170421619065
TUJUAN PEMBELAJARAN
Secara garis besar, tujuan pendidikan merupakan titik dasar untuk menentukan ke
mana arah pendidikan akan dicapai, siapa yang akan menjadi subjek serta objek pendidikan,
dan apa hasil yang akan diraih, sehingga akan terlihat jelas bagaimana proses dan jalan yang
harus dilalui untuk mewujudkan tujuan pendidikan tersebut. Adapun tujuan pendidikan
menurut para pakar pendidikan di Indonesia sebagai berikut ini :
Jadi dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan merupakan dasar ke mana arah
pendidikan itu akan dicapai, atau apa saja hal-hal yang akan dicapai setelah proses
pembelajaran itu.
2. JENIS & TINGKATAN TUJUAN
Tujuan pendidikan dan pengajaran dapat dibedakan dan disusun menurut hirarki
sebagai berikut:
a) Tujuan pendidikan nasional adalah tujuan yang ingin dicapai secara nasional, yang
dilandasi oleh falsafah suatu Negara. Sesuai dengan Pasal 3 dalam Tap MPR Nomor
IV/MPR/1973 menjelaskan hal ini:
“Tujuan pendidikan nasional adalah membentuk manusia pembangunan ber-Pancasila
dan membentuk manusia yang sehat jasmani dan rohaninya, memiliki pengetahuan
dan keterampilan, dapat mengembangkan kreativitas dan tanggung jawab, dapat
menyuburkan sikap demokrasi dan penuh tenggang rasa, dapat mengembangkan
kecerdasan yang tinggi disertai budi pekerti yang luhur, mencintai bangsanya dan
sesame manusia dengan ketentuan yang termaktub dalam Undang-Undang Dasar
1945.”
Selain itu Undang-undang No. 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 3 menyatakan:
b) Tujuan Institusional ialah tujuan pendidikan yang akan dicapai menurut jenis dan
tingkatan sekolah atau lembaga pendidikan masing-masing, biasanya tercantum dalam
kurikulum sekolah atau lembaga pendidikan yang harus dicapai setelah selesai
belajar, Tujuan Institusional ini berbentuk Standar Kompetensi Lulusan. Standar
Kompetensi Lulusan untuk satuan pendidikan dasar dan menengah digunakan sebagai
pedoman penilaian dalam menentukan kelulusan peserta didik. Standar Kompetensi
Lulusan tersebut meliputi standar kompetensi lulusan minimal satuan pendidikan
dasar dan menengah, standar kompetensi lulusan minimal kelompok mata pelajaran,
dan standar kompetensi lulusan minimal mata pelajaran.
c) Tujuan kurikuler adalah tujuan kurikulum sekolah yang telah diperinci menurut
bidang studi atau mata pelajaran atau kelompok mata pelajaran.
d) Tujuan intruksional adalah tujuan pokok bahasan atau tujuan sub pokok bahasan
yang diajarkan oleh guru. Tujuan intruksional dibedakan menjadi dua macam yaitu
tujuan intruksional umum (TIU) dan tujuan intruksional khusus (TIK). Tujuan
intruksional umum berada pada tiap-tiap pokok bahasan yang telah dirumuskan
didalam kurikulum sekolah, khususnya didalam Garis-Garis Besar Program
Pengajaran (GBPP). Tujuan intruksional khusus adalah tujuan pengajaran yang
diharapkan dapat dicapai oleh siswa pada akhir tiap jam pelajaran, biasanya dibuat
oleh guru yang dimuatkan didalam satuan pelajaran (satpel).
3. TUJUAN LANGSUNG & TIDAK LANGSUNG
Tujuan langsung
Tujuan pendidikan secara tidak langsung menanamkan karakter moral pada anak,
misal seperti rasa bertanggungjawab, toleransi, disiplin, dan lain sebagianya sebagai hasil dari
proses pembelajaran.
Berdasarkan ruang lingkup (luas dan sempitnya) tujuan yang ingin dicapai, Langeveld
mengemukakan bahwa jenis-jenis tujuan pendidikan adalah:
1) Tujuan Umum
Tujuan umum adalah tujuan akhir yang akan dicapai oleh seseorang melalui
pendidikan. Dengan demikian, apabila tujuan pendidikan adalah kedewasaan, maka semua
kegiatan pendidikan harus tertuju pada kedewasaan agar tujuan umum pendidikan itu dapat
tercapai. Menurut Kohnstamm dan Gunning, tujuan akhir pendidikan adalah membentuk
insan kamil atau manusia sempurna. (Amir Daien,1973) sehingga dapat dikatakan bahwa
tujuan umum/akhir pendidikan ialah membentuk insan kamil yang dewasa jasmani dan
rohaninya baik secara moral, intelektual, sosial, estesis, dan agama.
