Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PSIKIATRI

IDENTITAS PASIEN :

Nama : Tn. R

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 24 tahun

Alamat : Kp. Sempu RT.04/RW.04 Pasir Gombong Cikarang Utara

Warga Negara : Indonesia

Suku : Jawa

Agama : Islam

Status : Belum Menikah

Pekerjaan :-

Pendidikan : SD

Tgl Datang Poli : 4 Januari 2019

Tgl pemeriksaan : 7 Januari 2019

RIWAYAT PSIKIATRI
Dilakukan alloanamnesis tanggal 4 Januari 2019
1. Keluhan utama : Pasien tiba-tiba mengamuk-ngamuk tanpa sebab
2. Keluhan tambahan : Pasien hanya senyum-senyum jika diajak bicara, kadang
hanya diam
3. Riwayat Gangguan Sekarang
Pasien laki-laki, berumur 24 tahun datang dibawa oleh ayahnya ke Rumah
Sakit Umum Daerah Kabupaten Bekasi pada tanggal 4 Januari 2019 karena pasien 2
minggu yang lalu tiba-tiba mengamuk tanpa sebab. Pasien mengamuk terutama jika
keinginan nya tidak di turuti oleh orangtua, contohnya jika pasien meminta uamg
untuk jajan, pasien akan mengamuk jika tidak diberikan uang jajan oleh orangtua nya.
Pasien mengamuk dengan cara berteriak-teriak dan membanting barang barang yang
ada didekatnya. Pasien juga kerap memukuli dirinya sendiri jika sedang mengamuk.

1
Orang tua pasien menceritakan bahwa 3 tahun yang lalu pasien pernah
mengalami keluhan yang sama seperti mengamuk-ngamuk tanpa sebab, bicara
sendiri, dan tertawa sendiri. Pasien juga meyakini bahwa saat itu sering ada suara-
suara yang selalu didengar oleh pasien seperti menyuruh-nyuruh pasien. Kemudian
pada saat itu pasien dibawa oleh orangtua nya ke Rumah Sakit Jiwa Grogol dan
dirawat selama 20 hari. Setelah di rawat dan mendapatkan pengobatan pasien menjadi
lebih tenang dan tidak pernah mengamuk-ngamuk lagi. Namun 2 minggu yang lalu
kejadian yang sama terulang lagi.
Menurut ibu pasien, pasien mulai mengalami gejala seperti ini sejak usaha
yang dijalani oleh ayahnya mengalami kerugian pada tahun 2016. Hal tersebut
membuat pasien menjadi pemurung dan menjadi lebih pendiam dari biasanya.
Menurut ibu pasien, pasien dulu tumbuh pada keadaan ekonomi yang sangat
berkecukupan, namun sejak orangtua nya mengalami kerugian, keadaan ekonomi
keluarga pasien menjadi menurun segingga membuat pasien menjadi sering
mengamuk bila keinginan nya untuk meminta uang tidak dipenuhi hingga saat itu
pasien hilang dan kabur ke Jawa sendiri. Pasien ditemukan di Jawa sedang tertidur di
atas makam orang, saat itu pasien mengaku di ajak oleh teman nya untuk
mempelajari “ilmu hitam”.

Riwayat Gangguan Sebelumnya

1. Riwayat Gangguan Psikiatri

Pasien pernah mengalami keluhan yang sama 3 tahun lalu

2. Riwayat penyakit medis umum


 Kelainan bawaan : Tidak ada
 Infeksi : Tidak ada
 Trauma : Tidak ada
3. Riwayat penggunaan Zat Psikoaktif

Pasien tidak pernah memiliki riwayat mengkonsumsi alkohol maupun obat


- obatan.
Riwayat Kehidupan Pribadi

1. Riwayat Prenatal dan Perinatal

2
Pasien lahir spontan pada usia kehamilan 40 minggu dan anak ke 1 dari 2
bersaudara. Pasien dirawat dan disusui oleh ibu kandung.

2. Riwayat Masa Kanak Awal (0-3 tahun)

Pasien tidak ingat masa kanak-kanak awal.

3. Riwayat Masa Kanak Pertengahan (3-7 tahun)


Pasien merupakan seorang yang ceria, memiliki cukup banyak teman

4. Riwayat Masa Kanak Akhir dan Remaja

Pasien merupakan pribadi yang pendiam dan pemarah, pasien tidak banyak
bergaul dengan teman-temannya. Pasien pernah mengalami bullying oleh
teman teman di SD dan di Pondok Pesantren karena pasien dianggap
bodoh oleh teman teman nya.

5. Riwayat Masa Dewasa


a. Riwayat Pendidikan

Saat pasien bersekolah SD, Pasien sering tidak dapat mengikuti pelajaran
dan beberapa kali terancam tinggal kelas, pasien bersekolah hanya hingga
kelas 5 SD karena pasien sudah tidak mampu mengikuti pelajaran yang
ada di sekolah. Pasien kemudian tidak melanjutkan sekolah ke SMP dan
pasien dimasukan ke pondok pesantren oleh orangtua nya.

b. Riwayat Pekerjaan

Pasien pernah bekerja sebagai kurir pengantar air di salah satu tempat Isi
Ulang Air Minum di daerah dekat rumahnya.

c. Riwayat Kehidupan Beragama

Pasien beragama Islam, dan selalu menjalankan sholat 5 waktu

d. Riwayat Pelanggaran Hukum

Pasien mengatakan tidak pernah melakukan pelanggaran hukum.

3
e. Riwayat Keluarga

Pasien merupakan anak ke 1 dari 2 bersaudara. pasien memiliki 1 orang


adik laki-laki. Ibu pasien seorang Ibu Rumah Tangga dan Ayah sebagai
karyawan, dan tidak ada riwayat gangguan jiwa pada keluarga.

6. Persepsi Pasien Tentang Diri dan Kehidupannya

Pasien mengatakan bahwa dirinya seorang yang taat beragama, rajin


bekerja, penyayang terhadap ayah, ibu dan kedua adiknya.

7. Impian, Fantasi dan Cita-cita Pasien

Pasien bercita-cita ingin menjadi seorang pengusaha.

STATUS MENTAL

A. Deskripsi Umum
1. Penampilan
Pasien seorang laki-laki berusia 24 tahun taksiran tinggi badan 165 cm
dan berat badan kurang lebih 60 kg. Postur tubuh pasien terlihat kurus.
Pasien memiliki kulit berwarna coklat, rambut sedikit tertata dengan rapi.
Pasien berpenampilan tampak seperti usianya, saat diwawancara pasien
menggunakan pakaian kemeja kotak-kotak berwarna biru dengan celana
jeans berwarna hitam, kuku jari tangan dan kaki terpotong rapi, pasien
terlihat tidak bersih. Pasien tampak sehat, pasien tampak kooperatif

2. Perilaku dan Aktivitas Psikomotor

Selama wawancara pasien duduk bersebelahan dengan pemeriksa, pasien


bersikap ramah dan kooperatif saat diajak wawancara serta menjawab
semua pertanyaan dokter muda dengan volume suara sedang dan tidak
jelas. Selama wawancara pasien duduk dengan tidak tenang, perhatiaan
pasien mudah teralihkan oleh sesuatu.

