Dosen Pengampu
Disusun Oleh:
KATA PENGANTAR
1
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena hanya dengan inayah dan iradah
Allah lah,kami bisa menyelesaikan penyusunan makalah ini, sebagai salah satu tugas
mata kuliah Landasan Dan Model Pembelajaran.
Makalah ini berjudul Pengembangan Model Pembelajaran Pada Mata Pelajaran,
sehingga dalam pembahasan makalah ini terdiri dari tiga bahasan atau topik, yaitu
tentang Model Pembelajaran, Mata Pelajaran dan Model Pembelajaran pada Mata
Pelajaran.
Terkait model pembelajaran, kami jelaskan 3 sub topik, yaitu pengertian, prinsip
pembelajaran dan mode- model pembelajaran. Sedangkan topik bahasan mata
pelajaran, terdiri dari subtopik pengertian dan pengelompokkan mata pelajaran. Adapun
dalam topik model-model pembelajaran pada mata pelajaran, dibedakan menjadi model
pembelajaran yang terdapat dalam kurikulum 2013 dan model pembelajaran pada
rumpun mata pelajran bahasa, sains dan sosial.
Kami sangat yakin bahawa penyusunan makalah ini sangan banyak kekurangan dan
kelemahnnya, oleh sebab itu masukan dan kritikan dari semua pihak, sangat kami
harapkan.
Hormat kami
Yasir Ismail
Risma Wulansari
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................................................................2
DAFTAR ISI..............................................................................................................................................3
A. Model pembelajaran......................................................................................................................4
1. Pengertian..................................................................................................................................4
2. Prinsi-prinsip pembelajaran........................................................................................................4
3. Model pembelajaran..................................................................................................................5
B. Mata pelajaran...............................................................................................................................7
1. Pengertian..................................................................................................................................7
2. Pengelompokan mata pelajaran.................................................................................................7
C. Model pembelajaran pada mata pelajaran....................................................................................8
1. Model pembelajaran dalam kurikulum 2013..............................................................................8
2. Model pembelajaran pada rumpun mata pelajaran.................................................................12
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................................47
3
A. Model pembelajaran
1. Pengertian
Dalam permendikbud Nomor 103 Tahun 2014 Tentang Pembelajaran Pada
Pendidikan Dasar Dan Pendidikan Menengah dijelaskan bahwa Pembelajaran
adalah proses interaksi antar peserta didik, antara peserta didik dan pendidik, dan
antara peserta didik dan sumber belajar lainnya pada suatu lingkungan belajar.
Dalam pelaksanaannya, pembelajaran menggunakan pendekatan, strategi, model,
dan metode yang mengacu pada karakteristik 1) interaktif dan inspiratif; 2)
menyenangkan, menantang, dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi
aktif; 3) kontekstual dan kolaboratif; 4) memberikan ruang yang cukup bagi
prakarsa, kreativitas, dan kemandirian peserta didik; dan 5) sesuai dengan bakat,
minat, kemampuan, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
Sedangkan joyce dan weill (2000: 7) dalam bukunya models of teaching,
menyebutkan model pembelajaran sebagai berikut:
2. Prinsi-prinsip pembelajaran
Prinsi-prinsip pembelajaran berdasar permendikbud Nomor 103 Tahun 2014
meliputi: (1) peserta didik difasilitasi untuk mencari tahu, (2) peserta didik belajar
4
dari berbagai sumber belajar, (3) proses pembelajaraan menggunakan pendekatan
ilmiah, (4) pembelajaran berbasis kompetensi, (5) pembelajaran terpadu, (6)
pembelajaran yang menekankan pada jawaban divergen yang memiliki kebenaran
multi dimensi, (7) pembelajaran berbasis keterampilan aplikatif, (8) peningkatan
keseimbangan, kesinambungan, dan keterkaitan antara hard-skills dan soft-skills,
(9)pembelajaran yang mengutamakan pembudayaan dan pemberdayaan peserta
didik sebagai pembelajar sepanjang hayat, (10) pembelajaran yang menerapkan
nilai-nilai dengan memberiketeladanan (ing ngarso sung tulodo), membangun
kemauan (ingmadyomangunkarso), dan mengembangkan kreativitas pesertadidik
dalam proses pembelajaran (tut wurihandayani), (11) pembelajaran yang
berlangsung di rumah, di sekolah, dan di masyarakat, (12) pemanfaatan teknologi
informasi dan komunikasi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas
pembelajaran, (13) pengakuan atas perbedaan individual dan latar belakang
budaya peserta didik, dan (14) suasana belajar yang menyenangkan dan
menantang.
5
Tujuan utama kategori model ini adalah 1) Meningkatkan harga-diri siswa; 2)
Membantu siswa memahami dirinya secara utuh; 3) Membantu siswa
mengenali emosinya dan menjadi lebih sadar bagaimana emosi tersebut bisa
berpengaruh terhadap aspek-aspek lain dalam perilaku mereka; 4) Membantu
mereka mengembangkan tujuan-tujuan belajar; 5) Membantu siswa
mengembangkan rencana meningkat kan kompetensinya; 6) Meningkatkan
kreativitas dan gaya permainan siswa; dan 7) Meningkatkan keterbukaan siswa
pada pengalaman pengalaman baru.
Model-model yang termasuk dalam kategori ini antara lain: (1) model
pengajaran tak terarah dan (2) model classroom meeting.
c. Model model interaksi sosial
Model-model dalam kategori ini menekankan relasi individu dengan masyarakat
dan orang lain. Sasaran utamanya adalah untuk membantu siswa belajar bekerja
sama, mengidenti fikasi dan menyelesaikan masalah, baik yang sifatnya
akademik maupun sosial.
Tujuan-tujuan utamanya adalah 1) Membantu siswa bekerja sama untuk
mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah; 1) Mengembangkan skill
hubungan masyarakat; dan 3) Meningkatkan kesadaran akan nilai-nilai personal
dan sosial.
Model-model yang termasuk dalam kategori ini antara lain: (1) model
kooperatif; (2) model bermain peran; dan (3) model penelitian yuridis.
d. Model model perubahan perilaku
Semua model dalam kelompok ini memiliki dasar teoretis yang sama, suatu
body of knowledge yang merujuk pada teori behavioral. Model-model ini
menekankan pada upaya nya untuk mengubah perilaku yang tampak dari para
siswa. Beberapa model yang termasuk dalam kategori ini antara lain: (1) model
instruksi langsung dan (2) model simulasi.
6
Division (STAD); 4) Numbered-Head Together (NHT);
5) Jigsaw; 6) Think-Pair Share; 7) Two-Stay Two-Stray;
8) Role Playing; 9) Pair Check; dan 10) Cooperative
Script
3 Pendekatan 1) Reciprocal Learning; 2) Think-Talk-Write; 3)
Komunikatif Cooperative Integrated Reading and Composition
(CIRC); 4) Talking Stick; 5) Snowball Throwing; 6)
Student Facilitator and Explaining: 7) Course Review
Horay; 8) Demonstrasi; 9) Example Non-Example; 10)
Picture and Picture; 11) Time Token; dan 12) Take and
Give
4 Pendekatan 1) Survey-Question-Read-Recited-Review (SQ3R); 2)
Informatif Inside-Outside Circle (IOC); 3) Tari Bambu; 4) Make A
Match; 5) Improve; 6) Superitem; dan 7) Hibrid.
5 Pendekatan 1. Self-Directed Learning 2. Learning Cycle 3. Artikulasi
Reflektif
6 Pendekatan 1. Problem-Based Learning 2. Problem-Solving
Berpikir dan Learning 3. Problem-Posing Learning 4. Open-Ended
Berbasis Masalah Learning 5. Probing-Prompting Learning 6. Somatic-
Auditory-Visualization-Intellectually (SAVI) 7. Visual,
Auditory, Kinestethic (VAK) 8. Auditory, Intellectually,
Repetition (AIR) 9. Group Investigation 10. Means-
Ends Analysis 11. Creative Problem Solving 12.
Dooble-Loop Problem Solving (DLPS) 13. Scramble 14.
Mind Map 15. Generative 16. Circuit Learning 17.
Complete Sentence 18. Concept Sentence 19.
Treffinger 317
B. Mata pelajaran
1. Pengertian
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti mata pelajaran adalah pelajaran
yang harus diajarkan (dipelajari) untuk sekolah dasar atau sekolah lanjutan.
(https://lektur.id/arti-mata-pelajaran/#definisi)
Menurut Mulyasa berpendapat bahwa mata pelajaran adalah sesuatu yang
mengandung pesan pembelajaran baik berupa khususmaupun umum.
Mata pelajaran adalah seperangkat alat pembelajaran yang berisikan materi
pembelajaran untuk mencapai tujuan pebelajaran.
Menurut Iskandarwassid dan Dadang sukendar menyatakan mata pelajaran adalah
seperangkat informasi yang diberikan kepada peserta didik untuk memperoleh
pembelajaran yang menyenangkan.
Berdasarkan berbagai pendapat diatas menyimpulkan mata pelajaran adalah alat
yang digunakan guru sebagai pedoman dalam menyampaikan materi pembelajaran
kepada siswa.
7
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia
Nomor 58 Tahun 2014 Tentang Kurikulum 2013 Sekolah Menengah Pertama/
Madrasah Tsanawiyah, Mata pelajaran Sekolah Menengah Pertama/Madrasah
Tsanawiyah atas mata pelajaran umum Kelompok A; dan mata pelajaran umum
Kelompok B.
Mata pelajaran umum Kelompok A merupakan program kurikuler yang bertujuan
untuk mengembangkan kompetensi sikap, kompetensi pengetahuan, dan
kompetensi keterampilan peserta didik sebagai dasar dan penguatan kemampuan
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Kelompok mata
pelajaran ini terdiri dari: 1) Pendidikan Agama dan Budi Pekerti; 2) Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan; 3) Bahasa Indonesia; 4) Matematika; 5) Ilmu
Pengetahuan Alam; 6) Ilmu Pengetahuan Sosial; dan 7) Bahasa Inggris.
Mata pelajaran umum Kelompok B merupakan program kurikuler yang bertujuan
untuk mengembangkan kompetensi sikap, kompetensi pengetahuan, dan
kompetensi keterampilan peserta didik terkait lingkungan dalam bidang sosial,
budaya, dan seni. Kelompok mata pelajaran ini terdiri dari: 1) Seni Budaya; 2)
Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan; dan 3) Prakarya.
8
5. Pernyataan KD-3 dan KD-4 mengarah pada hasil karya berbentuk jasa atau produk;
6. Pernyataan KD-3 pada bentuk pengetahuan metakognitif;
7. Pernyataan KD-4 pada taksonomi menyaji dan mencipta, dan
8. Pernyataan KD-3 dan KD-4 yang memerlukan persyaratan penguasaan pengetahuan
konseptual dan prosedural.
