Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.1.1 Penetapan Sulfat

Sulfat merupakan senyawa yang stabil secara kimia karena merupakan bentuk
oksida paling tinggi dari unsur belerang. Sulfat dapat dihasilkan dari oksida
senyawa sulfida oleh bakteri. Sulfida tersebut adalah antara lain sulfida metalik
dan senyawa organosulfur. Sebaliknya oleh bakteri golongan heterotrofik
anaerob, sulfat dapat direduksi menjadi asam sulfida. Secara kimia sulfat
merupakan bentuk anorganik daripada sulfida didalam lingkungan aerob.
Sulfat didalam lingkungan (air) dapat berada secara ilmiah dan atau dari
aktivitas manusia, misalnya dari limbah industry dan limbah laboratorium.
Secara ilmiah sulfat biasanya berasal dari pelaruan mineral yang mengandung S,
misalnya gips (CaSO4, 2H2O) dan kalsium sulfat anhidrat (CaSO4). Selain itu
dapat juga berasal dari oksidasi senyawa organik yang mengandung sulfat adalah
antara lain industry kertas, tekstil dan industry logam).
Kandungan sulfat dalam air menjadi salah satu parameter dalam air
bersih. Kandungan sulfat yang terlalu tinggi, akan berbahaya bagi makhluk
hidup. Salah satunya disebabkan oleh sulfida yang dihasilkan pada proses
anaerob bersifat racun. Pada proses tersebut, ion sulfat berperan sebagai
penerima electron dalam proses oksidasi biokimia yang dilakukan oleh bakteri
anaerob. Selain itu kandungan sulfat dalam air juga dapat menghalangi proses
terjadinya biodegradasi oleh pelarut diklorinasi. Oleh sebab itu, kandungan sulfat
dalam air perlu diukur agar tidak terjadi biodegradasi.
1.1.2 Penetapan Fosfat

Keberadaan unsur fosfor di perairan tidak ditemui dalam bentuk bebas sebagai
unsur, melainkan dalam bentuk senyawa anorganik yang telarut yaitu ortofosfat,
serta senyawa fosfat organik. Ortofosfat umumnya berasal dari pupuk yang
masuk ke perairan melalui aliran air hujan ataupun drainase pertanian. Polifosfat
biasanya hadir dalam perairan berasal dari air limbah domestik (detergen)
maupun industri yang mengandung fosfat. Sementara fosfat organik terdapat
pada air limbah industri ataupun terdapat dalam lumpur. Fosfat organik dapat
pula berasal dari ortofosfat yang terlarut melalui proses biologi bakteri atau
tumbuhan.

Pengukuran kadar fosfat dalam air diperlukan karena kelebihan fosfat


dalam air akan menyebabkan alga dan tumbuhan air (teratai, eceng gondok) di
dalamnya menjadi lebih subur. Kondisi ini disebut sebagai eutrofikasi atau
blooming algae. Pertumbuhan alga dan tumbuhan air yang cepat dapat
menurunkan kandungan oksigen terlarut dan menghalangi masuknya matahari,
sehingga membahayakan bagi organisme yang hidup di perairan.

1.2 Tujuan Percobaan

1. Mengukur kadar sulfat dalam air menggunakan metode turbidimeter.


2. Mengukur kadar otofosfat dalam air menggunakan metode spektrofotometer.
3. Mengukur kadar senyawa polifosfat dalam air menggunakan metode
spektrofotometer.
4. Mengukur kadar fosfat organik dalam air dengan menggunakan metode
mineralisasi.
5. Mengukur kadar fosfat organik dalam air dengan menggunakan metode
spektrofotometer.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Penetapan Sulfat

Sulfat merupakan senyawa yang stabil secara kimia karena merupakan


bentuk oksida paling tinggi dari unsur belerang. Sulfat dapat dihasilkan dari oksida
senyawa sulfida oleh bakteri. Sulfida tersebut adalah antara lain sulfida metalik
dan senyawa organosulfur. Sebaliknya oleh bakteri golongan heterotrofik anaerob,
sulfat dapat direduksi menjadi asam sulfida. Secara kimia sulfat merupakan bentuk
anorganik daripada sulfida didalam lingkungan aerob (Lindu,dkk. 2016).

Sulfat didalam lingkungan (air) dapat berada secara ilmiah dan atau dari
aktivitas manusia, misalnya dari limbah industry dan limbah laboratorium. Secara
ilmiah sulfat biasanya berasal dari pelaruan mineral yang mengandung S, misalnya
gips (CaSO4, 2H2O) dan kalsium sulfat anhidrat (CaSO4). Selain itu dapat juga
berasal dari oksidasi senyawa organik yang mengandung sulfat adalah antara lain
industry kertas, tekstil dan industry logam) (Lindu,dkk. 2016).

Kandungan sulfat dalam air menjadi salah satu parameter dalam air bersih.
Kandungan sulfat yang terlalu tinggi, akan berbahaya bagi makhluk hidup. Salah
satunya disebabkan oleh sulfida yang dihasilkan pada proses anaerob bersifat
racun. Pada proses tersebut, ion sulfat berperan sebagai penerima electron dalam
proses oksidasi biokimia yang dilakukan oleh bakteri anaerob. Selain itu
kandungan sulfat dalam air juga dapat menghalangi proses terjadinya biodegradasi
oleh pelarut diklorinasi (Lindu,dkk. 2016).

