PASIEN ICU
Disusun Oleh :
Alfeus Grady Christnawan
42160027
Pembimbing :
dr. Yos Kresno Wardhana, M.Sc, Sp. An
1. Laboratorium
3. CT Scan
Stroke Non Hemorrhagic
NSTEMI
DEFINISI
Berdasarkan spektrum SKA, NSTEMI didefinisikan sebagai gambaran EKG depresi
segmen ST atau inversi gelombang T prominen dengan biomarker nekrosis yang positif ( mis,
troponin) dengan tidak dijumpainya elevasi segmen ST pada gambaran EKG dan sesuai
dengan gambaran klinis (rasa tidak nyaman pada dada atau sesuai dengan angina).2
ETIOLOGI
Ciri khas patofisiologi kondisi NSTEMI adalah akibat ketidakseimbangan antara suplai
dan demand oksigen miokard. Mekanisme yang paling sering terlibat dalam
ketidakseimbangan tersebut disebabkan oleh menurunnya suplai oksigen ke miokard, melalui
2
lima mekanisme dibawah ini:
1. Yang paling sering disebabkan oleh menyempitnya arteri koroner yang disebabkan oleh
trombus yang terdapat pada plak ateroskelotik yang terganggu dan biasanya nonoklusif.
Mikroemboli dari agregat trombosit dan komponen-komponen dari plak yang
terganggu tersebut diyakini bertanggung jawab terhadap keluarnya markers miokard
pada pasien-pasien NSTEMI.
2. Penyebab lain yang juga sering adalah obstruksi dinamis, yang dapat dipicu oleh
spasme fokal terus menerus dari segmen arteri koroner epicardial (Prinzmetal’s
angina). Spasme lokal ini disebabkan oleh hiperkontraktilitas otot polos vaskular dan
atau disfungsi endotel. Spasme pembuluh darah besar dapat terjadi pada puncak
obstruksi atau plak, yang mengakibatkan angina yang berasal dari campuran kondisi
tersebut atau NSTEMI/UA.
3. Penyempitan pembuluh darah tanpa spasme atau trombus. Kondisi ini terjadi pada
pasien dengan atherosklerosis progresif atau akibat restenosis setelah percutaneous
coronary intervention (PCI).
4. Diseksi arteri koroner (dapat terjadi sebagai penyebab SKA pada wanita-wanita
peripartum).
5. UA sekunder, yang kondisi pencetus nya terdapat diluar arteri koroner. Pasien dengan
UA sekunder biasanya, namun tidak selalu, memiliki penyempitan atherosklerotik
koroner yang membatasi perfusi miokard dan sering memiliki angina kronik stabil.
DIAGNOSIS
- Anamnesis
Keluhan pasien umumnya berupa angina untuk pertama kali atau keluhan angina yang
bertambah dari biasa. Nyeri dada seperti pada angina biasa tapi lebih berat dan lebih
lama, mungkin timbul pada waktu istirahat, atau timbul karena aktivitas yang minimal.
Nyeri dada dapat disertai keluhan sesak napas, mual, sampai muntah, kadang-kadang
disertai keringat dingin. Pada pemeriksaan jasmani seringkali tidak ada yang khas.19
- Pemeriksaan Fisik
Sewaktu angina dapat tidak menunjukkan kelainan. Pada auskultasi dapat terdengar
derap atrial atau ventrikel dan murmur sistolik di daerah apeks. Frekuensi denyut
jantung dapat menurun, menetap, atau meningkat pada waktu serangan angina.20
- Pemeriksaan Penunjang
1) EKG
EKG perlu dilakukan pada waktu serangan angina, bila EKG istirahat normal,
stress test harus dilakukan dengan treadmill ataupun sepeda ergometer. Tujuan dari
stress test adalah:
a. menilai nyeri dada apakah berasal dari jantung atau tidak
b. menilai beratnya penyakit seperti bila kelainan terjadi pada pembuluh darah utama
akan
c. memberi hasil positif kuat.20
Gambaran EKG penderita ATS dapat berupa depresi segmen ST, depresi
segmen ST disertai inversi gelombang T, elevasi segmen ST, hambatan cabang ikatan
His dan tanpa perubahan segmen ST dan gelombang T. perubahan EKG pada ATS
berdifat sementara dan masing-masing dapat terjadi sendiri-sendiri ataupun bersamaan.
