Anda di halaman 1dari 35

PRESENTASI KASUS

ASUHAN KEBIDANAN IBU NIFAS PADA NY…USIA...TH NIFAS… JAM


DI PUSKESMAS SELOPAMPANG

DISUSUN OLEH :
1. RETNO UTAMI
2. RINA AGUSTINA
3. VENITRI PERMATA YONA
4. MARIANA MAR’ATUSSOLIHAH
5. KURNIA MAWARDANI
6. CHRISTINA AYU INDRASWARI
7. SEPTI NURVITASARI
8. DIANTI SAFITRI

PRODI PROFESI KEBIDANAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
2018

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori Medis


1. Pengertian Nifas
Masa nifas dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika
alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas
berlangsung selama kira-kira 6 minggu (Saifuddin, Abdul Bari, 2007).
Masa ini merupakan masa yang cukup penting bagi tenaga
kesehatan untuk selalu melakukan pemantauan karena pelaksanaan yang
kurang maksimal dapat menyebabkan ibu mengalami berbagai masalah,
bahkan dapat berlanjut pada komplikasi masa nifas, seperti sepsis
puerperalis. Jika ditinjau dari penyabab kematian para ibu, infeksi
merupakan penyebab kematian terbanyak nomor dua setelah perdarahan
sehingga sangat tepat jika para tenaga kesehatan memberikan perhatian
yang tinggi pada masa ini. Adanya permasalahan pada ibu akan berimbas
juga kepada kesejahtaraan bayi yang dilahirkan karena bayi tersebut tidak
akan mendapatkan perawatan maksimal dari ibunya. Dengan demikian,
angka morbiditas dan mortalitas bayi pun akan semakin meningkat
(Sulistyawati, 2009).
Masa nifas merupakan masa selama persalinan dan segera setelah
kelahiran yang meliputi minggu-minggu berikutnya pada waktu saluran
reproduksi kembali ke keadaan tidak hamil yang normal (Marmi, 2011)
Nifas di bagi dalam 3 periode, yaitu :
a. Puerperium Dini
Kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan.
b. Puerperium Intermedial
Kepulihan menyeluruh alat-alat genitalia yang lamanya 6-8 minggu.

2
c. Remote Puerperium
Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila
selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu
untuk sehat sempurna bisa berminggu-minggu, bulanan atau tahunan.
2. Tujuan Asuhan Masa Nifas

Tujuan asuhan masa nifas menurut Prawirohardjo (2010; h. 122)

tujuan masa nifas antara lain:

a. Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologi.

b. Menjaga skrining yang komprehensif, mendeteksi masalah, mengobati

atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya.

c. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan dini,

nutrisi, KB, menyusui, pemberian imunisasi pada bayi dan perawatan

bayi sehat.

d. Memberikan pelayanan KB

Menurut penelitian Trisnawati,dkk (2012) bahwa ada hubungan

positif antara dukungan suami dengan kunjungan nifas, suami

merupakan orang terdekat yang mampu dipercaya oleh ibu, dimana

erat kaitannya dalam memberikan dukungan. Dukungan suami

bertujuan untuk mencapai stabilitas pertahanan perkawinan yang

optimal. Seperti hal nya ibu yang mendapat dukungan baik moril,

spiritual, maupun materil untuk melakukan kunjungan nifas bertujuan

untuk menjaga kelangsungan hidup keluarga dalam mencapai

kesehatan fisik dan psikis yang optimal terutama untuk ibu.

3
3. Perubahan Fisiologi Masa Nifas
a. Perubahan Fisik
1) Uterus
Involusi Uterus
Setelah janin lahir, uterus secara berangsur-angsur akan
menjadi kecil sehingga akhirnya kembali seperti sebelum
hamil.Involusi ini terjadi karena masing-masing sel menjadi lebih
kecil karena sitoplasma yang berlebihan dibuang. Involusi ini
disebabkan oleh proses autolisis. Pada proses autolisis ini zat
protein dinding rahim dipecah, diabsorbsi kemudian dibuang
melalui urine. Dapat dilihat kadar nitrogen dalam urine ibu
postpartum sangat tinggi.
Berat
Involusi TFU
Uterus
Bayi Lahir Setinggi Pusat 1000 gram
Uri Lahir 2 jari bawah pusat 750 gram
1 minggu Pertengahan pusat-symphisis 500 gram
2 minggu Tidak teraba, diatas symphisis 350 gram
6 minggu Bertambah kecil 50 gram
8 minggu Sebesar normal 30 gram

Proses involusi uteri pada bekas implantasi plasenta terdapat


gambaran sebagai berikut:
 Bekas implantasi plasenta segera setelah plasenta lahir seluas
12x15 cm, permukaan kasar dimana pembuluh darah besar
bermuara.
 Pada pembuluh darah terjadi pembentukan trombose
disamping pembuluh darah tertutup karena kontraksi rahim.
 Bekas luka implantasi dengan cepat mengecil, pada minggu
ke-2 sebesar 6-8 cm dan akhir puerperium sebesar 2 cm.
 Lapisan endometrium dilepaskan dalam bentuk jaringan
nekrosis bersama dengan lochia.

4
 Luka bekas implantasi plasenta akan sembuh karena
pertumbuhan endometrium yang berasal dari tepi luka dan
lapisan basalis endometrium.
 Kesembuhan sempurna pada saat akhir dari masa puerperium.
2) Tempat Plasenta
Bagian bekas implantasi plasenta merupakan luka kasar dan
menonjol ke dalam kavum uteri yang berdiameter 7,5 cm dan
sering disangka sebagai bagian plasenta yang tertinggal. Sesudah 2
minggu diameternya menjadi 3,5 cm dan pada minggu ke-6
mencapai 2,4 mm. Pelepasan plasenta dan selaput janin dari
dinding rahim terjadi pada stratum spongiosum bagian atas. Setelah
2-3 hari lapisan di atasnya berubah menjadi nekrosis dan lapisan di
bawahnya yang berhubungan dengan lapisan otot tetap dalam
keadaan baik. Luka bekas plasenta tidak meninggalkan parut
karena dilepaskan dari dasarnya dengan pertumbuhan endometrium
baru di bawahnya.
3) Kontraksi
Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna
setelah bayi lahir, diduga terjadi sebagai respon terhadap
penurunan volume intrauterine yang sangat besar. Hemostasis
postpartum dicapai terutama akibat kompresi pembuluh darah
intramiometrium, bukan oleh agregasi trombosit dan pembentukan
bekuan. Selama 1-2 jam pertama postpartum intensitas kontraksi
uterus biasanya berkurang dan menjadi tidak teratur. Karena
pentingnya kontraksi uterus pada masa ini biasanya suntikan
oksitosin IM atau IV diberikan segera setelah plasenta lahir. Ibu
dianjurkan untuk membiarkan bayinya menghisap putting segera
setelah lahir untuk merangsang kontraksi uterus.