Terdapat beberapa metode analisis sulfat : metode gravimetri, titrimetri,


Potensiometri dan Turbidimetri. Turbidimeter merupakan alat yang digunakan
untuk menguji kekeruhan, yang biasanya dilakukan pengujian adalah pada sampel
cairan misalnya air. Salah satu parameter mutu yang sangat vital adalah kekeruhan
yang kadang-kadang diabaikan karena dianggap sudah cukup dilihat saja atau alat
ujinya yang tidak ada padahal hal tersebut dapat berpengaruh terhadap mutu. Oleh
sebab itu untuk mengendalikan mutu dilakukan uji kekeruhan dengan alat
turbidimeter. Ada beberapa cara praktis memeriksa kualitas air, yang paling
langsung karena beberapa ukuran redaman (yaitu, pengurangan kekuatan) cahaya
saat melewati kolom sampel air, Kekeruhan diukur dengan cara ini menggunakan
alat yang disebut nephelometer dengan setup detektor ke sisi sinar. Satuan
kekeruhan dari nephelometer dikalibrasi disebut Nephelometric Kekeruhan Unit
(NTU) (Frisca, 2011).

Pengujian sulfat pada air dan air limbah secara turbidimetri yang mengacu
pada SNI 6989.20:2009 mempunyai kisaran kadar 1 mg/L sampai dengan 40 mg/L
dengan tebal kuvet 2,5 – 10 mm dan kisaran 5 mg/L sampai dengan 70 mg/L
dengan tebal kuvet 1 mm. Tebal kuvet mempunyai pengaruh dalam pengujian
karena pengujian ini berdasarkan pada kekeruhan sampel. Prinsip dari pengujian
ini adalah ion sulfat dalam suasana asam bereaksi dengan Barium Clorida (BaCl2)
membentuk kristal barium sulfat (BaSO4) yang serba sama. Sinar yang diserap
oleh suspensi barium sulfat diukur dengan fotometer dan kadar sulfat dihitung
secara perbandingan pembacaan dengan kurva kalibrasi (Ardhaningtyas, 2009).

1.2. Penetapan Fosfat

Keberadaan unsur fosfor di perairan tidak ditemui dalam bentuk bebas


sebagai unsur, melainkan dalam bentuk senyawa anorganik yang telarut yaitu
ortofosfat, serta senyawa fosfat organik. Ortofosfat umumnya berasal dari pupuk
yang masuk ke perairan melalui aliran air hujan ataupun drainase pertanian.
Polifosfat biasanya hadir dalam perairan berasal dari air limbah domestik
(detergen) maupun industri yang mengandung fosfat. Sementara fosfat organik
terdapat pada air limbah industri ataupun terdapat dalam lumpur. Fosfat organik
dapat pula berasal dari ortofosfat yang terlarut melalui proses biologi bakteri atau
tumbuhan (Lindu,dkk. 2016).

Pengukuran kadar fosfat dalam air diperlukan karena kelebihan fosfat dalam
air akan menyebabkan alga dan tumbuhan air (teratai, eceng gondok) di dalamnya
menjadi lebih subur. Kondisi ini disebut sebagai eutrofikasi atau blooming algae.
Pertumbuhan alga dan tumbuhan air yang cepat dapat menurunkan kandungan
oksigen terlarut dan menghalangi masuknya matahari, sehingga membahayakan
bagi organisme yang hidup di perairan (Lindu,dkk. 2016).

Keberadaan senyawa fosfat dalam air sangat berpengaruh terhadap


keseimbangan ekosistem perairan. Apabila kadar fosfat dalam air rendah (< 0,01
mg P/L), pertumbuhan ganggang akan terhalang, keadaan ini dinamakan oligotrop.
Sebaliknya bila kadar fosfat dalam air tinggi, pertumbuhan tanaman dan ganggang
tidak terbatas lagi (kedaaan eutrof), sehingga dapat mengurangi jumlah oksigen
terlarut air. Hal ini tentu sangat berbahaya bagi kelestarian ekosistem perairan.
Kadar fosfat dalam perairan alami umumnya berkisar antara 0,005-0,02 ppm.
Kadar fosfat melebihi 0,1 ppm, tergolong perairan yang eutrof (Boyd, 1982).

Fosfor merupakan salah satu bahan kimia yang sangat penting bagi mahluk
hidup. Fosfor tidak terdapat secara bebas di alam. Fosfor ditemukan sebagai fosfat
dalam beberapa mineral, tanaman dan merupakan unsur pokok dari protoplasma.
Sumber fosfor alami dalam air berasal dari pelepasan mineral-meneral dan biji-
bijian (Boyd, 1982).

Ortofosfat yang merupakan produk ionisasi dari asam ortofosfat adalah


bentuk fosfor yang paling sederhana di perairan. Ortofosfat merupakan bentuk
fosfor yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh tumbuhan akuatik,
sedangkan polifosfat harus mengalami hidrolisis membentuk ortofosfat terlebih
dahulu sebelum dapat dimanfaatkan sebagai sumber fosfat. Setelah masuk
kedalam tumbuhan, misalnya fitoplankton, fosfat anorganik mengalami perubahan
menjadi organofosfat. Fosfat yang berikatan dengan ferri [Fe2(PO4)3] bersifat
tidak larut dan mengendap di dasar perairan. Pada saat terjadi kondisi anaerob, ion
besi valensi tiga (ferri) akan mengalami reduksi menjadi ion besi valensi dua
(ferro) yang bersifat larut dan melepaskan fosfat keperairan, sehingga
meningkatkan keberadaan fosfat di perairan (Effendi, 2003).

