Anda di halaman 1dari 48

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN

PADA MATA PELAJARAN


Makalah disampaikan untuk memenuhi tugas mata kuliah Landasan dan Model Pembelajaran
pada program Studi Teknologi Pembelajaran

Dosen Pengampu

Dr. H. Akhmad Margana, M. Pd.

Disusun Oleh:

Yasir Ismail (21861012)


Risma Wulansari Ekawati (21862006)

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENDIDIKAN


SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PENDIDIKAN INDONESIA
2021

KATA PENGANTAR
1
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena hanya dengan inayah dan iradah
Allah lah,kami bisa menyelesaikan penyusunan makalah ini, sebagai salah satu tugas
mata kuliah Landasan Dan Model Pembelajaran.
Makalah ini berjudul Pengembangan Model Pembelajaran Pada Mata Pelajaran,
sehingga dalam pembahasan makalah ini terdiri dari tiga bahasan atau topik, yaitu
tentang Model Pembelajaran, Mata Pelajaran dan Model Pembelajaran pada Mata
Pelajaran.
Terkait model pembelajaran, kami jelaskan 3 sub topik, yaitu pengertian, prinsip
pembelajaran dan mode- model pembelajaran. Sedangkan topik bahasan mata
pelajaran, terdiri dari subtopik pengertian dan pengelompokkan mata pelajaran. Adapun
dalam topik model-model pembelajaran pada mata pelajaran, dibedakan menjadi model
pembelajaran yang terdapat dalam kurikulum 2013 dan model pembelajaran pada
rumpun mata pelajran bahasa, sains dan sosial.
Kami sangat yakin bahawa penyusunan makalah ini sangan banyak kekurangan dan
kelemahnnya, oleh sebab itu masukan dan kritikan dari semua pihak, sangat kami
harapkan.

Hormat kami
Yasir Ismail
Risma Wulansari

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................................................2
DAFTAR ISI..............................................................................................................................................3
A. Model pembelajaran......................................................................................................................4
1. Pengertian..................................................................................................................................4
2. Prinsi-prinsip pembelajaran........................................................................................................4
3. Model pembelajaran..................................................................................................................5
B. Mata pelajaran...............................................................................................................................7
1. Pengertian..................................................................................................................................7
2. Pengelompokan mata pelajaran.................................................................................................7
C. Model pembelajaran pada mata pelajaran....................................................................................8
1. Model pembelajaran dalam kurikulum 2013..............................................................................8
2. Model pembelajaran pada rumpun mata pelajaran.................................................................12
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................................47

3
A. Model pembelajaran
1. Pengertian
Dalam permendikbud Nomor 103 Tahun 2014 Tentang Pembelajaran Pada
Pendidikan Dasar Dan Pendidikan Menengah dijelaskan bahwa Pembelajaran
adalah proses interaksi antar peserta didik, antara peserta didik dan pendidik, dan
antara peserta didik dan sumber belajar lainnya pada suatu lingkungan belajar.
Dalam pelaksanaannya, pembelajaran menggunakan pendekatan, strategi, model,
dan metode yang mengacu pada karakteristik 1) interaktif dan inspiratif; 2)
menyenangkan, menantang, dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi
aktif; 3) kontekstual dan kolaboratif; 4) memberikan ruang yang cukup bagi
prakarsa, kreativitas, dan kemandirian peserta didik; dan 5) sesuai dengan bakat,
minat, kemampuan, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
Sedangkan joyce dan weill (2000: 7) dalam bukunya models of teaching,
menyebutkan model pembelajaran sebagai berikut:

Models of Teaching are really models of learning. As we help students acquire


information, ideas, skills, values, ways of thinking, and means of expressing
themselves, we are also teaching them how to learn. In fact the most important
long term outcome of instruction may be the students' increased capabilities to
learn more easily and effectively in the future, both because of the knowledge and
skills they have acquired and because they have mastered learning processes

Sedangkan Rusman (2013: 131) menyebutkan bahwa model pembelajaran adalah


kegiatan guru dan siswa dalam kaitannya dengan bahan pengajaran
Sedangkan GAMAL THABRONI , (2020), menyebutkan beberapa pengertian model
pembelajaran dari beberapa ahli, diantaranya Menurut Trianto (2015, hlm. 51)
Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan
sebagai pedoman dalam melaksanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran
dalam tutorial.”
Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur
sistematis dalam mengorganisasikan sistem belajar untuk mencapai tujuan belajar
tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pembelajaran dan para
pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas pembelajaran
(Saefuddin & Berdiati, 2014, hlm. 48).
Model pembelajaran merupakan suatu rancangan (desain) yang menggambarkan
proses rinci penciptaan situasi lingkungan yang memungkinkan terjadinya interaksi
pembelajaran agar terjadi perubahan atau perkembangan diri peserta didik
(Sukmadinata & Syaodih, 2012, hlm. 151).
Dari beberapa pengertian model pembelajaran diatas, maka dapat disimpulkan
bahwa model pembelajaran merupakan disain atau prosedur yang secara sistematis
dirancang untuk melaksanakan aktifitas pembelajaran dalam rangka mencapai
tujuan yang ingin dicapai.

2. Prinsi-prinsip pembelajaran
Prinsi-prinsip pembelajaran berdasar permendikbud Nomor 103 Tahun 2014
meliputi: (1) peserta didik difasilitasi untuk mencari tahu, (2) peserta didik belajar

4
dari berbagai sumber belajar, (3) proses pembelajaraan menggunakan pendekatan
ilmiah, (4) pembelajaran berbasis kompetensi, (5) pembelajaran terpadu, (6)
pembelajaran yang menekankan pada jawaban divergen yang memiliki kebenaran
multi dimensi, (7) pembelajaran berbasis keterampilan aplikatif, (8) peningkatan
keseimbangan, kesinambungan, dan keterkaitan antara hard-skills dan soft-skills,
(9)pembelajaran yang mengutamakan pembudayaan dan pemberdayaan peserta
didik sebagai pembelajar sepanjang hayat, (10) pembelajaran yang menerapkan
nilai-nilai dengan memberiketeladanan (ing ngarso sung tulodo), membangun
kemauan (ingmadyomangunkarso), dan mengembangkan kreativitas pesertadidik
dalam proses pembelajaran (tut wurihandayani), (11) pembelajaran yang
berlangsung di rumah, di sekolah, dan di masyarakat, (12) pemanfaatan teknologi
informasi dan komunikasi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas
pembelajaran,  (13) pengakuan atas perbedaan individual dan latar belakang
budaya peserta didik, dan (14) suasana belajar yang menyenangkan dan
menantang.

3. Kelompok Model pembelajaran


Terdapat banyak sekali model model pembelajaran yang dikembangkan oleh para
ahli dan penggiat Pendidikan dan pembelajaran. Secara umum model pembelajaran
di kelompokkan ke dalam 4 kelompok yang didasarkan pada sifat, karakteristik dan
pengaruh model pembelajaran tersebut.
Kelompok model pembelajaran tersebut adalah 1) model-model memproses
informasi; 2) model-model personal; 3) model model interaksi sosial; dan 4) model
model perubahan perilaku. (Huda, Miftahul: 2014)
a. Model-model memproses informasi
Model-model ini berfokus pada kapasitas intelektual. Model model tersebut
didasarkan pada kemampuan siswa untuk mengobservasi, mengolah data,
memahami informasi, mem bentuk konsep-konsep, menerapkan simbol-simbol
verbal dan non-verbal, dan memecahkan masalah.
Tujuan utama nya antara lain adalah 1) Penguasaan metode-metode inkuiri; 2)
Penguasaan konsep-konsep dan fakta-fakta akademik; dan 3) Pengembangan
skill-skill intelektual umum, seperti ke mampuan bernalar dan berpikir lebih
logis.
Model-model yang termasuk dalam kategori ini adalah: (1) model berpikir
induktif; (2) model pencapaian konsep; (3) model induktif kata bergambar; (4)
model penelitian ilmiah; (5) model latihan penelitian; (6) model menghafal; (7)
model sinektik; dan (8) model advance organizer.
b. Model-model personal
Model-model yang termasuk dalam kategori model ini umum nya berkaitan
dengan individu dan pengembangan diri sendiri. Model-model ini menekankan
pada pengembangan individu untuk menjadi pribadi yang utuh, percaya diri,
dan kompeten. Model-model ini juga berusaha membantu siswa dalam me
mahami dirinya sendiri dan tujuan-tujuannya, mengembang kan cara-cara
mengajar diri sendiri. Ada banyak model pengajaran personal yang
dikembangkan oleh para konselor, terapis, dan individu-individu lain yang
tertarik dalam men simulasikan kreativitas dan ekspresi diri individu.

5
Tujuan utama kategori model ini adalah 1) Meningkatkan harga-diri siswa; 2)
Membantu siswa memahami dirinya secara utuh; 3) Membantu siswa
mengenali emosinya dan menjadi lebih sadar bagaimana emosi tersebut bisa
berpengaruh terhadap aspek-aspek lain dalam perilaku mereka; 4) Membantu
mereka mengembangkan tujuan-tujuan belajar; 5) Membantu siswa
mengembangkan rencana meningkat kan kompetensinya; 6) Meningkatkan
kreativitas dan gaya permainan siswa; dan 7) Meningkatkan keterbukaan siswa
pada pengalaman pengalaman baru.
Model-model yang termasuk dalam kategori ini antara lain: (1) model
pengajaran tak terarah dan (2) model classroom meeting.
c. Model model interaksi sosial
Model-model dalam kategori ini menekankan relasi individu dengan masyarakat
dan orang lain. Sasaran utamanya adalah untuk membantu siswa belajar bekerja
sama, mengidenti fikasi dan menyelesaikan masalah, baik yang sifatnya
akademik maupun sosial.
Tujuan-tujuan utamanya adalah 1) Membantu siswa bekerja sama untuk
mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah; 1) Mengembangkan skill
hubungan masyarakat; dan 3) Meningkatkan kesadaran akan nilai-nilai personal
dan sosial.
Model-model yang termasuk dalam kategori ini antara lain: (1) model
kooperatif; (2) model bermain peran; dan (3) model penelitian yuridis.
d. Model model perubahan perilaku
Semua model dalam kelompok ini memiliki dasar teoretis yang sama, suatu
body of knowledge yang merujuk pada teori behavioral. Model-model ini
menekankan pada upaya nya untuk mengubah perilaku yang tampak dari para
siswa. Beberapa model yang termasuk dalam kategori ini antara lain: (1) model
instruksi langsung dan (2) model simulasi.

Disamping model-model pembelajaran yang dikelompokkan kedalam 4 kelompok


diatas, Miftahul Huda (2014) menjelaskan ada juga beberapa model pembelajaran
yang bisa dijakdikan sebagai rujukan dalam melaksanakan pembelajaran yang
efketif dan efisien diseusiakan dengan karakteristik peserta didik dan variable
lainnya, diantaranya 1) Model George Betts; 2) Model Osborn-Parne; 3) Model
Renzulli; 4) Model De Bono; 5) Model Gardner; 6) Model Taylor; 7) Model
Dabrowski; 8) Model Krathwohl; 9) Model Simpson; 10) Model Bloom; 11) Model
Kolb ; 12) Model Honey & Mumford; 13) Model Gregore; 14) Model Sudbury; dan
15) Model Fleming
Disamping dengan istilah model pembelajaran, pembahasan terkait dengan
bagaimana pembelajaran dilaksanakan sering menggunakan istilah pendekatan dan
metode pembelajaran. Miftahul huda (2014), mengelompokkannya sebagai berikut:
NO PENDEKATAN METODE PEMBELAJARAN
PEMBELAJARAN
1 Pendekatan 1) Explicit Instruction; 2) Kumon; dan 3) Quantum
Organisasional
2 Pendekatan 1) Teams-Games-Tournament (TGT); 2) Team-Assisted
Kolaboratif Individualization (TAI); 3) Student Team Achievement

6
Division (STAD); 4) Numbered-Head Together (NHT);
5) Jigsaw; 6) Think-Pair Share; 7) Two-Stay Two-Stray;
8) Role Playing; 9) Pair Check; dan 10) Cooperative
Script
3 Pendekatan 1) Reciprocal Learning; 2) Think-Talk-Write; 3)
Komunikatif Cooperative Integrated Reading and Composition
(CIRC); 4) Talking Stick; 5) Snowball Throwing; 6)
Student Facilitator and Explaining: 7) Course Review
Horay; 8) Demonstrasi; 9) Example Non-Example; 10)
Picture and Picture; 11) Time Token; dan 12) Take and
Give
4 Pendekatan 1) Survey-Question-Read-Recited-Review (SQ3R); 2)
Informatif Inside-Outside Circle (IOC); 3) Tari Bambu; 4) Make A
Match; 5) Improve; 6) Superitem; dan 7) Hibrid.
5 Pendekatan 1. Self-Directed Learning 2. Learning Cycle 3. Artikulasi
Reflektif
6 Pendekatan 1. Problem-Based Learning 2. Problem-Solving
Berpikir dan Learning 3. Problem-Posing Learning 4. Open-Ended
Berbasis Masalah Learning 5. Probing-Prompting Learning 6. Somatic-
Auditory-Visualization-Intellectually (SAVI) 7. Visual,
Auditory, Kinestethic (VAK) 8. Auditory, Intellectually,
Repetition (AIR) 9. Group Investigation 10. Means-
Ends Analysis 11. Creative Problem Solving 12.
Dooble-Loop Problem Solving (DLPS) 13. Scramble 14.
Mind Map 15. Generative 16. Circuit Learning 17.
Complete Sentence 18. Concept Sentence 19.
Treffinger 317

B. Mata pelajaran
1. Pengertian
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti mata pelajaran adalah pelajaran
yang harus diajarkan (dipelajari) untuk sekolah dasar atau sekolah lanjutan.
(https://lektur.id/arti-mata-pelajaran/#definisi)
Menurut Mulyasa berpendapat bahwa mata pelajaran adalah sesuatu yang
mengandung pesan pembelajaran baik berupa khususmaupun umum.
Mata pelajaran adalah seperangkat alat pembelajaran yang berisikan materi
pembelajaran untuk mencapai tujuan pebelajaran.
Menurut Iskandarwassid dan Dadang sukendar menyatakan mata pelajaran adalah
seperangkat informasi yang diberikan kepada peserta didik untuk memperoleh
pembelajaran yang menyenangkan.
Berdasarkan berbagai pendapat diatas menyimpulkan mata pelajaran adalah alat
yang digunakan guru sebagai pedoman dalam menyampaikan materi pembelajaran
kepada siswa.

2. Pengelompokan mata pelajaran

7
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia
Nomor 58 Tahun 2014 Tentang Kurikulum 2013 Sekolah Menengah Pertama/
Madrasah Tsanawiyah, Mata pelajaran Sekolah Menengah Pertama/Madrasah
Tsanawiyah atas mata pelajaran umum Kelompok A; dan mata pelajaran umum
Kelompok B.
Mata pelajaran umum Kelompok A merupakan program kurikuler yang bertujuan
untuk mengembangkan kompetensi sikap, kompetensi pengetahuan, dan
kompetensi keterampilan peserta didik sebagai dasar dan penguatan kemampuan
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Kelompok mata
pelajaran ini terdiri dari: 1) Pendidikan Agama dan Budi Pekerti; 2) Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan; 3) Bahasa Indonesia; 4) Matematika; 5) Ilmu
Pengetahuan Alam; 6) Ilmu Pengetahuan Sosial; dan 7) Bahasa Inggris.
Mata pelajaran umum Kelompok B merupakan program kurikuler yang bertujuan
untuk mengembangkan kompetensi sikap, kompetensi pengetahuan, dan
kompetensi keterampilan peserta didik terkait lingkungan dalam bidang sosial,
budaya, dan seni. Kelompok mata pelajaran ini terdiri dari: 1) Seni Budaya; 2)
Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan; dan 3) Prakarya.