4
3. Sikap terhadap pemeriksa

Kooperatif cukup sopan, kontak mata banyak melihat ke arah depan dan
samping kanan dan kiri, menjawab pertanyaan dengan baik dan tidak
menjawab sesuai pertanyaan, perhatian mudah dialihkan.

B. Pembicaraan

 Volume : sedang
 Irama : tidak teratur
 Kelancaran: artikulasi kadang-kadang kurang jelas
 Kecepatan : sedang

C. Suasana Perasaan
1. Mood : labil
2. Afek : Datar
3. Empati : Dapat diraba rasakan oleh pemeriksa

D. Gangguan Persepsi
a. Halusinasi
 Auditorik : Pasien mendengar suara seorang laki-laki yang
menyuruh-nyuruh.
 Visual : Disangkal
 Gustatatorik : Disangkal
 Olfaktorik : Disangkal
 Taktil : Disangkal
b. Ilusi : Tidak ada
c. Depersonalisasi : Tidak ada
d. Derealisasi : Tidak ada

E. Proses Berpikir
1. Arus Pikir

 Produktivitas : Kurang, hanya menjawab bila ditanya

5
 Kontinuitas : Pembicaraan Lancar
 Hendaya bahasa : Tidak ada
2. Isi Pikir
 Preokupasi : Tidak ada
 Waham : Tidak ada
 Obsesi kompulsi : Tidak didapatkan
 Fobia : Tidak didapatkan
 Ide bunuh diri : Didapatkan
 Miskin ide : Tidak Didapatkan

F. Kesadaran dan Kognisi


1. Taraf kesadaran
 Kesadaran : Compos Mentis
2. Orientasi
 Waktu : Tidak dapat menilai tanggal dan hari
 Tempat : Baik
 Orang : Baik
3. Daya Ingat
 Jangka panjang : Tidak terganggu (pasien mampu mengingat
saat dirinya masih bekerja menjadi karyawan disebuah tempat isi
ulang air minum)
 Jangka sedang : Tidak Terganggu (pasien mampu mengingat
aktivitasnya saat dirumah)
 Jangka pendek : Terganggu (pasien tidak ingat saat pasien
dibawa ke rumah sakit)
 Segera : Tidak terganggu (pasien mampu mengingat
nama pewawancara)
4. Konsentrasi dan Perhatian

Pasien cukup berkonsentrasi, ketika ditanyakan mengenai kemampuan


berhitung beberapa jawaban tepat. Pasien dapat memusatkan perhatian saat
diwawancara.

6
5. Kemampuan Membaca dan Menulis

Pasien dapat membaca dan menulis.

6. Kemampuan Visuospasial
Pasien dapat berjalan dengan baik tanpa menabrak benda-benda yang ada
disekelilingnya.
7. Pikiran Abstrak
Pasien dapat menyebutkan persamaan meja dan kursi.
8. Kemampuan Informasi dan Inteletegensi
Kesan cukup sesuai dengan usia dan tingkat pendidikannya

G. Pengendalian Impuls

Baik (pasien tidak menujukkan agresivitas selama wawancara).

H. Daya Nilai dan Tilikan


1. Daya Nilai Sosial :Tidak terganggu
2. Uji Daya Nilai : Tidak terganggu
3. Penilaian Realita : Terganggu (terdapat halusinasi)
4. Tilikan : Tilikan 1

I. Taraf dapat Dipercaya

Pemeriksa memperoleh kesan bahwa keseluruhan jawaban pasien dapat


dipercaya. Pasien menjawab pertanyaan-pertanyaan dengan konsisten.

PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 80x /menit
Suhu : 36.5’C
Frekuensi Nafas : 18x /menit

7
Kepala : Normocephal
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
Leher : Pembesaran KGB (-)
Sistem Kardiovaskular
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba
Perkusi : Batas jantung tidak melebar
Auskultasi : Bunyi jantung I-II reguler; gallop -/- ;
murmur -/-
Sistem Respiratori
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris
Palpasi : Fremitus taktil dan vokal simetris
Perkusi : Sonor diseluruh lapang paru
Asuskultasi : Vesikuler +/+, Ronkhi -/-, wheezing -/-
Sistem Gastrointestinal
Inspeksi : Cembung, lesi –
Palpasi : Tidak teraba massa, tidak ada nyeri tekan
Perkusi : Timpani pada keempat kuadran abdomen
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas : Edema -/-
Genitalia dan Anus : Tidak diperiksa

B. Pemeriksaan Neurologis
 Selaput Otak : tidak ditemukan
 Gejala Peningkatan TIK : tidak ditemukan
 Mata & Pemeriksaan oftalmoskopik : tidak dilakukan
 Motorik
 Tonus : normal
 Koordinasi : tidak terdapat gangguan koordinasi
 Turgor : baik
 Reflex  Fisiologis : (+) /(+)
Patologis : (-)/(-)

8
 Kekuatan otot 5555 5555
5555 5555

 Sensibilitas : baik
 Fungsi-fungsi luhur : normal

IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA

 Pasien masuk ke RSUD Kabupaten Bekasi diantar oleh Orang Tua Pasien
dengan keadaan tenang, senyum-senyum saat ditanyakan.
 Terdapat gangguan persepsi yaitu pasien mendengar suara-suara seorang wanita
yang sedang menyuruh-nyuruh (halusinasi auditorik)
 Terdapat gangguan mood yaitu pasien sering marah-marah tanpa sebab yang jelas
merasakan bahwa dirinya sudah lelah dengan sakit yang di alami dan ada ide
untuk mengakhiri hidup (gangguan depresi)
 Ide yang terbatas
 Tilikan 1

FORMULASI DIAGNOSTIK

1. Pria berusia 24 tahun, belum menikah


2. Penampilan bersih dan Rapi serta perawatan diri yang cukup baik
3. Pasien kooperatif, kontak mata adekuat, pembicaraan pasien koheren. Mood
labil, afek pasien tampak datar
4. Terdapat gangguan Halusinasi Auditorik
5. Keluhan muncul 2 minggu sebelum pasien datang ke poli Psikiatri

DIAGNOSIS MULTIAKSIAL

 Aksis I
F20.1 Skizofrenia hebefrenik.

Diagnosis ini berdasarkan dari jenis kelamin pasien yaitu laki-laki, hebefrenik
lebih sering pada laki-laki daripada wanita. Pasien berusia 24 tahun, biasanya

9
pasien dengan hebefrenik berusia diantara 15-25 tahun. Dan dari anamnesis dan
status mentalis di dapatkan pasien sering mengamuk untuk melampiaskan
kekesalannya, adanya halusinasi auditorik.

 Aksis II
Gangguan kepribadian dissosial.

Berdasarkan anamnesa, pasien tampak tidak peduli terhadap perasaan orang lain,
sikap yang tidak bertanggung jawab, serta tidak peduli terhadap norma, peraturan
dan kewajiban sosial. Pasien tidak mampu memelihara suatu hubungan, pasien
konflik dengan keluarga.