Fosfat terdapat dalam tiga bentuk yaitu H2PO4-, HPO42-, dan PO43-.
Fosfat umumnya diserap oleh tanaman dalam bentuk ion ortofosfat primer
H2PO4- atau ortofosfat sekunder HPO42- sedangkan PO43- lebih sulit diserap
oleh tanaman. Bentuk yang paling dominan dari ketiga fosfat tersebut dalam tanah
bergantung pada pH tanah. Pada pH lebih rendah, tanaman lebih banyak menyerap
ion ortofosfat primer, dan pada pH yang lebih tinggi ion ortofosfat sekunder yang
lebih banyak diserap oleh tanaman (Hanafiah, 2005).

Fosfor terdapat di alam dalam dua bentuk yaitu senyawa fosfat organik dan
senyawa fosfat anorganik. Senyawa fosfat organik terdapat pada tumbuhan dan
hewan, sedangkan senyawa fosfat anorganik terdapat pada air dan tanah dimana
fosfat ini terlarut dia air tanah maupun air laut yang terkikis dan mengendap di
sedimen. Fosfat terdapat dalam air alam atau air limbah sebagai senyawa
ortofosfat, polifosfat dan fosfat organik. Setiap senyawa fosfat tersebut terdapat
dalam bentuk terlarut, tersuspensi atau terikat di dalam sel organisme air. Di daerah
pertanian ortofosfat berasal dari bahan pupuk yang masuk ke dalam sungai atau
danau melalui drainase dan aliran air hujan. Ortofosfat merupakan bentuk fosfat
yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh tanaman, sedangkan polifosfat
harus terlebih dahulu mengalami hidrolisis membentuk ortofosfat sebelum
dimanfaatkan sebagai sumber fosfor (Effendi, 2003).

Polifosfat dapat memasuki sungai melalui air buangan penduduk dan


industri yang menggunakan bahan detergen yang mengandung fosfat, seperti
industri logam dan sebagainya. Fosfat organis terdapat dalam air buangan
penduduk dan sisa makanan. Fosfat organik dapat pula terjadi dari ortofosfat yang
terlarut melalui proses biologis karena baik bakteri maupun tanaman menyerap
fosfat bagi pertumbuhannya (Thomann, 1987)

Semua polifosfat mengalami hidrolisis membentuk ortofosfat. Perubahan


ini tergantung pada suhu. Pada suhu yang mendekati titik didih, perubahan
polifosfat menjadi ortofosfat berlangsung cepat. Kecepatan ini meningkat dengan
menurunnya nilai pH. Perubahan polifosfat meenjadi ortofosfat pada air limbah
yang mengandung bakteri berlangsung lebih cepat dibandingkan dengan
perubahan yang terjadi pada air bersih (Effendi, 2003).

Keberadaan senyawa fosfat dalam air sangat berpengaruh terhadap


keseimbangan ekosistem perairan. Bila kadar fosfat dalam air rendah (< 0,01mg
P/L), pertumbuhan ganggang akan terhalang, keadaan ini dinamakan oligotrop.
Sebaliknya bila kadar fosfat dalam air tinggi, pertumbuhan tanaman dan ganggang
tidak terbatas lagi (kedaaan eutrop), sehingga dapat mengurangi jumlah oksigen
terlarut air. Hal ini tentu sangat berbahaya bagi kelestrian ekosistem perairan.
Kegunaan fosfat yang penting adalah dalam pembuatan pupuk dan secara luas
digunakan dalam bahan peledak, korek api, pestisida, odol dan deterjen (Boyd,
1982).

Dalam lingkungan tidak diketemukan senyawa fosfor dalam bentuk gas,


unsur fosfor yang terdapat dalam atmosfir adalah partikel-partikel fosfor padat.
Penguraian senyawa organik baik berupa tumbuh-tumbuhan dan hewan yang mati
serta detergen limbah rumah tangga akan menghasilkan senyawa-senyawa fosfat
yang dapat menyuburkan tanah untuk pertanian. Sebagai senyawa fosfat yang
terlarut dalam air tanah akan terbawa oleh aliran air sungai menuju ke laut atau ke
danau kemudian mengendap pada dasar laut atau dasar danau (Effendi, 2003).
BAB III

METODE PENELITIAN

Dalam percobaan kali ini, metode yang digunakan untuk penetapan sulfat
adalah metode turbidimetri, metode ini didasarkan pada sifat ion sulfat (SO42-) yang
dapat bereaksi dengan barium klorida (BaCl2) dalam suasana asam membentuk kristal
barium sulfat (BaSO4) dengan ukuran yang seragam. Metode yang digunakan untuk
penetapan ortofosfat adalah metode kolometri/spektrofotometri, yaitu menggunakan
senyawa asam askorbat sebagai pereduksi sehingga menghasilkan warna biru pada
kompleks antimon-fosfomolibdat yang diukur serapannya.

