1. Kompetensi Pedagogik
2. Kompetensi Kepribadian
3. Kompetensi Sosial
Kompetensi sosial merupakan kemampuan guru untuk berkomunikasi dan bergaul secara
efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta
didik, dan masyarakat sekitar.
4. Kompetensi Profesional
Sumber: Rismadi, Puguh. 2015. 4 Kompetensi yang Harus dimiliki Guru Profesional.
(Online) (http://www.multimedia.smktarunabhakti.net/blog/2015/06/22/4-
kompetensi-yang-harus-di-miliki-guru-profesional/) diakses 10 November 2018
Kode Etik Keguruan
Kode etik guru merupakan landasan moral dan pedoman sikap, tingkah laku dan
perbuatan. Dalam melaksanakan profesinya guru menyadari bahwa perlu ditetapkan kode etik
keguruan yang merupakan pedoman guru dalam bersikap dan berperilaku di dalam maupun
di luar kedinasan. Artinya guru harus berperilaku sesuai dengan norma-norma yang telah
ditetapkan dan menghindari norma yang dilarang baik dalam menjalankan tugas
profesionalnya maupun dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat dan warga negara..
Organisasi atau asosiasi profesi guru, yaitu PGRI kemudian menetapkan Kode Etik Guru
Indonesia (KEGI) yang merupakan hasil Konferensi Pusat PGRI pada 25 Maret 2006 di
Jakarta yang kemudian disahkan pada Kongres XX PGRI tanggal 3 Juli 2008 di Palembang
sebagai pedoman guru Indonesia dalam bersikap dan bertingkah laku. Dengan demikian,
aktualisasi diri guru dalam melaksanakan proses pendidikan dan pembelajaran secara
profesional, bermartabat, dan beretika akan terwujud
1. Untuk menjunjung tinggi martabat profesi (menjaga pandangan dan kesan dari
masyarakat, agar mereka tidak memandang rendah atau remeh terhadap profesi guru)
2. Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggotanya (misalnya kesejahteraan
dalam honor dan membatasi tingkah laku yang tidak pantas (tidak jujur) dengan sesama
rekan anggota profesi)
3. Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi
4. Untuk meningkatkan mutu profesi (untuk meningkatkan mutu pengabdiannya pada
masyarakat)
5. Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi (setiap anggota aktif berpartispasi dalam
membina organisasi profesi dan kegiatan-kegiatan yang dirancang organisasi)
Organisasi profesi guru membentuk kode etik untuk menjaga dan meningkatkan
kehormatan dan martabat guru dalam melaksanakan tugas profesi. Dengan demikian, adanya
kode etik tersebut diharapkan para guru tidak melakukan pelanggaran-pelanggaran terhadap
kewajibannya.
Guru berperan penting dalam dunia pendidikan dan merupakan ujung tombak utama
dalam keberhasilannya. Peranan guru dalam bentuk pendidikan formal yang mencakup
proses belajar mengajar tersebut, diantaranya sebagai berikut:
a. Sebagai Fasilitator
Guru berperan dalam menyediakan fasilitas dalam proses belajar mengajar, seperti materi
pembelajaran, metode, bahan ajar dan media pembelajaran
c. Sebagai Motivator
Guru memotivasi peserta didik, teman sejawatnya dan lingkungannya karena motivasi
merupakan penentu keberhasilan
d. Sebagai Evaluator
Guru melakukan evaluasi/penilaian terhadap aktivitas yang telah dikerjakan dalam proses
pembelajaran. Sasaran dari evaluasi adalah peserta didik, metode mengajar, materi pelajaran
dan alat pendidikan yang digunakan
e. Sebagai Pembimbing
Guru memberikan arahan dan wawasan tentang kegiatan belajar dan nilai-nilai moral,
etika dan agama yang harus diperkenalkan serta diinternalisasikan kepada peserta didik
sehingga menjadi manusia yang berkualitas
f. Sebagai Inovator
g. Sebagai Pemelihara
Guru menjaga nilai-nilai budaya positif yang telah lama tumbuh dan berkembang di
masyarakat, berkontribusi dalam penyeleksi nilai-nilai baru yang merusak melalui tugas dan
tanggungjawabnya.