C. Model pembelajaran pada mata pelajaran


1. Model pembelajaran dalam kurikulum 2013
Secara umum, model pembelajaran yang dapat digunakan pada mata pelajaran di
jelaskan dalam Permendikbud No. 103 Tahun 2014, seperti di jelaskan dalam tulisan
yang terdapat dalam http://www.smpn1kalibawang.sch.id/read/7/mengenal-metode-
dan-model-pembelajaran-pada-kurikulum-2013, bahwasanya Kurikulum 2013
menggunakan 3 (tiga) model pembelajaran utama (Permendikbud No. 103 Tahun
2014) yang diharapkan dapat membentuk perilaku saintifik, perilaku sosial serta
mengembangkan rasa keingintahuan. Ketiga model tersebut adalah: model
Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning), model Pembelajaran
Berbasis Projek (Project Based Learning), dan model Pembelajaran Melalui
Penyingkapan/Penemuan (Discovery/Inquiry Learning).
Disamping model pembelajaran di atas dapat juga dikembangkan model pembelajaran
Production Based Education (PBE) sesuai dengan karakteristik pendidikan menengah
kejuruan. Tidak semua model pembelajaran tepat digunakan untuk semua KD/materi
pembelajaran. Model pembelajaran tertentu hanya tepat digunakan untuk materi
pembelajaran tertentu. Sebaliknya materi pembelajaran tertentu akan dapat berhasil
maksimal jika menggunakan model pembelajaran tertentu. Oleh karena itu guru harus
dapat menganalisis rumusan pernyataan setiap KD, apakah cenderung pada
pembelajaran penyingkapan (Discovery/Inquiry Learning) atau pada pembelajaran hasil
karya (Problem Based Learning dan Project Based Learning).
Rambu-rambu penentuan model penyingkapan/penemuan:
1. Pernyataan KD-3 dan KD-4 mengarah ke pencarian atau penemuan;
2. Pernyataan KD-3 lebih menitikberatkan pada pemahaman pengetahuan faktual,
konseptual, procedural, dan dimungkinkan sampai metakognitif;
3. Pernyataan KD-4 pada taksonomi mengolah dan menalar
4. Rambu-rambu penemuan model hasil karya (Problem Based Learning dan Project
Based Learning);

8
5. Pernyataan KD-3 dan KD-4 mengarah pada hasil karya berbentuk jasa atau produk;
6. Pernyataan KD-3 pada bentuk pengetahuan metakognitif;
7. Pernyataan KD-4 pada taksonomi menyaji dan mencipta, dan
8. Pernyataan KD-3 dan KD-4 yang memerlukan persyaratan penguasaan pengetahuan
konseptual dan prosedural.
Masing-masing model pembelajaran tersebut memiliki urutan langkah kerja (syntax)
tersendiri, yang dapat diuraikan sebagai berikut.
1. Model Pembelajaran Penyingkapan (penemuan dan pencarian/penelitian)
Model pembelajaran penyingkapan (Discovery Learning) adalah memahami konsep,
arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu
kesimpulan (Budiningsih, 2005:43). Discovery terjadi bila individu terlibat, terutama
dalam penggunaan proses mentalnya untuk menemukan beberapa konsep dan
prinsip. Discovery dilakukan melalui observasi, klasifikasi, pengukuran, prediksi,
penentuan dan inferi. Proses tersebut disebut cognitive process sedangkan
discovery itu sendiri adalah the mental process of assimilatingconcepts and
principles in the mind (Robert B. Sund dalam Malik, 2001:219).
a. Sintak model Discovery Learning
1) Pemberian rangsangan (Stimulation);
2) Pernyataan/Identifikasi masalah (Problem Statement);
3) Pengumpulan data (Data Collection);
4) Pembuktian (Verification), dan
5) Menarik simpulan/generalisasi (Generalization).
b. Sintak model Inquiry Learning Terbimbing
Model pembelajaran yang dirancang membawa peserta didik dalam proses
penelitian melalui penyelidikan dan penjelasan dalam setting waktu yang
singkat (Joice&Wells, 2003). Model pembelajaran Inkuiri merupakan kegiatan
pembelajaran yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa
untuk mencari dan menyelidiki sesuatu secara sistematis kritis dan logis
sehingga mereka dapat merumuskan sendiri temuannya. Sintak/tahap model
inkuiri meliputi:
1) Orientasi masalah;
2) Pengumpulan data dan verifikasi;
3) Pengumpulan data melalui eksperimen;
4) Pengorganisasian dan formulasi eksplanasi, dan
5) Analisis proses inkuiri.
2. Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) merupakan pembelajaran yang
menggunakans berbagai kemampuan berpikir dari peserta didik secara individu
maupun kelompok serta lingkungan nyata untuk mengatasi permasalahan sehingga
bermakna, relevan, dan kontekstual (Tan Onn Seng, 2000). Tujuan PBL adalah untuk
meningkatkan kemampuan dalam menerapkan konsep-konsep pada permasalahan
baru/nyata, pengintegrasian konsep High Order Thinking Skills (HOT’s), keinginan
dalam belajar, mengarahkan belajar diri sendiri dan keterampilan (Norman and
Schmidt).
a. Sintak model Problem Based Learning dari Bransford and Stein dalam Jamie
Kirkley, 2003:3) terdiri atas:

9
1) Mengidentifikasi masalah;
2) Menetapkan masalah melalui berpikir tentang masalah dan menyeleksi
informasi-informasi yang relevan;
3) Mengembangkan solusi melalui pengidentifikasian alternatif-alternatif,
tukar-pikiran dan mengecek perbedaan pandang;
4) Melakukan tindakan strategis, dan
5) Melihat ulang dan mengevaluasi pengaruh-pengaruh dari solusi yang
dilakukan.
b. Sintak model Problem Solving Learning Jenis Trouble Shooting (David H.
Jonassen, 2011:93) terdiri atas:
1) Merumuskan uraian masalah;
2) Mengembangkan kemungkinan penyebab;
3) Mengetes penyebab atau proses diagnosis, dan
4) Mengevaluasi.
3. Model pembelajaran Project Based Learning (PjBL).
Model pembelajaran PJBL merupakan pembelajaran dengan menggunakan proyek
nyata dalam kehidupan yang didasarkan pada motivasi tinggi, pertanyaan
menantang, tugas-tugas atau permasalahan untuk membentuk penguasaan
kompetensi yang dilakukan secara kerjasama dalam upaya memecahkan masalah
(Barel, 2000 and Baron 2011). Tujuan Project Based Learning adalah meningkatkan
motivasi belajar, team work, keterampilan kolaborasi dalam pencapaian
kemampuan akademik level tinggi/taksonomi tingkat kreativitas yang dibutuhkan
pada abad 21 (Cole & Wasburn Moses, 2010). Sintak/tahapan model pembelajaran
Project Based Learning, meliputi:
a. Penentuan pertanyaan mendasar (Start with the Essential Question);
b. Mendesain perencanaan proyek;
c. Menyusun jadwal (Create a Schedule);
d. Memonitor peserta didik dan kemajuan proyek (Monitor the Students and the
Progress of the Project);
e. Menguji hasil (Assess the Outcome), dan
f. Mengevaluasi pengalaman (Evaluate the Experience).
4. Model Production based Training (PBT). 
Di samping tiga model pembelajaran di atas, di tingkat Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK) dapat digunakan model Production Based Training (PBT) untuk mendukung
pengembangan Teaching Factory pada mata pelajaran pengembangan produk
kreatif. Model Pembelajaran Production Based Training merupakan proses
pendidikan dan pelatihan yang menyatu pada proses produksi, dimana peserta didik
diberikan pengalaman belajar pada situasi yang kontekstual mengikuti aliran kerja
industri mulai dari perencanaan berdasarkan pesanan, pelaksanaan dan evaluasi
produk/kendali mutu produk, hingga langkah pelayanan pasca produksi.Tujuan
penggunaan model pembelajaran PBT adalah untuk menyiapkan peserta didik agar
memiliki kompetensi kerja yang berkaitan dengan kompetensi teknis serta
kemampuan kerjasama sesuai tuntutan organisasi kerja. Sintaks/tahapan model
pembelajaran Production Based Trainning meliputi:
a. Merencanakan produk;
b. Melaksanakan proses produksi;

10
c. Mengevaluasi produk (melakukan kendali mutu), dan
d. Mengembangkan rencana pemasaran.(G. Y. Jenkins, Hospitality 2005).

Proses pembelajaran yang mengacu pada pendekatan saintifik, meliputi lima


langkah sebagai berikut.
1) Mengamati, yaitu kegiatan siswa mengidentifikasi melalui indera penglihat
(membaca, menyimak), pembau, pendengar, pengecap dan peraba pada
waktu mengamati suatu objek dengan ataupun tanpa alat bantu. Alternatif
kegiatan mengamati antara lain observasi lingkungan, mengamati gambar,
video, tabel dan grafik data, menganalisis peta, membaca berbagai
informasi yang tersedia di media masa dan internet maupun sumber lain.
Bentuk hasil belajar dari kegiatan mengamati adalah siswa dapat
mengidentifikasi masalah.
2) Menanya, yaitu kegiatan siswa mengungkapkan apa yang ingin
diketahuinya baik yang berkenaan dengan suatu objek, peristiwa, suatu
proses tertentu. Dalam kegiatan menanya, siswa membuat pertanyaan
secara individu atau kelompok tentang apa yang belum diketahuinya. Siswa
dapat mengajukan pertanyaan kepada guru, narasumber, siswa lainnya dan
atau kepada diri sendiri dengan bimbingan guru hingga siswa dapat mandiri
dan menjadi kebiasaan. Pertanyaan dapat diajukan secara lisan dan tulisan
serta harus dapat membangkitkan motivasi siswa untuk tetap aktif dan
gembira. Bentuknya dapat berupa kalimat pertanyaan dan kalimat
hipotesis. Hasil belajar dari kegiatanmenanya adalah siswa dapat
merumuskan masalah dan merumuskan hipotesis.
3) Mengumpulkan Data, yaitu kegiatan siswa mencari informasi sebagai
bahan untuk dianalisis dan disimpulkan. Kegiatan mengumpulkan data
dapat dilakukan dengan cara membaca buku, mengumpulkan data
sekunder, observasi lapangan, uji coba (eksperimen), wawancara,
menyebarkan kuesioner, dan lain-lain. Hasil belajar dari kegiatan
mengumpulkan data adalah siswa dapat menguji hipotesis.
4) Mengasosiasi, yaitu kegiatan siswa mengolah data dalam bentuk
serangkaian aktivitas fisik dan pikiran dengan bantuan peralatan tertentu.
Bentuk kegiatan mengolah data antara lain melakukan klasifikasi,
pengurutan (sorting), menghitung, membagi, dan menyusun data dalam
bentuk yang lebih informatif, serta menentukan sumber data sehingga lebih
bermakna. Kegiatan siswa dalam mengolah data misalnya membuat tabel,
grafik, bagan, peta konsep, menghitung, dan pemodelan. Selanjutnya siswa
menganalisis data untuk membandingkan ataupun menentukan hubungan
antara data yang telah diolahnya dengan teori yang ada sehingga dapat
ditarik simpulan dan atau ditemukannya prinsip dan konsep penting yang
bermakna dalam menambah skema kognitif, meluaskan pengalaman, dan
wawasan pengetahuannya. Hasil belajar dari kegiatan
menalar/mengasosiasi adalah siswa dapat menyimpulkan hasil kajian dari
hipotesis.
5) Mengomunikasikan, yaitu kegiatan siswa mendeskripsikan dan
menyampaikan hasil temuannya dari kegiatan mengamati, menanya,

11
mengumpulkan dan mengolah data, serta mengasosiasi yang ditujukan
kepada orang lain baik secara lisan maupun tulisan dalam bentuk diagram,
bagan, gambar, dan sejenisnya dengan bantuan perangkat teknologi
sederhana dan atau teknologi informasi dan komunikasi. Hasil belajar dari
kegiatan mengomunikasikan adalah siswa dapat memformulasikan dan
mempertanggungjawabkan pembuktian hipotesis.

2. Model pembelajaran pada rumpun mata pelajaran


Disamping model pembelajaran yang secara umum dapat dilaksanakan pada mata
pelajaran yang dikembangkan dalam kurikikulum 2013, ada juga model model
pembelajharan yang secara khusus dapat dikembangkan pada mata pelajaran atau
rumpun pelajaran tertentu, diantaranya:
1. Rumpun Bahasa
Menurut Kastam Syamsi (tanpa tahun), mata pelajaran rumpun Bahasa, dapat
mengembangkan model pembelajaran sebagai berikut :
a. Model Pembelajaran Membaca
1) Pendekatan Proses
Pembelajaran membaca dapat menggunakan pendekatan proses (Tomkins
& Hoskisson, 1995; Tomkins, 2010). Proses yang dimaksud adalah proses
membaca. Penelitian Syamsi (2000) dan Syamsi & Kusmiatun (2005)
menyimpulkan bahwa pembelajaran membaca dengan menggunakan
pendekatan proses dapat meningkatkan keterampilan membaca siswa.
Menurut hasil penelitian Palmer et.al. (1994), antara lain disebutkan bahwa
siswa akan mendapatkan keuntungan jika proses, seperti proses membaca,
diperagakan di hadapan siswa.
Adapun proses membaca meliputi: persiapan untuk membaca, membaca,
merespon, mengeksplorasi teks, dan memperluas interpretasi. Proses
membaca tidak dimulai dengan membuka buku dan langsung membaca
(Tomkins & Hoskisson, 1995; Tomkins, 2010), tetapi melalui persiapan.
Adapun langkah-langkah yang dilakukan adalah (1) memilih buku/bacaan,
(2) menghubungkan buku/bacaan dengan pengalaman pribadi dan
pengalaman membaca sebelumnya, (3) memprediksi isi buku/bacaan, dan
(4) mengadakan tinjauan pendahuluan terhadap buku/bacaan. Tujuan
utama tahap ini adalah untuk mengaitkan antara pengetahuan sebelumnya
dengan teks yang akan dibaca.
Pada tahap kedua, yakni membaca, siswa membaca buku atau teks secara
keseluruhan. Ada lima macam model membaca yang dapat dilakukan
(Tomkins & Hoskisson, 1995; Tomkins, 2010), yakni (1) membaca nyaring
(reading aloud), (2) membaca bersama (shared reading), (3) membaca
berpasangan (buddy reading), (4) membaca terbimbing (guided reading),
dan (5) membaca bebas (independent reading). Kelima macam model
membaca ini dapat diterapkan sesuai dengan jenis dan tujuan
pembelajaran membaca di sekolah.
Pada tahap ketiga, merespon, siswa memberi respon terhadap kegiatan
membaca mereka dan terus berusaha memahami isi. Ada dua langkah yang
dapat dilakukan siswa untuk tahap ini (Tomkins & Hoskisson, 1995;

