Anda di halaman 1dari 44

Mata Kuliah Dosen Pembimbing

Perencanaan Sistem Pembelajaran PAI Mihrab Afnanda, M.Pd

”MODEL-MODEL DESAIN PEMBELAJARAN PAI”

Disusun Oleh:
Kelompok 2

Muhammad Alwi 18.12.4517

Nadia Rizqi 18.12.4569

Sejariyati 18.12.4603

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM DARUSSALAM MARTAPURA
2020
KATA PENGANTAR

‫بسم هللا الرحمن الرحيم‬


‫الحمدهلل رب العالمين والصالة والسالم على اشرف األنبياء والمرسلين‬
‫سيدنا وموالنامحمد وعلى اله و صحبه اجمعين اما بعد‬
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan taufik dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini sebagai suatu kreativitas mahasiswa didalam mata kuliah
PERENCANAAN SISTEM PEMBELAJARAN PAI Yang mana disini
pemakalah mengangkat masalah “Model Desain Pembelajaran PAI”.
Kemudian shalawat dan salam tak lupa kami haturkan, kepada junjungan
kita Nabi besar Muhammad SAW, sahabat serta kerabat beliau sehingga dapatlah
kami mengucap iman, islam dan ihsan sampai saat ini.
Juga kepada semua rekan yang telah sudi menyumbangkan buah pikiran,
baik secara lisan maupun tulisan demi terlaksananya sebuah tugas ini.
Kami menyadari sepenuhnya pembuatan makalah ini jauh dari sempurna,
untuk itu saran serta kritik yang membangun tetap kami harapkan demi
terciptanya sebuah makalah yang lebih sempurna dan berbobot.

Martapura, 11 Februari 2020

Kelompok 2

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................. 1
C. Tujuan ................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian model desain pembelajaran PAI ................................... 3
BAB III PENUTUP
A. Simpulan ............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................

iii
A. Latar Belakang
Bermacam-macam desain model pembelajaran yang digunakan dalam

dunia pendidikan, yang diharapkan dapat membantu para pengajar untuk

mencapai tujuan belajar yang telah direncanakan, serta sekaligus membantu

siswa agar dapat belajar dengan lebih efektif. Seorang pengajar harus bisa

mengidentifikasi berbagai model pembelajaran tersebut, kemudian memilih

beberapa model sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dan

mencoba menerapkannya dikelas.

Perlu diingat bahwa kesuksesan belajar siswa juga dipengaruhi oleh cara

seorang pengajar mengelola proses pembelajarannya. Jika seorang pengajar

telah memahami dan menguasai berbagai model pembelajaran, maka pengajar

tersebut dapat membantu siswanya untuk terlibat dalam proses pembelajaran,

dan pada akhirnya siswa dapat mencari, mengolah, dan memiliki ilmu yang

telah dipelajarinya.

Begitu pula dalam pendidikan agama Islam, terdapat berbagai desain

model pembelajaran yang menunjang proses belajar mengajar didalam kelas,

yang tentu model-model ini dipengaruhi dan bernuansa keislaman sehingga

menjadikan siswa yang beriman dan bertakwa kepada Allah Swt. serta

berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi dan bermasyarakat, model-model

ini sangat diperlukan terutama pada sekolah-sekolah berbasis Islam yang

selama ini menggunakan strategi yang tidak sesuai serta untuk lebih

mempermudah dalam mencapai segala tujuan yang hendak dicapai.

1
Oleh karena itu, untuk bisa menjalankan itu semua tentunya kita terlebih

dahulu harus mendalami definisi dan penghayatan mengenai berbagai model

pembelajaran terkhusus pada bidang pendidikan agama Islam itu sendiri.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian model desain pembelajaran PAI?

2. Apa saja macam-macam model desain pembelajaran PAI?

3. Bagaimana perbedaan model desain pembelajaran PAI?

C. Tujuan

1. Untuk memahami pengertian model desain pembelajaran PAI.

2. Untuk mengetahui macam-macam model desain pembelajaran PAI.

3. Untuk mengetahui perbedaan model desain pembelajaran PAI.

2
A. Pengertian Model Desain Pembelajaran PAI
Secara umum istilah model diartikan sebagai kerangka konseptual
yang digunakan sebagai pedoman dan acuan dalam melakukan suatu
kegiatan. Dalam pengertian lain, model juga diartikan sebagai barang
atau benda tiruan dari benda yang sesungguhnya, seperti globe adalah
model dari bumi tempat kita hidup. Akan tetapi model lebih sering
diartikan menurut pendapat pertama yakni sebagai kerangka proses
pemikiran.1
Lebih lanjut istilah model pembelajaran memiliki banyak pengertian

sehingga melahirkan beberapa pendapat mengenai pengertian model

pembelajaran itu sendiri. Adapun pendapat-pendapat yang memaparkan

mengenai pengertian model pembelajaran dalam beberapa sumber sebagai

berikut.

Menurut Trianto model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang

melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar

untuk mencapai tujuan belajar serta berfungsi sebagai suatu perencanaan atau

pola yang digunakan untuk mendesain pola-pola mengajar secara tatap muka

di dalam kelas atau mengatur tutorial dan untuk mementukan

material/perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku dan

kurikulum, dan sebagai pedoman bagi perancang pembelajaran dalam

merancang atau mendesain dan melaksanakan pembelajaran.2

Sedangkan menurut Sahimin, model pembelajaran adalah suatu

perencanaan atau pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan

pembelajaran di kelas. Dengan adanya model dalam pembelajaran dapat

mempengaruhi peserta didik berubah ke arah yang lebih baik. Model

pembelajaran terbentuk dari berbagai komponen yang meliputi: fokus, sintaks,

1
Hendy Hermawan, Model-model Pembelajaran Inovatif, (Bandung: CV Citra Praya, 2006), Hal 3
2
Trianto, Model Pembelajaran Terpadu, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2010). Hal. 52-53

3
sistem sosial, dan sistem pendukung.3 Senada dengan itu M. Samani juga

mendefinisakan Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu

pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di

kelas atau pembelajaran dalam toturial. Model pembelajaran mengacu pada

pendekatan pembelajaran yang digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-

tujuan pengajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan

pembelajaran, dan pengelolaan kelas.4

Model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk


pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan
secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran
merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan,
metode, dan teknik pembelajaran.5 Dan dilakukan secara sekaligus
untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan, atau sebagai suatu
kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam
melakukan suatu kegiatan.6
Selanjutnya menurut Ahmad Rohani model pembelajaran adalah suatu

pemikiran atau persiapan untuk melaksanakan tugas mengajar atau aktivitas

pembelajaran dengan menerapkan prinsip-prinsip pembelajaran serta melalui

langkah-langkah pembelajaran, perencanaan itu sendiri, pelaksanaan dan

penilaian, dalam rangka pencapaian tujuan pembelajaranyang telah

ditentukan.7

Akan tetapi pendapat mengenai model pembelajaran berkembang lagi

menjadi representasi suatu proses dalam bentuk grafis dan/atau naratif, dengan
3
Sahimin, “Pengaruh Model Pembelajaran Dan Gaya Belajar Terhadap Hasil Belajar Pai Siswa
Kelas VII Smp Negeri 1 Kabanjahe Kabupaten Karo”, Edu Riligia, Vol. 01, No. 02, (2017), hal.
155.
4
M. Samani, Pengembangan Model Pembelajaran IPA Terpadu untuk Sekolah Lanjutan Tingkat
Pertama, (Surabaya: PSM Unessa, 2002). Hal. 7
5
Kokom, Komulasari, Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi (Bandung: PT. Refika
Aditama, 2010), hal. 57
6
Muhammad Fathurroman, Model-model Pembelajaran Inovatif, (Yogjakarta: Ar-Ruzz
Media,2016).
7
Ahmad Rohani, Pengelolaan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004).

