Anda di halaman 1dari 9

DISUSUN OLEH:

TRI WAHYUNI
F 231 14 005

UNIVERSITAS TADULAKO

FAKULTAS TEKNIK JURUSAN ARSITEKTUR

PRODI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB)
PDB diartikan sebagai nilai keseluruhan semua barang dan jasa yang
diproduksi di dalam wilayah tersebut dalam jangka waktu tertentu (biasanya per
tahun). Termasuk juga hasil produksi dan jasa yang dihasilkan oleh
perusahaan/orang asing yang beroperasi diwilayah Negara tersebut. Namun
tidak termasuk hasil produksi warga Negara yang berada di luar negeri.
PDB dapat dihitung dengan memakai dua pendekatan, yaitu pendekatan
pengeluaran dan pendekatan pendapatan. Rumus umum untuk PDB dengan
pendekatan pengeluaran adalah:
PDB = konsumsi + investasi + pengeluaran pemerintah + (ekspor - impor)
Di mana konsumsi adalah pengeluaran yang dilakukan oleh rumah tangga,
investasi oleh sektor usaha, pengeluaran pemerintah oleh pemerintah, dan
ekspor dan impor melibatkan sektor luar negeri.
Sementara pendekatan pendapatan menghitung pendapatan yang diterima
faktor produksi:
PDB = sewa + upah + bunga + laba
Di mana sewa adalah pendapatan pemilik faktor produksi tetap seperti tanah,
upah untuk tenaga kerja, bunga untuk pemilik modal, dan laba untuk pengusaha.
Secara teori, PDB dengan pendekatan pengeluaran dan pendapatan harus
menghasilkan angka yang sama. Namun karena dalam praktek menghitung PDB
dengan pendekatan pendapatan sulit dilakukan, maka yang sering digunakan
adalah dengan pendekatan pengeluaran.
Perbandingan antar negara
PDB negara yang berbeda dapat dibandingkan dengan menukar nilainya dalam
mata uang lokal menurut:
 Nilai tukar mata uang saat ini: PDB dihitung sesuai dengan nilai tukar yang
sedang digunakan dalam pasar mata uang internasional, atau
 Nilai tukar keseimbangan kemampuan berbelanja: PDB dihitung sesuai
keseimbangan kemampuan berbelanja (PPP) setiap mata uang relatif
kepada standar yang telah ditentukan (biasanya dolar AS).
Peringkat relatif negara-negara dapat berbeda jauh antara satu metode dengan
metode lainnya.
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah jumlah nilai tambah


barang dan jasa yang dihasilkan dari seluruh kegiatan perekonomian di suatu
daerah. Penghitungan PDRB menggunakan dua macam harga yaitu harga berlaku
dan harga konstan. PDRB atas harga berlaku merupakan nilai tambah barang dan
jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada tahun bersangkutan,
sementara PDRB atas dasar harga konstan dihitung dengan menggunakan harga
pada tahun tertentu sebagai tahun dasar dan saat ini menggunakan tahun 2000.
Metode Penghitungan
Penghitungan PDRB dapat dilakukan dengan empat metode pendekatan yakni:
a. Pendekatan Produksi
Pendekatan ini disebut juga pendekatan nilai tambah dimana Nilai Tambah
Bruto (NTB) diperoleh dengan cara mengurangkan nilai output yang
dihasilkan oleh seluruh kegiatan ekonomi dengan biaya antara dari masing-
masing nilai produksi bruto tiap sektor ekonomi. Nilai tambah merupakan
nilai yang ditambahkan pada barang dan jasa yang dipakai oleh unit produksi
dalam proses produksi sebagai input antara. Nilai yang ditambahkan ini
sama dengan balas jasa faktor produksi atas ikut sertanya dalam proses
produksi.
b. Pendekatan pendapatan
Pada pendekatan ini, nilai tambah dari kegiatan-kegiatan ekonomi dihitung
dengan cara menjumlahkan semua balas jasa faktor produksi yaitu upah dan
gaji, surplus usaha, penyusutan dan pajak tak langsung neto. Untuk sektor
pemerintahan dan usaha-usaha yang sifatnya tidak mencari untung, surplus
usaha (bunga neto, sewa tanah dan keuntungan) tidak diperhitungkan.
c. Pendekatan Pengeluaran
Pendekatan ini digunakan untuk menghitung nilai barang dan jasa yang
digunakan oleh berbagai golongan dalam masyarakat untuk keperluan
konsumsi rumah tangga, pemerintah dan yayasan sosial; pembentukan
modal; dan ekspor. Mengingat nilai barang dan jasa hanya berasal dari
produksi domestik, total pengeluaran dari komponen-komponen di atas
harus dikurangi nilai impor sehingga nilai ekspor yang dimaksud adalah
ekspor neto. Penjumlahan seluruh komponen pengeluaran akhir ini disebut
PDRB atas dasar harga pasar.
d. Metode Alokasi
Metode ini digunakan jika data suatu unit produksi di suatu daerah tidak
tersedia. Nilai tambah suatu unit produksi di daerah tersebut dihitung
dengan menggunakan data yang telah dialokasikan dari sumber yang
tingkatannya lebih tinggi, misalnya data suatu kabupaten diperoleh dari
alokasi data provinsi.
Beberapa alokator yang dapat digunakan adalah nilai produksi bruto atau neto,
jumlah produksi fisik, tenaga kerja, penduduk, dan alokator lainnya yang
dianggap cocok untuk menghitung nilai suatu unit produksi.

