Anda di halaman 1dari 20

REFLEKSI KASUS ANESTESI

PASIEN ICU

Disusun Oleh :
Alfeus Grady Christnawan
42160027

Pembimbing :
dr. Yos Kresno Wardhana, M.Sc, Sp. An

KEPANITERAAN KLINIK ANESTESI RUMAH SAKIT EMANUEL


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA
YOGYAKARTA
2018
BAB I
LAPORAN KASUS

1.1. IDENTITAS PASIEN


Nama Pasien : Ibu S
Usia : 67 tahun
Alamat : Kertayasa, Mandireja, Banjarnegara
No RM : 00468694
Tanggal masuk : 19 April 2018, Pk. 16.30 WIB di ICU

1.2. STATUS UMUM


Tinggi badan : 145,5 cm
Berat badan : 45,5 kg
Status Gizi : Baik
Saturasi : 99%
Penggunaan alat bantu non rebreathing mask

1.3. MASUK ICU


Keluhan Utama : Sesak napas
Riwayat Penyakit Sekarang :Pasien semalam dini hari (19/04/2018) merasakan
sesak setelah BAB. Kemudian pasien langsung dibawa
menuju IGD RSE. Pasien mengaku memiliki riwayat
DM dan Stroke sejak 1 tahun yang lalu
Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien memiliki riwayat Stroke dan DM 1 tahun yang
lalu, Hipertensi (-), Asma (-)
Riwayat penyakit keluarga : Hipertensi (-), DM (-), Asma (-), Stroke (-)
Riwayat Alergi :-
Life Style : Pasien tidak memiliki kebiasaan merokok. Minum air
putih minimal 8 gelas/hari, tidak ada riwayat
mengonsumsi minuman berakohol. Makan teratur 3x
sehari.
1.4. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum : Sedang
2. Kesadaran : Compos mentis
3. GCS : E4 M6V5
4. Vital Sign
a. Tekanan darah : 98 /87 mmHg
b. Nadi : 128 kali/menit
c. Respirasi : 38 kali/menit
d. Suhu : 36,80 C
e. SpO2 : 97%
f. Skala Nyeri : -
5. Pemeriksaan lokalis
a. Kepala : Normocephali, konjungtiva anemis (-/-), pupil isokor, sklera
ikterik (-/-), mukosa oral basah, sianotik (-)
b. Leher : Pembesaran KGB (-), nyeri tekan (-)
c. Thoraks :(-)
i. Jantung : Bising jantung (-)
ii. Paru : Ketinggalan gerak (-), retraksi dada (-), sonor,rhonki basah (-)
Vesikuler (+)
d. Abdomen : Distensi (-), peristaltik usus (+), timpani.
e. Ekstremitas : Akral dingin, nadi regular dan teraba, CRT <2 detik, edem (-),
sianotik (-)

1.5. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Laboratorium

Darah Lengkap Hasil Nilai Rujukan Keterangan


Hemoglobin 13,7 14-18 g/dl Nilai kritis (low<6, high>22)
Lekosit 19,87 4.8-10.8ribu/mm3 Nilai kritis (low<2.0, high>30.0)
Eritrosit 4,69 4,7 - 6,1 juta/mm3
Hematokrit 41,6 42 – 52 % Nilai kritis (low<25, high>60)
MCV 88,7 79,0 -99,0 fL
MCH 29,2 27,0 – 31,0 pg
MCHC 32,9 33,0 – 37,0 g/dl
RDW 45 35 - 47% fL
Trombosit 271 150-450 ribu Nilai kritis (low<50, high>1000)
PDW 15,7 9,0 -13,0 fL
P-LCR 38 15,0 – 25,0 %
MPV 11,9 7.2-11.1 fL
Neutrofil% 40,6 50-70%
Eosinofil % 0,7 2-4 %
Basofil % 0,4 0-1 %
Limfosit% 55,6 25 - 40%
Monosit % 2,7 2-8 %
Kimia Klinik
Troponin I Positif Negatif
CKMB 48,7 6-25
Glukosa Sewaktu 315 70-115 mg/dl
Nilai Kritis :
Creatinin Darah 0,73 0,9-1,3 mg/dl
High: > 4

2. EKG (19 April 2018)

Keterangan : Sinus Takikardia, ST Depresi

3. CT Scan
Stroke Non Hemorrhagic

1.6. DIAGNOSIS DAN TERAPI

Diagnosis Kerja : Stroke Iskemik, NSTEMI, CHF, DM


Terapi oksigen : Non Rebreathing Mask 10 lpm
Pemasangan infus : (+)
Lain-lain : DC (+)

