Dosen Pengampu:
Drs. Martunis, M.Si
Fitra Marsela, S.Pd,. M.Pd
Disusun Oleh:
i
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah, segala puji hanya kita panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena
telah melimpahkan Rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah
“Penggunaan Model Pembelajaran” dapat diselesaikan dengan baik. Penyusunan makalah ini
dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Bimbingan Klasikal kelas 01 yang diampu oleh
bapak Drs. Martunis, M.Si dan ibu Fitra Marsela, S.Pd,. M.Pd. Terima kasih kami ucapkan
kepada teman-teman yang telah berkontribusi dengan memberikan idenya sehingga makalah
ini bisa disusun dengan baik dan rapi.
Terlepas dari semua itu,kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami
menerima semua kritik dan saran dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi
terhadap pembaca.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................... i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I ......................................................................................................................................... 3
PENDAHULUAN .................................................................................................................... 3
A. Latar Belakang ................................................................................................................ 3
B. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 3
C. Tujuan ............................................................................................................................. 4
BAB II ....................................................................................................................................... 5
PEMBAHASAN ....................................................................................................................... 5
A. Model Pembelajaran ....................................................................................................... 5
B. Model Pembelajaran Cooperative Leraning ................................................................... 6
C. Model Pembelajaran Discovery Learning .................................................................... 13
D. Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Learning) ...................... 20
BAB III...................................................................................................................................... 1
PENUTUP................................................................................................................................. 1
Kesimpulan............................................................................................................................. 1
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................... 2
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Belajar pada hakikatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada
disekitar individu. Belajar dapat dipandang sebagai proses yang diarahkan kepada tujuan dan
proses tersebut melalui berbagai pengalaman. Kegiatan pembelajaran dilakukan oleh dua orang
pelaku, yaitu guru dan siswa. Perilaku mengajar dan perilaku belajar tersebut terkait dengan
bahan pembelajaran. Bahan pembelajaran dapat berupa pengetahuan, nilai-nilai kesusilaan,
seni, agama, sikap, dan keterampilan. Hubungan antara guru, siswa dan bahan ajar bersifat
dinamis dan kompleks. Untuk mencapai keberhasilan dalam kegiatan pembelajaran, terdapat
beberapa komponen yang dapat menunjang, yaitu komponen tujuan, komponen materi,
komponen strategi belajar mengajar, dan komponen evaluasi. Masing-masing komponen
tersebut saling terkait dan saling mempengaruhi satu sama lain. Dan komponen-komponen
pembelajaran tersebut harus diperhatikan oleh guru dalam memilih dan menentukan model-
model pembelajaran apa yang akan digunakan dalam kegiatan pembelajaran.
Model-model pembelajaran biasanya disusun berdasarkan berbagai prinsip atau teori
sebagai pijakan dalam pengembangannya. Biasanya mempelajari model-model pembelajaran
didasarkan pada teori belajar yang dikelompokan menjadi empat model pembelajaran. Model
tersebut merupakan pola umum prilaku pembelajaran untuk mencapai kompetensi/tujuan
pembelajaran yang diharapkan. Jocyce & Weil berpendapat bahwa model pembelajaran adalah
suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum dan pembelajaran
di kelas atau di luar kelas. Model pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan, artinya para
guruboleh memilih model pembelajaran yang sesuai dan efesien untuk mencapai tujuan
pembelajaran.
B. Rumusan Masalah
3
C. Tujuan
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Model Pembelajaran
1. Defenisi Model Pembelajaran
Menurut Trianto (2009) model pembelajaran merupakan pendekatan yang luas dan
menyeluruh serta dapat diklasifikasikan berdasarkan tujuan pembelajarannya, sintaks (pola
urutannya), dan sifat lingkungan belajarnya. Sedangkan menurut Slavin (2010), model
pembelajaran adalah suatu acuan kepada suatu pendekatan pembelajaran termasuk tujuannya,
sintaksnya, lingkungannya, dan sistem pengelolaanya.