Kegunaan PDRB
PDRB yang disajikan secara berkala dapat menggambarkan
perkembangan ekonomi suatu daerah dan juga dapat digunakan sebagai bahan
acuan dalam mengevaluasi dan merencanakan pembangunan regional.
PDRB atas dasar harga konstan menggambarkan tingkat pertumbuhan
perekonomian suatu daerah baik secara agregat maupun sektoral. Struktur
perekonomian suatu daerah dapat dilihat dari distribusi masing-masing sektor
ekonomi terhadap total nilai PDRB atas dasar harga berlaku. Selain itu,
pendapatan per kapita yang diperoleh dari perbandingan PDRB atas dasar harga
berlaku dengan jumlah penduduk pada tahun bersangkutan dapat digunakan
untuk membanding tingkat kemakmuran suatu daerah dengan daerah lainnya.
Perbandingan PDRB atas dasar harga berlaku terhadap PDRB atas dasar harga
konstan dapat juga digunakan untuk melihat tingkat inflasi atau deflasi yang
terjadi.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Pendapatan Regional yang disajikan
secara berkala akan dapat diketahui:
a. Tingkat pertumbuhan ekonomi;
b. Gambaran struktur perekonomian;
c. Perkembangan pendapatan per kapita;
d. Tingkat kemakmuran masyarakat;
e. Tingkat inflasi dan deflasi.
INFLASI
Inflasi (inflation) adalah kenaikan harga barang-barang yang bersifat
umum dan terus-menerus, bukan hanya satu barang dan bukan dalam tempo
sesaat. Kenaikan harga dari satu atau dua barang tidak dapat disebut inflasi.
Contohnya : jika harga BBM naik maka ongkos angkutan umum,bahan-bahan
pokok menjadi naik ini baru bias disebut inflasi.
Naiknya harga suatu barang tidak dapat di katakana inflasi jika naiknya
barang tersebut terjadinya hanya sesaat, inflasi itu dilakukan dalam rentang
minimal bulanan.
Ada beberapa faktor masalah sosial yang muncul dari inflasi yaitu :
1. Menurunya tingkat kesejahtraan rakyat
2. Memburuknya distribusi pendapatan
3. Terganggunya stabilitas ekonomi.
JENIS-JENIS INFLASI
Menurut tingkat keparahan atau laju inflasi, meliputi:
1) Inflasi Ringan (Creeping Inflation)
Inflasi yang tingkatannya masih di bawah 10% setahun
2) Inflasi Sedang
Inflasi yang tingkatannya berada diantara 10% - 30% setahun
3) Inflasi Berat
Inflasi yang tingkatannya berada diantara 30% - 100% setahun
4) Hiper Inflasi
Inflasi yang tingkat keparahannya berada di atas 100% setahun. Hal ini pernah
dialami Indonesia pada masa orde lama.
Inflasi Berdasarkan Asalnya
Berdasarkan asalnya inflasi dibedakan menjadi berikut ini.
1. Inflasi karena defisit APBN. Inflasi jenis ini terjadi sebagai akibat adanya
pertumbuhan jumlah uang yang beredar melebihi permintaan akan uang.
2. Imported inflation. Imported inflation yaitu inflasi yang terjadi di suatu
negara, misalnya beberapa barang di luar negeri yang menjadi faktor
produksi di suatu negara, harganya meningkat, maka kenaikan harga
tersebut mengakibatkan meningkatnya harga barang di negara tersebut.
Penyebab Inflasi
Penyebab terjadinya inflasi secara umum bisa dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Demand-pull inflation
Bertambahnya permintaan terhadap barang dan jasa menyebabkan
bertambahnya permintaan faktor-faktor produksi. Meningkatnya
permintaan terhadap produksi menyebabkan harga faktor produksi
meningkat. Jadi, inflasi terjadi karena kenaikan dalam permintaan total
sewaktu perekonomian yang bersangkutan dalam situasi full
employment. Inflasi yang ditimbulkan oleh permintaan total yang
berlebihan sehingga terjadi perubahan pada tingkat harga dikenal dengan
istilah demand pull inflation.
2. Cost-push inflation
Inflasi ini terjadi akibat meningkatnya biaya produksi (input) sehingga
mengakibatkan harga produk-produk (output) yang dihasilkan ikut naik.