4
menunjukkan unsur-unsur utama serta strukturnya. Dalam hal ini

dimungkinkan penafsiran model naratif ke dalam bentuk grafis, atau

sebaliknya.8 Model Pembelajaran juga diartikan sebagai spesifikasi desain ke

dalam wujud atau pola tertentu yang diperlukan dalam kegiatan pembelajaran

agar arah dan kegiatan pembelajaran dapat mencapai tujuan yang diharapkan.9

A. Mudhofir menambahkan model pembelajaran merupakan prosedur

kerja yang digunakan dalam proses pembelajaran agar pembelajaran dapat

dilaksanakan secara baik dan menghasilkan output yang baik. Prosedur kerja

tersebut memiliki tahapan-tahapan, antara lain adalah analisis, perencanaan,

pengembangan, implementasi, dan evaluasi.10

Dari pengertian model diatas, tampaknya pengertian model yang relevan

dalam konteks desain pembelajaran adalah model sebagai pola yang menjadi

contoh dan acuan dan model sebagai pola yang menjadi contoh dan acuan dari

model tersebut bukan hanya satu, melainkan lebih dari satu.11 Jadi, dapat

disimpulkan bahwa model desain pembelajaran adalah pola pembelajaran

yang dijadikan sebagai contoh dan acuan oleh guru sebagai pendidik

profesiaonal dan merancang pembelajaran yang hendak difasilitasinya.

Sebagai sebuah pola pembelajaran, model tersebut memiliki berbagai tahapan-

tahapan kegiatan merancang pembelajaran.

8
Miarso, Yusufhadi., Penerapan Teknologi Informasi dan Komunikasi Dalam Pendidikan di Era
Globalisasi. (Jakarta: Makalah Seminar Nasional The Power of ICT in Education, PPs UNJ, 15
April 2008).
9
Zulkifli M, “Model Pembelajaran Pai Berbasis Tik Yang Valid Dan Praktis Pada Sma Negeri 4
Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara”, Jurnal Al-Ta’dib, Vol. 6 No. 2 (2013).
10
A Mudhofir, Desain Pembelajaran Inovatif Dari Teori Ke Praktik, (Surabaya: Raja Grafindo
Persada, 2016).
11
Novan Ardy Wiyani, Desain Pembelajaran Pendidikan, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2013),
hal. 10

5
Setelah dipaparkan model desain pembelajaran secara umum, maka dapat

dipahami bahwa model desain pembelajaran pendidikan agama Islam adalah

konsep dan prosedur yang berfungsi sebagai pedoman bagi para guru dalam

merencakan dan melaksanakan pembelajaran agama Islam yang dilakukan

secara sistematis sebagai upaya menanamkan, mengembangkan dan

menumbuhkan nilai-nilai pada peserta didik dalam mewujudkan tampilnya

perilaku siswa yang mencerminkan keimanan dan ketaqwaan.12

Model pembelajaran PAI dapat menggunakan model pengajaran


efektif (effective teaching) dan belajar aktif (active learning) dengan
memperhatikan keragaman budaya atau agama para peserta didik.
Proses pembelajaran selain menggunakan pendekatan mengajarkan
agama (teaching of religion), yang sangat penting adalah lebih
menekankan pada bagaimana mengajarkan ‘tentang agama’ (teaching
about religion).13
Berbagai bentuk model pembelajaran yang ada, memungkinkan guru PAI

dapat berinovasi menciptakan sendiri model pembelajaran yang akan

digunakan. Sebab, guru adalah orang yang paling memahami karakteristik dan

kebutuhan peserta didiknya. Melalui berbagai variasi metode dan model

pembelajaran, peserta didik akan dapat banyak berinteraksi secara aktif

dengan memanfaatkan segala potensi yang mereka miliki.14

Penataan dan penetapan strategi pengorganisasian isi pembelajaran

pendidikan agama melalui perancangan pembelajaran yang profesional

merupakan sesuatu yang sangat urgen. Kualitas pembelajaran merupakan

fokus kegiatan yang biasa dicapai dengan memilih dan mempreskripsikan

12
Tedi Supriyadi, “Model Pembelajaran Internalisasi Iman dan Taqwa Dalam Pembelajaran PAI
untuk Usia Sekolah Dasar”, Mimbar Sekolah Dasar, Vol. 03 No. 02, (2016).
13
Kasinyo Harto, “Pengembangan Pendidikan Agama Islam Berbasis Multikultural”, Al-Tahrir,
Vol. 14, No. 2 (2014).
14
Abdul Rahman Bahtiar, “Prinsip-Prinsip Dan Model Pembelajaran Pendidikan Agama Islam”,
Jurnal Tarbawi, Vol. 01, No. 02, (2018).

6
metode pembelajaran yang bermakna dan tentunya harus dilaksanakan dengan

tetap berpijak pada beberapa asumsi sebagai berikut.

1. Mengacu pada kualitas pembelajaran, kualitas pembelajaran tetap menjadi

fokus kegiatan agar setiap langkah kegiatan selalu diarahkan pada

peningkatan mutu atau kualitas pembelajaran.

2. Mengacu pada pendekatan sistem, pembelajaran pendidikan agama Islam

harus dipandang sebagai pembelajaran yang terpadu yang melibatkan

beberapa unsur seperti input, proses, dan output.

3. Mengacu pada teori belajar dan pembelajaran, pembelajaran pendidikan

agama sebaikanya dirancang dengan mengacu atau dilandasi oleh teori

belajar dan pembelajaran. Secara teoritis perancang pembelajaran harus

mampu memahami bagaimana seseorang itu belajar agama dan bagaimana

seseorang itu membelajarakan pendidikan agama. Kualitas pembelajaran

pendidikan agama sangat bergantung pada bagaimana pembelajaran itu

dirancang dan dikembangkan.

4. Mengacu pada belajar persorangan (individual), rancangan pembelajaran

pendidikan agama sebaiknya mengacu pada siswa secara persorangan

karena pada hakikatnya belajar itu terjadi secara individual.

5. Mengacu pada hasil belajar, pada hasil belajar baik hasil langsung atau

hasil pengiring merupakan acuan utama setiap kegiatan pembelajaran.

Kualitas perencanaan pembelajaran pendidikan agama biasa di ukur

melalui hasil belajar yang telah dicapai.

7
6. Mengacu pada kemudahan belajar, pembelajaran PAI merupakan upaya

membelajarkan siswa belajar agama dan perencanaan pembelajaran PAI

merupakan penataan upaya membelajarkan agar dalam diri siswa muncul

prakarsa atau perilaku belajar.

7. Mengacu pada interelasi variabel pembelajaran, perencanaan

pembelajaran PAI harus mengacu pada semua kompunen yang

mempengaruhi pembelajaran agama itu sendiri. Artinya pembelajaran

harus didasarkan pada hasil identifikasi dan analisis semua kompunen baik

secara teoritis maupun praktis empiris berpengaruh pada belajar PAI.

