Anda di halaman 1dari 8

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Penelitian telah dilakukan dengan mengumpulkan data rekam medik pasien


yang terdiagnosis omfalokel di RSUDZA Banda Aceh pada tahun 2013-2017 dan
didapatkan 32 pasien yang memenuhi kriteria inklusi peneliatian.

4.1.1 Jenis Kelamin

Variable jenis kelamin dikelompokkan dalam 2 kategori, yaitu perempuan


dan laki-laki. Distribusi frekuensi dan presentase jenis kelamin pasien omfalokel
dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut ini:

Tabel 4.1 Jenis Kelamin Pasien Omfalokel di RSUDZA Banda Aceh pada
Tahun 2013-2017

Kategori Frekuensi (n) Persentase (%)


Jenis Kelamin
Perempuan 16 50,0
Laki-laki 16 50,0
Total 32 100,0
Tabel 4.1 menunjukkan distribusi jenis kelamin pasien omfalokel pada
tahun 2013-2017 di RSUDZA Banda Aceh. Berdasarkan tabel tersebut dapat
disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan antara penderita omfalokel berjenis
kelamin laki-laki maupun perempuan di RSUDZA Banda Aceh.

4.1.2 Berat Badan Lahir

Variabel berat badan lahir dikelompokkan dalam 2 kategori, yaitu bayi


dengan berat badan lahir dibawah 2500 gram dan bayi dengan berat badan lahir
diatas 2500 gram. Distribusi frekuensi dan presentase berat badan lahir pasien
omfalokel dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut ini:

26
Tabel 4.2 Berat Badan Lahir Pasien Omfalokel di RSUDZA Banda Aceh
pada Tahun 2013-2017

Kategori Frekuensi (n) Persentase (%)


Berat Badan Lahir
<2500 gram 10 31,2
≥2500 gram 22 69,8
Total 32 100,0

Tabel 4.2 menunjukkan distribusi berat badan lahir pasien omfalokel pada tahun
2013-2017 di RSUDZA Banda Aceh. Berdasarkan tabel tersebut, ditemukan
mayoritas pasien dengan omfalokel memiliki berat badan lahir lebih dari 2500
gram.

4.1.3 Usia Gestasi

Variabel usia gestasi dikelompokkan dalam 3 kategori, yaitu preterm (<37


minggu), aterm (37-42 minggu) dan postterm (>42 minggu). Distribusi frekuensi
dan presentase usia gestasi pasien omfalokel dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut
ini:

Tabel 4.3 Usia Gestasi pada Pasien Omfalokel di RSUDZA Banda Aceh pada
Tahun 2013-2017

Kategori Frekuensi (n) Persentase (%)


Luas Defek
<37 minggu 18 56,3
37-42 minggu 14 43,7
>42 minggu 0 0
Total 32 100,0

Tabel 4.3 menunjukkan distribusi luas defek pada pasien omfalokel pada
tahun 2013-2017 di RSUDZA Banda Aceh. Berdasarkan tabel tersebut,
ditemukan usia gestasi pasien omfalokel terbanyak yaitu preterm (<37 minggu)
sebanyak 18 pasien dengan persentase 56,3%.

29
4.1.4 Luas Defek

Variabel luas defek dikelompokkan dalam 2 kategori, yaitu bayi dengan


defek berukuran 4 sampai 7 sentimeter dan bayi dengan defek 8 sampai 12
sentimeter. Distribusi frekuensi dan presentase berat badan lahir pasien omfalokel
dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut ini:

Tabel 4.4 Luas Defek pada Pasien Omfalokel di RSUDZA Banda Aceh pada
Tahun 2013-2017 Berdasarkan Kriteria moore

Kategori Frekuensi (n) Persentase (%)


Luas Defek
≤ 5 cm 14 43,7
> 5 cm 18 56,3
Total 32 100,0

Tabel 4.4 menunjukkan distribusi luas defek pada pasien omfalokel pada
tahun 2013-2017 di RSUDZA Banda Aceh. Berdasarkan tabel tersebut,
ditemukan luas defek terbanyak yang dijumpai adalah defek berukuran lebih dari
5 sentimeter yaitu sebanyak 18 pasien dengan persentase 56,3%.