Menurut Suprijono (2011: 45). Model dapat diartikan “bentuk”, dalam pemakaian secara
umum model merupakan interpretasi terhadap hasil observasi dan pengukurannya yang
diperoleh dari beberapa sistem. Model diartikan sebagai bentuk representasi akurat sebagai
proses aktual yang memungkinkan seseorang atau sekelompok orang mencoba bertindak
berdasarkan model itu, lebih lanjut ia mengemukakan bahwa model pembelajaran adalah pola
yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial.
Model pembelajaran yang baik digunakan sebagai acuan perencanaan dalam pembelajaran
di kelas ataupun tutorial untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran yang sesuai
dengan dengan bahan ajar yang diajarkan (Trianto, 2011). Komarudin (2010), menjelaskan
model pembelajaran sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai panduan atau
pedoman dalam melakukan aktivitas pembelajaran.
Berdasarkan beberapa pendapat ahli diatas dapat dipahami bahwa model pembelajaran
merupakan salah satu hasil dari inovasi pendidikan berupa kerangka skenario pembelajaran
yang dibuat untuk mencapai tujuan atau hasil belajar tertentu. Model Pembelajaran harus
disesuaikan dengan tingkatan dan karakteristik kelas, pokok materi yang akan dibahas,
kesediaan media pembelajaran dan lainlain. Maka sangat penting untuk menentukan model
pembelajaran yang tepat untuk digunakan dalam suatu pembelajaran sehingga tujuan atau hasil
belajar tercapai.
5
1) antara berbgai komponen, unsure atau elemen system tertentu.
2) Prosedur yang akan ditempuh dalam melaksanaan kegiatan dapat diidentifikasi secara
tepat.
3) Dengan adanya model maka berbagai kegiatan yang dicakupnya dapat dikendalikan.
4) Model akan mempermudah para administrator untuk mengidentifikasi komponen,
elemen yang mengalamani hambatan, jika kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan tidak
efektif dan tidak produktif.
5) Mengidentifikasi secara tepat cara-cara untuk mengadakan perubahan jika pendapat
ketidaksesuaian dari apa yang telah dirumuskan.
6) Dengan menggunakan model, guru dapat menyusun tugas-tugas siswa menjadi suatu
keseluruhan yang terpadu.
6
Roger dan David Johnson (Anita Lie dalam Arum Handini Primandari (2010: 28)),
mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok biasa dianggap Cooperative Learning. Untuk
mencapai hasil yang maksimal lima unsur model pembelajaran harus diterapkan, yaitu
7
Menurut Anita Lie (Arum Handini Primandari, 2010: 29), Ada tiga hal penting yang
perlu diperhatikan dalam pengelolaan kelas model Cooperative Learning, yakni
pengelompokan, semangat Cooperative Learning, dan penataan ruang kelas.
a) Pengelompokan
Pengelompokan heterogenitas (kemacamragaman) merupakan ciri-ciri yang
menonjol dalam metode pembelajaran Cooperative Learning. Kelompok heterogenitas
bisa dibentuk dengan memperhatikan keanekaragaman gender, latar belakang agama,
sosio-ekonomi, dan etnik, serta kemampuan akademis. Kelompok heterogen
memberikan kesempatan bagi siswa untuk saling mengajar (peer tutoring) dan saling
mendukung. Selain itu kelompok heterogen meningkatkan relasi dan interaksi antarras,
agaman, etnik, dan gender. Kelompok dalam Cooperative Learning dapat bersifat lebih
permanen atau berubah. Kelompok yang lebih permanen akan menghemat waktu,
memudahkan pengelolaan kelas, dan meningkatkan semangat gotong royong karena
siswa sudah saling mengenal dengan cukup baik. Kelompok yang berubah- ubah akan
memperluas kesempatan bagi siswa untuk berinteraksi dengan siswa-siswa yang lainya.
b) Semangat Cooperative Learning
4) Meja laboratorium
8
7) Meja berbaris : dua kelompok duduk berbagi dalam satu meja.
a. Free Rider. Jika tidak dirancang dengan baik, pembelajaran kooperatif justru
berdampak pada munculnya “free rider” atau “pengendara bebas”. Yang
dimaksudkan free rider disini adalah penerapan siswa yang tidak tanggungjawab
secara personal pada tugas kelompoknya mereka hanya ”mengerkor” apa saja
yang dilakukan oleh teman-teman satu kelompoknya yang lain. Free rider ini
9
sering muncul ketika kelompok-kelompok koopeatif ditugaskan untuk
menangani satu lembar kerja, satu proyek, atau satu laporan tertentu. Untuk
tugas-tugas seperti ini, sering kali ada satu atau beberapa anggota yang
mengerjakan hampir semua pekerjaan kelompoknya, sementara sebagian
anggota yang lain justru “bebas berkendara”, berkeliaran ke mana-mana.