8. Mengacu pada kualitas metode pembelajaran pendidikan agama,

perencanaan pembelajaran PAI yang mendasar dan menjadi inti

perencanaan terletak pada pemilihan dan penetapan metode pembelajaran

PAI. Pemilihan metode harus didasarkan pada analisis kondisi

pembelajaran yang ada.15

15
Maksudin, Pengembangan Metodelogi Pendidikan Agama Islam Pendekatan Dialektik,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), hal. 123-124

8
B. Macam-Macam Model Desain Pembelajaran PAI

Ditulis oleh DeQueljoe dan A. Gazali dalam buku mereka Didaktik Umum,

mereka menggunakan istilah jalan pelajaran sebagai padanan istilah model

pengajaran. Ada empat jalan pelajaran yang mereka tulis dalam buku itu,

antara lain sebagai berikut:

1. Jalan pelajaran konsentris


Pada jalan pelajaran ini seluruh bahan pelajaran dijalani beberapa kali dari

permulaan hingga akhir, dimulai dari yang paling paling mudah dan paling

penting.

IV
III I. Penguraian pertama
II. Penguraian kedua, yang
II
mencakup juga bahan pertama
I III. Penguraian ketiga, yang
mencakup juga bahan ke-l dan 2
IV. dst.

Konsep yang terkandung di dalam pelajaran ini dapat diterapkan di


dalam lesson plan tatkala merencanakan langkah-langkah proses
belajar-mengajar. Langkah pertama menguraikan bahan (1), langkah
kedua menguraikan bahn (1) diperluas dengan bahan (2), langkah
ketiga menguraikan bahan (1) dan (2) diperluas bahan (3), dan
seterusnya.
2. Jalan pelajaran suksessif
Suksessi artinya urutan atau berurutan. Di dalam jalan pelajaran ini
seluruh bahan hanya dilalui satu kali, karena pengajaran maju secara
berurutan. Jalan pelajaran ini dapat digambarkan sebagai berikut.
Bagian 1 Bagian 2 Bagian 3 Bagian 4 dan seterusnya
Seandainya dikehendaki, konsep yang terkandung di dalam jalan

pelajaran ini dapat diterapkan dalam merencanakan langkah-langkah

kegiatan belajar-mengajar dengan cara merencanakan langkah-langkah kira-

9
kira sebagai berikut. Langkah pertama: menerangkan Bab 1; langkah kedua:

menerangkan Bab 2} langkah ketiga: menerangkan Bab 3; dan seterusnya.

3. Jalan pelajaran sintesis


Jalan pelajaran ini menunjukkan kegiatan belajar-mengajar seharusnya
dimulai dari mempelajari unsur-unsur atau bagian-bagian untuk
selanjutnya membuat kesimpulan atau merumuskan keseluruhan.
Dalam pengajaran ini contohnya membaca, jalan pengajaran ini akan

dilakukan dengan memulai proses pengajaran dengan mengenali huruf-

huruf, lalu suku kata, lanta kata, kalimat untuk selanjutnya cerita.

Pengajaran agama Islam bab salat umpamanya, akan dimulai dari

pengenalan rukun, syarat, bacaan, kemudian dirangkaikan menjadi tubuh

salat yang utuh. Jalan pengajaran bertumpu pada penalaran induktif.

4. Jalan pelajaran analisis


Jalan pelajaran ini merupakan kebalikan jalan pelajaran sintesis.
Dimulai dari yang umum, menuju yang khusus; dari keutuhan menuju
bagian-bagian. Prinsip yang mendasarinya ialah model deduktif. 16
Keempat jalan pelajaran (atau jalan pengajaran) di atas masih dapat

digunakan sampai sekarang, sekurang-kurangya dapat dijadikan model

teoretis. Di dalam buku itu mereka menuliskan beberapa buah model

pengajaran. Terdapat sejumlah model-model sebagaimana dikemukakan

para ahli, berikut ini beberapa model yang dapat dijadikan acuhan:

1. Model Desain Pembelajaran Kemp


Model desain pembelajaran yang dikembangkan oleh Kemp
merupakan model yang membentuk siklus. Menurut Kemp
pembelajaran terdiri dari berbagai komponen yang dikembangkan

16
Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Bandung: remaja rosdakarya, 2004) cet.
8, hlm. 38-39.

10
sesuai dengan kebutuhan, tujuan, dan berbagai kendala yang muncul
dalam pembelajaran.17
Kemudian dalam model desain pembelajaran Kemp ini, pembelajaran

dirancang menjadi delapan tahapan dan di setiap tahapan dilakukan kegiatan

revisi. Kedepalan tahapan tersebut sebagai berikut.

a. Penentuan tujuan instruksional umum (TIU); yaitu tujuan yang


ditetapkan menurut masing-masing pokok bahasan.
b. Menganalis karekteristik siswa; dalam analisis ini memuat hal-hal
yang berkenaan dengan latar belakang pendidikan siswa, sosial
budaya yang memungkinkan dapat mengikuti program kegiatan
belajar, serta langkah-langkah apa yang perlu ditetapkan.
c. Menentukan tujuan instruksional khusus (TIK); yakni tujuan yang
ditetapkan secara operasional, spesifik dan dapat diukur. Dengan
demikian siswa dapat mengetahui apa yang akan mereka lakukan,
bagaimana melakukannya dan apa ukuran yang digunakan bahwa
mereka dapat mencapai tujuan belajar tersebut. Di samping itu,
rumusan tujuan juga dijadikan patokan untuk menentukan tes yang
akan digunakan serta materi apa yang akan disajikan.
d. Menentukan materi pelajaran; yang sesuai dengan tujuan
instruksional khusus yang telah ditetapkan.
e. Mengadakan penjajakan awal (pre-asessment); langkah ini sama
halnya dengan tes awal yang fungsinya untuk mengetahui
kemampuan yang dimiliki siswa, apakah telah memenuhi syarat
belajar yang ditentukan ataukah belum.
f. Menentukan strategi belajar-mengajar yang relevan ; sebagai
patokan untuk memilih strategi yang dimaksud, kemp menentukan
4 kriteria; efesiensi, keefektifan, ekonomis, kepraktisan.
g. Mengkoordinasi sarana penunjang yang dibutuhkan, meliputi:
Biaya, Fasilitas, Peralatan, Waktu dan Tenaga.
h. Mengadakan evaluasi; hasil evaluasi tersebut digunakan untuk
mengontrol dan mengkaji sejauh mana keberhasilan suatu program
yang telah direncanakan mencapai sasaran yang diinginkan. Hasil
evaluasi merupakan umpan balik untuk merevisi kembali program
pembelajarannya.18
Setiap langkah dalam tahapan tersebut selalu diikuti dengan perbaikan

(revisi) sehingga diharapkan menghasilkan desain yang sempurna.

17
Novan Ardy Wiyani, Desain Pembelajaran Pendidikan: Tata Rancangan Pembelajaran Menuju
Pencapaian Kompetensi, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. 2013) cet. 1, hlm. 48.
18
M. Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002)
cet. 1, hlm. 105-106.

11
2. Model Desain Pembelajaran Dick dan Carrey
Berbagai model dapat dikembangkan dalam mengorganisir pengajaran.

Satu di antara model itu adalah model Dick dan Carrey dengan langkah-

langkah sebagai berikut:

a. Mengidentifikasi tujuan umum pengajaran.