Perubahan tersebut imbul di saat serangan angina dan kembali ke gambaran normal atau
awal setelah keluhan angina hilang dalam waktu 24 jam. Bila perubahan tersebut
menetap setelah 24 jam atau terjadi elevasi gelombang Q, maka disebut sebagai IMA.20
2) Enzim LDH, CPK, dan CK-MB
Pada ATS kadar enzim LDH dan CPK dapat normal atau meningkat tetapi tidak
melebihi 50% di atas normal. CK-MB merupakan enzim yang paling sensitive untuk
nekrosis otot miokard, tetapi kadar dapat terjadi positif palsu. Hal ini menunjukkan
pentingnya pemeriksaan kadar enzim secara serial untung menyingkirkan adanya
IMA.20
TERAPI
Terdapat empat komponen utama terapi pada NSTEMI yaitu terapi antiiskemia,
antiplatelet/antikoagulan, terapi invasif (kateterisasi dini/revaskularisasi), dan perawatan
9
sebelum meninggalkan RS dan sesudah perawatan RS. Terapi fibrinolitik (thrombolitik)
menggunakan streptokinase, urokinase, tenekteplase atau preparat lainnya sebaiknya tidak
1
digunakan pada pasien dengan NSTEMI.
- TERAPI SUPORTIF
O2
Pemberian oksigen dilakukan bila saturasi oksigen <90%, distres pernafasan,
6,10
atau memiliki resiko tinggi untuk terjadi hipoksemia.
ANALGESIK
Untuk mengatasi nyeri dapat diberikan nitrogliserin sublingual atau buccal
spray (0.4mg). Nitrogliserin dapat diberikan setiap 5 menit dengan total 3 dosis
pemberian. Jika nyeri masih menetap atau pasien dengan hipertensi ataupun
gagal jantung , nitrogliserin intra vena dapat diberikan (dosis inisial 5-10
ug/menit dengan peningkatan 10 ug/menit sampai tekanan darah sistolik turun
dibawah 100 mmHg).
- TERAPI ANTI ISKEMIA
o Penghambat beta reseptor
Penghambat beta harus diberikan dalam 24 jam pertama pada pasien-
pasien yang tidak memiliki tanda gagal jantung ataupun low-output
state, peningkatan resiko syok kardiogenik atau kontraindikasi relatif
lain terhadap penghambatan reseptor beta (interval PR >0,24 detik, blok
jantung derajat 2 atau 3, asma aktif, penyakit saluran nafas reaktif).6
Penghambat reseptor beta mengurangi insidensi iskemik berulang dan
serangan infark miokard berikutnya.
o Nitrat
Pada pasien dengan NSTEMI yang memerlukan perawatan rumah sakit,
penggunaan nitrat intravena lebih efektif dibandingkan nitrat sublingual
untuk mengurangi gejala dan depresi segmen ST. Dosis harus di up
titrasi sampai gejala (angina atau dyspnoe) berkurang atau munculnya
efek samping (sakit kepala atau hipotensi).3
o Calcium Channel Blocker
Calcium channel blockers merupakan obat vasodilator dan beberapa
diantaranya memiliki efek langsung terhadap konduksi atrioventrikular
dan denyut jantung. Terdapat tiga sub kelas dari calcium blocker yaitu
dihydropyridines (nifedipine), benzothiazepines (diltiazem), dan
phenylethylamines (verapamil).
- TERAPI ANTIPLATELET
o Aspirin
Aspirin sebaiknya diberikan kepada semua pasien kecuali ada
kontraindikasi, dosis inisial aspirin non enterik 150-300 mg dikunyah.
Selanjutnya 75-100 mg per hari dalam jangka panjang dikatakan
memiliki efikasi yang sama dengan dosis besar dan memiliki resiko
intoleran saluran cerna yang lebih kecil.1,3
o P2Y12 Reseptor Inhibitor
Clopidogrel direkomendasikan pada seluruh pasien dengan dosis inisial
300 mg selanjutnya diikuti 75 mg per hari. Pada pasien yang
dipertimbangkan untuk menjalani PCI, loading dose 600 mg disarankan
untuk mencapai penghambatan fungsi trombosit yang lebih cepat.