Obat-obatan yang diberikan


Parenteral : Sedacum, Fentanyl, Furosemid, Ranitidin, Novorapid, Ketorolac
Peroral : Digoxin, Spiropent, Spironolakton, Metformin, Salbutamol,
Clopidogrel, Combivent, Flexotide, ISDN, Aspilet
1.7. STATUS HEMODINAMIK

Hari ke 1 (20 April 2018)


Keadaan Umum: Sedang Terapi
Vital Sign • O2 NC 3 LPM
Tekanan Darah : 140/80mmHg • K/P Nebulizer
Nadi : 111 x/menit Combivent/Flexotide
Respiration Rate : 26 x/menit • Saran CT Scan Kepala
Suhu : 35,80C • Infus : Furtrolit 500cc/24 Jam
SpO2 : 96 % • Drip Fent2Sed3/24 Jam
Status Neurologis • Jam 04.50 HR 168, OS Gelisah.
Kesadaran : Compos mentis Fargoxin 1 amp dlm 20 menit
GCS : E4 M6 V5
Pupil : 3/3│+/+

Balance Cairan : - 1539 cc/24


jam
Urine U : 1500 cc / 24 jam
Urine Output : 0,9 cc/ jam

Hari ke 2 (21 April 2018)


Keadaan Umum: Sedang Terapi
Vital Sign • O2 NC 3 LPM
Tekanan Darah : 130/85mmHg • K/P Nebulizer
Nadi : 118 x/menit Combivent/Flexotide
Respiration Rate : 31 x/menit • GDS & EKG per Hari
Suhu : 36,20C • Drip Fent2Sed3/24 Jam -> Stop
SpO2 : 97 % 20.00
Status Neurologis • Drip Furosemide 6A/24 Jam
Kesadaran : Somnolent • Infus : Furtrolit 500cc dalam 24
GCS : E4 M4 V3 Jam
Pupil : 3/3│+/+
• GDS : 219
Balance Cairan : - 1730 cc/24 jam
Urine U : 1950 cc /24 jam
UO : 1,2 cc/jam
Hari ke 3 (22 April 2018)
Keadaan Umum: Sedang Terapi
Vital Sign • O2 NC 3 LPM
Tekanan Darah : 151/74mmHg • K/P Nebulizer
Nadi : 105 x/menit Combivent/Flexotide
Respiration Rate : 25 x/menit • Drip Fent2Sed3/24 Jam -> Stop
Suhu : 36,70C 20.00
SpO2 : 100 % • Drip Furosemide 9A/24 Jam
Status Neurologis • Infus : Furtrolit 500cc; Valamin
Kesadaran : Somnolent 500cc dalam 24 Jam
GCS : E4 M4 V3 • GDS : 165
Pupil : 3/3│+/+

Balance Cairan : - 932 cc/24 jam


Urine U : 1550 cc /24 jam
UO : 0,99 cc/jam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