5
4) Rasa sakit
Yang disebut after pains, (meriang atau mules-mules)
disebabkan kontraksi rahim, biasanya berlangsung 2-4 hari pasca
persalinan. Perlu diberikan pengertian pada ibu mengenai hal ini
dan bila terlalu mengganggu dapat diberikan obat-obat antisakit
dan antimules.
5) Lokia
Dengan adanya involusi uterus, maka lapisan luar dari
decidua yang mengelilingi situs plasenta akan menjadi nekrotik.
Decidua yang mati akan keluar bersama dengan sisa cairan .Lokia
adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas dan mempunyai
reaksi basa atau alkalis yang dapat membuat organisme
berkembang lebih cepat dari pada kondisi asam yang ada pada
vagina normal. Selama dua jam pertama setelah bayi lahir, jumlah
cairan yang keluar dari uterus tidak boleh lebih dari jumlah
maksimal yang keluar selama menstruasi. Setelah waktu tersebut,
aliran lokia yang keluar harus semakin berkurang (Maryunani,
2011)
Pengeluaran lokia dapat dibagi berdasarkan waktu dan
warnanya :
Lokia Waktu Warna Ciri-ciri
Terdiri dari sel decidua,
verniks caseosa, rambut
Rubra 1-3 hari Merah kehitaman
lanugo, sisa mekoneum dan
sisa darah.
Putih bercampur
Sanguilenta 3-7 hari Sisa darah bercampur lender
merah
Lebih sedikit darah dan lbih
Kekuningan atau
Serosa 7-14 hari banyak serum, juga terdiri dari
kecoklatan
leukosit dan robekan plasenta

6
Mengandung leukosit, selaput
Alba >14 hari Putih lendir serviks dan serabut
jaringan mati. (Marmi, 2011)
Sumber : Maryunani, Asuhan Kebidanan Masa Nifas, 2010
Lokia rubra yang menetap pada awal periode pasca
persalinan menunjukkan perdarahan berlanjut sebagai akibat
fragmen plasenta atau membran yang tertinggal.Terjadinya
perdarahan ulang setelah hari kesepuluh pascapartum menandakan
adanya perdarahan pada bekas tempat plasenta yang mulai
memulih, namun setelah tiga sampai empat minggu, perdarahan
mungkin disebabkan oleh infeksi atau subinvolusi. Lokia serosa
atau alba yang berlanjut bisa menandakan endometritis, terutama
jika disertai demam, rasa sakit atau nyeri tekan pada abdomen yang
dihubungkan dengan pengeluaran cairan
6) Serviks
Setelah persalinan, bentuk serviks agak menganga seperti
corong berwarna merah kehitaman. Konsistensinya lunak, kadang-
kadang terdapat perlukaan-perlukaan kecil. Setelah bayi lahir,
tangan masih bisa masuk rongga rahim. 2 jam setelah persalinan
dapat dilewati 2-3 jari dan setelah satu minggu hanya dapat dilalui
satu jari.
7) Ligamen-ligamen
Ligamen, fasia dan diafragma pelvis yang meregang pada
waktu persalinan, setelah bayi lahir secara berangsur-angsur
menjadi ciut dan pulih kembali sehingga tidak jarang uterus jatuh
kebelakang dan menjadi retrofleksi.Untuk memulihkan kembali
sebaiknya dengan latihan-latihan dan gymnastik postpartum.

7
b. Perubahan Sistem Tubuh yang Lain
1) Sistem Urinari
Diuresis terjadi berhubungan dengan pengurangan volume
darah, hal ini berlangsung sampai 2-3 hari post partum. Tonus
ureter berangsur kembali pada panjang semula dan kandung
kemih kembali sebagai organ dalam pelvik.
2) Sistem Pencernaan
Setelah plasenta lahir estrogen menurun sehingga tonus otot
seluruhnya berangsur pulih kembali, tapi konstipasi mungkin
tetapi terjadi dan mengganggu hari-hari pertama post partum.Hal
ini mungkin berhubungan dengan kurangnya aktivitas dan refleks
defekasi terhambat karena nyeri perineum.
3) Sistem Sirkulasi
Volume darah menurun kembali pada keadaan sebelum hamil
(kembali pada viskositas semula) tonus otot dinding pembuluh
darah dan tekanan darah kembali pada tingkat normal/semula.
4) Sistem Pernafasan
Ventilasi penuh dari lobus basal paru kembali seperti semula
akibat adanya penekanan/dorongan pembesaran uterus.
5) Sistem Endokrin
Setelah plasenta lahir sirkulasi hormon estrogen dan
progesteron menurun dan negatif feed back mekanism
mengaktifkan dan mendorong mengeluarkan hormon FSH dan
LH untuk memulai kembali siklus menstruasi. Pembesaran
glandula tiroida menurun pada keadaan semula dan basal
metabolisme kembali pada keadaan normal.
Pelvik bagian lunak (sendi, ligamen)kembali pada keadaan
normal sekitar 3 bulan. Tonus otot abdomen dan otot dasar
panggul, berangsur pulih secara menyeluruh bila dengan bantuan
senam/latihan.

8
4. Perawatan Post Partum
a. Mobilisasi
Dianjurkan untuk melakukan mobilisasi dini setelah 2 jam
postpartum. Perawatan mobilisasi dini mempunyai keuntungan :
1) Melancarkan pengeluaran lochea, mengurangi infeksi puerperium.
2) Mempercepat involusi alat kandungan.
3) Melancarkan fungsi alat gastrointestinal dan alat perkemihan.
4) Meningkatkan kelancaran peredarahan darah sehingga
mempercepat fungsi ASI dan pengeluaran sisa metabolisme.
Karena lelah sehabis bersalin ibu harus beristirahat, tidur
terlentang selama 2 jam postpartum kemudian boleh miring-miring
kekanan dan kekiri untuk mencegah terjadinya trombosis dan
tromboemboli. Pada hari ke-2 diperbolehkan duduk, hari ke-3 jalan-
jalan, dan hari ke-4 atau ke-5 diperbolehkan pulang. Mobilisasi
bergantung pada komplikasi persalinan, nifas dan sembuhnya luka-
luka.
Menurut hasil penelitian Purwanti, dkk (2014) tentang “
Hubungan Mobilisasi Dini Pada Ibu Post Operasi Sectio Caesarea
Dengan Pengeluaran Lochea Rubra di RSUD Dr.M. Ashari Kabupaten
Pemalang” mengemukakan bahwa mobilisasi dini ibu post partum
dengan tindakan SC di RSUD Dr. M Ashari Kabupaten Pemalang
mayoritas ibu post SC yang melakukan mobilisasi dini ≤ 24 jam
sejumlah 26 responden (86,7%) lebih banyak dibandingkan dengan
ibu post dengan SC yang melakukan mobilisasi dini > 24 jam hanya
sebanyak 4 responden (13,3%). Mayoritas ibu post SC melakukan
mobilisasi dini ≤ 24 jam disebabkan karena ibu post SC merasakan
kekakuan otot dan pusing akibat pengaruh anestesi maka ibu mulai
menggerakkan anggota tubuh selain itu ibu merasakan bahwa apabila
tidur terus menerus ibu merasa tidak nyaman dan bertambah pusing.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Kautzar (2009), hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 54,1%