10
d. SPK merupakan suatu strategi yang cukup ampuh untuk meningkatkan prestasi
akademik sekaligus kemampuan sosial.
f. Siswa tidak lagi terlalu terantung kepada guru, tetapi dengan SPK ini siswa
menemukan kepercayaan dirinya, menemukan informasi dari berbagai sumber
belajar dari siswa lain.
g. SPK dapat membantu siswa respek pada orang lain dan menyadari akan segala
keterbatasan serta menerima segala perbedaan.
h. SPK merupakan suatu strategi yang cukup ampuh untuk meningkatkan prestasi
akademik sekaligus kemampuan sosial, termasuk mengembangkan rasa harga
diri, hubungan interpersonal yang positif dengan yang lain, mengembangkan
keterampilan me-manage waktu dan sikap positif terhadap sekolah.
i. Melalui SPK dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk menguji ide dan
pembahamannya sendiri, menerima umpan balik, siswa dapat berpraktik
memecahkan masalah tanpa takut membuat kesalahan, karena keputusan yang
dibuat adalah tanggung jawab kelompoknya.
11
c. Face to face promotive interaction. Maksudnya adalah setiap anggota kelompok
harus saling membelajarkan dan mendorong agar tujuan dan tugas yang diberikan
dapat dikuasai oleh semua anggota kelompok.
d. Appropriate use of collaborative skills. Dalam kelompok ini, setiap individu
berlatih untuk dapat dipercaya, mempunyai jiwa kepemimpinan, dapat mengambil
keputusan, mampu berkomunikasi, dan memiliki ketrampilan untuk mengatur
konflik.
e. Group processing. Setiap anggota harus dapat mengatur keberhasilan kelompok,
secara berkala mengevaluasi kelompoknya, serta mengidentifikasi perubahan yang
akan dilakukan agar pekerjaan kelompoknya lebih efektif lagi.
5. Tujuan Model Pembelajaran Kooperatif
Adapun yang menjadi tujuan dalam model pembelajaran kooperatif menurut Ibrahim
dkk dalam Hosnan (2014:239) adalah sebagai berikut:
a. Pertama, bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik.
Beberapa ahli berpendapat bahwa strategi ini unggul dalam membantu siswa dalam
memahami konsep- konsep yang sulit. Strategi struktur penghargaan kooperatif
juga telah meningkatkan penilaian siswa pada belajar akademik dan perubahan
norma yang berhubungan dengan hasil belajar.
b. Kedua, penerimaan yang luas terhadap orang yang berbeda menurut ras, budaya,
kelas sosial, kemampuan, maupun ketidakmampuan. Pembelajaran kooperatif
memberikan peluang kepada siswa yang berbeda latar belakang dan kondisi untuk
bekerja saling bergantung satu sama lain atas tugas-tugas bersama, dan melalui
penggunaan struktur penghargaan kooperatif, belajar untuk menghargai satu sama
lain.
c. Ketiga, mengajarkan kepada siswa terampil bekerjasama dan kolaborasi.
Keterampilan ini penting karena banyak anak muda dan orang dewasa masih kurang
dalam keterampilan sosial.
6. Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif
Menurut Hosnan (2014:245) langkah-langkah pembelajaran kooperatif
dijelaskan pada tabel dibawah ini:
Langkah Indikator Tingkah laku guru
Langkah 1 Menyampaikan Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan
tujuan dan mengomunikasikan kompetensi dasar yang
motivasi siswa. akan dicapai serta memotivasi siswa.
12
Langkah 2 Menyajikan Guru menyajikan informasi kepada siswa
informasi
Langkah 3 Mengorganisasika Guru menginformasikan pengelompokan
n siswa ke dalam siswa.
kelompok-
kelompok belajar.
