Anda di halaman 1dari 6

BAB II

PEMBAHASAN

2.1.Definisi Suppositoria
Menurut Farmakope Indonesia ed. IV suppositoria adalah sediaan padat dalam
berbagai bobot dan bentuk, yang diberikan melalui rektal, vagina atau uretra. Umumnya
meleleh, melunak atau melarut pada suhu tubuh. (FI ed.IV hal 16)
Bahan dasar suppositoria yang digunakan sangat berpengaruh pada pelepasan zat
terapetik. Lemak coklat cepat meleleh pada suhu tubuh dan tidak tercampurkan dengan
cairan tubuh, oleh karena itu menghambat difusi obat yang larut dalam lemak pada tempat
diobati. Polietilen glikol adalah bahan dasar yang sesuai untuk beberapa antiseptik. Jika
diharapkan bekerja secara sistemik, lebih baik menggunakan bentuk ionik dari pada
nonionik, agar diperoleh ketersediaan hayati yang maksimum. Meskipun obat bentuk
nonionik dapat dilepas dari bahan dasar yang dapat bercampur dengan air, seperti gelatin
tergliserinasi dan polietilen glikol, bahan dasar ini cenderung sangat lambat larut sehingga
menghambat pelepasan. Bahan pembawa berminyak seperti lemak coklat jarang digunakan
dalam sediaan vagina, karena membentuk residu yang tidak dapat diserap, Sedangkan
gelatin tergliserinasi jarang digunakan melalui rektal karena disolusinya lambat. Lemak
coklat dan penggantinya (lemak keras) lebih baik untuk menghilangkan iritasi, seperti pada
sediaan untuk hemoroid internal.