NSTEMI
DEFINISI
Berdasarkan spektrum SKA, NSTEMI didefinisikan sebagai gambaran EKG depresi
segmen ST atau inversi gelombang T prominen dengan biomarker nekrosis yang positif ( mis,
troponin) dengan tidak dijumpainya elevasi segmen ST pada gambaran EKG dan sesuai
dengan gambaran klinis (rasa tidak nyaman pada dada atau sesuai dengan angina).2
ETIOLOGI
Ciri khas patofisiologi kondisi NSTEMI adalah akibat ketidakseimbangan antara suplai
dan demand oksigen miokard. Mekanisme yang paling sering terlibat dalam
ketidakseimbangan tersebut disebabkan oleh menurunnya suplai oksigen ke miokard, melalui
2
lima mekanisme dibawah ini:
1. Yang paling sering disebabkan oleh menyempitnya arteri koroner yang disebabkan oleh
trombus yang terdapat pada plak ateroskelotik yang terganggu dan biasanya nonoklusif.
Mikroemboli dari agregat trombosit dan komponen-komponen dari plak yang
terganggu tersebut diyakini bertanggung jawab terhadap keluarnya markers miokard
pada pasien-pasien NSTEMI.
2. Penyebab lain yang juga sering adalah obstruksi dinamis, yang dapat dipicu oleh
spasme fokal terus menerus dari segmen arteri koroner epicardial (Prinzmetal’s
angina). Spasme lokal ini disebabkan oleh hiperkontraktilitas otot polos vaskular dan
atau disfungsi endotel. Spasme pembuluh darah besar dapat terjadi pada puncak
obstruksi atau plak, yang mengakibatkan angina yang berasal dari campuran kondisi
tersebut atau NSTEMI/UA.
3. Penyempitan pembuluh darah tanpa spasme atau trombus. Kondisi ini terjadi pada
pasien dengan atherosklerosis progresif atau akibat restenosis setelah percutaneous
coronary intervention (PCI).
4. Diseksi arteri koroner (dapat terjadi sebagai penyebab SKA pada wanita-wanita
peripartum).
5. UA sekunder, yang kondisi pencetus nya terdapat diluar arteri koroner. Pasien dengan
UA sekunder biasanya, namun tidak selalu, memiliki penyempitan atherosklerotik
koroner yang membatasi perfusi miokard dan sering memiliki angina kronik stabil.
DIAGNOSIS
- Anamnesis
Keluhan pasien umumnya berupa angina untuk pertama kali atau keluhan angina yang
bertambah dari biasa. Nyeri dada seperti pada angina biasa tapi lebih berat dan lebih
lama, mungkin timbul pada waktu istirahat, atau timbul karena aktivitas yang minimal.
Nyeri dada dapat disertai keluhan sesak napas, mual, sampai muntah, kadang-kadang
disertai keringat dingin. Pada pemeriksaan jasmani seringkali tidak ada yang khas.19
- Pemeriksaan Fisik
Sewaktu angina dapat tidak menunjukkan kelainan. Pada auskultasi dapat terdengar
derap atrial atau ventrikel dan murmur sistolik di daerah apeks. Frekuensi denyut
jantung dapat menurun, menetap, atau meningkat pada waktu serangan angina.20
- Pemeriksaan Penunjang
1) EKG
EKG perlu dilakukan pada waktu serangan angina, bila EKG istirahat normal,
stress test harus dilakukan dengan treadmill ataupun sepeda ergometer. Tujuan dari
stress test adalah:
a. menilai nyeri dada apakah berasal dari jantung atau tidak
b. menilai beratnya penyakit seperti bila kelainan terjadi pada pembuluh darah utama
akan
c. memberi hasil positif kuat.20
Gambaran EKG penderita ATS dapat berupa depresi segmen ST, depresi
segmen ST disertai inversi gelombang T, elevasi segmen ST, hambatan cabang ikatan
His dan tanpa perubahan segmen ST dan gelombang T. perubahan EKG pada ATS
berdifat sementara dan masing-masing dapat terjadi sendiri-sendiri ataupun bersamaan.
Perubahan tersebut imbul di saat serangan angina dan kembali ke gambaran normal atau
awal setelah keluhan angina hilang dalam waktu 24 jam. Bila perubahan tersebut
menetap setelah 24 jam atau terjadi elevasi gelombang Q, maka disebut sebagai IMA.20
2) Enzim LDH, CPK, dan CK-MB
Pada ATS kadar enzim LDH dan CPK dapat normal atau meningkat tetapi tidak
melebihi 50% di atas normal. CK-MB merupakan enzim yang paling sensitive untuk
nekrosis otot miokard, tetapi kadar dapat terjadi positif palsu. Hal ini menunjukkan
pentingnya pemeriksaan kadar enzim secara serial untung menyingkirkan adanya
IMA.20
TERAPI
Terdapat empat komponen utama terapi pada NSTEMI yaitu terapi antiiskemia,
antiplatelet/antikoagulan, terapi invasif (kateterisasi dini/revaskularisasi), dan perawatan
9
sebelum meninggalkan RS dan sesudah perawatan RS. Terapi fibrinolitik (thrombolitik)
menggunakan streptokinase, urokinase, tenekteplase atau preparat lainnya sebaiknya tidak
1
digunakan pada pasien dengan NSTEMI.
- TERAPI SUPORTIF
O2
Pemberian oksigen dilakukan bila saturasi oksigen <90%, distres pernafasan,
6,10
atau memiliki resiko tinggi untuk terjadi hipoksemia.
ANALGESIK
Untuk mengatasi nyeri dapat diberikan nitrogliserin sublingual atau buccal
spray (0.4mg). Nitrogliserin dapat diberikan setiap 5 menit dengan total 3 dosis