 Aksis III
Tidak ada gangguan. Dari pemeriksaan anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien
tidak memiliki penyakit lain.

 Aksis IV
Ditemukan adanya masalah hubungan keluarga (psikososial) dan ekonomi

 Aksis V
GAF 60-51 (gejala sedang, disabilitas sedang).

DIAGNOSIS BANDING

F20.8 Gangguan skizofrenia lainnya

DAFTAR MASALAH

a. Organobiologik
Tidak Bermasalah

b. Psikologis
Mood : Labil

Afek : Datar

Gangguan persepsi : Halusinasi Auditorik

10
Isi pikir : Waham (-)

Tilikan : Derajat I

c. Lingkungan dan Sosioekonomi


Tidak terdapat masalah. Pasien tidak pernah mengancam ataupun melukai anggota
keluarga

TERAPI

 Farmakoterapi
Haloperidol 5 mg, 3x1 tab
Trihexyphenidyl 2 mg, 3x1 tab
Chlorpromazine 100 mg, 1x1 tab

 Psikoterapi suportif
 Psikoterapi persuasi : minum obat teratur dan control kedokter.
 Psikoterapi sugestif : meyakinkan pasien dengan tegas bahwa yang
didengarnya tidak benar.
 Psikoterapi bimbingan : memberi nasehat kepada pasien bahwa beribadah
itu penting karena dapat menenangkan pikiran.

PROGNOSIS

 Ad vitam :
Bonam karena pasien tidak mengalami kelainan fisik dan skizofrenia hebefrenik
tidak menyebabkan kecacatan fisik.
 Ad functional :
Dubia karena pasien belum dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan baik.
 Ad sanationam :
Dubia karena pada pasien ini stress yang menjadi kekambuhan nya diakibatkan
dari faktor luar, tekanan dari luar diri individu dapat diminimalisir atau
dihilangkan.

11
HOME VISIT

12
13
IDENTIFIKASI KELUARGA PASIEN

Keluarga inti pasien terdiri dari ayah, ibu, pasien dan 1 orang adiknya. Ayah pasien berusia
42 tahun, dulunya bekerja sebagai disebuah PT didaearah cikarang. Ibu pasien berusia 39
tahun sebagai Pedagang. Pasien adalah anak pertama berusia 24 tahun, sebelumnya bekerja di
tempat isi ulang air minum yang berada di dekat rumahnya namun saat ini sudah keluar dari
pekerjaannya. Adik pasien yang kedua saat ini berusia 20 tahun dan sudah menikah.

SOSIAL EKONOMI

Rumah yang ditinggali pasien adalah rumah milik Ayah dan Ibu pasien. Rumah tersebut tidak
cukup luas dengan halaman yang sempit. Rumah beratapkan genteng dan berlantai marmer.
Perabotan yang ada dirumah hanya seadanya. Rumah terlihat cukup rapi. Pasien tidak
mempunyai kamar, tidur bersama dengan ayah ibu nya. Sumber pendapatan keluargaanya
berasal dari Ayah dan Ibu nya yang saat ini masih bekerja.

Pasien tinggal di sekitar lingkungan yang nyaman. Ayah pasien bercerita bahwa para
tetangga sangat baik dan perhatian saat mengetahui anaknya sedang sakit. Para tetangga
berusaha membantu dengan cara memanggil “orang pintar” yang berada disekitar rumah
pasien.

SIKAP KELUARGA KEPADA ANGGOTA KELUARGANYA YANG


DIPERSEPSIKAN MENDERITA GANGGUAN JIWA

Keluarga inti yaitu Ayah dan Ibu pasien mendukung pasien dan optimis bahwa pasien bisa
sembuh. Selain dengan mengajak pasien untuk kontrol berobat ke Poli Psikiatri, mereka
mendukung pasien dengan cara sering mengajak mengobrol, menanyakan keluhan-keluhan
dan sering mengajak pasien pergi bersilaturrahmi kerumah keluarga yang lain. Keluarga
pasien yang lain pun yakin suatu saat akan kesembuhan pasien dan selalu memberi semangat
kepada pasien. Sehingga pasien semakin yakin akan kesembuhannya.

Namun ada beberapa kendala yang harus dihadapi keluarga dengan pasien yang menderita
gangguan jiwa :

1. Pasien sulit untuk diajak kontrol dan minum obat karena


 Pasien bosan minum obat setiap hari
 Pasien tidak merasa sakit

14
 Pasien mengetahui efek obat yang diminum membuat pasien mengantuk,
sehingga pasien harus diam dirumah saja. Sedangkan pasien tidak suka duduk
diam dirumahdan tidak melakukan aktifitas

15
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

SKIZOFRENIA HEBEFRENIK

A. Pengertian
Skizofrenia adalah satu istilah untuk beberapa gangguan yang ditandai
dengan kekacauan kepribadian, distorsi terhadap realitas, ketidakmampuan untuk
berfungsi dalam kehidupan sehari-hari, perasaan dikendalikan oleh kekuatan dari luar
dirinya, waham/delusi, gangguan persepsi.
Gangguan skizoprenia ini terdapat pada semua kebudayaan dan mengganggu
di sepanjang sejarah, bahkan pada kebudayaan-kebudayaan yang jauh dari tekanan
modern sekalipun. Umumnya gangguan ini muncul pada usia yang sangat muda, dan
memuncak pada usia antara 15-25 tahun. Gangguan yang muncul dapat terjadi secara
lambat atau datang secara tiba-tiba pada penderita yang cenderung suka menyendiri
yang mengalami stress.
Salah satu pembagian skizofrenia adalah skizofrenia hebefrenik. Beberapa
pendapat yang menyebutkan tentang pengertian Skizofrenia, antara lain : “Skizofrenia
hebefrenik adalah suatu bentuk Skizofrenia yang ditandai dengan perilaku pasien
regresi dan primitif, afek yang tidak sesuai, wajah dungu, tertawa-tawa aneh,
meringis dan menarik diri secara ekstrim”.
Skizofrenia hebefrenik adalah suatu bentuk skizofrenia dengan perubahan
afektif yang tampak jelas dan secara umum juga dijumpai waham dan halusinasi yang
bersifat mengambang serta terputus-putus (fragmentary), perilaku yang tidak
bertanggung jawab dan tidak dapat diramalkan, serta umumnya mannerisme.
Skizofrenia hebefrenik disebut juga disorganized type atau “kacau balau”
yang ditandai dengan inkoherensi, afek datar, perilaku dan tertawa kekanak-kanakan,
yang terpecah-pecah, dan perilaku aneh seperti menyeringai sendiri, menunjukkan
gerakan-gerakan aneh, mengucap berulang-ulang dan kecenderungan untuk menarik
diri secara ekstrim dari hubungan sklienial.
Skizofrenia hebefrenik adalah suatu bentuk skizofrenia dengan perubahan
perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan, ada kecenderungan
untuk selalu menyendiri, dan perilaku menunjukkan hampa perilaku dan hampa

16
perasaan, senang menyendiri, dan ungkapan kata yang di ulang – ulang, mengalami
disorganisasi dan pembicaraan tak menentu serta adanya penurunan perawatan diri
pada individu.