Clopidogrel harus dipertahankan setidaknya selama 12 bulan kecuali
terdapat resiko perdarahan.1
o Glycoprotein IIb/IIIa Receptor Inhibitors
Tiga obat yang termasuk golongan GP IIb/IIIa receptor inhibitors yang
disetujui untuk penggunaan klinis adalah abciximab yang merupakan
suatu fragmen monoklonal antibody; eptifibatide sebuah peptide siklik;
dan tirofiban yang merupakan molekul peptidomimetik.3 Studi terbaru
mengenai SKA tidak menemukan keuntungan dalam penggunaan GP
IIb/IIIa dalam SKA.1
- TERAPI ANTI KOAGULAN
Antikoagulan digunakan pada terapi NSTEMI untuk menghambat
pembentukan dan atau aktivitas thrombin sehingga dapat mengurangi kejadian-
kejadian yang berhubungan dengan pembentukan thrombus. Antikoagulan
direkomendasikan untuk semua pasien sebagai tambahan terapi anti platelet.1,3
o Low Molecular Weight Heparin
Salah satu LMWH yang sering digunakan adalah enoxaparin yang
merupakan antikoagulan pilihan baik pada pasien-pasien yang
direncanakan untuk tindakan konservatif ataupun tindakan invasif.
Dengan dosis 1 mg/kgBB dua kali sehari, enoxaparin dapat dihentikan
24 jam setelah strategi invasif dilakukan. Dan sebaiknya diberikan
selama 3 hingga 5 hari untuk pasien yang direncanakan tindakan
konservatif.1
o Fondaparinux
Fondaparinux direkomendasikan atas dasar efikasi yang paling baik dan
profil keamanan nya. Fondaparinux paling sedikit menyebabkan
komplikasi perdarahan dan memiliki bioavailabilitas 100 % setelah
disuntikkan secara sub kutan dengan waktu paruh 17 jam serta
diekskresikan oleh ginjal. Dosis yang direkomendasikan adalah 2,5
mg/hari. Fondaparinux dikontraindikasikan pada pasien yang memiliki
CrCl < 20 ml/menit. Tambahan UFH dengan dosis 50-100 U/kg BB
bolus diperlukan selama PCI karena didapatinya insidensi trombosis
kateter yang sedikit tinggi.1,3
o Unfractionated Heparin
UFH kurang baik diabsorpsi melalui rute sub kutan, sehingga
penggunaan infus intravena menjadi rute pemberian yang lebih dipilih.
Dengan dosis bolus inisial 60-70 IU/kgBB (maksimal 5000 IU) diikuti
infus inisial 12-15 IU/kg/jam (maksimal 1000 IU/jam). Batas terapeutik
UFH cukup sempit, sehingga diperlukan monitoring aPTT secara
berkala, dengan target optimal 50-75 detik (1,5-2,5 kali batas teratas
nilai normal). 3
o Direct Thrombin Inhibitor
Bivalirudin saat ini direkomendasikan sebagai antikoagulan alternatif
untuk urgent dan elektif PCI pada pasien-pasien NSTEMI resiko sedang
atau tinggi. Bivalirudin menurunkan resiko perdarahan dibandingkan
dengan UFH/LMWH plus GP IIb/IIIa inhibitor, namun membutuhkan
tambahan bolus heparin selama PCI untuk mencegah stent thrombosis.1
STROKE ISKEMIK
Stroke non hemoragik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik yang
berkembang oleh sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau lebih pada umumnya
terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak, yang menyebabkan cacat atau kematian.2
Stroke non hemoragik sekitar 85%, yang terjadi akibat obstruksi atau bekuan di satu
atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi dapat disebabkan oleh bekuan
(trombus) yang terbentuk di dalam suatu pembuluh otak atau pembuluh atau organ distal.
Trombus yang terlepas dapat menjadi embolus.3
ETIOLOGI
FAKTOR RISIKO
1. Usia
Pada umumnya risiko terjadinya stroke mulai usia 35 tahun dan akan meningkat dua kali
dalam dekade berikutnya.
2. Jenis kelamin
Menurut data dari 28 rumah sakit di Indonesia, ternyata bahwa kaum pria lebih banyak
menderita stroke di banding kaum wanita.
3. Herediter
Gen berperan besar dalam beberapa faktor risiko stroke, misalnya hipertensi, penyakit
jantung, diabetes melitus dan kelainan pembuluh darah, dan riwayat stroke dalam
keluarga.