12
Tomkins, 2010), yakni (1) memberi tanggapan dalam bentuk menulis pada
format hasil membaca, dan (2) berpartisipasi dalam diskusi klasikal. Kedua
langkah ini dapat diterapkan sesuai dengan situasi dan kebutuhan di kelas.
Setelah memberi respon, para siswa kembali memperhatikan buku/bacaan
untuk menggali isinya lebih dalam lagi. Kegiatan ini disebut dengan
menggali teks. Pada tahap ini siswa melakukan langkah-langkah: (1)
membaca ulang buku/bacaan, (2) menemukan gaya bahasa khusus penulis
(the author's craft), (3) mempelajari kosakata baru, (4) mengidentifikasi ide
bacaan, dan (5) berpartisipasi dalam pengajaran singkat yang dilakukan
guru (Tomkins & Hoskisson, 1995; Tomkins, 2010). Kegiatan menggali teks
ini lebih dimaksudkan untuk memahami isi bacaan secara lebih mendetail.
Pada tahap terakhir dalam proses membaca, memperluas interpretasi.
dapat dilakukan kegiatan-kegiatan: (1) mereproduksi teks dengan bahasa
sendiri, (2) bermain peran sesuai dengan isi teks, (3) mempresentasikan isi
teks dengan program Powerpoint (Tomkins, 2010). Ketiga kegiatan itu
dapat dilakukan dengan melibatkan keterampilan berbahasa yang lain,
seperti berbicara dan menulis. Kegiatan seperti bermain peran,
berwawancara atau melakukan tugas/proyek khusus juga dapat dilakukan.
2) Strategi Anticipation Guide
Strategi yang dikembangkan oleh Erickson, Hubler, Bean, Smith & McKenzie
tahun 1987) berguna untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan
mempersiapkan siswa untuk membaca dengan meminta mereka untuk
bereaksi terhadap serangkaian pernyataan yang berkaitan dengan isi materi
bacaan. Dalam bereaksi terhadap pernyataan, siswa mengantisipasi atau
memperkirakan apa isi materi yang akan dibaca (Wiesendanger, 2001).
Strategi ini terdiri dari sejumlah pernyataan deklaratif yang dapat
digunakan pada awal bagian teks. Guru memberi siswa sejumlah
pernyataan dan meminta mereka apakah mereka setuju atau tidak setuju
dengan setiap pernyataan itu. Hal ini dilakukan agar siswa menyadari
bahwa mereka benar-benar memproses informasi yang akan membantu
mereka untuk memahami materi bacaan dengan lebih baik. Strategi ini
memungkinkan siswa untuk menghubungkan apa yang mereka sudah
ketahui dengan informasi baru yang terdapat dalam teks. Strategi ini dapat
meningkatkan pemahaman siswa dengan meminta mereka bereaksi
terhadap pernyataan tentang topik sebelum mereka membaca teks. Hal ini
mengaktifkan pengetahuan sebelumnya sebagai perangkat motivasi untuk
membuat siswa terlibat dalam pemahaman materi teks yang akan dibaca.
Stategi ini dapat digunakan dengan baik dalam membaca teks eksposisi dan
narasi, dan dapat diterapkan untuk setiap tingkat kelas.
Langkah-langkah pembelajarannya adalah sebagai berikut.
a) Membaca materi dan mengidentifikasi konsep utama.
b) Mengantisipasi pengetahuan sebelumnya pada siswa terhadap topik
yang disajikan.
c) Mempertimbangkan konsep-konsep penting, menuliskannya sampai 10
pernyataan luas. Pernyataan yang paling efektif adalah pernyataan yang
berisi informasi dengan latar belakang pengetahuan siswa yang cukup

13
d) Menyajikan pernyataan kepada siswa dalam urutan kronologis yang
sama seperti yang akan ditemukan siswa dalam bahan bacaan.
e) Menempatkan panduan pada papan tulis, OHP, atau handout sehingga
mudah dibaca oleh seluruh kelas. Membaca petunjuk itu dengan suara
keras kepada siswa.
f) Dalam kelas, membahas setiap pernyataan secara singkat dan tanyakan
kepada siswa apakah setuju atau tidak setuju dengan setiap pernyataan
yang diberikan. Kemudian, mendorong siswa untuk mengevaluasi
jawaban mereka dan mendengarkan pendapat dari rekan-rekan
mereka.
g) Setelah membahas pernyataan, mintalah siswa membaca teks
(Wiesendanger, 2001).
Setelah pembacaan selesai, mintalah siswa merespon sekali lagi terhadap
pernyataan-pernyataan itu. Kemudian, meminta respon siswa yang berbeda
dengan yang sebelumnya karena sekarang pemahaman mereka didasarkan
pada teks yang telah dibaca. Jika siswa tidak setuju dengan penulis,
mintalah siswa untuk mendukung kesimpulan mereka berdasarkan
informasi dalam teks. Fokuskan kegiatan akhir pembelajaran ini pada
perbandingan pernyataan dalam panduan sebelumnya dan setelah
membaca materi (Wiesendanger, 2001).
3) Strategi DRTA (Directed Reading-Thinking Activity)
Strategi DRTA dikembangkan oleh Stauffer tahun 1996. DRTA adalah
strategi yang memandu siswa melalui membaca, membuat prediksi,
membaca ulang, dan mengkonfirmasikan atau menyesuaikan kembali
prediksi. Strategi ini membantu siswa dalam pengembangan pemahaman
bacaan (teks narasi) dan kemampuan berpikir kritis (Wiesendanger, 2001).
Strategi ini melibatkan para siswa dalam memprediksi apa isi cerita yang
dipikirkan mereka. Strategi ini berupa kegiatan dalam siklus yang meliputi:
memprediksi, membaca, dan membuktikan karena kegiatan membaca
adalah kegiatan berpikir, yang melibatkan pembaca menggunakan
pengalaman sendiri untuk merekonstruksi ide-ide penulis. Strategi ini dapat
digunakan untuk setiap tingkat pembaca dalam kelompok atau individu,
dengan teks narasi dan teks eksposisisi.
Langkah-langkah pembelajarannya adalah sebagai berikut.
a) Memberikan setiap siswa salinan bacaan yang telah dipilih. Mintalah
siswa untuk mempelajari judul dan gambar pada halaman pertama.
Ajukan pertanyaan seperti berikut: apa yang kamu pikirkan tentang
cerita dengan judul ini, apa yang kamu pikirkan tentang peristiwa dalam
cerita ini, manakah prediksimu yang sesuai?
b) Ketika pertama kali memperkenalkan DRTA, biasakan siswa dengan
strategi untuk menangani dengan kata-kata yang belum dikenal: baca
akhir kalimat, gunakan gambar jika tersedia, ucapkan kata-kata dengan
suara nyaring, dan mintalah bantuan orang lain.
c) Mengarahkan siswa untuk membaca dalam hati bagian dari cerita untuk
memeriksa prediksi mereka. Pastikan bahwa siswa membaca untuk

14
mencari makna. Amati kinerja membaca mereka dan bantu siswa yang
membutuhkan bantuan dengan kata-kata yang mungkin sulit dipahami.
d) Setelah siswa telah membaca bagian pertama, minta mereka menutup
buku mereka. Apakah pertanyaan-pertanyaan berikut memandu siswa
untuk mengevaluasi temuan dan prediksi baru mereka: apakah Anda
benar, apa yang Anda pikirkan sekarang, dan menurut Anda apa yang
akan terjadi? Kemudian, doronglah siswa untuk menyaring ide-ide
mereka dan untuk membuat prediksi tentang peristiwa yang akan
terjadi kemudian dalam bacaan.
e) Mintalah siswa melanjutkan kegiatan membaca bagian lain. Pada setiap
bagian bacaan, lanjutkan siklus memprediksi-membaca-membuktikan
(Wiesendanger, 2001).

4) Strategi KWLA (What I Already Know, What I Want to Know, What I


Learned, and The Affect of the Story)
Strategi KWLA dikembangkan oleh Carr & Ogle tahun 1987, serta
Mandeville tahun 1994. Strategi ini tidak hanya membantu siswa untuk
menghubungan apa yang mereka ketahui, tetapi juga memungkinkan siswa
untuk menilai sendiri kesesuaian, ketertarikan, dan nilai personal terhadap
pengalaman belajar mereka.
Strategi ini mefokuskan pada elaborasi dan pemantauan pemahaman siswa.
Strategi ini bisa digunakan pada saat sebelum membaca, saat membaca,
atau fase akhir membaca. Strategi KWLA dapat digunakan dalam
pembelajaran membaca teks naratif atau ekspositorif. Strategi ini cocok
untuk siswa dalam semua kemampuan dari SD sampai SMA (Wiesendanger,
2001).
Langkah-langkah pembelajarnnya adalah sebagai berikut.
a) Membuat tabel dengan empat kolom seperti berikut.
Apa yang saya Apa yang ingin Apa yang saya Pengaruh
tahui saya ketahui pelajari cerita

b) Bertanya kepada siswa apa yang telah mereka ketahui untuk tentang
topik yang akan dibaca. Tulislah informasi itu pada kolom pertama.
c) Bertanya kepada siswa pertanyaan apa yang akan mereka jawab
tentang topik yang akan dibaca. Tulis pertanyaan ini dalam kolom dua.
d) Setelah membaca, mintalah siswa untuk menjawab pertanyaan dan
informasi lainnya dalam kolom tiga.
e) Gunakan kolom empat untuk menulis jawaban pertanyaan pertama
yang berpengaruh. Salah satu contoh pertanyaan: “apa yang membuat
saya tertarik.” Siswa secara reflek memiliki informasi penting oleh
jawaban dalam pertanyaan: “mengapa informasi ini penting untuk saya
dan bagaimana membantu saya mengetahui informasi tersebut.”
f) Jelaskan kepada siswa jika mereka juga dapat menggunakan kolom
keempat untuk merespon dengan sikap yang baru tentang
pembelajaran mereka. Contohnya siswa mungkin mencatat tentang

15
jangkrik dan serangga lainnya mendapatkan tempat yang baik dalam
budaya Asia.
g) Adalah sangat penting untuk melakukan diskusi. Jika guru meminta
siswa untuk mendengarkan respon teman sebayanya, dan berbicara
tentang respon sendiri, dan kemudian respon tertulis mereka
kualitasnya akan lebih baik (Wiesendanger, 2001).

5) Strategi Directed Inquiry Activity


Strategi ini dikembangkan oleh Lehr tahun 1980 dan Thomas tahun 1978).
Strategi ini membantu meningkatkan pemahaman pembaca di dalam
pembelajaran membaca berbagai bidang studi. Strategi ini membantu siswa
dalam memilih informasi penting dan mengkategorikan informasi tersebut
khususnya dalam informasi dari buku teks mata pelajaran (Wiesendanger,
2001).
Strategi ini membantu siswa dalam mengatur, mengolah, dan memahami
materi teks yang ditugaskan. Penggunaan enam pertanyaan membantu
siswa dalam memahami teks baik teks narasi maupun teks ekspositori.
Langkah-langkah yang digunakan dalam strategi ini adalah sebagai berikut.
a) Mintalah siswa melihat-lihat bagian teks yang ditugaskan.
b) Ajukan enam pertanyaan, yakni siapa, apa, kapan, dimana, mengapa,
dan bagaimana.
c) Catat prediksi siswa di papan tulis dengan kategori yang sesuai.
Gunakan pertanyaan pemeriksaan dan teknik elaborasi agar siswa dapat
mengingat informasi penting yang berkaitan dengan teks.
d) Mintalah siswa membaca teks secara keseluruhan dan buatlah
beberapa perubahan yang diperlukan untuk prediksi mereka.
e) Gunakan grafik pramembaca untuk memodifikasi strategi yang
digunakan sebagai strategi pra-dan pasca-membaca (Wiesendanger,
2001).

6) Strategi OH RATS (OVERVIEW, HEADINGS, READ, ANSWER, TEST-STUDY)


Strategi yang dikembangkan oleh Berrent tahun 1984 ini mencakup
kegiatan membaca, memilih informasi yang relevan, dan mereview. Strategi
OH RATS ini terdiri dari overview, headings, read, answer, dan test-study.
Strategi ini bukan metode untuk menulis catatan, tetapi strategi ini cocok
untuk siswa yang belajar menulis catatan berdasarkan pada apa yang
dibaca (Wiesendanger, 2001).
Langkah pembelajaran dalam strategi ini adalah sebagai berikut.
a) Tahap O – Overview: Dalam rangka mengembangkan overview untuk
membaca, siswa diharuskan menentukan tipe teks yang akan muncul
kemudian. Pertama, mintalah siswa untuk melihat judul bab dan subbab
untuk mengembangkan apa yang mereka diharapkan. Mintalah siswa
untuk menentukan jika ada pengantar dan ringkasan pada bagian itu.
Pada tahap ini, mintalah siswa membuat pertanyaan yang mungkin
dapat terjawab dalam teks yang akan dibaca nanti.

16
b) Tahap H – Headings: Mintalah siswa untuk mengunakan buku catatan
hanya untuk satu tujuan. Pada bagian awal setiap halaman tersendiri,
mintalah siswa untuk menulis jdul dan nomor halaman dan melipat tiap-
tiap kertas. Pada bagian kiri, siswa diminta menulis beberapa
pertanyaan untuk setiap judul atau subjudul.
c) (3) Tahap R – Read: Mintalah siswa untuk membaca teks secara
keseluruhan dengan teknik membaca dalam hati. Jangan biarkan siswa
membaca terlalu panjang pada suatu bagian teks. Bagilah teks itu
menjadi beberapa bagian sehingga memudahkan siswa. Guru dapat
menentukan batasan judul atau subjudul sebagai bahan yang dibaca
siswa.
d) Tahap A – Answer: MIntalah siswa untuk menentukan informasi yang
tepat dan tempatkan di kolom kanan dari halaman lipat. Ingatkan siswa
bahwa hal ini haruslah berisi pokok-pokok penting dan mintalah siswa
melengkapinya untuk setiap bagian teks.
e) Tahap TS - Test Study: Mintalah siswa untuk mengunakan catatan
mereka untuk melengkapi review akhir mereja. Dengan catatan mereka
pada halaman yang dilipat setengahnya, mintalah siswa membaca
pertanyaan pada setia bagian dan mencoba untuk menjawab tanpa
melihat teks yang ada di sebelah kanan. Mintalah siswa untuk
menggunakan catatan hanya jika dibutuhkan (Wiesendanger, 2001).

7) Strategi SQ3R (Survey, Question, Read, Recite, and Review)


SQ3R adalah strategi yang dikembangkan oleh Adams, Carnine, & Gersten
tahun 1982; Mangrum & Strichart tahun 1996; Scott tahun 1994; dan Stahl,
King dan Eilers, tahun 1996. Strategi ini meliputi kegiatan memprediksi dan
mengelaborasi yang digunakan untuk meningkatkan pemahaman literal dan
membantu dalam pembentukan keterampilanh belajar (Wiesendanger,
2001).
SQ3R adalah strategi yang memperkenalkan pengorganisasian, prediksi,
dan pemahaman. Siswa mensurvei, bertanya, membaca, merenungkan, dan
meninjau kembali materi teks yang dibaca. Strategi ini dapat meningkatkan
pemahaman siswa terhadap informasi tertulis dan membantu mereka
menyimpan informasi untuk bahan diskusi, kuis, dan tes. Pembelajaran ini
sangat terstruktur dan membantu pengingatan materi serta dapat
digunakan untuk kelas 5-12, baik dengan teks narasi maupun ekspositori.
Langkah-langkah pembelajarn dalam strategi ini adalah sebagai berikut.
a) Survey; Mintalah siswa untuk melakukan hal berikut:
(1) Membaca judul dan memikirkan maknanya.
(2) Membaca bagian pendahuluan yang biasanya ditemukan di paragraf
pertama atau kedua.
(3) Membaca bagian teks di sebelah subbab untuk mempelajari apa isi
teks tersebut.
(4) Memeriksa semua gambar yang ada dan membaca keterangan yang
ada.

17
(5) Membaca kesimpulan yang biasanya ditemukan di paragraf terakhir
atau kedua.
b) Question; Mintalah siswa untuk melakukan hal berikut:
(1) Mengubah judul menjadi satu atau dua pertanyaan. Gunakan kata
kunci untuk melengkapi pertanyaan: siapa, apa, di mana, kapan,
mengapa, dan bagaimana.
(2) Ubahlah subbab dalam satu atau dua pertanyaan. Gunakan kata
kunci untuk melengkapi pertanyaan: siapa, apa, di mana, kapan,
mengapa, bagaimana.
(3) Tulislah pertanyaan tersebut.
c) Read; Mintalah siswa untuk melakukan hal berikut:
(1) Membaca untuk menjawab pertanyaan.
(2) Mengubah pertanyaan yang diperlukan untuk menjawab
pertanyaan penulis
(3) Menulis jawaban dari pertanyaan untuk melengkapi catatan.
d) Recite; Mintalah siswa untuk melakukan hal berikut:
(1) Membaca pertanyaan dan menjawab dengan suara keras.
(2) Membaca pertanyaan dengan keras; lalu palingkan muka dan
katakan jawabannya dengan suara keras.
(3) Membaca pertanyaan dengan keras; lalu dengan mata tertutup
katakan jawabannya dengan keras.
(4) (d) Ulangilah.
e) Review; Melakukan hal yang sama seperti yang ada pada langkah 4
(Wiesendanger, 2001).

