Disusun oleh :
Pembimbing :
JAKARTA
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan pertolonganNya penulis dapat menyelesaikan referat ini. Referat yang
berjudul Efusi Pleura dan Ensefalitis ini disusun untuk memenuhi tugas kepaniteraan
klinik di departemen Anestesi Rumah Sakit Umum Universitas Kristen Indonesia.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada kepada dr. Ratna Hutapea, SpAn
selaku pembimbing Referat ini dan semua pihak yang telah banyak membantu dalam
penyusunan referat ini.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna dan memiliki
banyak keterbatasan. Oleh sebab itu, penulis menerima dengan senang hati segala
kritik dan saran yang membangun demi kepentingan kita bersama. Akhir kata semoga
referat ini dapat berguna bagi penulis maupun pembaca sekalian. Kiranya Tuhan
memberkati kita semua.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Efusi pleura merupakan salah satu kelainan paru restriktif yang disebabkan
oleh kelainan pada pleura dan mediastinum. Efusi pleura adalah akumulasi abnormal
cairan pada kavum pleura (Hanley, 2008, Wilke, 2009) Macam cairan pada efusi
pleura dapat berupa darah (hemothoraks), nanah/pus (empyema), lemak
(chylothoraks) dan cairan serosa (hydrothoraks) (Stoelting, 2012)
Ensefalitis adalah infeksi pada jaringan otak yang dapat disebabkan oleh
berbagai mikroorganisme seperti bakteri, virus, parasit, fungus dan riketsia.
Peradangan otak merupakan penyakit yang jarang. Angka kejadiannya yaitu ,5 per
100.000 individu. Penyakit ini dapat dijumpai pada semua umur mulai dari anak-anak
sampai orang dewasa. Paling banyak menyerang anak – anak, orang tua dan pada
orang- orang dengan sistem imun yang lemah, seperti pada penderita HIV/AIDS,
kanker dan anak gizi buruk. Insiden ensefalitis di Inggris pertahunnya mencapai 4
orang per 100.000 penduduk. Di Indonesia sendiri, kasus ensefalitis pada manusia
telah banyak dilaporkan, tetapi pemyebab ensefalitis tersebut masih belum banyak
terungkap karena sulitnya diagnosis dan keterbatasan perangkat diagnostik yang
dapat mendiagnosis antigen dan antibody virus yang menyebabkan ensefalitis pada
manusia. Di Indonesia virus Japanese Echepalitis sudah banyak diisolasi baik dari
vektornya maupun babi dan binatang mamalia yang lain, seperti; sapi, ayam dan
kambing. Prevalensi dari kasus Japanesese encephalitis di Indonesia belum diketahui
dengan pasti. Enam puluh persen penyebab ensefalitis tidak diketahui, dari penyebab
yang diketahui tersebut kira – kira 67 % berhubungan dengan penyakit infeksi pada
anak.
TINJAUAN PUSTAKA
Efusi eksudatif menunjukan secara tidak langsung penyakit pleura atau paru
yang berdekatan, yang ditandai dengan peningkatan protein, laktat dehidrogenase
(LDH), kolesterol, atau jumlah sel darah putih. Diagnosis banding efusi eksudatif
sangat luas, termasuk infeksi, keganasan, penyakit autoimun, perforasi esofagus dan
pankreatitis (Hartanto, 2008)
2.4 Diagnosis.
Gambar 3
Pada efusi yang terinfeksi perlu segera dikeluarkan dengan memakai pipa
intubasi melalui selang iga. Bila cairan pusnya kental sehingga sulit keluar atau bila
empiemanya multiokuler, perlu tindakan operatif. Mungkin sebelumnya dapat
dibantu dengan irigasi cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik. Pengobatan
secara sistemik hendaknya segera dilakukan, tetapi terapi ini tidak berarti bila tidak
diiringi pengeluaran cairan yang adequate. Untuk mencegah terjadinya lagi efusi
pleura setelah aspirasi dapat dilakukan pleurodesis yakni melengketkan pleura
viseralis dan pleura parietalis. Zat-zat yang dipakai adalah tetrasiklin, Bleomicin,
Corynecbaterium parvum dll.
Ensefalitis adalah proses inflamasi akibat infeksi pada susunan saraf pusat
yang melibatkan parenkim otak yang dapat bermanifestasi sebagai gangguan
neurofisiologis difus dan / atau fokal. Secara klinis ensefalitis dapat dijumpai muncul
bersamaan dengan meningitis, disebut meningoensefalitis, dengan tanda dan gejala
yang menunjukkan adanya inflamasi pada meninges seperti kaku kuduk, nyeri kepala,
atau fotofobia. Namun, dari sudut pandang epidemiologis dan patofisiologi,
ensefalitis berbeda dari meningitis. Dari sudut pandang terminologi, ensefalitis
berasal dari kata ensefalon + itis yang bermakna inflamasi pada parenkim otak.