Masing-masing model pembelajaran tersebut memiliki urutan langkah kerja (syntax)
tersendiri, yang dapat diuraikan sebagai berikut.
1. Model Pembelajaran Penyingkapan (penemuan dan pencarian/penelitian)
Model pembelajaran penyingkapan (Discovery Learning) adalah memahami konsep,
arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu
kesimpulan (Budiningsih, 2005:43). Discovery terjadi bila individu terlibat, terutama
dalam penggunaan proses mentalnya untuk menemukan beberapa konsep dan
prinsip. Discovery dilakukan melalui observasi, klasifikasi, pengukuran, prediksi,
penentuan dan inferi. Proses tersebut disebut cognitive process sedangkan
discovery itu sendiri adalah the mental process of assimilatingconcepts and
principles in the mind (Robert B. Sund dalam Malik, 2001:219).
a. Sintak model Discovery Learning
1) Pemberian rangsangan (Stimulation);
2) Pernyataan/Identifikasi masalah (Problem Statement);
3) Pengumpulan data (Data Collection);
4) Pembuktian (Verification), dan
5) Menarik simpulan/generalisasi (Generalization).
b. Sintak model Inquiry Learning Terbimbing
Model pembelajaran yang dirancang membawa peserta didik dalam proses
penelitian melalui penyelidikan dan penjelasan dalam setting waktu yang
singkat (Joice&Wells, 2003). Model pembelajaran Inkuiri merupakan kegiatan
pembelajaran yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa
untuk mencari dan menyelidiki sesuatu secara sistematis kritis dan logis
sehingga mereka dapat merumuskan sendiri temuannya. Sintak/tahap model
inkuiri meliputi:
1) Orientasi masalah;
2) Pengumpulan data dan verifikasi;
3) Pengumpulan data melalui eksperimen;
4) Pengorganisasian dan formulasi eksplanasi, dan
5) Analisis proses inkuiri.
2. Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) merupakan pembelajaran yang
menggunakans berbagai kemampuan berpikir dari peserta didik secara individu
maupun kelompok serta lingkungan nyata untuk mengatasi permasalahan sehingga
bermakna, relevan, dan kontekstual (Tan Onn Seng, 2000). Tujuan PBL adalah untuk
meningkatkan kemampuan dalam menerapkan konsep-konsep pada permasalahan
baru/nyata, pengintegrasian konsep High Order Thinking Skills (HOT’s), keinginan
dalam belajar, mengarahkan belajar diri sendiri dan keterampilan (Norman and
Schmidt).
a. Sintak model Problem Based Learning dari Bransford and Stein dalam Jamie
Kirkley, 2003:3) terdiri atas:
9
1) Mengidentifikasi masalah;
2) Menetapkan masalah melalui berpikir tentang masalah dan menyeleksi
informasi-informasi yang relevan;
3) Mengembangkan solusi melalui pengidentifikasian alternatif-alternatif,
tukar-pikiran dan mengecek perbedaan pandang;
4) Melakukan tindakan strategis, dan
5) Melihat ulang dan mengevaluasi pengaruh-pengaruh dari solusi yang
dilakukan.
b. Sintak model Problem Solving Learning Jenis Trouble Shooting (David H.
Jonassen, 2011:93) terdiri atas:
1) Merumuskan uraian masalah;
2) Mengembangkan kemungkinan penyebab;
3) Mengetes penyebab atau proses diagnosis, dan
4) Mengevaluasi.
3. Model pembelajaran Project Based Learning (PjBL).
Model pembelajaran PJBL merupakan pembelajaran dengan menggunakan proyek
nyata dalam kehidupan yang didasarkan pada motivasi tinggi, pertanyaan
menantang, tugas-tugas atau permasalahan untuk membentuk penguasaan
kompetensi yang dilakukan secara kerjasama dalam upaya memecahkan masalah
(Barel, 2000 and Baron 2011). Tujuan Project Based Learning adalah meningkatkan
motivasi belajar, team work, keterampilan kolaborasi dalam pencapaian
kemampuan akademik level tinggi/taksonomi tingkat kreativitas yang dibutuhkan
pada abad 21 (Cole & Wasburn Moses, 2010). Sintak/tahapan model pembelajaran
Project Based Learning, meliputi:
a. Penentuan pertanyaan mendasar (Start with the Essential Question);
b. Mendesain perencanaan proyek;
c. Menyusun jadwal (Create a Schedule);
d. Memonitor peserta didik dan kemajuan proyek (Monitor the Students and the
Progress of the Project);
e. Menguji hasil (Assess the Outcome), dan
f. Mengevaluasi pengalaman (Evaluate the Experience).
4. Model Production based Training (PBT).
Di samping tiga model pembelajaran di atas, di tingkat Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK) dapat digunakan model Production Based Training (PBT) untuk mendukung
pengembangan Teaching Factory pada mata pelajaran pengembangan produk
kreatif. Model Pembelajaran Production Based Training merupakan proses
pendidikan dan pelatihan yang menyatu pada proses produksi, dimana peserta didik
diberikan pengalaman belajar pada situasi yang kontekstual mengikuti aliran kerja
industri mulai dari perencanaan berdasarkan pesanan, pelaksanaan dan evaluasi
produk/kendali mutu produk, hingga langkah pelayanan pasca produksi.Tujuan
penggunaan model pembelajaran PBT adalah untuk menyiapkan peserta didik agar
memiliki kompetensi kerja yang berkaitan dengan kompetensi teknis serta
kemampuan kerjasama sesuai tuntutan organisasi kerja. Sintaks/tahapan model
pembelajaran Production Based Trainning meliputi:
a. Merencanakan produk;
b. Melaksanakan proses produksi;
10
c. Mengevaluasi produk (melakukan kendali mutu), dan
d. Mengembangkan rencana pemasaran.(G. Y. Jenkins, Hospitality 2005).
11
mengumpulkan dan mengolah data, serta mengasosiasi yang ditujukan
kepada orang lain baik secara lisan maupun tulisan dalam bentuk diagram,
bagan, gambar, dan sejenisnya dengan bantuan perangkat teknologi
sederhana dan atau teknologi informasi dan komunikasi. Hasil belajar dari
kegiatan mengomunikasikan adalah siswa dapat memformulasikan dan
mempertanggungjawabkan pembuktian hipotesis.
12
Tomkins, 2010), yakni (1) memberi tanggapan dalam bentuk menulis pada
format hasil membaca, dan (2) berpartisipasi dalam diskusi klasikal. Kedua
langkah ini dapat diterapkan sesuai dengan situasi dan kebutuhan di kelas.
Setelah memberi respon, para siswa kembali memperhatikan buku/bacaan
untuk menggali isinya lebih dalam lagi. Kegiatan ini disebut dengan
menggali teks. Pada tahap ini siswa melakukan langkah-langkah: (1)
membaca ulang buku/bacaan, (2) menemukan gaya bahasa khusus penulis
(the author's craft), (3) mempelajari kosakata baru, (4) mengidentifikasi ide
bacaan, dan (5) berpartisipasi dalam pengajaran singkat yang dilakukan
guru (Tomkins & Hoskisson, 1995; Tomkins, 2010). Kegiatan menggali teks
ini lebih dimaksudkan untuk memahami isi bacaan secara lebih mendetail.
Pada tahap terakhir dalam proses membaca, memperluas interpretasi.
dapat dilakukan kegiatan-kegiatan: (1) mereproduksi teks dengan bahasa
sendiri, (2) bermain peran sesuai dengan isi teks, (3) mempresentasikan isi
teks dengan program Powerpoint (Tomkins, 2010). Ketiga kegiatan itu
dapat dilakukan dengan melibatkan keterampilan berbahasa yang lain,
seperti berbicara dan menulis. Kegiatan seperti bermain peran,
berwawancara atau melakukan tugas/proyek khusus juga dapat dilakukan.
2) Strategi Anticipation Guide
Strategi yang dikembangkan oleh Erickson, Hubler, Bean, Smith & McKenzie
tahun 1987) berguna untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan
mempersiapkan siswa untuk membaca dengan meminta mereka untuk
bereaksi terhadap serangkaian pernyataan yang berkaitan dengan isi materi
bacaan. Dalam bereaksi terhadap pernyataan, siswa mengantisipasi atau
memperkirakan apa isi materi yang akan dibaca (Wiesendanger, 2001).
Strategi ini terdiri dari sejumlah pernyataan deklaratif yang dapat
digunakan pada awal bagian teks. Guru memberi siswa sejumlah
pernyataan dan meminta mereka apakah mereka setuju atau tidak setuju
dengan setiap pernyataan itu. Hal ini dilakukan agar siswa menyadari
bahwa mereka benar-benar memproses informasi yang akan membantu
mereka untuk memahami materi bacaan dengan lebih baik. Strategi ini
memungkinkan siswa untuk menghubungkan apa yang mereka sudah
ketahui dengan informasi baru yang terdapat dalam teks. Strategi ini dapat
meningkatkan pemahaman siswa dengan meminta mereka bereaksi
terhadap pernyataan tentang topik sebelum mereka membaca teks. Hal ini
mengaktifkan pengetahuan sebelumnya sebagai perangkat motivasi untuk
membuat siswa terlibat dalam pemahaman materi teks yang akan dibaca.
Stategi ini dapat digunakan dengan baik dalam membaca teks eksposisi dan
narasi, dan dapat diterapkan untuk setiap tingkat kelas.
Langkah-langkah pembelajarannya adalah sebagai berikut.
a) Membaca materi dan mengidentifikasi konsep utama.
b) Mengantisipasi pengetahuan sebelumnya pada siswa terhadap topik
yang disajikan.
c) Mempertimbangkan konsep-konsep penting, menuliskannya sampai 10
pernyataan luas. Pernyataan yang paling efektif adalah pernyataan yang
berisi informasi dengan latar belakang pengetahuan siswa yang cukup
13
d) Menyajikan pernyataan kepada siswa dalam urutan kronologis yang
sama seperti yang akan ditemukan siswa dalam bahan bacaan.
e) Menempatkan panduan pada papan tulis, OHP, atau handout sehingga
mudah dibaca oleh seluruh kelas. Membaca petunjuk itu dengan suara
keras kepada siswa.
f) Dalam kelas, membahas setiap pernyataan secara singkat dan tanyakan
kepada siswa apakah setuju atau tidak setuju dengan setiap pernyataan
yang diberikan. Kemudian, mendorong siswa untuk mengevaluasi
jawaban mereka dan mendengarkan pendapat dari rekan-rekan
mereka.
g) Setelah membahas pernyataan, mintalah siswa membaca teks
(Wiesendanger, 2001).