Contoh: Seorang guru meminta siswa kelas 1 untuk merapikan crayon dan meja lipat setelah
mewarnai, secara tidak langsung anak telah diajarkan tentang tanggungjawab. Sikap
bertanggungjawab ini akan membentuk sebuah kedewasaan dalam diri anak.
2) Tujuan Khusus
Tujuan khusus merupakan pengkhususan dari tujuan umum. Kita tahu bahwa tujuan
umum pendidikan adalah kedewasaan. Kedewasaan disini masih general sifatnya. Banyak
faktor yang membentuk kedewasaan, sehingga dapat dikatakan tujuan khusus dari pendidikan
mencakup segi-segi tertentu. Pengkhususan tujuan ini dapat disesuaikan dengan kondisi dan
situasi tertentu, misalnya disesuaikan dengan:
Tujuan insidental (insiden: peristiwa), ialah tujuan yang menyangkut suatu peristiwa
khusus. Boleh dikatakan sukar mencari hubungan antara tujuan insidental dengan tujuan
umum (kedewasaan), namun sebenarnya tujuan insidental tersebut terarah kepada pencapaian
tujuan umum.
Contoh : ibu melarang anaknya bermain di pintu terbuka, karena dapat menyebabkan
kecelakaan terjepit pintu misalnya, atau karena pintu merupakan arah masuknya angin bisa
saja anak masuk angin, atau mengganggu lalu lintas orang yang lewat di pintu.
4) Tujuan Sementara
Tujuan sementara ialah tujuan yang terdapat dalam langkah-langkah untuk mencapai
tujuan umum (merupakan pijakan untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi). Dengan kata
lain, tujuan sementara adalah tujuan pendidikan yang dicapai seseorang pada setiap fase
perkembangan. Misalnya saat seorang anak diajarkan untuk dapat berjalan ia harus
mengalami beberapa tahapan dari merangkak, berdiri, berjalan terpatah-patah sampai
akhirnya dia bisa berjalan. Inilah yang disebut tujuan sementara.
Tujuan tak lengkap adalah tujuan yang hanya membahas tentang salah satu aspek
pendidikan. Tujuan ini erat hubungannya dengan aspek-aspek pendidikan yang akan
membentuk aspek-aspek kepribadian manusia, seperti kecerdasan, moral, sosial,keagamaan,
estetika, dan sebagainya.
6) Tujuan Intermedier/perantara
Tujuan perantara ini merupakan alat atau sarana untuk mencapai tujuan-tujuan yang
lain. Misalnya saja seseorang yang bersekolah tujuannya adalah akhirnya adalah lulus, ketika
dia naik kelas dari kelas satu ke kelas dua dan dari kelas dua ke kelas tiga itu merupakan
tujuan intermedier/tujuan perantara.
Perumusan tujuan pendidikan mengarah pada kondisi apa yang diharapkan dalam
proses pendidikan. Kondisi yang diharapkan atau tujuan yang ingin dicapai tentunya akan
berbeda sesuai dengan pandangan hidup seseorang juga kehendak negara tempat ia hidup.
Tujuan pendidikan harus mengandung tiga nilai, yaitu:
Melalui pengamatan langsung (C), siswa (A) mampu mempraktekkan (B) tata cara
mengkafani jenazah pada patung (objek) dengan benar (D)
Menurut Bloom perilaku individu dapat diklasifikasikan ke dalam 3 (tiga) ranah, yaitu:
a. Tujuan itu menyediakan situasi atau kondisi untuk belajar, misalnya: dalam situasi
bermain peran dalam kegiatan pasar modal.
b. Tujuan mendefinisikan tingkah laku siswa dalam bentuk dapat diukur dan dapat diamati.
c. Tujuan menyatakan tingkat minimal perilaku yang dikehendaki, misalnya pada
pembuatan kurva Philips, siswa dapat menjelaskan tingkat inflasi dengan tingkat
pengangguran.
W. James Popham dan Eva L. Baker (2005) menegaskan bahwa seorang guru
profesional harus merumuskan tujuan pembelajarannya dalam bentuk perilaku siswa yang
dapat diukur yaitu menunjukkan apa yang dapat dilakukan oleh siswa tersebut sesudah
mengikuti pelajaran. Selanjutnya, dia menyarankan dua kriteria yang harus dipenuhi dalam
memilih tujuan pembelajaran, yaitu:
1. Preferensi nilai guru yaitu cara pandang dan keyakinan guru mengenai apa yang penting
dan seharusnya diajarkan kepada siswa serta bagaimana cara membelajarkannya; dan
2. Analisis taksonomi perilaku; dengan menganalisis taksonomi perilaku ini, guru akan
dapat menentukan dan menitikberatkan bentuk dan jenis pembelajaran yang akan
dikembangkan, apakah seorang guru hendak menitikberatkan pada pembelajaran kognitif,
afektif, ataukah psikomotor.