8) Strategi ECOLA (Extending Concept throught Language Activities)


Strategi pembelajaran ini dikembangkan oleh Smith-Burke tahun 1982 dan
bertujuan untuk mengintegrasikan membaca, menulis, berbicara, dan
mendengarkan untuk pengembangan kemampuan keterampilan membaca.
Strategi ini tepat digunakan untuk siswa tingkat menengah (SMP dan
SMA/SMK) (Tierny, Readence, & Dishner, 1995).
Tahapan pelaksanaan ECOLA adalah sebagai berikut.
a) Menentukan tujuan yang komunikatif untuk membaca.
b) Membaca dalam hati.
c) Mewujudkan pemahaman melalui aktivitas menulis dengan cara
menuliskan tanggapan yang sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
d) Diskusi dan klarifikasi pemaknaan.
e) Menulis hasil pemahaman dan membandingkan (Tierny, Readence, &
Dishner, 1995)
Selain dengan pendekatan dan strategi tersebut, pembelajaran membaca dapat
dilakukan dengan berbagai teknik atau strategi, seperti strategi STUDY, PQRST,
OK5R, EVOKER, dan sebagainya. Berbagai teknik tersebut dapat dilakukan
secara bervariasi sehingga dapat mencegah kebosanan siswa dalam belajar
membaca.

b. Model Pembelajaran Menulis

18
1) Pendekatan Proses
Pembelajaran menulis dengan pendekatan proses meliputi lima tahap,
yakni pramenulis, menulis draf, merevisi, menyunting, dan mempublikasi
(Tomkins & Hoskisson, 1995). Pramenulis adalah tahap persiapan untuk
menulis. Tahap ini sangat penting dan menentukan dalam tahap-tahap
menulis selanjutnya. Sebagian besar waktu menulis dihabiskan dalam tahap
ini. Adapun hal-hal yang dilakukan siswa dalam tahap ini adalah: (1)
memilih topik, (2) mempertimbangkan tujuan, bentuk, dan pembaca, dan
(3) memperoleh dan menyusun ide-ide. Siswa dipersilakan untuk
menentukan topik karangan sendiri. Jika ada siswa yang merasa kesulitan,
guru dapat membantunya dengan mengadakan brainstorming (urun
rembug) untuk menentukan beberapa macam topik kemudian meminta
siswa yang merasa kesulitan memilih topik tersebut untuk memilih salah
satu yang paling menarik di antara topik-topik itu. Melalui kegiatan
pramenulis, siswa berbicara, menggambar, membaca dan bahkan menulis
untuk mengembangkan informasi yang diperlukan untuk topik-topik
mereka.
Ketika siswa menyiapkan diri untuk menulis, mereka perlu untuk berpikir
tentang tujuan dari menulis yang akan mereka lakukan. Apakah mereka
akan menulis untuk menghibur, menginformasikan sesuatu, atau
mempersuasi? Selain itu mereka juga perlu merencanakan apakah mereka
menulis untuk dirinya sendiri atau untuk orang lain yang bisa teman
sekelas, orang tua, nenek, kakek, paman, atau yang lain. Para siswa juga
harus mempertimbangkan bentuk tulisan yang akan mereka buat. Apakah
cerita, surat, puisi, laporan atau jurnal. Dalam satu kegiatan menulis
hendaknya ditentukan satu bentuk tulisan saja.
Para siswa melakukan berbagai kegiatan untuk berusaha memperoleh dan
menyusun ide-ide untuk menulis. Graves (1983) menyebut penulis
mempersiapkan diri untuk menulis sebagai kegiatan persiapan. Ada
beberapa macam bentuk kegiatan yang dapat dilakukan, seperti (1)
menggambar, (2) mengelompokkan, (3) berdiskusi, (4) membaca, (5)
bermain peran, atau (6) menulis cepat.
Pada tahap menulis draf siswa diminta hanya mengekpresikan ide-ide
meraka ke dalam tulisan kasar. Karena penulis tidak memulai menulis
dengan komposisi yang siap seperti disusun dalam pikiran mereka, siswa
memulai menulis draf ini dengan ide-ide yang sifatnya tentatif. Pada tahap
membuat draf ini, waktu lebih difokuskan pada mengeluarkan ide-ide
dengan sedikit atau tidak sama sekali memperhatikan pada aspek-aspek
teknis menulis seperti ejaan, penggunaan istilah, atau struktur.
Pada tahap merevisi siswa memperbaiki ide-ide mereka dalam karangan.
Merevisi bukanlah membuat karangan menjadi lebih halus, tetapi kegiatan
ini lebih berfokus pada penambahan, pengurangan, penghilangan, dan
penyusunan kembali isi karangan sesuai dengan kebutuhan atau keinginan
pembaca. Adapun kegiatan-kegiatan yang dilakukan siswa pada tahap ini
adalah: (1) membaca ulang seluruh draf, (2) sharing atau berbagi
pengalaman tentang draf kasar karangan dengan teman dalam kelompok,

19
dan (3) mengubah atau merevisi tulisan dengan memperhatikan reaksi,
komentar atau masukan dari teman atau guru.
Setelah menyelesaikan draf kasar, siswa memerlukan waktu untuk
beristirahat dan menjauhkan diri dari karangan mereka. Setelah itu, barulah
siswa membaca kembali draf kasar mereka dengan pikiran yang segar.
Ketika siswa membaca inilah, mereka membuat perubahan -menambah,
mengurangi, menghilangkan atau memindahkan bagian-bagian tertentu
dalam draf karangan. Bisa juga mereka menandai bagian-bagian yang akan
diubah itu dengan memberinya tanda-tanda tertentu atau simbol, atau
dengan menggarisbawahi.
Dalam kelompok, siswa mengadakan tukar pikiran dengan teman
sekelompok atau sekelas. Kelompok-kelompok menulis ini sangat penting di
mana guru dan siswa berbicara, atau memberi komentar tentang cara-cara
untuk merevisi (Calkins, 1983). Kelompok ini dapat dibuat secara spontan
atau kelompok yang sudah dibuat sebelumnya. Adapun kegiatan-kegiatan
dalam kelompok ini adalah: (1) penulis membaca karangannya, (2) para
pendengar (siswa lain) memberi komentar, (3) penulis membuat
pertanyaan, (4) pendengar memberikan saran, (5) proses itu diulang
(sampai semua tampil dalam kelompoknya untuk membacakan dan
meminta respon temannya), dan (6) penulis merencanakan untuk merevisi.
Dalam kegiatan ini, guru bisa membantu siswa dengan berkeliling dan
memonitor setiap kelompok. Kadang-kadang siswa mendapatkan kesulitan
yang tidak dapat dipecahkan dalam kelompok sehingga memer-lukan
uluran tangan guru.
Setelah bekerja dalam kelompok, yakni bertukar pikiran dengan teman
sekelompok tentang draf tulisan dan mendapatkan masukan, siswa siap
untuk merevisi. Mereka mungkin menambah, mengurangi, menghilangkan
atau memindahkan bagian-bagian tertentu yang dirasa perlu untuk diubah.
Tahap berikutnya adalah menyunting. Fokus dari tahap menyunting ini
adalah mengadakan perubahan-perubahan aspek mekanik karangan. Siswa
memperbaiki karangan mereka dengan memperbaiki ejaan atau kesalahan
mekanik yang lain.
Tujuannya adalah untuk membuat karangan lebih mudah dibaca orang lain.
Adapun aspek-aspek mekanik yang diperbaiki adalah penggunaan huruf
besar, ejaan, struktur kalimat, tanda baca, istilah dan kosakata serta format
karangan. Waktu yang paling tepat untuk mengajarkan aspek-aspek
mekanik ini ialah pada tahap menyunting bukannya melalui latihan-latihan
pada buku kerja siswa.
Dalam menyunting, siswa membaca cepat karangan untuk menentukan dan
menandai kemungkinan bagian-bagian tulisan yang salah. Guru dapat
menunjukkan cara membaca cepat ini misalnya dengan membaca karangan
salah satu siswa. Guru membaca karangan itu dengan lambat dan menandai
kemungkinan bagian-bagian karangan yang salah dengan pensil atau
pulpen. Dalam kegiatan membaca dan menandai bagian yang mungkin
salah, siswa dapat menggunakankan daftar chek untuk menentukan tipe-

20
tipe kesalahan. Setiap tingkatan kelas siswa, dapat menggunakan daftar
chek yang berbeda tergantung tinggi rendahnya kelas siswa.
Setelah siswa membaca cepat dan menentukan kemungkinan kesalahan
yang sebanyak mungkin ada dalam karangan mereka, siswa kemudian
memperbaikinya secara individu atau dengan bantuan orang lain. Beberapa
kesalahan mungkin ada yang mudah untuk dikoreksi, ada yang perlu dilihat
pada kamus, atau ada yang perlu bantuan dari guru secara langsung. Di
sinilah kebermaknaan pembelajaran tata tulis yang dapat meliputi ejaan,
tanda baca, dan penggunaan struktur atau istilah. Siswa benar-benar
meresapi keterangan dan perbaikan dari guru atau teman sekelas.
Pada tahap mempublikasi, tahap akhir menulis, siswa mempublikasikan
tulisan mereka dalam bentuk yang sesuai atau berbagi tulisan dengan
pembaca yang telah ditentukan. Pembaca bisa teman sekelas, guru,
pegawai sekolah, atau bahkan kepala sekolah. Dalam tahap mempublikasi
ini, dapat juga dilakukan dengan konsep author chair atau kursi penulis.
Siswa yang telah selesai melakukan kegiatan menulis, maju ke depan dan
duduk di kursi itu. Selanjutnya ia membaca hasil karyanya, sementara itu
para siswa lain dan guru memberikan perhatian dan menyempaikan aplaus
dengan bertepuk tangan setelah pembacaan selesai. Pembacaan hasil karya
siswa itu dapat meliputi sebagian atau seluruh siswa
.
2) Strategi 3W2H
Strategi yang dikembangkan oleh Manning & Manning tahun 1995 ini
bertujuan untuk membantu siswa dalam menggabungkan kegiatan
membaca dan menulis untuk menginterpretasikan dan mengeksplorasi
topik dan materi yang akan datang. 3W2H adalah strategi cemerlang untuk
digunakan ketika memulai sebuah unit atau bab baru, karena ini
memungkinkan murid-murid untuk melihat pada topik yang luas dan
membangun sebuah rencana yang sistematis untuk memutuskan apa yang
seharusnya dipelajari dan bagaimana informasi dapat diperoleh, sebaik
metode-metode alternatif untuk menyebarkan informasi. Strategi ini
mendorong murid-murid untuk bertanggung jawab pada pembelajaran
mereka, karena mereka membangun pertanyaan-pertanyaan.
Pada mulanya, strategi ini harus diimplementasikan dengan keseluruhan
kelas, memiliki sepenuhnya bentuk kelompok pertanyaan. Perlahan-lahan,
murid-murid harus bekerja dalam kelompok kecil. Akhirnya, murid-murid
memformulasikan pertanyaan-pertanyaan secara mandiri (Wiesendanger,
2001).
Langkah-langkah yang digunakan dalam strategi ini adalah sebagai berikut.
a) W1: Apa pertanyaanmu? Dalam fase pertama ini, murid-murid
mengungkapkan apa informasi yang mereka sukai untuk mempelajari
bentuk sebuah topik yang spesifik. Tergantung pada kedalaman materi
yang mereka pelajari, darinya dikembangkan 3 sampai 10 pertanyaan.
Awalnya, mintalah pertanyaan-pertanyaan dasar yang luas. Akhirnya,
murid-murid mengambil masing-masing pertanyaan umum dan
mengembangkan tindak lanjut dari pertanyaan-pertanyaan yang fokus

21
pada detail-detail dalam perintah untuk mendapatka informasi yang
lebih spesifik di bawah setiap area umum.
b) W2: Apakah yang sudah kamu ketahui tentang topik itu? Selanjutnya,
murid-murid aktif mengenai apa yang mereka sudah ketahui tentang
topik. Untuk setiap pertanyaan, murid-murid mengeluarkan
pendapatnya dengan beberapa informasi yang relevan dan sesuai
dengan pertanyaan. Ketika mengerjakan sebaiknya dalam keseluruhan
kelas, murid-murid akan memasok dan aktif di masing-masing
pengetahuan latar belakang. Tulislah informasi yang relevan di luar
kepala atau di papan tulis dalam kolom di bawah kategori yang sesuai,
atau kembangkan sebuah jaringan untuk membantu murid-murid
mengerti hubungan-hubungannya.
c) W3: Dimana kamu dapat menemukan pemaparan? Murid-murid
menentukan bagaimana pertanyaan-pertanyaan mereka dapat dijawab.
Pertama, mereka memikirkan sumber-sumber tradisional seperti buku-
buku teks, majalah-majalah, dan buku-buku kejuruan. Doronglah murid-
murid untuk mengeksplorasi sumber-sumber lain yang diperbolehkan,
mencakup wawancara-wawancara dengan keluarga atau anggota-
anggota komunitas, e-mail, video-video, film-film dan film lepas, dan
CD-ROM.
d) H1: Bagaimana kamu merekam ide-idemu? Pertama, mengambil model
catatan yang pantas, jadi murid-murid mempelajari bagaimana
menginterpretasikan informasi-informasi penting dari sebuah teks.
Tunjukkan pada murid-murid bagaimana merekam penemuan-
penemuan mereka. Doronglah murid-murid untuk mengeksplorasi
pilihan-pilihan yang lain seperti membuat sketsa, membuat grafik,
merekam video, dan merekam suara ketika merekam informasi.
e) H2: Bagaimana kamu membagi penemuan-penemuanmu? Ketika
mengalokasikan, berilah murid-murid pilihan-pilihan untuk
mempresentasikan penemuan-penemuan mereka. Dalam tambahan
untuk sebuah laporan tertulis, sertakan pertunjukkan kecil, poster-
poster, diorama-diorama, debat-debat, mural-mural, dan video-video ke
dalam kurikulum dalam perintah untuk menambah variasi dalam ruang
kelas. Izinkan murid-murid untuk menyeleksi sebuah metode presentasi
yang paling cocok dengan gaya mereka (Wiesendanger, 2001).

3) Strategi Sentence Collection


Strategi yang dikembangkan oleh Speker, 1991, ini bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan pemahaman siswa dan kemampuan menulis
kalimat kompleks serta untuk membantu siswa meningkatkan berpikir
tingkat tinggi. Dalam strategi ini siswa berperan sebagai peserta aktif dan
membangun kepercayaan dengan memperlihatkan koleksi kalimat mereka
di dalam kelas supaya dilihat oleh temannya. Siswa mendiskusikan kalimat
itu dengan teman sekelasnya. Strategi ini mendorong keterkaitan antara
keterampilan membaca dan menulis dalam pembelajaran di kelas
(Wiesendanger, 2001).

22
Langkah langkah yang digunakan dalam strategi ini:
a) Mengenalkan kepada siswa kalimat kreatif yang ditemukan di dalam
buku atau buku yang telah dibaca siswa. Kalimat-kalimat ini dapat berisi
tentang humor atau kesedihan, menemukan kosa kata, mengatur nada
cerita, membandingkan karakter, menjelaskan plot, dan sebagainya.
b) Menulis kira-kira tiga kalimat pada kertas berwarna cokelat atau pada
papan tulis yang lebar dan mendiskusikannya, kemudian mendorong
siswa untuk menambah kalimat mereka sendiri. (Pembelajaran dapat
difokuskan pada pola kalimat tertentu yang dipilih untuk meningkatkan
penguasaan struktur kalimat tersebut).
c) Menampilkan kalimat-kalimat tersebut di sekitar kelas. Luangkan waktu
setiap hari untuk siswa membahas kalimat-kalimat itu dan menambah
koleksinya (Wiesendanger, 2001).