Pada percobaan polifosfat digunakan dua metode yaitu metode hidrolisis dan
penetapan polifosfat, pada metode hidrolisis senyawa polifosfat dihidrolisis menjadi
ortofosfat dalam suasana asam dengan menggunakan asam sulfat (H2SO4) pekat dan
pada metode penetapan polifosfat dilakukan pengukuran menggunakan
spektrofotometer pada panjang gelombang 880 nm. Dalam percobaan penentuan fosfat
organik dilakukan metode mineralisasi dan penetapan fosfat organik, pada metode
mineralisasi larutan sampel dioksidasi dengan oksidator kuat agar senyawa fosfat
berubah menjadi ion fosfor, dan pada metode penetapan fosfat organik dilakukan
pendekatan metode ortofosfat menggunakan hasil oksidasi metode hidrolisis.
3.1 Waktu dan Tempat

Hari, tanggal : 28 Maret 2019

Waktu Sampling : 07.15 WIB

Lokasi Sampling : Kali Sekertariat Utara Kec. Grogol

Cuaca : Cerah Berawan

Koordinat : -6,166194106;106,780150

Gambar 3.1 Gambar 3.2 Gambar 3.3


Kondisi Tutupan Awan Kondisi Lingkungan Kondisi Air Sungai Saat
Saat Sampling Sekitar Saat Sampling Sampling

Gambar 3.3
Koordinat Lokasi
Sampling
3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Penetapan Sulfat

Tabel 3.1 Alat dan Bahan Penetapan Sulfat

No Nama Alat Ukuran Jumlah Nama Konsentrasi Jumlah


(buah) Bahan
1 Gelas 250 ml 1 Air - 100 ml
Beaker Sampel
2 Erlenmeyer 250 ml 1 Kristal - 1 sendok
BaCl2
3 Timer - 1 Lar Buffer - 20 ml
4 Turbidimeter - 1 - - -
5 Pipet 10 ml 1 - - -
Volumetrik
6 Gelas Ukur 100 ml 1 - - -
7 Bulb - 1 - - -

3.2.2 Penetapan Ortofosfat

Tabel 3.2 Alat dan Bahan Ortofosfat

No Nama Alat Ukuran Jumlah Nama Konsentrasi Jumlah


(buah) Bahan
1 Gelas Beaker 250 ml 1 Air - 50 ml
Sampel
2 Erlenmeyer 250 ml 1 Larutan - 8 ml
Kombinasi
3 Timer - 1 - - -
No Nama Alat Ukuran Jumlah Nama Konsentrasi Jumlah
(buah) Bahan
4 Spektrofotometer 880 nm 1 - - -
5 Pipet Volumetrik 25 ml 1 - - -
6 Pipet Volumetrik 10 ml 1 - - -
7 Bulb - 1 - - -

3.2.3 Penetapan Fosfat Organik

3.2.3.1 Mineralisasi

Tabel 3.3 Alat dan Bahan Mineralisasi

No Nama Alat Ukuran Jumlah Nama Konsentrasi Jumlah


(buah) Bahan
1 Gelas Beaker 250 ml 1 Air Sampel - 100 ml
2 Erlenmeyer 250 ml 1 Lar H2SO4 98% 8 ml
3 Heater - 1 Lar HNO3 65% 5 ml
4 Labu Ukur 100 ml 1 Batu didih - 3 buah
5 Gelas Ukur 100 ml 1 Indikator PP - 3 tetes
6 Pipet Volumetrik 10 ml 1 Lar NaOH - -
7 Pipet Tetes - 1 - - -
8 Timer - 1 - - -
9 Bulb - 1 Aquades - -
3.2.3.2 Fosfat Organik

Tabel 3.4 Alat dan Bahan Fosfat Organik

No Nama Alat Ukuran Jumlah Nama Bahan Konsentrasi Jumlah


(buah)
1 Labu Ukur 25 ml 1 Hasil Percobaan - 25 ml
Mineralisasi
2 Erlenmeyer 250 ml 1 Lar Pereaksi - 4 ml
Campuran
3 Spektrofotometer 880 nm 1 - - -
4 Pipet Volumetrik 10 ml - - - -
5 Timer - 1 - - -
6 Bulb - 1 - - -

3.2.4 Polifosfat

3.2.4.1 Hidrolisis

Tabel 3.5 Alat dan Bahan Hidrolisis

No Nama Alat Ukuran Jumlah Nama Konsentrasi Jumlah


(buah) Bahan
1 Gelas Beaker 250 ml 1 Air Sampel - 100 ml
2 Erlenmeyer 250 ml 1 Lar H2SO4 5N 8 ml
3 Heater - 1 Batu didih - 3 buah
4 Labu Ukur 100 ml 1 Indikator PP - 3 tetes
5 Pipet Volumetrik 25 ml 1 Lar NaOH - -
6 Pipet Volumetrik 10 ml 1 Aquades - -
7 Pipet Tetes - 1 - - -
No Nama Alat Ukuran Jumlah Nama Konsentrasi Jumlah
(buah) Bahan
8 Bulb - 1 - - -