pemberian. Jika nyeri masih menetap atau pasien dengan hipertensi ataupun
gagal jantung , nitrogliserin intra vena dapat diberikan (dosis inisial 5-10
ug/menit dengan peningkatan 10 ug/menit sampai tekanan darah sistolik turun
dibawah 100 mmHg).
- TERAPI ANTI ISKEMIA
o Penghambat beta reseptor
Penghambat beta harus diberikan dalam 24 jam pertama pada pasien-
pasien yang tidak memiliki tanda gagal jantung ataupun low-output
state, peningkatan resiko syok kardiogenik atau kontraindikasi relatif
lain terhadap penghambatan reseptor beta (interval PR >0,24 detik, blok
jantung derajat 2 atau 3, asma aktif, penyakit saluran nafas reaktif).6
Penghambat reseptor beta mengurangi insidensi iskemik berulang dan
serangan infark miokard berikutnya.
o Nitrat
Pada pasien dengan NSTEMI yang memerlukan perawatan rumah sakit,
penggunaan nitrat intravena lebih efektif dibandingkan nitrat sublingual
untuk mengurangi gejala dan depresi segmen ST. Dosis harus di up
titrasi sampai gejala (angina atau dyspnoe) berkurang atau munculnya
efek samping (sakit kepala atau hipotensi).3
o Calcium Channel Blocker
Calcium channel blockers merupakan obat vasodilator dan beberapa
diantaranya memiliki efek langsung terhadap konduksi atrioventrikular
dan denyut jantung. Terdapat tiga sub kelas dari calcium blocker yaitu
dihydropyridines (nifedipine), benzothiazepines (diltiazem), dan
phenylethylamines (verapamil).
- TERAPI ANTIPLATELET
o Aspirin
Aspirin sebaiknya diberikan kepada semua pasien kecuali ada
kontraindikasi, dosis inisial aspirin non enterik 150-300 mg dikunyah.
Selanjutnya 75-100 mg per hari dalam jangka panjang dikatakan
memiliki efikasi yang sama dengan dosis besar dan memiliki resiko
intoleran saluran cerna yang lebih kecil.1,3
o P2Y12 Reseptor Inhibitor
Clopidogrel direkomendasikan pada seluruh pasien dengan dosis inisial
300 mg selanjutnya diikuti 75 mg per hari. Pada pasien yang
dipertimbangkan untuk menjalani PCI, loading dose 600 mg disarankan
untuk mencapai penghambatan fungsi trombosit yang lebih cepat.
Clopidogrel harus dipertahankan setidaknya selama 12 bulan kecuali
terdapat resiko perdarahan.1
o Glycoprotein IIb/IIIa Receptor Inhibitors
Tiga obat yang termasuk golongan GP IIb/IIIa receptor inhibitors yang
disetujui untuk penggunaan klinis adalah abciximab yang merupakan
suatu fragmen monoklonal antibody; eptifibatide sebuah peptide siklik;
dan tirofiban yang merupakan molekul peptidomimetik.3 Studi terbaru
mengenai SKA tidak menemukan keuntungan dalam penggunaan GP
IIb/IIIa dalam SKA.1
- TERAPI ANTI KOAGULAN
Antikoagulan digunakan pada terapi NSTEMI untuk menghambat
pembentukan dan atau aktivitas thrombin sehingga dapat mengurangi kejadian-
kejadian yang berhubungan dengan pembentukan thrombus. Antikoagulan
direkomendasikan untuk semua pasien sebagai tambahan terapi anti platelet.1,3
o Low Molecular Weight Heparin
Salah satu LMWH yang sering digunakan adalah enoxaparin yang
merupakan antikoagulan pilihan baik pada pasien-pasien yang
direncanakan untuk tindakan konservatif ataupun tindakan invasif.
Dengan dosis 1 mg/kgBB dua kali sehari, enoxaparin dapat dihentikan
24 jam setelah strategi invasif dilakukan. Dan sebaiknya diberikan
selama 3 hingga 5 hari untuk pasien yang direncanakan tindakan
konservatif.1
o Fondaparinux
Fondaparinux direkomendasikan atas dasar efikasi yang paling baik dan
profil keamanan nya. Fondaparinux paling sedikit menyebabkan
komplikasi perdarahan dan memiliki bioavailabilitas 100 % setelah
disuntikkan secara sub kutan dengan waktu paruh 17 jam serta
diekskresikan oleh ginjal. Dosis yang direkomendasikan adalah 2,5
mg/hari. Fondaparinux dikontraindikasikan pada pasien yang memiliki
CrCl < 20 ml/menit. Tambahan UFH dengan dosis 50-100 U/kg BB
bolus diperlukan selama PCI karena didapatinya insidensi trombosis
kateter yang sedikit tinggi.1,3
o Unfractionated Heparin
UFH kurang baik diabsorpsi melalui rute sub kutan, sehingga
penggunaan infus intravena menjadi rute pemberian yang lebih dipilih.
Dengan dosis bolus inisial 60-70 IU/kgBB (maksimal 5000 IU) diikuti
infus inisial 12-15 IU/kg/jam (maksimal 1000 IU/jam). Batas terapeutik
UFH cukup sempit, sehingga diperlukan monitoring aPTT secara
berkala, dengan target optimal 50-75 detik (1,5-2,5 kali batas teratas
nilai normal). 3
o Direct Thrombin Inhibitor
Bivalirudin saat ini direkomendasikan sebagai antikoagulan alternatif
untuk urgent dan elektif PCI pada pasien-pasien NSTEMI resiko sedang
atau tinggi. Bivalirudin menurunkan resiko perdarahan dibandingkan
dengan UFH/LMWH plus GP IIb/IIIa inhibitor, namun membutuhkan
tambahan bolus heparin selama PCI untuk mencegah stent thrombosis.1

