Anda di halaman 1dari 36

Makalah

Model-model Pembelajaran

Diajukan untuk memenuhi mata kuliah Belajar Dan Pembelajaran

Dosen pengampu : Dr. Nurul Umamah, M.Pd


Riza afita surya S.Pd. M.Pd.

Disusun oleh :
1. Fahtur Rahman Syah (190210302049)
2. Indra Sukmawat (190210302056)
3. Fitria Aminingsih (190210302059)
4. Sabrang Ali Daei (190210302067)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH


JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Dengan Rahmat Allah SWT kami dapat menyelesikan makalah ini dengan sebaik-
baiknya. Makalah yang berjudul Model-model pembelajaran dibuat untuk
memenuhi tugas mata kuliah Belajar dan Pembelajaran. Kritik dan saran sangat
kami butuhkan unttk kedepannya.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN..................................................................................................1
1.1 Latar Belakang Masalah.........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................1
1.3 Tujuan....................................................................................................................2
BAB 2 PEMBAHASAN....................................................................................................3
2.1 Pengertian Model Pembelajaran.............................................................................3
2.2 Model Pembelajaran Cooperative Learning............................................................5
2.3 Model Pembelajaran Inquiry Learning...................................................................8
2.4 Model Pembelajaran Discovery Learning.............................................................13
2.5 Model Pembelajaran Problem-based Learning.....................................................19
2.6 Model Pembelajaran Project-based Learning.......................................................25
BAB 3 KESIMPULAN....................................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................33

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Interaksi antar pendidik dan individu terjadi melalui beberapa metode yaitu
menulis dan lisan, namun seiring dengan perkembangannya model
pembelajaran mulai dikembangkan dengan berbagai aspek sebagai tujuan
yang akan dicapai oleh peserta didik.

Model pembelajaran didefinisikan sebagai gambaran keseluruhan


pembelajaran yang kompleks dengan berbagai teknik dan prosedur yang
menjadi bagian pentingnya. Di dalam kompleksitas model pembelajaran,
terdapat metode, teknik, dan prosedur yang saling bersinggungan satu dengan
lainnya (Miftahul Huda, 2014).

Munculnya model pembelajaran juga diakibatnya pesatnya perkembangan


teknologi. Teknologi ini juga digunakan dalam model pembelajaran sebagai
penunjang minat siswa terhadap materi yang semakin berkurang. Dalam
penerapannya terdapat kelebihan dan kekurangan yang terdapat dalam model
pembelajaran.

Dalam makalah ini akan disajikan model pembelajaran seperti Cooperative


Learning, Inquiry Learning, Discovery Learning, Problem-based Learning,
Project-based Learning yang mana sejalan dengan Kurikulum 2013 yang
digunakan Indonesia saat ini.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa definisi dari model pembelajaran?
2. Apa yang dimaksut model pembelajaran Cooperative Learning?
3. Apa yang dimaksut model pembelajaran Inquiry Learning?
4. Apa yang dimaksut model pembelajaran Discovery Learning?
5. Apa yang dimaksut model pembelajaran Problem-based Learning?
6. Apa yang dimaksut model pembelajaran Project-based Learning?

1
1.3. Tujuan
1. Mengetahui definisi dari model pembelajaran
2. Memahami model pembelajaran Cooperative Learning
3. Memahami model pembelajaran Inquiry Learning
4. Memahami model pembelajaran Discovery Learning
5. Memahami model pembelajaran Problem-based Learning
6. Memahami model pembelajaran Project-based Learning

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Model Pembelajaran

Konsep pembelajaran menurut Corey (Sagala, 2010:61) adalah ”suatu proses


dimana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan ia
turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau
menghasilkan respon terhadap situasi tertentu, pembelajaran merupakan subset
khusus dari pendidikan”. Lingkungan belajar hendaknya dikelola dengan baik
karena pembelajaran memiliki peranan penting dalam pendidikan. Sejalan dengan
pendapat Sagala (2010: 61) bahwa pembelajaran adalah ”membelajarkan siswa
menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar merupakan penentu utama
keberhasilan pendidikan”

Model pembelajaran didefinisikan sebagai gambaran keseluruhan


pembelajaran yang kompleks dengan berbagai teknik dan prosedur yang menjadi
bagian pentingnya. Di dalam kompleksitas model pembelajaran, terdapat metode,
teknik, dan prosedur yang saling bersinggungan satu dengan lainnya (Miftahul
Huda, 2014).

Model pembelajaran adalah satu perangkat pembelajaran yang kompleks


yang menaungi metode, teknik, dan prosedur. Sebagai ringkasan, definisi model
pembelajaran dari Susan Ellis (1979: 275).

Model pembelajaran, menurut Isjoni (2012: 147), merupakan strategi yang


digunakan guru untuk meningkatkan motivasi belajar, sikap belajar di kalangan
siswa, mampu berpikir kritis, memiliki keterampilan sosial, dan pencapaian hasil
pembelajaran yang lebih. Model pembelajaran berisi strategi-strategi pilihan guru
untuk tujuan-tujuan tertentu di kelas.

3
Sementara, strategi, menurut Kemp (dalam Rusman, 2014: 132), merupakan
suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan oleh guru dan siswa agar
tujuan pembelajaran tercapai secara efektif dan efisien. Sedangkan menurut Dick
dan carey menyatakan strategi pembelajaran sebagai suatu perangkat materi dan
prosedur pembelajaran yang digunakan secara bersama-sama untuk menimbulkan
hasil belajar pada siswa. Satu strategi pembelajaran dapat menggunakan beberapa
metode yang dilandasi oleh berbagai prinsip dan teori pengetahuan, diantaranya
prinsip-prinsip pembelajaran, teori psikologis, sosiologis, analisis sistem, atau
teori lain yang membantu (dalam Rusman, 2014:132).

Dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran merupakan satu perangkat


pembelajaran yang komplek yang terdiri dari metode, teknik, dan prosedur.
Strategi-strategi yang digunakan berdasar pada teori-teori dan penelitian yang
terdiri dari rasional, seperangkat langkah-langkah dan tindakan yang dilakukan
guru dan siswa, sistem pendukung pembelajaran dan metode evaluasi atau sistem
penilaian perkembangan belajar siswa.

Model pemberlajaran menggambarkan kegiatan belajar mengajar dari awal


hingga akhir antar guru dan siswa. Setiap model pembelajaran memiliki ciri-ciri,
sebagai berikut.

1) Berdasarkan teori pendidikan dan belajar dari para ahli tertentu.


2) Mempunyai misi atau tujuan pendidikan.
3) Dapat dijadikan pedoman perbaikan kegiatan belajar mengajar di kelas.
4) Memiliki bagian-bagian model yang dinamakan:
a) urutan langkah-langkah pembelajaran (syntax),
b) prinsip-prinsip reaksi,
c) sistem sosial, dan
d) sistem pendukung.
5) Memiliki dampak sebagai akibat terapan model pembelajaran, meliputi:
dampak pembelajaran berupa hasil belajar yang terukur dan dampak
pengiring berupa hasil belajar jangka panjang.

4
6) Adanya desain instruksional atau persiapan mengajar dengan
berpedoman pada model pembelajaran yang dipilih. Dengan demikian,
dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran merupakan seperangkat
strategi yang berdasarkan landasan teori dan penelitian tertentu yang
meliputi latar belakang, prosedur pembelajaran, sistem pendukung dan
evaluasi pembelajaran yang ditujukan bagi guru dan siswa untuk
mencapai tujuan pembelajaran tertentu yang dapat diukur.