B. Etiologi

Etiologi Skizofrenia Hebefrenik pada umumnya sama seperti etiologi


skizofrenia lainnya. Dibawah ini beberapa etiologi yang sering ditemukan :

- Faktor Predisposisi : Beberapa faktor predisposisi yang berkontribusi pada


munculnya respon neurobiologi seperti pada harga diri rendah antara lain :

a. Faktor Genetik : Telah diketahui bahwa secara genetis skizofrenia diturunkan


melalui kromosom-kromosom tertentu. Tetapi kromosom yang ke berapa
menjadi faktor penentu gangguan ini sampai sekarang masih dalam tahap
penelitian. Diduga letak gen skizofrenia ada dikromosom no. 6 dengan
kontribusi genetik tambahan no. 4, 8, 15 dan 22. Anak kembar identik
memiliki kemungkinan mengalami skizofrenia sebesar 50% jika salah satunya
mengalami skizofrenia, sementara jika dizigot peluangnya sebesar 15%.
Seorang anak yang salah satu orang tuanya mengalami skizofrenia, sementara
bila kedua orang tuanya skizofreia maka peluangnya menjadi 35%.

b. Faktor Neurologis : Ditemukan bahwa korteks prefrontal dan korteks limbik


pada pasien skizofrenia tidak pernah berkembang penuh. Ditemukan juga
pada pasien skizofrenia terjadi penurunan volume dan fungsi otak yang
abnormal. Neurotransmiter yang ditemukan tidak normal khususnya
dopamine, serotonine, dan glutamat.

c. Studi Neurotransmiter : Skizofrenia diduga juga disebabkan oleh adanya


ketidakseimbangan neurotransmiter dopamin yang berlebihan.

d. Teori Virus : Paparan virus influenza pada trimester 3 kehamilan dapat


menjadi faktor predisposisi skizofrenia.

e. Psikologis : Beberapa kondisi psikologis yang menjadi faktor predisposisi


skizofrenia antara lain anak yang diperlakukan oleh ibu pencemas, terlalu

17
melindungi, dingin dan tidak berperasaan, sementara ayah yang mengambil
jarak dengan anaknya.

 Faktor Prespitasi : Faktor-faktor pencetus respon neurobiologis meliputi :


a. Berlebihannya proses inflamasi pada sistem saraf yang menerima dan
memprklienes informasi di thalamus dan frontal otak.
b. Mekanisme penghantaran listrik di saraf terganggu.
c. Gejala-gejala pemicu seperti kondisi kesehatan, lingkungan, sikap dan
perilaku.

C. Epidemiologi dan Faktor Risiko


Skizofrenia mengenai sekitar 1% populasi pada semua suku dan jenis
kelamin. Sumber lain mengatakan prevalensi skizofrenia adalah 7,2 kasus setiap 1000
penduduk. Sebenarnya insidensi skizofrenia relatif rendah, yaitu 15,2 kasus setiap
100.000 penduduk, namun kasus tersebut bersifat kronik sehingga menghasilkan
prevalensi yang tinggi. Umumnya laki-laki memiliki onset yang lebih cepat yaitu
pada sekitar usia 20 tahun, sedangkan wanita umumnya memiliki onset 20-30 tahun.

D. Patofisiologi
Teori yang muncul berkenaan dengan patofisiologi skizofrenia adalah
skizofrenia muncul akibat aktivitas dopamin yang yang tinggi di dalam otak. Teori ini
muncul melalui dua observasi. Pertama, efektivitas dan potensi dari berbagai obat
antipsikotik (dopamine receptor antagonists) berhubungan dengan aktivitas
antagonisnya terhadap reseptor dopamin tipe 2 (D2). Kedua, obat yang meningkatkan
aktivitas dopaminergik seperti kokain dan amfetamin, bersifat psikotomimetik.
Bagian otak yang terlibat dalam aktivitas ini adalah jalur mesokortikal dan
mesolimbik. Peningkatan aktivitas dopamin pada jalur mesolimbi meningkatkan
risiko timbulnya gejala positif dari skizofrenia. Penurunan aktivitas dopamin pada
jalur mesokortikal akan meningkatkan risiko timbulnya gejala negatif dari
skizofrenia.
Hasil di atas juga didukung oleh temuan-temuan pada penelitian selanjutnya.
Penderita dengan skizofrenia memiliki beberapa kelainan pada otak, yaitu
pembesaran ventrikel yang menyebabkan penurunan volume otak dan substansia
18
grisea korteks. Daerah seperti lobus frontal, amigdala, dan lobus temporalis medialis,
cingulate gyrus, dan superior temporal gyrus mengalami penurunan volume. Kondisi
ini akhirnya menyebabkan kelainan aktivitas pada daerah tersebut yang menyebabkan
timbulnya gejala-gejala dalam skizofrenia. Melalui pemeriksaan positron emission
tomography (PET), juga dapat diketahui penurunan aliran darah pada daerah frontal,
talamus, dan serebelum pada kliendengan skizofrenia. Penurunan aktivitas pada
daerah prefrontal dihubungkan dengan penurunan aktivitas dopamin pada daerah
tersebut.

E. Manifestasi klinis
Secara garis besar, manifestasi klinis dari skizofrenia terbagi dalam tiga
bagian besar, yaitu :
1. Gejala positif, terutama berupa delusi dan halusinasi. Gejala-gejala positif yang
dapat muncul. Delusi yang muncul dapat berupa delusion of control, delusion of
influence, delusion of passivity, dan delusion of perception. Halusinasi dapat
muncul pada berbagai indera, seperti taktil, olfaktorik, gustatorik, atau visual,
namun auditori adalah halusinasi yang paling sering muncul.
2. Gangguan dalam berpikir atau disorganisasi yang bermanifestasi dalam hal bicara
dan tingkah laku. Dalam bicara, disorganisasi yang timbul dapat berupa asosiasi
longgar sampai bentuk paling parah berupa word salad. Dalam tingkah laku,
disorganisasi muncul sebagai ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari-hari
seperti menyiapkan makanan dan menjaga kebersihan diri, ataupun dapat berupa
perilaku seperti anak-anak dan agitasi yang tidak terduga.
3. Gejala negatif, berupa menarik diri, apatis, ketidakpedulian terhadap diri sendiri,
kemiskinan dalam bicara, dan lain-lain.
Kriteria diagnosis klinis skizofrenia yang dipakai di Indonesia umumnya
menggunakan pedoman dari Pedoman Penggolongan dan Diagnosis klinis Gangguan
Jiwa di Indonesia. Kriteria tersebut adalah sebagai berikut :
 Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua
gejala atau lebih bila gejala itu kurang tajam atau kurang jelas).
- Thought echo : isi pikiran dirinya sendiri yang bergema atau berulang dalam
kepalanya dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama namun kualitasnya
berbeda.

