dengan orang lain
yang dianggap mengetahui keadaan penderita.
I. Anamnesis umum
Dalam anamnesis umum ini berisi identitas pasien, dari anamnesis ini bukan hanya dapat
diketahui siapa pasien, namun juga dapat diketahui bagaimana pasien tersebut dan
permasalahan pasien. Identitas pasien terdiri dari nama pasien, umur, jenis kelamin, alamat,
agama dan pekerjaan pasien.
2
d. Riwayat keluarga
Penyakit-penyakit dengan kecenderungan herediter atau penyakit menular, misalnya
apakah di dalam keluarga pasien ada yang mempunyai penyakit Diabetes Melitus,
apakah mempunyai penyakit pada tulang.
e. Riwayat pribadi
Menggambarkan hobi, olahraga, pola makan, minum alkohol, kondisi lingkungan baik di
rumah, sekolah atau tempat kerja yang mungkin ada hubungannya dengan kondisi
pasien.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan awal mencakup :
a. Pemeriksaan tanda vital.
Pemeriksaan ini meliputi pengukuran tekanan darah, denyut nadi, pernapasan, suhu tubuh,
tinggi badan, berat badan. Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mengetahui apakah
pasien menderita hipertensi, takikardi, demam ataupun obesitas. Dari pemeriksaan tanda-
tanda vital yang dilakukan, nilai-nilai tersebut bagi pasien ini adalah dalam batas-batas
normal.
b. Pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan fisik pada kasus fraktur utamanya mencakup dua survey yaitu:
i. Primary Survey: memeriksa keadaan umum.
ii. Secondary Survey: memeriksa anggota gerak dan tulang belakang.3
Selain itu, pemeriksaan fisik yang lainnya dapat dilakukan dimulai saat pasien
memasuki ruangan dan mencakup tiga hal yaitu:
Inspeksi (Look):
- Pemeriksaan ini melibatkan permerhatian dan observasi cukup dengan deskripsi
yang terlihat antaranya warna kulit, gambaran vaskularisasinya, pembengkakan
atau massa pada bagian anterior/posterior, lateral/medial, juga diperhatikan jika
terdapat luka, fistel atau ulkus dan tanda-tanda peradangan lainnya (rubor, kolor,
tumor, dolor, functio lesia).
- Memerhatikan deformitas
3
- Circumferential skin assessment: melihat jika terdapat pendarahan di daerah luka,
robekan pada kulit (laserations), atau harus diberikan perhatian pada sekitar kulit
pada daerah trauma yang dapat memungkinkan terjadinya fraktur terbuka.
- Fracture blisters yang mungkin dapat menganggu rencana operasi.2
Palpasi (Feel):
- Mengukur selisih panjang ekstemitas
- Keadaan neurovascular
- Meraba pembengkakan/massa, deskripsi konsistensi dan batas-batasnya
- Perhatikan adanya nyeri tekan di persendian.
- Palpasi kelembutan dan krepitus.3
Move/ Range of Motion:
- Menilai gerakan sendi proximal dan distal tulang yang patah
- Menilai Range of Motion (ROM) dengan gerakan fleksi-ekstensi dan
menyatakannya dalam derajat. (Normal : 0-120oC).4
Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan, didapati terdapat edema pada panggul
kanan pasien, ekstremitas bawah kanan memendek dan berlaku eksorotasi. Pasien juga
mengalami nyeri tekan dan tidak boleh menggerakkan ekstremitas bawah kanan baik secara
aktif ataupun pasif.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologi untuk menentukan lokasi/lukanya fraktur/trauma, dan jenis
fraktur. Cukup dengan 2 proyeksi AP dal LAT. Dalam Pembuatan foto harus
menangkap dua sendi ( panggul dan lutut)
Scan tulang, tomogram, CT-SCAN/MRI untuk memperlihatkan tingkat keparahan
fraktur, juga dapat untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
Arteriogram dilakukan bila dicurigai adanya kerusakan vaskular.
Hitung darah lengkap, hematokrit (Ht) mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau
menurun (pendarahan bermakana pada sisi fraktur atau organ jauh pada multipel
trauma) peningkatan sel darah putih adalah proses stress normal setelah trauma.
