Anda di halaman 1dari 32

MODUL 1

KANDUNGAN MINYAK DAN LEMAK, ASAM


VOLATIL DALAM AIR

MK. KIMIA TEKNIK LINGKUNGAN


(AKL 233)

Disusun oleh:

Ir ASIH WIJAYANTI, MSi

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS ARSITEKTUR DAN TEKNOLOGI LINGKUNGAN
JAKARTA
2015
MODUL 1

KANDUNGAN MINYAK DAN LEMAK, ASAM VOLATIL DALAM AIR

Ir. Asih Wijayanti, MSi

P E N D A H U L U A N__________________________________________________________

Mata Kuliah (MK) Kimia Teknik Lingkungan merupakan mata kuliah di semester 3 dengan MK
Kimia Dasar I dan II sebagai prasyaratnya. Terdapat 2 SKS teori dalam mata kuliah ini, dan
diharapkan mahasiswa mampu menjelaskan faktor-faktor kimiawi lingkungan yang menyebabkan
terjadinya pencemaran serta dapat melakukan uji pemeriksaan berbagai parameter kualitas air
bersih/air limbah.

Beberapa parameter yang terdapat dalam air limbah diantaranya kandungan minyak dan lemak
juga asam volatil.

Dampak limbah minyak dan lemak jika dibuang tanpa diolah terlebih dahulu akan menimbulkan
akibat dan resiko terhadap kesehatan manusia, keseimbangan lingkungan/ekologi dan
keindahan/estetika lingkungan.

Air limbah yang banyak mengandung materi tersuspensi dapat menyebabkan kerugian bagi usaha
perikanan. Materi tersuspensi akan menyebabkan pula terhambatnya penetrasi cahaya, dengan
adanya hambatan penetrasi cahaya maka laju fotosintesis jadi terhambat. Air yang tercemar sering
kali mengeluarkan bau yang sangat menusuk hidung atau berubah warna menjadi hitam, hijau,
coklat ataupun merah tergantung dari jenis pencemar yang ada. Kejadian ini sangat mengganggu
segi keindahan yang di miliki air. Untuk itu semua jenis pencemar perlu dihindari ataupun
dikurangi keberadaannya di lingkungan dengan cara memproteksi dan mereduksinya.
KEGIATAN BELAJAR 1

MINYAK DAN LEMAK

Kegiatan Belajar 1 ini Anda diminta untuk memahami tentang minyak dan lemak. Selain itu Anda
diharapkan dapat menjelaskan tentang minyak dan lemak yang terkandung dalam air limbah,
darimana sumber-sumber minyak dan lemak tersebut, sifat fisika dan kimianya, keberadaan dan
dampak minyak dan lemak terhadap lingkungan, proses pengolahan dan permasalahan minyak dan
lemak, pengukuran dan method analisis maupun aplikasi data minyak dan lemak. Selamat belajar!

1. PENDAHULUAN
Minyak dan lemak terdiri dari trigliserida campuran, yang merupakan ester dari gliserol
dan asam lemak rantai panjang. Minyak nabati terdapat dalam buah-buahan, kacang-kacangan,
biji-bijian, akar tanaman dan sayaur-sayuran. Dalam jaringan hewan lemak terdapat di seluruh
badan, tetapi jumlah terbanyak terdapat dalam jaringan adipose dan tulang sumsum.
Lemak tersebut jika dihidrolisis menghasilkan 3 molekul asam lemak rantai panjang dan
1 molekul gliserol. Adapun proses hidrolisis dari trigliserida tersebut adalah sebagai berikut :
O

α CH2 - O - C - R1 CH2OH

O
║ H+
ß CH - O – C – R2 CH(OH) + R1COOH + R2COOH
atau OH_
+ R3COOH
O

α’ CH2 – O – C – R3 CH2OH

asam lemak trigliserida (lemak) gliserol

Trigliserida dapat berwujud padat atau cair, dan hal ini tergantung dari komposisi asam
lemak yang menyusunnya. Asam lemak merupakan senyawa alifatis asam amino karboksilat
yang dapat diperoleh dari hidrolisa lemak. Asam lemak di bagi 2 yaitu asam lemak jenuh
dan asam lemak tidak jenuh. Asam lemak jenuh adalah asam lemak yang tidak mempunyai
ikatan rangkap, contoh : Asam Stearat (C18:0). Sedangkan asam lemak tidak jenuh adalah
asam lemak yang mempunyai 1 atau lebih ikatan rangkap. Asam lemak tidak jenuh ini dibagi
3 yaitu :
1. Mempunyai 1 ikatan rangkap (MUFA: Mono Unsaturated Fatty Acid) Contoh : Asam Oleat
(C18:1).
2. Mempunyai 2 ikatan rangkap (DUFA: Di Unsaturated Fatty Acid) Contoh : Asam Linoleat
(C18:2).
3. Mempunyai lebih dari 3 ikatan rangkap (PUFA: Poly Unsaturated Fatty Acid) Contoh :
Asam Linolenat (C18:3).
Sebagian besar minyak nabati berbentuk cair karena mengandung sejumlah asam lemak
tidak jenuh, yaitu asam oleat, linoleat, atau asam linolenat dengan titik cair yang rendah.
Lemak hewani pada umumnya berbentuk padat pada suhu kamar karena banyak mengandung
asam lemak jenuh, misalnya asam palmitat dan stearat yang mempunyai titik cair lebih tinggi.
Semua lemak bahan makanan yang berasal dari hewan dan sebagian besar minyak
nabati mengandung asam lemak rantai panjang, minyak kelapa sawit mengandung asam
lemak rantai sedang, asam lemak rantai sangat panjang terdapat dalam minyak ikan. Titik cair
asam lemak meningkat dengan bertambahnya rantai karbon. Asam lemak terdiri dari rantai
karbon yang mengikat semua hidrogen dinamakan asam lemak jenuh.

II. SUMBER-SUMBER MINYAK DAN LEMAK


Minyak dan lemak yang dapat dimakan (edible fat), dihasilkan oleh alam, yang dapat
bersumber dari bahan nabati atau hewani. Dalam tanaman atau hewan, minyak tersebut
berfungsi sebagai sumber cadangan energi.
Minyak dan lemak dapat diklasifikasikan berdasarkan sumbernya, sebagai berikut :
1. Bersumber dari tanaman
a. Biji-bijian palawija : minyak jagung, biji kapas, kacang, rape seed, wijen, kedele, bunga
matahari.
b. Kulit buah tanaman tahunan : minyak zaitun dan kelapa sawit.
c. Biji-bijian dari tanaman tahunan : kelapa, coklat, inti sawit, babassu, cohune dan
sejenisnya.
2. Bersumber dari hewani
a. Susu hewan peliharaan : lemak susu.
b. Daging hewan peliharaan : lemak sapi dari turunannya oleostearin, Oleo oil dari
oleo stock, lemak babi, dan mutton tallow.
c. Hasil laut : minyak ikan sarden, menhaden dan sejenisnya, dan minyak ikan paus.