Selain itu, terdapat berbagai model pembelajaran menulis yang lain seperti:
buddy journal, elaboration, group summarizing, QUIP, dan lain-lain
(Wiesendanger, 2001).
c. Model Pembelajaran Sastra
Beberapa model yang dikembangkan adalah model pembelajaran sastra yang
diadopsi dari model Stratta, model induktif, model analisis, model sinektik,
model bermain peran, model sosiodrama, dan model simulasi. Berikut ini
dipaparkan beberapa contoh model pembelajaran bersastra secara ilustratif.
1) Model Stratta
Model ini diciptakan oleh Leslie Stratta. Terdapat tiga tahapan di dalam
pembelajaran bersastra dengan model Stratta, yakni:
a) tahap penjelajahan (misalnya, mengajukan pertanyaan atas karya yang
akan diapresiasi kemudian menjawabnya berdasarkan perkiraan
pribadi);
b) tahap interpretasi (membandingkan kesamaan dan perbedaan antara
yang ada dalam karya dengan jawaban sendiri); serta
c) tahap re-kreasi -penciptaan kembali- (melisankan puisi, prosa, atau
drama yang telah diapresiasi dan yang lain mengevaluasi).
Contoh Model Stratta
Sejalan dengan pendekatan pembelajaran kontekstual yang dirancang agar
siswa mampu membangun pemahaman sendiri secara aktif, kreatif, dan
produktif, stimulasi harus dapat membangun kembali pengalaman atau
pengetahuan yang telah dimiliki siswa.
a) saat akan membangun kompetensi menulis puisi, misalnya, guru dapat
meminta siswa mengidentifikasi peristiwa yang pernah diindranya
(dilihat, didengar, dirasakan, dicium, diraba), catatan pribadinya, atau
cerita yang pernah dibacanya; serta
b) melakukan investigasi, eksplorasi, atau discovery untuk memperoleh
beragam cara pandang atas pengalaman awalnya, misalnya observasi ke
pasar, panti jompo atau panti asuhan; wawancara dengan tokoh yang
relevan; dsb.

23
2) Model Induktif
Model ini diciptakan oleh Hilda Taba. Model Taba sangat dekat gaya
penalaran induktif. Di samping itu, model ini juga merupakan
pengejawantahan dari teori belajar kontruktif dan inkuiri. Model ini
diorientasikan kepada pembelajaran berorientasi pemrosesan informasi.
Langkah-langkahnya adalah:
a) pembentukan konsep (mendata, mengklasifikasi, memberi nama)
terhadap karya yang diapresiasi;
b) analisis konsep (menafsirkan, membandingkan, menggeneralisasikan);
serta
c) penerapan prinsip (menganalisis masalah baru, membuat hipotesis,
menjawab hipotesis, memeriksa hipotesis) dan dapat diakhiri melalui
penciptaan karya baru.
Contoh Model Induktif
a) melalui pembelajaran membaca intensif prosa (cerpen atau novel),
misalnya, guru dapat membuat simulasi berupa mengamati bacaan,
baik berkenaan dengan judul, pengarang, daftar isi, catatan pada kover
belakang, dsb.;
b) berdasarkan hasil pengamatan, guru dapat meminta siswa untuk
membuat daftar pertanyaan tentang kira-kira isi yang ada di dalam
prosa tersebut;
c) siswa menjawab sendiri pertanyaan itu sebagai jawaban sementara
(hipotesis);
d) untuk membuktikan apakah hipotesis itu benar atau tidak, guru
meminta siswa untuk membuktikannya melalui membaca keseluruhan
prosa sambil membandingkan dengan jawabannya; serta
e) langkah terakhir adalah siswa menarik kesimpulan atas pembuktian itu.
Kemudian, menyajikan sintesisnya diikuti dengan diskusi antarsiswa
lainnya.

3) Model Analisis
Pencipta model analisis adalah S.H. Burton. Model ini menekankan pada
proses analisis terhadap sesuatu, dan kemudian menentukan unsur-unsur
yang dianalisisnya.
Strategi yang digunakan di kelas melalui model ini ditempuh melalui tiga
tahapan, yakni:
a) membaca untuk mendapatkan kesan pertama. Kesan ini akan berbeda
antarindividu. Penyebabnya, pengalaman awal individu pun berbeda-
beda;
b) menganalisis untuk mendapatkan kesan objektif. Kesan beragam yang
pertama muncul dapat diarahkan kepada kesan objektif setelah secara
menyeluruh dilakukan analisis; serta
c) menanggapi untuk mendapatkan sintesis atas kedua kesan di awal.
Kesan-kesan tersebut memiliki nilai yang amat tinggi. Perpaduan antara
dua kesan itulah yang akan melahirkan pengalaman baru bagi siswa.

24
4) Model Sinektik
Pencipta model Sinektik adalah William J. Gordon. Orientasi utama dari
model ini adalah pembentukan kreativitas pada siswa. Gordon
menggunakan tiga jenis proses kreatif, yakni:
a) analogi langsung (mengandaikan siswa menjadi pengarang);
b) analogi personal (membandingkan pengalaman pengarang dengan
pengalaman siswa); serta
c) analogi kempaan (membandingkan cara pengarang dengan cara siswa
dalam menyelesaikan masalah).
Contoh Model Sinektik
o Pada setiap akhir pemelajaran, siswa distimulasi untuk merasakan,
membayangkan, memikirkan hal-hal yang telah dipelajarinya.
o Misalnya, melalui pertanyaan ”Apa yang kamu rasakan setelah
mempelajari bab tertentu?”, ”Apa yang terbayang dalam diri kamu jika
mampu menulis cerpen?”,
o ”Apakah kamu juga terdorong untuk mulai membaca beragam
bacaan?”, ”Mengapa saya menyukai itu?”, ”Bagaimana agar saya bisa
mengirimkan tulisan ke media massa?”, dsb.
o Jawaban-jawaban itu kemudian dirangkai dalam satu tulisan, baik
berupa simpulan, saran, pendapat, dan sebagainya.

5) Model Bermain Peran


Pencipta model bermain peran adalah Torrance. Model ini amat mirip
dengan pementasa drama sederhana. Namun, peran di dalam bermain
peran diambil dari kehidupan nyata, bukan kehidupan imajinasi.
a) memotivasi kelompok
b) pemilihan pemain
c) penyiapan pengamat
d) penyiapan tahap dan peran
e) pemeranan
f) diskusi dan evaluasi (tahap I)
g) pemeranan ulang
h) diskusi dan evaluasi (tahap II)
i) pembagian pengalaman dan generalisasi.

Contoh Model Bermain Peran


o Misalnya, salah seorang siswa di dalam kelompok belajar berperan
menjadi pembaca cerita. Siswa lainnya mendengarkan sambil mencatat
hal-hal penting berkenaan dengan cerita, seperti apa, siapa, kapan, di
mana, mengapa, atau bagaimana.
o Untuk guru, wacana bahan mendengarkan dongeng di dalam buku
pelajaran dapat direkam kemudian siswa mendengarkan rekaman
tersebut.
o Melalui pembelajaran pementasan drama, misalnya, guru dapat
menstimulasi siswa melalui kelompok untuk melakukan brainstorming

25
(curah gagasan) intrakelompok tentang naskah drama yang akan
dipentaskan.
o Di samping itu, mereka juga akan belajar membentuk suatu organisasi
dalam menciptakan kerja sama.

6) Model Sosiodrama
Jika bermain peran yang diutamakan pemeranan, sosiodrama lebih
mementingkan aspek sosial (problem dan tantangan). Berikut ini langkah-
langkahnya.
a) menetapkan masalah
b) mendeskripsikan situasi masalah
c) pemilihan pemain
d) penjelasan dan pemanasan untuk aktor dan pengamat
e) memerankan situasi tertentu
f) memotong adegan
g) mendiskusikan dan menganalisis situasi lakuan dan gagasan yang
dihasilkan
h) implementasi gagasan baru.

7) Model Simulasi
Model simulasi sebenarnya tidak asing lagi buat kita. Hampir semua profesi
memerlukan dan selalu menggunakannya. Tujuan dari penggunaan model
ini adalah untuk memberikan kemungkinan kepada siswa agar menguasai
suatu keterampilan melalui latihan dalam situasi tiruan. Langkah-langkah
penerapan di dalam pembelajaran adalah sebagai berikut.
a) pemilihan situasi, masalah, atau permainan yang cocok sehingga tujuan
tercapai
b) pengorganisasi kegiatan
c) persiapan dalam pelaksanaan tugas
d) pemberian stimulasi secara jelas
e) diskusi kegiatan simulasi dengan pelaku
f) pemilihan peran
g) persiapan pemeranan
h) mengawasi kegiatan
i) penyampaian saran
j) penilaian
Contoh Model Simulasi
 Strategi peniruan (the master copy) dapat digunakan di dalam
pembelajaran menulis cerita pendek. Misalnya, guru dapat memberikan
contoh cerpen ”Datangnya dan Perginya” dalam Robohnya Surau Kami
karya Navis.
 Mula-mula siswa membaca cerpen, membuat bagan tokoh cerpen,
mengidentifikasi waktu dan tempat kejadian, membuat ilustrasi visual
setiap tokoh cerpen, menentukan apa yang dipermasalahkan, dan
sebagainya.

26
 Siswa diminta mengganti tokoh dengan tokoh-tokoh dalam kehidupan
sehari-harinya, membuat bagan hubungan antartokoh jika berbeda
dengan bagan tokoh cerpen yang dibacanya, mengganti waktu dan
tempat kejadian, mengganti permasalahan sesuai dengan yang dialami
siswa, dan sebagainya.
 Menguraikan rancangan secara naratif.

2. Rumpun sains
Menurut Dr. Indrawati, M. Pd (2011 : 4.1) berkaitan dengan karakter materi fisika,
maka kelompok model pembelajaran yang dipikirkan sebagian besar sesuai adalah
kelompok pengolahan informasi. Namun bukan berarti, kelompok model yang lain
tidak bisa digunakan untuk pembelajaran fisika. Untuk itu, pada kegiatan ini Anda
hanya akan mempelajari ciri-ciri untuk kelompok ini dan anggota dari kelompok
model ini.
Ada tujuh model pembelajaran yang termasuk dalam kelompok Model Pengolahan
Informasi (The information processing Model Family). Tujuh model tersebut adalah
a) Model Pencapaian Konsep (Concept Attainment Model); b) Berpikir Induktif
(Inductive Thinking Model; c) Model Latihan Penelitian (Inquiry Training Model); d)
Model Pemandu Awal (Advance Organizers Model); e) Model Memorisasi
(Memorization Model); f) Model Pengembangan Intelek (Developing Intellect
Model); dan g) Model Penelitian Ilmiah (Scientific Inquiry Model).
Walaupun tujuh model tersebut ada dalam satu rumpun, namun setiap model
mempunyai ciri-ciri tersendiri. Untuk membedakan ciri setiap model, maka berikut
ini Anda akan mengkaji ciri-ciri dari setiap model tersebut.
a. Model Pencapaian Konsep (Concept Attainment Model)
Sintakmatik
Berkaitan dengan tujuan dan beberapa asumsi yang telah diuraikan pada
modul 3, Model Pencapaian Konsep memiliki tiga fase kegiatan, yaitu:
Fase Satu: Penyajian Data dan Identifikasi Konsep
1) Pembelajar menyajikan contoh yang sudah diberi label.
2) Pebelajar membandingkan ciri-ciri untuk contoh positif dan contoh negative
3) Pebelajar membuat dan mengetes hipotesis
4) Pebelajar membuat definisi tentang konsep atas dasar ciri-ciri utama atau
esensial.
Fase dua: Mengetes Pencapaian Konsep
1) Pebelajar mengidentifikasi tambahan contoh yang tidak diberi label dengan
menyatakan ya atau tidak.
2) Pembelajar menegaskan hipotesis, nama konsep, dan menyatakan kembali
definisi konsep sesuai dengan ciri-ciri yang utama.
Fase Tiga: Menganalisis Strategi Berpikir
1) Pebelajar mengungkapkan pemikirannya
2) Pebelajar mendiskusikan hipotesis dan ciri-ciri konsep
3) Pebelajar mendiskusikan tipe dan jumlah hipotesis.

Sistem Sosial

27
Struktur model Pencapaian Konsep ini adalah moderat. Pembelajar melakukan
pengendalian terhadap aktivitas, tetapi dalam fase itu dapat dikembangkan
menjadi kegiatan dialog bebas. Interaksi antarpebelajar digalakkan oleh
pembelajar. Dengan pengorganisasian kegiatan itu diharapkan pebelajar akan
lebih dapat memperlihatkan inisiatifnya untuk melakukan proses induktif
bersamaan dengan bertambahnya pengalaman dalam melibatkan diri pada
kegiatan belajar mengajar.

Prinsi-prinsip Pengelolaan/Reaksi
Prinsip-prinsip yang perlu dilakukan dalam model Pencapaian Konsep adalah:
1) Berikan dukungan dengan menitikberatkan pada sifat hipotesis dari diskusi-
diskusi yang sedang berlangsung saat itu.
2) Berikan bantuan kepada para pebelajar dalam mempertimbangkan
hipotesis yang satu dari lainnya.
3) Pusatkan perhatian para pebelajar terhadap contoh-contoh yang spesifik.
4) Berikan bantuan kepada para pebelajar dalam mendiskusikan dan menilai
strategi berpikir yang mereka pakai.

Sistem Pendukung
Untuk melaksanakan model Pencapaian Konsep agar berjalan dengan efektif
dan efisien, diperlukan sarana pendukung. Sarana pendukung itu berupa
bahan-bahan dan data yang terpilih dan terorganisasikan dalam bentuk unit-
unit yang berfungsi untuk memberikan contoh-contoh. Bila pebelajar sudah
dapat berpikir semakin kompleks, mereka akan dapat bertukar pikiran dan
bekerjasama dalam membuat unit-unit data, seperti yang dilakukan pada saat
fase kedua, yaitu pada saat mencari contoh-contoh.

Dampak Instruksional dan dampak Pengiring

Gambar 1 adalah bagan tentang dampak instruksional dan pengiring model


pencapaian konsep. Strategi-strategi pencapaian konsep dapat menyelesaikan
beberapa tujuan pembelajaran tergantung pada penekanan dari pelajaran
tertentu. Model ini dirancang untuk pembelajaran pada konsep-konsep spesifik

28
dan pada sifat dari konsepkonsep. Model ini juga memberikan/mengajak
praktik dalam bernalar induktif dan ada kesempatan untuk memilih dan
mengembangkan strategi membangun konsep siswa.
Khusus untuk konsep-konsep abstrak, strategi-strategi menanamkan suatu
kesadaran pandangan alternatif, sensitifitas terhadap bernalar logis dalam
berkomunikasi, dan toleran terhadap kemendua-artian (ambiguity).

b. Model latihan menemukan (The inquiry training model)


Sesuai dengan tujuan dan beberapa teori yang telah Anda pelajari pada
pembahasan sebelumnya, maka model ini dapat dilakukan dengan sintakmatik,
sistem sosial, system pendukung, prinsip reaksi, dan dampak instruksional dan
pengiring sebagai berikut.
Sintakmatik
Fase Satu: Konfrontasi dengan masalah (Confrontation with the probblem).
1) Menjelaskan prosedur inkuari
2) Menyajikan ketidakcocokkan peristiwa (konfrontasi siswa dengan situasi
teka-teki)
Fase Dua: Pengumpulan Data-Verifikasi ( Data gathering-verification)
1) Memferifikasi sifat obyek dan kondisi
2) Memferifikasi kejadian tentang situasi masalah
Fase Tiga: Pengumpulan Data (Data gathering-Experimentation)
1) Mengisolasi variabel-variabel yang relevan
2) Berhipotesis (dan uji) hubungan-hubungan penyebab
Fase Empat: Mengorganisir, Merumuskan suatu Eksplanasi (Organizing,
formulating an Explanation)
1) Merumuskan aturan-aturan atau penjelasan-penjelasan
Fase Lima: Menganalisis Proses Inkuari (Analyze of Inquiry Process)
1) Menganalisis strategi training dan
2) Mengembangkan strategi yang lebih efektif

Sistem Sosial
Sistem sosial yang dikembangkan dalam model ini adalah sesuai dengan
perhatian Suchman yaitu bekerjasama dan teliti. Meskipun model latihan
inkuari ini tersusun dengan baik, dengan banyak dikonrol oleh guru, lingkungan
terbuka untuk semua ide yang relevan; guru dan siswa secara bersama-sama
berpartisipasi terhadap ide yang dikenai. Lebih-lebih, guru harus meyakinkan
siswa untuk berinisiatif menemukan sebanyak mungkin. Jika siswa belajar
prinsip inkuari, struktur dapat berkembang meliputi penggunaan materi
sumber, dialog dengan siswa lain, eksperimentasi, dan diskusi dengan guru.