Kreatinin, trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal
Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi multipel
atau cidera hari.
Working Diagnosis
4
Differential Diagnosis
5
dan pasien berusia lebih tua dari 65 tahun. Indikasi lain meliputi kasus reumathoid,
degeneratif atau keganasan yang menyebakan kerusakan sendi sebelumnya.
Fraktur intratrochanter femur5
Fraktur intratrochancter adalah fraktur yang terjadi di antara trochanter mayor dan
minor sepanjang linea intertrochanterica, di luar kapsul sendi.
Biasanya terjadi pada seseorang pasien osteoporosis senilis atau pascamenopause
merupakan kejadian yang terbanyak pada fraktur ini. Trauma berenergi tinggi dapat
menyebabkan fraktur tipe ini pada pasien muda, pada keadaan ini fraktur
intertrochanter biasanya menyertai frkatur corpus ( shaft) femoris. Perkiraan waktu
penyembuhan tulang pada fraktur ini 12-15 minggu, sedangkan perkiraan durasi
rehabilitasi 15-20 minggu.
Tujuan dari orthopaedi adalah mengembalikan sudut corpus-collum ( normal 127
derajat), dan memperbaiki dinding penompang medial, yang juga dikenal sebagai
calcar femoralis.
Tujuan rehabilitasi adalah mengembalikan dan memeperbaiki kisaran gerak
panggul supaya pasien dapat duduk dengan baik ( 90 derajat fleksi) dan menaiki
tangga. Ekstensi penuh pada panggul diperlukan untuk menghindari deviasi gaya
berjalan, lordosis lumbal yang berlebihan, dan nyeri punggung saat berdiri.
Mmpertahankan kisaran gerak penuh pada lutut dan pergelangan kaki.
Mengembalikan dan mempertahankan kekuatan otot yang menyilang sendi dan
mempengaruhi kekuatan otot yang menyilang sendi dan mempengaruhi funsgi sendi
panggul.
Metde penanganan bisa dengan paku dan pelat (sliding hip screw) dantraksi
skeletal. Penanganan dengan sliding hip screw diindikasikan fiksasi fraktur
memungkinkan mobilisasi awal pada pasien sehingga menjadi penanganan pilihan
gerakan sliding sekrup di dalam pelat berbebntuk tabunga akan menimbulkan
kompresi dinamik fraktur saat menanggung beban. Hal ini akan mempertahankan
daerah kontak yang luas antara fragmen proksimal dan distal fraktur, serta membantu
penyembuha. Pada fraktur reverse oblik dan sangat komunitif, banyak ahli bedah
akan menggeser fragmen distal. Penanganan ini akan mengembalikan posisi fragmen
fraktur dengan menciptakan penopang medial. Penanganan dengan traksi skeletal
diindikasikan pada pasien stadium terminal dan nonambulasi yang tidak dapt
menjalani reduksi terbuka dan fiksasi interna dengan sliding hip screw, dapt ditangani
menggunakan traksi buck. Pasien dipertahankan di dalam traksi sampai fraktur
menyambung dan nyerinya berkurang,lalu dapat dilanjutkan dengan mobilisasi ke
posisi duduk. Karena pemendekan, rotasi eksterna, dan deformitas . Komplikasi tirah
6
baring lama, seperti pembendungan vena dan thrombosis, infeksi saluran kemih, dan
ulkus akibat tekanan, merupakan komplikasi lain yang dapat dijumpai.
Fraktur subtrochanter femur5
Fraktur subtrochanter merupakan fraktur yang terjadi antar trochanter minor dan
di dekat sepertiga proksimal corpus femur. Fraktur dapat meluas ke proksimal sampai
daerah intertrochanter.
Fraktur ini dapat disebabkan oleh trauma berenergi tinggi pada pasien muda atau
perluasan fraktur introchanter kearah distal pada pasien manula. Perkiraan waktu
penyembuhan tulang pada fraktur ini 16 minggu, sedangkan perkiraa durasi
rehabilitasi 20 minggu.
Tujuan Orthopaedi untuk mengembalikan rotasi sehingga kaput dan kolum femur
relatif anteversi 15-20 derajat terhadap korpus femur. Mengembalikan kontinuitas sisi
penopang medial dan kemampuannya menanggung beban kompresi.