Setelah pembacaan selesai, mintalah siswa merespon sekali lagi terhadap
pernyataan-pernyataan itu. Kemudian, meminta respon siswa yang berbeda
dengan yang sebelumnya karena sekarang pemahaman mereka didasarkan
pada teks yang telah dibaca. Jika siswa tidak setuju dengan penulis,
mintalah siswa untuk mendukung kesimpulan mereka berdasarkan
informasi dalam teks. Fokuskan kegiatan akhir pembelajaran ini pada
perbandingan pernyataan dalam panduan sebelumnya dan setelah
membaca materi (Wiesendanger, 2001).
3) Strategi DRTA (Directed Reading-Thinking Activity)
Strategi DRTA dikembangkan oleh Stauffer tahun 1996. DRTA adalah
strategi yang memandu siswa melalui membaca, membuat prediksi,
membaca ulang, dan mengkonfirmasikan atau menyesuaikan kembali
prediksi. Strategi ini membantu siswa dalam pengembangan pemahaman
bacaan (teks narasi) dan kemampuan berpikir kritis (Wiesendanger, 2001).
Strategi ini melibatkan para siswa dalam memprediksi apa isi cerita yang
dipikirkan mereka. Strategi ini berupa kegiatan dalam siklus yang meliputi:
memprediksi, membaca, dan membuktikan karena kegiatan membaca
adalah kegiatan berpikir, yang melibatkan pembaca menggunakan
pengalaman sendiri untuk merekonstruksi ide-ide penulis. Strategi ini dapat
digunakan untuk setiap tingkat pembaca dalam kelompok atau individu,
dengan teks narasi dan teks eksposisisi.
Langkah-langkah pembelajarannya adalah sebagai berikut.
a) Memberikan setiap siswa salinan bacaan yang telah dipilih. Mintalah
siswa untuk mempelajari judul dan gambar pada halaman pertama.
Ajukan pertanyaan seperti berikut: apa yang kamu pikirkan tentang
cerita dengan judul ini, apa yang kamu pikirkan tentang peristiwa dalam
cerita ini, manakah prediksimu yang sesuai?
b) Ketika pertama kali memperkenalkan DRTA, biasakan siswa dengan
strategi untuk menangani dengan kata-kata yang belum dikenal: baca
akhir kalimat, gunakan gambar jika tersedia, ucapkan kata-kata dengan
suara nyaring, dan mintalah bantuan orang lain.
c) Mengarahkan siswa untuk membaca dalam hati bagian dari cerita untuk
memeriksa prediksi mereka. Pastikan bahwa siswa membaca untuk
14
mencari makna. Amati kinerja membaca mereka dan bantu siswa yang
membutuhkan bantuan dengan kata-kata yang mungkin sulit dipahami.
d) Setelah siswa telah membaca bagian pertama, minta mereka menutup
buku mereka. Apakah pertanyaan-pertanyaan berikut memandu siswa
untuk mengevaluasi temuan dan prediksi baru mereka: apakah Anda
benar, apa yang Anda pikirkan sekarang, dan menurut Anda apa yang
akan terjadi? Kemudian, doronglah siswa untuk menyaring ide-ide
mereka dan untuk membuat prediksi tentang peristiwa yang akan
terjadi kemudian dalam bacaan.
e) Mintalah siswa melanjutkan kegiatan membaca bagian lain. Pada setiap
bagian bacaan, lanjutkan siklus memprediksi-membaca-membuktikan
(Wiesendanger, 2001).
b) Bertanya kepada siswa apa yang telah mereka ketahui untuk tentang
topik yang akan dibaca. Tulislah informasi itu pada kolom pertama.
c) Bertanya kepada siswa pertanyaan apa yang akan mereka jawab
tentang topik yang akan dibaca. Tulis pertanyaan ini dalam kolom dua.
d) Setelah membaca, mintalah siswa untuk menjawab pertanyaan dan
informasi lainnya dalam kolom tiga.
e) Gunakan kolom empat untuk menulis jawaban pertanyaan pertama
yang berpengaruh. Salah satu contoh pertanyaan: “apa yang membuat
saya tertarik.” Siswa secara reflek memiliki informasi penting oleh
jawaban dalam pertanyaan: “mengapa informasi ini penting untuk saya
dan bagaimana membantu saya mengetahui informasi tersebut.”
f) Jelaskan kepada siswa jika mereka juga dapat menggunakan kolom
keempat untuk merespon dengan sikap yang baru tentang
pembelajaran mereka. Contohnya siswa mungkin mencatat tentang
15
jangkrik dan serangga lainnya mendapatkan tempat yang baik dalam
budaya Asia.
g) Adalah sangat penting untuk melakukan diskusi. Jika guru meminta
siswa untuk mendengarkan respon teman sebayanya, dan berbicara
tentang respon sendiri, dan kemudian respon tertulis mereka
kualitasnya akan lebih baik (Wiesendanger, 2001).
16
b) Tahap H – Headings: Mintalah siswa untuk mengunakan buku catatan
hanya untuk satu tujuan. Pada bagian awal setiap halaman tersendiri,
mintalah siswa untuk menulis jdul dan nomor halaman dan melipat tiap-
tiap kertas. Pada bagian kiri, siswa diminta menulis beberapa
pertanyaan untuk setiap judul atau subjudul.
c) (3) Tahap R – Read: Mintalah siswa untuk membaca teks secara
keseluruhan dengan teknik membaca dalam hati. Jangan biarkan siswa
membaca terlalu panjang pada suatu bagian teks. Bagilah teks itu
menjadi beberapa bagian sehingga memudahkan siswa. Guru dapat
menentukan batasan judul atau subjudul sebagai bahan yang dibaca
siswa.
d) Tahap A – Answer: MIntalah siswa untuk menentukan informasi yang
tepat dan tempatkan di kolom kanan dari halaman lipat. Ingatkan siswa
bahwa hal ini haruslah berisi pokok-pokok penting dan mintalah siswa
melengkapinya untuk setiap bagian teks.
e) Tahap TS - Test Study: Mintalah siswa untuk mengunakan catatan
mereka untuk melengkapi review akhir mereja. Dengan catatan mereka
pada halaman yang dilipat setengahnya, mintalah siswa membaca
pertanyaan pada setia bagian dan mencoba untuk menjawab tanpa
melihat teks yang ada di sebelah kanan. Mintalah siswa untuk
menggunakan catatan hanya jika dibutuhkan (Wiesendanger, 2001).
17
(5) Membaca kesimpulan yang biasanya ditemukan di paragraf terakhir
atau kedua.
b) Question; Mintalah siswa untuk melakukan hal berikut:
(1) Mengubah judul menjadi satu atau dua pertanyaan. Gunakan kata
kunci untuk melengkapi pertanyaan: siapa, apa, di mana, kapan,
mengapa, dan bagaimana.
(2) Ubahlah subbab dalam satu atau dua pertanyaan. Gunakan kata
kunci untuk melengkapi pertanyaan: siapa, apa, di mana, kapan,
mengapa, bagaimana.
(3) Tulislah pertanyaan tersebut.
c) Read; Mintalah siswa untuk melakukan hal berikut:
(1) Membaca untuk menjawab pertanyaan.
(2) Mengubah pertanyaan yang diperlukan untuk menjawab
pertanyaan penulis
(3) Menulis jawaban dari pertanyaan untuk melengkapi catatan.
d) Recite; Mintalah siswa untuk melakukan hal berikut:
(1) Membaca pertanyaan dan menjawab dengan suara keras.
(2) Membaca pertanyaan dengan keras; lalu palingkan muka dan
katakan jawabannya dengan suara keras.
(3) Membaca pertanyaan dengan keras; lalu dengan mata tertutup
katakan jawabannya dengan keras.
(4) (d) Ulangilah.
e) Review; Melakukan hal yang sama seperti yang ada pada langkah 4
(Wiesendanger, 2001).
18
1) Pendekatan Proses
Pembelajaran menulis dengan pendekatan proses meliputi lima tahap,
yakni pramenulis, menulis draf, merevisi, menyunting, dan mempublikasi
(Tomkins & Hoskisson, 1995). Pramenulis adalah tahap persiapan untuk
menulis. Tahap ini sangat penting dan menentukan dalam tahap-tahap
menulis selanjutnya. Sebagian besar waktu menulis dihabiskan dalam tahap
ini. Adapun hal-hal yang dilakukan siswa dalam tahap ini adalah: (1)
memilih topik, (2) mempertimbangkan tujuan, bentuk, dan pembaca, dan
(3) memperoleh dan menyusun ide-ide. Siswa dipersilakan untuk
menentukan topik karangan sendiri. Jika ada siswa yang merasa kesulitan,
guru dapat membantunya dengan mengadakan brainstorming (urun
rembug) untuk menentukan beberapa macam topik kemudian meminta
siswa yang merasa kesulitan memilih topik tersebut untuk memilih salah
satu yang paling menarik di antara topik-topik itu. Melalui kegiatan
pramenulis, siswa berbicara, menggambar, membaca dan bahkan menulis
untuk mengembangkan informasi yang diperlukan untuk topik-topik
mereka.
Ketika siswa menyiapkan diri untuk menulis, mereka perlu untuk berpikir
tentang tujuan dari menulis yang akan mereka lakukan. Apakah mereka
akan menulis untuk menghibur, menginformasikan sesuatu, atau
mempersuasi? Selain itu mereka juga perlu merencanakan apakah mereka
menulis untuk dirinya sendiri atau untuk orang lain yang bisa teman
sekelas, orang tua, nenek, kakek, paman, atau yang lain. Para siswa juga
harus mempertimbangkan bentuk tulisan yang akan mereka buat. Apakah
cerita, surat, puisi, laporan atau jurnal. Dalam satu kegiatan menulis
hendaknya ditentukan satu bentuk tulisan saja.
Para siswa melakukan berbagai kegiatan untuk berusaha memperoleh dan
menyusun ide-ide untuk menulis. Graves (1983) menyebut penulis
mempersiapkan diri untuk menulis sebagai kegiatan persiapan. Ada
beberapa macam bentuk kegiatan yang dapat dilakukan, seperti (1)
menggambar, (2) mengelompokkan, (3) berdiskusi, (4) membaca, (5)
bermain peran, atau (6) menulis cepat.
Pada tahap menulis draf siswa diminta hanya mengekpresikan ide-ide
meraka ke dalam tulisan kasar. Karena penulis tidak memulai menulis
dengan komposisi yang siap seperti disusun dalam pikiran mereka, siswa
memulai menulis draf ini dengan ide-ide yang sifatnya tentatif. Pada tahap
membuat draf ini, waktu lebih difokuskan pada mengeluarkan ide-ide
dengan sedikit atau tidak sama sekali memperhatikan pada aspek-aspek
teknis menulis seperti ejaan, penggunaan istilah, atau struktur.
Pada tahap merevisi siswa memperbaiki ide-ide mereka dalam karangan.
