Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pelayanan kesehatan merupakan hak setiap warga negara. Hal ini

termaktub dalam Pasal 28H Undang-Undang Dasar 1945. Pemerintah melalui

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan),

menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Puskesmas

merupakan suatu tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya

pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang

dilakukan oleh pemerintah, maupun pemerintah daerah yang pada era Jaminan

Kesehatan Nasional (JKN) sekarang ini dituntut untuk mencapai derajat kesehatan

masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya (Permenkes Nomor 75

Tahun 2014a).

Kualitas pelayanan dan fasilitas kesehatan yang dimiliki puskesmas masih

jauh dari ideal. Pelayanan kesehatan yang bermutu dan komprehensif harus

memperhatikan faktor ketersediaan obat dan alat kesehatan, jaminan keamanan

dan mutu, dan pelayanan obat yang rasional. Ketersediaan obat dan vaksin cukup

baik, tetapi pelayanan kefarmasian di fasilitas pelayanan kesehatan pada

umumnya masih belum sesuai standar. Pada tahun 2013, baru 35,15% Puskesmas

dan 41,72% Instalasi Farmasi RS yang memiliki pelayanan kefarmasian sesuai

standar. Penggunaan obat generik sudah cukup tinggi, tetapi penggunaan obat

rasional di fasilitas pelayanan kesehatan baru mencapai 61,9%

1
2

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 30 Tahun 2014 tentang Standar

Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas, menyebutkan bahwa seorang Apoteker

yang bertugas di puskesmas diwajibkan untuk melaksanakan praktek farmasi

klinik dengan orientasi pada pasien. Menurut American Society of Hospital

Pharmacists (1993), asuhan kefarmasian (Pharmaceutical care) merupakan

tanggung jawab langsung apoteker pada pelayanan yang berhubungan dengan

pengobatan pasien dengan tujuan untuk mencapai hasil yang ditetapkan dan

memperbaiki kualitas hidup pasien. Asuhan kefarmasian adalah konsep yang

melibatkan tanggung jawab farmasis yang menuju keberhasilan outcome tertentu

sehingga pasien membaik dan kualitas hidupnya meningkat (Heppler and Strand,

1990).

Outcome dalam perawatan kesehatan (terapi) adalah aspek-aspek (status)

kesehatan sebagai hasil intervensi yang diberikan oleh sistem kesehatan, fasilitas

dan tenaga medis kepada mereka yang menjadi sasaran intervensi (WHO,2013).

Kejadian DRPs berpotensi terhadap kegagalan terapi dan merupakan kejadian

yang tidak diharapkan yang dialami oleh pasien akibat atau diduga akibat terapi

obat dan secara aktual atau potensial mengganggu outcome terapi yang

diharapkan (Cipolle dkk., 2004). Dalam mengatasi beragam patologi, efektivitas

terapi tentu saja sangat diharapkan untuk mendapatkan hasil yang optimal. Peran

serta apoteker dalam meningkatkan mutu dan keamanan pengobatan sangat

diperlukan guna mencegah kesalahan dan menyelesaikan masalah terkait

penggunaan obat. Permasalahan dalam pengobatan ini dikenal dengan Drug

Related Problems (DRPs).


3

Pharmaceutical Care Network Europe (PCNE) mendefinisikan DRPs

adalah suatu peristiwa atau kejadian yang melibatkan terapi obat yang benar-benar

atau berpotensi menganggu hasil klinis kesehatan yang diinginkan (PCNE, 2010).

DRPs merupakan masalah kesehatan serius dan dapat terjadi pada semua tingkat

umur, mempengaruhi kualitas hidup pasien dan menimbulkan dampak ekonomi

yang cukup besar. Beberapa penelitian mengenai DRPs sebelumnya menunjukkan

bahwa angka kejadian DRPs pada peresepan rawat jalan maupun rawat inap

masih cukup tinggi. Penelitian Sudarsono (2016) menunjukkan bahwa seluruh

sampel lembar resep (n=762) teridentifikasi DRPs potensial. Penelitian Niquille

dan Bugnon (2010) menunjukkan hasil dari 85 pasien kardiovaskular, sebanyak

91% pasien memiliki setidaknya satu DRP. Penelitian Supraptia dkk (2014)

menemukan DRPs aktual sebesar 3,2%. DRPs potensial yakni interaksi obat

terjadi pada 62,0% pasien yang memerlukan perhatian farmasis untuk dapat

mencegah dan meminimalkan peluang terjadinya DRPs.