Sumber: Winarno, Agung. 2014. Pengantar Pendidikan. Malang: Universitas Negeri Malang
Kemampuan guru secara umum (analitik, pengembangan dan evaluasi)
1. Kemampuan Analitik : kemampuan analitik yaitu kemampuan yang harus dimiliki oleh
seorang guru dalam mengidentifikasi faktor faktor yang berpengaruh terhadap
pembelajaran
2. Kemampuan Pengembangan : kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang guru
dalam memilih, menentukan, dan mengembangan strategi pembelajaran agar tujuan
pembelajaran yang telah ditetapkan dapat dicapai secara optimal
3. Kemampuan Pengukuran/Evaluasi : kemampuan pengukuran adalah kemampuan yang
harus dimiliki oleh seorang guru dalam menentukan keefektifan dan keefisienan proses
pembelajaran untuk mengukur tingkat keberhasilan pembelajaran.
Sumber: Nur, Evy. 2012. Kemampuan yang harus Dimiliki Oleh Guru. (Online)
(http://evynur93.blogspot.com/2012/05/kemampuan-yang-harus-dimiliki-oleh.html)
diakses 11 November 2018
Setiap individu memiliki karakteristik fisik dan psikis yang berbeda-beda. Perbedaan
yang paling mudah dikenali adalah perbedaan fisik, seperti bentuk badan, warna kulit, tinggi
badan, sikap perilaku seperti kelincahan, banyak bergerak, suka bicara, pendiam, tidak aktif,
dan nada suaranya rendah. Perbedaan-perbedaan ini juga bisa berdampak pada proses
pembelajaran, oleh karena itu pendidik (guru) perlu memahami karakteristik peserta didiknya
agar materi yang disampaikan bisa diterima baik oleh siswa dan tujuan pembelajaran
tercapai.
1. Berdasarkan pribadi dan lingkungan : Umur, Jenis kelamin, Keadaan ekonomi orang tua,
Kemampuan pra sekolah, Lingkungan tempat tinggal
2. Berdasarkan psikis : Tingkat Kecerdasan, Perkembangan jiwa anak, Modalitas belajar,
Motivasi, Bakat dan minat
3. Berdasarkan potensi (aliran dalam menerima pendidikan): (a) Nativisme (potensi dan
bakat anak adalah bawaan sejak lahir, menurut Arthur Schopenhour dari Jerman),
(b)Empirisme (lingkungan yang menentukan potensi dan bakat anak, menurut John Locke
dari Inggris dengan teorinya “Tabula Rasa”), (c) Konvergensi (faktor bawaan dan
lingkungan sama-sama penting dalam potensi dan bakat anak, menurut William Stern asal
Jerman)
a) Guru dapat memperoleh tentang kemampuan awal siswa atau tingkat penguasaan yang
telah diperoleh siswa sebelumnya sebagai landasan dalam memberikan materi baru atau
lanjutan.
b) Guru dapat mengetahui tentang luas dan jenis pengalaman belajar siswa, hal ini
berpengaruh terhadap daya serap siswa terhadap materi yang akan disampaikan.
1. Pendekatan sosio-emosional
Dalam pendekatan sosio emosional seorang guru harus berusaha mendorong siswanya agar
mampu dan bersedia mewujudkan hubungan manusiawi yang saling pengertian, menghormati
dan menghargai. Guru harus mendorong menjadi pelaksana yang kreatif, berinisiatif dan
terbuka pada kritik. Selain itu guru juga mampu dan bersedia mendengarkan pendapat,
gagasan dan lain-lain dari siswa sehingga terjadi suasana pembelajaran yang dinamis.
Contoh: memberikan kesempatan pada siswa untuk mengajukan pertanyaan baik secara
tertulis maupun lisan, melatih siswa mengajukan pertanyaan tingkat rendah/tinggi yang
didukung dengan sauna kelas yang aman serta saling menghargai dan menghormati.
Sumber :https://forumgurunusantara.blogspot.com/2012/10/pendekatan-sosial-emosional-
dalam.html (diakses 14 November 2018)
1) Siswa merasa nyaman di kelas kerena terjalin hubungan yang baik dengan guru.