19
- Thought insertion : isi pikiran yang asing dari luar, masuk ke dalam pikirannya
atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya.
- Thought broadcasting : isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain
mengetahuinya.
- Delusion of control : waham tentang dirinya yang dikendalikan oleh sesuatu dari
luar dirinya.
- Delusion of influence: waham tentang dirinya yang dipengaruhi oleh suatu
kekuatan dari luar.
- Delusion of passivity: waham tentang dirinya yang pasrah dan tidak berdaya
terhadap suatu kekuatan dari luar.
- Delusional perception: pengalaman indrawi yang tidak wajar, yang bermakna
sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mujizat.
- Halusinasi auditorik
- Waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap tidak
wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya berkaitan dengan masalah agama atau
politik tertentu atau kekuatan diatas kemampuan manusia biasa.
 Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas :
a. Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila disertai baik oleh
waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan
afektif yang jelas, ataupun disertai dengan ide berlebihan yang menetap.
b. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation), yang berakibat inkoherensia atau pembicaraan yang tidak relevan
atau neologisme.
c. Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh gelisah, pklienisi tubuh tertentu
(pklienturing) atau fleksibilitas cerea, negativisme, stupor dan mutisme.
d. Gejala negatif : apatis, jarang bicara, respon emklienional yang tumpul atau
tidak wajar, menarik diri, tapi harus jelas bahwa hal tersebut tidak disebabkan
oleh depresi.
 Gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau
lebih.
 Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan
(overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi, bermanifestasi pada
hilangnya minat, hidup tak bertujuan dan penarikan diri secara sklienial.

20
Perjalanan penyakit Skizofrenia dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu fase
prodromal, fase aktif dan fase residual. Pada fase prodromal biasanya timbul gejala
gejala non spesifik yang lamanya bisa minggu, bulan ataupun lebih dari satu tahun
sebelum onset psikotik menjadi jelas. Gejala tersebut meliputi : hendaya fungsi
pekerjaan, fungsi sklienial, fungsi penggunaan waktu luang dan fungsi perawatan
diri. Perubahan perubahan ini akan mengganggu individu serta membuat resah
keluarga dan teman, mereka akan mengatakan “orang ini tidak seperti yang dulu”.
Semakin lama fase prodromal semakin buruk prognosisnya. Pada fase aktif gejala
pklienitif / psikotik menjadi jelas seperti tingkah laku katatonik, inkoherensi, waham,
halusinasi disertai gangguan afek. Hampir semua individu datang berobat pada fase
ini, bila tidak mendapat pengobatan gejala gejala tersebut dapat hilang spontan suatu
saat mengalami eksaserbasi atau terus bertahan. Fase aktif akan diikuti oleh fase
residual dimana gejala gejalanya sama dengan fase prodromal tetapi gejala
psikotiknya sudah berkurang. Disamping gejala gejala yang terjadi pada ketiga fase
diatas, penderita skizofrenia juga mengalami gangguan kognitif berupa gangguan
berbicara spontan, mengurutkan peristiwa, kewaspadaan dan eksekutif (atensi,
konsentrasi, hubungan sklienial). Pada Skizofrenia Hebefrenik kita dapat melihat
tanda dan gejala yang khas, antara lain :

1. Inkoherensi yaitu jalan pikiran yang kacau, tidak dapat dimengerti apa
maksudnya.
2. Alam perasaan yang datar tanpa ekspresi serta tidak serasi atau ketolol-tololan.
3. Perilaku dan tertawa kekenak-kanakan, senyum yang menunjukkan rasa puas diri
atau senyum yang hanya dihayati sendiri.
4. Waham yang tidak jelas dan tidak sistematik tidak terorganisasi sebagai suatu
kesatuan.
5. Halusinasi yang terpecah-pecah yang isi temanya tidak terorganisasi sebagai satu
kesatuan.
6. Gangguan berpikir.
7. Perilaku aneh, misalnya menyeringai sendiri, menunjukkan gerakan-gerakan
aneh, berkelakar, pengucapan kalimat yang diulang-ulang dan cenderung untuk
menarik diri secara ekstrim dari hubungan.
Gejala-gejala pencetus respon biologis :

21
 Kesehatan : nutrisi kurang, kurang tidur, ketidakseimbangan irama sirkadian,
kelelahan, infeksi, obat-obatan sistem saraf pusat, kurangnya latihan dan
hambatan untuk menjangkau layanan kesehatan.
 Lingkungan : lingkungan yang memusuhi, masalah rumah tangga, kehilangan
kebebasan hidup, perubahan kebiasaan hidup, pola aktivitas sehari-hari,
kesukaran berhubungan dengan orang lain, isolasi sklienial, kurangnya dukungan
sklienial, tekanan kerja, stigmatisasi, kemiskinan, kurangnya alat transportasi dan
ketidakmampuan mendapatkan pekerjaan.
 Sikap/perilaku : merasa tidak mampu, putus asa, merasa gagal, kehilangan kendali
diri (demoralisasi), merasa punya kekuatan berlebihan dengan gejala tersebut,
merasa malang, bertindak tidak seperti orang lain dari segi usia maupun
kebudayaan, rendahnya kemampuan sosialisasi, perilaku agresif, perilaku
kekerasan, ketidakadekuatan pengobatan dan ketidakadekuatan penanganan
gejala.

F. Diferensial diagnosis
Pasien dengan penyalahgunaan zat dapat datang dengan gejala yang mirip
dengan skizofrenia, sehingga diagnosis skizofrenia belum dapat ditegakkan bila
penderita sedang aktif menyalahgunakan zat. Penderita dengan depresi berat atau
gangguan bipolar juga dapat datang dengan gangguan psikotik, namun diagnosis dari
gangguan mood selalu diutamakan daripada diagnosis skizofrenia. Delirium juga
memiliki gejala seperti skizofrenia seperti delusi dan halusinasi. Perbedaan mendasar
dari kedua hal tersebut adalah onset penyakit. Delirium memiliki onset yang lebih
cepat daripada skizofrenia. Selain itu, apabila disertai penyakit penyerta, diagosis
delirium lebih diutamakan daripada skizofrenia.

G. Penatalaksanaan

- Terapi somatik (Medikamentosa).


- Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati Skizofrenia disebut antipsikotik.
Antipsikotik bekerja mengontrol halusinasi, delusi dan perubahan pola pikir yang
terjadi pada Skizofrenia. Penderita mungkin dapat mencoba beberapa jenis
antipsikotik sebelum mendapatkan obat atau kombinasi obat antipsikotik yang
benar-benar cocok bagi pasien . Antipsikotik pertama diperkenalkan 50 tahun

22
yang lalu dan merupakan terapi obat-obatan pertama yang efektif untuk
mengobati Skizofrenia. Terdapat 3 kategori obat antipsikotik yang dikenal saat
ini, yaitu : antipsikotik konvensional, newer atypical antipsycotics, dan Clozaril
(Clozapine).
- Antipsikotik konvensional. Obat antipsikotik yang paling lama penggunannya
disebut antipsikotik konvensional. Walaupun sangat efektif, antipsikotik
konvensional sering menimbulkan efek samping yang serius. Contoh obat
antipsikotik konvensional antara lain :
1. Haldol (haloperidol) 5. Stelazine ( trifluoperazine)