2.2. Model Pembelajaran Cooperative Learning

Model pembelajaran ini merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa


belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang
anggotanya terdiri atas empat sampai enam orang yang bersifat heterogen.
Pembelajaran kooperatif adalah strategi pembelajaran yang melibatkan partisipasi
siswa dalam kelompok untuk saling berinteraksi, sehingga dalam model ini siswa
memiliki dua tanggung jawab, belajar untuk dirinya sendiri dan membantu sesama
anggota kelompok untuk belajar. Kooperatif mengandung pengertian bekerja
sama dalam mencapai tujuan bersama. Jadi hakikat sosial dan penggunaaan
kelompok sejawat menjadi aspek utama dalam pembelajaran kooperatif.

Menurut Suherman dkk. Cooperative learning menekankan pada kehadiran


teman sebaya yang berinteraksi antar sesamanya sebagai sebuah tim dalam
menyelesaikan atau membahas suatu masalah atau tugas secara bersama-sama.

Dari hasil Slavin dinyatakan bahwa penggunaan pembelajaran kooperatif


dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dan sekaligus penelitian dapat
meningkatkan hubungan sosial, menumbuhkan sikap tolerans dan menghargai
pendapat orang lain, pembelajaran kooperatif dapat memenuhi kebutuhan siswa
dalam berpikir kritis, memecahkan masalah, dan mengintegrasikan pengetahuan
dan pengalaman. Terdapat empat hal penting dalam adanya aturan main dalam
kelompok, adanya upaya belajar dalam kelompok, dan adanya kompetensi yang
harus dicapai oleh kelompok.

5
Langkah-langkah dalam pembelajaran kooperatif, yaitu menyampaikan
tujuan dan memotivasi siswa, menyajikan informasi, mengelompokkan siswa,
membimbing kelompok bekerja dan belajar, evaluasi, dan memberikan
penghargaan (Rusman, 2010: 202-211). Terdapat beberapa tipe dalam
pembelajaran kooperatif, seperti Student Teams Achievement Division (STAD),
Jigsaw, Group Investigation, Make a Match, Teams Games Tournaments (TGT),
Think Pair Share (TPS), dan lain-lain.

Roger dan David Johnson ada lima unsur dasar dalam pembelajaran
kooperatif yaitu:

1. Saling Ketergantungan Positif ( Positive Interpendence)Dalam


pembelajaran kelompok, keberhasilan suatu penyelesaian tugas sangat
tergantung kepada usah yang dilakukan setiap anggota kelompoknya.
Kerja sama ini dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Siswa benar benar
mengerti bahwa kesuksesan kelompok tergantung pada kesuksesan
anggotanya.
2. Tanggung Jawab Perseorangan(Personal Responsibility) Prinsip ini
merupakan konsekuensi dari prinsip yang pertama. Karena keberhasilan
kelompok tergantung pada setiap anggotanya, maka setiap anggota
kelompok harus memiliki tanggung jawab sesuai dengan tugasnyaa.
3. Interaksi Tatap Muka (Face to face Promotion Interaction) Yaitu
memberi kesempatan kepada setiap anggota kelompok untuk bertatap
muka melakukan interaksi dan diskusi untuk saling memberi dan
menerima informasi dari anggota kelompok lain. Kegiatan interaksi ini
akan memberi siswa bentuk sinergi yang menguntungkan semua
anggota. Karena hasil pemikiran beberapa kepala akan lebih kaya dari
pada hasil pemikiran satu kepala saja.
4. Komunikasi & interaksi Antar Anggota (Interpersonal Skill) Yaitu
memberi ruang dan kesempatan yang luas kepada setiap anggota
kelompok untuk bertatap muka saling memberikan informasi dan saling
membelajarkan. Interaksi tatap muka akan memberikan pengalaman

6
yang berharga kepada setiap anggota kelompok untuk bekerja sama,
menghargai setiap perbedaan, memanfaatkan kelebihan masing-masing
anggota dan mengisi kekurangan masing-masing.
5. Evaluasi Proses Kelompok (Group Processing) Yaitu menjadwalkan
waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja
kelompok dan hasil kerja sama mereka, agar selanjutnya bisa bekerja
sama dengan lebih efektif.

Metode belajar ini dapat membuat atau berdampak positif sebagai berikut:

1. Prestasi akademik: dengan menerapkan kooperatif prestasi akademik


siswa dapat ditingkatkan.
2. Hubungan sosial: dengan penerapan pembelajaran kooperatif di dalam
kelas dapat meningkatkan persahabatan dan peningkatan polarisasi
garis ras antar siswa.
3. Penghargaan diri: dengan pembelajaran kooperatif siswa akan dapat
menerima orang lain, dimana hal ini dapat meningkatkan prestasi siswa
mengarah pada peningkatan penghargaan diri.
4. Empati: melalui belajar kooperatif siswa lebih dapat memahami
pandangan dan perasaan orang lain.
5. Kemampuan sosial: melalui penerapan pembelajaran kooperatif,
kemampuan sosial akan meningkat dalam memecahkan masalah,
memimpin dan sikap menghargai sesama.
6. Hubungan sosial: siswa dalam pembelajaran kooperatif merasa diterima
dan memperhatikan sehingga menumbuhkan rasa saling menerima satu
sama yang lainnya.
7. Suasana kelas: pembelajaran dengan setting kelas kooperatif dapat
menciptakan suasana kelas yang menyenangkan sehingga mendukung
pada peningkatan akademik.

7
2.3. Model pembelajaran Inqury Learning

Model pembelajaran inkuiri merupakan suatu proses pembelajaran yang


diawali dengan kegiatan merumuskan masalah, mengembangkan hipotesis,
mengumpulkan bukti, menguji hipotesis, menarik kesimpulan sementara, dan
menguji kesimpulan sementara tersebut sampai pada kesimpulan yang diyakini
kebenarannya. Jadi pembelajaran dengan inkuiri menuntut siswa untuk
menemukan sendiri atas pemecahan suatu masalah berdasarkan data-data yang
nyata hasil dari observasi atau pengamatannya.Siswa harus memproses informasi
secara mental untuk memahami makna dan secara aktif terlibat dalam
pembelajaran.

Hal terpenting dalam mengajar melalui inkuiri adalah kemampuan


mengorganisasikan lingkungan pembelajaran untuk memfasilitasi kegiatan siswa
serta memberikan cukup bimbingan untuk memastikan setiap langkah kegiatan
agar dapat menemukan konsep dan prinsip. Rangkaian kegiatan pembelajaran
yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan peserta didik untuk
mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, dan logis sehingga mereka dapat
menemukan sendiri pengetahuan, sikap dan keterampilan sebagai wujud adanya
perubahan prilaku.

Model pembelajaran inkuiri pertama kali dikembangkan oleh Richard


Suchman tahun 1962 (Joyce and Well, 2009), untuk mengajar para siswa
memahami proses meneliti dan menerangkan suatu kejadian. Ia menginginkan
agar siswa bertanya mengapa suatu peristiwa terjadi, kemudian ia mengajarkan
kepada siswa prosedur dan menggunakan organisasi pengetahuan dan prinsip-
prinsip umum. Siswa melakukan kegiatan, mengumpulkan, dan menganalisis data,
sampai akhirnya siswa menemukan jawaban dari pertanyaan.