4.1.5 Kelainan Penyerta

Variabel kelainan penyerta dikelompokkan dalam 4 kategori, yaitu


omfalokel disertai kecacatan tulang belakang, atresia ani, kelainan jantung, fistula
tracheoesophageal, kecacatan tenggorokan, kelainan ginjal dan kecacatan
ekstremitas. Distribusi frekuensi dan presentasi kelainan penyerta pasien dengan
omfalokel dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut ini:

29
Tabel 4.5 Kelainan Penyerta pada Pasien Omfalokel di RSUDZA Banda
Aceh pada Tahun 2013-2017

Kategori Frekuensi (n) Persentase (%)


Kecacatan tulang 4 8,6
belakang
Atresia ani 3 6,7
Kelainan jantung 34 73,9
ASD 5
Dextrocardia 1
VSD 5
PFO 12
PDA 11
Kecacatan ekstremitas 5 10,8
Total 46 100,0
Tabel 4.5 menunjukkan distribusi kelainan penyerta pada pasien omfalokel
pada tahun 2013-2017 di RSUDZA Banda Aceh. Berdasarkan tabel tersebut,
ditemukan pasien penderita omfalokel sebagian besar memiliki kelainan jantung,
yaitu sebanyak 34 kasus dengan persentase 73,9%.

4.1.6 Operasi

Variabel operasi dikelompokkan dalam 2 kategori, hidup dan meninggal .


Distribusi frekuensi dan presentasi operasi pada pasien dengan omfalokel dapat
dilihat pada tabel 4.6 berikut ini:

Kategori Frekuensi (n) Persentase (%)


Kelainan Penyerta
Hidup 6 85,8
Meninggal 1 14,2
Total 7 100,0
Tabel 4.6 menunjukkan distribusi tindakan operasi pada pasien omfalokel
pada tahun 2013-2017 di RSUDZA Banda Aceh. Berdasarkan tabel tersebut,
ditemukan pasien omfalokel yang menjalani tindakan operasi, sebagian besar

29
hidup setelah menjalani tindakan operasi yaitu sebanyak 6 pasien dengan
persentase 85,8%.

4.2 Pembahasan
4.2.1 Jenis Kelamin

Berdasarkan hasil penelitian, untuk karakteristikterbanyak yaitu jenis


kelamin adalah laki-laki (56,3%). Menurut Glasser, faktor yang dapat
menyebabkan omfalokel antara lain defisiensi asam folat, polihidramniom dan
faktor kehamilan dengan resiko tinggi, belum ada teori yang dapat menjelaskan
bahwa jenis kelamin janin dapat merupakan faktor resiko terjadinya omfalokel5.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Fawley (2015), yang melakukan penelitian
dengan menggunakan USG di Amerika Serikat untuk memprediksi kemungkinan
terjadinya omfalokel, menemukan bahwa bayi dengan jenis kelamin perempuan
lebih banyak mengalami omfalokel yaitu sebanyak 16 pasien, sedangkan pada
bayi laki-laki, hanya 14 pasien yang menderita omfalokel.13 Hal ini tidak selaras
dengan data yang didapatkan di RSUDZA Banda Aceh pada tahun 2013-2017,
penderita omfalokel berjenis kelamin laki-laki maupun perempuan memiliki
jumlah yang sama yaitu sebanyak 14 pasien. Sampai saat ini belum ada teori yang
menjelaskan apakah jenis kelamin bayi merupakan salah satu faktor resiko
terjadinya omfalokel.