Menurut Guilbert (1984) dalam artikelnya yang berjudul "How to Devise Educational
Objectives", tujuan pembelajaran yang baik mempunyai ciri-ciri: relevan, tegas, layak, logi,
dapat diamati (tampak), dan dapat diukur.
Karakteristik tujuan yang efektif menurut Westberg dan Jason (1993) dalam buku
"Collaborative Clinical Education" adalah: konsisten dengan tujuan keseluruhan dari sekolah,
realistis dan dapat dilakukan, sesuai untuk tahap pelajar, layak, dan tidak diperlakukan
seolah-olah mereka terukir di batu (sangat baku)
a. Standar Kompetensi
Pada setiap mata pelajaran SK sudah ditentukan oleh para pengembang kurikulum,
yang dapat kita lihat dari Standar Isi. Jika sekolah memandang perlu mengembangkan mata
pelajaran tertentu, misalnya mengembangkan kurikulum muatan lokal, maka perlu
dirumuskan SKnya sesuai dengan nama mata pelajaran dalam muatan lokal tersebut.
b. Kompetensi Inti
Kompetensi Inti menurut Permendikbud No. 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses
Pendidikan dasar dan Menengah merupakan gambaran secara kategorial mengenai
kompetensi dalam aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang harus dipelajari peserta
didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas dan mata pelajaran.
Isi KI harus mencerminkan harapan dari SKL. Kompetensi inti (KI) terdiri dari KI-1
sampai dengan KI-4. Rumusan setiap KI berbeda sesuai dengan aspeknya. Rumusan KI
meliputi:
c. Kompetensi Dasar
Kompetensi sebagai tujuan dalam kurikulum yang bersifat kompleks bertujuan untuk
mengembangkan pengetahuan, pemahaman, kecakapan, nilai, sikap dan minat siswa agar
mereka dapat melakukan sesuatu dalam bentuk kemahiran disertai tanggung jawab. Dengan
demikian tujuan yang ingin dicapai dalam kompetensi ini bukanlah hanya sekedar
pemahaman akan materi pelajaran, akan tetapi bagaimana pemahaman dan penguasaan
materi itu dapat mempengaruhi cara bertindak dan berperilaku dalam kehidupan sehari-hari.
Ciri-ciri Indikator
MATERI PEMBELAJARAN
a. Fakta
Fakta ialah segala hal yang bewujud kenyataan dan kebenaran, meliputi nama-nama
objek, peristiwa sejarah, lambang, nama tempat, nama orang, nama bagian atau komponen
suatu benda, dan sebagainya. Contoh dalam mata pelajaran Sejarah: Peristiwa sekitar
Proklamasi 17 Agustus 1945 dan pembentukan Pemerintahan Indonesia.
b. Konsep
Konsep adalah segala yang berwujud pengertian-pengertian baru yang bisa timbul
sebagai hasil pemikiran, meliputi definisi, pengertian, ciri khusus, hakikat, inti /isi dan
sebagainya. Contoh, dalam mata pelajaran Biologi: Hutan hujan tropis di Indonesia sebagai
sumber plasma nutfah, Usaha-usaha pelestarian keanekargaman hayati Indonesia secara in-
situ dan ex-situ, dsb.
c. Prinsip
Prinsip berupa hal-hal utama, pokok, dan memiliki posisi terpenting, meliputi dalil,
rumus, adagium, postulat, paradigma, teorema, serta hubungan antarkonsep yang
menggambarkan implikasi sebab akibat. Contoh, dalam mata pelajaran Fisika: Hukum
Newton tentang gerak, Hukum 1 Newton, Hukum 2 Newton, Hukum 3 Newton, Gesekan
Statis dan Gesekan Kinetis, dsb.
d. Prosedur
Sikap atau nilai merupakan hasil belajar aspek sikap, misalnya nilai kejujuran, kasih
sayang, tolong-menolong, semangat dan minat belajar dan bekerja, dsb. Contoh, dalam mata
pelajaran Geografi: Pemanfaatan lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan, yaitu
pengertian lingkungan, komponen ekosistem, lingkungan hidup sebagai sumberdaya,
pembangunan berkelanjutan.
a. Relevansi (kesesuaian)
b. Konsistensi (keajegan)
Jika kompetensi dasar yang harus dikuasai peserta didik ada empat macam, maka
materi yang harus diajarkan juga harus meliputi empat macam. Misalnya kompetensi dasar
yang harus dikuasai peserta didik adalah Operasi Aljabar bilangan bentuk akar (Matematika
Kelas X semester 1) yang meliputi penambahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian,
maka materi yang diajarkan juga harus meliputi teknik penjumlahan, pengurangan, perkalian,
dan merasionalkan pecahan bentuk akar.