Dick and Carrey menjelaskan bahwa tujuan pengajaran adalah untuk
menentukan apa dapat dilakukan oleh anak didik setelah mengikuti
kegiatan pembelajaran.
b. Melaksanakan analisis pengajaran
Dick and Carrey mengatakan bahwa tujuan pengajaran yang telah
diidentifikasi perlu dianalisis untuk mengenali keterampilan-
keterampilan bawahan (subordinate skills) yang mengharuskan anak
didik belajar menguasainya dan langkah-langkah prosedural
bawahan yang ada harus diikuti anak didik untuk dapat belajar
tertentu.
c. Mengidentifikasi tingkah laku masukan dan karakteristik siswa
Ini sangat perlu dilakukan untuk mengetahui kualitas perseorangan
untuk dapat dijadikan sebagai petunjuk dalam mempreskripsikan
strategi pengelolaan pembelajaran.
d. Merumuskan tujuan performansi
Menurut Dick dan Carrey menyatakan bahwa tujuan performansi
terdiri atas:
1) Tujuan harus menguraikan apa yang akan dapat dikerjakan, atau
diperbuat oleh anak didik;
2) Menyebutkan tujuan, memeberikan kondisi atau keadaan yang
menjadi syarat, yang hadir pada waktu anak didik berbuat;
3) Menyebutkan kriteria yang digunakan untuk menilai unjuk
perbuatan anak didik yang dimaksudkan pada tujuan.
e. Mengembangkan butir-butir tes acuan patokan
Tes acuan patokan terdiri atas soal-soal yang secara langsung
mengukur istilah patokan yang dideskripsikan dalam suatu
perangkap tujuan khusus. Istilah patokan (criterion) dipergunakan
karena soal-soal tes merupakan rambu-rambu untuk menentukan
kelayakan penampilan siswa dalam tujuan, keberhasilan siswa dalam
tes ini menentukan apakah siswa telah mencapai tujuan khusus yang
telah ditentukan atau belum, tes acuan patokan (criterion-referenced
test) disebut juga tes acuan tujuan (objective-referenced test).19
f. Mengembangkan strategi pengajaran
Dick and Carrey mengemukakan bahwa dalam merencanakan dalam
satu unti pembelajaran ada tiga tahap, yaitu (1) mengurutkan dan

19
H. Hamzah B. Uno, Perencanaan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011) cet. 8, hlm. 25-
28.

12
merumpunkan tujuan ke dalam pembelajaran; (2) merencanakan
prapembelajaran, pengetesan, dan kegiatan tindak lanjut; (3)
menyusun alokasi waktu berdasarkan strategi pembelajaran.
Komponen strategi pembelajaran terdiri atas: (a) kegiatan
prapembelajaran, (b) penyajian informasi, (c) peran serta mahasiswa,
(d) pengetesan, dan (e) kegiatan tindak lanjut.
g. Mengembangkan dan memilih material pengajaran
Dick and Carrey menyarankan ada tiga pola yang dapat diikuti oleh
pengajar untuk merancang atau menyampaikan pembelajaran, yaitu
sebagai berikut.
1) Pengajar merancang bahan pembelajaran dimasukkan ke vidual,
semua tahap pembelajaran dimasukkan ke dalam bahan, kecuali
pra tes dan pasca tes.
2) Pengajar memilih dan mnegubah bahan yang ada agar sesuai
dengan strategi pembelajaran
3) Pengajar tidak memakai bahan, tetapi menyampaikan semua
pembelajaran menurut strategi pembelajarannya yang telah
disusunnya.
h. Mendesain dan melaksanakan evaluasi formatif
Evaluasi ini berfungsi untuk mengumpulkan data untuk perbaikan
pembelajaran. Menurut Dick and Carrey, ada tiga fase pokok
penilaian formatif, yaitu (1) Fase perorangan atau fase klinis, (2)
Fase kelompok kecil, (3) Fase uji lapangan.
i. Merevisi bahan pembelajaran
Untuk dapat merevisi pembelajaran, dilakukan sesuai data yang
diperoleh dari evaluasi formatif, yaitu penilaian perseorangan,
penilaian kelompok kecil, dan hasil akhir uji coba lapangan.
j. Mendesain dan melaksanakan evaluasi sumatif
Evaluasi sumatif diarahkan pada keberhasilan pencapaian tujuan
yang telah ditetapkan, yang diperlihatkan oleh unjuk siswa. Apabila
semua tujuan sudah dapat dicapai, efektifitas pelaksanaan kegiatan
pembelajaran dalam mata pelajaran tertentu dianggap berhasil
dengan baik.20
Secara umum penggunaan desain pengajaran menurut Dick dan Carrey

adalah sebagai berikut.

1) Model Dick and Carrey terdiri atas 10 langkah di mana setiap


langkah sangat jelas maksud dan tujuannya, sehingga bagi perancang
pemula sangat cocok sebagai dasar untuk mempelajari model desain
yang lain.
2) Kesepuluh langkah pada model Dick and Carrey menunjukkan
hubungan yang sangat jelas, dan tidak terputus antara langkah yang
satu dengan langkah yang lainnya.

20
Amiruddin, Perencanaan Pembelajaran, (Yogyakarta: Parama Ilmu, 2016), cet. 1, hlm. 44-51.

13
3) Langkah awal pada model Dick and Carrey adalah mengidentifikasi
tujuan pengajaran. Langkah ini sangat sesuai dengan kurikulum
perguruan tinggi maupun sekolah menengah dan sekolah dasar,
khususnya dalam mata pelajaran tertentu di mana tujuan pengajaran
pada kurikulum agar dapat melahirkan suatu rancangan
pembelajaran.21
3. Model Desain Pembelajaran PPSI (Prosedur Pengembangan Sistem
Instruksional) dan MSP (Model Satuam Pelajaran)
PPSI merupakan singkatan dari Prosedur Pengembangan Sistem
Instruksional. Istilah “sistem instruksional” mengandung pengertian
bahwa PPSI menggunakan pendekatan sistem di mana pengajaran
adalah suatu kesatuan yang terorganisasi, yang terdiri dari serangkat
komponen yang saling berhubungan dan bekerjasama satu sama lain
secara fungsional dan terpadu dalam rangka mencapai tujuan yang
diharapkan.22
Fungsi PPSI adalah untuk mengefektifkan perencanaan dan
pelaksanaan program pengajaran secara sistemik dan sistematis, untuk
dijadikan sebagai pedoman bagi pendidik dalam melaksanakan proses
belajar mengajar.23
Dengan demikian PPSI adalah suatu langkah-langkah pengembangan dan

pelaksanaan pengajaran sebagai suatu sistem dalam rangka untuk mencapai

tujuan yang diharapkan secara efektif dan efisien.

Pola PPSI memang muncul berangkai dengan MSP, keduanya


merupakan satu kesatuan. PPSI sebagai pola konsepsional sedang
MSP sebagai pola teknis operasional. Kedua pola ini tampak hanya
terbatas untuk sistem pengajaran pada suatu topik/pokok pelajaran
tertentu, ini dimaksudkan bagi tugas mengajar guru sehari-hari di
kelas, sehingga diharapkan guru dapat mengatasi persoalan-persoalan
di kelas, dalam mengajarkan suatu topik pelajaran (pokok bahasan),
khususnya mengenai: tujuan yang ingin dicapai, materi apa yang
sesuai untuk pencapaian tujuan, metode/alat dan sumber mana yang
diperlukan, bagaimana prosedur evaluasinya.24
Model pengembangan instruksional PPSI ini memiliki 5 langkah pokok,

yaitu sebagai berikut:

21
Amiruddin, Perencanaan Pembelajaran, hlm. 36.
22
Harjanto, Perencanaan Pengajaran. (Jakarta: Rineka Cipta, 2011) cet. 8, hlm. 75
23
Deni Darmawan dan Dinn Wahyudin, Model Pembelajaran Di Sekolah, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2018) cet. 1, hlm. 24-25.
24
Ahmad Rohani dan H. Abu Ahmadi, Pengelolaan Pengajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991) cet.
1, hlm. 80.