4.2.2 Berat Badan Lahir

Berdasarkan karakteristik berat badan lahir bayi, ditemukan adanya


persamaan jumlah pasien dengan berat badan lahir dibawah 2500 gram dan pasien
dengan berat badan lahir diatas 2500 gram yaitu sebanyak 8 pasien. Penelitian
oleh Correa (2014), yang melakukan penelitian di Kolombia justru menemukan
bahwa bayi dengan berat badan lahir diatas 2500 gram memiliki tingkat
prevalensi omfalokel yang lebih tinggi daripada bayi dengan berat badan lahir
dibawah 2500 gram dengan total pasien sebanyak 191 kasus, sedangkan bayi
dengan berat badan lahir dibawah 2500 gram hanyak 85 pasien yang menderita
omfalokel14. Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Danzer (2009), dijumpai hal
yang sama dimana rata-rata berat badan lahir penderita omfalokel di Amerika
Serikat adalah 2600 gram15. Hal ini tidak sesuai dengan teori, dimana kehamilan

29
yang tidak sehat akan menyebabkan terjadinya omfalokel. Berat badan lahir janin
dapat menjadi salah satu tolak ukur mengenai bagaimana keadaan ibu dan janin
selama proses kehamilan, apakah terdapat infeksi, penggunaan obat-obatan,
merokok ataupun asupan nutrisi yang baik selama kehamilan5

4.2.3 Usia Gestasi

Berdasarkan karakteristik usia gestasi, dijumpai pasien dengan omfalokel


cenderung memiliki usia gestasi atau usia kehamilan dibawah 37 minggu atau
preterm sebanyak 18 pasien. Pada penelitian yang dilakukan oleh Marshall (2015)
di Amerika Serikat menyatakan bahwa mayoritas pasien dengan omfalokel
memiliki usia gestasi lebih dari 37 minggu. Dimana sebanyak 980 pasien dengan
omfalokel memiliki usia gestasi lebih dari 37 minggu.16 Penelitian lain yang
dilakukan oleh Correa (2014) di Kolombia, menemukan sebanyak 198 pasien
dengan omfalokel lahir dengan cukup usia gestasi dibandingkan dengan 82 pasien
yang lahir dalam keadaan preterm.14 Sampai saat ini belum jelas apakah ada
hubungan antara usia gestasi dengan angka kejadian omfalokel. Sedangkan pada
data yang didapatkan di RSUDZA, pasien dengan omfalokel justru lebih banyak
yang lahir dengan usia gestasi dibawah 37 minggu.

4.2.4 Luas Defek

Berdasarkan karakteristik luas defek terbanyak adalah pasien yang


memiliki defek lebih dari 5 sentimeter sebanyak 15 pasien. Pada penelitian yang
dilakukan oleh Marshall (2015) di Amerika Serikat menyatakan bahwa luas defek
terbanyak adalah lebih dari 5 sentimeter.16 Penelitian oleh Kamata (1996), yang
melakukan penelitian selama 13 tahun di Osaka, Jepang, mulai dari tahun 1982
sampai tahun 1995, menemukan bahwa bayi dengan jenis kelamin perempuan
lebih banyak menderita omfalokel sebanyak 18 pasien, sedangkan bayi laki-laki
yang menderita omfalokel berjumlah 13 pasien. Selain itu pada penelitian ini
ditemukan bahwa pada bayi perempuan yang menderita omfalokel, mayoritas
merupakan omfalokel berukuran kecil yaitu sebanyak 7 pasien, sedangkan bayi
laki-laki memiliki lebih memiliki omfalokel yang berukuran besar sebanyak 7
pasien.17 Hal ini menandakan bahwa prevalensi giant omphalocele pasien di
RSUDZA Banda Aceh lebih banyak dari omfalokel biasa. Pada giant

29
omphalocele, defek biasanya berdiameter lebih dari 5 cm sesuai dengan kriteria
moore atau meliputi seluruh dinding abdomen (kavum abdomen sangat kecil) dan
dapat mengandung seluruh organ-organ abdomen termasuk liver. Kelainan lain
yang sering ditemukan pada omphalokel terutama pada giant omphalocele ialah
malrotasi usus serta kelainan-kelainan kongenital lain.11 Giant omphalocele
memiliki tingkat mortalitas yang lebih tinggi, sehingga penatalaksanaannya harus
dilaksanakan setepat dan sesegera mungkin.