CRITICAL CARE AMI DI ICU


Terapi untuk pasien dengan AMI pada pasien harus dimulai sesegera mungkin. Dimana
rekomendasi untuk STEMI, NSTEMI dan UA di ICU serupa, kecuali ada kondisi khusus (
Gagal ginjal, Perdarahan aktif, dan Hemodinamik yang tidak stabil). Target terapi pada AMI
meliputi analgesia, hemodinamik stabil, kontrol elektrolit, balance cairan, anti koagulasi, dan
anti thrombotic.
- Oxygen : Degan target saturasi oksigen >90%
- Fibrinolysis ; Pemberian Clopidogrel
- Nitrat : Analgesia.
- Morfin ; Mengataasi nyeri dada dan kecemasan.
- Beta Blocker : Untuk mengatasi takikardia dan hipertensi pada pasien NSTEMI,
sehingga beban jantung berkurang.
- Statin : Profil lipid harus diawasi, dan pemberian statin dilakukan jika diperlukan.
- Anti Platelet : Pemberian kombinasi aspirin dengan Glycoprotein inhibitor.
- Anti Koagulan : Pemberian UH dapat mengurangi angka kematian.
- Anti Aritmia : Perbaikan elektolit yang cepat, terutama potassium dan magnesium.
- Hipotermia : Menginduksi hipotermia, dapat mengurangi kerusakan sel jantung dan
memperbaiki prognosis pasien dengan NSTEMI
RESIKO STROKE ISKEMIK PADA PASIEN DENGAN ACS
Salah satu factor resiko pada stroke iskemik adalah adanya cedera pada jantung. Pada pasien
dengan kondisi ACS meningkat resiko terjadinya stroke iskemik hingga 4 kali lipat. Hal ini
karena cedera pada jantung diperkirakan akan mempengaruhi fungsi jantung, yang
merupakan predisposisi terjadinya emboli. Selain itu cedera pada jantungm juga dapat
mempengaruhi kemungkinan terjadinya kelainan jantung seperti AF yang merupakan
predisposisi Stroke iskemik.

STROKE ISKEMIK
Stroke non hemoragik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik yang
berkembang oleh sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau lebih pada umumnya
terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak, yang menyebabkan cacat atau kematian.2
Stroke non hemoragik sekitar 85%, yang terjadi akibat obstruksi atau bekuan di satu
atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi dapat disebabkan oleh bekuan
(trombus) yang terbentuk di dalam suatu pembuluh otak atau pembuluh atau organ distal.
Trombus yang terlepas dapat menjadi embolus.3
ETIOLOGI

- Trombosis serebri menunjukkan oklusi trombotik arteri karotis atau cabangnya,


biasanya karena arterosklerosis yang mendasari. Proses ini sering timbul selama tidur
dan bisa menyebabkan stroke mendadak dan lengkap. Defisit neurologi bisa timbul
progresif dalam beberapa jam atau intermiten dalam beberapa jam atau hari.4
-
Emboli serebri terjadi akibat oklusi arteria karotis atau vetebralis atau cabangnya oleh
trombus atau embolisasi materi lain dari sumber proksimal, seperti bifurkasio arteri
karotis atau jantung. Emboli dari bifurkasio karotis biasanya akibat perdarahan ke
dalam plak atau ulserasi di atasnya di sertai trombus yang tumpang tindih atau
pelepasan materi ateromatosa dari plak sendiri. Embolisme serebri sering di mulai
mendadak, tanpa tanda-tanda disertai nyeri kepala berdenyut.4