14
a. Tahap 1: merumuskan tujuan instruksional khusus
Tujuan instruksional khusus adalah rumusan yang jelas tentang
kemampuan yang diharapkan dimiliki oleh peserta didik setelah
mengikuti suatu program pengajaran tertentu.
b. Tahap 2: mengembangkan alat evaluasi
Evaluasi ini dikembangkan dari TIK yang telah dirumuskan.
Fungsi dari evaluasi ini adalah untuk menilai sampai dimana peserta
didik telah mencapai TIK yang dirumuskan. Kegiatan yang
dilakukan pada tahap pengembangan alat evaluasi ini adalah sebagai
berikut:
1) Menentukan jenis tes yang akan digunakan untuk mungukur ter
tercapai tidaknya TIK. Jenis tes ini dapat dibedakan menjadi: tes
tulis, tes lisan, dan tes perbuatan.
2) Menyusun butir tes (item soal) untuk menilai masing-masing
TIK.
Bentuk item soal ini berupa: essay, objektif dalam bentuk pilihan
ganda, benar salah, menjodohkan, isian, dan jawaban singkat.
c. Tahap 3: menetapkan kegiatan belajar dan materi belajar
Kegiatan yang harus dilakukan pada tahap menetapkan kegiatan
belajar dan materi pelajaran ini adalah sebagai berikut:
1) Merumuskan semua kemungkinan kegiatan belajar untuk
mencapai TIK.
2) Menetapkan kegiatan belajar yang tidak perlu ditempuh.
3) Menetapkan kegiatan belajar yang akan ditempuh.
4) Menetapkan materi pelajaran.
d. Tahap 4: merencanakan program kegiatan
Dalam tahap keempat ini, kegiatan yang perlu ditempuh adalah
sebagai berikut:
1) Menetapkan strategi belajar mengajar, termasuk metode yanh
digunakan.
2) Memilih alat dan sumber bahan atau media yang akan digunakan.
3) Menyusun jadwal penyajian.
e. Tahap 5: melaksanakan program
Dalam melaksanakan program ini kegiatan yang perlu ditempuh
adalah:
1) Menyelenggarakan pre-tes
2) Menyajikan materi pelajaran
3) Menyelenggarakan pos tes
4) Melakukan revisi (perbaikan)25
Dari semua uraian di atas, secara umum model-model pengembangan

instruksional PPSI dapat divisualkan sebagai berikut: (1) Perumusan TIK;

25
Harjanto, Perencanaan Pengajaran. (Jakarta: Rineka Cipta, 2008) cet. 6, hlm. 75-78.

15
(2) Pengembangan alat evaluasi; (3) Kegiatan belajar dan materi pelajaran;

(4) Perencanaan program kegiatan; (5) Pelaksanaan kegiatan.

Adapun MSP (model satuan pelajaran) merupakan bentuk


operasional atau penuangan atau rumusan dari apa yang dikehendaki
dalam konsep PPSI. Jadi, MSP sebagai bentuk konkretnya.26
Proses penyusunan perencanaan pengajaran memerlukan pemikiran-

pemikiran sistematis untuk memperkirakan mengenai apa yang akan

dilakukan dalam waktu pelaksanaan pengajaran. Secara sistematis rencana

pembelajaran dalam satuan bentuk satuan pelajar adalah sebagai berikut:

a. Identitas mata pelajaran (nama pelajaran, kelas, semester dan


waktu atau banyaknya jam pertemuan yang dialokasikan).
b. Kompetensi dasar dan indikator yang hendak dicapai atau
dijadikan tujuan dapat dikutip atau diambil dari kurikulum dan
hasil belajar yang ditetapkan oleh pemerintah.
c. Materi pokok (beserta uraiannya yang perlu dipelajari siswa
dalam rangka mencapai kompetensi dasar).
d. Media yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran.
e. Strategi pembelajaran/tahapan-tahapan proses belajar mengajar
yaitu kegiatan pembelajaran secara kongkrit yang harus dilakukan
oleh guru dan siswa dalam berinteraksi dengan materi
pembelajaran dan sumber belajar untuk mengusai kompetensi.
f. Menentukan jenis penelitian dan tindak lanjut. Tujuannya adalah
untuk mengetahui tingkat keberhasilan dari tahapan pembelajaran
yang telah dilaksanakan dan alternatif tindakan yang akan
dilakukan.
g. Sumber bahan yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran yang
sesuai dengan kompetensi dasar yang harus dikuasai.27
4. Model Desain Pembelajaran Gerlach & Ely
Model pembelajaran Gerlach dan Ely merupakan suatu model

perencanaan pembelajaran yang sistematis. Model ini menjadi suatu garis

pedoman atau suatu peta perjalanan pembelajaran karena dalam model ini

diperlihatkan keseluruhan proses belajar mengajar yang baik, sekalipun

26
Ahmad Rohani, Pengelolaan Pengajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004) cet. 2, hlm. 87.
27
Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran Mengembangkan Standar Kompetensi, (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2008), hlm. 103-106.

16
tidak menggambarkan secara rinci setiap komponennya. Dalam model ini

juga diperlihatkan hubungan antara elemen yang satu dengan yang lainnya

serta menyajikan suatu pola urutan yang dapat dikembangkan dalam suatu

rencana untuk mengajar. Berdasarkan uraian di atas, model pembelajaran

Gerlach dan Ely dikembangkan berdasarkan sepuluh unsur yaitu sebagai

berikut.

a. Spesifikasi isi pokok bahasan (specification of content)


Bahan atau materi pada dasarnya adalah konten dari kurikulum,
yakni berupa pengalaman belajar dalam bentuk topik/subtopik dan
rinciannya secara lengkap. Materi yang diberikan sesuai dengan
tingkatan pendidikan dan konsentrasi bidang studi yang diambil. Isi
dari materi yang akan diajarkan harus memiliki tujuan yang ingin
dicapai.
b. Spesifikasi tujuan pembelajaran (specification of objectives)
Tujuan pembelajaran merupakan target yang ingin dicapai dalam
kegiatan pembelajaran. Tujuan harus bersifat jelas (tidak abstrak
dan tidak terlalu luas). Dalam tujuan pembelajaran terdapat poin-
poin kemampuan atau kompetensi yang harus dimiliki oleh peserta
didik.
c. Pengumpulan dan penyaringan data tentang peserta didik
(assessment of entering behaviors).
Pengukuran kemampuan awal peserta didik ditentukan dengan
melakukan pre-test. Pengukuran kemampuan ini penting agar dapat
memberikan porsi materi mata pelajaran yang tepat sesuai dengan
yang diperlukan.
d. Penentuan cara model, metode, dan teknik mengajar (determination
of strategy).
Strategi merupakan model yang dipakai pengajar dalam
memanipulasi informasi, memilih sumber-sumber, dan menentukan
tugas/peranan peserta didik dalam kegiatan belajar-mengajar.
Terdapat 2 bentuk dalam model ini, yakni untuk keperluan ekspose
(expository) yang lazim dan bentuk penggalian (inquiry) yang lebih
mengutamakan partisipasi belajar.
e. Pengelompokan peserta didik (organization of groups)
Pengelompokan belajar digunakan untuk lebih mengondusifkan
kelas dalam lingkup yang luas sedangkan dalam lingkup yang lebih