2. Mellaril (thioridazine) 6. Thorazine ( chlorpromazine)

3. Navane (thiothixene) 7. Trilafon (perphenazine)

4. Prolixin (fluphenazine)

Akibat berbagai efek samping yang dapat ditimbulkan oleh antipsikotik


konvensional, banyak ahli lebih merekomendasikan penggunaan newer atypical
antipsycotic. Ada 2 pengecualian (harus dengan antipsikotok konvensional).
Pertama, pada penderita yang sudah mengalami perbaikan (kemajuan) yang pesat
menggunakan antipsikotik konvensional tanpa efek samping yang berarti.
Biasanya para ahli merekomendasikan untuk meneruskan pemakaian antipskotik
konvensional. Kedua, bila penderita mengalami kesulitan minum pil secara
reguler. Prolixin dan Haldol dapat diberikan dalam jangka waktu yang lama (long
acting) dengan interval 2-4 minggu (disebut juga depot formulations). Dengan
depot formulation, obat dapat disimpan terlebih dahulu di dalam tubuh lalu
dilepaskan secara perlahan-lahan. Sistem depot formulation ini tidak dapat
digunakan pada newer atypic antipsycotic.

1. Newer Atypcal Antipsycotic

Obat-obat yang tergolong kelompok ini disebut atipikal karena prinsip


kerjanya berbeda, serta sedikit menimbulkan efek samping bila dibandingkan
dengan antipsikotik konvensional. Beberapa contoh newer atypical
antipsycotic yang tersedia, antara lain :

1. Risperdal (risperidone)

23
2. Seroquel (quetiapine)

3. Zyprexa (olanzopine)

Para ahli banyak merekomendasikan obat-obat ini untuk menangani pasien


dengan Skizofrenia.

Clozaril. Mulai diperkenalkan tahun 1990, merupakan antipsikotik atipikal


yang pertama. Clozaril dapat membantu ± 25-50% penderita yang tidak
merespon (berhasil) dengan antipsikotik konvensional. Sangat disayangkan,
Clozaril memiliki efek samping yang jarang tapi sangat serius dimana pada
kasus-kasus yang jarang (1%), Clozaril dapat menurunkan jumlah sel darah
putih yang berguna untuk melawan infeksi. Ini artinya, penderita yang
mendapat Clozaril harus memeriksakan kadar sel darah putihnya secara
reguler. Para ahli merekomendaskan penggunaan Clozaril bila paling sedikit 2
dari obat antipsikotik yang lebih aman tidak berhasil.

- Cara penggunaan
Pada dasarnya semua obat anti psikosis mempunyai efek primer (efek klinis) yang
sama pada ekivalen, perbedaan terutama pada efek samping sekunder. Pemilihan
jenis obat anti psikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan dan
efek samping obat. Pergantian obat disesuaikan dengan dosis ekivalen. Apabila
obat anti psikosis tertentu tidak memberikan respon klinis yang sudah optimal
setelah jangka waktu yang memadai, dapat diganti dengan obat psikosis lain
(sebaiknya dari golongan yang tidak sama), dengan dosis ekivalennya dimana
profil efek samping belum tentu sama. Apabila dalam riwayat penggunaan obat
anti psikosis sebelumnya jenis obat anti psikosis tertentu yang sudah terbukti
efektif dan ditolerir dengan baik efek sampingnya, dapat dipilih kembali untuk
pemakaian sekarang. Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan :
 Onset efek primer (efek klinis) : sekitar 2-4 minggu.
 Onset efek sekunder (efek samping) : sekitar 2-6 jam.
 Waktu paruh 12-24 jam (pemberian 1-2 kali perhari).
 Dosis pagi dan malam dapat berbeda untuk mengurangi dampak efek samping
(dosis pagi kecil, dosis malam lebih besar) sehingga tidak begitu mengganggu
kualitas hidup pasien.

24
 Mulai dosis awal dengan dosis anjuran dinaikkan setiap 2-3 hari sampai
mencapai dosis efektif (mulai peredaan sindroma psikosis) dievaluasi setiap 2
minggu dan bila perlu dinaikkan dosis optimal dipertahankan sekitar 8-12
minggu (stabilisasi) kemudian diturunkan setiap 2 minggu dosis maintanance
dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun (diselingi drug holiday 1-2
hari/minggu) tapering off (dosis diturunkan tiap 2-4 minggu) stop. Untuk
penderita dengan serangan sindroma psikosis multi episode terapi
pemeliharaan dapat diberikan paling sedikit selama 5 tahun. Efek obat
psikosis secara relatif berlangsung lama, sampai beberapa hari setelah dosis
terakhir yang masih mempunyai efek klinis. Pada umumnya pemberian obat
psikosis sebaiknya dipertahankan selama 3 bulan sampai 1 tahun setelah
semua gejala psikosis mereda sama sekali. Untuk psikosis reaktif singkat
penurunan obat secara bertahap setelah hilangnya gejala dalam kurun waktu 2
minggu-2 bulan. Obat antipsikosis tidak menimbulkan gejala lepas obat yang
hebat walaupun diberikan dalam jangka waktu yang lama, sehingga potensi
ketergantungan obat kecil sekali. Pada penghentian yang mendadak dapat
timbul gejala Cholinergic rebound yaitu : gangguan lambung, mual muntah,
diare, pusing, gemetar dan lain-lain. Keadaan ini akan mereda dengan
pemberian anticholinergic agent (injeksi sulfas atrofin 0,25 mg IM dan tablet
trihexypenidil 3x2 mg/hari). Obat anti pikosis long acting (perenteral) sangat
berguna untuk klienyang tidak mau atau sulit teratur makan obat ataupun yang
tidak efektif terhadap medikasi oral. Dosis dimulai dengan 0,5 cc setiap 2
minggu pada bulan pertama baru ditingkatkan menjadi 1 cc setap bulan.
Pemberian anti psikosis long acting hanya untuk terapi stabilisasi dan
pemeliharaan terhadap kasus skizofrenia. Penggunaan CPZ (Chlorpromazine)
injeksi sering menimbulkan hipotensi ortostatik pada waktu perubahan tubuh
(efek alpha adrenergik blokade). Tindakan mengatasinya dengan injeksi
noradrenalin (effortil IM).
- Pemilihan obat untuk episode (serangan) pertama. Newer atypical antipsycotic
merupakan terapi pilihan untuk penderita Skizofrenia episode pertama karena
efek samping yang ditimbulkan minimal dan resiko untuk terkena tardive
dyskinesia lebih rendah. Biasanya obat antipsikotik membutuhkan waktu beberapa
saat untuk mulai bekerja. Sebelum diputuskan pemberian salah satu obat gagal