Tujuan rehabilitasi untuk memperbaiki dan mengembalikan kisaran gerak
panggul. Mempertahankan kisaran gerak lutut dan pergelangan kaki. Mengembalikan
kekuatan otot-otot.
Metode penangan yang bisa dilakukan adalah dengan batang intramedular dan
sekrup kompresi dan pelat samping
Fraktur corpus femoris5
Fraktur corpus femoris adalah fraktur diafisis femur yang tidak melibatkan daerah
artikularatau metafisis.
Perkiraan waktu penyembuhan tulang pada fraktur ini 4-6 minggu sampai fraktur
menjadi melekat dan memperlihatkan durasi rehabilitasi 15-30 minggu.
Tujuan orthopaedi untuk mengembalikan rotasi dan panjang. Mengembalikan
kontak kortikal untuk stabilitas aksial
Tujuan rehabilitasi untuk mengembalikan dan mempertahankan kisaran gerak
penuh pada panggul dan lutut. Mmperbaiki kekuatan otot yang dipengaruhi fraktur.
Metode penanganan bisa dengan fiksasi paku intremedula, reduksi, plat interna,,
fiksasi eksterna dan traksi skeletal.
Fraktur femur suprakondilar5
Fraktur femur suprakondilar melibatkan aspek distal atau metafisi femur. Daerah
ini mencakup 8-15 cm bagian distal femur. Fraktur ini banyak melibatkan daerah
sendi.
Fraktur ini biasanya disebabkan oleh trauma berenergi itnggi seperti tertabrak
mobil. Perkiraan waktu penyembuhan tulang pada fraktur ini 12-16 minggu,
sedangkan perkiraan dueasi rehabilitasi 15-20 minggu.
Tujuan orthopaedi untuk minimalkan fleksi.ektensi atau angulasi varus/vagus
pada tempat fraktur
7
Tujuan rehabilitasi untuk memperbaiki dan mengembalikan kisaran gerak lutut,
panggul, dan pergelangan kaki
Metode penanganan yang bisa dilakukan dengan reduksi dan fiksasi internam
gips ata traksi. Metode dengan cara yang pertama merupakan metode terpilih untuk
fraktu ini. Alat fiksator umum yang digunakan meliputi pelat bilah kondilator 95
derjat dan sekrup kompresi dinamis 95 derjat.
Definisi Fraktur
Fraktur adalah terputusnya konstinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat
diabsorbsinya. Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan
punter mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem. Meskipun tulang patah, jaringan
sekitarnya juga akan terpengaruh, mengakibatkan edema jaringan lunak, perdarahan ke otot
dan sendi, dislokasi sendi, ruptur tendo, kerusakan saraf, dan kerusakan pembuluh darah.
Organ tubuh dapat mengalami cidera akibat gaya yang disebabkan oleh fraktur atau akibat
fragmen tulang.1,2
Fraktur dapat terjadi pada semua tingkat umur, yang beresiko tinggi untuk terjadinya
fraktur adalah orang yang lanjut usia, orang yang bekerja yang membutuhkan
keseimbaqngan, masalah gerakan, pekerjaan-pekerjaan yang beresiko tinggi ( tukang besi,
supir, pembalap mobil, oranga dengan penyakit degeneratif atau neoplasma).2
Jenis Fraktur6
Fraktur komplet adalah patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya
mengalami pergeseran (bergeser dari posisi normal)
Fraktur tidak komplet adalah patah hanya terjadi pada sebagian garis tengah
tulang.
Fraktur tertutup ( fraktur simpel) adalah patah yang tidak menyebabkan
robeknya kulit.
Fraktur terbuka ( fraktur komplikata/kompleks) adalah fraktur dengan luka
pada kulit atau membrana mukosa sampai ke patahan tulang. Fraktur terbuka
digradasi menjadi 3 yaitu:
1. Grade I dengan luka bersih kurang dari 1 cm panjangnya
2. Grade II dengan luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang
ekstensif.
3. Grade III yang sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan
jaringan lunak ekstensif, dan merupakan yang paling berat.