17
sempit untuk meningkatkan partisipasi aktif dari peserta didik di
dalam kelas.
f. Penyediaan waktu (allocation of time)
Rencana penggunaan waktu akan berbeda berdasarkan pokok
permasalahan, tujuan-tujuan yang dirumuskan, ruangan yang
tersedia, pola-pola administrasi serta abilitas dan minat-minat para
peserta didik.
g. Pengaturan ruangan (allocation of space)
Terdapat 3 alternatif ruangan belajar agar proses belajar-mengajar
dapat terkondisikan, yaitu ruangan-ruangan kelompok besar,
kelompok kecil, dan ruangan untuk belajar mandiri. Alokasi
ruangan ditentukan sesuai dengan tujuan pembelajaran agar proses
pembelajaran berjalan lebih efektif dan suasana belajar yang
kondusif dan nyaman.
h. Pemilihan media/sumber belajar (selection of resources)
Gerlach dan Ely membagi media sebagai sumber belajar ke dalam
5 kategori yaitu ; 1) Manusia dan benda nyata, 2) Media Visual
proyeksi, 3) Media Audio, 4) Media Cetak, 5) Media Display.
i. Evaluasi (evaluation of performance)
Semua usaha kegiatan pengembangan instruksional dapat
dikatakan berhasil atau tidak setelah tingkah laku akhir belajar
tersebut dievaluasi instrumen evaluasi yang telah didesain secara
objektif. Evaluasi bukan hanya dilakukan oleh peserta didik tetapi
dilakukan juga oleh guru. Selain untuk mengukur kualitas
pembelajaran, evaluasi juga dilakukan untuk menjaga kualitas
pengajar dan Iembaga pendidikan yang bersangkutan.
j. Analisis umpan balik (analysis of feedback)
Analisis ini merupakan tahap terakhir dari pengembangan sistem
pembelajaran. Data umpan balik yang diperoleh dari evaluasi, tes,
observasi, maupun tanggapan-tanggapan tentang usaha-usaha
pembelajaran ini menentukan apakah sistem, metode dan media
pembelajaran yang dipakai dalam kegiatan pembelajaran sudah
sesuai untuk tujuan yang ingin dicapainya atau masih perlu
disempurnakan.28
5. Model Desain Pembelajaran Bela H.Banathy
Menurut Banathy (1972), secara garis besar pengembangan instruksional

meliputi enam langkah pokok, yaitu:

28
Deni Darmawan dan Dinn Wahyudin, Model Pembelajaran Di Sekolah, hlm. 25.

18
a. Merumuskan tujuan
Dalam langkah ini guru harus merumuskan kemampuan yang harus
dikuasai peserta didik setelah mengikuti program pengajaran
tertentu.
b. Mengembangkan tes
Dalam mengembangkan evaluasi ini perlu didasarkan Pada tujuan
instruksional yang telah dirumuskan.
c. Menganalisis kegiatan belajar
Dalam langkah ini perlu dirumuskan kegiatan belajar yang harus
dilakukan peserta didik dalam rangka mencapai tujuan.
d. Mendesain sistem instruksional
Dalam langkah ini ditetapkan jadwal dan tempat pelaksanaan dari
masing-masing komponen instruksional. Seluruh komponen
instruksional yang telah dirumuskan perlu ditetapkan sebagai suatu
sistem pengajaran.
e. Melaksanakan kegiatan dan mengetes hasil
Dalam langkah ini sistem instruksional yang telah didesain perlu
diujicobakan dan dilaksanakan. Selain itu juga perlu mengadakan
penilaian terhadap hasil belajar yang dicapai oleh peserta didik.
f. Mengadakan perbaikan
Hasil yang diperoleh dari evaluasi dapat digunakan sebagai bahan
balikan dalam rangka mengadakan perbaikan terhadap sistem
instruksional.29
6. Model Desain Pembelajaran ROPES
Di dalam model pembelajaran ini dikemukakan oleh Hunt, ia

menyebutnya rencana prosedur pembelajaran sebagai persiapan mengajar

yang disebutnya ROPES (Review, Overview, Presentation, Exercise,

Summary) dengan langkah-langkah sebagai berikut.

a. Review, kegiatan ini dilakukan dalam waktu 1 sampai 5 menit, yakni


mencoba mengukur kesiapan siswa untuk mempelajari bahan ajar
dengan melihat pengalaman sebelumnya yang sudah dimiliki oleh
siswa. Hal ini diperlukan dengan didasarkan atas:
1) Guru bisa memulai palajaran, jika perhatian dan motivasi siswa
untuk mempelajari bahan baru sudah mulai tumbuh.
2) Guru hendak memulai pelajaran, jika interaksi antara guru dengan
siswa sudah mulai terbentuk
3) Guru dapat memulai pembelajaran jika siswa siswa sudah
memahami hubungan bahan ajar sebelumnya dengan bahan ajar
baru yang dipelajari hari itu.

29
Harjanto, Perencanaan Pengajaran. (Jakarta: Rineka Cipta, 2010) cet. 7, hlm. 85-86.

19
Guru harus yakin dan tahu betul jika siswa sudah siap menerima
pelajaran baru. Jika siswa belum menguasai pelajaran sebelumnya,
maka guru harus dengan bijak memberi kesempatan kepada siswa
untuk memahaminya terlebih dahulu atau mencerahkan melalui
pemberian tugas, penjelasan, bimbingan, tutor sebaya, dan baru
bergerak pada materi sebelumnya.
b. Overview, sebagaimana review, overview dilakukan tidak terlalu
lama berkisar antara 2 sampai 5 menit. Guru menjelaskan program
pembelajaran yang akan dilaksanakan Pada hari itu dengan
menyampaikan isi secara singkat dan strategi yang akan digunakan
dalam proses pembelajaran.
Hal ini dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada
siswa untuk menyampaikan pandangannya atas langkah-langkah
pembelajaran yang hendak ditempuh oleh guru sehingga
berlangsungnya proses pembelajaran bukan hanya milik guru
semata, akan tetapi siswa pun ikut merasa senang dan merasa
dihargai keberadaannya.
c. Presentation, tahap ini merupakan inti dari proses kegiatan belajar
mengajar, karena di sini guru sudah tidak lagi memberikan
penjelasan-penjelasan singkat, akan tetapi sudah masuk pada proses
telling, showing, dan doing. Proses tersebut sangat diperlukan untuk
meningkatkan daya serap dan daya ingat siswa tentang pelajaran
yang mereka dapatkan.
d. Exercise, yakni suatu proses untuk memberikan kesempatan kepada
siswa mempraktekkan apa yang telah mereka pahami. Hal ini
dimaksudkan untuk memberikan pengalaman langsung kepada
Siswa sehingga hasil yang dicapai lebih bermakna.
e. Summary, dimaksudkan untuk memperkuat apa yang telah mereka
pahami dalam proses pembelajaran.30
Hal yang ganjil dari rencana prosedur pembelajaran yang dikemukakan

oleh Hunts adalah tidak mencantumkannya aspek penilaian, padahal hasil

penilaian selain mengukur tingkat pencapaian kompetensi siswa, juga dapat

dijadikan input untuk melakukan perbaikan pada proses pembelajaran

berikutnya. Untuk melengkapi ide/pemikiran Hunts tersebut, kiranya guru

dapat memasukan unsur penilaian, karena melalui peniIaianlah guru

memperoleh gambaran tingkat penguasaan siswa terhadap materi yang

30
Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran Mengembangkan Standar Kompetensi Guru,
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009) cet. 6, hlm. 99-100.