25
dan diganti dengan obat lain, para ahli biasanya akan mencoba memberikan obat
selama 6 minggu (2 kali lebih lama pada Clozaril).
- Pemilihan obat untuk keadaan relaps (kambuh). Biasanya timbul bila penderita
berhenti minum obat. Untuk itu, sangat penting untuk mengetahui alasan mengapa
penderita berhenti minum obat. Terkadang penderita berhenti minum obat karena
efek samping yang ditimbulkan oleh obat tersebut. Apabila hal ini terjadi, dokter
dapat menurunkan dosis menambah obat untuk efek sampingnya, atau mengganti
dengan obat lain yang efek sampingnya lebih rendah. Apabila penderita berhenti
minum obat karena alasan lain, dokter dapat mengganti obat oral dengan injeksi
yang bersifat long acting, diberikan tiap 2-4 minggu. Pemberian obat dengan
injeksi lebih simpel dalam penerapannya. Terkadang penderita dapat kambuh
walaupun sudah mengkonsumsi obat sesuai anjuran. Hal ini merupakan alasan
yang tepat untuk menggantinya dengan obat obatan yang lain, misalnya
antipsikotik konvensonal dapat diganti dengan newer atipycal antipsycotic atau
newer atipycal antipsycotic diganti dengan antipsikotik atipikal lainnya.
Clozapine dapat menjadi cadangan yang dapat bekerja bila terapi dengan obat-
obatan diatas gagal.
- Pengobatan selama fase penyembuhan. Sangat penting bagi penderita untuk tetap
mendapat pengobatan walaupun setelah sembuh. Penelitian terbaru menunjukkan
4 dari 5 penderita yang berhenti minum obat setelah episode petama Skizofrenia
dapat kambuh. Para ahli merekomendasikan pasien skizofrenia episode pertama
tetap mendapat obat antipsikotik selama 12-24 bulan sebelum mencoba
menurunkan dosisnya. Penderita yang menderita Skizofrenia lebih dari satu
episode atau belum sembuh total pada episode pertama membutuhkan pengobatan
yang lebih lama. Perlu diingat, bahwa penghentian pengobatan merupakan
penyebab tersering kekambuhan dan makin beratnya penyakit.
- Efek samping obat-obat antipsikotik. Karena penderita Skizofrenia memakan obat
dalam jangka waktu yang lama, sangat penting untuk menghindari dan mengatur
efek samping yang timbul. Mungkin masalah terbesar dan tersering bagi penderita
yang menggunakan antipsikotik konvensional gangguan (kekakuan) pergerakan
otot-otot yang disebut juga efek samping ekstrapiramidal (EEP). Dalam hal ini
pergerakan menjadi lebih lambat dan kaku, sehingga agar tidak kaku penderita
harus bergerak (berjalan) setiap waktu, dan akhirnya mereka tidak dapat
beristirahat. Efek samping lain yang dapat timbul adalah tremor pada tangan dan

26
kaki. Kadang-kadang dokter dapat memberikan obat antikolinergik (biasanya
benztropine) bersamaan dengan obat antipsikotik untuk mencegah atau mengobati
efek samping ini. Efek samping lain yang dapat timbul adalah tardive dyskinesia
dimana terjadi pergerakan mulut yang tidak dapat dikontrol, protruding tongue,
dan facial grimace. Kemungkinan terjadinya efek samping ini dapat dikurangi
dengan menggunakan dklienis efektif terendah dari obat antipsikotik. Apabila
penderita yang menggunakan antipsikotik konvensional mengalami tardive
dyskinesia, dokter biasanya akan mengganti antipsikotik konvensional dengan
antipsikotik atipikal. Obat-obat untuk skizofrenia juga dapat menyebabkan
gangguan fungsi seksual, sehingga banyak penderita yang menghentikan sendiri
pemakaian obat-obatan tersebut. Untuk mengatasinya biasanya dokter akan
menggunakan dklienis efektif terendah atau mengganti dengan newer atypical
antipsycotic yang efek sampingnya lebih sedikit. Peningkatan berat badan juga
sering terjadi pada penderita skizofrenia yang memakan obat. Hal ini sering
terjadi pada penderita yang menggunakan antipsikotik atipikal. Diet dan olah raga
dapat membantu mengatasi masalah ini. Efek samping lain yang jarang terjadi
adalah neuroleptic malignant syndrome, dimana timbul derajat kaku dan tremor
yang sangat berat yang juga dapat menimbulkan komplikasi berupa demam,
penyakit-penyakit lain. Gejala-gejala ini membutuhkan penanganan yang segera.
- Terapi Psikososial
 Terapi perilaku
Teknik perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan ketrampilan
sklienial untuk meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan memenuhi diri
sendiri, latihan praktis, dan komunikasi interpersonal. Perilaku adaptif adalah
didorong dengan pujian atau hadiah yang dapat ditebus untuk hal-hal yang
diharapkan, seperti hak istimewa. Dengan demikian, frekuensi perilaku
maladaptif atau menyimpang seperti berbicara lantang, berbicara sendirian di
masyarakat, dan pklientur tubuh aneh dapat diturunkan.
 Terapi berorientasi-keluarga
Terapi ini sangat berguna karena klienskizofrenia seringkali dipulangkan
dalam keadaan remisi parsial, dimana klienskizofrenia kembali seringkali
mendapatkan manfaat dari terapi keluarga yang singkat namun intensif (setiap
hari). Setelah periode pemulangan segera, topik penting yang dibahas didalam

27
terapi keluarga adalah prklienes pemulihan, khususnya lama dan
kecepatannya. Seringkali, anggota keluarga, didalam cara yang jelas
mendorong sanak saudaranya yang terkena skizofrenia untuk melakukan
aktivitas teratur terlalu cepat. Rencana yang terlalu optimistik tersebut berasal
dari ketidaktahuan tentang sifat skizofrenia dan dari penyangkalan tentang
keparahan penyakitnya.-Ahli terapi harus membantu keluarga dan penderita
mengerti skizofrenia tanpa menjadi terlalu mengecilkan hati. Sejumlah
penelitian telah menemukan bahwa terapi keluarga adalah efektif dalam
menurunkan relaps. Didalam penelitian terkontrol, penurunan angka relaps
adalah dramatik. Angka relaps tahunan tanpa terapi keluarga sebesar 25-50 %
dan 5 - 10 % dengan terapi keluarga.
 Terapi kelompok
Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana,
masalah, dan hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok mungkin
terorientasi secara perilaku, terorientasi secara psikodinamika atau tilikan,
atau suportif. Terapi kelompok efektif dalam menurunkan isolasi sosial,
meningkatkan rasa persatuan, dan meningkatkan tes realitas bagi penderita
skizofrenia. Kelompok yang memimpin dengan cara suportif, bukannya dalam
cara interpretatif, tampaknya paling membantu bagi klienskizofrenia.
 Psikoterapi individual
Penelitian yang paling baik tentang efek psikoterapi individual dalam
pengobatan skizofrenia telah memberikan data bahwa terapi akan membantu
dan menambah efek terapi farmakologis. Suatu konsep penting di dalam
psikoterapi bagi penderita skizofrenia adalah perkembangan suatu hubungan
terapetik yang dialami pasien. Pengalaman tersebut dipengaruhi oleh dapat
dipercayanya ahli terapi, jarak emklienional antara ahli terapi dan pasien , dan
keikhlasan ahli terapi seperti yang diinterpretasikan oleh pasien. Hubungan
antara dokter dan penderita adalah berbeda dari yang ditemukan di dalam
pengobatan non-psikotik. Menegakkan hubungan seringkali sulit dilakukan,
penderita skizofrenia seringkali kesepian dan menolak terhadap keakraban dan
kepercayaan dan kemungkinan sikap curiga, cemas, bermusuhan, atau
teregresi jika seseorang mendekati. Pengamatan yang cermat dari jauh dan
rahasia, perintah sederhana, kesabaran, ketulusan hati, dan kepekaan terhadap