Merevisi bukanlah membuat karangan menjadi lebih halus, tetapi kegiatan
ini lebih berfokus pada penambahan, pengurangan, penghilangan, dan
penyusunan kembali isi karangan sesuai dengan kebutuhan atau keinginan
pembaca. Adapun kegiatan-kegiatan yang dilakukan siswa pada tahap ini
adalah: (1) membaca ulang seluruh draf, (2) sharing atau berbagi
pengalaman tentang draf kasar karangan dengan teman dalam kelompok,
19
dan (3) mengubah atau merevisi tulisan dengan memperhatikan reaksi,
komentar atau masukan dari teman atau guru.
Setelah menyelesaikan draf kasar, siswa memerlukan waktu untuk
beristirahat dan menjauhkan diri dari karangan mereka. Setelah itu, barulah
siswa membaca kembali draf kasar mereka dengan pikiran yang segar.
Ketika siswa membaca inilah, mereka membuat perubahan -menambah,
mengurangi, menghilangkan atau memindahkan bagian-bagian tertentu
dalam draf karangan. Bisa juga mereka menandai bagian-bagian yang akan
diubah itu dengan memberinya tanda-tanda tertentu atau simbol, atau
dengan menggarisbawahi.
Dalam kelompok, siswa mengadakan tukar pikiran dengan teman
sekelompok atau sekelas. Kelompok-kelompok menulis ini sangat penting di
mana guru dan siswa berbicara, atau memberi komentar tentang cara-cara
untuk merevisi (Calkins, 1983). Kelompok ini dapat dibuat secara spontan
atau kelompok yang sudah dibuat sebelumnya. Adapun kegiatan-kegiatan
dalam kelompok ini adalah: (1) penulis membaca karangannya, (2) para
pendengar (siswa lain) memberi komentar, (3) penulis membuat
pertanyaan, (4) pendengar memberikan saran, (5) proses itu diulang
(sampai semua tampil dalam kelompoknya untuk membacakan dan
meminta respon temannya), dan (6) penulis merencanakan untuk merevisi.
Dalam kegiatan ini, guru bisa membantu siswa dengan berkeliling dan
memonitor setiap kelompok. Kadang-kadang siswa mendapatkan kesulitan
yang tidak dapat dipecahkan dalam kelompok sehingga memer-lukan
uluran tangan guru.
Setelah bekerja dalam kelompok, yakni bertukar pikiran dengan teman
sekelompok tentang draf tulisan dan mendapatkan masukan, siswa siap
untuk merevisi. Mereka mungkin menambah, mengurangi, menghilangkan
atau memindahkan bagian-bagian tertentu yang dirasa perlu untuk diubah.
Tahap berikutnya adalah menyunting. Fokus dari tahap menyunting ini
adalah mengadakan perubahan-perubahan aspek mekanik karangan. Siswa
memperbaiki karangan mereka dengan memperbaiki ejaan atau kesalahan
mekanik yang lain.
Tujuannya adalah untuk membuat karangan lebih mudah dibaca orang lain.
Adapun aspek-aspek mekanik yang diperbaiki adalah penggunaan huruf
besar, ejaan, struktur kalimat, tanda baca, istilah dan kosakata serta format
karangan. Waktu yang paling tepat untuk mengajarkan aspek-aspek
mekanik ini ialah pada tahap menyunting bukannya melalui latihan-latihan
pada buku kerja siswa.
Dalam menyunting, siswa membaca cepat karangan untuk menentukan dan
menandai kemungkinan bagian-bagian tulisan yang salah. Guru dapat
menunjukkan cara membaca cepat ini misalnya dengan membaca karangan
salah satu siswa. Guru membaca karangan itu dengan lambat dan menandai
kemungkinan bagian-bagian karangan yang salah dengan pensil atau
pulpen. Dalam kegiatan membaca dan menandai bagian yang mungkin
salah, siswa dapat menggunakankan daftar chek untuk menentukan tipe-
20
tipe kesalahan. Setiap tingkatan kelas siswa, dapat menggunakan daftar
chek yang berbeda tergantung tinggi rendahnya kelas siswa.
Setelah siswa membaca cepat dan menentukan kemungkinan kesalahan
yang sebanyak mungkin ada dalam karangan mereka, siswa kemudian
memperbaikinya secara individu atau dengan bantuan orang lain. Beberapa
kesalahan mungkin ada yang mudah untuk dikoreksi, ada yang perlu dilihat
pada kamus, atau ada yang perlu bantuan dari guru secara langsung. Di
sinilah kebermaknaan pembelajaran tata tulis yang dapat meliputi ejaan,
tanda baca, dan penggunaan struktur atau istilah. Siswa benar-benar
meresapi keterangan dan perbaikan dari guru atau teman sekelas.
Pada tahap mempublikasi, tahap akhir menulis, siswa mempublikasikan
tulisan mereka dalam bentuk yang sesuai atau berbagi tulisan dengan
pembaca yang telah ditentukan. Pembaca bisa teman sekelas, guru,
pegawai sekolah, atau bahkan kepala sekolah. Dalam tahap mempublikasi
ini, dapat juga dilakukan dengan konsep author chair atau kursi penulis.
Siswa yang telah selesai melakukan kegiatan menulis, maju ke depan dan
duduk di kursi itu. Selanjutnya ia membaca hasil karyanya, sementara itu
para siswa lain dan guru memberikan perhatian dan menyempaikan aplaus
dengan bertepuk tangan setelah pembacaan selesai. Pembacaan hasil karya
siswa itu dapat meliputi sebagian atau seluruh siswa
.
2) Strategi 3W2H
Strategi yang dikembangkan oleh Manning & Manning tahun 1995 ini
bertujuan untuk membantu siswa dalam menggabungkan kegiatan
membaca dan menulis untuk menginterpretasikan dan mengeksplorasi
topik dan materi yang akan datang. 3W2H adalah strategi cemerlang untuk
digunakan ketika memulai sebuah unit atau bab baru, karena ini
memungkinkan murid-murid untuk melihat pada topik yang luas dan
membangun sebuah rencana yang sistematis untuk memutuskan apa yang
seharusnya dipelajari dan bagaimana informasi dapat diperoleh, sebaik
metode-metode alternatif untuk menyebarkan informasi. Strategi ini
mendorong murid-murid untuk bertanggung jawab pada pembelajaran
mereka, karena mereka membangun pertanyaan-pertanyaan.
Pada mulanya, strategi ini harus diimplementasikan dengan keseluruhan
kelas, memiliki sepenuhnya bentuk kelompok pertanyaan. Perlahan-lahan,
murid-murid harus bekerja dalam kelompok kecil. Akhirnya, murid-murid
memformulasikan pertanyaan-pertanyaan secara mandiri (Wiesendanger,
2001).
Langkah-langkah yang digunakan dalam strategi ini adalah sebagai berikut.
a) W1: Apa pertanyaanmu? Dalam fase pertama ini, murid-murid
mengungkapkan apa informasi yang mereka sukai untuk mempelajari
bentuk sebuah topik yang spesifik. Tergantung pada kedalaman materi
yang mereka pelajari, darinya dikembangkan 3 sampai 10 pertanyaan.
Awalnya, mintalah pertanyaan-pertanyaan dasar yang luas. Akhirnya,
murid-murid mengambil masing-masing pertanyaan umum dan
mengembangkan tindak lanjut dari pertanyaan-pertanyaan yang fokus
21
pada detail-detail dalam perintah untuk mendapatka informasi yang
lebih spesifik di bawah setiap area umum.
b) W2: Apakah yang sudah kamu ketahui tentang topik itu? Selanjutnya,
murid-murid aktif mengenai apa yang mereka sudah ketahui tentang
topik. Untuk setiap pertanyaan, murid-murid mengeluarkan
pendapatnya dengan beberapa informasi yang relevan dan sesuai
dengan pertanyaan. Ketika mengerjakan sebaiknya dalam keseluruhan
kelas, murid-murid akan memasok dan aktif di masing-masing
pengetahuan latar belakang. Tulislah informasi yang relevan di luar
kepala atau di papan tulis dalam kolom di bawah kategori yang sesuai,
atau kembangkan sebuah jaringan untuk membantu murid-murid
mengerti hubungan-hubungannya.
c) W3: Dimana kamu dapat menemukan pemaparan? Murid-murid
menentukan bagaimana pertanyaan-pertanyaan mereka dapat dijawab.
Pertama, mereka memikirkan sumber-sumber tradisional seperti buku-
buku teks, majalah-majalah, dan buku-buku kejuruan. Doronglah murid-
murid untuk mengeksplorasi sumber-sumber lain yang diperbolehkan,
mencakup wawancara-wawancara dengan keluarga atau anggota-
anggota komunitas, e-mail, video-video, film-film dan film lepas, dan
CD-ROM.
d) H1: Bagaimana kamu merekam ide-idemu? Pertama, mengambil model
catatan yang pantas, jadi murid-murid mempelajari bagaimana
menginterpretasikan informasi-informasi penting dari sebuah teks.
Tunjukkan pada murid-murid bagaimana merekam penemuan-
penemuan mereka. Doronglah murid-murid untuk mengeksplorasi
pilihan-pilihan yang lain seperti membuat sketsa, membuat grafik,
merekam video, dan merekam suara ketika merekam informasi.
e) H2: Bagaimana kamu membagi penemuan-penemuanmu? Ketika
mengalokasikan, berilah murid-murid pilihan-pilihan untuk
mempresentasikan penemuan-penemuan mereka. Dalam tambahan
untuk sebuah laporan tertulis, sertakan pertunjukkan kecil, poster-
poster, diorama-diorama, debat-debat, mural-mural, dan video-video ke
dalam kurikulum dalam perintah untuk menambah variasi dalam ruang
kelas. Izinkan murid-murid untuk menyeleksi sebuah metode presentasi
yang paling cocok dengan gaya mereka (Wiesendanger, 2001).
22
Langkah langkah yang digunakan dalam strategi ini:
a) Mengenalkan kepada siswa kalimat kreatif yang ditemukan di dalam
buku atau buku yang telah dibaca siswa. Kalimat-kalimat ini dapat berisi
tentang humor atau kesedihan, menemukan kosa kata, mengatur nada
cerita, membandingkan karakter, menjelaskan plot, dan sebagainya.
b) Menulis kira-kira tiga kalimat pada kertas berwarna cokelat atau pada
papan tulis yang lebar dan mendiskusikannya, kemudian mendorong
siswa untuk menambah kalimat mereka sendiri. (Pembelajaran dapat
difokuskan pada pola kalimat tertentu yang dipilih untuk meningkatkan
penguasaan struktur kalimat tersebut).
c) Menampilkan kalimat-kalimat tersebut di sekitar kelas. Luangkan waktu
setiap hari untuk siswa membahas kalimat-kalimat itu dan menambah
koleksinya (Wiesendanger, 2001).
Selain itu, terdapat berbagai model pembelajaran menulis yang lain seperti:
buddy journal, elaboration, group summarizing, QUIP, dan lain-lain
(Wiesendanger, 2001).
c. Model Pembelajaran Sastra
Beberapa model yang dikembangkan adalah model pembelajaran sastra yang
diadopsi dari model Stratta, model induktif, model analisis, model sinektik,
model bermain peran, model sosiodrama, dan model simulasi. Berikut ini
dipaparkan beberapa contoh model pembelajaran bersastra secara ilustratif.