FAKTOR RISIKO
1. Usia
Pada umumnya risiko terjadinya stroke mulai usia 35 tahun dan akan meningkat dua kali
dalam dekade berikutnya.
2. Jenis kelamin
Menurut data dari 28 rumah sakit di Indonesia, ternyata bahwa kaum pria lebih banyak
menderita stroke di banding kaum wanita.
3. Herediter
Gen berperan besar dalam beberapa faktor risiko stroke, misalnya hipertensi, penyakit
jantung, diabetes melitus dan kelainan pembuluh darah, dan riwayat stroke dalam
keluarga.
4. Rasa atau etnik
Orang kulit hitam lebih banyak menderita stroke dari pada kulit putih. Data sementara di
Indonesia, suku Padang lebih banyak menderita dari pada suku Jawa (khususnya
Yogyakarta).7
5 Riwayat stroke
Seseorang yang pernah memiliki riwayat stoke sebelumnya dalam waktu lima tahun
kemungkinan akan terserang stroke kembali sebanyak 35% sampai 42%.7
6 Hipertensi
Hipertensi meningkatkan risiko terjadinya stroke sebanyak empat sampai enam kali ini
sering di sebut the silent killer dan merupakan risiko utama terjadinya stroke non
hemoragik dan stroke hemoragik.
7 Penyakit jantung
Paling sering menyebabkan stroke adalah fibrilasi atrium, karena memudahkan
terjadinya pengumpulan darah di jantung dan dapat lepas hingga menyumbat pembuluh
darah otak.7
8 (DM) Diabetes melitus
Kadar gulakosa dalam darah tinggi dapat mengakibatkan kerusakan endotel pembuluh
darah yang berlangsung secara progresif.

PENATALAKSANAAN
Waktu merupakan hal terpenting dalam penatalaksanaan stroke non hemoragik
yang di perlukan pengobatan sedini mungkin, karena jeda terapi dari stroke hanya 3-6 jam.
Penatalaksanaan yang cepat, tepat dan cermat memegang peranan besar dalam menentukan
hasil akhir pengobatan.1
1. Prinsip penatalaksanaan stroke non hemoragik
a. Memulihkan iskemik akut yang sedang berlangsung (3-6 jam pertama)
menggunakan trombolisis dengan rt-PA (recombinan tissue-plasminogen
activator). Ini hanya boleh di berikan dengan waktu onset <3 jam dan hasil CT
scan normal, tetapi obat ini sangat mahal dan hanya dapat di lakukan di rumah sakit
yang fasilitasnya lengkap.
b. Mencegah perburukan neurologis dengan jeda waktu sampai 72 jam yang
diantaranya yaitu :
1) Edema yang progresif dan pembengkakan akibat infark. Terapi dengan
manitol dan hindari cairan hipotonik.
2) Ekstensi teritori infark, terapinya dengan heparin yang dapat mencegah
trombosis yang progresif dan optimalisasi volume dan tekanan darah yang dapat
menyerupai kegagalan perfusi.
3) Konversi hemoragis, msalah ini dapat di lihat dari CT scan, tiga faktor
utama adalah usia lanjut, ukuran infark yang besar, dan hipertensi akut, ini tak
boleh di beri antikoagulan selama 43-72 jam pertama, bila ada hipertensi beri
obat antihipertensi.
c. Mencegah stroke berulang dini dalam 30 hari sejak onset gejala stroke terapi
dengan heparin.