4. Rasa atau etnik
Orang kulit hitam lebih banyak menderita stroke dari pada kulit putih. Data sementara di
Indonesia, suku Padang lebih banyak menderita dari pada suku Jawa (khususnya
Yogyakarta).7
5 Riwayat stroke
Seseorang yang pernah memiliki riwayat stoke sebelumnya dalam waktu lima tahun
kemungkinan akan terserang stroke kembali sebanyak 35% sampai 42%.7
6 Hipertensi
Hipertensi meningkatkan risiko terjadinya stroke sebanyak empat sampai enam kali ini
sering di sebut the silent killer dan merupakan risiko utama terjadinya stroke non
hemoragik dan stroke hemoragik.
7 Penyakit jantung
Paling sering menyebabkan stroke adalah fibrilasi atrium, karena memudahkan
terjadinya pengumpulan darah di jantung dan dapat lepas hingga menyumbat pembuluh
darah otak.7
8 (DM) Diabetes melitus
Kadar gulakosa dalam darah tinggi dapat mengakibatkan kerusakan endotel pembuluh
darah yang berlangsung secara progresif.
PENATALAKSANAAN
Waktu merupakan hal terpenting dalam penatalaksanaan stroke non hemoragik
yang di perlukan pengobatan sedini mungkin, karena jeda terapi dari stroke hanya 3-6 jam.
Penatalaksanaan yang cepat, tepat dan cermat memegang peranan besar dalam menentukan
hasil akhir pengobatan.1
1. Prinsip penatalaksanaan stroke non hemoragik
a. Memulihkan iskemik akut yang sedang berlangsung (3-6 jam pertama)
menggunakan trombolisis dengan rt-PA (recombinan tissue-plasminogen
activator). Ini hanya boleh di berikan dengan waktu onset <3 jam dan hasil CT
scan normal, tetapi obat ini sangat mahal dan hanya dapat di lakukan di rumah sakit
yang fasilitasnya lengkap.
b. Mencegah perburukan neurologis dengan jeda waktu sampai 72 jam yang
diantaranya yaitu :
1) Edema yang progresif dan pembengkakan akibat infark. Terapi dengan
manitol dan hindari cairan hipotonik.
2) Ekstensi teritori infark, terapinya dengan heparin yang dapat mencegah
trombosis yang progresif dan optimalisasi volume dan tekanan darah yang dapat
menyerupai kegagalan perfusi.
3) Konversi hemoragis, msalah ini dapat di lihat dari CT scan, tiga faktor
utama adalah usia lanjut, ukuran infark yang besar, dan hipertensi akut, ini tak
boleh di beri antikoagulan selama 43-72 jam pertama, bila ada hipertensi beri
obat antihipertensi.
c. Mencegah stroke berulang dini dalam 30 hari sejak onset gejala stroke terapi
dengan heparin.
2. Widjaja AC. Uji Diagnostik Pemeriksaan Kadar D-dimer Plasma Pada Diagnosis
Stroke Iskemik. UNDIP. Semarang.
2010. http://eprints.undip.ac.id/24037/1/Andreas_Christian_Widjaja.pdf
3. Widjaja AC. Uji Diagnostik Pemeriksaan Kadar D-dimer Plasma Pada Diagnosis
Stroke Iskemik. UNDIP. Semarang.
2010. http://eprints.undip.ac.id/24037/1/Andreas_Christian_Widjaja.pdf (1 januari
2012)
7. Madiyono B & Suherman SK. Pencegahan Stroke & Serangan Jantung Pada Usia
Muda. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2003.hal:3-11.
9. Utami IM.Gambaran Faktor - Faktor Risiko Yang Terdapat Pada Penderita Stroke Di
Rsud Kabupaten Kudus.FK
UNDIP.Semarang.2002.http://eprints.undip.ac.id/4021/1/2042.pdf
10. Sudoyo AW. Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI. Jakarta. 2006.
11. Price SA & Wilson LM. Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit jilid
2.EGC. Jakarta. 2006: 1110-19
12. Lamsudin R. Algoritma Stroke Gajah Mada Penyusunan Dan Validasi Untuk
Membedakan Stroke Perdarahan Intraserebral Dengan Stroke Iskemik Akut Atau
Stroke Infark. FKUGM. Yogyakarta. 1996.