Menurut Trianto (2010) Inkuiri merupakan bagian inti dari kegiatan


pembelajaran berbasis kontekstual.Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh
siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari
menemukan sendiri.

8
Menurut Albert Learning (2004), model pembelajaran inkuiri dinyatakan
sebagai berikut. “Inkuiri based learning is a process where student are involved in
their learning, formulate question, investigate widely and then build new
understanding, meaning and knowledge. That knowledge is new to the student
and may be used to answer a question, to develop a solution or to support a
position or point of view. The knowledge is usually presented to other and may
result in some sort of action”.

Karakteristik Model Pembelajaran Inkuiri TerbimbingMenurut Sanjaya


(2014), ada beberapa hal yang menjadi karakteristik utama dalam pembelajaran
inkuiri, yaitu:

1. Inkuiri menekankan kepada aktivitas siswa secara maksimal untu


mencari dan menemukan. Siswa tidak hanya berperan sebagai
penerima pelajaran melalui penjelasan guru secara verbal di dalam
proses pembelajaran, tetapi siswa juga berperan untuk menemukan
sendiri inti dari materi pelajaran itu sendiri.
2. Seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan
menemukan jawaban sendiri dan sesuatu yang dipertanyakan, sehingga
diharapkan dapat menumbuhkan sikap percaya diri (self belajar).
Dengan demikian, metode pembelajaran inkuiri menempatkan guru
sebagai sumber belajar akan tetapi sebagai fasilitator dan motivator
belajar siswa
3. Tujuan dari penggunaan inkuiri dalam pembelajaran adalah
mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis, logis dan
kritis atau mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian
dari proses mental. Siswa tidak hanya dituntut agar menguasai materi
pelajaran dalam metode inkuiri, akan tetapi bagaimana siswa dapat
menggunakan kemampuan yang dimilikinya secara optimal. Lebih
lanjut, National Science Educational Standard (NRC, 2000)
menyatakan lima ciri esensial dari inkuiri, antara lain.

9
a. Siswa tertarik pada pertanyaan-pertanyaan yang berorientasi
ilmiah Pertanyaan-pertanyaan berorientasi ilmiah berpusat pada
objek, organisme dan peristiwa-peristiwa di alam. Guru memiliki
peran penting dalam membimbing identifikasi pertanyaan,
khususnya ketika pertanyaan tersebut berasal dari para siswa.
b. Siswa memberikan prioritas terhadap pembuktian yang membuat
mereka mengembangkan dan mengevaluasi penjelasan-penjelasan
terhadap pertanyaan-pertanyaan berorientasi ilmiah. Para siswa
menggunakan bukti untuk mengembangkan penjelasan terhadap
fenomena ilmiah di dalam kelas inkuiri.
c. Siswa menyusun penjelasan dari bukti terhadap pertanyaan-
pertanyaan berorientasi ilmiah.Penjelasan-penjelasan ilmiah harus
konsisten dengan bukti dari percobaan dan pengamatan tentang
alam.Penjelasan adalah cara untuk mempelajari tentang apa yang
belum dikenal dengan menghubungkan hasil pengamatan dengan
yang sudah lebih dahulu diketahui.
d. Siswa mengevaluasi penjelasannya berdasarkan penjelasan-
penjelasan alternatif, khususnya yang mereflesikan pemahaman
ilmiah. Penjelasan-penjelasan alternative ditinjau ulang setelah
para siswa berdiskusi, membandingkan hasil atau mengecek hasil
mereka dengan yang diajukan oleh guru atau materi.
e. Siswa berkomunikasi dan menilai penjelasan yang mereka ajukan.
Mengkomunikasikan penjelasan dengan meminta siswa untuk
berbagi pertanyaan akan membuka kesempatan pafda siswa lain
untuk bertanya,memeriksa bukti, dan menyarankan beberapa
penjelasan alternative dari pengamatan yang sama.

Namun, pembelajaran yang hanya berpusat pada guru (teacher centered)


menjadikan siswa relatif pasif karena pembelajaran hanya didominasi oleh guru.
Materi yang didapat siswa hanya berupa hafalan jangka pendek.Proses
Pembelajaran yang berorientasi terhadap target penguasaan materi terbukti

10
berhasil dalam kompetensi mengingat jangka pendek, namun gagal dalam
membekali siswa memecahkan persoalan-persoalan dalam kehidupan jangka
panjang (Depdiknas, 2006).

Ada 3 macam model pembelajaran ini, yaitu discovery/inquiry terpimpin,


discovery/ inquiry bebas, dan discovery/inquiry yang dimodifikasi. Model ini
berfungsi sebagai membangun komitmen di kalangan peserta didik untuk belajar,
yang diwujudkan dengan keterlibatan, kesungguhan, dan loyalitas terhadap
mencari dan menemukan sesuatu dalam proses pembelajaran, membangun sikap,
kreatif, dan inovatif dalam proses pembelajaran dalam rangka mencapai tujuan
pengajaran, dan membangun sikap percaya diri dan terbuka terhadap hasil
temuannya (Hanafiah dan Suhana, 2009: 78). Langkah-langkah dalam model
discovery/inquiry, yaitu:

1. Mengidentifikasi kebutuhan siswa;


2. Seleksi pendahuluan terhadap konsep yang akan dipelajari;
3. Seleksi bahan atau masalah yang akan dipelajari;
4. Menentukan peran yang akan dilakukan setiap peserta didik;
5. Mencek pemahaman peserta didik terhadap masalah yang akan
diselidiki dan ditemukan;
6. Mempersiapkan setting kelas;
7. Mempersiapkan fasilitas yang diperlukan;
8. Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk melakukan
penyelidikan dan penemuan;
9. Menganalisis sendiri atas data penemuan;
10. Merangsang terjadinya dialog interaktif antarpeserta didik;
11. Memberi penguatan kepada peserta didik untuk giat dalam melakukan
penemuan;
12. Memfasilitasi peserta didik dalam merumuskan prinsip-prinsip dan
generalisasi atas hasil temuannya.

Dampak model discovery/inquiry, yaitu:

11
1. Membantu peserta didik untuk mengembangkan, kesiapan, serta
penguasaan keterampilan dalam proses kognitif;
2. Peserta didik memperoleh pengetahuan secara individual sehingga
dapat dimengerti dan mengendap dalam pikiran;
3. Dapat membangkitkan motivasi dan gairah belajar peserta didik untuk
belajar lebih giat lagi;
4. Memberikan peluang untuk berkembang dan maju sesuai dengan
kemampuan dan minat masing-masing;
5. Memperkuat dan menambah kepercayaan pada diri sendiri dengan
proses menemukan sendiri karena pembelajaran berpusat pada peserta
didik dengan peran guru yang sangat terbatas (Hanafiah dan Suhana,
2009: 79).