2. Protokol penatalaksanaan stroke non hemoragik akut


a. Pertimbangan rt-PA intravena 0,9 mg/kgBB (dosis maksimum 90 mg) 10%
di berikan bolus intravena sisanya diberikan per drip dalam wakti 1 jam jika
onset di pastikan <3 jam dan hasil CT scan tidak memperlihatkan infrak yang
luas.
b. Pemantauan irama jantung untuk pasien dengan aritmia jantung atau iskemia
miokard, bila terdapat fibrilasi atrium respons cepat maka dapat diberikan
digoksin 0,125-0,5 mg intravena atau verapamil 5-10 mg intravena atau
amiodaron 200 mg drips dalam 12 jam.
c. Tekanan darah tidak boleh cepat-cepat diturunkan sebab dapat memperluas
infrak dan perburukan neurologis. Pedoman penatalaksanaan hipertensi bila
terdapat salah satu hal berikut :
1) Hipertensi diobati jika terdapat kegawat daruratan hipertensi neurologis
seperti, iskemia miokard akut, edema paru kardiogenik, hipertensi
maligna (retinopati), nefropati hipertensif, diseksi aorta.
2) Hipertensi diobati jika tekanan darah sangat tinggi pada tiga kali
pengukuran selang 15 menit dimana sistolik >220 mmHg, diastolik >120
mmHg, tekanan arteri rata-rata >140 mmHg.
3) Pasien adalah kandidat trombolisis intravena dengan rt-PA dimana tekanan
darah sistolik >180 mmHg dan diastolik >110 mmHg.
Dengan obat-obat antihipertensi labetalol, ACE, nifedipin. Nifedifin sublingual
harus dipantau ketat setiap 15 menit karena penurunan darahnya sangat drastis.
Pengobatan lain jika tekanan darah masih sulit di turunkan maka harus diberikan
nitroprusid intravena, 50 mg/250 ml dekstrosa 5% dalam air (200 mg/ml)
dengan kecepatan 3 ml/jam (10 mg/menit) dan dititrasi sampai tekanan darah
yang di inginkan. Alternatif lain dapat diberikan nitrogliserin drip 10-20
mg/menit, bila di jumpai tekanan darah yang rendah pada stroke maka harus di
naikkan dengan dopamin atau debutamin drips.
d. Pertimbangkan observasi di unit rawat intensif pada pasien dengan tanda
klinis atau radiologis adanya infrak yang masif, kesadaran menurun, gangguan
pernafasan atau stroke dalam evolusi.
e. Pertimbangkan konsul ke bedah saraf untuk infrak yang luas.
f. Pertimbangkan sken resonasi magnetik pada pasien dengan stroke
vetebrobasiler atau sirkulasi posterior atau infrak yang tidak nyata pada CT scan.
g. Pertimbangkan pemberian heparin intravena di mulai dosis 800 unit/jam,
20.000 unit dalam 500 ml salin normal dengan kecepatan 20 ml/jam, sampai
masa tromboplastin parsial mendekati 1,5 kontrol pada kondisi :
1) Kemungkinan besar stroke kardioemboli
2) TIA atau infrak karena stenosis arteri karotis
3) Stroke dalam evolusi
4) Diseksi arteri
5) Trombosis sinus dura
Heparin merupakan kontraindikasi relatif pada infrak yang luas. Pasien stroke non
hemoragik dengan infrak miokard baru, fibrilasi atrium, penyakit katup jantung atau trombus
intrakardiak harus diberikan antikoagulan oral (warfarin) sampai minimal satu tahun.
Perawatan umum untuk mempertahankan kenyamanan dan jalan nafas yang
adekuat sangatlah penting. Pastikan pasien bisa menelan dengan aman dan jaga pasien agar
tetap mendapat hidrasi dan nutrisi. Menelan harus di nilai (perhatikan saat pasien mencoba
untuk minum, dan jika terdapat kesulitan cairan harus di berikan melalui selang lambung atau
intravena.
BAB III
PEMBAHASAN
Pasien bernama Ibu S datang ke IGD dengan keluhan sesak napas tanggal 19 April
2018. Sesak napas dirasakan sejak subuh setelah pasien BAB sebelumnya kemudian keluarga
memutuskan untuk membawa pasien ke IGD RSE. Pasien di IGD diberikan tatalaksana awal
berupa oksigen, nebulizer, RL 15 tpm, MP 62,5 dan cefotaxime 2x1g. Kemudian masuk ke
bangsal sawojajar, ruang nakula. Kemudian pukul 13.00 pasien kembali mengeluhkan sesak,
setelah cek troponin positif pasien dipindahkan ke ICU. Hasil pemeriksaan EKG didapatkan
adanya tanda iskemia dengan gambaran NSTEMI, pemeriksaan darah rutin terdapat
leukositosis, kemudian pada pemeriksaa kimia klinik GDS lebih dari batas normal, Troponin
positif, dan CKMB meningkat.
Pasien dipindahkan ke ICU karena memerlukan pengawasan intensif mengenai
perkembangan penyakitnya. Pasien termasuk dalam indikasi pindah ke ICU yaitu Prioritas I
yang merupakan pasien kritis dan tidak stabil berupa sesak dengan gambaran ECG dan enzim
jantung yang menunjukan adanya kerusakan pada sel jantung. Selain itu untuk menangani
penurunan kesadaran pada pasien.
Di ICU pasien diberikan terapi farmako secara parenteral, terdiri dari : Sedacum,
Fentanyl, Furosemid, Ranitidin, Novorapid, Ketorolac dan Peroral terdiri dari : Digoxin,
Spiropent, Spironolakton, Metformin, Salbutamol, Clopidogrel, Combivent, Flexotide, ISDN,
Aspilet.
Pasien masuk ICU dengan kesadaran CM - Apatis dengan GCS E4V5M6. Pada saat
pemasangan DC, ICU mengalami kesulitan karena pasien yang gelisah. Sehingga dilakukan
pemberian sedacum dan fentanyl (Fent1Sed2mg) untuk membantu pemasangan DC. Selain
diberikan pula obat lain sebagai dasar penaganan NSTEMI dan kondisi DM pasien, serta
melakukan pemeriksaan EKG setiap harinya untuk mengamati perkembangan iskemia pasien.
Pada hari kedua di ICU pasien tercatat masih gelisah hingga mengalami takikardia pada pukul
04.50. Sehingga pemberian drip fenitoin dan sedacum kembali dilanjutkan dengan dosis yang
lebih tinggi (Fent2Sed3mg), selain itu diberikan pula fargoxin. Pada hari ketiga, hasil CT-Scan
didapati adanya Stroke non hemorrhagic pada pasien ini. Pemberian Fentanyl dan sedacum
kembali diberikan selama 24 jam kedepan untuk mengatasi kondisi gelisah pasien, sebagai
akibat dari kondisi stroke yang dialami.
Strategi awal dalam penatalaksanaan pasien dengan NSTEMI dan UAP adalah
perawatan dalam Coronary Care Units, mengurangi iskemia yang sedang terjadi beserta gejala
yang dialami, serta mengawasi EKG, troponin dan/atau CKMB. Pada pasien dengan NSTEMI
target terapi meliputi terapi suportif, terapi antiiskemia, antiplatelet/antikoagulan, terapi
invasif (kateterisasi dini/revaskularisasi) jika diperlukan. Kemudian juga harus dilakukan
penilain EKG secara berkala, agar dapat memantau perkembangan dari terapi NSTEMI.
Pada pasien ini terjadi suatu kondisi gangguan kesadaran. Dimana salah satu penyebab
yang dapat dikaitkan adalah kondisi stroke iskemik pasien. Ada beberapa teori yang mencoba
untuk menjelaskan hubungan kejadian tersebut. Salah satunya adalah gangguan
neurotransmitter yang terjadi pada pasien stroke, dimana neurotransmitter yang berperan
penting seperti asetilkolin mengalami defisiensi sehingga menyebabkan terjadinya gangguan
kesadaran. Meskipun tidak diketahui bagaiamana stroke dapat mempengaruhi neurotransmitter
tersebut. Selain itu dikatakan bahwa lokasi terjadinya gangguan stroke juga menentukan.
Ditemukan adanya gangguan hipoperfusi pada bagian frontal, parietal dan pontine pada pasien
stroke dengan kondisi gangguan kesadaran. Dalam kondisi ini dibutuhkan pemberian analgesia
dan sedasi, yang terbukti dapat mengurangi dan mencegah terjadinya penurunan kesadaran.
Dimana setelah kondisi klinis pasien membaik, penggunaan obat obat tersebut dapat
dihentikan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Kapita Selekta Kedokteran