4.2.5 Kelainan Penyerta

Berdasarkan hasil penelitian, untuk karakteristik kelainan penyerta, 19


pasien omfalokel memiliki kelainan jantung bawaan dan merupakan kelainan
penyerta terbanyak yang dimiliki pasien omfalokel di RSUDZA. Pada penelitian
yang dilakukan oleh Roland (1999) di Jerman didapatkan bahwa bayi dengan
omfalokel seluruhnya lahir dengan BBLR, yaitu sebanyak 7 pasien. selain itu 1
dari 7 pasien tersebut memiliki kelainan jantung bawaan, dengan kelainan
terbanyak yaitu kelainan sistem saraf pusat yaitu sebanyak 5 pasien 18. Pada
penelitian lain yang dillakukan oleh Benjamin (2014) di Amerika Serikat,
didapatkan dari 814 pasien omfalokel di Amerika Serikat, sebanyak 648 pasien
memiliki kelainan jantung bawaan. Pada penelitian tersebut, kelainan
muskuloskeletal merupakan kelainan penyerta terbanyak diderita pasien
omfalokel yaitu sebanyak 673 pasien19. Hal ini sesuai dengan yang didapatkan di
RSUDZA Banda Aceh pada tahun 2013-2017, dimana kelainan jantung bawaan
merupakan kelainan penyerta terbanyak yang diderita oleh pasien omfalokel
dimana dijumpai 34 kasus kelainan jantung bawaan, 12 kasus diantaranya adalah
paten foramen ovale , disusul dengan kelainan ekstremitas sebanyak 5 kasus dan
kecacatan tulang belakang sebanyak 4 pasien.

4.2.6 Operasi

Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan mayoritas pasien yang menjalani


tindakan operasi berhasil bertahan hidup, yaitu sebanyak 6 pasien. Hal ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Stein (1939), dimana pada 4 pasien yang
memiliki omfalokel, keseluruhan pasien tersebut dilakukan tindakan operasi untuk
menutup defek pada pasien tersebut dan seluruh pasien tersebut berhasil bertahan

29
hidup pasca operasi.20 Pada penelitian yang dilakukan oleh Rembert (1950) pada
22 pasien dengan omfalokel, seluruh pasien tersebut dilakukan tindakan operasi
segera setelah bayi dilahirkan, yaitu sekitar dua setengah jam dan memiliki tingkat
keberhasilan 100 persen.21

Tidak semua pasien omfalokel dilakukan tindakan operasi RSUDZA


Banda Aceh pada tahun 2013-2017. Tujuan operasi atau pembedahan ialah
memperoleh lama ketahanan hidup yang optimal danmenutup defek dengan cara
mengurangi herniasi organ-organ intraabomen, aproksimasi dari kulit dan fascia
serta dengan lama tinggal di RS yang pendek. Operasi dilakukan setelah tercapai
resusitasi dan status hemodinamik stabil.8 Sebanyak 21 pasien tidak dilakukan
operasi dari total 28 pasien dengan berbagai pertimbangan seperti adanya
perbedaan yang besar antara volume organ-organ intraabdomen yang mengalami
herniasi atau eviserasi dengan rongga abdomen seperti pada giant omphalocele
atau terdapat status klinis bayi yang buruk sehingga ada kontra indikasi terhadap
operasi atau pembiusan seperti pada bayi-bayi prematur yang memiliki hyaline
membran disease atau bayi yang memiliki kelainan kongenital berat yang lain
seperti gagal jantung, sehingga tatalaksana konservatif dipilih untuk pasien
dengan omfalokel. Tindakan nonoperatif secara sederhana dilakukan dengan dasar
merangsang epitelisasi dari kantong atau selaput. Setelah granulasi terbentuk
maka dapat dilakukan skin graft yang nantinya akan terbentuk hernia ventralis
yang akan direpair pada waktu kemudian dan setelah status kardiorespirasi
membaik.7

29

Anda mungkin juga menyukai