Dampak Inflasi
Inflasi mempunyai dampak terhadap individu maupun bagi kegiatan
perekonomian secara luas. Dampak yang ditimbulkan dapat bersifat negatif atau
pun positif, tergantung pada tingkat keparahannya.
1. Dampak Positif
Pengaruh positif inflasi terjadi apabila tingkat inflasi masih berada pada
persentase tingkat bunga kredit yang berlaku. Misalnya, pada saat itu
tingkat bunga kredit adalah 15% per tahun dan tingkat inflasi 5%. Bagi
negara maju, inflasi seperti ini akan mendorong kegiatan ekonomi dan
pembangunan. Mengapa demikian? Hal ini terjadi, karena para
pengusaha/ wirausahawan di negara maju dapat memanfaatkan kenaikan
harga untuk berinvestasi, memproduksi, serta menjual barang dan jasa.
2. Dampak Negatif
Inflasi yang terlalu tinggi membawa dampak yang tidak sedikit terhadap
perekonomian, terutama tingkat kemakmuran masyarakat. Dampak
inflasi tersebut, antara lain:
o Dampak Inflasi terhadap Pemerataan Pendapatan
o Dampak Inflasi terhadap Output (Hasil Produksi)
o Mendorong Penanaman Modal Spekulatif
o Menyebabkan Tingkat Bunga Meningkat dan Akan Mengurangi
Investasi
o Menimbulkan Ketidakpastian Keadaan Ekonomi di Masa Depan
o Menimbulkan Masalah Neraca Pembayaran
Cara Mengatasi Inflasi
Berikut ini, Anda akan mengenal beberapa kebijakan pemerintah dalam
mengendalikan inflasi.
1. Kebijakan Moneter
Menurut teori moneter klasik, inflasi terjadi karena penambahan jumlah
uang beredar. Dengan demikian, secara teoretis relatif mudah untuk
mengatasi inflasi, yaitu dengan mengendalikan jumlah uang beredar itu
sendiri. Kebijakan moneter adalah tindakan yang dilakukan oleh Bank
Indonesia untuk mengurangi atau menambah jumlah uang beredar.
Ketika jumlah uang beredar terlalu berlebihan sehingga inflasi meningkat
tajam, Bank Indonesia akan segera menerapkan berbagai kebijakan
moneter untuk mengurangi peredaran uang.
2. Kebijakan Fiskal
Bagaimana kebijakan fiskal dapat mengendalikan inflasi? Seperti Anda
ketahui, kebijakan fiskal adalah kebijakan yang berkaitan dengan
penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Kebijakan fiskal dilakukan
pemerintah untuk mengurangi inflasi adalah mengurangi pengeluaran
pemerintah, menaikkan tarif pajak dan mengadakan pinjaman
pemerintah.
3. Kebijakan Non-Moneter dan Non- Fiskal
Selain kebijakan moneter dan kebijakan fiskal, pemerintah melakukan
kebijakan nonmoneter/ nonfiskal dengan tiga cara, yaitu menaikkan hasil
produksi, menstabilkan upah (gaji), dan pengamanan harga, serta
distribusi barang.