Langkah 4 Membimbing Guru memotivasi serta memfasilitasi kerja
kelompok belajar.
siswa dalam kelompok-kelompok belajar.
Langkah 5 Evaluasi. Guru mengevaluasi hasil belajar tentang
materi pembelajaran yang telah dilaksanakan.
Langkah 6 Memberikan Guru memberikan penghargaan hasil belajar
penghargaan individual dan kelompok.
Dari beberapa penjelasan dan pemaparan maka langkah-
langkah pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut :
1. Sebelum Pembelajaran.
2. Saat Pembelajaran
3. Setelah pembelajaran
13
Penemuan adalah terjemahan dari discovery. Menurut Sund ”discovery adalah proses
mental dimana siswa mampu mengasimilasikan sesuatu konsep atau prinsip”. Proses
mental tersebut ialah mengamati, mencerna, mengerti, mengolong-golongkan, membuat
dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan dan sebagainya (Roestiyah,
2001:20), sedangkan menurut Bruner, “penemuan adalah suatu proses, suatu jalan/cara
dalam mendekati permasalahan bukannya suatu produk atau item pengetahuan tertentu”.
Dengan demikian di dalam pandangan Bruner, belajar dengan penemuan adalah belajar
untuk menemukan, dimana seorang siswa dihadapkan dengan suatu masalah atau situasi
yang tampaknya ganjil sehingga siswa dapat mencari jalan pemecahan (Markaban, 2006:9).
Model penemuan terbimbing atau terpimpin adalah model pembelajaran penemuan
yang dalam pelaksanaanya dilakukan oleh siswa berdasarkan petunjukpetunjuk guru.
Petunjuk diberikan pada umumnya berbentuk pertanyaan membimbing (Ali, 2004:87).
Dari pengertian yang telah dijabarkan tersebut dapat disimpulkan bahwa Discovery
Learning merupakan model pembelajaran yang mengarahkan siswa untuk menemukan
secara mandiri pemahaman yang harus dicapai dengan bimbingan dan pengawasan guru.
14
pembelajaran seperti prediksi, infersi, kreasi, dan analisis.
10) Menekankan pentingnya “bagaimana” siswa belajar.
11) Mendorong siswa untuk berpartisipasi aktif dalam dialog atau diskusi dengan
siswa lain dan guru.
12) Sangat mendukung terjadinya belajar kooperatif.
13) Menekankan pentingnya konteks dalam belajar.
14) Memperhatikan keyakinan dan sikap siswa dalam belajar.
15) Memberikan kesempayan kepada siswa untuk membangun pengetahuan dan
pemahaman baru yang didasari pada pengalaman nyata.
c. Siswa juga belajar merumuskan strategi tanya jawab yang tidak rancu dan
menggunakan tanya jawab untuk memperoleh informasi yang bermanfaat
dalam menemukan.
15
dalam situasi belajar baru.
16
guru dengan siswa.
2) Menyita waktu banyak. Guru dituntut untuk mengubah kebiasaan mengajar
yang umumnya sebagai pemberi informasi mennjadi fasilitator, motivator,
dan pembimbing siswa dalam belajar. Untuk seorang guru, ini bukan
pekerjaan yang mudah karena itu guru memerlukan waktu yang banyak, dan
sering kali guru merasa belum puas kalau tidak banyak memberi motivasi
dan membimbing siswa belajar dengan baik.
3) Menyita pekerjaan guru.
4) Tidak semua siswa mampu melakukan penemuan.
5) Tidak berlaku untuk semua topik.
Bertolak dari beberapa kelemahan dalam penerapannya model pembelajaran
discovery, juga memiliki kelebihan antara lain seperti yang diungkapkan oleh
Hosnan (2014:287) sebagai berikut:
3) Pengetahuan yang diperoleh melalui strategi ini sangat pribadi dan ampuh
karena menguatkan pengertian, ingatan, dan transfer.
17
9) Peserta didik akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik.
10) Membantu dan mengambangkan ingatan dan transfer pada situasi proses
belajar yang baru.
11) Mendorong peserta didik berpikir dan bekerja atas inisiatif sendiri.
15) Menimbulkan rasa senang pada peserta didik, karena tumbuhanya rasa
menyelidiki dan berhasil.