2.2.Komponen dan Zat Pambawa Sediaan Suppositoria


A. Zat Aktif
Zat aktif atau bahan obat yang digunakan dalam sediaan suppositoria bermacam
– macam sesuai efek yag diinginkan apakah efek sistemik atau efek local. Contoh sediaan
suppositoria dengan zat aktif sebagai berikut.
Suppositoria ketoprofen
B. Zat Pembawa (Basis)
Basis suppositoria mempunyai peranan penting dalam pelepasan obat yang
dikandungnya. Salah satu syarat utama basis suppositoria adalah selalu padat dalam suhu
ruangan tetapi segera melunak, melebur atau melarut pada suhu tubuh sehingga obat yang
dikandungnya dapat tersedia sepenuhnya, segera setelah pemakaian (H.C. Ansel, 1990,
hal 375).
Menurut Farmakope Indonesia IV, basis suppositoria yang umum digunakan
adalah lemak coklat, gelatin tergliserinasi, minyak nabati terhidrogenasi, campuran
polietilenglikol (PEG) dengan berbagai bobot molekul dan ester asam lemak polietilen
glikol. Basis suppositoria yang digunakan sangat berpengaruh pada pelepasan zat
terapeutik (FI IV,hlm.16).
Yang perlu diperhatikan untuk basis suppositoria adalah :
1. Asal dan komposisi kimia
2. Jarak lebur/leleh
3. Solid-Fat Index (SFI)
4. Bilangan hidroksil
5. Titik pemadatan
6. Bilangan penyabunan (saponifikasi)
7. Bilangan iodida
8. Bilangan air (jumlah air yang dapat diserap dalam 100 g lemak)
9. Bilangan asam
(Lachman, Teory and Practice of Industrial Pharmacy, 568-569)
Tipe basis suppositoria berdasarkan karakteristik fisik yaitu (H. C. Ansel, 1990
hal 376) :
a. Basis suppositoria larut air dan basis yang bercampur dengan air
Basis yang penting dari kelompok ini adalah basis gelatin tergliserinasi dan
basis polietilen glikol. Basis gelatin tergliserinasi terlalu lunak untuk dimasukkan
dalam rektal sehingga hanya digunakan melalui vagina (umum) dan uretra. Basis ini
melarut dan bercampur dengan cairan tubuh lebih lambat dibandingkan dengan
oleum cacao sehingga cocok untuk sediaan lepas lambat. Basis ini menyerap air
karena gliserin yang higroskopis. Oleh karena itu, saat akan dipakai, suppo harus
dibasahi terlebih dahulu dengan air.
Polietilen glikol (PEG) merupakan polimer dari etilen oksida dan air, dibuat
menjadi bermacam-macam panjang rantai, berat molekul dan sifat fisik. Polietilen
glikol tersedia dalam berbagai macam berat molekul mulai dari 200 sampai 8000.
PEG yang digunakan adalah PEG 1000 dan 4000. Pemberian nomor menunjukkan
berat molekul rata-rata dari masing-masing polimernya.Yang mempunyai berat
molekul rata-rata lebih dari 1000 berupa lilin putih, padat dan kekerasannya
bertambah dengan bertambahnya berat molekul.
Keuntungan basis PEG :
1. Stabil dan inert
2. Polimer PEG tidak mudah terurai.
3. Mempunyai rentang titik leleh dan kelarutan yang luas shg memungkinkan
formula supo dgn berbagai derajat kestabilan panas dan laju disolusi yg
berbeda
4. Tidak membantu pertumbuhan jamur
(Teori dan Praktek Industri Farmasi, hal 1174)
Kerugian basis PEG:
1. Secara kimia lebih reaktif daripada basis lemak.
2. Dibutuhkan perhatian lebih untuk mencegah kontraksi volume yang membuat
bentuk suppo rusak
3. Kecepatan pelepasan obat larut air menurun dengan meningkatnya jumlah
PEG dgn BM tinggi.
4. Cenderung lebih mengiritasi mukosa drpd basis lemak.
(HOPE, hal 455)
Kombinasi jenis PEG dapat digunakan sebagai basis suppositoria dan memberikan
keuntungan sebagai berikut.:
1. Titik lebur suppositoria dapat meningkat shg lebih tahan thd suhu
ruangan yg hangat.
2. Pelepasan obat tdk tergantung dari titik lelehnya.
3. Stabilitas fisik dalam penyimpanan lebih baik.
4. Sediaan suppositoria akan segera bercampur dengan cairan rektal.
(HOPE, hal 455)
b. Basis surfaktan
Surfaktan ini dapat digunakan dalam bentuk tunggal atau kombinasi dengan
pembawa suppositoria lain untuk memperoleh rentang suhu lebur yang lebar dan
konsistensi. Salah satu keuntungan utama pembawa ini adalah dapat terdispersi
dalam air. Tetapi harus hati-hati dalam penggunaan surfaktan, karena dapat
meningkatkan kecepatan absorpsi obat atau dapat berinteraksi dengan molekul obat
yang menyebabkan penurunan aktivitas terapetik.
Keuntungan :
1. Dapat disimpan pada suhu tinggi
2. Mudah penanganannya
3. Dapat bercampur dengan obat
4. Tidak mendukung pertumbuhan mikroba
5. Nontoksik dan tidak mensensitisasi
(Lachman, Teory and Practice of Industrial Pharmacy, 575, 578)
a. Pemilihan bahan pembantu yang dapat meningkatkan homogenitas produk,
kelarutan, dll
Bahan pembantu digunakan untuk:
1. Meningkatkan penggabungan (inkorporasi) dari serbuk zat aktif
Peningkatan jumlah serbuk zat aktif dapat mengganggu integritas
suppositoria dengan menyebabkan peningkatan viskositas lelehan, sehingga
menghambat alirannya ke dalam cetakan.
2. Meningkatkan hidrofilisitas
Penambahan bahan peningkat hidrofilisitas digunakan untuk
mempercepat disolusi suppositoria di rektum, sehingga meningkatkan
absorpsi, jika digunakan dengan konsentrasi rendah.
3. Melindungi dari degradasi
Agen antifungi dan antimikroba digunakan jka suppositoria
mengandung bahan asal tanaman atau air. Digunakan asam sorbat atau
garamnya jika pH larutan zat aktif kurang dari 6. p hidroksibenzoat atau garam
natriumnya juga dapat digunakan. Tetapi, potensi bahan-bahan ini
menyebabkan iritasi rektal perlu dipertimbangkan.

2.3 Teknik Manufaktur Dalam Sediaan Suppositoria


Pencetakan dengan kompresi / cetak kempa / cold compression
Pada pencetakan dengan kompresi, suppositoria dibuat dengan mencetak massa
yang dingin ke dalam cetakan dengan bentuk yang diinginkan. Alat kompresi ini
terdapat dalam berbagai kapasitas yaitu 1,2 dan 5 g. Dengan metode kompresi,
dihasilkan suppositoria yang lebih baik dibandingkan cara pertama, karena metode ini
dapat mencegah sedimentasi padatan yang larut dalam bahan pembawa suppositoria.