20
disampaikan sehingga dapat mengembangkan materi yang akan disajikan

pada pertemuan berikutnya.

11. Model Desain Pembelajaran Robert M. Gagne dan Leslie J. Briggs

Gagne dan Briggs, memandang bahwa pengembangan dan desain


sistem pembelajaran keduanya mempunyai hubungan arti yang erat.
Desain sistem pembelajaran dapat diterapkan untukjangka pendek dan
jangka panjang. Desain untuk jangka pendek (immediate range
instructional design) berhubungan dengan persiapan mengajar,
Sedangkan untukjangka panjang (long range) berhubungan dengan
sejumlah topik atau materi pembelajaran yang akan disampaikan
dalam jangka waktu yang lebih lama.31
Gagne dan Briggs mengemukakan tentang desain sistem pembelajaran.

Menurutnya desain sistem pembelajaran mempunyai empat belas jenjang.

Keempat belas jenjang itu dapat diterapkan dalam penyusunan desain ruang

lingkup luas (level kurikulum), ruang lingkup sempit (level mata pelajaran)

dan ruang lingkup terbatas (level pembelajaran). Keempat belas jenjang itu

adalah:

Level Kurikulum:
a. Analisis kebutuhan, tujuan, dan prioritas.
b. Analisis sumber, hambatan dan sistem penyampaian.
c. Penentuan ruang lingkup (scope) dan urutan (sequence) kurikulum
dan pelajaran untuk mendesain sistem penyampaian.
Level Mata Pelajamn:
d. Menentukan strukturdan urutan pembelajaran.
e. Analisis tujuan kurikuler (tujuan pembelajaran)
Level Pembelajaran
f. Perumusan tujuan khusus.
g. Penyusunan silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran atau
modul.
h. Penentuan materi dan media pembelajaran.
i. Penentuan langkah dan teknik penilaian.

31
Lukmanul Hakim, Perencanaan Pembelajaran, (Bandung:Sandiarta Suskses, 2019) hlm.
77

21
Level Kuńkulum
j. Persiapan guru.
k. Evaluasi formatif.
l. Uji coba dan revisi,
m. Evaluasi sumatif.
n. Pelaksanaan.32
Untuk kepentingan guru dalam persiapan pembelajaran, desain terbatas

pada level pembelajaran. Namun demikian oleh karena penyuntingan desain

pada level pembelajaran harus berdasarkan pada desain sistem pada level

kurikulum secara keseluruhan. Guru harus mengembangkan lebih Ianjut

sistem pembelajaran dengan berpedoman pada model pengembangan sistem

pembelajaran.

12. Model Desain Pembelajaran Inkuiri (Inquiry Model Learning)

Langkah-langkah atau sintaksis dari model pembelajaran inkuiri ini

adalah sebagai berikut.

a. Observasi (observation). Kegiatan ini memberikan pengalaman belajar


kepada peserta didik dalam mengamati berbagai fakta atau fenomena
yang dalam kaitannya dengan materi pelajaran.
b. Menanyakan fenomena yang dihadapi (questioning). Tahapan ini
melatih peserta didik untuk mengeksplorasi fenomena melalui
kegiatan menanya, baik terhadap guru, teman maupun terhadap
sumber belajar lainnya.
c. Mengajukan dugaan atau kemungkinan jawaban (hyphotesis). Pada
tahap ini, peserta didik dapat mengasosiasi atau melakukan penalaran
terhadap kemungkinan jawaban dari pertanyaan yang diajukan dalam
bentuk hipotesa/dugaan sementara.
d. Mengumpulkan data yang terkait dengan dugaan atau pertanyaan yang
diajukan (data collecting). Pada kegiatan pengumpulan data ini,
peserta didik dapat memprediksi dugaan temuan jawaban yang
mungkin sudah dianggap paling tepat sebagai dasar untuk
merumuskan suatu kesimpulan akhir.
e. Merumuskan kesimpulan (conclussion). Merumuskan berbagai
kesimpulan berdasarkan data yang telah diolah dan dianalisis sehingga
peserta didik dapat mempresentasikan atau menyajikan hasil

32
Lukmanul Hakim, Perencanaan Pembelajaran, hlm. 78

22
temuannya, baik dalam bentuk tulisan, berupa gambar, laporan, bagan,
tabel maupun dalam bentuk sajian karya Iainnya.33
13. Model Desain Pembelajaran Versi PBTE

Dalam pengembangan program instruksional ini dilaksanakan dengan

pendekatan sistemik. Pendekatan ini mempertimbangkan semua faktor dan

komponen-komponen yang ada, sehingga pelaksanaan program akan

berjalan secara efisien dan efektif. Berdasarkan pola pendekatan tersebut

maka sistem instruksional dikembangkan melalui prosedur sebagai berikut.

a. Langkah pertama; merumuskan asumsi-asumsi secara jelas,


eksplisit, dan khusus. Asumsi-asumsi tersebut dirumuskan
berdasarkan pada pokok-pokok pikiran yang sertalian dengan:
1) Keyakinan tentang masyarakat, pendidikan, dan belajar;
2) Pandangan tentang peranan guru dalam sistem instruksional;
3) Penjabaran ciri-ciri khusus dan berbagai hambatan yang
mungkin terjadi dalam pelaksanaan program.
Semua asumsi tersebut dirumuskan oleh sang desainer melalui
serangkaian diskusi dengan berbagai pihak yang dapat memberikan
sumbangan pemikiran terhadap pengembangan program tersebut,
dengan maksud agar diperoleh suatu program yang aktual.
b. Langkah kedua; mengidentifikasi kompetensi. Kompetensi-
kompetensi harus dijabarkan secara khusus, divalidasikan dan dites
dalam hubungan dengan keberhasilan belajar mengajar.
c. Langkah ketiga; merumuskan tujuan-tujuan secara deskriptif.
Kompetensi-kompetensi yang telah dilakukan selanjutnya
dirumuskan lebih khusus menjadi tujuan-tujuan yang dapat
diamati, dapat diukur berdasarkan kriteria tertentu.
d. Langkah keempat; menentukan tingkat-tingkat kriteria dan jenis
arsement. Berdasarkan kriteria-kriteria tersebut dapat ditentukan
tingkat keberhasilannya tentang sejauh mana suatu tujuan telah
tercapai.
e. Langkah kelima; pengelompokkan dan penusunan tujuan-tujuan
pelajaran berdasarkan urutan psikologis untuk mencapai maksud-
maksud instruksional. Dalam hal ini dipertimbangkan struktur isi
pelajaran, lokasi, dan fasilitas yang diperlukan untuk melaksanakan
macam-macam kegiatan dan kebutuhan-kebutuhan psikologis guru.
f. Langkah keenam; mendesain strategi instruksional. Didasarkan
pada kompetensi-kompetensi yang hendak dikembangkan.