Prinsip Reaksi
Reaksi yang paling penting dari guru adalah pada fase kedua dan fase ketiga.
Selama fase kedua, tugas guru adalah membantu siswa menemukan tetapi
bukan melakukan penelitian untuk mereka. Jika guru ditanya dengan
pertanyaan yang tidak dapat dijawab dengan “ya” atau “tidak”, dia harus
bertanya pada siswa untuk mengungkapkan Kembali pertanyaan agar supaya

29
usaha-usaha mereka mengumpulkan data dan menghubungkannya dengan
situasi masalah. Jika perlu, guru dapat menjaga inkuari berpindah dengan
membuat informasi baru yang tersedia untuk kelompok dan dengan
memfokuskan pada kejadiankejadian masalah khusus atau dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan. Selama fase terakhir, tugas guru adalah menjaga
inkuari mengarah pada proses investigasi sendiri.

Sistem Pendukung
Pendukung optimal model ini adalah mengkonfrontasikan materi, guru
memahami proses intelektual dan strategi-strategi inkuari, dan sumber bahan
yang membawa masalah.

Dampak Instruksional dan Pengiring


Hasil belajar yang dapat dicapai sebagai dampak instruksional dengan
menggunakan model inkuari adalah keterampilan proses yang meliputi
keterampilan―mengamati, mengumpulkan dan mengorganisir data,
mengidentifikasi dan mengontrol variabel, membuat dan menguji hipotesis,
merumuskan penjelasan-penjelasan, dan menarik kesimpulan. Model ini baik
sekali untuk memadukan beberapa keterampilan proses ke dalam suatu
pengalaman yang tunggal dan bermakna. Selain dampak instruksional model ini
juga memiliki dampak pengiring pada siswa, yaitu: siswa memiliki semangat
kreativitas, belajar dengan bebas dan mandiri, toleran terhadap ambiguity,
tekun, berpikir logis, mempunyai sikap bahwa semua pengetahuan bersifat
sementara (tentative). Untuk lebih jelasnya, kedua dampak tersebut dapat
ditunjukkan pada Gambar 2.

c. Model Penyelidikan Ilmiah: Model peneyelidikan ilmu biologi


(Scientific Inquiry Model: Biological science inquiry model)
Model ini dijelaskan berdasarkan pada kajian sains biologi. Esensi dari model ini
adalah untuk melibatkan siswa pada masalah asli (genuine) tentang penemuan
dengan mengonfrontasikannya pada suatu tempat investigasi, membantu siswa
mengidentifikasi masalah konseptual atau metodologi di tempat investigasi,

30
dan mengajak siswa untuk merancang cara-cara mengatasi masalah tersebut.
Jadi, siswa melihat penemuan pengetahuan dan dilakukan oleh sekelompok
siswa. Schaubel, Kopfer, dan Raghafen (Joyce & Weil, 2000) menyatakan bahwa
pada saat yang sama, siswa memperoleh suatu kehormatan (respect) yang
sehat tentang pengetahuan dan mungkin akan belajar tentang batasan-batasan
pengetahuan terkini dan dapat diandalkan (dipercaya). Model ini dipikirkan
juga sesuai untuk disiplin ilmu sains lain, seperti fisika dan kimia. Bahkan dapat
juga untuk disiplin selain sains, seperti ekonomi, sejarah, dan yang lain.

Sintakmatik
Sintakmatik dalam model penemuan ilmiah terdiri atas empat unsur atau fase
sebagai berikut:
Fase Satu: area investigasi diarahkan pada siswa, termasuk cara-cara untuk
investigasi.
Fase Dua: Siswa mengkonstruk masalah, siswa mengidentifikasi kesulitan dalam
investigasi. Kesulitan itu mungkin berupa interpretasi data, menampilkan data,
mengendalikan eksperimen, atau membuat kesimpulan.
Fase Tiga: Siswa mengidentifikasi masalah dalam percobaan.
Fase Empat: Siswa mempertimbangkan (memikirkan) cara-cara untuk
menjelaskan kesulitan, seperti merancang percobaan, mengorganisir data
dengan cara-cara yang berbeda, membuat data, dan mengembangkan gagasan-
gagasan.

Sistem Sosial
Untuk mengimplementasikan model ini diperlukan suasana agar siswa dapat
bekerjasama dan teliti. Suasana itu perlu karena siswa akan berada dalam suatu
komunitas sebagai peneliti yang menggunakan teknik-teknik terbaik dalam
sains. Suasana itu termasuk tingkat keberanian dan rendah hati. Siswa harus
berhipotesis dengan tepat, mempertentangkan fakta, mengkritisi rancangan-
rancangan penelitian, dan sebagainya.
Bahkan kebutuhan untuk teliti, siswa juga harus mengakui sifat tentatif dan
sementara tentang pengetahuannya sendiri dan juga disiplin ilmu itu, dan
dalam mengerjakan penyelidikan rendah hati juga dikembangkan dengan
pendekatan menghormati disiplin disiplin ilmu yang dikembangkan.

Prinsip Reaksi
Dalam model ini, tugas guru adalah memelihara keilmuan dengan menekankan
pada proses penemuan dan mengajak siswa untuk merefleksi penemuannya.
Guru perlu berhati-hati bahwa identifikasi fakta bukan menjadi isu inti dan
harus mendorong siswa pada suatu tingkat ketelitian yang baik dalam
penelitian. Guru harus mengembangkan/mengajak siswa untuk
mengemukakan hipotesis, menginterpretasi data, dan mengembangkan
konsepsi, yang dipandang sebagai cara yang diambil untuk menafsirkan
kenyataan (reality).

Sistem Pendukung

31
Untuk mengimplementasikan model ini, perlu instruktur yang luwes dan
terampil dalam proses penyelidikan, suple tempat-tempat nyata yang banyak
untuk penyelidikan dan untuk masalah-masalah siswa selanjutnya, dan perlu
sumber data dan sistem pendukung tempat yang tersedia untuk melakukan
penyelidikan dalam pada disiplin ilmu ini.

Dampak instruksional dan pengiring


Model inkuari sains biologi ini dirancang untuk mengajar proses penelitian
biologi. Dengan demikian, dampak instruksionalnya adalah pengetahuan ilmiah
dan proses penelitian dalam biologi. Selain dampak pembelajaran, model ini
juga ada dampak lain (pengiring) yang muncul, yaitu: komitmen siswa terhadap
penemuan ilmiah, sikap terbuka (open-mindedness) dan kemampuan siswa
untuk menangguhkan keputusan dan mempertimbangkan alternatif-alternatif.
Kedua dampak tersebut dapat dibagankan seperti pada Gambar 3.

d. Model Berpikir Induktif (Inductive Thinking Model)


Model berpikir induktif dipopulerkan oleh Hilda Taba sekitar empat puluhan
tahun yang lalu, tepatnya tahun 1966 melalui istilah ‘strategi mengajar’
(teaching strategy). Hasil kerjanya berupa contoh strategi mengajar yang
dirancang untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menangani informasi.
Model ini memungkinkan untuk merancang suatu program, satuan pelajaran,
dan pelajaran yang memadukan pengajaran berpikir dengan pengajaran
konten. Ada tiga asumsi tentang berpikir, yaitu: (a) berpikir dapat diajarkan, (b)
berpikir merupakan suatu transaksi aktif antara individu dan data, dan (c)
proses berpikir berkembang dengan suatu urutan yang sah secara hukum
(lawful) (tidak bisa dibolak-balik).
Taba mengidentifikasi tiga keterampilan berpikir induktif dan menjelaskan tiga
strategi mengajar untuk mengembangkan berpikir induktif. Pertama,
pembentukan konsep (concept formation) sebagai strategi mengajar dasar.
Kedua, interpretasi data (interpretation of data), dan ketiga adalah aplikasi

32
prinsip (application of principles). Kegiatan-kegiatan siswa pada tahap
pembentukan konsep meliputi: (1) Mengidentifikasi dan menyebutkan data
yang relevan dengan topik atau masalah; (2) Mengelompokkan item item
tersebut ke dalam kategori yang anggota-anggotanya memiliki atribut umum
(yang biasa); dan (3) Mengembangkan label-label untuk kategori-kategori
tersebut.
Pada tahap interpretasi data, kegiatan-kegiatan yang dilakukan siswa meliputi:
(1) Mengidentifikasi aspek-aspek penting dari data; (2) Menggali atau
mengeksplorasi hubungan-hubungan; dan (3) Membuat kesimpulan. Kegiatan-
kegiatan siswa pada tahap aplikasi adalah: (1) Memprediksi konsekuensi-
konsekuensi, menjelaskan data yang tidak familier, atau berhipotesis; (2)
Berupaya untuk menjelaskan atau mendukung prediksiprediksi atau hipotesis;
dan (3) Memverifikasi prediksi-prediksi atau mengidentifikasi kondisi-kondisi
yang akan membuktikan prediksi-prediksi tersebut.

Sintakmatik
Berdasarkan pada pemikiran Taba di atas, maka sintakmatik model
pembelajaran berpikir induktif dalam pembelajaran memuat tiga strategi
mengajar yang setiap strategi tersebut memuat fase-fase atau tahap-tahap
pembelajaran, yang semuanya dapat Anda ikuti seperti berikut.
Strategi Satu: Pembentukan konsep (Concept formation)
Fase Satu: Pencacahan dan pencatatan (enumeration and listing)
Fase Dua: Pengelompokkan (grouping)
Fase Tiga: memberi label (labeling), mengkategorikan (categorizing)
Strategi Dua: Interpretasi data (Interpretation of data)
Fase Empat: Mengidentifikasi hubungan-hubungan yang penting (Identifying
critical relationships)
Fase Lima: Mengeksplorasi hubungan-hubungan (Exploring relationships)
Fase Enam: Membuat kesimpulan (Making Inferences)
Strategi Tiga: Aplikasi prinsip (Application Principles)
Fase Tujuh: Memprediksi konsekuensi (Predicting Consequences)
Fase Delapan: Menjelaskan dan/atau mendukung prediksi dan hipotesis
(Explaining and/or Supporting the Predictions and Hypotheses)
Fase Sembilan: Memverivikasi prediksi (Verifying the Prediction)

Sistem Sosial
Semua strategi dalam model ini adalah memerlukan lingkungan kelas
kooperatif, dengan aktivitas siswa yang baik. Hal ini menunjukkan bahwa model
ini mempunyai struktur yang cukup tinggi. Struktur itu adalah bekerja sama,
tetapi guru berperan sebagai inisiator dan pengontrol aktivitas.

Prinsip Reaksi
Dalam mengimplementasikan model ini, Taba menetapkan guru dengan
petunjuk atau pedoman yang agak jelas untuk bereaksi dan merespon di dalam
setiap fase. Untuk itu prinsip reaksi yang diperlukan dalam model ini adalah:

33
guru mencocokkan tugas-tugas pada tingkat aktivitas kognitif siswa dan
menentukan juga kesiapan siswa.

Sistem Pendukung
Strategi-strategi ini dapat digunakan pada setiap pembelajaran yang
mempunyai jumlah data mentah besar yang dibutuhkan untuk diorganisir.
Untuk itu, dalam mendukung proses pembelajaran dengan model ini siswa
perlu data mentah untuk mengatur dan menganalisis. Tugas guru adalah
membantu siswa dalam pemrosesan data dengan cara-cara yang kompleks, dan
pada saat yang sama untuk meningkatkan kapasitas umum sistemnya untuk
memproses data.

Dampak Instruksional dan Pengiring


Dampak instruksional pada model berpikir induktif adalah pembentukan
informasi, konsep, keterampilan, dan hipotesis, dan, secara bersamaan
mengajarkan konsep, system konseptual dan aplikasinya. Dampak pengiring
model ini adalah spirit untuk meneliti, kesadaran terhadap sifat pengetahuan,
dan berpikir logis. Kedua dampak tersebut dapat dibagankan seperti Gambar 4.

e. Model Pemandu Awal (Advance Organizers Model)


Model pemandu awal dikembangkan berdasarkan ide Ausubel tentang materi
pelajaran, struktur kognitif, belajar penerimaan aktif, dan pemandu awal.
Advance organizer (AO) merupakan alat utama untuk memperkuat struktur
kognitif dan meningkatkan retensi tentang informasi baru pada siswa. Ausubel
menggambarkan bahwa AO sebagai materi awal disajikan sebelum tugas
diberikan dan pada tingkat abstraksi dan keinklusifan lebih tinggi dari tugas
belajar itu sendiri. Tujuannya adalah untuk menjelaskan, memadukan, dan
saling menghubungkan materi dalam tugas dengan materi yang dipelajari
sebelumnya (dan juga untuk membantu pebelajar membedakan materi baru
dari materi yang dipelajari sebelumnya). Pemandu yang paling efektif adalah
menggunakan konsep, istilah, dan proposisi-proposisi yang sudah familier

34
(akrab) dengan pebelajar dan juga dengan ilustrasi dan analogi yang tepat atau
sesuai.

Sintakmatik
Berdasarkan pada ide Ausubel, maka dalam pembelajaran dengan model ini
ada tiga fase kegiatan, yaitu:
Fase Satu: Penyajian AO (Presentation advance organizer)
1) Jelaskan tujuan pembelajaran
2) Sampaikan pemandu:
a) Identifikasi definisi atribut,
b) berikan contoh-contoh,
c) sediakan konten, dan
d) ulangi.
3) Bawa kesadaran siswa pada pengetahuan dan pengalamannya yang relavan
Fase Dua: Penyajian tugas belajar atau materi ajar (Presentation of the learning
task or learning material)
4) Sajikan materi
5) Pusatkan perhatian
6) Buat organisasi eksplisit
7) Buat urutan logik materi ajar eksplisit
Fase Tiga: Memperkuat organisasi kognitif (Strengthening Cognitive
Organization)
8) Gunakan prinsip rekonsiliasi terpadu
9) Promosikan belajar penerimaan aktif
10) Dapatkan pendekatan kritis pada mata pelajaran
11) Jelaskan

Sistem Sosial
Peran guru dalam model ini adalah mempertahankan kontrol struktur intektual
siswa, karena ini perlu untuk menghubungkan secara kontinu materi ajar
dengan pemandu dan membantu siswa membedakan materi baru dengan
materi yang dipelajari sebelumnya. Pada fase tiga, situasi belajar secara ideal
jauh lebih interaktif, siswa menyampaikan banyak pertanyaan dan komentar.
Keberhasilan menguasai materi akan tergantung pada keinginan pebelajar
untuk memadukannya dengan pengetahuan sebelumnya, pada pembelajarnya
(guru atau staf pengajar) yang kritis dan pada penyajian dan organisasi materi
pembelajar.

Prinsip Reaksi
Respon yang diminta dan tidak diminta pembelajar pada reaksi pebelajarakan
dibimbing dengan tujuan untuk mengklarifikasi makna dari materi belajar baru,
membedakannya dari pengetahuan yang ada dan menerimanya dengan
pengetahuan yang ada, membuatnya secara pribadi relevan dengan pebelajar,
dan membantu untuk mempromosikan pendekatan kritis terhadap
pengetahuan. Secara ideal, pebelajar akan mengajukan pertanyaannya sendiri
dalam merespon terhadap langkah-langkahnya sendiri untuk arti.

35
Sistem Pendukung
Materi yang terorganisir dengan baik merupakan pendukung penting model ini.
Keefektifan model ini tergantung pada suatu hubungan yang utuh dan tepat
antara pemandu konseptual dan konten. Model ini menyediakan atau
memberikan petunjuk untuk membangun atau mengatur ulang materi-materi
pembelajaran.