Komposisi atau jenis asam lemak dan sifat fisiko-kimia tiap jenis minyak berbeda-beda,
dan hal ini disebabkan oleh perbedaan sumber, iklim, keadaan tempat tumbuh dan pengolahan.
Adapun perbedaan umum antara lemak nabati dan hewani adalah :
1. Lemak hewani mengandung kolesterol sedangkan lemak nabati mengandung fitosterol.
2. Kadar asam lemak tidak jenuh dalam lemak hewani lebih kecil dari lemak nabati.
3. Lemak hewani mempunyai bilangan Reichert-Meissl lebih besar dan bilangan Polenske
lebih kecil dibanding dengan minyak nabati.
Klasifikasi lemak nabati berdasarkan sifat fisiknya (sifat mengering dan sifat cair) dapat
dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Klasifikasi Minyak Nabati


Kelompok lemak Jenis lemak/minyak

1. Lemak (berwujud padat) Lemak biji coklat, inti sawit, cohune, babassu,
tengkawang, nutmeg butter, mowvah butter,
shea butter.
2. Minyak (berwujud cair)

a. Tidak mengering (non Minyak zaitun, kelapa, inti zaitun, kacang t


drying oil) anah, almond, inti alpukat, inti plum, jarak
rape, mustard.
b. Setengah mengering (semi Minyak dari biji kapas, kapok, jagung,
drying oil) gandum, biji bunga matahari, croton dan
urgen.
c. Mengering (drying oil) Minyak kacang kedele, safflower, argemone,
hemp, walnut, biji poppy, biji karet, perilla,
tung, linseed dan candle nut.
Jenis minyak mengering (drying oil) adalah minyak yang mempunyai sifat dapat
mengering jika kena oksidasi dan akan berubah menjadi lapisan tebal, bersifat kental dan
membentuk sejenis selaput jika dibiarkan di udara terbuka. Istilah minyak “setengah
mengering” berupa minyak yang mempunyai daya mengering lebih lambat.

III. SIFAT FISIKA-KIMIA MINYAK DAN LEMAK


Sifat fisika minyak dan lemak terdiri dari 13 hal yaitu :
1. Warna
Zat warna dalam minyak terdiri dari 2 golongan yaitu :
1. Zat warna alamiah
Zat warna yang termasuk golongan ini terdapat secara alamiah di dalam bahan yang
mengandung minyak dan ikut terekstrak bersama minyak pada proses ekstraksi. Zat
warna tersebut antara lain terdiri dari α danß karoten, xanthofil, klorofil, dan
anthosianin. Zat warna ini menyebabkan minyak berwarna kuning, kuning kecoklatan,
kehijau-hijauan dan kemerah-merahan.
2. Zat warna dari hasil degradasi zat warna alamiah
Warna gelap disebabkan oleh proses oksidasi terhadap tokoferol (vitamin E). Warna
coklat hanya terdapat pada minyak atau lemak yang berasal dari bahan yang telah
busuk atau memar. Warna kuning, warna ini timbul selama penyimpanan dan
intensitas warna bervariasi dari kuning sampai ungu kemerah-merahan. Timbulnya
warna kuning terjadi dalam minyak atau lemak tidak jenuh.
2. Bau Amis dalam Minyak dan Lemak
Lemak atau bahan pangan berlemak, seperti lemak babi, mentega, krim, susu bubuk, hati,
dan bubuk kuning telur dapat menghasilkan bau tidak enak yang mirip dengan bau ikan
yang sudah basi. Bau amis dapat disebabkan oleh interaksi trimetil amin oksidasi dengan
ikatan rangkap dari lemak tidak jenuh.
Trimetil amin oksidasi terbentuk akibat oksidasi trimetil amin oleh peroksida. Umumnya
persenyawaan oksidasi ini terdapat dalam otot-otot ikan, dalam jaringan hewan dan dalam
susu. Jika persenyawaan tersebut terdapat dalam minyak yang dipanaskan selama
beberapa jam pada suhu sekitar 105oC senyawa tersebut akan tereduksi sehingga
menghasilkan trimetil amin bebas.
3. Odor dan Flavor
Odor dan flavor dalam minyak pada umumnya disebabkan oleh komponen bukan
minyak, sebagai contoh bau khas dari minyak kelapa sawit dikarenakan terdapatnya beta
ionone. Sedangkan bau khas dari minyak kelapa ditimbulkan oleh nonil metil keton.
4. Kelarutan
Minyak dan lemak tidak larut dalam air. Minyak dan lemak hanya sedikit larut dalam
alkohol, tetapi akan melarut sempurna dalam etil eter, karbon disulfida dan pelarut-pelarut
halogen. Ketiga jenis pelarut ini memiliki sifat non polar sebagaimana halnya minyak dan
lemak netral. Kelarutan dari minyak dan lemak ini dipergunakan sebagai dasar untuk
mengekstraksi minyak atau lemak dari bahan yang diduga mengandung minyak.
5. Titik Cair dan Polymorphism
Polymorphism pada minyak dan lemak adalah suatu keadaan dimana terdapat lebih dari
satu bentuk kristal. Polymorphism sering dijumpai pada beberapa komponen yang
mempunyai rantai karbon panjang, dan pemisahan kristal tersebut sangat sukar. Namun
demikian untuk beberapa komponen, bentuk dari kristal-kristalnya sudah dapat diketahui.
Polymorphism penting untuk mempelajari titik cair minyak atau lemak, dan asam lemak
beserta ester-esternya. Untuk selanjutnya Polymorphism mempunyai peranan penting
dalam berbagai proses untuk mendapatkan minyak atau lemak. Asam lemak tidak
memperlihatkan kenaikan titik cair yang linier dengan bertambah panjang rantai atom
karbon. Asam lemak dengan ikatan trans mempunyai titik cair yang lebih tinggi daripada
isomer asam lemak yang berikatan cis.
6. Titik Didih
Titik didih dari asam-asam lemak akan semakin meningkat dengan bertambah panjang
rantai karbon asam lemak tersebut.
7. Titik Lunak
Titik lunak dari lemak ditetapkan dengan maksud untuk identifikasi minyak atau lemak
tersebut. Cara penetapannya yaitu dengan mempergunakan tabung kapiler yang diisi
dengan minyak.
8. Slipping Point
Penetapan slipping point dipergunakan untuk pengenalan minyak dan lemak alam serta
pengaruh kehadiran komponen-komponennya. Cara penetapannya yaitu dengan
mempergunakan suatu silinder kuningan yang kecil, yang diisi dengan lemak padat,
kemudian disimpan dalam bak yang tertutup dan dihubungkan dengan thermometer.
9. Shot Melting Point
Shot melting point adalah temperatur pada saat terjadi tetesan pertama dari minyak atau
lemak. Pada umumnya minyak atau lemak mengandung komponen yang berpengaruh
terhadap titik cairnya. Minyak dan lemak yang umumnya mengandung asam lemak tidak
jenuh dalam jumlah yang relatif besar, biasanya berwujud cair pada temperatur kamar.
10. Bobot Jenis
Bobot jenis dari minyak dan lemak biasanya ditentukan pada temperatur 25oC akan tetapi
penting juga untuk diukur pada temperatur 40oC atau 60oC untuk lemak yang titik cairnya
tinggi. Pada penetapan bobot jenis, temperatur dikontrol dengan hati-hati dalam kisaran
temperatur yang pendek.
11. Indeks Bias
Indeks bias adalah derajat penyimpangan dari cahaya yang dilewatkan pada suatu
medium yang cerah. Indeks bias tersebut pada minyak dan lemak dipakai pada
pengenalan unsur kimia dan untuk pengujian kemurnian minyak.
12. Titik Asap, Titik Api, dan Titik Nyala
Titik asap, titik nyala, titik api adalah kriteria mutu yang terutama penting dalam
hubungannya dengan minyak yang diguakan untuk mengoreng. Titik asap adalah
temperatur pada saat minyak dan lemak menghasilkan asap tipis yang kebiru-biruan pada
pemanasan tersebut. Titik nyala adalah temperatur pada saat campuran uap dari minyak
dengan udara mulai terbakar. Sedangkan titik api adalah temperatur pada saat dihasilkan
pembakaran yang terus menerus, sampai habisnya contoh uji.
13. Titik Kekeruhan
Titik kekeruhan ditetapkan dengan cara mendinginkan campuran minyak atau lemak
dengan pelarut lemak. Seperti diketahui, minyak dan lemak kelarutannya terbatas.
Campuran ini kemudian dipanaskan sampai terbentuk larutan yang sempurna. Kemudian
didinginkan dengan perlahan-lahan sampai minyak dan lemak dengan pelarutnya mulai
terpisah dan mulai menjadi keruh. Temperatur pada waktu mulai terjadi kekeruhan,
dikenal sebagai titik kekeruhan.
Sifat kimia minyak dan lemak terdiri dari 5 reaksi, yaitu :