Langkah-langkah kegiatan model pembelajaran inquiry

1. Orientasi
Melakukan langkah untuk membina suasana pembelajaran yang
kondusif. Hal yanh dilakukan dalam tahap ini adalah menjelaskan
topik, tujuan, dan hasil belajar yang diharapkan dapat dicapai oleh
siswa dan menjelaskan pokok-pokok kegiatan yang harus dilakukan
oleh siswa untuk mencapai tujuan
2. Merumuskan masalah
Merumuskan masalah merupakan langkah membawa siswa pada suatu
persoalan yang mengandung teka-teki. Persoalan yang disajikan
adalah persoalan yang menantang siswa untuk memecahkan teka-teki
itu. Proses mencari jawaban itulah yang sangat penting dalam
pembelajaran inkuiri, oleh karena itu melalui proses tersebut siswa
akan memperoleh pengalaman berharga sebagai upaya
mengembangkan mental melalui proses berpikir.
3. Merumuskan hipotesis
Salah satu cara yang dapat dilakukan guru untuk mengembangkan
kemampuan menebak (berhipotesis) pada setiap anak adalah dengan

12
mengajukan berbagai pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk
dapat merumuskan jawaban sementara atau dapatmerumuskan
berbagai perkiraan kemungkinan jawaban dari suatu
permasalahanyang dikaji.
4. Mengumpulkan data
Dalam pembelajaran inkuiri, mengumpulkan data merupakan proses
mental yang sangat penting dalam pengembangan intelektual. Proses
pemgumpulan data bukan hanya memerlukan motivasi yangkuat
dalam belajar, akan tetapi juga membutuhkan ketekunan dan
kemampuan menggunakan potensi berpikirnya.
5. Menguji hipotesis
Menguji hipotesis juga mengembangkan kemampuan berpikir
rasional, kebenaran jawaban yang diberikan bukan hanya berdasarkan
argumentasi, akan tetapi harus didukung oleh data yang ditemukan
dan dapat dipertanggung jawabkan.
6. Merumuskan kesimpulan
Untuk mencapai kesimpulan yang akurat sebaiknya guru mampu
menunjukkan pada siswa data mana yang relevan.

2.4. Model pembelajaran Discovery Learning

Metode Discovery Learning adalah teori belajar yang Sebagaimana


pendapat Bruner, bahwa: “Discovery Learning can be defined as the learning that
takes place when the student is not presented with subject matter in the final form,
but rather is required to organize it him self” (Lefancois dalam Emetembun,
1986:103). Dasar ide Bruner ialah pendapat dari Piaget yang menyatakan bahwa
anak harus berperan aktif dalam belajar di kelas.

Bruner memakai metode yang disebutnya Discovery Learning, di mana


murid mengorganisasi bahan yang dipelajari dengan suatu bentuk akhir (Dalyono,
1996:41). Metode Discovery Learning adalah memahami konsep, arti, dan
hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan

13
(Budiningsih, 2005:43). Discovery terjadi bila individu terlibat, terutama dalam
penggunaan proses mentalnya untuk menemukan beberapa konsep dan prinsip.
Discovery dilakukan melalui observasi, klasifikasi, pengukuran, prediksi,
penentuan dan inferi. Proses tersebut disebut cognitive process sedangkan
discovery itu sendiri adalah the mental process of assimilatig conceps and
principles in the mind (Robert B. Sund dalam Malik, 2001:219).

Di dalam proses belajar, Bruner mementingkan partisipasi aktif dari tiap


siswa, dan mengenal dengan baik adanya perbedaan kemampuan. Untuk
menunjang proses belajar perlu lingkungan memfasilitasi rasa ingin tahu siswa
pada tahap eksplorasi. Lingkungan ini dinamakan Discovery Learning
Environment, yaitu lingkungan dimana siswa dapat melakukan eksplorasi,
penemuan-penemuan baru yang belum dikenal atau pengertian yang mirip dengan
yang sudah diketahui. Lingkungan seperti ini bertujuan agar siswa dalam proses
belajar dapat berjalan dengan baik dan lebih kreatif.

Siswa dituntut mencari dan menemukan materi pelajaran sendiri melalui


berbagai aktivitas. Tugas guru sebagai fasilotator dan membimbing siswa dalam
pembelajaran (strategi tidak langsung). Suatu model pembelajaran yang
mengembangkan cara belajar aktif dengan menemukan sendiri, menyelidiki
sendiri, dan hasil yang diperoleh akan lama diingat. Model discovery menekankan
pada pengalaman langsung dan pentingnya pemahaman struktur atau ide-ide
terhadap suatu disiplin ilmu melalui keterlibatab siswa secara aktif dalam
pembelajaran. Penggunaan discovery learning mengubah kondisi belajar pasif
menjadi aktif kreatif, dan mengubah pembelajaran dari teacher oriented menjadi
students oriented

Kelebihan Penerapan Discovery Learning

1. Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-


keterampilan dan proses-proses kognitif. Usaha penemuan merupakan

14
kunci dalam proses ini, seseorang tergantung bagaimana cara
belajarnya.
2. Pengetahuan yang diperoleh melalui metode ini sangat pribadi dan
ampuh karena menguatkan pengertian, ingatan dan transfer.
3. Menimbulkan rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa
menyelidiki dan berhasil.
4. Metode ini memungkinkan siswa berkembang dengan cepat dan sesuai
dengan kecepatannya sendiri.
5. Menyebabkan siswa mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan
melibatkan akalnya dan motivasi sendiri.
6. Metode ini dapat membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena
memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan yang lainnya.
7. Berpusat pada siswa dan guru berperan sama-sama aktif mengeluarkan
gagasan-gagasan. Bahkan gurupun dapat bertindak sebagai siswa, dan
sebagai peneliti di dalam situasi diskusi.
8. Membantu siswa menghilangkan skeptisme (keragu-raguan) karena
mengarah pada kebenaran yang final dan tertentu atau pasti.
9. Siswa akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik.
10. Membantu dan mengembangkan ingatan dan transfer kepada situasi
proses belajar yang baru.
11. Mendorong siswa berpikir dan bekerja atas inisiatif sendiri.
12. Mendorong siswa berpikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri.
13. Memberikan keputusan yang bersifat intrinsic.
14. Situasi proses belajar menjadi lebih terangsang.
15. Proses belajar meliputi sesama aspeknya siswa menuju pada
pembentukan manusia seutuhnya.
16. Meningkatkan tingkat penghargaan pada siswa.
17. Kemungkinan siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis
sumber belajar.
18. Dapat mengembangkan bakat dan kecakapan individu.

15
Kelemahan Penerapan Discovery Learning

1. Metode ini menimbulkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk


belajar. Bagi siswa yang kurang pandai, akan mengalami kesulitan
abstrak atau berpikir atau mengungkapkan hubungan antara konsep-
konsep, yang tertulis atau lisan, sehingga pada gilirannya akan
menimbulkan frustasi.
2. Metode ini tidak efisien untuk mengajar jumlah siswa yang banyak,
karena membutuhkan waktu yang lama untuk membantu mereka
menemukan teori atau pemecahan masalah lainnya.
3. Harapan-harapan yang terkandung dalam metode ini dapat buyar
berhadapan dengan siswa dan guru yang telah terbiasa dengan cara-
cara belajar yang lama.
4. Pengajaran discovery lebih cocok untuk mengembangkan pemahaman,
sedangkan mengembangkan aspek konsep, keterampilan dan emosi
secara keseluruhan kurang mendapat perhatian.
5. Pada beberapa disiplin ilmu, misalnya IPA kurang fasilitas untuk
mengukur gagasan yang dikemukakan oleh para siswa
6. Tidak menyediakan kesempatan-kesempatan untuk berpikir yang akan
ditemukan oleh siswa karena telah dipilih terlebih dahulu oleh guru.