DRPs dapat memberikan dampak negatif terhadap keselamatan pasien.

Jika ditinjau dari segi ekonomi, hal ini dapat memperburuk sistem pelayanan

kesehatan terhadap masyarakat. DRPs sering menyebabkan masalah pada pasien

dalam hal pembiayaan. Penggunaan suatu obat dikatakan tidak rasional jika

kemungkinan dampak negatif yang diterima oleh pasien lebih besar dibanding

manfaatnya. Dampak negatif disini dapat berupa dampak klinik yang

mempengaruhi outcome terapi yang diharapkan dan dampak ekonomi yang

mengakibatkan meningkatnya biaya pengobatan suatu penyakit (Kemenkes RI,

2011). Hasil penelitian menunjukkan masih cukup banyak pasien yang belum
4

mencapai target terapi sehingga diperlukan suatu kolaborasi yang melibatkan

farmasis untuk mengoptimalkan terapi antihipertensi pada pasien.

Obat merupakan salah satu unsur penting dalam pelayanan kesehatan.

Biaya obat mencapai 40%-50% dari biaya operasional kesehatan di Indonesia dan

terus menunjukkan peningkatan setiap tahunnya (Sirait, 2001). Hasil penelitian

oleh Khan dan Ahmad menunjukan bahwa dari 147 DRP yang teridentifikasi,

41,5% ( n-= 61 ) adalah terkait dengan reaksi obat yang merugikan diikuti oleh

22,44% (N= 33) terhadap efektifitas. Biaya perawatan juga merupakan faktor

penyumbang 20,4% (N= 30) DRPs terkait dengan biaya terapi.

Hasil penelitian Gumi dkk (2013) menunjukkan hasil dari 35 pasien,

terdapat 31 orang yang secara nyata atau potensial mengalami DRPs. Ada atau

tidaknya penyebab DRPs tidak menyebabkan adanya perbedaan yang bermakna

pada tekanan darah sistolik yang dihasilkan secara statistik pada kurun waktu 10-

15 hari dan 30-45 hari. Namun, jika dilihat secara klinik dari rerata dan median

perubahan tekanan darah sistolik pada pasien yang tidak mengalami penyebab

DRPs dihasilkan penurunan tekanan darah 20 mmHg, dimana nilai ini lebih besar

dari tekanan darah sistolik yang dipilih dalam percobaan terkontrol untuk

mewakili tekanan darah sistolik yang menentukan kemanjuran terapi obat dan

mengurangi angka penyakit kardiovaskular yaitu 12 mmHg (Ogden dkk., 2000).

Berdasarkan uraian di atas perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh

DRPs terhadap biaya peresepan dan outcome terapi. Penelitian ini diharapkan

dapat memberikan informasi mengenai gambaran kejadian DRPs dan mengetahui

hubungan antara DRPs dengan prescription cost pada pasien dengan diagnosa
5

sepuluh penyakit serta untuk mengetahui hubungan antara DRPs dengan Outcome

terapi pada pasien hipertensi di puskesmas Kota Yogyakarta yang diharapkan

dapat digunakan sebagai acuan bagi puskesmas dalam mengalokasikan dana yang

tersedia secara efektif dan efisien, sehingga rasionalitas terapi dapat tercapai.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian

ini adalah sebagai berikut :

1. Jenis DRPs apakah yang teridentifikasi pada peresepan sepuluh penyakit

di Puskesmas dan berapa persentasenya ?

2. Apakah terdapat perbedaan antara prescription cost aktual dan

prescription cost rasional pada peresepan sepuluh penyakit di Puskesmas

wilayah Kota Yogyakarta?

3. Apakah terdapat hubungan antara DRPs dengan outcome terapi pada

pasien dengan diagnosa hipertensi ?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui jenis dan persentase DRPs yang teridentifikasi pada peresepan

sepuluh penyakit di empat Puskesmas Kota Yogyakarta.

2. Mengetahui perbedaan antara prescription cost aktual dan prescription

cost rasional pada peresepan sepuluh penyakit di empat Puskesmas Kota

Yogyakarta.
6

3. Mengetahui hubungan antara DRPs dengan outcome terapi pada pasien

dengan diagnosa hipertensi di Puskesmas wilayah Kota Yogyakarta?