Sedangkan meningitis berasal dari kata meninges + itis yang bermakna inflamasi
pada selaput pembungkus jaringan otak (meninges).
2.7 Etiologi
Ensefalitis biasanya timbul sebagai akibat proses inflamasi akut tapi dapat juga
berupa reaksi inflamasi pasca infeksi penyakit lain (postinfeksius
ensefalomyelitis), penyakit kronik degeneratif, atau akibat infeksi virus.
Mikroorganisme yang dapat menimbulkan ensefalitis antara lain :
Mump
Morbilli
Enterovirus
Rubella
Herpesvirus
- Herpes simplex hominis tipe 1, 2
- Varicella – zoster virus
- Cytomegalovirus
- EB virus
Poxvirus
- Vaccinia
- Variola
b.Penyebaran melalui vector arthropoda (nyamuk)
Arbovirus :
Eastern equine
Western equine
Venezuelan equin
St. Louis
California
Japanese encephalitis
c. Ditularkan oleh mamalia berdarah panas
Rabies : lewat air liur/ gigitan mamalia (anjing gila)
Herpes virus simiae lewat air liur/gigitan kera
2. Infeksi oleh bukan virus.
a. Rickettia
b. Mycoplasma pneumoni
c. Bakteri : TBC
d. Spirochaeta : sifilis
e. Protozoa : Plasmodium, Tripanosoma
f. Fungi : Histoplasmosis, Cryptococcus, Aspergilosis, Mucormycosis,
Moniliasis, Coccidioidomycosis
3. Parainfeksi (pasca infeksi, allergi)
a. Diasosiasikan dengan penyakit-penyakit yang khas (mikroorganisme ini
bisa juga menimbulkan kerusakan jaringan otak secara langsung)
Morbilli
Rubella
Influenza
Varicella – Zoster
Mump
b. Diasosiasikan dengan vaksin
Rabies
Pertussis
Morbilli
Influenza
Vaccinia
Yellow Fever
Typhoid
4. Penyebab tidak diketahui.
Ensefalitis yang disebabkan oleh virus , dapat melalui 2 jalur yakni secara
hematogen atau secara neuronal ( saraf perifer atau saraf kranialis).4 Pada musim
panas atau musim semi di Amerika Serikat, jenis patogen yang paling sering adalah
arbovirus dan enterovirus.
2.8. Epidemiologi
2.8.1 Frekuensi
Secara internasional, angka insiden dari ensefalitis oleh virus sepertinya lebih
rendah dari yang diperhitungkan, terutama di negara berkembang, disebabkan
hambatan pada deteksi patogen. Japanese B encephalitis stidaknya menyerang 50.000
individu per tahun.
Dari penelitian terakhir di Finlandia, angka insiden ensefalitis viral pada orang
dewasa sebesar 1,4 per 100.000 per tahun. Penyebab utama adalah VHS (16 %), VZV
(5 %), mumps (4 %), virus influenza A (4 %).
Tidak terdapat perbedaan predileksi dalam hal jenis kelamin, kecuali pada
subakut sklerosing panensefalitis, prevalensinya 2-4 kali lebih besar pada anak laki-
laki.
2.8.4 Usia
Individu dengan usia yang ekstrim berisiko paling tinggi, terutama pada
ensefalitis oleh VHS (ensefalitis herpes simpleks / EHS). EHS pada neonatus
merupakan manifestasi infeksi yang meluas. Pada bayi, anak, dan orang dewasa lebih
cenderung terjadi infeksi yang terlokalisir (paling sering VHS tipe I).
2.9 Patogenesis
Pada permulaan penyakit : panas, sakit kepala, mual, muntah, pilek dan sakit
tenggorokan. Pada hari-hari berikutnya panas mendadak meningkat, kesadaran
dengan cepat menurun, anak gelisah, disusul dengan stupor atau koma. Kejang-
kejang berlangsung berjam-jam dan mendominasi penyakit. Kelainan syaraf berupa
paresis, paralysis atau ataksia serebral akut.
2.11 Diagnosis
2.11.1 Anamnesis
Gejala klinik sangat bervariasi dari ringan sampai berat, pada permulaan
penyakit hanya menunjukkan gejala ringan, kemudian koma dan bisa meninggal
mendadak. Dari anamnesis bisa didapatkan adanya riwayat febris dengan onset akut.
Pasien dengan ensefalitis viral biasanya secara umum mengalami adanya nyeri
kepala, demam, dan kaku kuduk sebagai gejala dari iritasi leptomeningeal. Dari
heteroanamnesis bisa didapatkan adanya tanda defisit neurologikus fokal, kejang, dan
perubahan kesadaran yang dimulai dengan letargia yang progresif menuju
disorientasi, stupor, dan koma. Seringkali didapatkan perubahan tingkah laku dan
bicara. Pergerakan abnormal dapat diperoleh dari cerita orang yang merawatnya.