1. Hidrolisa
Dalam reaksi hidrolisa, minyak dan lemak akan dirubah menjadi asam lemak bebas gliserol.
Reaksi hidrolisis yang dapat mengakibatkan kerusakan minyak atau lemak terjadi karena
terdapat sejumlah air dalam minyak atau lemak tersebut. Reaksi ini akan mengakibatkan
ketengikan, hidrolisa yang menghasilkan bau tengik pada minyak tersebut.
2. Oksidasi
Proses oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak antar sejumlah oksigen minyak atau
lemak. Terjadinya reaksi oksidasi ini akan mengakibatkan bau tengik pada minyak atau
lemak.
Mekanisme oksidasi yang umum dari minyak atau lemak adalah sebagai berikut :
a. Inisiasi (initiation)
RH + O2 radikal bebas
ROOH (antara lain R, RO, RO2, dan HO) (ROOH)2
b. Perambatan (propagation)
R + R RO2
RO2 + RH R + ROOH
c. Penghentian (termination)
R+R
R + RO2 hasil akhir yang stabil RO2 + RO2
3. Hidrogenasi
Proses hidrogenasi pada industri bertujuan untuk menjenuhkan ikatan dari rantai karbon
asam lemak pada minyak atau lemak. Reaksi hidrogenasi ini dilakukan dengan
menggunakan hidrogen murni dan ditambahkan serbuk nikel sebagai katalisator. Setelah
proses hidrogenasi selesai, minyak didinginkan dan katalisator dipisahkan dengan cara
penyaringan. Hasilnya adalah minyak yang bersifat plastis atau keras, tergantung pada
derajat kejenuhan.
Reaksi pada proses hidrogenasi terjadi pada permukaan katalis yang mengakibatkan reaksi
antara molekul-molekul minyak dengan gas hidrogen. Hidrogen akan diikat oleh asam
lemak yang tidak jenuh, yaitu pada ikatan rangkap, membentuk radikal kompleks antara
hidrogen, nikel, dan asam lemak tak jenuh. Setelah terjadi penguraian nikel dan radikal
asam lemak, akan dihasilkan suatu tingkat kejenuhan yang lebih tinggi. Radikal asam lemak
dapat terus bereaksi dengan hidrogen, membentuk asam lemak yang jenuh.
4. Esterifikasi
Proses esterifikasi bertujuan untuk mengubah asam-asam lemak dari trigliserida dalam
bentuk ester. Reaksi esterifikasi dapat dilakukan melalui reaksi kimia yang disebut
interesterifikasi atau pertukaran ester yang didasarkan atas prinsip transesterifikasi friedel-
craft.
O O O O
│ │ │ │
R - C – OR’ + R’’ - C – OR’’’ R – C – OR’’’ + R’’ - C – OR’
ester ester

5. Pembentukan Keton
Keton dapat dihasilkan melalui penguraian dengan cara hidrolisa ester.

H2O
2 RCH2COOCL RCH – C – O RCH2 – C = O + CO2
H+
RCH - CO RCH2

Melalui reaksi secara ini. Laural klorida misalnya, akan dirubah menjadi diundesil keton.

IV. KEBERADAAN DAN DAMPAK MINYAK DAN LEMAK TERHADAP


LINGKUNGAN

Sumber utama dari pencemaran minyak dan lemak umumnya adalah rumah tangga dan
industri. Mikroorganisme merupakan organisme yang paling berperan dalam dekomposisi
minyak di laut. Setelah kira-kira tiga bulan, hanya tinggal 15% dari volume minyak yang
mencemari air masih tetap terdapat di dalam air. Jika pencemaran minyak terjadi di pantai,
penghilangan minyak mungkin lebih cepat karena minyak akan melekat pada benda-benda
padat seperti batu dan pasir yang mengalami kontak dengan air yang tercemar tersebut.
Pencemaran air oleh minyak sangat merugikan karena dapat menimbulkan hal-hal
sebagai berikut :
1. Adanya minyak menyebabkan penetrasi sinar ke dalam air berkurang.
Ternyata intensitas sinar di dalam air sedalam 2 meter dari permukaan air yang
mengandung minyak 90% lebih rendah dari pada intensitas sinar pada kedalaman yang
sama di dalam air yang bening.
2. Konsentrasi oksigen terlarut menurun dengan adanya minyak karena lapisan film minyak
menghambat pengambilan oksigen oleh air.
3. Adanya lapisan minyak pada permukaan air akan mengganggu burung- burung yang ada
didalam air.
4. Penetrasi sinar oksigen yang menurun dengan adanya minyak dapat mengganggu
kehidupan tanaman-tanaman yang ada dalam air.
Keberadaan minyak dan lemak terdapat dua macam emulsi yang terbentuk antara minyak
dengan air, yaitu emulsi minyak dalam air dan emulsi air dalam minyak. Emulsi minyak
dalam air terjadi jika droplet-droplet minyak terdispersi di dalam air dan distabilkan
dengan intraksi kimia dimana air menutupi permukaan droplet-droplet tersebut. Hal ini
terjadi terutama di dalam air yang berombak, dan droplet-droplet minyak tersebut tidak
terdispersi pada permukaan air, melainkan menyebar di dalam air. Beberapa di antara droplet
minyak, terutama yang terikat dengan partikel mineral, akan menjadi lebih berat dan
akhirnya mengendap ke bawah.
Emulsi air dalam minyak terbentuk jika droplet-droplet air ditutupi oleh lapisan
minyak. Emulsi ini distabilkan oleh interaksi di antara droplet-droplet air yang tertutup.
Emulsi semacam ini terlihat sebagai lapisan yang mengapung pada permukaan air. Kadang-
kadang kandungan air dalam droplet-droplet minyak cukup tinggi, maka volume totalnya
menjadi lebih besar dibandingkan dengan minyak aslinya.
Dampak limbah minyak dan lemak jika dibuang tanpa diolah terlebih dahulu akan
menimbulkan akibat dan resiko terhadap kesehatan manusia, keseimbangan
lingkungan/ekologi dan keindahan/estetika lingkungan. Limbah panas dapat merusak
keseimbangan oksigen dalam air, hal ini disebabkan karena kelarutan oksigen dalam air
menjadi kecil akibat kenaikan suhu. Kenaikan suhu akibat limbah termik dapat
menyebabkan kecepatan penggunaan oksigen oleh reaksi biokimia menjadi besar akibat
kenaikan suhu.

Air limbah yang banyak mengandung materi tersuspensi dapat menyebabkan


kerugian bagi usaha perikanan. Materi tersuspensi akan menyebabkan pula terhambatnya
penetrasi cahaya, dengan adanya hambatan penetrasi cahaya maka laju fotosintesis jadi
terhambat. Air yang tercemar sering kali mengeluarkan bau yang yang sangat menusuk
hidung atau berubah warna menjadi hitam, hijau, coklat ataupun merah tergantung dari jenis
pencemar yang ada. Kejadian ini sangat mengganggu segi keindahan yang di miliki air.

V. PROSES PENGOLAHAN MINYAK DAN LEMAK

1. Proses Refining

Refining adalah salah satu aspek kimia dalam proses pengolahan minyak dan lemak.
Minyak dan lemak kasar mengandung pengotoran yang dapat menyebabkan aroma ataupun
warna yang kurang menyenangkan ataupun mempengaruhi mutunya. Pengotoran tersebut
adalah asam lemak bebas, fosfolipida, karbohidrat, protein beserta hasil degradasinya, air
serta pigmen dan hasil oksidasi lemak.

a. Settling dan degumming


Yang termasuk didalamnya adalah memanaskan lemak dalam jangka waktu tertentu
sehingga terpisah dari fase air yang mengandung protein, fosfolipida dan karbohidrat.
Untuk kondisi tertentu, minyak yang mengandung fosfolipid dilakukan pekerjaan
pendahuluan (yang disebut degumming) dengan cara menambahkan air sejumlah 2-3%
dan campuran ini diaduk pada temperatur 50oC dan dipisahkan dengan cara dekantasi
atau sentrifugasi.

b. Netralisasi

Untuk menghilangkan asam lemak bebas, sejumlah NaOH dicampurkan ke dalam lemak
dan dipanaskan sehingga membentuk fase air. Fase air ini dipisahkan dan dapat
digunakan untuk pembuatan sabun. Sisa fase air yang masih tercampur dengan lemak
dibebaskan dengan mencucinya dengan air panas, kemudian didiamkan atau
disentrifugasi. Disamping asam lemak bebas yang terdapat dalam air juga terdapat
fosfolipid dan zat warna.