FKUI Jilid 2. Media Aesculapius. Jakarta. 2000: 17-8.

2. Widjaja AC. Uji Diagnostik Pemeriksaan Kadar D-dimer Plasma Pada Diagnosis
Stroke Iskemik. UNDIP. Semarang.
2010. http://eprints.undip.ac.id/24037/1/Andreas_Christian_Widjaja.pdf

3. Widjaja AC. Uji Diagnostik Pemeriksaan Kadar D-dimer Plasma Pada Diagnosis
Stroke Iskemik. UNDIP. Semarang.
2010. http://eprints.undip.ac.id/24037/1/Andreas_Christian_Widjaja.pdf (1 januari
2012)

4. Sabiston. Buku Ajar Bedah Bagian 2. EGC. Jakarta. 1994.hal:579-80.

5. Mardjono M & Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Penerbit Dian


Rakyat. Jakarta.2010: 290-91.

6. Rismanto. Gambaran Faktor-Faktor Risiko Penderita Stroke Di Instalasi Rawat Jalan


Rsud Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto Tahun 2006.FKM
UNDIP.Semarang.2006.http://www.fkm.undip.ac.id/data/index.php?action=4&idx=3
745.

7. Madiyono B & Suherman SK. Pencegahan Stroke & Serangan Jantung Pada Usia
Muda. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2003.hal:3-11.

8. Ritarwan K.Pengaruh Suhu Tubuh Terhadap Outcome Penderita Stroke YangDirawat


Di Rsup H. Adam Malik Medan.FK USU.medan.2003.

9. Utami IM.Gambaran Faktor - Faktor Risiko Yang Terdapat Pada Penderita Stroke Di
Rsud Kabupaten Kudus.FK
UNDIP.Semarang.2002.http://eprints.undip.ac.id/4021/1/2042.pdf

10. Sudoyo AW. Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI. Jakarta. 2006.

11. Price SA & Wilson LM. Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit jilid
2.EGC. Jakarta. 2006: 1110-19
12. Lamsudin R. Algoritma Stroke Gajah Mada Penyusunan Dan Validasi Untuk
Membedakan Stroke Perdarahan Intraserebral Dengan Stroke Iskemik Akut Atau
Stroke Infark. FKUGM. Yogyakarta. 1996.

13. Yayasan Stroke Indonesia. Stroke Non Hemoragik. Jakarta.


2011.http://www.yastroki.or.id/read.php?id=250

Anda mungkin juga menyukai