9
ibu post partum dapat melakukan mobilisasi dini dengan baik di BPS
Vinsentia Ismijati, SST Surabaya. Pengeluaran lochea rubra semakin
banyak dirasakan oleh ibu post SC apabila melakukan mobilisasi dini
dan pengeluaran lochea rubra lebih sedikit apabila ibu post SC
berbaring/tidak melakukan mobilisasi dini. Hasil penelitian ini sesuai
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Susanto (2010)
menunjukkan bahwa ada hubungan bermakna antara mobilisasi dini
dengan lama pengeluaran lokhea rubra pada ibu nifas. Dalam hal ini
semakin awal mobilisasi, semakin singkat pengeluaran lokhea.
Mobilisasi dini pada hari pertama setelah pembedahan, pasien
dengan bantuan perawat dapat bangun dari tempat tidur sebentar
sekurang-kurangnya 2 kali pada hari kedua pasien dapat berjalan
dengan pertolongan (Kristiyanasari, 2012). Salah satu tujuan
mobilisasi dini adalah memperlancar pengeluaran lochea karena
pengeluaran lochea pada wanita postpartum dalam posisi berbaring
lebih sedikit keluar daripada berdiri. Hal ini terjadi akibat
pembuangan bersatu di vagina bagian atas saat wanita dalam posisi
berbaring dan kemudian akan mengalir keluar saat berdiri (Varney,
2007).
Menurut Manuaba (2008) mobilisasi dini atau aktivitas segera
dilakukan dapat mengurangi lokhea dalam rahim, meningkatkan
peredaran darah sekitar alat kelamin, mempercepat normalisasi alat
kelamin dalam keadaan semula. Kondisi ini juga sesuai dengan
pendapat Sastrawinata (2008) bahwa early ambulation (ambulasi dini)
memberi beberapa keuntungan seperti pelemasan otot-otot yang lebih
baik, sirkulasi darah lebih lancar mempercepat penyembuhan,
mempercepat pengeluaran lokhea, berarti mempercepat involusi,
penderita merasa sehat dan tidak bersikap seperti orang sakit dan
mengurangi bahaya embolus dan trombosis.

10
b. Diet makanan
Makanan harus bermutu, bergizi dan cukup kalori. Sebaiknya
makan makanan yang mengandung protein, banyak cairan, sayur-
sayuran dan buah-buahan.
c. Miksi
Hendaknya BAK dapat dilakukan sendiri secepatnya. Kadang-
kadang wanita mengalami sulit kencing, dikarenakan sfingter urethra
tertekan oleh kepala janin dan spasme oleh iritasi muskulus sphingter
ani selama persalinan Jika kandung kemih ibu post partum penuh dan
mengalami kesulitan untuk BAK, maka dapat dilakukan kateterisasi.
d. Defekasi
BAB harus dilakukan 3-4 hari pasca persalinan. Jika mengalami
kesulitan dapat diberikan obat laksans per oral atau per rektal. Jika
masih belum bisa dilakukan klisma.
e. Perawatan Payudara
Perawatan payudara hendaknya telah dimulai sejak wanita hamil
supaya putting susu lemas, tidak keras dan tidak kering sebagai
persiapan menyusui bayinya. Dianjurkan kepada ibu untuk menyusui
bayinya karena sangat baik untuk kesehatan bayinya. Bila bayi
meninggal laktasi harus segera dihentikan dengan cara :
1) Pembalutan mammae sampai tertekan.
2) Pemberian obat estrogen untuk supresi LH seperti tablet lynoral
dan perlodel
f. Laktasi
Pengertian laktasi menurut Marmi tahun 2011, laktasi
mempunyai dua pengertian, yaitu : produksi dan pengeluaran Air Susu
Ibu (ASI). Setelah persalinan kadar estrogen dan progesteron menurun
dengan lepasnya plasenta, sedangkan prolaktin tetap tinggi sehingga
tidak ada lagi hambatan terhadap prolaktin dan estrogen. Oleh karena
itu, air susu ibu segera keluar. Biasanya, pengeluaran air susu dimulai
pada hari kedua atau ketiga setelah kelahiran . Setelah persalinan ,

11
segera susu-kan bayi karena akan memacu lepasnya prolaktin dari
hipofise sehingga pengeluaran air susu bertambah lancar. Ada
beberapa refleks yang berpengaruh terhadap kelancaran laktasi, yaitu
refleks prolaktin, refleks aliran (let down reflex), reflex menangkap
(rooting reflex), reflex mengisap (sucking reflex), reflex menelan
(swallowing reflex) sebagai berikut :
1) Refleks prolaktin
Sewaktu bayi menyusu, ujung syaraf peraba yang terdapat
pada putting susu terangsang. Rangsangan tersebut oleh serabut
afferent dibawa ke hipotalamus di dasar otak, lalu dilanjutkan ke
bagian depan kelenjar hipofise yang memacu pengeluaran hormon
prolaktin ke dalam darah.
Melalui sirkulasi, prolaktin memacu sel kelenjar
memproduksi air susu. Jadi, semakin sering bayi menyusu,
semakin banyak prolaktin yang dilepas oleh hipofise, sehingga
semakin banyak air susu yang diproduksi oleh sel kelenjar.
2) Refleks aliran
Rangsangan yang ditimbulkan bayi saat menyusu diantar
sampai bagian belakang kelenjar hipofise yang akan melepaskan
hormon oksitosin masuk ke dalam darah. Oksitosin akan memacu
otot-otot polos yang mengelilingi alveoli dan duktuli berkontraksi
sehingga memeras air susu dari alveoli, duktuli, dan sinus menuju
putting susu. Keluarnya air susu karena kontraksi otot polos
tersebut disebut refleks aliran. Dengan seringnya menyusui,
penciutan rahim akan semakin cepat dan makin baik.
3) Refleks menangkap (rooting reflex)
Jika disentuh pipinya, bayi akan menoleh ke arah sentuhan.
Jika bibirnya dirangsang atau disentuh, bayi akan membuka mulut
dan berusaha mencari putting untuk menyusu. Keadaan tersebut
dikenal dengan istilah refleks menangkap.

12
4) Refleks mengisap (sucking reflex)
Refleks mengisap pada bayi akan timbul jika putting
merangsang langit-langit (palatum) dalam mulutnya. Oleh karena
itu, sebagian besar areola harus tertangkap oleh mulut bayi.
Dengan demikian, sinus laktiferus yang berada di bawah areola
akan tertekan oleh gusi, lidah, serta langit-langit sehingga air susu
diperas secara sempurna ke dalam mulut bayi.
5) Refleks menelan (swallowing reflex)
Pada saat bayi menyusu, akan terjadi peregangan putting susu
dan areola untuk mengisi rongga mulut. Oleh karena itu, sebagian
besar areola harus ikut ke dalam mulut. Lidah bayi akan menekan
ASI keluar dari sinus laktiferus yang berada di bawah areola.
Perkembangan Air Susu Ibu (ASI) dibedakan dalam tiga
stadium, yaitu :
1) Kolostrum
Kolostrum merupakan ekskresi cairan dengan viskositas
kental, lengket dan berwarna kekuningan pada hari pertama
sampai hari keempat postpartum.Kolostrum mengandung tinggi
protein, mineral, garam, vitamin A, nitrogen, sel darah putih dan
antibodi yang tinggi daripada ASI matur.
2) ASI Transisi atau Peralihan
ASI yang keluar setelah kolostrum sampai sebelum ASI
matang, yaitu sejak hari keempat sampai hari kesepuluh.Selama
dua minggu, volume ASI bertambah banyak dan berubah warna
serta komposisinya.Kadar immunoglobulin dan protein menurun,
sedangkan lemak dan laktosa meningkat.
3) ASI Matur
ASI matur disekresi pada hari kesepuluh dan seterusnya,
tampak berwarna putih, kandungannya relatif konstan. Air susu
yang mengalir pertama kali disebut foremilk. Foremilk lebih
encer dan mempunyai kandungan rendah lemak dan tinggi