Dampak Instruksional dan Pengiring


Dampak pembelajaran model ini tampak jelas, ide-ide mereka sendiri
digunakan sebagai pemandu yang dipelajari, seperti struktur-struktur
konseptual dan asimilasi informasi dan ide-ide bermakna yang disajikan pada
siswa. Kemampuan untuk belajar dari membaca, ceramah, dan media lain yang
digunakan untuk presentasi merupakan efek lain, seperti minat dalam
menemukan dan kebiasaan-kebiasaan berpikir tepat. Kedua dampak tersebut
dapat ditunjukkan pada Gambar 5.

f. Model Memorisasi (Memorization Model)


Dalam pembelajaran, sering Anda mengajak pebelajar untuk menguasai
sekumpulan materi yang tidak tersrtruktur seperti beberapa istilah baru, suara
baru, dan yang lain yang biasanya terjadi pada mata pelajaran sosial. Namun
demikian, dalam belajar fisika juga banyak materi fisika yang memerlukan
untuk diingat dengan baik, materi ini cenderung bersifat sebagai pengetahuan
sosia (Ingat teori Piaget), seperti konstanta-kontanta, symbol-simbol besaran
dan satuan, dan yang lain. Untuk itu, model memori ini juga dapat diterapkan
dalam pembelajaran fisika. Adapun sintakmatik, sistem sosial, prinsip reaksi,
sistem pendukung, dan dampak instruksional dan dampak pengiring model
memori atau model mnemonic (hafalan) dapat diuraikan seperti berikut.

Sintakmatik
Ada empat fase dalam model memori, yaitu:
Fase satu: menghadirkan materi (attending to the material)
Pada fase ini berupa kegiatan yang memerlukan pebelajar untuk berkonsentrasi
pada materi ajar dan mengaturnya dengan suatu cara yang membantu

36
pebelajar untuk mengingatnya. Caranya adalah menggunakan teknik
menggarisbawahi, mendaftar, dan merefleksi.
Fase Dua : Mengembangkan hubungan (developing connections)
Pada fase ini, membuat materi familier dengan pebelajar, mengembangkan
koneksi dengan mengunakan teknik kata kunci, substitusi kata, dan sistem
hubungan kata.

Fase Tiga: Mengembangkan gambaran sensori (Expanding Sensory Images)


Pada fase ini, gunakan teknik asosiasi yang aneh (menggelikan) dan berlebihan.
Perbaiki image.
Fase Empat: Berlatih Mengingat (Practicing Recall)
Pada fase ini praktekkan menghafal materi hingga materi itu dipelajari secara
lengkap.

Sistem Sosial
Sistem sosial yang diperlukan model memori adalah koopreatif dengan cara
pembelajar (guru) dan pebelajar bekerja sebagai tim untuk membentuk materi
untuk komitmen mengingat.

Prinsip Reaksi
Peran pembelajar atau guru untuk model ini adalah membantu pebelajar
bekerja dengan materi. Bekerja berdasarkan kerangka acuan guru, guru
membantunya atau identitasnya item-item kunci, pasangan-pasangan, dan
gambar-gambar.

Sistem Pendukung
Gambar-gambar, alat-alat bantu konkret, dan bahan-bahan audiovisual lain
bermanfaat khususnya untuk meningkatkan kekayaan sensori asosiasi. Namun
demikian tidak ada sistem pendukung khusus yang diperlukan untuk model ini.

Dampak Instruksional dan Pengiring


Dampak instruksional model ini adalah siswa menguasai fakta-fakta dan ide-
ide, alat untuk menguasai informasi-informasi dan konsep-konsep, dan
memiliki kekuatan intelektual. Adapun dampak pengiring yang bisa
dimunculkan adalah harga diri, pemahaman diri, dan kemandirian siswa. Kedua
dampak tersebut dapat dibagankan seperti pada Gambar 6.

37
g. Model Pengembangan Intelektual (Developing Intellect Model)
Salah satu bidang dalam psikologi yang paling penting adalah pada pengkajian
tentang cara manusia belajar berpikir. Hal ini difokuskan pada perkembagan
berpikir, yaitu bagaimana perubahan cara manusia berpikir dari mulai bayi
hingga dewasa. Hal yang penting untuk guru adalah studi tentang bagaimana
kita sebagai pembelajar dapat mempengaruhi perkembangan berpikir siswa
dan bagaimana kita dapat mencocokkan pembelajaran pada tingkat
perkembangan intelektual siswa. Untuk dapat memahami model ini Anda dapat
mengingat kembali tentang teori belajar dari Piaget.

Sintakmatik
Ada tiga fase dalam pembelajaran model pengembangan intelektual, yaitu:
Fase Satu: Konfrontasi dengan tugas yang relevan dengan tingkat
perkembangan intelektual pebelajar. Aktivitas yang bisa dilakukan adalah
menghadirkan situasi teka-teki yang cocok dengan tingkat perkembangan
intelektual pebelajar.
Fase Dua: Inkuari
Aktivitas yang bisa dilakukan pada tahap ini adalah respon siswa didapatkan
dan dibuktikan untuk menentukan tingkat bernalar siswa. Secara umum
pembuktian terdiri atas bertanya untuk justifikasi dan menawarkan jawaban-
saran-saran. Pertanyaan terbuka mungkin seperti “Apa yang kamu pikirkan?”
atau “Apa yang kamu lihat?” atau bisa juga dengan pertanyaan tertutup,
misalnya “Apakah jawabanmu sama dengan temanmu?”
Fase Tiga: Transfer
Tujuan dalam fase ini adalah untuk melihat jika siswa akan bernalar mirip
dengan tugas yang dihubungkan; Guru menyajikan problem; guru meminta
untuk mengetahui penalaran dan kemudian menawarkan menjawab/
menyanggah―saransaran.

Sistem Sosial
Sistem sosial dapat bergerak dari terstruktur minimal ke terstruktur tinggi.
Guru dapat menyediakan lingkungan kegiatan-kegiatan dan materi-materi yang
mengajak atau mengajak siswa untuk berinkuari terbimbing. Hal yang penting

38
adalah kita telah menjelaskan model pembelajaran terstruktur dengan guru
berinisiatif dan membimbing inkuari dalam suatu suasana berpikir bebas dan
sosial. Pendekatan terstruktur yang tinggi mungkin lebih cocok untuk tingkat
usia-usia tertentu dan pada bidang-bidang masalah khusus.

Prinsip Reaksi
Untuk melaksanakan model ini, guru (pembelajar) harus menciptakan suasana
agar siswa (pebelajar) merasa bebas untuk merespon secara alami. Guru harus
berhati-hati untuk menghindari mengarahkan atau memberi petunjuk pada
pertanyaan-pertanyaan. Hal ini penting untuk berinkuari (mengajak untuk
bernalar) pada respon “salah” ke respons “benar”. Kadang-kadang respon itu
juga penting, tergantung pada sifat tugas, untuk bertanya pada siswa jika
mereka dapat menghafal situasi nyata yang mirip dengan kehidupannya. Guru
harus secara tetap menguji berbikir siswa dengan menjawab usul atau saran-
saran sampai dia puas pada tingkat bernalar, apabila itu merupakan tujuan dari
aktivitas.

Sistem Pendukung
Sistem pendukung optimal adalah guru yang berpengalaman dalam teori
perkembangan dan lingkungan yang memasukkan tugas-tugas yang tepat
terstruktur dan tidak terstruktur. Guru harus juga dilengkapi dengan
jawaban/sanggahan saran-saran. Pada kasus model-model pendidikan Piaget,
obyek dan lingkungan yang kaya diperlukan seperti lingkungan sosial yang
bebas yang mengajak siswa untuk memecahkan masalah-masalah kognitif yang
dikembangkan dalam konfrontasi. Guru dapat menjadi fasilitator yang berguna
dalam menawarkan komentar-komentar yang cocok yang dapat merangsang
pada saat yang tepat.

Dampak Instruksional dan Pengiring


Dampak instruksional model pengembangan intelektual adalah
dikonsentrasikan pada aspek-aspek perkembangan kognitif yang terpilih,
seperti perkembangan moral. Adapun dampak pengiring model ini adalah
aspek-aspek lain dari perkembangan kognitif dan sosioemosional siswa. Kedua
dampak tersebut dapat dibagankan seperti Gambar 7.

3. Rumpun sosial

39
Setiap model pembelajaran mempunyai keunggulan dan kelemahan dibandingkan
dengan yang lain. Tidak ada model pembelajaran yang paling efektif untuk semua
mata pelajaran atau untuk semua materi. Sebagai seorang guru harus mampu
memilih model pembelajaran yang tepat bagi peserta didik. Karena itu dalam
memilih model pembelajaran yang diterapkan di kelas harus mempertimbangkan
beberapa hal, yaitu: tujuan pembelajaran, sifat materi pembelajaran yang akan
diajarkan, ketersediaan fasilitas dan media, sumber-sumber belajar, kondisi
peserta didik atau tingkat kemampuan peserta didik, dan alokasi waktu yang
tersedia agar penggunaan model pembelajaran dapat diterapkan secara efektif dan
menunjang keberhasilan peserta didik dapat juga diartikan suatu pendekatan yang
digunakan dalam kegiatan pembelajaran sehingga proses belajar mengajar akan
lebih menarik dan siswa belajar akan lebih antusias dan mampu mengubah
persepsi siswa terhadap mata pelajaran IPS akan lebih positif dan akan lebih
menyenangkan.
Berikut diberikan beberapa contoh model pembelajaran yang memiliki
kecenderungan berlandaskan paradigm konstruktivistik yaitu:
a. Model Reasoning and Problem Solving
Reasoning merupakan bagian berpikir yang berada di atas level memanggil
(retensi), yang meliputi basic thinking, critical thinking, dan kreative thinking.
Selanjutnya, Johnson (1992) merangkum beberapa definisi critical thinking dari
beberpa ahli, seperti Ennis (1987,1989), Lipman (1988), Siegel (1988), Paul
(1989), dan McPeck (1981), yang disebut juga “the Group of Five”. Ia
menyimpulan bahwa ada tiga persetujuan substansi dari kemampuan berpikir
kritik. Pertama, berpikir kritis memerlukan sejumlah kemampuan
kognitif; kedua, berpikir kritis memerlukan sejumlah informasi dan
pengetahuan; dan ketiga, berpikir kritis mencangkup dimensi afektif yang
semuanya menjelaskan dan menekankan secara berbeda-beda. Tujuan berpikir
kritis adalah untuk menilai suatu pemikiran, menaksir nilai bahkan
mengevaluasi pelaksaan atau praktik dari suatu pemikiran dan nilai tersebut.
Dan problem solving adalah upaya individu atau kelompok untuk menemukan
jawaban berdasarkan pengetahuan, pemahaman, keterampilan yang telah
dimiliki sebelumnya. Jadi, kemampuan pemecahan masalah dapat diwujudkan
melalui kemampuan reasoning.
Model reasoning and problem solving dalam pembelajaran memiliki lima
langkah pembelajaran, yaitu:
1) Membaca dan berpikir (mengidentifikasi fakta dan masalah,
memvisualisasikan situasi, mendeskripsikan seting pemecahan.
2) Mengeksplorasi dan merencanakan (pengorganisasian informasi, melukiskan
diagram pemecahan, membuat tabel, grafik, atau gambar).
3) Penyeleksi strategi (menetapkan pola, menguji pola, simulasi atau
eksperimen, reduksi atau ekspansi, dedukasi logis, menulis persamaan).
4) Menemukan jawaban (mengestimasi, menggunakan keterampilan
komputasi, aljabar, dan geometri).
5) Refleksi atau perluasan (mengoreksi jawaban, menemukan alternative
pemecahan, memperluas konsep dan generalisasi, mendiskusikan
pemecahan, memformulasikan masalah-masalah variatif yang orsinil).

40
Pada model pembelajaran ini guru berperan sebagai konselor, konsultan,
sumber kritik yang konstruktif, fasilitator, pemikir tingkat tinggi. Metode
pemecahan masalah (problem solving) adalah sebuah metode dalam kegiatan
pembelajaran dengan jalan melatih peserta didik menghadapi berbagai masalah
baik pribadi atau perorangan maupun kelompok untuk dipecahkan sendiri atau
bersama-sama.
Ada empat tahap proses pemecahan masalah menurut Savage dan Amstrong
sebagai berikut:
1) Mengenal adanya masalah;
2) Mempertimbangkan pendekatan-pendekatan untuk pemecahannya;
3) Memilih dan menerapkan pendekatan-pendekatan tersebut; dan
4) Mencapai solusi yang dapat dipertanggungjawabkan.

Adapun keunggulan metode problem solving, sebagai berikut:


1) Melatih peserta didik untuk mendesain suatu penemuan.
2) Berpikir dan bertindak kreatif.
3) Memecahkan masalah yang dihadapi secara realistis.
4) Mengidentifikasi dan melakukan penyelidikan.
5) Menafsirkan dan mengevaluasi hasil pengamatan.
6) Merangsang perkembangan kemajuan berpikir peserta didik untuk
menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan tepat.
7) Dapat membuat pendidikan sekolah lebih relevan dengan kehidupan
khususnya.
Kelemahan metode problem solving, adalah sebagai berikut:
1) Beberapa pokok pembahasan sangat sulit untuk menerapkan metode ini.
2) Memerlukan advokasi waktu yang lebih panjang dibandingkan dengan
metode pembelajaran yang lain.

b. Model Inquiri Training
Secara umum, istilah “inquiri” berkaitan dengan masalah dan penelitian untuk
menjawab suatu masalah. Rogers (1969), misalnya menyatakan bahwa inkuiri
merupakan suatu proses untuk mengajukan pertayaan dan mendorong
semangat belajar para siswa pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.
Sebagai sebuah metode mengajar yang berorientasi pada latihan meneliti dan
mempertanyakan, istilah ini sejajar dengan metode pemecahan masalah,
berpikir reflektif dan atau ‘discovery’ (Hagen, 1969). Namun, Beyer (1971)
mengatakan bahwa inkuiri lebih dari sekedar bertanya. Inkuiri adalah suatu
proses mempertanyakan makna atau arti tertentu yang menuntut seseorang
menampilkan kemampuan intelektual agar ide atau pemikirannya dapat
dipahami.
Pengunaan pendekatan ini memiliki keunggulan terutama untuk
mengembangkan kemampuan berpikir maupun pengetahuan. Sikap dan nilai
pada peserta didik dibanding dengan pendekatan klasikal atau tradisional.
Menurut para ahli, pendekatan inkuiri merupakan upaya yang dimaksudkan
untuk mengatasi masalah kebosanan siswa dalam belajar di kelas. Pendekatan

41
ini cukup ampuh karena proses belajar lebih terpusat kepada siswa (student-
centred instruction) daripada kepada guru (teacher-centred instruction).
Model inquiry training memiliki lima langkah pembelajaran, yaitu:
1) Menghadapkan masalah (menjelaskan prosedur penelitian, menyajikan
situasi yang saling bertentangan.
2) Menemukan masalah (memeriksa hakikat obyek dan kondisi yang dihadapi,
memeriksa tampilnya masalah).
3) Mengkaji data dan mengeksprimentasi (mengisolasi variabel yang sesuai,
merumuskan hipotesis).
4) Mengorganisasikan, merumuskan dan menjelaskan.
5) Menganalisis proses penelitian untuk memperoleh prosedur yang lebih
efektif.