3.2.4.2 Polifosfat

Tabel 3.6 Alat dan Bahan Polifosfat

No Nama Alat Ukuran Jumlah Nama Bahan Konsentrasi Jumlah


(buah)
1 Labu Ukur 100 ml 1 Hasil Percobaan - 40 ml
Hidrolisis
2 Labu Ukur 50 ml 1 Lar Pereaksi - 8 ml
Campuran
3 Spektrofotometer 880 nm 1 Aquades - -
4 Pipet Volumetrik 10 ml 1 - - -
5 Timer - 1 - - -
6 Bulb - 1 - - -
3.3 Cara Kerja

3.3.1 Sampling

Tabel 3.7 Cara Kerja Sampling

No Cara Kerja Gambar


1. Menyiapkan alat sampling vertikal.
Menyelupkan alat sampling ke dalam
sungai sedalam 1/2 sampai dengan 2/3
kedalaman.

2. Menarik kembali alat sampling yang


telah terisi penuh oleh sampel air
sungai lalu memindahkan sampel air
kedalam jerigen sampai penuh.

3.3.2 Penetapan Sulfat

Tabel 3.8 Penetapan Sulfat

No Cara Kerja Gambar


1. Menuang air sampel ke gelas ukur
hingga mencapai meniskus 100 ml
lalu dituangkan ke dalam Erlenmeyer.
No Cara Kerja Gambar
2. Menambahkan 20 ml larutan buffer ke
Erlenmeyer yang sudah berisi 100 ml
air sampel menggunakan pipet
volumetrik.

3. Menambahkan 1 sendok BaCl2


kedalam Erlenmeyer yang sudah
berisi 100 ml air sampel dan 20 ml
larutan buffer.

4. Mengaduk BaCl2 hingga rata selama


60 detik, lalu ditunggu selama 5 menit.
No Cara Kerja Gambar
5. Menuang larutan kedalam kuvet
turbidimeter, lalu memencet tombol
read kemudian mencatat hasil yang
dikeluarkan oleh turbidimeter.

3.3.3 Penetapan Ortofosfat

Tabel 3.9 Cara Kerja Penetapan Ortofosfat

No Cara Kerja Gambar


1. Menuang 50 ml air sampel ke
erlenmeyer.

2. Menambahkan 8 ml larutan pereaksi


campuran kedalam Erlenmeyer berisi
50 ml air sampel menggunakan pipet
volumetrik.
No Cara Kerja Gambar
3. Didiamkan selama 30 menit

4. Diukur menggunakan
spektrofotometer dengan panjang
gelombang cahaya sebesar 80 nm lalu
dicatat hasil pengukuran
spektrofotometernya.

3.3.4 Penetapan Fosfat Organik

3.3.4.1 Mineralisasi

Tabel 3.10 Alat dan Bahan Mineralisasi

No Cara Kerja Gambar


1. Menuang air sampel ke gelas ukur
hingga mencapai meniskus 100 ml
lalu dituangkan ke dalam Erlenmeyer.
No Cara Kerja Gambar
2. Menambahkan 1 ml H2SO4 lalu 5 ml
HNO3 dan 3 buah batu didih kedalam
Erlenmeyer yang sudah berisi 100 ml
air sampel, lalu dipanaskan di atas
heater dengan suhu ± 1000C hingga air
tersisa sebanyak 10 ml

3. Erlenmeyer yang sudah dipanaskan di


atas heater didinginkan selama 15
menit atau dapat didinginkan dibawah
air mengalir

4. Menambahkan 3 tetes indikator PP


dan NaOH hingga berwarna merah
muda seulas kedalam Erlenmeyer
yang sudah dingin.
No Cara Kerja Gambar

5. Menuang larutan kedalam labu ukur


100 ml lalu menera larutan dengan
aquades.

3.3.4 Penetapan Fosfat Organik

3.3.4.2 Fosfat Organik

Tabel 3.11 Alat dan Bahan Fosfat Organik

No Cara Kerja Gambar


1. Mengambil 25 ml larutan hasil
percobaan mineralisasi
No Cara Kerja Gambar
2. Menambahkan 4 ml pereaksi
campuran ke dalam 25 ml larutan hasil
mineralisasi.

3. Larutan hasil mineralisasi yang sudah


ditambahkan 4 ml pereaksi campuran
didiamkan selama 30 menit hingga
berwarna biru pekat

4. Mengukur larutan menggunakan


spektrofotometer dengan panjang
gelombang cahaya sebesar 80 nm lalu
dicatat hasil pengukuran
spektrofotometernya.
3.3.5 Polifosfat

3.3.5.1 Hidrolisis

Tabel 3.12 Cara Kerja Hidrolisis

No Cara Kerja Gambar


1. Menuang 50 ml air sampel ke
erlenmeyer.

2. Menambahkan 10 ml larutan H2SO4 5


N kedalam Erlenmeyer berisi 50 ml air
sampel menggunakan pipet
volumetrik.

3. Dipanaskan di atas heater selama 30


menit dengan suhu 1000C lalu
didinginkan hingga suhu ruang.

4. Diteteskan NaOH sehingga pH


bernilai 7
No Cara Kerja Gambar
5. Dimasukkan kedalam labu ukur
berukuran 100 ml, dan ditera dengan
aquades.