8
Selain itu, fraktur juga digolongkan menjadi II macam sesuai dengan
pergeseran anatomis fragmen tulang ( fraktur bergeser/tidak bergeser):1,2,6
Greenstick : fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedangkan sisi
lainnya membengkok.
Transversal : fraktur sepanjang garis tengah tulang
Oblik : fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang ( lebih
tidak stabil dibanding transversal)
Spiral : fraktur memuntir seputar batang tulang
Komunitif : fraktur dengan tulah pecah menjadi beberapa fragmen
Depresi : fraktur dengan fragmen patahan terdorong ke dalam ( sering
terjadi pada tulang tengkorak dan tulang wajah)
Kompesi : fraktur dimana tilang mengalami kompresi ( terjadi pada
tulang belakang)
Patologik : fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit ( kista
tulang, penyakit paget, metastasis tulang, tumor)
Avulsi : tertariknya fragmen tulang oleh ligamen atau tendon pada
perletakannya
Epifiseal : fraktur melalui epifisis
Impaksi : fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang
lainnya.
Etiologi
Trauma langsung berarti benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur di tempat
itu.
Trauma tidak langsung bilamana titik tumpu benturan dengan terjadinya fraktur
berjauhan.
Misalnya seorang anak jatuh dan berusaha menahan dengan telapak tangan
membentur lantai. Gaya benturan akan diteruskan ke proksimal dan dapat
mengakibatkan: fraktur distal radius, fraktur antebrachii, fraktur caput radius, fraktur
condylus lateralis, fraktur supracondylair humerus, fraktur clavicula.
Trauma rotasi pada kaki dapat mengakibatkan fraktur spiral pada tibia. Seseorang
yang melompat dari ketinggian dan mendarat pada kakinya dapat menderita fraktur
kompresi tulang belakang yang jaraknya amat berjauhan.
Fraktur yang diakibatkan trauma yang minimal atau tanpa trauma adalh fraktur
patologis yaitu fraktur dari tulang yang patologis akibat suatu proses misalnya pada
9
psteogenesis imperfect, osteoporosis, penyakit metabolik atau penyakit-penyakit lain
seperti infeksi tulang dan tumor tulang.
Epidemiologi
Fraktur lebih sering terjadi pada laki-laki daripada dengan umur dibawah 45 tahun
dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau luka yang disebskan oleh kendaraan
bermotor. Mobilisasi yang lebih banyak dilakukan oleh laki-laki menjadi penyebab tingginya
risiko fraktur. Sedangkan pada orang tua, perempuan lebih sering mengalami fraktur daripada
perempuan yang berhubungan dengan menignkatnya insidens osteoporosis yang terkait
dengan perubahan hormon pada menopouse.1,6
Amerika Serikat terdapat lebih dari 135.000 kasus cedera yang disebabkan olahraga
papan selancar dan skuter. Dimana kasus cedera terbanyak 39% yang sebagian besar
penderitanya laki-laki dengan umur dibawah 15 tahun.
Di Indonesia, jumlah kasus fraktur yang disebabkan oleh kecelkaan lalu lintas 4 kali
lebih banyak pada laki-laki daripada perempuan.
Di negara maju, masalah patah tulang pangkal paha atau tulang panggul merukanan
masalah kesehatan masyarakat yang mendapat perhatiaan serius karena damapak yang
ditimbulakan bisa mengakibatkan ketidakmampuan penderita dalam beraktivitas. Menurut
penelitian institut Kedokteran Garvan di Australia setia tahun diperkirakan 20.000 wanita
mengalami keretakan tulang panggul dan dalam setahun satu diantaranya akan meninggal
karena komplikasi.1
Di negara-negara Afrika kasus fraktur lebih banyak terjadi pada wanita karena
peristiwa terjatuh berhubungan dengan penyakit osteoporosis.1
Di Indonesia jumlah kasus fraktur akibat kecelakaan lalu lintas meningkat seiring
pesatnya peningkatan jumlah pemakaian kendaraan bermotor. Berdasarkan penelitian dari
Depkes RI tahun 2010, di rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung terdapat penderita fraktur
akibat kecelakaan lalu lintas sebanya 444 orang.6
Patogenesis1
10
Ketika terjadi trauma pada tulang dapat mengakibatkan patah tulang, di mana patah
tulang dapat diklsifikasikan menjadi dua yaitu patah tulang terbuka dan patah tulang tertutup.