13
laktosa, gula, protein, mineral dan air. Selanjutnya, air susu
berubah menjadi hindmilk, kaya akan lemak dan nutrisi.
5. Pemeriksaan pasca persalinan
Pemeriksaan pasca persalinan dilakukan pada hari ke ke-3, ke-7
& minggu ke-6. Pemeriksan pasca persalinan meliputi :
a) Pemeriksaan Umum : Tekanan darah, nadi, pernafasan, suhu,
keluhan yang dirasakan
b) Keadaan Umum : Kesadaran, keadaan emosi, selera makan, dll
c) Payudara : Keadaan putting susu, pengeluaran ASI
d) Perut :Dinding perut
e) Perineum, kandung kemih, rectum
f) Sekret yang keluar
g) Lochea, flour albus : Keadaan alat-alat kandungan
Perdarahan yang mungkin terjadi dalam masa 40 hari ini
biasanya disebabkan oleh adanya subinvolusi uteri. Tindakan yang
baik untuk asuhan masa nifas normal pada ibu :
Tindakan Deskripsi dan Keterangan
Kebersihan  Anjurkan kebersihan seluruh tubuh
Diri  Mengajarkan ibu bagaimana membersihkan
daerah kelamin dengan sabun dan air. Pastikan
bahwa ia mengerti untuk membersihkan daerah
disekitar vulva terlebih dahulu, dari didepan
kebelakang, baru kemudian membersihkan
daerah sekitar anus. Nasehatkan ibu untuk
membersihkan diri setiap kali selesai buang air
kecil atau besar
 Sarankan ibu untuk mengganti pembalut atau
kain pembalut setidak – tidaknya dua kali sehari.
Kain dapat digunakan ulang jika telah dicuci
dengan baik dan dikeringkan dibawah matahari

14
atau disetrika
 Sarankan ibu untuk mencuci tangan dengan sabun
dan air sebelum dan sesudah membersihkan
daerah kelaminnya
 Jika ibu mempunyai luka episiotomi atau laserasi,
sarankan kepada ibu untuk menghindari
menyentuh daerah luka
Istirahat  Anjurkan ibu untuk beristirahat cukup untuk
mencegah kelelahan yang berlebihan
 Sarankan ia untuk kembali kekegiatan kegiatan
rumah tangga biasa perlahan – lahan, serta untuk
tidur siang atau beristirahat selagi bayi tidur
 Kurang istirahat akan mempengaruhi ibu dalam
beberapa hal : mengurangi jumlah ASI yang
diproduksi, memperlambat proses involusi uterus
dan memperbanyak perdarahan, menyebabkan
depresi dan ketidakmampuan untuk merawat bayi
dan dirinya sendiri
Latihan  Diskusikan pentingnya mengembalikan otot –
otot perut dan panggul kembali normal. Ibu akan
merasakan lebih kuat dan ini menyebabkan otot
perutnya menjadi kuat sehingga mengurangi rasa
sakit pada punggung
 Jelaskan bahwa latihan tertentu beberapa menit
setiap hari sangat membantu, seperti : dengan
tidur terlentang dengan lengan disamping,
menarik otot perut selagi menarik nafas, tahan
nafas kedalam dan angkat dagu ke dada, tahan
satu hitungan sampai 5, rileks dan ulangi 10 kali.
Berdiri dengan tungkai dirapatkan. Kencangkan

15
otot – otot, pantat dan pinggul dan tahan sampai 5
hitungan. Kendurkan dan ulangi latihan sebanyak
5 kali. Mulai dengan mengajarkan 5 kali latihan
untuk setiap gerakan. Setiap minggu naikkan
jumlah latihan 5 kali lebih banyak. Pada minggu
ke 6 setelah persalinan ibu harus mengerjakan
setiap gerakan sebanyak 30 kali.
Gizi Ibu menyusui harus :
 Mengkonsumsi tambahan 500 kalori tiap hari
 Makan dengan diet berimbang untuk
mendapatkan protein mineral dan vitamin yang
cukup
 Minum sedikitnya 3 liter air setiap hari (anjurkan
ibu untuk minum setiap kali menyusui)
 Pil zat besi harus diminum untuk menambah zat
gizi setidaknya selama 40 hari pasca bersalin
 Minum kapsul vitamin A (200000 unit) agar bisa
memberikan Vit A kepada bayi melalui ASInya
Perawatan  Menjaga payudara tetap bersih dan kering
Payudara  Menggunakan BH yang menyokong payudara
 Apabila putting susu lecet oleskan kolostrum atau
ASI yang keluar pada sekitar putting susu setiap
kali selesai menyusui. Menyusui tetap dilakukan
dimulai dari putting yang tidak lecet
 Apabila lecet sangat berat dapat diistirahatkan
selama 24 jam. ASI dikeluarkan dan diminumkan
dengan menggunakan sendok
 Untuk menghilangkan nyeri dapat minum
parasetamol 1 tablet setiap 4 – 6 jam
 Apabila payudara bengkak akibat pembendungan

16
akibat ASI, lakukan pengompresan payudara
dengan menggunakan kain basah dan hangat
selama 5 menit, urut payudara dari arah pangkal
menuju putting atau gunakan sisir untuk
mengurut payudara dengan arah Z menuju
putting, keluarkan ASI sebagian dari bagian
depan payudara sehingga putting susu menjadi
lunak, susukan bayi setiap 2 – 3 jam sekali.
Apabila tidak dapat mengisap seluruh ASI
keluarkan dengan tangan, letakkan kain dingin
pada payudara setelah menyususi, payudara
dikeringkan.
Hubungan  Secara fisik aman untuk memulai hubungan
Perkawinan / suami istri begitu darah merah berhenti dan ibu
Rumah dapat memasukkan satu atau dua jarinya kedalam
Tangga vagina tanpa rasa nyeri. Begitu darah merah
berhenti dan tidak merasakan ketidaknyamanan,
aman untuk memulai melakukan hubungan suami
istri kapan saja ibu siap
 Banyak budaya yang mempunyai tradisi menunda
hubungan suami istri sampai masa waktu tertentu,
misalnya setelah 40 hari atau minggu setelah
perslianan. Kepututsan tergantung pada pasangan
yang bersangkutan
Keluarga Idealnya pasangan harus menunggu sekurang –
Berencana kurangnya 2 tahun sebelum ibu hamil kembali.
Setiap pasangan harus menentukan sendiri kapan
dan bagaimana mereka ingin merencanakan tentang
keluarganya dengan mengajarkan kepada mereka
tentang cara mencegah kehamilan yang tidak