Sarana pembelajaran yang diperlukan adalah berupa materi konfrontatif yang


mampu membangkitkan proses intelektual, strategi penelitian, dan masalah
yang menantang peserta didik untuk melakukan penelitian. Sebagai dampak
pembelajaran dalam model ini adalah strategi penelitian dan semangat kreatif.
Langkah-langkah inquiry adalah sebagai berikut:
1) Langkah pertama adalah orientasi, peserta didik mengidentifikasi masalah,
dengan pengarahan dari guru terutama yang berkaitan dengan situasi
kehidupan sehari-hari.
2) Langkah kedua hipotesis, yaitu menyusun sebuah hipotesis yang dirumuskan
sejelas mungkin sebagai antiseden dan konsekuensi dari penjelasan yang
telah diajukan.
3) Langkah ketiga definition, yaitu mengklarifikasi hipotesis yang telah diajukan.
4) Langkah keempat exploration, pada tahap ini hipotesis diperluas kajiannya
dalam pengertian implikasinya dengan asumsi yang dikembangkan dari
hipotesis tersebut.
5) Langkah kelima evidencing, fakta dan bukti dikumpulkan untuk mencari
dukungan atau pengujian bagi hipotesis tersebut.
6) Langkah keenam generalization, pada taraf ini inquiry sudah sampai pada
tahap mengambil kesimpulan pemecahan masalah.
 
c. Model Problem-Based Intruction
Problem-Based Intruction adalah model pembelajaran yang berandaskan
paham konstruktivistik yang mengakomodasi keterlibatan peserta didik dalam
belajar dan pemecahan masalah otentik.
Model Problem-Based Intruction memiliki lima langkah pembelajaran, yaitu
sebagai berikut:

1) Guru mendefinisikan atau mempresentasikan masalah atau isu yang


berkaitan (masalah bisa untuk satu unit pelajaran atau lebih, bisa untuk
pertemuan satu, dua atau tiga pertemuan, bisa berawal dari seleksi guru
atau eksplorasi peserta didik.
2) Guru membantu peserta didik mengklarifikasi masalah dan menentukan
bagaimana masalah itu diinvestigasi (investigasi melibatkan sumber-sumber

42
belajar, informasi, dan data yang variatif, melakukan survei dan
pengukuran).
3) Guru membantu peserta didik menciptakan makna terkait dengan hasil
pemecahan masalah yang akan dilaporkan (bagaimana mereka memecahkan
masalah dan apa rasionalnya).
4) Pengorganisasian laporan (makalah,laporan lisan, model, program,
computer, dll.).
5) Presentasi (dalam kelas melibatkan semua peserta didik, guru, bila perlu
melibatkan administrator dan anggota masyarakat.

d. Model Pembelajaran Perubahan Koseptual


Konsep-konsep merupakan dasar bagi proses mental yang lebih tinggi untuk
memasukkan prinsip-prinsip dan generalisasi-generalisasi. Oleh karena itu,
untuk memecahkan masalah, seorang peserta didik harus mematuhi aturan-
aturan antara yang selaras dan aturan-aturan ini didasarkan pada konsep-
konsep yang diperolehnya. Perubahan konseptual terjadi ketika peserta didik
memutuskan pada pilihan yang ketiga. Agar terjadi proses perubahan
konseptual, belajar melibatkan pembangkitan dan restrukturisasi konsepsi-
konsepsi yang dibawa oleh pesera didik sebelum pembelajaran.
Model pembelajaran perubahan konseptual memiliki enam langkah
pembelajaran, yaitu sebagai berikut:

1) Sajian masalah konseptual dan kontekstual.


2) Konfrontasi miskonsepsi terkait dengan masalah-masalah tersebut.
3) Konfrontasi sangkalan berikut strategi-strategi demonstrasi, analogi, atau
contoh-contoh tandingan.
4) Konfrontasi pembuktian konsep dan prinsip secara alamiah.
5) Konfrontasi materi dan contoh-contoh kontekstual.
6) Konfrontasi pertanyaan-pertanyaan untuk memperluas pemahaman dan
penerapan pengetahuan secara bermakna.

Sarana pendukung model pembelajaran ini adalah lembaran kerja peserta didik,
bahan ajar, panduan bahan ajar untuk peserta didik, dan untuk guru, peralatan
demonstransi yang sesuai, model analogi, meja dan kursi yang mudah
dimobilisasi atau ruangan kelas yang mudah ditata untuk itu. Dampak
pembelajaran model ini adalah sikap positif terhadap belajar, pemahaman
secara mendalam, keterampilan penerapan pengetahuan yang variatif.

e. Model Group Investigation
Pemikiran Dewey yang utama tentang pendidikan yang utama, adalah: peserta
didik hendaknya aktif (learning by doing), belajar hendaknya didasari motivasi
intrinsic, pengetahuan berkembang tidak bersifat tetap, kegiatan belajar
hendaknya sesuai dengan kebutuhan dan minat peserta didik, pendidikan harus
mencangkup kegiatan belajar dengan prinsip saling memahami dan saling
menghormati satu sama lain artinya prosedur demokratis sangat penting,
kegiatan belajar hendaknya berhubungan dengan dunia nyata. Gagasan Dewey

43
akhirnya diwujudkan dalam model group investigation.Model group
investigation memiliki enam langkah pembelajaran, yaitu sebagai berikut:

1) Grouping (menetapkan jumlah anggota kelompok, menentukan sumber,


memilih topic, merumuskan permasalahan.
2) Planning (menetapkan apa yang akan dipelajari, bagaimana
mempelajarinya, siapa melakukan apa, apa tujuannya).
3) Investigation(saling tukar informasi dan ide, berdiskusi, klarifikasi,
mengumpulkan informasi, menganalisis datam membuat referensi).
4) Organizing(anggota kelompok menulis laporan, merencanakan presentasi
laporan, penentuan penyaji, moderator, dan notulen).
5) Presenting (salah satu kelompok menyajikan, kelompok lain mengamati,
mengevaluasi, mengklarifikasi, mengajukan pertanyaan atau tanggapan).
6) Evaluating(masing-masing peserta didik melakukan koreksi terhadap laporan
masing-masing berdasarkan hasil diskusi kelas, peserta didik dan guru
berkolaborasi mengevaluasi pembelajaran yang dilakukan, melakukan
penilaian hasil belajar yang difokuskan pada pencapaian pemahaman.

Sistem sosial yang berkembang adalah minimnya arahan guru. Sarana


pendudkung model pembelajaran ini adalah lembaran kerja siswa, bahan ajar,
panduan bahan ajar untuk peserta didik dan guru, peralatan penelitian yang
sesuai, meja dan kursi yang mudah dimobilisasi atau ruangan kelas yang mudah
ditata untuk itu. Sebagai dampak pembelajaran adalah pandangan
konstruktivistik tentang pengetahuan, penelituan yang berdisiplin, proses
pembelajaran yang efektif, pemahaman yang mendalam.

f. Model Pembelajaran VCT (Value Clarification Technique)


Teknik Mengklarifikasi Nilai (Value Clarification Technique) atau sering disebut
VCT merupakan teknik pembelajaran untuk membantu peserta didik dalam
mencari dan menentukan suatu nilai yang dianggap baik dalam mengahadapi
persoalan melalui proses menganalisis nilai yang sudah ada dan tertanam
dalam diri peserta didik.Tujuan menggunakan VCT yaitu:

1) Mengetahui dan mengukur tingkat kesadaran peserta didik tentang suatu


nilai, sehingga dapat dijadikan sebagai dasar pijak menentukan target nilai
yang akan dicapai.
2) Menanamkan kesadaran peserta didik tentang nilai-nilai yang dimiliki baik
tingkat maupun sifat yang positif maupun yang negative untuk selanjutnya
ditanamkan kearah peningkatan dan pencapaian target nilai.
3) Menanamkan nilai-nilai tertentu kepada pesera didik melalui cara yang
rasional (logis) dan diterima peserta didik, sehingga pada akhirnya nilai
tersebut akan menjadi milik peserta didik sebagai proses kesadaran moral
bukan kewajiban moral.
4) Melatih peserta didik dalam menerima-menilai nilai dirinya dan posisi nilai
orang lain, menerima serta mengambil keputusan terhadap suatu persolan
yang berhubungan dengan pergaulannya dan kehidupan sehari-hari.

44
g. Pendekatan Sains-Teknologi-Masyarakat (S-T-M)
Pendekatan S-T-S dikembangkan sebagai sebuah pendekatan untuk mencapai
tujuan pembelajaran yang berkaitan langsung dengan lingkungan nyata dengan
cara melibatkan peran aktif peserta didik dalam mencari informasi untuk
memecahkan masalah yang ditemukan dalam kehidupan sehariannya.
Perkembangan sains dan teknologi sering kali menimbulkan dampak dalam
proses perubahan masyarakat.Dengan digunakannya S-T-S dalam pembelajaran
IPS akan dibangun suatu dimensi baru dalam pembaharuan pendidikan IPS
terutama dapat menekankan segi pragmatis yaitu mengungkapkan hal-hal yang
berguna dan berhubungan langsung dengan aspek kehidupan peserta didik.
Program-program S-T-S pada umumnya memiliki karakteristik atau ciri-ciri
sebagai berikut:

1) Identifikasi masalah-masalah setempat yang memiliki kepentingan dan


dampak.
2) Perpanjangan belajar di luar kelas dan sekolah.
3) Fokus kepada dampak sains dan teknologi terhadap peserta didik.
4) Identifikasi bagaimana sains teknologi berdampak di masa depan.
5) Kebebasan atau otonomi dalam proses belajar dll.

h. Model Portofolio
Teori belajar yang mendasari pembelajaran portofolio adalah teori belajar
konstruktivisme, yang ada prinsipnya menggambarkan bahwa peserta didik
membentuk atau membangun pengetahuannya melalui interaksi dengan
lingkungannya. Portofolio sebagai model pembelajaran merupakan usaha guru
agar peserta didik memiliki kemampuan untuk mengungkapkan dan
mengekspresikan dirinya sebagai individu maupun kelompok. Pembelajaran
berbasis portofolio memungkinkan peserta didik untuk :

1) Berlatih memadukan antara konsep yang diperoleh dari penjelasan guru


atau dari buku/bacaan dengan penerapannnya dalam kehidupan sehari-hari.
2) Peserta didik diberi kesempatan untuk mencari informasi di luar kelas baik
informasi yang sifatnya benda/bacaan, penglihatan (objek langsung,
TV/radio/internet) maupun orang/pakar/tokoh.
3) Membuat alternatif untuk mengatasi topic/objek yang dibahas.
4) Membuat suatu keputusan (sesuai kemampuannya) yang berkaitan dengan
konsep yang telah dipelajarinya, dengan mempertimbangkan nilai-nilai yang
ada dimasyarakat.
5) Merumuskan langkah yang akan dilakukan untuk mengatasi masalah dan
mencegah timbulnya masalah yang berkaitan dengan topik yang dibahas.

i. Pembelajaran Kontekstual
Penerapan pembelajaran kontekstual di kelas melibatkan tujuh utama
pembelajaran efektif, yaitu konstruktivisme (Constructivism), bertanya
(questioning), menemukan (Inquiry), masyarakat belajar (learning community),
pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian sebenarnya
(authentic assessment).

45
Tahap-tahap dalam pelaksanaan pembelajaran kontekstual pada tingkat
sekolah adalah sebagai berikut:

1. Mengkaji materi yang akan diajarkan pada peserta didik dengan memilih
yang kontekstual dan dapat dikaitkan dengan hal-hal yang aktual.
2. Mengkaji konteks kehidupan peserta didik sehari-hari dengan cermat
sebagai upaya untuk memahami konteks kehidupan peserta didik.
3. Memilih materi pelajaran yang dapat dikaitkan dengan konteks kehidupan
peserta didik.
4. Menyusun persiapan kegiatan pembelajaran yang telah memasukkan
konteks kehidupan di dalam materi yang akan diajarkan.
5. Melaksanakan kegiatan pembelajaran kontekstual dengan mendorong
peserta didik untuk mengaitkan materi yang dipelajari dengan pengetahuan
atau pengalaman yang telah dimiliki sebelumnya.
6. Melakukan pemilaian sebenarnya terhadap hasil belajar peserta didik, di
mana hasil penilaian tersebut digunakan untuk bahan perbaikan atau
penyempurnaan persiapan dan melaksanakan kegiatan pembelajaran
selanjutnya.

j. Model Inkuiri Sosial


Model menghubungkan istilah inkuiri dengan pengembangan kemampuan
peserta didik untuk menemukan dan merefleksikan sifat kehidupan sosial,
terutama sebagai latihan hidup sendiri dan langsung dalam masyarakat. Guru
berperan sebagai reflector dan pembimbing yaitu memberikan bantuan kepada
peserta didik dalam menjelaskan kedudukan mereka dalam proses belajarnya.
Terdapat tiga cirri pokok dalam model pembelajaran iinkuiri sosial, yaitu:

1) Adanya aspek-aspek sosial dalam kelas yang dapat menumbuhkan


tercipatanya suatu diskusi kelas.
2) Adanya penetapan hipotesis sebagai arah dalam pemecahan masalah.
3) Mempergunakan fakta sebagai pengujian hipotesis.

k. Model Pembelajaran Pengambilan Keputusan


Makna konsep pengambilan keputusan (decision making) berkaitan dengan
kemampuan berpikir tentang alternatif pilihan yang tersedia, menimbang fakta
dan bukti yang ada, mempertimbangkan tentang nilai pribadi dan masyarakat.
Apabila seseorang dihadapkan pada pilihan-pilihan tersebut maka
kemungkinan jawaban yang muncul adalah pilihan yang tepat atau tidak tepat.
Banks mengatakan bahwa kemampuan seseorang dalam pengambilan
keputusan tidaklah muncul dengan sendirinya. Pengambilan keputusan adalah
suatu keterampilan yang harus dibina dan dilatihkan. Bertitik tolak dari asumsi
bahwa keterampilan pengambilan keputusan (decision-making-skills) dapat
dibina dan dilatihkan pada siswa maka model pembelajaran ini merupaka
alternatif bagi para guru dan calon guru untuk membina profresionalisme
dalam proses belajar-mengajar. Savage dan Armstrong (1996) mengemukakan
langkah-langkah proses pengambilan keputusan sebagai alternatif model
pembelajaran dalam IPS sebagai berikut:

46
1) Mengidentifikasi persoalan dasar atau masalah;
2) Mengemukakan jawaban-jawaban alternatif;
3) Menggambarkan bukti yang mendukung setiap alternatif;
4) Mengidentifikasi nilai-nilai yang dinyatakan dalam setiap alternatif;
5) Menggambarkan kemungkinan akibat setiap pilihan alternatif;
6) Membuat pilihan dari berbagai alternatif;
7) Menggambarkan bukti dan nilai yang dipertimbangkan dalam membuat
pilihan.

Selain Savage dan Armstrong, Banks (1990) mengemukakan pula urutan


langkah atau prosedur dalam pengembangan keterampilan pengambilan
keputusan dengan komponen esensial sebagai syaratnya. Menurut Banks,
sedikitnya ada dua syarat untuk melaksanakan model pembelajaran
pengambilan keputusan: (1) pengetahuan sosial; dan (2) metode atau cara
mencapai pengetahuan.

47
DAFTAR PUSTAKA

http://www.smpn1kalibawang.sch.id/read/7/mengenal-metode-dan-model-pembelajaran-
pada-kurikulum-2013,
https://lektur.id/arti-mata-pelajaran/#definisi, diakses Kamis 11 November 2021
Huda, Miftahul. 2014. Model-model pengajaran dan pembelajaran: Isu-isu metodis dan
paragdimatis. Yogyakarya. Pustaka Pelajar. Cet, ke-4
Indrawati. 2011. Perencanaan Pembelajaran Fisika: Model-Model Pembelajaran
Implementasinya Dalam Pembelajaran Fisika. Jember. PMIPA FKIP Universitas
Jember
Joyce, B, & Weil, M. 2000. Models of teaching, sixth edition. United State of America Allyn &
Bacon.
Permendikbud Nomor 103 Tahun 2014 Tentang Pembelajaran Pada Pendidikan Dasar Dan
Pendidikan Menengah
Rusman. 2013. Model-model Pembelajaran, Mengembangkan profesionalisme guru. Jakarta.
PT. Rajagrafindo Persada. Cet. Ke -3
Syamsi, Kastam. Inovasi Dan Model Pembelajaran Bahasa Dan Sastra Indonesia. Artikel. FBS
Universitas Negri Yogyakarta.
Thabroni Gamal. Model Pembelajaran: Pengertian, Ciri, Jenis & Macam Contoh,
https://serupa.id/model-pembelajaran-pengertian-ciri-jenis-macam-contoh/

48

Anda mungkin juga menyukai