2. Bleaching (memutihkan)

Untuk memperoleh minyak yang bebas dari zat warna dilakukan dengan pemanasan
pada suhu 85oC dan penambahan karbon aktif atau Fuller’s earth. Selama proses
pemutihan ini harus diusahakan untuk mencegah terjadi oksidasi. Zat lain seperti
fosfolipid, sabun, dan bahan yang teroksidasi akan terserap bersama dengan zat warna
ini. Pemisahan dilakukan dengan penyaringan.

3. Deodorasi

Deodorasi adalah senyawa menguap yang aromanya tidak menyenangkan, yang


umumnya timbul akibat oksidasi minyak, dihilangkan dengan destilasi uap pada tekanan
rendah. Bila tekanan 1 atmosfer kemungkinan terjadi oksidasi.
4. Proses Fraksinasi

Minyak dan lemak mengandung campuran trigliserida yang titik lebur dan
kelarutan yang berbeda. Bila didinginkan secara perlahan-lahan trigliserida dengan tingkat
kejenuhan yang lebih tinggi akan mengendap terlebih dahulu, sehingga akan terpisah dari
campurannya dengan minyak.
a. Fraksinasi kering
Pada fraksinasi kering, didasarkan pada proses pendinginan melalui suatu kontrol
terhadap kondisi pendinginan tanpa penambahan bahan kmia dan dilanjutkan dengan
penyaringan.

b. Fraksinasi lanza

Fraksinasi ini mirip dengan fraksinasi kering sampai pada tahap pemisahannya.
Kemudian ditambahkan larutan deterjen air yang akan menempatkan kembali fase
minyak diatas permukaan kristal dan akan membentuk suspensi yang kemudian
dipisahkan dengan sentrifugasi. Kristal lemak kemudian dilelehkan pada alat pemanas
dan campuran minyak dengan air dipisahkan dengan sentrifugasi.

c. Fraksinasi pelarut

Mendinginkan lemak yang sudah dilarutkan biasanya menghasilkan fraksi yang lebih
baik. Fraksinasi pelarut ini menggunakan bahan pelarut berupa pelarut aseton, heksan,
2-nitro propana. Aseton digunakan untuk memproduksi lemak coklat. Heksan
digunakan untuk fraksinasi minyak kelapa sawit.
d. Fraksinasi minyak kelapa sawit

Minyak kelapa sawit tahan terhadap oksidasi, pada suhu kamar (20- 27oC), karena
minyak yang dihasilkan dengan cara ini cukup stabil, maka beberapa tanaman
digunakan untuk fraksinasi minyak kelapa sawit untuk menghasilkan minyak cair (65-

70%) palm olein dengan titik lebur 18-20oC dan fraksi stearin (30-35%) dengan titik

lebur 48-50oC.

Penanganan dan penghilangan kandungan minyak dan lemak (oil and grease) pada
air limbah domestik, industri, dan juga lumpur (sludge) sangat penting untuk
dipertimbangkan karena perbedan sifatnya dari parameter pencemar lain, yaitu daya larut
yang lemah di air dan kecenderungannya untuk terpisah dari fase cair. Hal ini karena
meskipun dapat dipisahkan dengan mengandalkan alat flotasi (pemisah air dan minyak
berdasarkan perbedaan berat jenis), sifat dari minyak dan lemak tersebut dapat
menghambat transportasi limbah di jaringan perpipaan, serta menghambat
penghancurannya pada unit pengolahan biologis dan penghilangannya pada saluran
penerima air.
Dari pengalaman yang ada, minyak dan lemak yang bersumber dari industri
pemotongan hewan ternak dan restoran dapat mengurangi kapasitas saluran dalam
mengalirkan limbah sehingga perlu diatur peraturan dan regulasi standar baku kandungan
minyak dan lemah pada saluran air, serta diwajibkan bagi pihak terkait untuk memasang
instalasi pra-pengolahan. Masalah yang muncul akibat keberadaaan minyak dan lemak
sangat mempengaruhi kondisi instalasi pengolahan air, dimana terdapat sedikit sekali unit
pengolahan yang mampu memisahkan limbah buangan dari potongan hewan penghasil
minyak ataupun dengan dibakar. Akibatnya, sisa yang terpisahkan sebagai scum (lapisan
lemak putih berbuih) pada bak pengendapan primer akan disalurkan bersamaan dengan
padatan yang mengendap ke unit pembuangan akhir. Pada bak pengolahan lumpur, minyak
dan lemak cenderung memisahkan diri di permukaan dengan membentuk lapisan scum
yang padat karena daya larutnya yang lemah pada air dan berat jenisnya yang lebih ringan
dari air.
VI. PERMASALAHAN MINYAK DAN LEMAK

a. Akibat Air Limbah Buangan Industri


Pada instalasi pengolahan air limbah, tidak semua kandungan minyak dan lemak di
limbah akan mengendap karena masih banyak yang tersisa pada airnya (clarified wastewater)
dalam bentuk emulsi halus. Selanjutnya, emulsi halus inilah yang pada unit pengolahan
biologis akan hancur dan menghasilkan partikel-partikel bebas yang kemudian menyatu dan
membentuk partikel yang lebih besar yang terpisah dari air. Pada unit pengolahan lumpur
aktif, lemak seringkali membentuk bola-bola lemak yang membuat permukaan bak
pengendapan menjadi tak sedap dipandang.
Selain itu, baik pada unit proses trickling filter maupun lumpur aktif, jumlah lemak yang
banyak sangat berpotensi untuk melapisi padatan biologis dengan cukup, yang mana
bercampur dengan kandungan oksigen untuk menjadi makanan bagi sel hidup (mikroba). Hal
inilah yang seringkali disebut sebagai proses “smothering” atau pelapisan. Namun pada unit
proses yang berkecepatan tinggi (high-rate process), kontak yang singkat antara air limbah
dengan organisme pemakan lemak membuat organisme tersebut memiliki daya adsorpsi yang
kurang untuk menahan agar lemak tidak lepas dan mengoksidasikannya. Hal ini menyebabkan
lemak masih dapat muncul saat pengendapan di bak pengendapan akhir atau di saluran air
penerima.
b. Akibat Polutan Transportasi
Tidak hanya berasal dari air limbah buangan, masalah penemaran minyak juga terjadi pada
air laut yang terpapar tumpahan minyak mentah yang mengakibatkan matinya hewan laut dan
tercemarnya pantai. Selain itu, air limpasan hujan yang berasal dari jalan raya yang
mengandung banyak ceceran minyak dari moda transportasi pun dapat menyebabkan sungai
yang menerima pelimpasan tersebut mengandung minyak. Gambar 1 menunjukan peristiwa
tumpahnya minyak di laut.
Gambar 1 Peristiwa Tumpahnya Minyak di Laut
Sumber : geography6.wordpress.com