2) Penyelesaian suatu masalah dipecahkan bersama melalui pertemuan kelas.
3) Pelajaran diyakini akan lebih mudah diterima karena siswa merasa nyaman, tentram dan
aman dengan situasi yang ada.
4) Terbinanya sikap demokratis.
5) Selalu ada penghargaan , jadi setiap kegagalan tidak akan memebunuh motivasi siswa.
6) Siswa belajar untuk saling menghargai teman ataupun guru.
1) Apabila hubungan siswa terlalu dekat dengan guru atau guru terlalu baik akan
menimbulkan sikap siswa yang terlalu bebas.
2) Sulit untuk memahami karakter emosi setiap siswa di kelas, maka diperlukan ketrampilan
guru yang lebih untuk membuat iklim sosio emosional yang kondusif.
Reigeluth mengidentifikasi gaya belajar peserta didik menjadi tiga tipe yakni gaya
belajar visual, gaya belajar auditori, dan gaya belajar kinestetik.
a. Gaya belajar visual (menggunakan indera penglihatan)
Pada umumnya peserta didik dengan gaya visual ini biasanya menerapkan suatu
strategi visual yang sangat kuat dengan menyerap suatu informasi dengan ungkapan gambar.
Ciri-ciri gaya belajar visual yakni antara lain: bicara cepat, lebih mementingkan penampilan,
bersikap rapi dan teratur, tidak mudah terganggu bila ada keributan, lebih suka membaca
daripada dibacakan, lebih suka mencorat coret meski bukan hal yang penting, dan lebih suka
mengingat wajah orang daripada mengingat namanya
Reigeluth (1993) menjelaskan bahwa peserta didik yang memiliki gaya belajar
auditori lebih suka berbicara daripada membaca maupun menulis. Pada saat menyerap
informasi umumnya orang bergaya belajar auditori juga menerapkan adanya strategi
pendengaran yang sangat kuat. Ciri ciri gaya belajar auditorial yakni: pada saat bekerja suka
berbicara kepada dirinya sendiri, merasa terganggu bila ada keributan, kesulitan dalam
menulis maupun mengarang, lebih suka bercerita, menyukai lelucon dari lisan daripada dari
komik, bila berdiskusi selalu menggunakan kata kata yang panjang, selalu mengulangi kata
kata yang terlontar dan dapat menirukan nada pembicaraan orang lain, lebih suka
mendengarkan musik, dan bila berbicara dengan orang lain selalu memalingkan
penglihatannya dan tidak melakukan kontak mata saat berbicara dengan orang lain.
c. Gaya belajar kinestetik (lebih suka menggerakkan anggota tubuhnya saat berbicara)
Pada umumnya peserta didik yang menggunakan gaya belajar kinestetik memahami
informasi dengan menggunakan strategi fisik dan mampu berekspresi dengan fisik mereka
serta susah diam. Adapun ciri-ciri yang dapat melihat peserta didik dengan menggunakan
gaya belajar kinestetik antara lain: berbicara dengan perlahan, membuat keputusan
berdasarkan perasan, bila belajar selalu menggunakan praktek menghafal dengan berjalan,
membutuhkan waktu untuk berpikir dalam berbicara maupun dalam bertindak, penampilan
selalu rapi, dan tidak mudah terganggu dengan keributan
a. Field independence (Orang yang dapat menanggulangi efek pengecoh dengan cara
analitik)
Liu dan Ginter (1999) menyatakan ciri-ciri individu field independence dalam belajar,
yaitu
b. Field dependence (Orang yang menanggulangi efek pengecoh dengan cara global)
Sedangkan ciri-ciri individu field dependence dalam belajar menurut Liu dan Ginter
(1999), yaitu:
Sumber: Baiduri. Gaya Kognitif dan Hasil Belajar Matematika Siswa Field Dependence-
Independence (artikel online)
(http://download.portalgaruda.org/article.php?article=414542&val=527&title=GAY
A%20KOGNITIF%20DAN%20HASIL%20BELAJAR%20MATEMATIKA%20SI
SWA%20FIELD%20DEPENDENCE-INDEPENDENCE) diakses 11 November
2018