Berikut ini langkah-langkah dalam mengaplikasikan model discovery


learning di kelas. Langkah Persiapan Metode Discovery Learning

1. Menentukan tujuan pembelajaran.


2. Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, minat,
gaya belajar, dan sebagainya).
3. Memilih materi pelajaran.
4. Menentukan topik-topik yang harus dipelajari siswa secara induktif
(dari contoh-contoh generalisasi).

16
5. Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh,
ilustrasi, tugas dan sebagainya untuk dipelajari siswa.
6. Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari
yang konkret ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai ke
simbolik.
7. Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa

Menurut Syah (2004:244) dalam mengaplikasikan metode Discovery


Learning di kelas, ada beberapa prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan
belajar mengajar secara umum sebagai berikut:

1. Stimulation (Stimulasi/Pemberian Rangsangan)

Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang


menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak
memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri.
Disamping itu guru dapat memulai kegiatan PBM dengan mengajukan
pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang
mengarah pada persiapan pemecahan masalah.

Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi


interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu siswa dalam
mengeksplorasi bahan. Dalam hal ini Bruner memberikan stimulation
dengan menggunakan teknik bertanya yaitu dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang dapat menghadapkan siswa pada kondisi
internal yang mendorong eksplorasi. Dengan demikian seorang Guru harus
menguasai teknik-teknik dalam memberi stimulus kepada siswa agar
tujuan mengaktifkan siswa untuk mengeksplorasi dapat tercapai.

2. Problem Statement (Pernyataan/ Identifikasi Masalah)

Setelah dilakukan stimulasi langkah selanjutya adalah guru memberi


kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin

17
agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian
salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban
sementara atas pertanyaan masalah) (Syah 2004:244), sedangkan menurut
permasalahan yang dipilih itu selanjutnya harus dirumuskan dalam bentuk
pertanyaan, atau hipotesis, yakni pernyataan (statement) sebagai jawaban
sementara atas pertanyaan yang diajukan.

Memberikan kesempatan siswa untuk mengidentifikasi dan


menganalisis permasasalahan yang mereka hadapi, merupakan teknik yang
berguna dalam membangun siswa agar mereka terbiasa untuk menemukan
suatu masalah.

3. Data Collection (Pengumpulan Data)

Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada


para siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang
relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis (Syah,
2004:244). Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau
membuktikan benar tidaknya hipotesis.

Dengan demikian anak didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan


(collection) berbagai informasi yang relevan, membaca literatur,
mengamati objek, wawancara dengan nara sumber, melakukan uji coba
sendiri dan sebagainya. Konsekuensi dari tahap ini adalah siswa belajar
secara aktif untuk menemukan sesuatu yang berhubungan dengan
permasalahan yang dihadapi, dengan demikian secara tidak disengaja
siswa menghubungkan masalah dengan pengetahuan yang telah dimiliki.

4. Data Processing (Pengolahan Data)

Menurut Syah (2004:244) pengolahan data merupakan kegiatan


mengolah data dan informasi yang telah diperoleh para siswa baik melalui
wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan. Semua informai

18
hasil bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya, semuanya diolah,
diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara
tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu (Djamarah,
2002:22).

Data processing disebut juga dengan pengkodean coding/


kategorisasi yang berfungsi sebagai pembentukan konsep dan generalisasi.
Dari generalisasi tersebut siswa akan mendapatkan pengetahuan baru
tentang alternatif jawaban/ penyelesaian yang perlu mendapat pembuktian
secara logis

5. Verification (Pembuktian)

Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk


membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan
temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing (Syah,
2004:244). Verification menurut Bruner, bertujuan agar proses belajar
akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan
kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau
pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya.

Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran, atau informasi yang ada,


pernyataan atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu itu kemudian
dicek, apakah terjawab atau tidak, apakah terbukti atau tidak.

6. Generalization (Menarik Kesimpulan/Generalisasi)

Tahap generalisasi/ menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah


kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua
kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi
(Syah, 2004:244). Berdasarkan hasil verifikasi maka dirumuskan prinsip-
prinsip yang mendasari generalisasi. Setelah menarik kesimpulan siswa
harus memperhatikan proses generalisasi yang menekankan pentingnya

19
penguasaan pelajaran atas makna dan kaidah atau prinsip-prinsip yang
luas yang mendasari pengalaman seseorang, serta pentingnya proses
pengaturan dan generalisasi dari pengalaman-pengalaman itu.

2.5. Model Pembelajaran Problem-based Learning

Model pembelajaran berdasarkan masalah merupakan model pembelajaran


yang didasarkan pada banyaknya permasalahan yang membutuhkan penyelidikan
autentik, yakni penyelidikan yang membutuhkan penyelesaian nyata dari
permasalahan nyata (Trianto, 2007: 67). Menurut Dewey, model pembelajaran
berdasarkan masalah ini adalah interaksi antara simulus respon, hubungan
antardua arah belajar dan lingkungan. Dalam model ini, siswa mengerjakan
permasalahan yang autentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka
sendiri, mengembangkan inquiry dan keterampilan berpikir tingkat tinggi,
mengembangkan kemandirian dan percaya diri (Trianto, 2007: 67-68).

Rusman (2009: 232) mengemukakan ciri-ciri model pembelajaran berbasis


masalah, yaitu permasalahan merupakan langkah awal dalam belajar,
permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang nyata yang membutuhkan
perspektif ganda, permasalahan menantang pengetahuan yang dimiliki dan
membutuhkan identifikasi kebutuhan belajar baru, belajar pengarahan diri menjadi
utama, pemanfaaatan sumber pengetahuan yang beragam, belajar adalah
kolaboratif, komunikasi, dan kooperatif, pengembangan keterampilan inquiry dan
pemecahan masalah sama pentingnya dengan penguasaan isi pengetahuan untuk
mencari solusi dari sebuah permasalahan, keterbukaan proses dalam Proses
Belajar-Mengajar meliputi sintesis dan integrasi dari sebuah proses belajar, dan
Proses Belajar-Mengajar melibatkan evaluasi dan review pengalaman siswa dan
proses belajar.

Model ini berkaitan dengan penggunaan inteligensi dari dalam diri individu
yang berada dalam sebuah kelompok orang, atau lingkungan untuk memecahkan
masalah yang bermakna, relevan, dan kontekstual. Pembelajaran berbasis masalah
adalah seperangkat model mengajar yang menggunakan masalah sebagai fokus

20
untuk mengembangkan ketrampilan pemecahan masalah, materi, dan pengaturan
diri (Hmelo-Silver, 2004; Serafino & Ciccheilli, 2005). Pelajaran dan
pembelajaran berbasis masalah memiliki tiga karakteristik yang digambarkan
dalam Paul Eggen & Don Kauchak (2012)’

1. Pertama, pelajaran berawal dari masalah dan memecahkan masalah adalah


fokus pelajarannya (Krajcik & Blumenfeld, 2006).
2. Kedua, siswa bertanggung jawab untuk menyusun strategi dan
memecahkan masalah.
3. Ketiga, guru menuntun upaya siswa dengan mengajukan pertanyaan dan
memberi dukungan pengajaran lain saat siswa berusaha memecahkan
masalah.

Karakteristik ini penting dan menuntut ketrampilan serta pertimbangan yang


professional untuk memastikan kesuksesan pelajaran.

Boud dan Feletti (1997) mengemukakan bahwa Pembelajaran Berbasis


Masalah adalah inovasi yang paling signifikan dalam pendidikan.