17
diinginkan.
Biasanya wanita tidak akan menghasilkan telur
(ovulasi) sebelum ia mendapatkan lagi haidnya
selama menyusui. Oleh karena itu, metode amenore
laktasi dapat dipakai sebelum haid pertama kembali
untuk mencegah terjadinya kehamilan baru. Risiko
cara ini adalah 2 % kehamilan.
Meskipun beberapa metode KB mengandung
risiko, menggunakan kontrasepsi tetap lebih aman,
terutama apabila ibu sudah haid lagi.
Sebelum menggunakan metode KB, hal – hal
berikut sebaiknya dijelaskan dahulu kepada ibu :
 Bagaimana metode ini dapat mencegah
kehamilan dan efektivitasnya.
 Kelebihan / keuntungannya
 Kekurangannya
 Efek samping
 Bagaimana menggunakan metode itu
 Kapan metode itu dapat mulai digunakan untuk
wanita pascasalin yang menyusui
 Jika seorang ibu / pasangan telah memilih
metode KB tertentu, ada baiknya untuk bertemu
dengannya lagi dalam dua minggu untuk
mengetahui apakah ada yang ingin ditanyakan
oleh ibu / pasangan itu dan untuk melihat
apakah metode tersebut bekerja dengan baik
6. Adaptasi psikologi ibu
Adalah suatu penyesuaian diri yang sangat besar terhadap jiwa
dan kondisi tubuhnya setelah mengalami suatu stimulasi dan
kegembiraan yang luar biasa. Emosional labil (mood : keadaan jiwa
terganggu), keadaan ini sering terjadi selama hari-hari pertama

18
puerperium.Setelah partus umumnya wanita menunjukkan rasa
gembira tapi beberapa hari kemudian kemungkinan terjadi depresi dan
sedih atau menangis. Hal ini adalah Fase transisi dan kemungkinan
reaksi dari stress fisik dan mental setelah post partum, cemas tentang
bayinya dan merasa tidak adekuat untuk menjadi seorang ibu.
Adaptasi psikologi ibu terbagi 3:
a) Hari ke-1 (Taking in) : Ibu terfokus pada diri sendiri, minta
diperhatikan.
b) Hari ke-2 (Taking hold) : Ibu menjadi mandiri, punya keinginan
merawat bayinya.
c) Minggu pertama (Letting go) : Masa mendapat peran baru, ibu
mulai mencurahkan kegiatan pada bantuan orang lain,beri
dukungan baik dari petugas maupun keluarganya
7. Tanda-tanda bahaya yang harus diwaspadai oleh ibu postpartum
a. Pendarahan pervaginam yang luar biasa atau tiba-tiba bertambah
banyak (lebih dari pendarahan haid biasa atau biasa atau bila
menemukan penggantian pembalut dua kali dalam setengah jam).
b. Pengeluaran pevaginam yang baunya menusuk.
c. Rasa sakit dibagian bawah abdomen atau punggung.
d. Sakit kepala yang terus menerus.nyeri epigastrik,atau masalah
penglihatan.
e. Pembengkakkan di wajah atau ditangan.
f. Demam, muntah,rasa sakit saat BAK atau jikamerasa tidak enak
badan.
g. Payudara yang berubah menjadi merah,panas,dan/atau terasa
sakit.
h. Kehilangan nafsu makan dalam waktu yang lama.
i. Rasa sakit, merah, lunak atau pembengkakan pada kaki
j. Merasa sedih karena tidak dapat mengasuh sendiri bayinya atau
diri sendiri.
k. Merasa sangat letih atau nafas terengah-engah.

19
8. Perawatan yang harus dilakukan pada ibu nifas
a. Pemeriksaan plasenta,agar tidak ada bagian-bagian plasenta yang
tertinggal.
b. Pengawasan tinggi fundus uteri.
c. Pengawasan pendarahan dari vagina.
d. Pengasan konsitensi rahim.
e. Pengawasan umum ibu.
f. Perawatan payudara.
g. Perawatan vulva seperti Vulva hygiene.
9. Tanda Bahaya Masa Nifas
Sebagian besar kematian ibu terjadi selama masa paska
persalinan ( memasuki masa nifas. Karena itu sangat penting untuk
mendidik para ibu dan keluarganya mengenal tanda- tanda bahaya
masa nifas sehingga ibu dapat segera mencari pertolongan medis jika
terdapat tanda- tanda bahaya masa nifas yang disebutkan di bawah ini:
a. Perdarahan pervaginam yang luar biasa tiba- tiba bertambah
banyak (lebih dari perdarahan biasa) memerlukan penggantian
pembalut 2 – 3 kali dalam setengah jam
b. Pengeluaran vagina yang baunya membusuk
c. Rasa sakit di bagian bawah abdomen/ puggung
d. Sakit kepala yang terus menerus, nyeri epigastrik
e. Gangguan masalah penglihatan/ penglihatan kabur
f. Pembengkakan di wajah atau tangan
g. Demam, muntah, rasa sakit waktu BAK atau merasa tidak enak
badan
h. Payudara yang berubah mennjadi merah, panas atau terasa sakit
i. Kehilangan nafsu makan dalam waktu lama
j. Rasa sakit, merah, lunak, atau pembengkakan pada kaki
k. Merasa sangat sedih atau tidak mampu mengasuh sendiri bayinya
dan diri sendiri
l. Merasa sangat letih atau nafas terengah- rengah

20
10. Program Nasional Masa Nifas
a. Kunjungan I 6-8 jam setelah persalinan
Tujuan :
1) Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri
2) Mendeteksi dan merawat apenyebab lain perdarahan, rujuk bila
perdarahan berlanjut
3) Memberikan konseling pada ibu, dan salah satu anggot keluarga
4) Pemberian ASI awal
5) Melaksananakan hubungan antara ibu dan bayi baru lahir
6) Menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah terjadinya
hipotermi
b. Kunjungan II 6 hari setelah persalinan
Tujuan :
1) Memastikan involusi uterus berjalan: uterus berkontraksi,
funduss dibawah umbilicus, tidak ada perdarahan
2) Menilai tanda-tanda demam, infeksi atau perdarahan abnormal
3) Memastikan ibu mendapaatkan cukup makanan, cairan da
istirahat.
4) Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidakk
memperlihatkan tanda-tanda penyulit
5) Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali
pusat, dan menjaga bayi agar tetap hangat.
c. Kunjungan III 2 minggu setelah persalinan
Tujuan :
Sama dengan kunjungan II 6 hari setelah persalinan