Selain adanya febris yang dapat mengarah ke hipertermia dapat juga terjadi
poikilotermia akibat keterlibatan aksis hipotalamus-hipofisis.
Bentuk ensefalitis klasik adalah dengan gejala defisit neurologis difus atau
fokal.1 Berdasarkan hal tersebut bisa didapatkan riwayat perubahan tingkah laku dan
kepribadian, penurunan kesadaran, kaku kuduk, fotofobia, letargia, kejang fokal atau
general terdapat pada 60 % anak yang menderita California encephalitis, disorientasi
dengan onset akut, atau keadaan amnesia, kelumpuhan yang bersifat flaksid terjadi
pada 10 % dari kasus WNE.1
Dalam pemeriksaan fisik diamati adanya tanda infeksi virus. Tanda ensefalitis
dapat berupa defisit neurologis fokal maupun difus (80 % pasien EHS datang dengan
tanda defisit neurologis fokal) sebagai berikut:
a. Pemeriksaan Serebrospinalis
Sering dalam batas normal. Kadang-kadang didapatkan pleositosis ringan
yang didominir oleh limfosit, protein meningkat, glukosa pada
permulaannya bisa normal kemudian meningkat, asam laktat normal atau
meningkat.
b. Darah lengkap, Urine lengkap
Pemeriksaan darah dan urine lengkap dilakukan untuk mengisolasi dan
mengidentifikasikan virus. Enzyme-linked immunosorbent assays (ELISA),
dapat mengidentifikasi virus yang menyebabkan ensefalitis segera setelah
terinfeksi. Polymerase chain reaction (PCR) dapat mengidentifikasi virus
DNA walaupun dalam jumlah yang kecil.
c. Pemeriksaan virologi
Bahan : likuor serebrospinalis, jaringan otak (hasil nekropsi), dan/atau tinja.
Darah jarang memberikan hasil yang positif oleh karena viremia
berlangsung sangat singkat.
d. Pemeriksaan serologis
Pemeriksaan yang dapat dipakai adalah : uji fiksasi komplemen, uji inhibisi
hemaglutinasi, uji netralisasi.
Bahan: darah pada fase akut dan fase konvalesen. Positif bila titer antibody
pada fase konvalesen meningkat lebih dari/ atau sama dengan 4 kali.
2.12 Penatalaksanaan
1. Pemakaian obat-obatan
a. Antibiotika.
Diberikan untuk mencegah infeksi sekunder seperti Ampisillin dosis
50 – 100 mg/kgBB./hari, dibagi 3 dosis secara i.v.
KESIMPULAN
Penyakit paru pada umumnya diakibatkan oleh kelainan akibat obtruksif dan
kelainan akibat restriktif. Efusi pleura adalah penyakit paru restriktif yang ditandai
adanya cairan pada cavum pleura yang berakibat menurunkan komplian paru.
Penilaian preanestesi diperlukan terhadap penderita efusi pleura untuk mengenali
komplikasi-komplikasi selama anestesi dan pasca operasi, tindakan mengurangi efusi
untuk memaksimalkan fungsi paru-paru dapat dilakukan dengan thoracentesis.
Pilihan utama anestesi dapat dilakukan regional anestesi, pada anestesi umum yang
perlu diperhatikan adalah ventilasi yang terkontrol untuk mengembangkan paru-paru,
akibat komplian yang terganggu pada efusi pleura.
Amin Zulkifli, Masna Ina Ariani Kirana, Indikasi dan Prosedur Pleurodesis, Majalah
Kedokteran Indonesia, Volume 57, No. 4, April, 2007
Fishman AP, Elias JA, Fishman JA, Grippi MA, Robert M, Pack AI, Fishman`s
Pulmonary Diseases an Disorders, 4th ed., Volume 2, Mc Graw Hill Medical,
United State, 2008.
Hanley ME, Wesh CH, Current Diagnosis & Treatment in Pulmonary Medicine,
Lange Medical Books, United State, 2008.
Kaur S, Cortiella J, Vacanti CA, Diffusion of Nitrous Oxide into The Pleural Cavity,
Britsh Journal of Anesthesia 87 (6), 894-6, 2001.
Light RW, Pleural Disease, 5th ed., Lippincort Williams & Wilkins, Philadelpia,
United State, 2007.
Morgan GE, Michail MS, Murray MJ, Clinical Anesthesiology, 5th ed., Mc Graw
Hill, United State, 2013.
Stoelting RK, Dierdof SF, Anesthesia and Co-Existing Disease, 6th ed., Churchill
Livingstone, Unites State, 2012.
Smetana GW, Preoperative Pulmonary Evaluation, N Engl J Med, Vol 340, No 12,
1999.