3.3.5 Polifosfat

3.3.5.2 Polifosfat

Tabel 3.13 Cara Kerja Polifosfat

No Cara Kerja Gambar


1. Mengambil 40 ml larutan hasil
percobaan Hidrolisis lalu dipindahkan
ke labu ukur 50 ml dan ditambahkan 8
ml pereaksi campuran lalu di tera
dengan aquades

2. Larutan didiamkan selama 30 menit


No Cara Kerja Gambar
4. Mengukur larutan menggunakan
spektrofotometer dengan panjang
gelombang cahaya sebesar 80 nm lalu
dicatat hasil pengukuran
spektrofotometernya.
BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan


4.1.1 Insitu
Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Insitu
Kali Sekertariat Utara
Titik Sampling 11
Kec. Grogol

Tutupan Awan 80%

Arah Angin Barat

-6,166194106
Koordinat
106,780150

1 TPS
10 Ruko
6 Rumah
Rana Lingkungan
2 Apartment
1 Kantor
1 Kantor Kosong
4.1.2 Eksitu
Tabel 4.2 Hasil Pengamatan Eksitu
Suhu DO DHL pH
280C 6,39 ppm 520 µS/cm 7,144

4.1.3 Penetapan Sulfat


Tabel 4.3 Hasil Pengamatan Penetapan Sulfat
Gambar
NO. Sebelum diteteskan Setelah diberi larutan Hasil Pembacaan
larutan buffer buffer dan BaCl2 Turbidimeter

1.

warna larutan: tidak Hasil yang didapat :


Warna larutan: keruh
berwarna 219 ntu
4.1.4 Penetapan Ortofosfat
Tabel 4.4 Hasil Pengamatan Penetapan Ortofosfat
Gambar
Setelah diberi pereaksi
NO. Sebelum diberi Hasil Pembacaan
kombinasi dan
pereaksi kombinasi spektrofotometer
didiamkan selama 30’

1.

warna larutan: tidak Hasil absorbansi yang


Warna larutan: biru
berwarna didapat : 0,097
4.1.5 Penetapan Fosfat Organik

4.1.5.1 Mineralisasi

Tabel 4.5 Hasil Pengamatan Mineralisasi

Gambar
Sebelum diberi 1 ml Setelah diberi 1 ml Setelah diberi 3 tetes
NO.
H2SO4, 5 ml HNO3, H2SO4, 5 ml HNO3, dan PP dan NaOH dan di
dan Batu didih Batu didih tera aquades

1.

warna larutan: tidak Warna larutan: tidak Hasil absorbansi yang


berwarna berwarna didapat : merah muda
4.1.5 Penetapan Fosfat Organik

4.1.5.2 Fosfat Organik

Tabel 4.6 Hasil Pengamatan Fosfat Organik

Gambar
Setelah diberi pereaksi
NO. Sebelum diberi Hasil Pembacaan
kombinasi dan
pereaksi kombinasi spektrofotometer
didiamkan selama 30’

1.

warna larutan: tidak Hasil absorbansi yang


Warna larutan: biru
berwarna didapat : 0,054
4.1.6 Polifosfat

Tabel 4.7 Hasil Pengamatan Polifosfat

Gambar
Warna Larutan
setelah direaksikan, Setelah diberi pereaksi
NO. Hasil Pembacaan
dipanaskan dan kombinasi dan
spektrofotometer
dinetralkan pH nya didiamkan selama 30’
dengan NaOH

1.

warna larutan: tidak Hasil absorbansi yang


Warna larutan: biru
berwarna didapat : 0,140

4.2 Perhitungan
4.2.1 Perhitungan Penetapan Sulfat
Tabel 4.8 Konsentrasi dan Nilai NTU Larutan Standard untuk Penetapan
Sulfat
Konsentra NTU
0 0
10 32,6
20 79,9
30 127
40 167
Dari tabel ini, didapat nilai a dan b
a (intercept) = - 4,3800
b (slope) = 4,2840
Vol. sampel = 100 ml
NTU sampel = 219 NTU
r2 = 0,9965
Ditanyakan : Konsentrasi SO42- (mg/L) = ?
Jawab :

y=a+bx y = absorbansi b = slope


a = intercept x = konsentrasi

219 ntu = (-4,3800) + (4,2840)x


223,38 = 4,2840x
x = 52, 142857 mg/L

4.2.2 Perhitungan Penetapan Ortofosfat


Tabel 4.9 Konsentrasi Larutan Standard dan Nilai Abs untuk Kadar
Ortofosfat
Konsentrasi Absorbansi
0 0
Konsentrasi Absorbansi
0,4 0,011
0,8 0,039
1,2 0,064
1,6 0,085
2,0 0,102
2,4 0,125
Dari tabel ini, didapat nilai a dan b
a (intercept) = - 0,00375
b (slope) = 0,053
Vol. sampel = 50 ml
y (absorbansi) = 0,140
r2 = 0,993
Ditanyakan : Konsentrasi Ortofosfat
Jawab :

y=a+bx y = absorbansi b = slope


a = intercept x = konsentrasi

0,097 = (-0,00375) + (0,053)x


0,10075 = 0,053x
x = 1,90094 mg/L
4.2.3 Perhitungan Penetapan Fosfat Organik
Tabel 4.10 Konsentrasi Larutan Standard dan Nilai Abs untuk Kadar
Fosfat Organik
Konsentrasi Absorbansi
0 0
0,4 0,011
0,8 0,039
1,2 0,064
1,6 0,085
2,0 0,102
2,4 0,125
Dari tabel ini, didapat nilai a dan b
a (intercept) = - 0,00375
b (slope) = 0,053
Vol. sampel = 100 ml
y (absorbansi) = 0,540
r2 = 0,993
Ditanyakan : Konsentrasi Fosfat Organik
Jawab :