VII. PENGUKURAN MINYAK DAN LEMAK

Istilah minyak mengacu pada sejumlah besar zat yang terdiri memiliki berat molekul
yang bervariasi dari rendah hingga tinggi (yang dipisahkan menggunakan proses distilasi
minyak). Sementara istilah lemak mengacu pada sejumlah zat organik yang mampu
diekstraksi oleh pelarut heksana dari larutan cair maupun suspensi, yaitu yang memiliki berat
molekul hidrokarbon lebih tinggi dan semua bentuk gliserida binatang dan tumbuhan.
Sejumlah besar zat yang dapat dilarutkan heksana adalah hidrokarbon, ester, minyak, lemak,
lilin, asam lemak, dll. Dengan demikian, heksana digunakan sebagai metode standar untuk
menentukan kandungan minyak dan lemak karena 2 sifat khususnya yaitu 1) pelarut yang baik
bagi semua jenis minyak dan lemak, dan 2) memiliki daya pelarutan yang kurang untuk
senyawa organik lainnya. Meskipun CFC dapat melarutkan minyak dan lemak lebih baik serta
memiliki daya ledak yang lebih sedikit, namun karena kemampuan merusak ozonnya
penggunaan metode standar tetap pada heksana.
Prosedur pengukuran kandungan minyak dan lemak dengan heksana adalah dengan
memanaskaan pengeringan/ekstrakasi sampel pada suhu 103°C, di mana semua zat memiliki
titik didih di bawah suhu tersebut akan hilang, termasuk juga zat yang memiliki tekanan uap
besar pada suhu tersebut. Hal ini karena zat tersebut keberadaannya relatif sedikit dan tidak
begitu berpengaruh pada limbah domestik, kecuali pada pengukuran di industri perminyakan.
Pada suhu 103°C, zat yang dikategorikan sebagai lemak memiliki tekanan uap yang sangat
rendah dan dapat diperoleh besar jumlahnya dengan ekstraksi heksana. Pada kasus yang
melibatkan pengeringan, terdapat kemungkinan terjadinya oksidasi pada susunan/formasi zat
yang tak jenuh, sehingga akan mengubah zat tersebut menjadi tak mudah larut. Hal ini
membuat pengukuran minyak dan lemak dengan metode ini sangat tidak alamiah dan akurat,
namun cara ini merupakan hasil dari percobaan selama bertahun-tahun untuk mendapatkan
pengukuran yang masuk akal.

VIII. METODE ANALISIS MINYAK DAN LEMAK

a. Air Bersih
Pada instalasi air bersih, pengukuran minyak dan lemak jarang dilakukan kecuali pada pada
kontaminasi yang begitu besar, dan dipilih metode analisis yang menggunakan data volatilitas
dari kontaminan tersebut. Semua prosedur standar yang dilakukan akan mengukur zat dengan
titik didih tinggi, namun untuk yang memiliki tekanan uap besar pada 70°C harus diukur
dengan pemisahan inframerah atau dengan prosedur hidrokarbon.
b. Air Limbah
Terdapat empat prosedur yang berbeda untuk mengukur kandungan minyak dan lemak pada
sampel air limbah yang melibatkan ekstraksi awal menjadi heksana atau CFC-113 (hanya pada
prosedur inframerah), di antaranya:
1. Prosedur Partisi-Gravimetri
Prosedur ini melibatkan pengukuran residu yang tersisa dari pemisahan dan penguapan
heksana dari air, dimana residu yang diukur dinyatakan sebagai kandungan minyak dan
lemak. Prosedur ini memiliki kelebihan yaitu waktu analisis yang cepat.
2. Prosedur Partisi-Inframerah
Pada prosedur ini, pengukuran dilakukan pada CFC-113 yang mengekstraksi zat-zat
dengan menggunakan pemindai inframerah. Akurasi dari prosedur ini bergantung pada
penggunaan minyak dan lemak yang digunakan sebagai standar untuk kalibrasi, dimana
komposiinya sama dengan komposisi kandungan minyak dan lemak yang dianalisis.
3. Prosedur Ekstraksi Soxhlet
Prosedur ini melibatkan langkah awal berupa asidifikasi dan filtrasi untuk meghilangkan
minyak dan lemak dari fase cair, serta ekstraksi heksana. Kelebihan prosedur terletak pada
kemampuannya menahan lebih banyak kandungan hidrokarbon volatil dari pada prosedur
gravimetri. Digunakannya proses filtrasi karena dapat dengan efektif memisahkan zat-zat
yang termasuk minyak dan lemak sekaligus mempertahankan kandungan zat yang
memiliki berat molekul rendah dan zat yang mudah larut pada air limbah. Kemudian
pengeringan zat yang tersaring dapat menghilangkan air sehingga pelarut (heksana) dapat
tuntas mempenetrasi dan memisahkan lemak dari sampel selama ekstraksi yang umumnya
berlangsung 4 jam.

Gambar 2 Ekstraksor Soxhlet


Sumber : http://maharajay.lecture.ub.ac.id/files/2014/02/Analisis-Lemak-Minyak1.pdf

Proses ini juga mampu menghilangkan banyak air yang kemungkinan masih
terkandung diekstrak sehingga memudahkan proses pengeringan. Prosedur Soxhlet ini
menggunakan tipe ektraktor yang mampu melakukan ekstraksi berkala.
4. Prosedur Selektif
Prosedur ini didesain untuk lebih selektif dalam menentukan kandungan hidrokarbon yang
tergabung dengan produk petroleum dan untuk memisahkan asam lemak dan zat lemak
(fatty) lainnya yang lebih dihasilkan dari hewan dan tumbuhan. Karena inilah prosedur ini
lebih cocok dsebut dengan analisis hidrokarbon dibandingkan dengan analisis minyak dan
lemak. Pada prosedur ini, gel silika ditambahkan ke ekstrak heksana dan secara selektif
menghilangkan zat-zat lemak sehingga yang dianalisis adalah zat-zat yang tersisa pada
pelarut heksana dengan menggunakan salah satu dari 3 prosedur sebelumnya.
c. Lumpur
Lumpur merupakan material yang seringkali sulit disaring, dan jika dibiarkan lebih lama akan
membutuhkan proses pengeringan yang cukup dengan ekstraksi oleh pelarut. Sehingga
prosedur yang berlaku saat ini melibatkan penggunaan teknik dehidrasi kimiawi yang mana
tidak memerlukan filtrasi dan dehidrasi. Prosedur ini terdiri dari penimbangan sampel
asidifikasi untuk menghilangkan asam lemak, dan penambahan MgSO4.H2O secukupnya
untuk menyatukan semua air dengan membentuk formasi yang lebih terhidrasi yaitu
MgSO4.7H2O. Dengan ikatan kimia air seperti ini, sampel kemudian diekstraksi kandungan
lemaknya. Pemisahan bentuk MgSO4.H2O dan zat organik oleh heksana dapat menggunakan
ekstraktor Soxhlet.

IX. APLIKASI DATA MINYAK DAN LEMAK


Penggunaan data minyak dan lemak dapat mencakupi hal-hal sebagai berikut:
1. Data minyak dan lemak digunakan sebagai salah satu parameter yang ditetapkan
pemerintah dalam penetapan baku mutu kualitas air limbah yang diperbolehkan masuk
ke saluran penerima air limbah. Dengan demikian, pelaku industri seperti tempat
pemotongan hewan dan restauran harus mengolah limbah yang dihasilkannya agar
memiliki kandungan minyak dan lemak yang tidak melebiki standar baku mutu limbah
sebelum dialirkan ke saluran terdekat.
2. Data minyak dan lemak digunakan pada fasilitas unit pengolahan limbah untuk
menghilangkan lapisan tak sedap-pandang yang berada di permukaan air, dimana minyak
dan lemak adalah kandungan utamanya. Dengan pengukuran kandungan minyak dan
lemak secara periodik, efektifitas dan efisiensi penghilangannya dapat ditentukan
misalnya pada unit operasi bak sedimentasi, unit proses pengolahan sekunder dan effluen
akhirnya, serta dapat mengukur kandungan pada badan air penerima.
3. Penentuan minyak dan lemak juga secara intensif digunakan pada unit pengolahan
lumpur, dimana penghancuran kandungan minyak dan lemak dapat ditentukan pada
pengolahan anaerobik, khususnya untuk menghilangkan masalah scum. Pengukuran
kandungan minyak dan lemak pada lumpur menentukan kelayakannya untuk digunakan
sebagai pupuk karena harus memenuhi persentasi yang tidak berlebihan.
L A T I H A N__________________________________________________________________

Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah latihan berikut!