Pada patah tulang terbuka dapat mengakibatkan kerusakan arteri, infeksi, pendarhan (syok)
dan nekrosis avaskuler. Sedangkan pada patah tulang tertutup dapat mengakibatkan risiko
infeksi, adanya emboli lemak dari fraktur tulang panjang dan sindrom kompartemen sehingga
terjadinya penetrasi yang dapat menyebakan cedera vaskuler yang menimbulkan pendarahan
dan trombosis lemak.
Manifestasi klinik fraktur adalah nyeri gerak dan nyei tekan pada lokasi yang patah,
hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan tulang, krepitasi, pembengkakan lokal, perubahan
warna pada kulit disekitar daerah fraktur, spasme otot, kurangnya sesansi dan ekimosis.
Komplikasi fraktur adalah syok hipovolemik, akibat pendarahan dan kehilangan cairan
ekstrasel ke jaringan yang rusak, dapat terjadi pada fraktur ekstremitas, toraks, pelvis, dan
vertebra. Selain syok bisa juga terjadi emboli lemak. Pada saat terjadi fraktur, globula lemak
dapat masuk ke dalam pembuluh darah karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari
tekanan kapiler atau karena katekolamin yang dilepaskan oleh reaksi stress klien akan
memobilisasi asam lemak dan memudahkan terjadinya globula lemak dalam aliran darah
yang akan bergabung dengan trombosit membentuk emboli, yang kemudian menyumbat
pembuluh darah kecil yang masuk ke otak, paru, ginjal, dan oragan lain.
Sindrom Kompartemen merupakan masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dari otot
kurang yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Ini disebebkan karena penurunan ukuran
kompartemen otot karena fasia yang membungkus otot terlalu ketat atau balutan yang terlalu
ketat dan peningkatan isi kompartemen otot karena edema atau pendarahan.
Trombo emboli dapat terjadi akibat posisi tubuh yang horozontal dalam waktu yang
lama dapat menyebabkan peningkatan proses pembekuan darah sehingga terbentuk trombus.
Kerusakan saraf dapat terjadi karena cedera saraf itu sendiri atau karena adanya penekanan
oleh gips atau balutan.
Manifestasi Klinik
Gejala-gejala pasien dan hasil pemeriksaan fisik biasanya tergantung pada jenis
fraktur dan tingkat displacement. Bagi sebagian besar patah tulang femur proksimal, ekimosis
umumnya muncul selama beberapa hari pertama setelah terjadi fraktur. Namun, ekimosis
11
mungkin tidak terjadi dengan patah tulang leher femur karena hematoma fraktur dapat
terkandung dalam kapsul pinggul.8
Fraktur femur proksimal yang tidak lengkap atau nondisplaced dapat menyebabkan
rasa sakit hanya sedikit dengan gerakan dan bantalan berat. Namun, secara klinis bukti patah
tulang tersebut dapat diperoleh dengan menggunakan tes Stinchfield. Dengan tes ini, pasien
berbaring pada terlentang posisi dan upaya untuk mengangkat kaki yang terkena melawan
gravitasi dan kemudian terhadap perlawanan berat. Jika pangkal paha atau paha rasa nyeri
ditimbulkan selama salah satu dari kedua latihan, tes ini positif.9
Pasien dengan fraktur proksimal femur dispalaced biasanya tidak dapat menanggung
beban dan melaporkan nyeri dengan bahkan sedikit gerakan ekstremitas yang terkena. Fraktur
displaced biasanya menyebabkan kaki memperpendek dan menjadi abduksi dan eksorotasi
beberapa darejat. Selain itu, mungkin ada rasa sakit atau krepitasi dengan palpasi tulang paha
lateral dan trokanter.10
Komplikasi2,11
Komplikasi dini
1. Lokal
a) Vaskuler: compartement syndrome ( volkmann’s ischemia), dan trauma
vaskuler.