y=a+bx y = absorbansi b = slope


a = intercept x = konsentrasi

0,540 = (-0,00375) + (0,053)x


0,54375 = 0,053x
x = 10,2594 mg/L
4.2.4 Perhitungan Penetapan Polifosfat
Tabel 4.11 Konsentrasi Larutan Standard dan Nilai Abs untuk Kadar
Polifosfat
Konsentrasi Absorbansi
0 0
0,4 0,011
0,8 0,039
1,2 0,064
1,6 0,085
2,0 0,102
2,4 0,125
Dari tabel ini, didapat nilai a dan b
a (intercept) = - 0,00375
b (slope) = 0,053
Vol. sampel = 50 ml
y (absorbansi) = 0,140
r2 = 0,993
Ditanyakan : Konsentrasi Polifosfat
Jawab :

y=a+bx y = absorbansi b = slope


a = intercept x = konsentrasi

0,140 = (-0,00375) + (0,053)x


0,14375 = 0,053x
x = 2,7122 mg/L

4.2.5 Perhitungan Kadar Fosfat Anorganik

Fosfat Anorganik = Polifosfat + Ortofosfat

Diketahui :
Polifosfat = 2,7122 mg/L
Ortofosfat = 1,90094 mg/L
Ditanya : Kadar Fosfat Organik?
Jawab :
Fosfat Anorganik = Polifosfat + Ortofosfat
Fosfat Organik = 2,7122 mg/L + 1,90094 mg/L
Fosfat Organik = 4, 613 mg/L
4.2.6 Perhitungan Kadar Total Fosfat

Total Fosfat = Fosfat Organik + Fosfat Anorganik

Diketahui :
Fosfat Organik = 10,2594 mg/L
Fosfat Anorganik = 4,613 mg/L
Ditanya : Kadar Kadar Fosfat Total?
Jawab :
Total Fosfat = Fosfat Organik + Fosfat Anorganik
Total Fosfat = 10,2594 mg/L + 4,613 mg/L
Total Fosfat = 14,8724 mg/L