1. Jelaskan secara rinci pengertian tentang minyak dan lemak!


2. Jelaskan secara rinci sumber-sumber dari minyak dan lemak!
3. Jelaskan secara lebih mendalam tentang keberadaan dan dampak minyak dan lemak terhadap
lingkungan!

Petunjuk Jawaban Latihan

1. Mahasiswa dapat lebih memahami pengertian tentang minyak dan lemak.


2. Mahasiswa dapat lebih memahami tentang sumber-sumber dari minyak dan lemak.
3. Mahasiswa dapat lebih memahami keberadaan minyak dan lemak dan dampaknya terhadap
lingkungan.

R A N G K U M A N ___________________________________________________________

Minyak dan lemak terdiri dari trigliserida campuran, yang merupakan ester dari gliserol dan asam
lemak rantai panjang. Asam lemak di bagi 2 yaitu asam lemak jenuh dan asam lemak tidak
jenuh. Asam lemak jenuh adalah asam lemak yang tidak mempunyai ikatan rangkap, sedangkan
asam lemak tidak jenuh adalah asam lemak yang mempunyai 1 atau lebih ikatan rangkap.
Keberadaan minyak dan lemak juga asam volatil dalam air limbah rumah tangga maupun industri
menyebabkan pencemaran lingkungan. Tidak hanya berasal dari air limbah buangan, masalah
penemaran minyak juga terjadi pada air laut yang terpapar tumpahan minyak mentah yang
mengakibatkan matinya hewan laut dan tercemarnya pantai. Selain itu, air limpasan hujan yang
berasal dari jalan raya yang mengandung banyak ceceran minyak dari moda transportasi pun dapat
menyebabkan sungai yang menerima pelimpasan tersebut mengandung minyak.
Dampak limbah minyak dan lemak jika dibuang tanpa diolah terlebih dahulu akan menimbulkan
akibat dan resiko terhadap kesehatan manusia, keseimbangan lingkungan/ekologi dan
keindahan/estetika lingkungan.

Untuk itu kandungan minyak dan lemak dalam air limbah perlu dihindari ataupun dikurangi
keberadaannya dengan cara memproteksi dan mengolahnya untuk mereduksi jumlahnyanya di
lingkungan.

T E S F O R M A T I F 1_________________________________________________________

Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!

1. Yang termasuk jenis asam lemak adalah….


A. Asam lemak jenuh dan tidak jenuh
B. Asam lemak kurang jenuh dan tidak jenuh
C. Asam lemak jenuh dan tidak kurang jenuh
D. Asam lemak tidak jenuh dan tidak kurang jenuh

2. Asam lemak tidak jenuh ini dibagi seperti di bawah ini, kecuali…
A. 2 ikatan rangkap
B. 1 ikatan rangkap
C. Tidak ada ikatan rangkap
D. Lebih dari 3 ikatan rangkap

3. Mendinginkan campuran minyak atau lemak dengan pelarut lemak merupakan cara untuk
menentukan….
A. Titik Cair
B. Titik Leleh
C. Titik Asap
D. Titik Kekeruhan
4. Prosedur yang melibatkan pengukuran residu yang tersisa dari pemisahan dan penguapan
heksana dari air adalah…
A. Prosedur Selektif
B. Prosedur Partisi-Gravimetri
C. Prosedur Partisi-Inframerah
D. Prosedur Ekstraksi Soxhlet

5. Proses fraksinasi dibagi menjadi beberapa jenis, kecuali…


A. Fraksinasi Kering
B. Fraksinasi Lanza
C. Fraksinasi Pelarut
D. Fraksinasi Terlarut

Cocokanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 1 yang terdapat di bagian akhir
modul ini. Hitunglah jawaban yang benar. Kemudian, gunakan rumus berikut untuk mengetahui
tingkat penguasaan Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 1.

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐽𝑎𝑤𝑎𝑏𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝐵𝑒𝑛𝑎𝑟


Tingkat Penguasaan = x 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑜𝑎𝑙

Arti tingkat penguasaan: 90-100% = baik sekali


80-89% = baik
70-79% = cukup
<70% = kurang

Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat meneruskan dengan modul
berikutnya. Bagus! Jika masih di bawah 80%, Anda harus mengulangi materi Kegiatan Belajar 1,
terutama bagian yang belum dikuasai.
KEGIATAN BELAJAR 2

ASAM VOLATIL

Kegiatan Belajar 2 ini Anda diminta untuk memahami tentang asam volatil. Selain itu Anda
diharapkan dapat menjelaskan tentang asam volatil yang terkandung dalam air limbah, teori
mengenai asam volatil, methode analisis maupun aplikasi data asam volatil. Selamat belajar!

I. PENDAHULUAN
Penentuan kandungan asam volatil (volatile acids) telah menjadi kebutuhan yang sangat
penting dalam pengaturan unit instalasi air limbah. Hal ini disebabkan karena asam volatil
yang dihasilkan selama dekomposisi biokimia dari materi organik, jika dalam jumlah yang
besar (terakumulasi) akan menimbulkan dampak bahaya. Asam volatil merupakan sebutan
bagi senyawa yang memiliki berat molekul rendah (dimana komponen pentingnya berupa
asam lemak rantai pendek). Asam tersebut disebut volatil karena asam lemak ini dapat
didistilasi pada tekanan atmosfer. Bahayanya akumulasi asam volatil yang berlebihan dapat
diakibatkan karena tidak seimbangnya jumlah bakteri yang “memakan” kandungan organik
saat proses dekomposisi, yang mana ditandai dengan kapasitas penyangga yang melampai
batas dan angka pH yang turun/jatuh. Jika hal ini telah terjadi, asam volatil yang normalnya
berada pada kisaran konsentrasi 50-250 mg/L akan naik drastis menjadi 2000-6000 mg/L,
diukur dalam bentuk asam asetik.

II. TEORI ASAM VOLATIL


Proses dekomposisi biokimiawi pada pengolahan limbah terdiri dari 4 tahap dimana 3 jenis
bakteri yang berbeda bekerja pada keempat tahap ini. Pada tahap pertama, air limbah yang
memiliki kandungan materi organik kompleks dalam bentuk karbohidrat, protein, serta
minyak dan lemak mengalami hidrolisis menjadi bentuk komponen dasar. Kemudian proses
dilanjutkan oleh tahap kedua yaitu proses fermentasi hingga menjadi asam kompleks/asam
volatil seperti asam lemak, alkohol, CO2, NH3, dan sedikit hidrogen. Dua tahap yaitu hidrolisis
dan fermentasi ini dilakukan oleh jenis bakteri yang sama yaitu bakteri fakultatif dan
anaerobik. Kemudian pada tahap ketiga, asam kompleks terebut akan mengalami asetogenesis
dan dehidrogenasi oleh organisme asidogenik dan pen-dehidrogenasi, dimana bentuk tersebut
diolah menjadi asam asetik (sekitar 72%), hidrogen, dan asam format (28%). Dari hasil inilah,
kemudian tahap terakhir yaitu proses metanogenesis akan dilakukan oleh bakteri pembentuk
metana yang menghasilkan metana (metanogenesis).

Di sini, keseimbangan antara jumlah bakteri tahap ketiga dan keempat amat menentukan
keberadaan jumlah asam volatil, yang mana jika jumlah bakteri pembentuk metana tidak
mampu memakan semua jumlah asam asetik yang dihasilkan oleh bakteri asidogenik dan
bakteri pen-dehidrogenasi, maka jumlah asam volatil akan melimpah. Hal ini karena
meskipun keberadan bakteri metana banyak di alam, namun populasinya masih jauh lebih
sedikit dibandingkan dengan keberadaan bakteri fermentasi dan asidogenasi. Dengan
demikian, amat diperlukan pengaturan yang baik pada instalasi unit pengolahan air limbah,
khususnya pada pengaturan “seeding” di mana resirkulasi lumpur diterapkan.
Di antara ketiga jenis bakteri pada dekomposisi biokimia, bakteri metana lah yang paling
dipengaruhi keberadaan dan jumlahnya, di antaranya oleh 1) perubahan kondisi lingkungan
seperti pH dan suhu, dan 2) muatan makanan (solid content/substrate).