1. Pengajuan pertanyaan atau masalah Artinya, pembelajaran berdasarkan


masalah mengorganisasikan pengajaran disekitar pertanyaan dan masalah
yang kedua-duanya secara sosial penting dan secara pribadi bermakna
untuk siswa. Pertanyaan dan masalah yang diajukan haruslah memenuhi
kriteriasebagai berikut,
a. Autentik, yaitu masalah harus lebih berakar pada kehidupan dunia
nyata siswa dari pada prinsip-prinsip disiplin ilmu tertentu.
b. Jelas, yaitu masalah dirumuskan dengan jelas dan tidak
menimbulkan masalah baru.
c. Mudah dipahami, yaitu masalah yang diberikan hendaknya mudah
dipahami dan dibuat sesuai dengan tingkat perkembangan siswa.
d. Luas dan sesuai dengan tujuan pembelajaran, artinya masalah
tersebut mencakup seluruh materi pelajaran yang akan diajarkan

21
sesuai dengan waktu, ruang dan sumber yang tersedia dan
didasarkan pada tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
e. Bermanfaat, yaitu masalah yang telah disusun dan dirumuskan
haruslah bermanfaat, yaitu dapat meningkatkan kemampuan berpikir
memecahkan masalah siswa, serta membangkitkan motivasi belajar
siswa
2. Berfokus pada keterkaitan antar disiplin. Artinya, meskipun pengajaran
berbasis masalah mungkin berpusat pada mata pelajaran tertentu (IPA,
matematika, ilmuilmu sosial), masalah yang akan diselidiki telah yang
dipilih benar- benar nyata agar dalam pemecahannya siswa meninjau
masalah itu dari banyak mata pelajaran.
3. Penyelidikan autentik Artinya, pengajaran berbasis masalah mengharuskan
siswa melakukan penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaiannyata
terhadap masalah nyata. Mereka menganalisis dan mendefinisikan
masalah, mengembangkan hipotesis dan membuat ramalan,
mengumpulkan dan menganalisis informasi, melakukan eksperimen (jika
diperlukan), membuat inferensi dan merumuskan kesimpulan.
4. Menghasilkan produk/karya dan memamerkannya. Pengajaran berbasis
masalah menuntut siswa menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya
nyata atau artefak dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk
penyelesaian masalah yang mereka temukan.
5. Kolaborasi. siswa bekerja satu sama dengan yang lainnya, paling sering
secara berpasangan atau dalam kelompok kecil.

Dari segi pedagogi, problem-based learning didasarkan pada teori belajar


konstruktivisme dengan ciri sebagai berikut.

a. Pemahaman diperoleh dari interaksi dengan skenario permasalahan dan


lingkungan belajar.
b. Pergulatan dengan masalah dan proses inkuiri, masalah menciptakan
disonansi kognitif yang menstimulasi belajar.

22
c. Pengetahuan terjadi melalui proses kolaborasi negosiasi sosial dan
evaluasi terhadap keberadaan sebuah sudut pandang.

Karateristik pembelajaran berbasis masalah adalah sebagai berikut.

1. Permasalahan menjadi starting poin dalam belajar;


2. Permasalahan yang diangkat adalah yang ada didunia nyata yang tidak
tersruktur;
3. Permasalahan membutuhkan perspektif ganda (multiple perspective);
4. Permasalahan, menantang pengetahuan yang dimiliki oleh siswa, sikap,
dan kompetensi yang kemuddian membutuhkan identifikasi kebutuan
belajar dan bidang baru dalam belajar;
5. Belajar pengarahan diri menjadi hal yang utuma;
6. Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, penggunaannya, dan
evaluasi informassi merupakan proses yang esensial;
7. Belajar adalah kolaboratif, komunikasi, dan kooperatif;
8. Pengembangan keterampilan inkuiri dan pemecahan masalah sama
pentingnya dengan penguasaan isi pengetahuan untuk mencari solusi dari
sebuah permasalahan;
9. Keterbukaan proses meliputi sintesis dan integrasi dari sebuah proses
belajar;
10. PBM melibatkan evaluasi dan review siswa dan proses belajar.

Tahapan dalam Problem-based learning adalah sebagai berikut,

Tahap 1: Orientasi siswa pada masalah Guru menjelaskan tujuan pembelajaran


secara jelas, memotivasi terhadap pelajaran, dan menjelaskan apa yang diharapkan
untuk dilakukan siswa. Guru memberikan penjelasan kepada mereka tentang
proses dan prosedur pembelajaran ini secara terperinci yang meliputi.

1. Tujuan utama dari pembelajaran adalah tidak untuk mempelajari


sejumlah besar informasi, akan tetapi lebih kepada belajar bagaimana
menjadi pelajar yang mandiri dan percaya diri

23
2. Masalah atau pertanyaan yang diselidiki adalah masalah yang
kompleks memiliki banyak penyelesaian dan sering kali saling
bertentangan. Selama penyelidikan siswa akan didorong untuk
mengajukan pertanyaan dan mencari informasi.
3. Guru akan bertindak sebagai pembimbing yang menyediakan bantuan,
sedangkan siswa berusaha untuk bekerja mandiri atau bersama
temannya.

Tahap 2: Mengorganisasikan siswa untuk belajar Pembelajaran ini membutuhkan


pengembangan keterampilan siswa. Oleh karena itu, mereka juga membutuhkan
bantuan untuk merencanakan penyelidikan mereka dan tugas-tugas pelaporan,
yang meliputi.

1. Kelompok belajar, mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok


belajar. Pembelajaran ini harus disesuaikan dengan tujuan yang
ditetapkan guru untuk proyek tertentu.
2. Perencanaan kooperatif, setelah siswa diorientasikan kepada situasi
masalah dan telah membentuk kelompok belajar, guru dan siswa harus
menyediakan waktu yang cukup untuk menyediakan sub pokok
bahasan yang spesifik, tugas-tugas penyelidikan dan jadwal waktu.

Tahap 3: Membimbing penyelidikan individual/kelompok Membimbing proses


penyelidikan dapat dilakukan secara mandiri maupun kelompok. Teknik
penyelidikannya meliputi.

1) Pengumpulan data dan eksperimen.


Pada tahap ini, guru mendorong siswa untuk mengumpulkan data dan
melaksanakan eksperimen yang sesungguhnya sampai mereka benar-
benar memahami dimensi-dimensi situasi masalah. Tujuannya adalah
agar siswa mengumpulkan cukup informasi untuk menciptakan dan
membangun ide mereka sendiri.
2) Berhipotesis, menjelaskan, dan memberikan pemecahan. Pada tahap
ini,guru mendorong siswa untuk mengeluarkan semua ide

24
danmenerima sepenuhnya ide tersebut. Selanjutnya guru mengajukan
pertanyaan yang membuat siswa memikirkan kelayakan hipotesis dan
pemecahan mereka serta tentang kualitas informasi yang telah mereka
kumpulkan. Guru secara terus-menerus menunjang dan memodelkan
pertukaran ide secara bebas dan mendorong mengkaji lebih dalam
masalah tersebut jika dibutuhkan. Selain itu, guru juga membantu
menyediakan bantuan yang dibutuhkan siswa.