21
B. Tinjauan Teori Kebidanan Asuhan Nifas
I. PENGKAJIAN
A. DATA SUBYEKTIF
a. Identitas
Nama : Untuk dapat mengenal atau memanggil nama ibu dan
untuk mencegah kekeliruan bila ada nama yang sama.
Umur : < 20 tahun dan > 35 tahun (Ambarwati, 2009)
Kurang dari 20 tahun alat-alat reproduksi belum
matang,mental psikisnya belum siap,sedangkan umur
lebih dari 35 tahun rentan sekali untuk terjadi perdarahan
dalam masa nifas.
Agama : Perlu dicatat, karena hal ini sangat berpengaruh di
dalam kehidupan, termasuk kesehatan dan akan mudah
dalam mengatasi masalah kesehatan pasien
Suku/bangsa : Budaya Klien
Pendidikan :Makin rendah pendidikan ibu, kematian bayi
makin tinggi sehingga perlu diberi penyuluhan.
Pekerjaan :Hal ini untuk mengetahui taraf hidup dan sosial
ekonomi agar nasehat kita sesuai
Alamat :Untuk mengetahui dimana tempat tinggal ibu,
menjaga kemungkinan bila ada nama ibu yang
sama, untuk memudahkan menghubungi
keluarganya, untuk dijadikan petunjuk saat
kunjungan rumah.
b. Keluhan Utama
Pasien merasa mules (Ambarwati, 2009)
c. Riwayat Kesehatan Klien
1) Riwayat Kesehatan yang Lalu
Menurut (Sarwono, 2010)
a) Penyakit Kardiovaskuler : Penyakit Jantung, Hipertensi
b) Penyakit Darah : Anemia

22
c) Penyakit Paru-paru : TBC, Asma
d) Penyakit Hati : Hepatitis
e) Penyakit Endokrin : Diabetes Melitus
f) Penyakit Infeksi : IMS, Infeksi TORCH
g) Penyakit Ginjal dan Saluran Kencing : Gagal Ginjal
h) Penyakit/Kelainan sistem Reproduksi : Penyakit
Ginekologik, Tumor/Kanker
i) Riwayat Alergi
j) Riwayat Pembedahan
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Data-data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan
adanya penyakit yang diderita pada saat ini yang ada
hubungannya dengan masa nifas dan bayinya.Waktu terjadinya
sakit, Proses terjadinya sakit, Upaya yang telah di lakukan, Hasil
pemeriksaan sementara / sekarang (Ambarwati, 2009)
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya
pengaruh penyakit keluarga terhadap gagguan kesehatan pasien dan
bayinya, yaitu apabila ada penyakit keluarga yang menyertainya
(Ambarwati, 2009)
e. Riwayat Menstruasi
Mempunyai gambaran tentang keadaan dasar dari organ
reproduksinya. (Sulistyawati,2010)
Riwayat siklus : 23 – 32 hari (Sulistyawati,2010)
Lama haid : 3-8 hari (Mochtar, 2011)
Jumlah menstruasi : Data ini menjelaskan seberapa banyak darah
menstrusi yang di keluarkan. (Sulistyawati,2010)
f. Riwayat Obstetri:
Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu. Berapa kali ibu
hamil, apakah pernah abortus, cara persalinan yang lalu, penolong
persalinan, keadaan nifas yang lalu. (Ambarwati, 2009)

23
g. Riwayat Kehamilan Sekarang
Frekuensi periksa hamil, Keluhan hamil muda dan Keluhan hamil tua,
Terapi Selama Kehamilan.
h. Riwayat Persalinan sekarang
Tanggal persalinan, jenis persalinan, jenis kelamin anak, keadaan bayi
meliputi PB, BB, penolong persalinan. Hal ini perlu dikaji untuk
mengetahui apakah proses persalinan mengalami kelainan atau tidak
yang bisa berpengaruh pada masa nifas saat ini. (Ambarwati, dkk.
2009)
1) Jenis persalinan :
2) Kala I :
3) Kala II :
4) Kala III :
5) Kala IV :
Data Bayi :
 Lahir tanggal :……, jam :…………..
 Jenis kelamin: Laki-laki/Perempuan
 Antropometri : BB :………… gr. PB :……….. cm
LK :………… cm
LD :………… cm
LP :…………. cm
LILA :………..cm
 Kecacatan : Ada/tidak
 IMD : ( ) Ya ( ) Tidak
 Eliminasi
 BAK: f : ……x/hari, warna : ………..., konsistensi :………
 BAB: f : ……x/hari, warna :………..., konsistensi :………
Nutrisi : ASI/PASI/Lainnya :……………..

24
i. Riwayat Kontrasepsi
Untuk mengetahui apakah pasien pernah ikut KB dengan kontrasepsi
jenis apa, berapa lama, adakah keluhan selama menggunakan
kontrasepsi serta rencana KB setelah masa nifas ini dan beralih ke
kontrasepsi apa. (Ambarwati, dkk. 2009)
j. Pola Fungsional Kesehatan
Pola Keterangan
Nutrisi Cepat Lapar
Terjadi perubahan gastrointestinal yaitu peristaltik
usus akan bekerja cepat yang menyebabkan ibu pasca
partum satu atau 2 jam akan lebih mudah kelaparan
(Varney, 2007)
Eliminasi Volume urine berkurang (Diuresis)
Terjadi berhubungan dengan pengurangan volume
darah, hal ini berlangsung sampai 2-3 hari post partum
(Varney, 2007)
Konstipasi
Setelah plasenta lahir estrogen menurun sehingga
tonus otot seluruhnya berangsur pulih kembali, tapi
konstipasi mungkin tetapi terjadi dan mengganggu
hari-hari pertama post partum (Varney, 2007)
Istirahat Ibu akan sering beristirahat
Kontraksi uterus ketika ibu akan bersalin membuat ibu
tidak dapat beristirahat dengan cukup hal ini
menyebabkan ibu lelah. Oleh karena itu, ketika ibu
memasuki masa nifas ibu akan sering beristirahat.
(Ambarwati, 2009)
Aktivitas Sering memperhatikan dan merawat bayinya
Ibu menganggap bayi yang dilahirkannya adalah suatu
hal yang baru. Sehingga ibu akan sering dan lebih

25
terfokus kepada bayinya (Ambarwati, 2009)
Personal Pada masa postpartum, seorang ibu sangat rentan
Hygiene terhadap infeksi. Oleh karena itu, kebersihan diri
sangat penting untuk mencegah terjadinya infeksi.
Kebersihan tubuh, pakaian, tempat tidur, dan
lingkungan sangat penting untuk tetap dijaga (Saleha,
2009)
Kebiasaan
Seksualitas Dilakukan setelah 40 hari masa nifas
Secara fisik, aman untuk melakukan hubungan
seksual begitu darah merah berhenti dan ibu dapat
memasukkan satu atau dua jarinya kedalam vagina
tanpa rasa nyeri. Banyak budaya dan agama yang
melarang untuk melakukan hubungan seksual sampai
masa waktu tertentu, misalnya 40 hari atau 6 minggu
setelah kelahiran. Keputusan bergantung pada
pasangan yang bersangkutan (Sulistyawati, 2009)
Dinding vagina kembali pada keadaan sebelum hamil
dalam waktu 6-8 minggu. Secara fisik aman untuk
memulai hubungan suami istri begitu darah merah
berhenti, dan ibu dapat memasukkan 1 atau 2 jari ke
dalam vagina tanpa rasa nyeri. Begitu darah merah
berhenti dan ibu tidak merasakan ketidaknyamanan,
maka aman untuk memulai melakukan hubungan
suami istri kapan saja ibu siap (Dewi dkk, 2011)
k. Riwayat Psikososiokultural Spiritual
a) Pernikahan keberapa, lama menikah, status pernikahan sah/tidak
b) Respon klien dan keluarga bayi yang dilahirkan, diterima/tidak
c) Bagaimana psikis ibu di masa nifas
d) Adat istiadat yang masih dilakukan oleh ibu dan keluarga di masa
nifas