Dalam kasus ini, tujuan utama unit pengolahan adalah untuk menghilangkan lumpur yang
terbentuk, namun penghilangan lumpur yang terlalu banyak justru akan menghabiskan jumlah
bakteri metana sehingga akumulasi asam volatil bisa terjadi. Sementara itu, bentuk asam
asetik merupakan bentuk asam volatil yang paling banyak ditransformasikan yaitu 52%,
sementara sekitar 20% asam asetik langsung diperoleh dari proses hidrolisis dan fermentasi
organik kompeks, sehingga total 72% bentuk asam asetik diperoleh.

Proses yang menyebabkan meningkatnya jumlah asam volatil sebenarnya disebabkan karena
kapasitas buffer yang rendah, akibat fermentasi anaerobik yang jauh lebih cepat dibandingkan
dengan kemampuan bakteri metana yang berjumlah sedikit untuk melakukan metanogenesis.
Akumulasi jumlah asam bebas yang diproduksi akan membuat nilai pH menjadi turun karena
tidak diubah segera menjadi metana akibat kekurangan bakteri metana. Padahal, kinerja
bakteri metana hanya baik ketika pH di atas 6,5 sementara dua bakteri lainnya masih bisa
bekerja efektif sampai pH 5. Apabila kondisi yang muncul adalah 5 < pH < 6.5, maka
ketidakseimbangan terjadi karena dua hal sekaligus yaitu 1) asam organik masih terus
diproduksi banyak, dan 2) kinerja bakteri metana justru terhambat.

Untuk mencegah jatuhnya nilai pH, maka zat penyangga yang dapat meregulasi konsentrasi
ion hidrogen ialah bikarbonat yang memiliki keseimbangan dengan asam karbonat. Dari
hubunagan keseimbangan yang terbentuk, semakin tinggi konsentrasi bikarbonat dan semakin
rendah persentase kandungan CO2 di gas yang dihasilkan, maka semakin tinggi nilai pH. Jika
akumulasi terjadi, maka asam volatil akan menghancurkan penyangga bikarbonat dan
meningkatkan konsentrasi CO2, di mana konsentrasi bikarbonat akan turun menjadi di bawah
1000 mg/L sehingga akumulasi asam lebih jauh akan menurunkan nilai pH dengan sangat
cepat. Maka dari itu, penentuan asam volatil amat penting di mana masalah pH dapat dideteksi
sebelumnya.

III. METODE ANALISIS ASAM VOLATIL


Terdapat dua metode standar dalam menentukan nilai asam volatil, yaitu dengan
menggunakan metode pemisahan kolom kromatografi dan distillasi.
a. Pemisahan Kromatografi
Metode ini melibatkan pemisahan fraksi yang terkandung pada sampel dengan
menggunakan dua fase solvent/pelarut, yaitu fase diam (fixed/immobile), dan fase bergerak
(moving/mobile) pada sebuah kolom/flask. Material sampel yang hendak diuji ditempatkan
pada pelarut fase diam yang dapat berbentuk cair atau padat/gel. Sementara pelarut fase
bergerak harus dibuat berbeda dari fase diamnya sehingga material sampel yang hendak
diuji dapat terlarut pada fase bergerak, di mana jika fase diamnya adalah cair maka fase
bergeraknya adalah berbentuk gas (disebut kromatografi gas), namun jika fase diamnya
adalah padat/semi padat maka fase bergerak yang digunakan dapat berbentuk cair atau gas
(kromatografi cair).

Pada penentuan asam volatil, sampel yang hendak diuji dipisahkan terlebih dahulu dari
kandungan padatan terlarutnya (suspended solids) dengan filtrasi atau sentrifugasi, dan
kandungan asam anorganik serta garamnya dihilangkan sehingga kandungan yang masih
terdapat pada sampel adalah asam organik. Maka dari itu, metode ini lebih
mengindikasikan kandungan asam organik dari pada asam volatil, namun dengan kapasitas
analisis mencapai 100% dari semua total kandungannya. Kemudian, sampel diasidifikasi
dengan asam sulfat untuk mengubah asam volatil menjadi bentuk yang tidak terionisasi
(un-ionized). Proses ini dimaksudkan agar asam volatil dapat dipisahkan dan tidak menyatu
dengan kandungan lainnya.

Setelah dilakukan penanganan awal, sampel dapat mulai diuji kromtografi dengan
diletakkan di atas pelarut fase diam berupa gel silika yang ditempatkan pada kolom,
kemudian pelarut fase bergerak berupa kloroform-butanol ditambahkan. Dalam proses ini,
pelarut bergerak akan membawa material yang lebih terlarut olehnya berupa zat asam
volatil bentuk un-ionized. Dengan demikian, penentuan kadar asam volatil dapat dititrasi
dengan NaOH, di mana jumlah NaOH yang terukur merepresentasikan jumlah asam
volatil. Alasan penggunaan titran ini adalah karena NaOH merupakan larutan metanol yang
mana air tidak akan terlarut pada pelarut organik ini.

b. Distilasi
Metode distilasi langsung dilakukan pada penentuan asam volatil yang membutuhkan uji
rutin, karena berlangsung cepat dan cukup memberikan akurasi untuk kebutuhan presisi
data asam volatil yang tidak lebih dari 50 mg/L. Sesuai dengan namanya, penggunaan
metode uji ini didasarkan pada kemampuan asam lemak bermolekul rendah hingga asam
oktanoik yang mampu didistilasi pada tekanan uap 100˚C. Karena pada unit pengolahan
anaerobik suasana pH berada pada 6.5 – 7.5, sampel harus diberikan asam kuat non-volatil
seperti asam sulfat sehingga bentuk ioniknya akan berubah menjadi bentuk yang tak dapat
terionisasi. Dari data tekanan uap yang ada, asam yang memiliki berat molekul rendah akan
terdistilasi lebih dahulu akibat nilai tekanan uapnya yang lebih besar, meliputi asam
formik, acetik, dan propionik. Namun ketiga bentuk ini sangat sulit dipisahkan dengan
distilasi menggunakan larutan pengencer karena larutan ini bukan suatu karakter yang
ideal, mengingat ada ikatan molekul antara molekul asam dengan air sehingga ketiga jenis
tersebut berada dalam campuran biner.
Dengan demikian, dilakukan pengkategorian dengan kelas. Asam formik dan air
membentuk campuran kelas II, di mana air adalah komponen utama pada fase uap ketika
larutan encer didistilasi. Asam acetik dan air membentuk campuran kelas I di mana uap air
adalah bagian besar pada vase uap. Pemisahan uap pada masing-masing kelas
menghasilkan hasil distilasi yang utamanya air murni dan asam tetap berada dalam bentuk
cairan yang belum terdistilasi. Karena hal inilah pemisahan uap harus dijaga seminimum
mungkin pada penentuan asam volatil. Hasil distilasi kemudian diukur dengan titrasi oleh
larutan NaOH dengan penggunaan indikator PP pada titik akhirnya. Jika uji dilakukan
sesuai dengan prosedur, maka nilai asam volatil yang terukur akan mencapai 70% dari
kadar totalnya.