Tahap 4: Mengembangkan dan menyajikan hasil karya Guru meminta beberapa


kelompok untuk mempresentasikan hasil pemecahan masalah dan membantu
siswa yang mengalami kesulitan. Kegiatan ini berguna untuk mengetahui hasil
pemahaman dan penguasaan siswa terhadap masalah yang berkaitan dengan
materi yang dipelajari.

Tahap 5: Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah Guru


membantu siswa menganalisis dan mengevaluasi proses berpikir mereka, di
samping keterampilan penyelidikan dan keterampilan intelektual yang mereka
gunakan. Selama tahap ini, guru meminta siswa untuk melakukan membangun
kembali pemikiran dan aktifitas mereka selama tahap-tahap pembelajaran yang
telah dilewatinya.

Pembelajaran ini berkaitan dengan penggunaan kecerdasan dari dalam diri


individu yang berada dalam sebuah kelompok/lingkungan untuk memecahkan
masalah yang bermakna, relevan, dan kontekstual. Penerapan dalam pembelajaran
menuntut kesiapan baik dari pihak guru yang harus berperan sebagai seorang
fasilitator sekaligus sebagai pembimbing. Guru dituntut dapat memahami secara
utuh dari setiap bagian dan konsep menjadi penengah yang mampu merangsang
kemampuan berpikir siswa.

Penguasaan pengetahuan dan keterampilan lebih efektif apabila individu,


khususnya siswa dapat mengalaminya sendiri, bukan hanya menunggu materi dan
informasi dari guru, tetapi berdasarkan pada usaha sendiri untuk menemukan

25
pengetahuan dan keterampilan yang baru dan kemudian mengintergrasikannya
dengan pengetahuan dan keterampilan yang sudah dimiliki sebelumnya.

2.6. Model Pembelajaran Project-based Learning

Goodman dan Stivers (2010) mendefinisikan Project Based Learning (PjBL)


merupakan pendekatan pengajaran yang dibangun di atas kegiatan pembelajaran
dan tugas nyata yang memberikan tantangan bagi peserta didik yang terkait
dengan kehidupan sehari-hari untuk dipecahkan secara berkelompok.

Menurut Afriana (2015), pembelajaran berbasis proyek merupakan model


pembelajaran yang berpusat pada peserta didik dan memberikan pengalaman
belajar yang bermakna bagi peserta didik. Pengalaman belajar peserta didik
maupun konsep dibangun berdasarkan produk yang dihasilkan dalam proses
pembelajaran berbasis proyek.

Sani (2013: 226-227) menjelaskan bahwa model pembelajaran berbasis


proyek merupakan model pembelajaran yang dilakukan untuk memperdalam
pengetahuan dan keterampilan peserta didik dengan cara membuat karya atau
proyek terkait dengan materi ajar dan kompetensi. Proyek yang dibuat berkaitan
dengan kebutuhan masyarakat, seperti pompa air sederhana, pupuk organik,
barang kerajinan dari limbah plastik atau limbah kertas/karton, dan lain-lain.
Proyek yang dibuat bisa sederhana atau prototipenya saja.

Pendekatan pembelajaran berbasis proyek (PjBL) menciptakan lingkungan


belajar "konstruktivis" dimana peserta didik membangun pengetahuan mereka
sendiri dan pendidik menjadi fasilitator. (Goodman dan Stivers, 2010)

Model pembelajaran berbasis proyek ini mencakup kegiatan menyelesaikan


masalah, pengambilan keputusan, investigasi, dan keterampilan membuat karya.
Peserta didik belajar berkelompok dan setiap kelompok bisa membuat proyek
yang berlainan. Guru hanya sebagai fasilitator dalam membantu merencanakan,
menganalisis proyek, namun tidak sampai memberikan arahan dalam
menyelesaikan proyek. Sintaks dalam model pembelajaran berbasis proyek

26
sebagai berikut. Tahap pertama, guru memaparkan topik yang akan dikaji, tujuan
belajar, motivasi, dan kompetensi yang akan dicapai. Tahap kedua, peserta didik
mengidentifikasi permasalahan atau pertanyaan yang terkait dengan topik yang
dikaji. Pertanyaan juga dapat diajukan oleh guru. Tahap ketiga, kelompok
membuat rencana proyek terkait dengan penyelesaian permasalahan yang
diidentifikasi. Tahap keempat, kelompok membuat proyek atau karya dengan
memahami konsep atau prinsip yang terkait dengan materi pelajaran. Tahap
kelima, guru atau sekolah memfasilitasi pameran atas pekerjaan/karya yang
dihasilkan oleh peserta didik.

Pada model PjBL peserta didik tidak hanya memahami konten, tetapi juga
menumbuhkan keterampilan pada peserta didik bagaimanan berperan di
masyarakat. Keterampilan yang ditumbukan dalam PjBl diantaranya keterampilan
komunikasi dan presentasi, keterampilan manajemen organisasi dan waktu,
keterampilan penelitian dan penyelidikan, keterampilan penilaian diri dan refleksi,
partisipasi kelompok dan kepemimpinan, dan pemikiran kritis.

Penilian kinerja pada PjBL dapat dilakukan secara individual dengan


memperhitungkan kualitas produk yang dihasilkan, kedalaman pemahaman
konten yang ditunjukkan, dan kontribusi yang diberikan pada proses realisasi
proyek yang sedang berlangsung. PjBL juga memungkinkan peserta didik untuk
merefleksikan ide dan pendapat mereka sendiri, dan membuat keputusan yang
mempengaruhi hasil proyek dan proses pembelajaran secara umum, dan
mempresentasikan hasil akhir produk.

Model pembelajaranlebih menekankan pada keterampilan proses sains dan


berkaitan dengan kehidupan nyata atau sehari-hari sehingga karakteristik materi
yang sesuai dalam penerapan model Project Based learning ini yaitu:

1. Memiliki kompetensi dasar yang lebih menekankan pada aspek


keterampilan atau pengetahuan pada tingkat penerapan, analisis, sintesis,
dan evaluasi (memodifikasi, mencoba, membuat, menggunakan,

27
mengoperasikan, memproduksi, merekonstruksi, mendemonstrasikan,
menciptakan, merancang,menguji, dll )
2. Dapat menghasilkan sebuah produk
3. Memiliki keterkaitan dengan permasalahan nyata atau kehidupan sehari-
hari

Menurut Educational Technology Division-Ministry of Education Malaysia


(2006) terdapat 6 langkah agar pelaksanaan pembelajaran berbasis proyek ini
berhasil yaitu: dengan mempersiapkan pertanyaan penting terkait suatu topik
maeri yang akan dipelajari, membuat rencana proyek, membuat jadwal,
memonitor pelaksaan pembelajaran berbasis proyek (PBL), melakukan penilaian,
dan valuasi pembelajaran berbasis proyek (PBL).