26
Masa nifas merupakan masa yang rentan dan terbuka untuk bimbingan
dan pembelajaran.Perubahan peran seorang ibu memerlukan adaptasi.
Tanggung jawab ibu mulai bertambah. ( Damaiyanti, 2011)
B. DATA OBYEKTIF
1. Pemeriksaan Umum
Kesadaran : Compos mentis (Sulistyawati, 2010 h.226)
Tanda Vital :
Tekanan Darah : 110/70 mmHg – 120/80 mmHg (Ambarwati dkk,
2009)
Suhu badan : 24 jam postpartum suhu badan akan naik sekitar
(37,5-380C) sebagai akibat kerjakeras
waktu melahirkan, dan kelelahan. (Ambarwati
dkk,2009)
Nadi : 60-80 x/mnt atau tidak lebih dari 100x/mnt Denyut
nadi normal orang dewasa adalah 60-80 x/menit.
Sehabis melahirkan biasanya denyut nadi akan
lebih cepat. Denyut nadi di atas 100x/menit pada
masa nifas adalah mengindikasikan adanya suatu
infeksi, (Ambarwati dkk,2009)
Pernafasan : 20-30 x/menit
Pernafasan harus berada dalam rentang yang
normal,yaitu sekitar 20-30 x/menit. (Ambarwati
dkk,2009). Pada ibu post partum umumnya
pernafasan lambat atau normal.
Antropometri :
Tinggi Badan : Tinggi badan merupakan salah satu ukuran
pertumbuhan seseorang. Tinggi badan dapat diukur
dengan stasiometer atau tongkat pengukur
(Tambunan dkk,2011).

27
Berat Badan : Massa tubuh di ukur dengan pengukuran massa
atau timbangan. Indeks massa tubuh digunakan
untuk menghitung hubungan antara tinggi dan
berat badan, serta menilai tingkat kegemukan.
(Tambunan dkk,2011;h.9).
LILA : Untuk menilai status gizi ibu
2. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
Kepala : Tampak bersih, tidak tampak ketombe,rambut tampak
kuat, distribusi rambut tampak merata dan tekstur
rambut tampak lembut (Priharjo,2006).
Wajah : Tidak tampak kloasma gravidarum, tidak tampak
oedem, dan tidak tampak pucat (Tambunan dkk,2011)
Mata : Kelopak mata tidak tampak odem, konjungtiva tidak
tampak pucat, dan sklera tidak tampak kuning.
Hidung : Tampak bersih, tidak ada pengeluaran, tidak tampak
polip, tidak tampak peradangan (Tambunan dkk,2011)
Mulut : Tampak simetris, bibir tampak lembab, tidak tampak
caries dentis, tidak tampak stomatitis, geraham
tampak lengkap, lidah tampak bersih, tidak tampak
pembesaran tonsil. (Tambunan dkk,2011 & Uliyah
dkk,2008).
Telinga : Tampak bersih, tidak ada pengeluaran/sekret.
(Tambunan dkk, 2011 & Uliyah dkk,2008).
Leher : Tampak hyperpigmentasi pada leher, tidak tampak
pembesaran tonsil, tidak tampak peradangan faring,
tidak tampak pembesaran vena jugularis, tidak tampak
pembesaran kelenjar tiroid, dan kelenjar getah bening
(Priharjo, 2006 & Tambunan dkk,2011).
Dada : Tampak simetris, tidak ada retraksi dinding dada
(Tambunan,2011)

28
Payudara : Tampak simetris kiri dan kanan, tampak bersih,
tampak pengeluaran colostrum, areolla tampak
hyperpigmentasi, puting susu menonjol, tidak tampak
retraksi
Abdomen : Tampak linea nigra, dan tampak stiae alba, tidak
tampak luka bekas operasi, dan tidak tampak asites
Genetalia : fistula, Tidak ada odem, hematom, nyeri, tegang.
Tanda REEDA Perineum : Keadaan luka episiotomy,
echimocis, edema, kemerahan, eritema, drainage.
Lochea rubra (1 – 3 hari)
berisi darah segar dan sisa – sisa selaput ketuban, sel-
sel desidua, verniks kaseosa, lanugo, dam mekonium,
selama 2 hari post partum.
Lochea sanguilenta (3 – 7 hari)
berwarna kuning berisi darah dan lendir, hari 3 – 7
post partum
Lochea serosa (7 – 14 hari)
berwarna kuning cairan tidak berdarah lagi, pada hari
ke 7 – 14 post partum
Lochea alba (>14 hari)
cairan putih, setelah 2 minggu
Ekstremitas : Tampak simetris, tidak tampak oedem, dan tidak
tampak varices (Ambarwati dkk, 2009)
Palpasi
Kepala : Tidak teraba oedema / massa
Mata : Tidak teraba oedema
Hidung : Tidak teraba polip
Leher : Tidak teraba pembesaran vena jugularis, kelenjar
tiroid dan kelejar getah bening
Payudara : Tidak teraba benjolan / massa, konsistensi teraba
padat berisi, tidak adanya nyeri tekan putting susu

29
menonjol, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
diketiak ( Ambarwati dkk, 2009)
Abdomen : Diastasis rektus abdominalis : 12 x 2 cm (Varney
2008)
Tinggi Fundus : (Varney , 2008 )
Hari Ke Tinggi Fundus
Segera saat pasca partum 3 jari bawah pusat
Hari kelahiran dan hari pertama Sepusat
Hari ke-2 1 jari dibawah pusat
Hari ke-3 2 jari dibawah pusat
Hari ke-4 3 jari dibawah pusat
Hari ke-5 Pertengahan pusat sympisis
Hari ke-6 Pertengahan pusat sympisis
Hari ke-7 3 jari diatas sympisis
Hari ke-8 2 jari diatas sympisis
Hari ke-9 1 jari diatas sympisis
Hari ke-10 Sudah masuk ke panggul
Genetalia : Tidak teraba pembesaran kelenjar bartholini
Ekstremitas : Tidak teraba oedema, Reflex Homan sign (-). (varney
2008 &Ambarwati dkk, 2009)
Auskultasi
Abdomen : bising usus 5-35 x/menit (Varney 2008)
Perkusi
Ekstremitas : Untuk mengecek refleks patella (+), Bisep (+), Trisep
(+) (Varney 2008 )

3. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan Laboratorium
 Pemeriksaan USG
 Pemeriksaan Diagnostik lainnya