4.3 Pembahasan
Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan tentang penetapan sulfat dan fosfat
pada air sampel. Pengambilan air sampel diambil di kali sekretaris jalan utara pada
pukul 07.15 WIB. Air sampel di masukkan ke dalam jerigen dengan posisi
dimiringkan hingga penuh sampai tidak ada gelembung udara di dalam jerigen
tersebut. Setelah itu sampel yang sudah dipindahkan ke dalam gelas beaker di ukur
pH, suhu, DO, dan DHL yang terkandung dalam larutan tersebut. Berdasarkan
pengukuran yang dilakukan diperoleh hasil pH 7,1, suhu 28 ℃, DHL 520 µs/cm,
DO sebesar 6,39. Berdasarkan hasil penacarian di internet diketahui bahwa sungai
sekertariat utara ini termasuk ke dalam sungai golongan D yaitu peruntukan air
sungai usaha perkotaan (Keputusan Gubernur Kepala Daerah DKI Jakarta No. 581
Tahun 1995) atau dapat diklasifikasikan kedalam kelas IV yaitu air yang
peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi, pertamanan dan atau peruntukan
lain.
Pada Percobaan pertama yang dilakukan adalah penetapan kadar sulfat
dalam sampel air, pada percobaan ini digunakan metode turbidimeter. Digunakan
100 ml sampel dalam percobaan ini dan didapatkan hasil pada turbidimeter sebesar
219 ntu. Sedangkan hasil yang didapatkan dari pengukuran larutan blanko di
turbidimeter sebesar 0 ntu, sehingga didapat kesimpulan bahwa air yang layak di
konsumsi seharusnya tidak mengandung kadar sulfat. Pada Peratutan Pemerintah
Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Air, Konsentrasi sulfat yang diperuntukan untuk kelas 4 tidak ada atau
bermaksud parameter sulfat tidak dipersyaratkan. Pada percobaan ini digunakan
alat Turbidimeter yang memiliki satuan hitung ntu sedangkan dalam PP digunakan
satuan hitung mg/L, dalam percobaan ini pratikan tidak dapat membandingkan dan
menampilkan data dalam bentuk satuan hitung mg/L karena belum adanya
konverter satuan hitung dari ntu ke mg/L, dan pada PP nomor 82 Tahun 2001 tidak
dipersyaratkannya kandungan Sulfat karena air di sungai kelas IV bukan
bermaksud akan dijadikan air baku minum. Namun, karena di PP tidak
dipersyaratkan berapa banyak sulfat kita tidak perlu mengecek kadar sulfat, sulfat
butuh di cek karena kandungan sulfat yang terlalu tinggi, akan berbahaya bagi
makhluk hidup. Salah satunya disebabkan oleh sulfida yang dihasilkan pada proses
anaerob bersifat racun.
Pada percobaan kedua dilakukan perhitungan kadar fosfat, di air tidak
ditemukan unsur fosfat secara langsung, di alam bebas biasanya ditemukan fosfat
dalam unsur fosfat organik dan fosfat anorganik, fosfat anorganik salah satunya
adalah ortofosfat. Senyawa fosfat organik terdapat pada tumbuhan dan hewan,
sedangkan senyawa fosfat anorganik terdapat pada air dan tanah. Dalam percobaan
ini didapatkan konsentrasi ortofosfat sebesar 1,94 mg/L setelah melakukan
perhitungan ortofosfat dilakukan perhitungan lain yaitu perhitungan polifosfat yang
merupakan unsur fosfat anorganik lainnya, pada percobaan ini didapatkan hasil
polifosfat sebesar 2,7122 mg/L. Dari penambahan hasil percobaan polifosfat dan
ortofosfat didapatkan hasil perhitungan fosfat anorganik sebesar 4,613 mg/L. Pada
percobaan ini juga didapatkan hasil Fosfat Organik dengan angka yang cukup besar
yaitu 10,2594 mg/L. Untuk menentukan kadar fosfat dalam air kita perlu
menjumlahkan hasil perhitungan dari fosfat organik dan fosfat anorganik, dari
percobaan yang dilakukan didapatkan hasil fosfat organik sebesak 10,2594 mg/L
dan fosfat anorganik sebesar 4,613 mg/L sehingga didapatkan hasil total fosfat
sebesar 14,8724 mg/L. Menurut PP nomor 82 Tahun 2001 jumlah fosfat yang
diizinkan berada di perairan kelas IV adalah sebesar 5 mg/L, sehingga dapat ditarik
kesimpulan bahwa air di sungai sekertariat utara ini kadar fosfatnya sangat melebihi
baku mutu air bersih, kadar fosfat yang terlalu tinggi dapat menyebabkan alga dan
tumbuhan air (teratai, eceng gondok) di dalamnya menjadi lebih subur.
Pertumbuhan alga dan tumbuhan air yang cepat dapat menurunkan kandungan
oksigen terlarut dan menghalangi masuknya matahari, sehingga membahayakan
bagi organisme yang hidup di perairan. Sehingga dapat ditarik kesimpulan lagi
bahwa DO di dalam air sungai sekertariat utara ini tidak banyak karena tertutup
oleh alga yang tumbuh berlebih dan menghalangi matahari serta oksigen masuk ke
badan air.
BAB V
KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat ditarik dari percobaan penetapan kadar sulfat dan fosfat
adalah sebagai berikut:
1. Nilai sulfat yang didapatkan dengan metode turbidimetri adalah sebesar 219 ntu, jika
ditinjau sesuai peruntukannya, nilai sulfat di sungai sekertariat utara, kec. Grogol masih
dikategorikan diperbolehkan karena dalam Peraturan Pemerintah tidak ada persyaratan
khusus mengenai nilai sulfat dalam air sungai kelas IV.
2. Nilai fosfat yang didapatkan dengan berbagai metode dalam percobaan ini
menghasilkan nilai sebesar 14,8724 mg/L, jika ditinjau sesuai peruntukannya, nilai
fosfat di sungai sekertariat utara, kec. Grogol terbilang berbahaya karena dalam
Peraturan Pemerintah nilai fosfat yang diperbolehkan untuk air sungai kelas IV adalah
sebesar 5 mg/L.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1995. Keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor
582 Tahun 1995 Tentang Penetapan Peruntukan dan Baku Mutu Air Sungai/
Badan Air Serta Baku Mutu Limbah Cair di Wilayah Daerah Khusu Ibukota
Jakarta. http://brpamdki.org/teknik/repo/regulasi/pergub582_1995.pdf.
Diakses pada 04 April 2019 pukul 03.45 WIB.
Anonim. 2001. Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001.
http://jdih.menlh.go.id/pdf/ind/IND-PUU-3-2001-lLampiran.pdf. Diakses
pada 04 April 2019 pukul 03.50 WIB.
Boyd, C.E, Tucker, C.S. 1982. Water Quality and Soil Analyses for Aquaculture.
Alabama Agriculture Experiment Station. Auburn University.
Effendi, Hefni. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumberdaya dan
Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta.
Hanafiah, K.A, 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada.
Lindu, M., Diana Hendrawan, Pramiati Purwaningrum, Fahima Hernita Sari. 2019.
Penuntun Praktikum Laboratorium Lingkungan 1. Jakarta: Fakultas Arsitektur
Lansekap dan Teknologi Lingkungan Universitas Trisakti.
S, Frisca Yanti. 2011. Penentuan Kandungan Ion Sulfat Dengan Metode
Turbidimetri. https://www.academia.edu/5546001/86266942-Frisca-
Penentuan-Kandungan-Ion-Sulfat-Dengan-Metode-Turbidimetri-Pratukm-
Jurnal. Diakses pada tanggal 03 April 2019 pukul 15.12 WIB
Thomann et al. 1987. Principles of Surface Water Quality Modeling and Control.
Harper & Row. New York.
Utami, Ardhaningtyas Riza. 2009. Verifikasi Metode Pengujian Sulfat Dalam Air
Dan Air Limbah Sesuai SNI 6989.20:2009. Surabaya.
Yudo, Satmoko dan Nusa Idaman Said. 2018. Status Kualitas Air Sungai Ciliwung di
Wilayah DKI Jakarta. Serpong.

Anda mungkin juga menyukai