16) Proses belajar meliputi sesama aspeknya peserta didik menuju pada
pembentukan manusia seutuhnya.
18
belajar yang dapat mengembangkan dan membantu peserta didik dalam
mengeksplorasi bahan. Dalam hal ini, Bruner memberikan stimulasi dengan
menggunakan teknik bertanya, yaitu dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan
yang dapat menghadapkan siswa pada kondisi internal yang mendorong eksplorasi.
Ketika eksplorasi berlangsung, guru juga memberi kesempatan kepada peserta didik
untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan
benar tidaknya hipotesis. Pada tahap ini, berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau
membuktikan benar tidaknya hipotesis, dengan demikian siswa diberi kesempatan untuk
mengumpulkan (collection) berbagai informasi yang relevan, membaca litelatur,
mengamati objek, wawancara dengan narasumber, melakukan uji coba sendiri, dan
sebagainya. Konsekuensi dari tahap ini adalah peserta didik belajar secara aktif untuk
menemukan sesuatu yang berhubungan dengan permasalahan yang dihadapi, dengan
demikian secara tidak sengaja peserta didik menghubungkan masalah dengan pengetahuan
yang telah dimiliki.
Pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang telah
diperoleh peserta didik baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya. Selanjutnya
ditafsirkan, dan semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu
dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tententu. Data
processing disebut juga dengan pengkodean/ kategorisasi yang berfungsi sebagai
pembentukan konsep dan generalisasi. Dari generalisasi tersebut peserta didik akan
mendapatkan pengetahuan baru tentang alternatif jawaban/ penyelesaian yang perlu
mendapat pembuktian secara logis.
5) Verification (pembuktian)
Pada tahap ini, peserta didik melakukan pemeriksaan secara cermat untuk
membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan dengan temuan
alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing. Berdasarkan hasil
pengolahan dan tafsiran informasi yang ada, pertanyaan atau hipotesis yang telah
dirumuskan terdahulu itu kemudian dicek, apakah terjawab atau tidak, apakah
terbukti atau tidak. Pembuktian menurut bruner, bertujuan agar proses belajar akan
berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa
untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-
19
contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya.
20
berfikir kritis dan belajar secara individu maupun kelompok kecil sampai menemukan
solusi dari masalah tersebut. Peran guru pada model pembelajaran masalah yaitu sebagai
fasilitator dan membuktikan asumsi juga mendengarkan perspektif yang ada pada siswa
sehingga yang berperan aktif di dalam kelas pada saat pembelajaran adalah siswa.
2. Karakterisktik Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Menurut Arends (dalam Hariyanto dan Warsono, 2012:410) ciri yang paling utama dari
model pembelajaran berbasis masalah yaitu:
1) Pengajuan pertanyaan atau masalah
a. Autentik, yaitu masalah harus berakar pada kehidupan dunia nyata siswa;
b. Jelas, yaitu masalah dirumuskan dengan jelas, tidak menimbulkan masalah
baru;
c. Mudah dipahami, yaitu masalah yang diberikan disesuaikan dengan tingkat
perkembangan siswa;
d. Luas dan sesuai tujuan pembelajaran;
e. Bermanfaat, yaitu masalah tersebut bermanfaat bagi siswa;
2) Berfokus pada keterkaitan antar disiplin ilmu
Walaupun pembelajaran berbasis masalah ditujukan pada suatu ilmu bidang
tertentu tetapi dalam pemecahan masalah-masalah aktual, peserta didik dapat
menyelidiki dari berbagai ilmu.
3) Penyelidikan autentik (nyata)
Dalam penyelidikan siswa menganalisis dan merumuskan masalah,
mengembangkan dan meramalkan hipotesis, mengumpulkan dan menganalisis
informasi, melakukan eksperimen, membuat kesimpulan dan menggambarkan hasil
akhir.
4) Menghasilkan produk dan memamerkannya
Siswa bertugas menyusun hasil belajarnya dalam bentuk karya dan memamerkan
hasil karyanya;
5) Kolaboratif
Tugas-tugas belajar berupa masalah diselesaikan bersama-sama antar siswa.