CONTOH NEGARA DENGAN TINGKAT PDB, PDRB DAN INFLASI

(SINGAPURA)
Singapura, negara ini tercatat memiliki angka produk domestik bruto (PDB)
per kapita terbesar. Dalam laporan yang terbit pekan dari Knight Frank dan Citi
Private Wealth memperkirakan PDB per kapita Singapura mencapai $56.532
pada 2010, berdasarkan paritas daya beli. Angka ini terbesar di dunia,
mengalahkan Norwegia ($51.226), AS ($45.511), dan Hong Kong ($45.301).
Laporan itu juga meramalkan Singapura akan mempertahankan posisinya
sebagai negara terkaya dunia pada 2050 berdasarkan PDB per kapita. Hong Kong,
Taiwan, dan Korea Selatan diperkirakan akan menggeser posisi Norwegia dan
Swiss.
Pencapaian Singapura itu ditopang oleh banyaknya jutawan yang menetap
di negara itu. Knight Frank dan Citi Private Wealth memperkirakan jumlahnya
akan terus bertambah. Menurut perhitungan mereka, jumlah warga Singapura
dengan kekayaan bebas (disposable wealth) di atas $100 juta akan meningkat
67% dalam empat tahun ke depan.
Singapura bukan satu-satunya negara yang mendapat manfaat dari
pertumbuhan kekayaan Asia Tenggara. Menurut laporan itu, jumlah warga Asia
Tenggara dengan kekayaan bebas (tak termasuk properti, misalnya) di atas $100
juta meroket 80% dalam lima tahun terakhir. Antara 2010 hingga 2011,
pertumbuhannya 13% atau lebih besar dari rata-rata global di angka 4%. Tahun
2016, pertumbuhan ini diperkirakan mencapai 44%. Salah satu pengaruhnya
adalah lonjakan harga properti dalam setahun terakhir. Di Bali, harga properti
naik 15% sedangkan di Jakarta meningkat 14,3%.
Saat ini Asia Tenggara, Cina, dan Jepang menaungi sekitar 18.000 orang
dengan nilai disposable asset di atas $100 juta. Jumlah itu lebih tinggi dibanding
Amerika Utara dengan 17.000 orang dan Eropa Barat dengan 14.000 orang.
Meski demikian, Knight Frank menemukan bahwa orang-orang kaya ini
masih belum yakin bahwa kekayaan mereka tak akan terpengaruh oleh gejolak
ekonomi dunia dan perubahan situasi politik. Di Singapura, warga-warga kaya
mencemaskan dampak krisis finansial global. Orang-orang kaya Hong Kong lebih
khawatir akan devaluasi mata uang, sedangkan kaum jetset India
mengkhawatirkan inflasi dalam negeri.
Sementara dalam Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di Singapura
sebanyak 39 juta dolar AS dan telah dikalahkan Indonesia yang sudah berada
pada angka 846.450 juta dolar AS.
Untuk Tingkat inflasi di Singapura dibulan Juni 2014 terpantau
melambat menjadi 1,8 persen setelah sebelumnya berada pada level 2,7 persen.
Jika dilihat, tingkat inflasi di Singapura terpantau cukup fluktuatif dalam
beberapa tahun terakhir. Seperti terlihat pada gambar dibawah ini:

Inflasi harga konsumen di Singapura mengalami perlambatan yang diluar diguaan


para ekonomi. Inflasi turun menjadi 1,8 persen pada Juni dari level tertinggi nya
dalam kurun waktu 14 bulan terakhir. Merosotnya inflasi Juni ini disebabkan oleh
pertumbuhan yang lebih lambat terjadi pada harga mobil dan biaya akomodasi.
Biaya transportasi jalan pribadi sendiri tercatat naik 2,8 persen tiap tahun di
bulan Juni, setelah alami kenaikan tajam sebesar 8,1 persen di bulan
sebelumnya.
Sementara itu, inflasi makanan hanya mampu naik tipis menjadi 3,2
persen pada Juni dari level 3,0 persen di bulan Mei. Inflasi di sektor jasa juga
mereda pada bulan Juni, yaitu turun menjadi 2,2 dari 2,5 persen di bulan Mei.
Pada basis bulanan, harga konsumen terpantau turun 0,7 persen pada
Juni lalu, kondisi yang berkebalikan dengan kenaikan sebesar 0,5 persen di bulan
sebelumnya. Sedangkan, harga konsumen inti, tidak termasuk biaya akomodasi
dan transportasi jalan pribadi, naik 2,1 persen tiap tahun di bulan Juni, tercatat
sedikit lebih lambat dari kenaikan 2,2 persen bulan Mei.
Secara keseluruhan inflasi Singapura masih diperkirakan akan mereda
pada semester kedua tahun ini karena beberapa harga sewa di negara ini yang
terpantau mengalami penurunan harga. Adapun proyeksi inflasi diperkirakan
akan berada pada kisaran 1,5-2,5 persen.

Anda mungkin juga menyukai