1) Model Stratta
Model ini diciptakan oleh Leslie Stratta. Terdapat tiga tahapan di dalam
pembelajaran bersastra dengan model Stratta, yakni:
a) tahap penjelajahan (misalnya, mengajukan pertanyaan atas karya yang
akan diapresiasi kemudian menjawabnya berdasarkan perkiraan
pribadi);
b) tahap interpretasi (membandingkan kesamaan dan perbedaan antara
yang ada dalam karya dengan jawaban sendiri); serta
c) tahap re-kreasi -penciptaan kembali- (melisankan puisi, prosa, atau
drama yang telah diapresiasi dan yang lain mengevaluasi).
Contoh Model Stratta
Sejalan dengan pendekatan pembelajaran kontekstual yang dirancang agar
siswa mampu membangun pemahaman sendiri secara aktif, kreatif, dan
produktif, stimulasi harus dapat membangun kembali pengalaman atau
pengetahuan yang telah dimiliki siswa.
a) saat akan membangun kompetensi menulis puisi, misalnya, guru dapat
meminta siswa mengidentifikasi peristiwa yang pernah diindranya
(dilihat, didengar, dirasakan, dicium, diraba), catatan pribadinya, atau
cerita yang pernah dibacanya; serta
b) melakukan investigasi, eksplorasi, atau discovery untuk memperoleh
beragam cara pandang atas pengalaman awalnya, misalnya observasi ke
pasar, panti jompo atau panti asuhan; wawancara dengan tokoh yang
relevan; dsb.
23
2) Model Induktif
Model ini diciptakan oleh Hilda Taba. Model Taba sangat dekat gaya
penalaran induktif. Di samping itu, model ini juga merupakan
pengejawantahan dari teori belajar kontruktif dan inkuiri. Model ini
diorientasikan kepada pembelajaran berorientasi pemrosesan informasi.
Langkah-langkahnya adalah:
a) pembentukan konsep (mendata, mengklasifikasi, memberi nama)
terhadap karya yang diapresiasi;
b) analisis konsep (menafsirkan, membandingkan, menggeneralisasikan);
serta
c) penerapan prinsip (menganalisis masalah baru, membuat hipotesis,
menjawab hipotesis, memeriksa hipotesis) dan dapat diakhiri melalui
penciptaan karya baru.
Contoh Model Induktif
a) melalui pembelajaran membaca intensif prosa (cerpen atau novel),
misalnya, guru dapat membuat simulasi berupa mengamati bacaan,
baik berkenaan dengan judul, pengarang, daftar isi, catatan pada kover
belakang, dsb.;
b) berdasarkan hasil pengamatan, guru dapat meminta siswa untuk
membuat daftar pertanyaan tentang kira-kira isi yang ada di dalam
prosa tersebut;
c) siswa menjawab sendiri pertanyaan itu sebagai jawaban sementara
(hipotesis);
d) untuk membuktikan apakah hipotesis itu benar atau tidak, guru
meminta siswa untuk membuktikannya melalui membaca keseluruhan
prosa sambil membandingkan dengan jawabannya; serta
e) langkah terakhir adalah siswa menarik kesimpulan atas pembuktian itu.
Kemudian, menyajikan sintesisnya diikuti dengan diskusi antarsiswa
lainnya.
3) Model Analisis
Pencipta model analisis adalah S.H. Burton. Model ini menekankan pada
proses analisis terhadap sesuatu, dan kemudian menentukan unsur-unsur
yang dianalisisnya.
Strategi yang digunakan di kelas melalui model ini ditempuh melalui tiga
tahapan, yakni:
a) membaca untuk mendapatkan kesan pertama. Kesan ini akan berbeda
antarindividu. Penyebabnya, pengalaman awal individu pun berbeda-
beda;
b) menganalisis untuk mendapatkan kesan objektif. Kesan beragam yang
pertama muncul dapat diarahkan kepada kesan objektif setelah secara
menyeluruh dilakukan analisis; serta
c) menanggapi untuk mendapatkan sintesis atas kedua kesan di awal.
Kesan-kesan tersebut memiliki nilai yang amat tinggi. Perpaduan antara
dua kesan itulah yang akan melahirkan pengalaman baru bagi siswa.
24
4) Model Sinektik
Pencipta model Sinektik adalah William J. Gordon. Orientasi utama dari
model ini adalah pembentukan kreativitas pada siswa. Gordon
menggunakan tiga jenis proses kreatif, yakni:
a) analogi langsung (mengandaikan siswa menjadi pengarang);
b) analogi personal (membandingkan pengalaman pengarang dengan
pengalaman siswa); serta
c) analogi kempaan (membandingkan cara pengarang dengan cara siswa
dalam menyelesaikan masalah).
Contoh Model Sinektik
o Pada setiap akhir pemelajaran, siswa distimulasi untuk merasakan,
membayangkan, memikirkan hal-hal yang telah dipelajarinya.
o Misalnya, melalui pertanyaan ”Apa yang kamu rasakan setelah
mempelajari bab tertentu?”, ”Apa yang terbayang dalam diri kamu jika
mampu menulis cerpen?”,
o ”Apakah kamu juga terdorong untuk mulai membaca beragam
bacaan?”, ”Mengapa saya menyukai itu?”, ”Bagaimana agar saya bisa
mengirimkan tulisan ke media massa?”, dsb.
o Jawaban-jawaban itu kemudian dirangkai dalam satu tulisan, baik
berupa simpulan, saran, pendapat, dan sebagainya.
25
(curah gagasan) intrakelompok tentang naskah drama yang akan
dipentaskan.
o Di samping itu, mereka juga akan belajar membentuk suatu organisasi
dalam menciptakan kerja sama.
6) Model Sosiodrama
Jika bermain peran yang diutamakan pemeranan, sosiodrama lebih
mementingkan aspek sosial (problem dan tantangan). Berikut ini langkah-
langkahnya.
a) menetapkan masalah
b) mendeskripsikan situasi masalah
c) pemilihan pemain
d) penjelasan dan pemanasan untuk aktor dan pengamat
e) memerankan situasi tertentu
f) memotong adegan
g) mendiskusikan dan menganalisis situasi lakuan dan gagasan yang
dihasilkan
h) implementasi gagasan baru.
7) Model Simulasi
Model simulasi sebenarnya tidak asing lagi buat kita. Hampir semua profesi
memerlukan dan selalu menggunakannya. Tujuan dari penggunaan model
ini adalah untuk memberikan kemungkinan kepada siswa agar menguasai
suatu keterampilan melalui latihan dalam situasi tiruan. Langkah-langkah
penerapan di dalam pembelajaran adalah sebagai berikut.
a) pemilihan situasi, masalah, atau permainan yang cocok sehingga tujuan
tercapai
b) pengorganisasi kegiatan
c) persiapan dalam pelaksanaan tugas
d) pemberian stimulasi secara jelas
e) diskusi kegiatan simulasi dengan pelaku
f) pemilihan peran
g) persiapan pemeranan
h) mengawasi kegiatan
i) penyampaian saran
j) penilaian
Contoh Model Simulasi
Strategi peniruan (the master copy) dapat digunakan di dalam
pembelajaran menulis cerita pendek. Misalnya, guru dapat memberikan
contoh cerpen ”Datangnya dan Perginya” dalam Robohnya Surau Kami
karya Navis.
Mula-mula siswa membaca cerpen, membuat bagan tokoh cerpen,
mengidentifikasi waktu dan tempat kejadian, membuat ilustrasi visual
setiap tokoh cerpen, menentukan apa yang dipermasalahkan, dan
sebagainya.
26
Siswa diminta mengganti tokoh dengan tokoh-tokoh dalam kehidupan
sehari-harinya, membuat bagan hubungan antartokoh jika berbeda
dengan bagan tokoh cerpen yang dibacanya, mengganti waktu dan
tempat kejadian, mengganti permasalahan sesuai dengan yang dialami
siswa, dan sebagainya.
Menguraikan rancangan secara naratif.
2. Rumpun sains
Menurut Dr. Indrawati, M. Pd (2011 : 4.1) berkaitan dengan karakter materi fisika,
maka kelompok model pembelajaran yang dipikirkan sebagian besar sesuai adalah
kelompok pengolahan informasi. Namun bukan berarti, kelompok model yang lain
tidak bisa digunakan untuk pembelajaran fisika. Untuk itu, pada kegiatan ini Anda
hanya akan mempelajari ciri-ciri untuk kelompok ini dan anggota dari kelompok
model ini.
Ada tujuh model pembelajaran yang termasuk dalam kelompok Model Pengolahan
Informasi (The information processing Model Family). Tujuh model tersebut adalah
a) Model Pencapaian Konsep (Concept Attainment Model); b) Berpikir Induktif
(Inductive Thinking Model; c) Model Latihan Penelitian (Inquiry Training Model); d)
Model Pemandu Awal (Advance Organizers Model); e) Model Memorisasi
(Memorization Model); f) Model Pengembangan Intelek (Developing Intellect
Model); dan g) Model Penelitian Ilmiah (Scientific Inquiry Model).
Walaupun tujuh model tersebut ada dalam satu rumpun, namun setiap model
mempunyai ciri-ciri tersendiri. Untuk membedakan ciri setiap model, maka berikut
ini Anda akan mengkaji ciri-ciri dari setiap model tersebut.
a. Model Pencapaian Konsep (Concept Attainment Model)
Sintakmatik
Berkaitan dengan tujuan dan beberapa asumsi yang telah diuraikan pada
modul 3, Model Pencapaian Konsep memiliki tiga fase kegiatan, yaitu:
Fase Satu: Penyajian Data dan Identifikasi Konsep
1) Pembelajar menyajikan contoh yang sudah diberi label.
2) Pebelajar membandingkan ciri-ciri untuk contoh positif dan contoh negative
3) Pebelajar membuat dan mengetes hipotesis
4) Pebelajar membuat definisi tentang konsep atas dasar ciri-ciri utama atau
esensial.
Fase dua: Mengetes Pencapaian Konsep
1) Pebelajar mengidentifikasi tambahan contoh yang tidak diberi label dengan
menyatakan ya atau tidak.
2) Pembelajar menegaskan hipotesis, nama konsep, dan menyatakan kembali
definisi konsep sesuai dengan ciri-ciri yang utama.
Fase Tiga: Menganalisis Strategi Berpikir
1) Pebelajar mengungkapkan pemikirannya
2) Pebelajar mendiskusikan hipotesis dan ciri-ciri konsep
3) Pebelajar mendiskusikan tipe dan jumlah hipotesis.