c. Adequacy (kecukupan)
Materi yang diajarkan hendaknya cukup memadai dalam membantu peserta didik
menguasai kompetensi dasar yang diajarkan. Materi tidak boleh terlalu sedikit, dan tidak
boleh terlalu banyak. Jika terlalu sedikit maka kurang membantu tercapainya standar
kompetensi dan kompetensi dasar. Sebaliknya, jika terlalu banyak maka akan mengakibatkan
keterlambatan dalam pencapaian target kurikulum (pencapaian keseluruhan SK dan KD).
a) Potensi peserta didik meliputi potensi intelektual, emosional, spiritual, sosial dan
potensi vokasional
b) Relevansi dan karakteristik daerah. Jika peserta didik bersekolah dan berlokasi di
daerah pantai, maka pengembangan materi pembelajaran diupayakan agar selaras
dengan kondisi masyarakat pantai.
c) Tingkat perkembangan fisik, intelektual, emosional, sosial dan spiritual peserta didik
d) Kebermanfaatan bagi peserta didik. Pengembangan materi pembelajaran diupayakan
agar manfaatnya dapat dirasakan peserta didik dalam waktu yang relative singkat
setelah suatu materi pembelajaran tuntas dilaksanakan.
e) Struktur keilmuan yang sesuai dengan materi pembelajaran suatu ilmu.
f) Aktulaitas, kedalaman dan keluasan materi pembelajaran. Mengembangkan materi
pembelajaran hendaknya mempertimbangkan potensi peserta didik, tingkat
perkembangan peserta didik, kebermanfaatan bagi peserta didik, alokasi waktu dan
perkembangan peradaban dunia
g) Relevansi kebutuhan peserta didik dan tuntunan lingkungan
h) Alokasi waktu
Materi pembelajaran yang sudah ditentukan ruang lingkup serta kedalamannya dapat
diurutkan melalui dua pendekatan pokok, yaitu: pendekatan prosedural, dan hierarkis.
a. Pendekatan Prosedural
b. Pendekatan Hierarkis
Sejalan dengan berbagai jenis aspek standar kompetensi, materi pembelajaran juga
dapat dibedakan menjadi jenis materi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Materi
pembelajaran aspek kognitif secara terperinci dapat dibagi menjadi empat jenis, yaitu: fakta,
konsep, prinsip dan prosedur, seperti telah diuraikan di depan.
3. Memilih jenis materi yang sesuai atau relevan dengan standar kompetensi dan
kompetensi dasar.
Pemilihan jenis materi harus disesuaikan dengan kompetensi dasar dan standar
kompetensi yang telah ditentukan. Selain itu, perlu diperhatikan pula jumlah atau ruang
lingkup yang cukup memadai sehingga mempermudah siswa dalam mencapai standar
kompetensi. Sebagaimana disebutkan di point 2 di atas, materi yang akan diajarkan perlu
diidentifikasi apakah termasuk jenis fakta, konsep, prinsip, prosedur, afektif, atau gabungan
lebih daripada satu jenis materi. Dengan mengidentifikasi jenis-jenis materi yang akan
diajarkan, maka guru akan mendapatkan kemudahan dalam cara mengajarkannya. Identifikasi
jenis materi pembelajaran juga penting untuk keperluan mengajarkannya, sebab setiap jenis
materi pembelajaran memerlukan strategi pembelajaran atau metode, media, dan sistem
evaluasi/penilaian yang berbeda-beda. Misalnya metode mengajarkan materi fakta atau
hafalan adalah dengan menggunakan “jembatan keledai”, “jembatan ingatan” sedangkan
metode untuk mengajarkan prosedur adalah “demonstrasi”.
b. Jenis Pengembangan
1) Penyusunan
Penyusunan merupakan proses pembuatan materi pembelajaran yang dilihat dari segi hak
cipta milik asli si penyusun. Proses penyusunan itu dimulai dari identifikasi seluruh SK dan
KD, menurunkan KD ke dalam indikator, mengidentifikasi jenis isi materi pembelajaran,
mencari sumber-sumber materi pembelajaran, sampai kepada naskah jadi. Wujudnya dapat
berupa modul, lembar kerja, buku, e-book, diktat, hand-out, dan sebagainya.
2) Pengadaptasian
3) Pengadopsian
4) Perevisian
5) Penerjemahan
Penerjemahan merupakan proses pengalihan bahasa suatu buku dari yang awalnya berbahasa
asing ke dalam bahasa Indonesia.
DAFTAR RUJUKAN