2.4 Evaluasi Sediaan Dalam Sediaan Suppositoria.


1. Penampilan Fisik
Uji ini lebih ditekankan pada ditribusi zat berkhasiat di dalam basis suppositoria.
Suppositoria dibelah dua secara longitudinal, kemudian diamati bagian internal dan
bagian eksternal harus menunjukkan penampakkan yang sama.
2. Keragaman Bobot
Timbang masing-masing suppo sebanyak 10, diambil secara acak. Lalu
tentukan bobot rata-rata. Tidak lebih dari 2 suppo yang bobotnya menyimpang dari
bobot rata-rata lebih dari % deviasi, yaitu 5 %.
3. Waktu Hancur / Disintegrasi
Uji ini perlu dilakukan terhadap suppo kecuali suppo yang ditujukan untuk
pelepasan termodifikasi atau kerja lokal diperlama. Suppo yang digunakan untuk uji
ini sebanyak 1 buah. Suppo diletakkan di bagian bawah ‘perforated disc’ pada alat,
kemudian dimasukkan ke silinder yang ada pada alat. Lalu diisi air sebanyak 4 liter
dengan suhu 36-37 oC dan dilengkapi dengan stirer. Setiap 10 menit balikkan tiap
alat tanpa mengeluarkannya dari air. Disintegrasi tercapai ketika suppo :
 Terlarut sempurna
 Terpisah dari komponen-komponennya, yang mungkin terkumpul di
permukaan air (bahan lemak meleleh) atau tenggelam di dasar (serbuk tidak
larut) atau terlarut (komponenmudah larut) atau dapat terdistribusi di satu
atau lebih cara ini.
 Menjadi lunak, dibarengi perubahan bentuk, tanpa terpisah sempurna
menjadi komponennya, massa tidak lagi memiliki inti padatan yang
membuatnya tahan terhadap tekanan dari pengaduk kaca.
 Suppo hancur dalam waktu tidak lebih dari 30 menit untuk suppo basis lemak
dan tidak lebih dari 60 menit untuk suppo basis larut air, kecuali dinyatakan
lain.
(BP2002, A237, FI IV hal 1087-1088)
4. Ketegaran / Kehancuran Suppositoria
Tes ini menentukan ketegaran suppo di bawah kondisi tertentu terhadap
pemecahan suppositoria dan ovula yang diukur dengan menggunakan sejumlah
tertentu massa atau beban untuk menghancurkannya. Tes ini didasarkan untuk suppo
dan ovula berbasis lemak. Uji ini tidak sesuai untuk sediaan yang memiliki bahan
pembantu hidrofilik, seperti campuran gelatin-gliserol.
Alat dipanaskan sampai suhunya 37oC. Sediaan yang akan diuji telah
diletakkan dalam suhu yang sesuai dengan suhu yang akan digunakan minimal 24
jam. Tempatkan sediaan di antara kedua penjepit dengan bagian ujung menghadap
ke atas.
Tunggu selama 1 menit dan tambahkan lempeng 200 g pertama. Tunggu lagi
selama 1 menit dan tambahkan lempeng berikutnya. Hal tersebut diulang dengan
cara yang sama sampai sediaan hancur. Massa yang dibutuhkan menghancurkan
sediaan dihitung berdasarkan massa yang dibutuhkan untuk menghancurkan sediaan
(termasuk massa awal yang terdapat pada alat). Hal-hal yang perlu diperhatikan:
 Apabila sediaan hancur dalam 20 detik setelah pemberian lempeng terakhir
maka massa yang terakhir ini tidak masuk dalam perhitungan.
 Apabila sediaan hancur dalam waktu antara 20 dan 40 detik setelah
pemberian lempeng terakhir maka massa yang dimasukkan ke dalam
perhitungan hanya setengah dari massa yang digunakan, misal 100 g.
 Apabila sediaan belum hancur dalam waktu lebih dari 40 detik setelah
pemberian lempeng terakhir maka seluruh massa lempeng terakhir
dimasukkan ke dalam perhitungan.
 Setiap pengukuran menggunakan 10 sediaan dan pastikan tidak terdapat
residu sediaan sebelum setiap pengukuran.
5. Keseragaman Kandungan
Diambil tidak kurang 30 suppo lalu ditetapkan kadar 10 satuan satu per satu.
Kecuali dinyatakan lain, persyaratannya adalah kadar dalam rentang 85,0%-115,0%
dari yang tertera pada etiket dam simpangan baku relatif kurang dari atau sama
dengan 6,0%.
Jika satu satuan berada di luar rentang tersebut, tapi dalam rentang 75,0%-
125,0% dari yang tertera dalam etiket, atau simpangan baku relatif lebih besar dari
6,0%, atau jika kedua kondisi tidak dipenuhi, dilakukan uji 20 satuan tambahan.

Anda mungkin juga menyukai