Sistem Sosial
27
Struktur model Pencapaian Konsep ini adalah moderat. Pembelajar melakukan
pengendalian terhadap aktivitas, tetapi dalam fase itu dapat dikembangkan
menjadi kegiatan dialog bebas. Interaksi antarpebelajar digalakkan oleh
pembelajar. Dengan pengorganisasian kegiatan itu diharapkan pebelajar akan
lebih dapat memperlihatkan inisiatifnya untuk melakukan proses induktif
bersamaan dengan bertambahnya pengalaman dalam melibatkan diri pada
kegiatan belajar mengajar.
Prinsi-prinsip Pengelolaan/Reaksi
Prinsip-prinsip yang perlu dilakukan dalam model Pencapaian Konsep adalah:
1) Berikan dukungan dengan menitikberatkan pada sifat hipotesis dari diskusi-
diskusi yang sedang berlangsung saat itu.
2) Berikan bantuan kepada para pebelajar dalam mempertimbangkan
hipotesis yang satu dari lainnya.
3) Pusatkan perhatian para pebelajar terhadap contoh-contoh yang spesifik.
4) Berikan bantuan kepada para pebelajar dalam mendiskusikan dan menilai
strategi berpikir yang mereka pakai.
Sistem Pendukung
Untuk melaksanakan model Pencapaian Konsep agar berjalan dengan efektif
dan efisien, diperlukan sarana pendukung. Sarana pendukung itu berupa
bahan-bahan dan data yang terpilih dan terorganisasikan dalam bentuk unit-
unit yang berfungsi untuk memberikan contoh-contoh. Bila pebelajar sudah
dapat berpikir semakin kompleks, mereka akan dapat bertukar pikiran dan
bekerjasama dalam membuat unit-unit data, seperti yang dilakukan pada saat
fase kedua, yaitu pada saat mencari contoh-contoh.
28
dan pada sifat dari konsepkonsep. Model ini juga memberikan/mengajak
praktik dalam bernalar induktif dan ada kesempatan untuk memilih dan
mengembangkan strategi membangun konsep siswa.
Khusus untuk konsep-konsep abstrak, strategi-strategi menanamkan suatu
kesadaran pandangan alternatif, sensitifitas terhadap bernalar logis dalam
berkomunikasi, dan toleran terhadap kemendua-artian (ambiguity).
Sistem Sosial
Sistem sosial yang dikembangkan dalam model ini adalah sesuai dengan
perhatian Suchman yaitu bekerjasama dan teliti. Meskipun model latihan
inkuari ini tersusun dengan baik, dengan banyak dikonrol oleh guru, lingkungan
terbuka untuk semua ide yang relevan; guru dan siswa secara bersama-sama
berpartisipasi terhadap ide yang dikenai. Lebih-lebih, guru harus meyakinkan
siswa untuk berinisiatif menemukan sebanyak mungkin. Jika siswa belajar
prinsip inkuari, struktur dapat berkembang meliputi penggunaan materi
sumber, dialog dengan siswa lain, eksperimentasi, dan diskusi dengan guru.
Prinsip Reaksi
Reaksi yang paling penting dari guru adalah pada fase kedua dan fase ketiga.
Selama fase kedua, tugas guru adalah membantu siswa menemukan tetapi
bukan melakukan penelitian untuk mereka. Jika guru ditanya dengan
pertanyaan yang tidak dapat dijawab dengan “ya” atau “tidak”, dia harus
bertanya pada siswa untuk mengungkapkan Kembali pertanyaan agar supaya
29
usaha-usaha mereka mengumpulkan data dan menghubungkannya dengan
situasi masalah. Jika perlu, guru dapat menjaga inkuari berpindah dengan
membuat informasi baru yang tersedia untuk kelompok dan dengan
memfokuskan pada kejadiankejadian masalah khusus atau dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan. Selama fase terakhir, tugas guru adalah menjaga
inkuari mengarah pada proses investigasi sendiri.
Sistem Pendukung
Pendukung optimal model ini adalah mengkonfrontasikan materi, guru
memahami proses intelektual dan strategi-strategi inkuari, dan sumber bahan
yang membawa masalah.
30
dan mengajak siswa untuk merancang cara-cara mengatasi masalah tersebut.
Jadi, siswa melihat penemuan pengetahuan dan dilakukan oleh sekelompok
siswa. Schaubel, Kopfer, dan Raghafen (Joyce & Weil, 2000) menyatakan bahwa
pada saat yang sama, siswa memperoleh suatu kehormatan (respect) yang
sehat tentang pengetahuan dan mungkin akan belajar tentang batasan-batasan
pengetahuan terkini dan dapat diandalkan (dipercaya). Model ini dipikirkan
juga sesuai untuk disiplin ilmu sains lain, seperti fisika dan kimia. Bahkan dapat
juga untuk disiplin selain sains, seperti ekonomi, sejarah, dan yang lain.
Sintakmatik
Sintakmatik dalam model penemuan ilmiah terdiri atas empat unsur atau fase
sebagai berikut:
Fase Satu: area investigasi diarahkan pada siswa, termasuk cara-cara untuk
investigasi.
Fase Dua: Siswa mengkonstruk masalah, siswa mengidentifikasi kesulitan dalam
investigasi. Kesulitan itu mungkin berupa interpretasi data, menampilkan data,
mengendalikan eksperimen, atau membuat kesimpulan.
Fase Tiga: Siswa mengidentifikasi masalah dalam percobaan.
Fase Empat: Siswa mempertimbangkan (memikirkan) cara-cara untuk
menjelaskan kesulitan, seperti merancang percobaan, mengorganisir data
dengan cara-cara yang berbeda, membuat data, dan mengembangkan gagasan-
gagasan.
Sistem Sosial
Untuk mengimplementasikan model ini diperlukan suasana agar siswa dapat
bekerjasama dan teliti. Suasana itu perlu karena siswa akan berada dalam suatu
komunitas sebagai peneliti yang menggunakan teknik-teknik terbaik dalam
sains. Suasana itu termasuk tingkat keberanian dan rendah hati. Siswa harus
berhipotesis dengan tepat, mempertentangkan fakta, mengkritisi rancangan-
rancangan penelitian, dan sebagainya.
Bahkan kebutuhan untuk teliti, siswa juga harus mengakui sifat tentatif dan
sementara tentang pengetahuannya sendiri dan juga disiplin ilmu itu, dan
dalam mengerjakan penyelidikan rendah hati juga dikembangkan dengan
pendekatan menghormati disiplin disiplin ilmu yang dikembangkan.
Prinsip Reaksi
Dalam model ini, tugas guru adalah memelihara keilmuan dengan menekankan
pada proses penemuan dan mengajak siswa untuk merefleksi penemuannya.
Guru perlu berhati-hati bahwa identifikasi fakta bukan menjadi isu inti dan
harus mendorong siswa pada suatu tingkat ketelitian yang baik dalam
penelitian. Guru harus mengembangkan/mengajak siswa untuk
mengemukakan hipotesis, menginterpretasi data, dan mengembangkan
konsepsi, yang dipandang sebagai cara yang diambil untuk menafsirkan
kenyataan (reality).
Sistem Pendukung
31
Untuk mengimplementasikan model ini, perlu instruktur yang luwes dan
terampil dalam proses penyelidikan, suple tempat-tempat nyata yang banyak
untuk penyelidikan dan untuk masalah-masalah siswa selanjutnya, dan perlu
sumber data dan sistem pendukung tempat yang tersedia untuk melakukan
penyelidikan dalam pada disiplin ilmu ini.
32
prinsip (application of principles). Kegiatan-kegiatan siswa pada tahap
pembentukan konsep meliputi: (1) Mengidentifikasi dan menyebutkan data
yang relevan dengan topik atau masalah; (2) Mengelompokkan item item
tersebut ke dalam kategori yang anggota-anggotanya memiliki atribut umum
(yang biasa); dan (3) Mengembangkan label-label untuk kategori-kategori
tersebut.
Pada tahap interpretasi data, kegiatan-kegiatan yang dilakukan siswa meliputi:
(1) Mengidentifikasi aspek-aspek penting dari data; (2) Menggali atau
mengeksplorasi hubungan-hubungan; dan (3) Membuat kesimpulan. Kegiatan-
kegiatan siswa pada tahap aplikasi adalah: (1) Memprediksi konsekuensi-
konsekuensi, menjelaskan data yang tidak familier, atau berhipotesis; (2)
Berupaya untuk menjelaskan atau mendukung prediksiprediksi atau hipotesis;
dan (3) Memverifikasi prediksi-prediksi atau mengidentifikasi kondisi-kondisi
yang akan membuktikan prediksi-prediksi tersebut.
Sintakmatik
Berdasarkan pada pemikiran Taba di atas, maka sintakmatik model
pembelajaran berpikir induktif dalam pembelajaran memuat tiga strategi
mengajar yang setiap strategi tersebut memuat fase-fase atau tahap-tahap
pembelajaran, yang semuanya dapat Anda ikuti seperti berikut.
Strategi Satu: Pembentukan konsep (Concept formation)
Fase Satu: Pencacahan dan pencatatan (enumeration and listing)
Fase Dua: Pengelompokkan (grouping)
Fase Tiga: memberi label (labeling), mengkategorikan (categorizing)
Strategi Dua: Interpretasi data (Interpretation of data)
Fase Empat: Mengidentifikasi hubungan-hubungan yang penting (Identifying
critical relationships)
Fase Lima: Mengeksplorasi hubungan-hubungan (Exploring relationships)
Fase Enam: Membuat kesimpulan (Making Inferences)
Strategi Tiga: Aplikasi prinsip (Application Principles)
Fase Tujuh: Memprediksi konsekuensi (Predicting Consequences)
Fase Delapan: Menjelaskan dan/atau mendukung prediksi dan hipotesis
(Explaining and/or Supporting the Predictions and Hypotheses)
Fase Sembilan: Memverivikasi prediksi (Verifying the Prediction)
Sistem Sosial
Semua strategi dalam model ini adalah memerlukan lingkungan kelas
kooperatif, dengan aktivitas siswa yang baik. Hal ini menunjukkan bahwa model
ini mempunyai struktur yang cukup tinggi. Struktur itu adalah bekerja sama,
tetapi guru berperan sebagai inisiator dan pengontrol aktivitas.
Prinsip Reaksi
Dalam mengimplementasikan model ini, Taba menetapkan guru dengan
petunjuk atau pedoman yang agak jelas untuk bereaksi dan merespon di dalam
setiap fase. Untuk itu prinsip reaksi yang diperlukan dalam model ini adalah:
33
guru mencocokkan tugas-tugas pada tingkat aktivitas kognitif siswa dan
menentukan juga kesiapan siswa.
Sistem Pendukung
Strategi-strategi ini dapat digunakan pada setiap pembelajaran yang
mempunyai jumlah data mentah besar yang dibutuhkan untuk diorganisir.