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan :

1. Dapat digunakan sebagai acuan bagi puskesmas dalam mengalokasikan

dana yang tersedia secara efektif dan efisien, sehingga rasionalitas terapi

dapat tercapai.

2. Menetapkan biaya terapi obat yang rasional pada sepuluh penyakit di

Puskesmas. Terapi yang rasional diharapkan dapat meningkatkan

efektifitas terapi dan dapat meminimalkan terjadinya efek samping obat.

3. Bagi peneliti, dapat memberikan informasi dan pengetahuan tentang

dampak yang ditimbulkan oleh DRPs terhadap perencanaan anggaran

khususnya untuk pengadaan obat yang dialokasikan dari dana kapitasi

JKN Puskesmas.

4. Bagi kemajuan pendidikan, diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan

rujukan institusi pendidikan dan sumber informasi untuk penelitian lebih

lanjut yang terkait dengan pengaruh DRPs dengan penggunaan dana

kapitasi JKN.

E Keaslian Penelitian

Penelitian mengenai pelayanan obat yang berhubungan dengan DRPs,

outcome terapi dan biaya peresepan obat ditampilkan pada tabel 1. Penelitian ini

berbeda dengan penelitian sebelumnya, seperti terlihat pada tabel 1 bahwa belum
7

adanya penelitian tentang hubungan antara DRPs dengan prescription cost pada

pasien rawat jalan dengan diagnosa sepuluh penyakit yang dilayani oleh

Puskesmas. Perbedaan penelitian tentang hubungan antara DRPs dengan outcome

terapi pasien dengan diagnosa hipertensi pada penelitian ini dengan penelitian

lainnya penelitian ini merupakan studi cross sectional. Penelitian Sudarsono

merupakan penelitian deskriptif analitik, penelitia Khan dan Ahmad merupakan

studi prospektif observasional dan intervensi, penelitian Prihapsari merupakan

studi Cohort, retrospektif. Penelitian ini mengukur prescription cost pada sepuluh

besar penyakit, berbeda dengan penelitian Chiburdanidze yang hanya menganalisa

prescription cost pada penyakit hipertensi dan penelitian Niquelle dan Bugnon

pada pasien kardiovaskular. Berikut adalah penelitian yang berkaitan dengan

Drug Related Problems (DRPs).

Tabel 1. Penelitian terkait Drug Related Problems (DRPs)

Judul penelitian Peneliti Rancangan penelitian dan


variabel yang diukur
Identifikasi Drug Related Sudarsono, Deskriptif analitik, variabel
Problems Dan Analisis Nilai (2016) yang diukur adalah DRPs,
Prescription Cost Dan prescription cost, persentase
Persentase Komponen Obat komponen obat dalam besaran
Dalam Besaran Tarif Kapitasi tarif kapitasi untuk terapi
Puskesmas Di Kota delapan penyakit.
Pangkalpinang

The impact of clinical Khan dan Studi prospektif, observasional


pharmacists’ interventions on Ahmad, (2014) dan intervensi. Variabel yang
drug related problems in a diukur adalah DRPs dan
teaching based hospital Intervensi farmasi
8

Lanjutan tabel 1.
Judul penelitian Peneliti Rancangan penelitian dan
variabel yang diukur
Hubungan DRP Dengan Prihapsari, Studi Cohort, retrospektif.
Capaian Target Terapi (2015) Variabel yang diukur adalah
Hipertensi Di Puskesmas Kota DRP dan capaian target
Yogyakarta terapi hipertensi

Evaluasi Ketepatan Pemilihan Chiburdanidze, Studi Cross Sectional,


Obat Dan Outcome Terapi Pada (2013) diskriptif. Variabel yang
Pasien Hipertensi Rawat Jalan diukur DRP dan outcome
Di RS ‘A’ Tahun 2013 terapi hipertensi

Relationship Between Drug- Niquille dan Studi Cross Sectional.


Related Problems and Health Bugnon, variabel yang diukur adalah
Outcomes: a crosssectional (2010) jenis DRPs dan masalah
study among cardiovascular biaya pada pasien rawat jalan
patients kardiovaskular

Anda mungkin juga menyukai