Berdasarkan pendapat Arends mengenai karakteristik model pembelajaran berbasis
masalah dapat ditarik kesimpulan model pembelajaran berbasis masalah pada kegiatan
proses pembelajaran dimulai dengan memberikan masalah yang jelas pada siswa
yanberakar pada kehidupan dunia nyata, kemudian siswa harus mengumpulkan data,
mengumpulkan informasi, melakukan eksperimen dan menarik kesimpulan secara
21
berkelompok, sehingga siswa sangat berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran dan
guru sebagai fasilitator juga memperhatikan keterampilan bertanya siswa.
3. Manfaat Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Menurut Smith (dalam Amir, 2013:27), manfaat pembelajaran berbasis masalah adalah:
1) Menjadi lebih ingat dan meningkat pemahamannya atas materi ajar. Kedua hal ini
ada kaitannya, kalau pengetahuan itu didapatkan lebih dekat dengan konteks
praktiknya, maka kita akan lebih ingat. Pemahamanan juga demikian, dengan
konteks yang dekat dan sekaligus melakukan banyak mengajukan pertanyaan
menyelidiki bukan sekedar hafal saja maka pembelajaran akan lebih memahami
materi.
2) Meningkatkan fokus pada pengetahuan yang relevan. Dengan kemampuan pendidik
membanguan masalah yang sarat dengan konteks praktik, pembelajaran bisa
merasakan lebih baik konteks operasinya di lapangan.
3) Mendorong untuk berfikir. Dengan proses yang mendorong pembelajaran untuk
mempertanyakan, kritis, reflektif maka mafaat ini berpeluang terjadi. Pembelajaran
dianjurkan untuk tidak terburu-buru menyipulkan, mencoba menemukan landasan
argumennya dan fakta-fakta yang mendukung alasan. Nalar pembelajaran dilatih
dan kemampuan berfikir ditingkatkan. Tidak sekedar tahu, tapi juga dipikirkan.
4) Membangun kerja tim, kepemimpinan dan keterampilan sosial Pembelajaran
diharapkan memahami perannya dalam kelompok, menerima pandangan orang lain,
bisa memberikan pengertian bahkan untuk orang-orang yang barangkali tidak
mereka senangi. Keterampilan yang sering disebut bagian dari soft skills ini, seperti
juga hubungan interpersonal dapat mereka kembangkan. Dalam hal tertentu,
pengalaman kepemimpinan juga dapat dirasakan. Mereka mempertimbangkan
strategi memutuskan dan persuasif dengan orang lain.
5) Membangun kecakapan belajar. Pembelajaran perlu dibiasakan untuk mampu
belajar terus meneru. Ilmu keterampilan yang mereka butuhkan nanti akan terus
berkembang, apapun bidang pekerjaannya. Jadi mereka harus mengembangkan
bagaimana kemampuan untuk belajar.
6) Memotivasi pembelajaran. Motivasi belajar pembelajaran, terlepas dari apapun
metode yang kita gunakan, selalu menjadi tantangan. Dengan model pembelajaran
berbasis masalah, kita punya peluang untuk membangkitkan minat dari dalam diri,
karena kita menciptakan masalah dengan konteks pekerjaan.
22
4. Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Menurut Hariyanto dan Warsono (2012:52), kelebihan dari penerapan model
pembelajaran berbasis masalah antara lain:
1) Siswa akan terbiasa menghadapi masalah dan merasa tertantang untuk
menyelesaikan masalah, yang ada dalam kehidupan sehari-hari;
2) Memupuk solidaritas sosial dengan terbiasa berdiskusi dengan teman-teman
sekelompok kemudian berdiskusi dengan teman-teman sekelasnya;
3) Semakin mengakrabkan guru dengan siswa;
4) Karena ada kemungkinan suatu masalah harus diselesaikan siswa melalui
eksperimen hal ini juga akan membiasakan siswa dalam menerapkan metedo
eksperimen.
23
5) Menganalisis dan mengevaluasi proses dan hasil pemecahan masalah. Guru
membantu siswa untuk melakukan refleksi terhadap hasil penyelidikannya serta
proses-proses pembelajaran yang telah dilaksanakan.