12
b) Neurologis: lesi medulla spinalis atau sara perifer
2. Sistemik: emboli lemak
Komplikasi lanjut
1. Lokal: kekakuan sendi/kontraktur, disuse atrofi otot-otot, malunion,
nonunion/infected nonunion, gangguan pertumbuhan ( fraktur epifisi),
osteoporosis post trauma
Penatalaksanaan
Terapi Farmakologis6,7
Terapi perlu diberikan apabila nyeri yang seringkali timbul akibat fraktur. Pasien dapat
diberikan parasetamol 500 mg hingga dosis maksimal 3000 mg per hari. Bila respons tidak
adekuat dapat ditambahkan dengan kodein 10 mg. Langkah selanjutnya adalah dengan
menggunakan obat antiinflamasi nonsteroid seperti ibuprofen 400 mg 3 kali sehari. Pada
keadaa sangat nyeri ( terutama bila terdapat osteoporosis), kalsitonin 50-10 IU dapat
diberikan subkutan malaqm hari. Golongan narkotik hendaknya dihindari karena dapat
menyebabkan delirium.
Terapi Konseratif
Proteksi saja
Misalnya mitella untuk fraktur collum chirurgicum humeri dengan kedudukan baik.
Immobilisasi saja tanpa repot
Misalanya pemasangan gips atau bidai pada fraktur inkomplit dan fraktur dengan
kedudukan baik.
Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips
Misalnya pada fraktur supra condylair, frkatur colles, fraktur smith. Reposisi dapat
dengan anastesi umum atau ananstesi lokal dengan menyuntikkan obat anastesi dalam
hematoma fraktur. Fragmen distal dikembalikan pada kedudukan semula terhadap
13
fragmen proksimal dan dipertahankan dalam kedudukan yang stabil dalam gips.
Misalanya fraktur distal radius, immobilisasi dalam pronasi dan fleksi pergelangan
Traksi
Traksi dapat untuk reposisi secara perlahan dan fiksasi hingga sembuh atau dipasang
gips setelah tidak sakit lagi. Pada anak-anak dipakai traksi kulit ( traksi hamilton
russel/traksi bryant)
Terapi Operatif
Edukasi
Sebagai seorang dokter yang berdedikasi, kita perlulah memberikan segala edukasi yang
berkait kepada pasien. Pasien seharusnya mendapatkan kalsium dan juga vitamin D yang
mencukupi. Mereka juga perlulah memperbanyak latihan untuk memperkuat tulang serta
menghindari rokok atau mengkomsumsi alcohol secara berlebihan. Selain itu, pasien juga
perlulah sentiasa memperhatikan obatan yang diperoleh. Dalam aktivitas fisik, pasien juga
haruslah berdiri secara perlahan-lahan dan menggunakan tongkat atau walker yang sesuai.6
Kesimpulan
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dari keadaan normal akibat benturan
keras/ringan. Di mana insiden terbesar terjadi pada laki-laki dan wanita pascamenopause.
Daftar Pustaka
14
1. Staf pengajar bagian bedah FKUI. Kumpulan kuliah ilmu bedah. Jakarta: FKUI; 2015.
Hal.502-537
2. Setiati S & Laksmi PW. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Gangguan Keseimbangan, Jatuh,
dan Fraktur. Jilid 1 Edisi 5. Jakarta: Interna Publishing: 2009.hal.275-286.
5. Hoppenfeld S & Murthy VL. Terapi & rehabilitasi fraktur. Kuncara HY, penerjemah.
Jakarta: EGC.2011.hal.244-308.
6. Sjamsuhidayat R & Jong WD. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC.2010. Hal.88-
103.
7. Palmer PES, Cockshott WP, Hegedus V, Samuel E. Petunjuk membaca foto untuk dokter
umum. Hartono L, penerjemahan, Jakarta:EGC:2010. Hal. 85-119.
8. Smith BA, Livesay GA, Woo SL. Biology and biomechanics of the anterior cruciate
ligament. Clin Sports Med 1993; 12:637–670.
9. Bickley L.S. Anamnesis. Bates’ Guide to physical examination and history taking.
International edition. 10th edition. Lippincott Williams & Wilkins. Wolters Kluwer Health.
2009.
11. Pankovich AM & Elstrom JA. Handbook of Fracture 3 nded. New York: McGraw-Hill;
2009.p.184-202
15