Menurut Rais dalam Lestari (2015) langkah-langkah model pembelajaran Project


Based Learning adalah sebagai berikut:

1. Membuka pelajaran dengan suatu pertanyaan menantang (start with the big
question) Pembelajaran dimulai dengan sebuah pertanyaan driving
question yang dapat memberi penugasan pada peserta didik untuk
melakukan suatu aktivitas. Topik yang diambil hendaknya sesuai dengan
realita dunia nyata dan dimulai dengan sebuah investigasi mendalam.
2. Merencanakan proyek (design a plan for the project). Perencanaan
dilakukan secara kolaboratif antara pendidik dengan peserta didik. Dengan
demikian peserta didik diharapakan akan merasa memiliki atas proyek
tersebut. Perencanaan berisi tentang aturan main, pemilihan aktivitas yang
dapat mendukung dalam menjawab pertanyaan esensial dengan
mengintegrasikan berbagai subjek yang mendukung, serta
menginformasikan alat dan bahan yang dapat dimanfaatkan untuk
menyelesaikan proyek.
3. Menyusun jadwal aktivitas (create a schedule). Pendidik dan peserta didik
secara kolaboratif menyusun jadwal aktivitas dalam menyelesaikan
proyek. Waktu penyelesaian proyek harus jelas, dan peserta didik diberi

28
arahan untuk mengelola waktu yang ada. Biarkan peserta didik mencoba
menggali sesuatu yang baru, akan tetapi pendidik juga harus tetap
mengingatkan apabila aktivitas peserta didik melenceng dari tujuan
proyek. Proyek yang dilakukan oleh peserta didik adalah proyek yang
membutuhkan waktu yang lama dalam pengerjaannya, sehingga pendidik
meminta peserta didik untuk menyelesaikan proyeknya secara
berkelompok di luar jam sekolah. Ketika pembelajaran dilakukan saat jam
sekolah, peserta didik tinggal mempresentasikan hasil proyeknya di kelas.
4. Mengawasi jalannya proyek (monitor the students and the progress of the
project). Pendidik bertanggungjawab untuk melakukan monitor terhadap
aktivitas peserta didik selama menyelesaikan proyek. Monitoring
dilakukan dengan cara memfasilitasi peserta didik pada setiap proses.
Dengan kata lain, pendidik berperan sebagai mentor bagi aktivitas peserta
didik. Pendidik mengajarkan kepada peserta didik bagaimana bekerja
dalam sebuah kelompok. Setiap peserta didik dapat memilih perannya
masing masing dengan tidak mengesampingkan kepentingan kelompok.
5. Penilaian terhadap produk yang dihasilkan (assess the outcome). Penilaian
dilakukan untuk membantu pendidik dalam mengukur ketercapaian
standar, berperan dalam mengevaluasi kemajuan masing masing peserta
didik, memberi umpan balik tentang tingkat pemahaman yang sudah
dicapai oleh peserta didik, serta membantu pendidik dalam menyusun
strategi pembelajaran berikutnya. Penilaian produk dilakukan saat masing-
masing kelompok mempresentasikan produknya di depan kelompok lain
secara bergantian.
6. Evaluasi (evaluate the experience). Pada akhir proses pembelajaran,
pendidik dan peserta didik melakukan refleksi terhadap aktivitas dan hasil
proyek yang sudah dijalankan. Proses refleksi dilakukan baik secara
individu maupun kelompok. Pada tahap ini, peserta didik diminta untuk
mengungkapkan perasaan dan pengalamannya selama menyelesaikan
proyek.

29
Diskripsi pengalaman belajar dan kompetensi yang diperoleh peserta didik dapat
diperoleh dengan menghubungkan alur/tahapan pembelajaran (learning path) dari
model pembelajaran Project Based Learning dan dihubungkan Kompetensi Abad
21, yaitu 4C: creative (berpikir kreatif), collaborative (bekerjasama),
communication (berkomunikasi), critical (berpikir kritis), dan 1Q yaitu Taqwa
dengan pendekatan Saintifik sesuai Kurikulum 2013 (K13) terintegrasi TIK, yaitu
5M: Mengamati, Mengasosiasi, Mencoba, Mendiskusikan, dan
Mengkomunikasikan.

Menurut Global SchoolNet (2000) dalam Nurohman melaporkan hasil penelitian


the AutoDesk Foundation tentang karakteristik Project Based Learning. Hasil
penelitian tersebut menyebutkan bahwa Project Based Learning adalah
pendekatan pembelajaran yang memiliki karakteristik sebagai berikut:

a) peserta didik membuat keputusan tentang sebuah kerangka kerja,


b) adanya permasalahan atau tantangan yang diajukan kepada peserta didik,
c) peserta didik mendesain proses untuk menentukan solusi atas permasalahan
atau tantangan yang diajukan,
d) peserta didik secara kolaboratif bertanggungjawab untuk mengakses dan
mengelola informasi untuk memecahkan permasalahan,
e) proses evaluasi dijalankan secara kontinyu,
f) peserta didik secara berkala melakukan refleksi atas aktivitas yang sudah
dijalankan,
g) produk akhir aktivitas belajar akan dievaluasi secara kualitatif,
h) situasi pembelajaran sangat toleran terhadap kesalahan dan perubahan
(Global SchoolNet, 2000)

Keunggulan penerapan model project based learning yaitu:

a) meningkatkan motivasi belajar peserta didik untuk belajar mendorong


kemampuan mereka untuk melakukan pekerjaan penting, dan mereka perlu
dihargai;
b) meningkatkan kemampuan pemecahan masalah;

30
c) membuat peserta didik menjadi lebih aktif dan berhasil memecahkan
problem-problem yang kompleks;
d) meningkatkan kolaborasi:
e) mendorong peserta didik untuk mengembangkan dan mempraktikkan
keterampilan komunikasi;
f) meningkatkan keterampilan peserta didik dalam mengelola sumber;
g) memberikan pengalaman kepada peserta didik pembelajaran dan praktik
dalam mengorganisasi proyek dan membuat alokasi waktu dan sumber-
sumber lain seperti perlengkapan untuk menyelesaikan tugas;
h) menyediakan pengalaman belajar yang melibatkan peserta didik secara
kompleks dan dirancang berkembang sesuai dunia nyata;
i) melibatkan para peserta didik untuk belajar mengambil informasi dan
menunjukkan pengetahuan yang dimiliki, kemudian diimplementasikan
dengan dunia nyata;
j) membuat suasana belajar menjadi menyenangkan, sehingga peserta didik
maupun pendidik menikmati proses pembelajaran” (Kurniasih dalam
Nurfitriyani, 2016)

31
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan

Setiap model pembelajaran memilki tujuan masing-masing atau hasil akhir


yang harus dicapai. Model pembelajar tidak hanya terikat pada model
pembelajaran secara lisan maupun tulisan namun dewasa ini model pembelajaran
ditujukan untuk mengasah kekreatifitas peserta didik dalam kegiatan belajar
mengajar. Peserta didik ditunjang dengan teknologi yang dapat meningkatkan
mata pelajaran dapat dikuasai peserta didik dengan baik.

3.2 Saran

Tidak selamanya kegiatan belajar dan mengajar akan mengasikan bagi peserta
didik, pendidik harus aktif dalam teknologi dan mencari informasi serta dapat
menemukan metode belajar yang efektif yang dapat memajukan pendidikan
bangsa.

32
DAFTAR PUSTAKA

Andamsari. 2019. Discovery-Inquiry. https://sibatik.kemdikbud.go.id. [Diakses


pada 28 Maret 2020]

Nurhayati, A. S. dan. Harianti, D. 2019. Model Pembelajaran Project Based


Learning (PjBL). https://sibatik.kemdikbud.go.id. [Diakses pada 28 Maret
2020]

Nurdyansyah dan Fahyuni, E. F. 2016. Inovasi Model Pembelajaran Sesuai


Kurikulum 2013. Sidoarjo: Nizamial Learning Center

Helmiati, 2012. Model Pembelajaran. Yogyakarta: Aswaja Pressindo

33

Anda mungkin juga menyukai