Untuk itu, dalam mendukung proses pembelajaran dengan model ini siswa
perlu data mentah untuk mengatur dan menganalisis. Tugas guru adalah
membantu siswa dalam pemrosesan data dengan cara-cara yang kompleks, dan
pada saat yang sama untuk meningkatkan kapasitas umum sistemnya untuk
memproses data.
34
(akrab) dengan pebelajar dan juga dengan ilustrasi dan analogi yang tepat atau
sesuai.
Sintakmatik
Berdasarkan pada ide Ausubel, maka dalam pembelajaran dengan model ini
ada tiga fase kegiatan, yaitu:
Fase Satu: Penyajian AO (Presentation advance organizer)
1) Jelaskan tujuan pembelajaran
2) Sampaikan pemandu:
a) Identifikasi definisi atribut,
b) berikan contoh-contoh,
c) sediakan konten, dan
d) ulangi.
3) Bawa kesadaran siswa pada pengetahuan dan pengalamannya yang relavan
Fase Dua: Penyajian tugas belajar atau materi ajar (Presentation of the learning
task or learning material)
4) Sajikan materi
5) Pusatkan perhatian
6) Buat organisasi eksplisit
7) Buat urutan logik materi ajar eksplisit
Fase Tiga: Memperkuat organisasi kognitif (Strengthening Cognitive
Organization)
8) Gunakan prinsip rekonsiliasi terpadu
9) Promosikan belajar penerimaan aktif
10) Dapatkan pendekatan kritis pada mata pelajaran
11) Jelaskan
Sistem Sosial
Peran guru dalam model ini adalah mempertahankan kontrol struktur intektual
siswa, karena ini perlu untuk menghubungkan secara kontinu materi ajar
dengan pemandu dan membantu siswa membedakan materi baru dengan
materi yang dipelajari sebelumnya. Pada fase tiga, situasi belajar secara ideal
jauh lebih interaktif, siswa menyampaikan banyak pertanyaan dan komentar.
Keberhasilan menguasai materi akan tergantung pada keinginan pebelajar
untuk memadukannya dengan pengetahuan sebelumnya, pada pembelajarnya
(guru atau staf pengajar) yang kritis dan pada penyajian dan organisasi materi
pembelajar.
Prinsip Reaksi
Respon yang diminta dan tidak diminta pembelajar pada reaksi pebelajarakan
dibimbing dengan tujuan untuk mengklarifikasi makna dari materi belajar baru,
membedakannya dari pengetahuan yang ada dan menerimanya dengan
pengetahuan yang ada, membuatnya secara pribadi relevan dengan pebelajar,
dan membantu untuk mempromosikan pendekatan kritis terhadap
pengetahuan. Secara ideal, pebelajar akan mengajukan pertanyaannya sendiri
dalam merespon terhadap langkah-langkahnya sendiri untuk arti.
35
Sistem Pendukung
Materi yang terorganisir dengan baik merupakan pendukung penting model ini.
Keefektifan model ini tergantung pada suatu hubungan yang utuh dan tepat
antara pemandu konseptual dan konten. Model ini menyediakan atau
memberikan petunjuk untuk membangun atau mengatur ulang materi-materi
pembelajaran.
Sintakmatik
Ada empat fase dalam model memori, yaitu:
Fase satu: menghadirkan materi (attending to the material)
Pada fase ini berupa kegiatan yang memerlukan pebelajar untuk berkonsentrasi
pada materi ajar dan mengaturnya dengan suatu cara yang membantu
36
pebelajar untuk mengingatnya. Caranya adalah menggunakan teknik
menggarisbawahi, mendaftar, dan merefleksi.
Fase Dua : Mengembangkan hubungan (developing connections)
Pada fase ini, membuat materi familier dengan pebelajar, mengembangkan
koneksi dengan mengunakan teknik kata kunci, substitusi kata, dan sistem
hubungan kata.
Sistem Sosial
Sistem sosial yang diperlukan model memori adalah koopreatif dengan cara
pembelajar (guru) dan pebelajar bekerja sebagai tim untuk membentuk materi
untuk komitmen mengingat.
Prinsip Reaksi
Peran pembelajar atau guru untuk model ini adalah membantu pebelajar
bekerja dengan materi. Bekerja berdasarkan kerangka acuan guru, guru
membantunya atau identitasnya item-item kunci, pasangan-pasangan, dan
gambar-gambar.
Sistem Pendukung
Gambar-gambar, alat-alat bantu konkret, dan bahan-bahan audiovisual lain
bermanfaat khususnya untuk meningkatkan kekayaan sensori asosiasi. Namun
demikian tidak ada sistem pendukung khusus yang diperlukan untuk model ini.
37
g. Model Pengembangan Intelektual (Developing Intellect Model)
Salah satu bidang dalam psikologi yang paling penting adalah pada pengkajian
tentang cara manusia belajar berpikir. Hal ini difokuskan pada perkembagan
berpikir, yaitu bagaimana perubahan cara manusia berpikir dari mulai bayi
hingga dewasa. Hal yang penting untuk guru adalah studi tentang bagaimana
kita sebagai pembelajar dapat mempengaruhi perkembangan berpikir siswa
dan bagaimana kita dapat mencocokkan pembelajaran pada tingkat
perkembangan intelektual siswa. Untuk dapat memahami model ini Anda dapat
mengingat kembali tentang teori belajar dari Piaget.
Sintakmatik
Ada tiga fase dalam pembelajaran model pengembangan intelektual, yaitu:
Fase Satu: Konfrontasi dengan tugas yang relevan dengan tingkat
perkembangan intelektual pebelajar. Aktivitas yang bisa dilakukan adalah
menghadirkan situasi teka-teki yang cocok dengan tingkat perkembangan
intelektual pebelajar.
Fase Dua: Inkuari
Aktivitas yang bisa dilakukan pada tahap ini adalah respon siswa didapatkan
dan dibuktikan untuk menentukan tingkat bernalar siswa. Secara umum
pembuktian terdiri atas bertanya untuk justifikasi dan menawarkan jawaban-
saran-saran. Pertanyaan terbuka mungkin seperti “Apa yang kamu pikirkan?”
atau “Apa yang kamu lihat?” atau bisa juga dengan pertanyaan tertutup,
misalnya “Apakah jawabanmu sama dengan temanmu?”
Fase Tiga: Transfer
Tujuan dalam fase ini adalah untuk melihat jika siswa akan bernalar mirip
dengan tugas yang dihubungkan; Guru menyajikan problem; guru meminta
untuk mengetahui penalaran dan kemudian menawarkan menjawab/
menyanggah―saransaran.
Sistem Sosial
Sistem sosial dapat bergerak dari terstruktur minimal ke terstruktur tinggi.
Guru dapat menyediakan lingkungan kegiatan-kegiatan dan materi-materi yang
mengajak atau mengajak siswa untuk berinkuari terbimbing. Hal yang penting
38
adalah kita telah menjelaskan model pembelajaran terstruktur dengan guru
berinisiatif dan membimbing inkuari dalam suatu suasana berpikir bebas dan
sosial. Pendekatan terstruktur yang tinggi mungkin lebih cocok untuk tingkat
usia-usia tertentu dan pada bidang-bidang masalah khusus.
Prinsip Reaksi
Untuk melaksanakan model ini, guru (pembelajar) harus menciptakan suasana
agar siswa (pebelajar) merasa bebas untuk merespon secara alami. Guru harus
berhati-hati untuk menghindari mengarahkan atau memberi petunjuk pada
pertanyaan-pertanyaan. Hal ini penting untuk berinkuari (mengajak untuk
bernalar) pada respon “salah” ke respons “benar”. Kadang-kadang respon itu
juga penting, tergantung pada sifat tugas, untuk bertanya pada siswa jika
mereka dapat menghafal situasi nyata yang mirip dengan kehidupannya. Guru
harus secara tetap menguji berbikir siswa dengan menjawab usul atau saran-
saran sampai dia puas pada tingkat bernalar, apabila itu merupakan tujuan dari
aktivitas.
Sistem Pendukung
Sistem pendukung optimal adalah guru yang berpengalaman dalam teori
perkembangan dan lingkungan yang memasukkan tugas-tugas yang tepat
terstruktur dan tidak terstruktur. Guru harus juga dilengkapi dengan
jawaban/sanggahan saran-saran. Pada kasus model-model pendidikan Piaget,
obyek dan lingkungan yang kaya diperlukan seperti lingkungan sosial yang
bebas yang mengajak siswa untuk memecahkan masalah-masalah kognitif yang
dikembangkan dalam konfrontasi. Guru dapat menjadi fasilitator yang berguna
dalam menawarkan komentar-komentar yang cocok yang dapat merangsang
pada saat yang tepat.
3. Rumpun sosial
39
Setiap model pembelajaran mempunyai keunggulan dan kelemahan dibandingkan
dengan yang lain. Tidak ada model pembelajaran yang paling efektif untuk semua
mata pelajaran atau untuk semua materi. Sebagai seorang guru harus mampu
memilih model pembelajaran yang tepat bagi peserta didik. Karena itu dalam
memilih model pembelajaran yang diterapkan di kelas harus mempertimbangkan
beberapa hal, yaitu: tujuan pembelajaran, sifat materi pembelajaran yang akan
diajarkan, ketersediaan fasilitas dan media, sumber-sumber belajar, kondisi
peserta didik atau tingkat kemampuan peserta didik, dan alokasi waktu yang
tersedia agar penggunaan model pembelajaran dapat diterapkan secara efektif dan
menunjang keberhasilan peserta didik dapat juga diartikan suatu pendekatan yang
digunakan dalam kegiatan pembelajaran sehingga proses belajar mengajar akan
lebih menarik dan siswa belajar akan lebih antusias dan mampu mengubah
persepsi siswa terhadap mata pelajaran IPS akan lebih positif dan akan lebih
menyenangkan.
Berikut diberikan beberapa contoh model pembelajaran yang memiliki
kecenderungan berlandaskan paradigm konstruktivistik yaitu:
a. Model Reasoning and Problem Solving
Reasoning merupakan bagian berpikir yang berada di atas level memanggil
(retensi), yang meliputi basic thinking, critical thinking, dan kreative thinking.
Selanjutnya, Johnson (1992) merangkum beberapa definisi critical thinking dari
beberpa ahli, seperti Ennis (1987,1989), Lipman (1988), Siegel (1988), Paul
(1989), dan McPeck (1981), yang disebut juga “the Group of Five”. Ia
menyimpulan bahwa ada tiga persetujuan substansi dari kemampuan berpikir
kritik. Pertama, berpikir kritis memerlukan sejumlah kemampuan
kognitif; kedua, berpikir kritis memerlukan sejumlah informasi dan
pengetahuan; dan ketiga, berpikir kritis mencangkup dimensi afektif yang
semuanya menjelaskan dan menekankan secara berbeda-beda. Tujuan berpikir
kritis adalah untuk menilai suatu pemikiran, menaksir nilai bahkan
mengevaluasi pelaksaan atau praktik dari suatu pemikiran dan nilai tersebut.