24
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Menurut Trianto (2009) model pembelajaran merupakan pendekatan yang luas dan
menyeluruh serta dapat diklasifikasikan berdasarkan tujuan pembelajarannya, sintaks (pola
urutannya), dan sifat lingkungan belajarnya. Sedangkan menurut Slavin (2010), model
pembelajaran adalah suatu acuan kepada suatu pendekatan pembelajaran termasuk tujuannya,
sintaksnya, lingkungannya, dan sistem pengelolaanya.
pembelajaran kooperatif merupakan aktivitas pembelajaran kelompok yang diorganisir
oleh satu prinsip bahwa pembelajaran harus didasarkan pada perubahan informasi secara sosial
diantara kelompok-kelompok pembelajar yang didalamnya setiap pembelajar bertanggung
jawab atas pembelajarannya sendiri dan didorong untuk meningkatkan pembelajaran anggota-
anggota yang lain). Parker (Miftahul Huda, 2014: 29), mendefinisikan kelompok kecil
kooperatif sebagai suasana pembelajaran dimana para siswa saling berinteraksi dalam
kelompok- kelompok kecil untuk mengerjakan tugas akademik demi mencapai tujuan bersama.
Menurut Budiningsih (2005:43), “Model Discovery Learning adalah cara belajar
memahami konsep, arti, dan hubungan melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada
suatu kesimpulan. Menurut Komalasari (2013:58-59) pembelajaran berbasis masalah adalah:
Model pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa
utuk belajar tentang berfikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk
memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensi dari mata pelajaran.
1
DAFTAR PUSTAKA
• Primandari, Arum Handini. 2010. Upaya Meningkatkan Kemampauan Pemecahan
Masalah Siswa Kelas VIII A SMP N 2 Nanggulan dalam Pembelajaran Matematika
Pokok Bahasan Bangun Ruang Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
Think-Pair-Square. Skripsi Belum Dipublikasikan. Yogyakarta: Universitas Negri
Yogyakarta.
• Ali Muhammad. 2004. Belajar Adalah Suatu Perubahan Perilaku, Akibat Interaksi
Dengan Lingkungannya. Tersedia: http://www.sarjanaku.com /2011/03/ pengertian-
definisi-hasil-belajar.htm
• Amir, A. (2013) Sastra lisan Indonesia. Yogyakarta: Penerbit Andi.
• Fitriani, Dwi Dkk. 2014. “Upaya Peningkatan Keaktifan dan Prestasi Belajar
Matematika Melalui Model Pembelajaran Problem Based Learning”.Jurnal Ekuivalen
FKIP UMP 8 (1) : 19 – 24
• Hosnan. 2014. Pendekatan Saintifik dan Kontekstual dalam Pembelajaran Abad 21.
Bogor : Ghalia Indonesia
• Warsono dan Hariyanto. 2012. Pembelajaran Aktif Teori dan Asesmen. Bandung : PT.
Remaja Rosdakarya.
• I.G.A.K. Wardani. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Universitas Terbuka
KTSP SD/MI 2011
• Budiningsih. (2005). Model Discovery Learning. Jakarta: Pustaka Mandiri.
• Roestiyah, N.K. 2001. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta
• Illahi, Mohammad Takdir. 2012. Pembelajaran Discovery Strategy dan Mental
Vocational Skill. Jogjakarta: Diva Press.
• Markaban, 2006. Model Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Penemuan
Terbimbing. Yogyakarta : Departemen Pendidikan Nasional PPPG Matematika.
• Trianto (2009). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif. Surabaya:Kencana
• Agus Suprijono. 2011. Model-Model Pembelajaran. Jakarta: Gramedia Pustaka Jaya.
• Komalasari, Kokom. 2013. Pembelajaran Kontekstul : Konsep dan Aplikasi. Bandung
: PT Refika Adiatama.
• Joyce, Bruce and Weil, Marsha. 1980. Models of Teaching (Second Edition).
Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice-Hall, Inc.
• Huda Miftahul. (2014). Model-model Pengajaran dan Pembelajaran. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
• Komarudin. 2010. Vehicle Routing Problem
(VRP).http://staff.blog.ui.ac.id/komarudin74/2010/09/14/vehicle-routing-problem-
vrp/. Akses, 29 Agustus 2012.