30
II. INTERPRETASI DATA DASAR
Diagnosis : Ny…. Usia…tahun ….jam postpartum atau Ny…. Usia
…tahun hari ke… post partum (Varney, 2008)
Masalah : Tidak ada
Kebutuhan : Tidak ada
III. IDENTIFIKASI DIAGNOSIS/ MASALAH POTENSIAL
Identifikasi masalah atau diagnosis potensial ditegakkan berdasarkan
diagnosis dan masalah yang telah ditentukan.
IV. IDENTIFIKASI KEBUTUHAN TINDAKAN SEGERA
Untuk menentukan tindakan segera yang perlu diambil berdasarkan diagnosa
dan masalah yang ada.
V. INTERVENSI
Menurut Mochtar :
1. Jelaskan hasil pemeriksaan pada klien
Rasional : penjelasan mengenai pemeriksaan fisik postpartum
merupakan hak klien (varney 2007)
2. KIE mengenai nutrisi ibu nifas
Rasional: Makanan harus bermutu dan bergizi, cukup kalori. Makanlah
makanan yang mengandung protein, banyak cairan, sayur-sayuran dan
buah-buahan
3. KIE tentang mobilisasi
Rasional : Karena lelah sehabis bersalin ibu harus beristirahat, lalu
miring ke kanan dan ke kiri, duduk, jalan-jalan. Mobilisasi mempunyai
variasi tergantung pada adanya komplikasi persalinan, nifas dan
sembuhnya luka-luka. Berdasarkan penelitian tentang Peranan Mobilisasi
Dini Terhadap Proses Involusi Pada Ibu Post Partum menunjukkan
bahwa terdapat 13 (65%) ibu yang melakukan mobilisasi dini dengan
baik, 16 (80%) ibu mengalami proses involusi dengan normal. Hal ini
disebabkan karena mobilisasi dini memperlancar pengeluran lokhea
sehingga mempercepat involusi uterus dan tidak menyebabkan
perdarahan yang abnormal. Apabila ibu melakukan mobilisasi dini

31
dengan baik, maka akan berpengaruh terhadap percepatan proses involusi
dan tidak akan menyebabkan terjadinya sub involusi pada ibu post
partum. Jadi terdapat pengaruh mobilisasi dini terhadap proses involusi
pada ibu post partum (Esyuananik, Anis Nur Laili, 2015; h. 1)
4. KIE tentang personal hygine
Rasional : Personal hygine terutama pada daerah genetalia mengurangi
resiko infeksi yang terjadi pada ibu post partum .
5. KIE tentang proses eliminasi pada masa nifas
Rasional: Hendaknya kencing secepatnya dapat dilakukan sendiri.
Kadang-kadang ibu nifas sulit kencing karena sphingter uretra
mengalami tekanan oleh kepala janin dan spasme oleh iritasi sphingter
ani selama persalinan. Juga oleh karena adanya edema kandung kemih
yang terjadi selama persalinan.Bila ibu nifas sulit kencing sebaiknya
lakukan kateterisasi.
Buang air besar harus ada 3-4 hari post partum. Bila belum dan terjadi
obstipasi apalagi BAB keras dapat diberikan terapi per oral atau per
rectal
6. Lakukan perawatan payudara
Rasional: Perawatan mamae telah dimulai sejak hamil supaya putting
susu tidak keras dan kering sebagai persiapan menyusui bayinya.
Dianjurkan sekali supaya ibu menyusui bayinya karena baik untu
kesehatan bayinya
7. Ajarkan cara menyusui bayi
Rasional: Mencegah terjadinya lecet pada payudara
8. Ajarkan cara perawatan tali pusat pada bayi
Rasional : perawatan bayi baik dari hygine untuk mencegah infeksi dan
menjaga kondisi bayi tetap sehat , memberikan kenyamanan pada bayi
9. KIE ASI ekslusif.
Menurut Aprillia dan Farida (2014) mengemukakan bahwa semakin
sering bayi mengisap payudara dengan benar, ASI semakin sering
diproduksi. Diharapkan bagi ibu menyusui tetap mempertahankan untuk

32
menyusui bayinya dengan cara menyusui yang benar untuk
meningkatkan produksi ASI. Dari 17 responden hampir seluruhnya
(94.1%), isapan bayi benar. Hal ini disebabkan hampir seluruhnya ibu
menyusui bayinya dengan tepat pada saat menyusui, seperti cara
menempatkan posisi mulut pada payudara, sehingga isapan bayi
seluruhnya benar. Jika isapan bayi benar maka akan menstimulasi
hipotalamus yang akan merangsang kelenjar hipofise anterior
menghasilkan hormon prolaktin dan hipofise posterior menghasilkan
hormon oksitosin. Isapan bayi benar adalah : Mulut bayi terbuka lebar,
bayi tampak menghisap kuat, puting susu ibu tidak terasa nyeri
(Soetjiningsih, 2004). Pipi membulat, lebih banyak areola diatas mulut,
menghisap pelan, dalam dan diselingi istirahat, dapat mendengar suara
saat bayi menelan (Agustina, 2012). Ibu tidak memegang atau
menyangga payudara, lidah bayi berada dibawah puting susu, terlihat
gerakan sendi rahang bayi yang aktif dalam menyusu (Suherni, 2009).
Faktor yang mempengaruhi isapan bayi adalah bayi berat lahir rendah,
bayi dengan lidah pendek dan masa gestasi saat melahirkan
(Kristiyanasari, 2009).
Rasional : ASI ekslusif penting untuk daya tahan tubuh bayi
10. KIE mengenai imunisasi bayi
Rasional : Imunisasi pada bayi berguna untuk memberikan antibodi
tambahan pada bayi , agar bayi tidak mudah terkena penyakit .
11. KIE untuk melakukan kunjungan ulang ke tempat pelayanan kesehatan
Rasional : Kunjungan ulang dilakukan untuk memantau nifas dan
neonatus untuk mencegah komplikasi pada ibu dan neonatus.
12. KIE tentang KB dan metode alat kontrasepsi
Rasional : Dengan dilaksanakannya program KB maka dapat
meningkatkan kesejahteraan fisik,mental dan social setiap anggota
keluarga dan bagi si anak sendiri dapat memperoleh kesempatan yang
lebih besar dalam hal pendidikan serta kasih sayang dari orang tuanya.

33
VI. IMPLEMENTASI
Pelaksanaan dilakukan dengan efisien sesuai dengan rencana asuhan
yang telah disusun. Pelaksanaan ini bisa dilakukan seluruhnya oleh bidan atau
sebagian dikerjakan oleh klien atau anggota tim kesehatan lainnya.
VII. EVALUASI
Evaluasi merupakan penilaian tentang keberhasilan dan keefektifan
asuhan kebidanan yang telah dilakukan. Evaluasi didokumentasikan dalam
bentuk bentuk SOAP

34
DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, Eny Retna, dan Diah Wulandari. 2009. Asuhan kebidanan nifas.
Jogjakarta : Mitra Cendikia

Esyuananik, Anis Nur Laili. Peranan Mobilisasi Dini Terhadap Proses Involusi
Pada Ibu Post Partum (Studi di Polindes Rabiyan Puskesmas Bunten
Barat Kabupaten Sampang). Jurnal Kebidanan Poltekkes Kemenkes
Surabaya, 2015. [Diakses pada tanggal 3 Februari 2017]

Marmi. 2011. Asuhan kebidanan pada persalinan.Yogyakarta:Pustaka Pelajar

Saifuddin,Abdul Bari, Adriassnsz George, Wiknjosastro Gulardi Hanifa,


Waspodo Djoko. 2010. Ilmu kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka

Sulistyawati, Ari. 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan pada ibu nifas. Jogjakarta:
Andi Offset
Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Pelayanan Kesehatan Maternal dan neonatal.
Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Varney, Helen. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta:EGC

Varney, Helen. 2008. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta:EGC

35

Anda mungkin juga menyukai