Dan problem solving adalah upaya individu atau kelompok untuk menemukan
jawaban berdasarkan pengetahuan, pemahaman, keterampilan yang telah
dimiliki sebelumnya. Jadi, kemampuan pemecahan masalah dapat diwujudkan
melalui kemampuan reasoning.
Model reasoning and problem solving dalam pembelajaran memiliki lima
langkah pembelajaran, yaitu:
1) Membaca dan berpikir (mengidentifikasi fakta dan masalah,
memvisualisasikan situasi, mendeskripsikan seting pemecahan.
2) Mengeksplorasi dan merencanakan (pengorganisasian informasi, melukiskan
diagram pemecahan, membuat tabel, grafik, atau gambar).
3) Penyeleksi strategi (menetapkan pola, menguji pola, simulasi atau
eksperimen, reduksi atau ekspansi, dedukasi logis, menulis persamaan).
4) Menemukan jawaban (mengestimasi, menggunakan keterampilan
komputasi, aljabar, dan geometri).
5) Refleksi atau perluasan (mengoreksi jawaban, menemukan alternative
pemecahan, memperluas konsep dan generalisasi, mendiskusikan
pemecahan, memformulasikan masalah-masalah variatif yang orsinil).
40
Pada model pembelajaran ini guru berperan sebagai konselor, konsultan,
sumber kritik yang konstruktif, fasilitator, pemikir tingkat tinggi. Metode
pemecahan masalah (problem solving) adalah sebuah metode dalam kegiatan
pembelajaran dengan jalan melatih peserta didik menghadapi berbagai masalah
baik pribadi atau perorangan maupun kelompok untuk dipecahkan sendiri atau
bersama-sama.
Ada empat tahap proses pemecahan masalah menurut Savage dan Amstrong
sebagai berikut:
1) Mengenal adanya masalah;
2) Mempertimbangkan pendekatan-pendekatan untuk pemecahannya;
3) Memilih dan menerapkan pendekatan-pendekatan tersebut; dan
4) Mencapai solusi yang dapat dipertanggungjawabkan.
b. Model Inquiri Training
Secara umum, istilah “inquiri” berkaitan dengan masalah dan penelitian untuk
menjawab suatu masalah. Rogers (1969), misalnya menyatakan bahwa inkuiri
merupakan suatu proses untuk mengajukan pertayaan dan mendorong
semangat belajar para siswa pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.
Sebagai sebuah metode mengajar yang berorientasi pada latihan meneliti dan
mempertanyakan, istilah ini sejajar dengan metode pemecahan masalah,
berpikir reflektif dan atau ‘discovery’ (Hagen, 1969). Namun, Beyer (1971)
mengatakan bahwa inkuiri lebih dari sekedar bertanya. Inkuiri adalah suatu
proses mempertanyakan makna atau arti tertentu yang menuntut seseorang
menampilkan kemampuan intelektual agar ide atau pemikirannya dapat
dipahami.
Pengunaan pendekatan ini memiliki keunggulan terutama untuk
mengembangkan kemampuan berpikir maupun pengetahuan. Sikap dan nilai
pada peserta didik dibanding dengan pendekatan klasikal atau tradisional.
Menurut para ahli, pendekatan inkuiri merupakan upaya yang dimaksudkan
untuk mengatasi masalah kebosanan siswa dalam belajar di kelas. Pendekatan
41
ini cukup ampuh karena proses belajar lebih terpusat kepada siswa (student-
centred instruction) daripada kepada guru (teacher-centred instruction).
Model inquiry training memiliki lima langkah pembelajaran, yaitu:
1) Menghadapkan masalah (menjelaskan prosedur penelitian, menyajikan
situasi yang saling bertentangan.
2) Menemukan masalah (memeriksa hakikat obyek dan kondisi yang dihadapi,
memeriksa tampilnya masalah).
3) Mengkaji data dan mengeksprimentasi (mengisolasi variabel yang sesuai,
merumuskan hipotesis).
4) Mengorganisasikan, merumuskan dan menjelaskan.
5) Menganalisis proses penelitian untuk memperoleh prosedur yang lebih
efektif.
42
belajar, informasi, dan data yang variatif, melakukan survei dan
pengukuran).
3) Guru membantu peserta didik menciptakan makna terkait dengan hasil
pemecahan masalah yang akan dilaporkan (bagaimana mereka memecahkan
masalah dan apa rasionalnya).
4) Pengorganisasian laporan (makalah,laporan lisan, model, program,
computer, dll.).
5) Presentasi (dalam kelas melibatkan semua peserta didik, guru, bila perlu
melibatkan administrator dan anggota masyarakat.
Sarana pendukung model pembelajaran ini adalah lembaran kerja peserta didik,
bahan ajar, panduan bahan ajar untuk peserta didik, dan untuk guru, peralatan
demonstransi yang sesuai, model analogi, meja dan kursi yang mudah
dimobilisasi atau ruangan kelas yang mudah ditata untuk itu. Dampak
pembelajaran model ini adalah sikap positif terhadap belajar, pemahaman
secara mendalam, keterampilan penerapan pengetahuan yang variatif.
e. Model Group Investigation
Pemikiran Dewey yang utama tentang pendidikan yang utama, adalah: peserta
didik hendaknya aktif (learning by doing), belajar hendaknya didasari motivasi
intrinsic, pengetahuan berkembang tidak bersifat tetap, kegiatan belajar
hendaknya sesuai dengan kebutuhan dan minat peserta didik, pendidikan harus
mencangkup kegiatan belajar dengan prinsip saling memahami dan saling
menghormati satu sama lain artinya prosedur demokratis sangat penting,
kegiatan belajar hendaknya berhubungan dengan dunia nyata. Gagasan Dewey
43
akhirnya diwujudkan dalam model group investigation.Model group
investigation memiliki enam langkah pembelajaran, yaitu sebagai berikut:
44
g. Pendekatan Sains-Teknologi-Masyarakat (S-T-M)
Pendekatan S-T-S dikembangkan sebagai sebuah pendekatan untuk mencapai
tujuan pembelajaran yang berkaitan langsung dengan lingkungan nyata dengan
cara melibatkan peran aktif peserta didik dalam mencari informasi untuk
memecahkan masalah yang ditemukan dalam kehidupan sehariannya.
Perkembangan sains dan teknologi sering kali menimbulkan dampak dalam
proses perubahan masyarakat.Dengan digunakannya S-T-S dalam pembelajaran
IPS akan dibangun suatu dimensi baru dalam pembaharuan pendidikan IPS
terutama dapat menekankan segi pragmatis yaitu mengungkapkan hal-hal yang
berguna dan berhubungan langsung dengan aspek kehidupan peserta didik.
Program-program S-T-S pada umumnya memiliki karakteristik atau ciri-ciri
sebagai berikut:
h. Model Portofolio
Teori belajar yang mendasari pembelajaran portofolio adalah teori belajar
konstruktivisme, yang ada prinsipnya menggambarkan bahwa peserta didik
membentuk atau membangun pengetahuannya melalui interaksi dengan
lingkungannya. Portofolio sebagai model pembelajaran merupakan usaha guru
agar peserta didik memiliki kemampuan untuk mengungkapkan dan
mengekspresikan dirinya sebagai individu maupun kelompok. Pembelajaran
berbasis portofolio memungkinkan peserta didik untuk :
i. Pembelajaran Kontekstual
Penerapan pembelajaran kontekstual di kelas melibatkan tujuh utama
pembelajaran efektif, yaitu konstruktivisme (Constructivism), bertanya
(questioning), menemukan (Inquiry), masyarakat belajar (learning community),
pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian sebenarnya
(authentic assessment).
45
Tahap-tahap dalam pelaksanaan pembelajaran kontekstual pada tingkat
sekolah adalah sebagai berikut:
1. Mengkaji materi yang akan diajarkan pada peserta didik dengan memilih
yang kontekstual dan dapat dikaitkan dengan hal-hal yang aktual.
2. Mengkaji konteks kehidupan peserta didik sehari-hari dengan cermat
sebagai upaya untuk memahami konteks kehidupan peserta didik.
3. Memilih materi pelajaran yang dapat dikaitkan dengan konteks kehidupan
peserta didik.
4. Menyusun persiapan kegiatan pembelajaran yang telah memasukkan
konteks kehidupan di dalam materi yang akan diajarkan.
5. Melaksanakan kegiatan pembelajaran kontekstual dengan mendorong
peserta didik untuk mengaitkan materi yang dipelajari dengan pengetahuan
atau pengalaman yang telah dimiliki sebelumnya.
6. Melakukan pemilaian sebenarnya terhadap hasil belajar peserta didik, di
mana hasil penilaian tersebut digunakan untuk bahan perbaikan atau
penyempurnaan persiapan dan melaksanakan kegiatan pembelajaran
selanjutnya.
46
1) Mengidentifikasi persoalan dasar atau masalah;
2) Mengemukakan jawaban-jawaban alternatif;
3) Menggambarkan bukti yang mendukung setiap alternatif;
4) Mengidentifikasi nilai-nilai yang dinyatakan dalam setiap alternatif;
5) Menggambarkan kemungkinan akibat setiap pilihan alternatif;
6) Membuat pilihan dari berbagai alternatif;
7) Menggambarkan bukti dan nilai yang dipertimbangkan dalam membuat
pilihan.
47
DAFTAR PUSTAKA
http://www.smpn1kalibawang.sch.id/read/7/mengenal-metode-dan-model-pembelajaran-
pada-kurikulum-2013,
https://lektur.id/arti-mata-pelajaran/#definisi, diakses Kamis 11 November 2021
Huda, Miftahul. 2014. Model-model pengajaran dan pembelajaran: Isu-isu metodis dan
paragdimatis. Yogyakarya. Pustaka Pelajar. Cet, ke-4
Indrawati. 2011. Perencanaan Pembelajaran Fisika: Model-Model Pembelajaran
Implementasinya Dalam Pembelajaran Fisika. Jember. PMIPA FKIP Universitas
Jember
Joyce, B, & Weil, M. 2000. Models of teaching, sixth edition. United State of America Allyn &
Bacon.
Permendikbud Nomor 103 Tahun 2014 Tentang Pembelajaran Pada Pendidikan Dasar Dan
Pendidikan Menengah
Rusman. 2013. Model-model Pembelajaran, Mengembangkan profesionalisme guru. Jakarta.
PT. Rajagrafindo Persada. Cet. Ke -3
Syamsi, Kastam. Inovasi Dan Model Pembelajaran Bahasa Dan Sastra Indonesia. Artikel. FBS
Universitas Negri Yogyakarta.
Thabroni Gamal. Model Pembelajaran: Pengertian, Ciri, Jenis & Macam Contoh,
https://serupa.id/model-pembelajaran-pengertian-ciri-jenis-macam-contoh/
48