28
kaidah sklienial adalah lebih disukai daripada informalitas yang prematur dan
penggunaan nama pertama yang merendahkan diri. Kehangatan atau profesi
persahabatan yang berlebihan adalah tidak tepat dan kemungkinan dirasakan
sebagai usaha untuk suapan, manipulasi, atau eksploitasi.
 Perawatan di Rumah Sakit (Hospitalization)
Indikasi utama perawatan rumah sakit adalah untuk tujuan diagnostik,
menstabilkan medikasi, keamanan penderita karena gagasan bunuh diri atau
membunuh, prilaku yang sangat kacau termasuk ketidakmampuan memenuhi
kebutuhan dasar. Tujuan utama perawatan dirumah sakit yang harus
ditegakkan adalah ikatan efektif antara penderita dan sistem pendukung
masyarakat. Rehabilitasi dan penyesuaian yang dilakukan pada perawatan
rumah sakit harus direncanakan. Dokter harus juga mengajarkan penderita dan
pengasuh serta keluarga kliententang skizofrenia. Perawatan di rumah sakit
menurunkan stres pada penderita dan membantu mereka menyusun aktivitas
harian mereka. Lamanya perawatan rumah sakit tergantung dari keparahan
penyakit kliendan tersedianya fasilitas pengobatan rawat jalan. Rencana
pengobatan di rumah sakit harus memiliki orientasi praktis ke arah masalah
kehidupan, perawatan diri, kualitas hidup, pekerjaan, dan hubungan sosial.
Perawatan di rumah sakit harus diarahkan untuk mengikat penderita dengan
fasilitas perawatan termasuk keluarga pasien. Pusat perawatan dan kunjungan
keluarga penderita kadang membantu kliendalam memperbaiki kualitas hidup.

H. Prognosis
Prognosis untuk skizofrenia hebefrenik sama dengan skizofrenia tipe lainnya,
prognosisnya pada umumnya kurang begitu menggembirakan. Sekitar 25%
kliendapat kembali pulih dari episode awal dan fungsinya dapat kembali pada tingkat
prodromal (sebelum munculnya gangguan tersebut). Sekitar 25% tidak akan pernah
pulih dan perjalanan penyakitnya cenderung memburuk. Sekitar 50% berada
diantaranya, ditandai dengan kekambuhan periodik dan ketidakmampuan berfungsi
dengan efektif kecuali untuk waktu yang singkat. Faktor-faktor yang mempengaruhi
prognklienis skizofrenia
- Keluarga. Pasien membutuhkan perhatian dari masyarakat, terutama dari
keluarganya. jangan membeda-bedakan antara orang yang mengalami skizofrenia
29
dengan orang yang normal, karena orang yang mengalami gangguan skizofrenia
mudah tersinggung.
- Inteligensi. Pada umumnya penderita skizofrenia yang mempunyai Inteligensi
yang tinggi akan lebih mudah sembuh dibandingkan dengan orang yang
inteligensinya rendah.
- Pengobatan. Obat memiliki dua kekurangan utama. Pertama hanya sebagian kecil
penderita (kemungkinan 25%) cukup tertolong untuk mendapatkan kembali
jumlah fungsi mental yang cukup normal. Kedua antagonis reseptor dopamin
disertai dengan efek merugikan yang mengganggu dan serius. Namun penderita
skkizofrenia perlu di beri obat Risperidone serta Clozapine.
- Reaksi pengobatan. Dalam proses penyembuhan skizofrenia, orang yang bereaksi
terhadap obat lebih bagus perkembangan kesembuhan daripada orang yang tidak
bereaksi terhadap pemberian obat.
- Stressor psikososial. Apabila stressor dari skizofrenia ini berasal dari luar, maka
akan mempunyai dampak yang positif, karena tekanan dari luar diri individu
dapat diminimalisir atau dihilangkan. Begitu pula sebaliknya apabila stressor
datangnya dari luar individu dan bertubi-tubi atau tidak dapat diminimalisir maka
prognosisnya adalah negatif atau akan bertambah parah.
- Kekambuhan. Penderita skizofrenia yang sering kambuh prognklienisnya lebih
buruk.
- Gangguan kepribadian. Prognosis untuk orang yang mempunyai gangguan
kepribadian akan sulit disembuhkan. Besar kecilnya pengalaman akan memiliki
peran yang sangat besar terhadap kesembuhan.
- Onset. Jenis onset yang mengarah ke prognosis yang baik berupa onset yang
lambat dan akut, sedangkan onset yang tidak jelas memiliki prognosis yang lebih
baik.
- Proporsi. Orang yang mempunyai bentuk tubuh normal (proporsional)
mempunyai prognosis yang lebih baik dari pada penderita yang bentuk tubuhnya
tidak proporsional.
- Perjalanan penyakit. Pada penderita skizofrenia yang masih dalam fase prodromal
prognosisnya lebih baik dari pada orang yang sudah pada fase aktif dan fase
residual.
- Kesadaran. Kesadaran orang yang mengalami gangguan skizofrenia adalah jernih.
Hal inilah yang menunjukkan prognosisnya baik nantinya.

30
Prognosis Baik Prognosis Buruk

Onset lambat Onset muda

Faktor pencetus yang jelas Tidak ada faktor pencetus

Onset akut Onset tidak jelas

Riwayat sklienial, seksual Riwayat sosial dan pekerjaan


dan pekerjaan premorbid yang buruk
premorbid yang baik
Prilaku menarik diri atau autistik
Gejala gangguan mood
Tidak menikah, bercerai atau janda/
(terutama gangguan
duda
depresif)
Sistem pendukung yang buruk
Menikah
Gejala negatif
Riwayat keluarga
gangguan mood Tanda dan gejala neurologist

Sistem pendukung yang Riwayat trauma perinatal


baik
Tidak ada remisi dalam 3 tahun
Gejala positif
Banyak relaps

Riwayat penyerangan

31
DAFTAR PUSTAKA

Maslim R. Diagnklienis gangguan jiwa rujukan ringkas dari PPDGJ III. Jakarta : PT
Nuh Jaya;2003.p.46-51.
Maslim, Rusdi. Penggunaan Klinis Obat Psikotropik Edisi ke-3.Jakarta; Bagian
Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atma Jaya. 2007.
Sinaga BR. Skizofrenia dan diagnosis banding. Jakarta : FKUI;2007.p.42-51.
Saddock,JB, Saddock AC. Kaplan and Saddock’s Synopsis of Psychiatry :
Behavioral Sciences, Clinical Psychiatry. Edisi ke – 10. 2007. Philadelphia :
Lippincott Williams & Wilkins.

32

Anda mungkin juga menyukai