Tidak diperlukan untuk memisahkan padatan tersuspensi pada uji asam volatil dengan
distilasi asalkan dinding tabung/labu yang digunakan panasnya tidak berlebih, sebab dalam
suasana asam kuat zat padat tersuspensi akan mengalami dekomposisi dan akan berakibat
pada naiknya jumlah asam organik. Selain itu panas yang berlebih akan menyebabkan asam
sulfat tereduksi menjadi sulfur dioksida, yang kemudian akan menjadi asam anhydride
yang akan terlarut pada hasil distilasi untuk membentuk asam sulfat dan mengakibatkan
munculnya hasil yang sagat besar. Dengan demikian, penggunaan pemanas elektrik dapat
menghindari hal-hal tersebut. Selain itu, laju distilasi merupakan hal yang harus
diperhatikan dan dipantau, mengingat ada laju distilasi yang rendah, fraksinasi/pemisahan
pada leher tabung terjadi dan asam volatil tidak akan terbawa pada hasil distilasi seperti
yang diinginkan.
Gambar 2. Alat Distilasi
Sumber : http://klh.solokkota.go.id/file/1412111735_sni-06-6989.10-2004.pdf

Pemberhentian proses distilasi juga harus dilakukan dengan tepat ketika hasil distilasi telah
sesuai. Jika tidak, residu yang tersisa di tabung akan terpapar dengan kelebihan asam sulfat
yang digunakan, sehingga asam pada residu akan lebih pekat sehingga proses distilasi akan
terus berlanjut. Jika distilasi berjalan terlalu lama, maka asam sulfat akan mengakibatkan
dekomposisi pada materi organik lain di residu dan akan tereduksi sehingga nilai yang
muncul akan terlalu besar dan tidak akurat.

IV. APLIKASI DATA ASAM VOLATIL


Pengukuran kadar asam volatil sangat diperlukan dalam penyajian data di unit pengolahan
anaerobik, terkait dengan degradasi materi organik dan kondisi lingkungan yang akan
berpengaruh pada aktivitas bakteri penghasil metana. Karena karakteristik dari influen limbah
yang masuk berbeda-beda berdasarkan sumbernya, maka kompleksitas proses kimiawi dan
biologisnya juga akan berpengaruh sehingga perlu diketahui data rutin, yang menyajikan
informasi penting sehubungan dengan peran asam volatil selama proses pengolahan
berlangsung, serta kepentingannya sebagai indikator pendeteksi (jika bakteri metana tidak
mampu menyeimbangkan kinerja bakteri fermentasi dan asidogenik).

Pentingnya data rutin ini telah banyak dibuktikan pada penelitian di unit instalasi, karena
berkaitan juga dengan kapasitas desain intalasi. Terlebih semenjak pengolahan limbah laju
cepat (high-rate) sudah banyak berperasi, uji kandungan asam volatil menjadi lebih penting
karena koreksi dan evaluasi harus berjalan cepat. Dengan demikian, uji kandungan asam
volatil merupakan metodeuji yang paling menjanjikan dalam penyajian informasi yang
bersangkutan sesegera mungkin dan pada biaya yang masuk akal.

L A T I H A N__________________________________________________________________

Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah latihan berikut!

1. Jelaskan secara rinci pengertian tentang asam volatil!


2. Jelaskan secara rinci tentang teori asam volatil!
3. Jelaskan secara lebih mendalam tentang metode analisis asam volatil!

Petunjuk Jawaban Latihan

1. Mahasiswa dapat lebih memahami pengertian tentang asam volatil.


2. Mahasiswa dapat lebih memahami tentang teori asam volatil.
3. Mahasiswa dapat lebih memahami mengenai metode analisis asam volatil.

R A N G K U M A N ___________________________________________________________

Penentuan kandungan asam volatil (volatile acids) telah menjadi kebutuhan yang sangat
penting dalam pengaturan unit instalasi air limbah. Hal ini disebabkan karena asam volatil
yang dihasilkan selama dekomposisi biokimia dari materi organik, jika dalam jumlah yang
besar (terakumulasi) akan menimbulkan dampak bahaya. yaitu akumulasi asam volatil yang
berlebihan. dapat diakibatkan karena tidak seimbangnya jumlah bakteri yang “memakan”
kandungan organik saat proses dekomposisi, yang mana ditandai dengan kapasitas penyangga
yang melampai batas dan angka pH yang turun/jatuh. Jika hal ini telah terjadi, asam volatil
yang normalnya berada pada kisaran konsentrasi 50-250 mg/L akan naik drastis menjadi
2000-6000 mg/L, diukur dalam bentuk asam asetik. Oleh sebab itu, penentuan asam volatil
amat penting di mana masalah pH dapat dideteksi sebelumnya.
Pengukuran kadar asam volatil sangat diperlukan dalam penyajian data di unit pengolahan
anaerobik, terkait dengan degradasi materi organik dan kondisi lingkungan yang akan
berpengaruh pada aktivitas bakteri penghasil metana. Karena karakteristik dari influen limbah
yang masuk berbeda-beda berdasarkan sumbernya, maka kompleksitas proses kimiawi dan
biologisnya juga akan berpengaruh sehingga perlu diketahui data rutin, yang menyajikan
informasi penting sehubungan dengan peran asam volatil selama proses pengolahan
berlangsung, serta kepentingannya sebagai indikator pendeteksi (jika bakteri metana tidak
mampu menyeimbangkan kinerja bakteri fermentasi dan asidogenik).

T E S F O R M A T I F 2_________________________________________________________

Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!

1. Yang termasuk jenis asam lemak adalah….


A. Asam lemak jenuh dan tidak jenuh
B. Asam lemak kurang jenuh dan tidak jenuh
C. Asam lemak jenuh dan tidak kurang jenuh
D. Asam lemak tidak jenuh dan tidak kurang jenuh

2. Asam lemak tidak jenuh ini dibagi seperti di bawah ini, kecuali…
A. 2 ikatan rangkap
B. 1 ikatan rangkap
C. Tidak ada ikatan rangkap
D. Lebih dari 3 ikatan rangkap

3. Mendinginkan campuran minyak atau lemak dengan pelarut lemak merupakan cara untuk
menentukan….
A. Titik Cair
B. Titik Leleh
C. Titik Asap
D. Titik Kekeruhan
4. Prosedur yang melibatkan pengukuran residu yang tersisa dari pemisahan dan penguapan
heksana dari air adalah…
A. Prosedur Selektif
B. Prosedur Partisi-Gravimetri
C. Prosedur Partisi-Inframerah
D. Prosedur Ekstraksi Soxhlet

5. Proses fraksinasi dibagi menjadi beberapa jenis, kecuali…


A. Fraksinasi Kering
B. Fraksinasi Lanza
C. Fraksinasi Pelarut
D. Fraksinasi Terlarut

Cocokanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 1 yang terdapat di bagian akhir
modul ini. Hitunglah jawaban yang benar. Kemudian, gunakan rumus berikut untuk mengetahui
tingkat penguasaan Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 1.

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐽𝑎𝑤𝑎𝑏𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝐵𝑒𝑛𝑎𝑟


Tingkat Penguasaan = x 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑜𝑎𝑙

Arti tingkat penguasaan: 90-100% = baik sekali


80-89% = baik
70-79% = cukup
<70% = kurang

Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat meneruskan dengan modul
berikutnya. Bagus! Jika masih di bawah 80%, Anda harus mengulangi materi Kegiatan Belajar 1,
terutama bagian yang belum dikuasai.
KUNCI JAWABAN TES FORMATIF

Tes Formatif 1.
1. A
2. C
3. D
4. B
5. D

Tes Formatif 2
1. A
2. C
3. D
4. B
5. D

DAFTAR PUSTAKA
Clair N. Sawyer, Perry L. McCarty, and Gene F. Parkin, 2003, Chemistry for Environmental
Engineering and Science 5th edition, McGraw-Hill, Singapore
geography6.wordpress.com
http://maharajay.lecture.ub.ac.id/files/2014/02/Analisis-Lemak-Minyak1.pdf
Marr Lain L; Cresser M. 1983. Environmental Chemical Analysis. New York. International
Textbook Company
Pandia, Setiaty dkk. 1995. Kimia Lingkungan. Jakarta. Dirjen Dikti Depdikbud
Raiswell R.W. 1980. Environmental Chemistry : The Earth Air Water factory. London. Edward
Arnorld

Anda mungkin juga menyukai