33
Marwiyah, dkk., perencanaan pembelajaran kontemporer berbasis penerapan kurikulum 2013,
(Yogyakarta: Deepublish, 2018) cet. 1, hlm. 298-299.

23
Beberapa strategi dapat dirancang oleh guru, misalnya ceramah,
modul, dan sebagainya.
g. Langkah ketujuh; mengorganisasikan sistem pengelolaan kelas.
Sistem pengelolaan yang ditentukan disesuaikan dengan berbagai
alternatif kegiatan yang akan dilakukan, seperti pengajaran
individual, core program pengajaran unit, dan sebagainya.
h. Langkah kedelapan; mencobakan program. Tujuannya adalah
untuk mentes efektivitas strategi instruksional, kemantapan alat
assement, efektivitas sistem pengelolaan kelas, dan sebagainya.
i. Langkah kesembilan; menilai desain instruksional. Penilaian
dilakukan terhadap aspek-aspek, antara lain validitas tujuan, tingkat
kriteria assement, strategi instruksional, dan organisasi sistem
pengelolaan.
j. Langkah kesepuluh; memperbaiki kembali program. Berdasarkan
umpan balik yang diperoleh melalui penilaian yang telah dilakukan
sebelumnya, maka jika perlu dilakukan beberapa perbaikan dan
perubahan.
Jadi, kesepuluh langkah kerja ini merupakan suatu flow chart
yang perlu ditempuh untuk memperoleh suatu desain instruksional
yang diharapkan.34
Dapat dilihat dari model di atas, bahwa tidak ada suatu model rancangan

pengajaran yang dapat memberikan resep yang paling ampuh untuk

mengembangkan suatu program pengajaran, karena itu untuk menentukan

model rancangan dalam mengembangkan program pengajaran tergantung pada

pertimbangan si perancang terhadap model yang akan digunakan atau

dipilihnya. Dari sekian banyak model untuk mengembangkan program

pengajaran pada dasarnya mempunyai ciri-ciri yang sama. Perbedaan hanya

terletak pada bagian-bagian tertentu saja, yang dimodifikasi oleh penyusun

model tersebut sesuai dengan keperluan si penyusun model.

34
Oemar Hamalik, Perencanaan pengajaran berdasarkan pendekatan sistem, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2009) cet. 8, hlm. 59-62.

24
C. Perbedaan-perbedaan Desain Model Pembelajaran PAI

Pengembangan perangkat pembelajaran adalah suatu serangkaian proses


atau kegiatan yang dilakukan untuk menghasilkan suatu perangkat
pembelajaran berdasarkan teori pengembangan yang telah ada.35
Dari pembahasan model pengembangan system pembelajaran yang telah
dibahas, menunjukkan bahwa model-model tersebut memiliki perbedaan.
Justru dengan adanya perbedaan itu menyebabkan masing-masing memiliki
kekurangan dan kelebihan.
1. Model Kemp
a. Kelebihan dari model Kemp antara lain:36
1) Diagram pengembangan berbentuk bulat telur yang tidak
memiliki titik awal tertentu.sehingga dapat memulai
perancangan secara bebas.
2) Bentuk bulat telur itu juga mmenunjukkan adanya saling
ketergantungan diantara unsur-unsur yang terlibat
3) Dalam setiap unsur ada kemungkinan untuk dilakukan revisi
,Sehingga memungkinkan sjumlah terjadinya perubahan dari
segi isi maupun perlakuan terhadap semua unsur tersebut selama
pelaksanaan program.
b. Kekurangan dari model kemp:
1) Model ini merupakan system pembelajaran
2) Model ini kurang lengkap dan kurang sistematis
3) Model ini tidak melibatkan penilaian ahli, sehingga ada
kemungkinan perangkat pmbelajaran yang dilaksanakan terdapat
kesalahan.
2. Model Dick dan Carrey
Keunggulan dari model Dick dan Carey ini terletak pada tugas
yang tersususn secara terprinci dan tujuan pembelajaran yang secara

35
Akmal Hawi, Kompetensi Guru PAI, (Jakarta, Raja Grafindo, 2013), hlm, 23.
36
Hudasmpn, “Perbedaan Model Pembelajaran”, diakses dari https://id.scribd.com/doc/2478
22236/Perbedaan-Model-Pembelajaran, pada tanggal 8 Februari 2020 pukul 15:55

25
hirarkis. Disamping itu adanya uji coba yang berulang kali
menyebabkan hasil yang diperoleh system dapat diandalkan.
Kelemahan model ini adalah uji coba tidak diuraikan secara
jelas kapan harus dilakukan dan kegiatan revisi baru dilaksanakan
setelah diadakan tes formatif.37
Sedangkan pada tahap-tahap pengembangan hasil tes
belajar,strategi pembelajaran maupun pada pengembangan dan
penilaian bahan pembelajaran tidak Nampak secara jelas ada tidaknya
pakar ( validasi )
3. Model PPSI
Kelebihan dari model PPSI antara lain: 38
a) Lebih tepat digunakan secara dasar untuk mengembangkan
perangkat pembelajaran bukan untuk mengembangkan perangkat
sistem pembelajaran.
b) Uraiannya tampak lebih jelas dan sistematis
c) Dalam pengembambangannya melibatkan penilaian para
ahli,sehingga dilakukan uji coba dilakukan dilapangan perangkat
pembelajaran telah dilakukan revisi berdasarkan penilaian,saran
dan masukan para ahli.
4. Model Gerlach dan Ely
Model Gerlach dan Ely antara lain :39
a) Merumuskan tujuan
b) Menentukan inti materi pelajaran
5. Model Banathy
Model ini memandang bahwa penyusunan sistem instruksional
dilakukan melalui tahapan-tahapan yang di jelas.40

37
Endang Rusyani, Desain Pembelajaran, (Bandung, FIP, 2009), PDF File, 03 Juli 2009.
38
Laskarjati, “Macam-macam Model Desain Pembelajaran PAI” diakses dari https://laska
rasjati786.wordpress.com/2015/04/27/macam-macam-model-desain-pembelajaran-pai/
39
Supriadie, Komunikasi Pembelajaran, (Bandung, Remaja Rosdakarya, 2012), hlm, 67.
40
Prof. Dr. H. Wina sanjaya, Mpd, perencanaan sistem dan desain Sistem Pembelajaran, (Jakarta
Kencana Media Group, 2010),76-77

26
A. Perbedaan Model Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI)
1. Model Clasroom Meeting
Model ini adalah sekolah umumnya berhasil membina perilaku
ilmiah, meskipun demikian adakalanya sekolah gagal membina
kehangatan hubungan antar pribadi. Kehangatan hubungan pribadi
bermanfaat bagi keberhasilan belajar, agar sekolah dapat membina
kehangatan hubungan antar pribadi, maka dipersyaratkan:
a. Guru memiliki rasa keterlibatan yang mendalam,
b. Guru dan siswa harus berani menghadapi realitas, dan berani
menolak prilaku yang tidak bertanggung jawab, dan
c. Siswa mau belajar cara-cara berprilaku yang lebih baik. Agar siswa
dapat membina kehangatan hubungan antara pribadi, guru perlu
menggunakan strategi mengajar yang khusus. Karakteristik PAI
salah satunya adalah untuk menghantarkan peserta didik agar
memiliki kepribadian yang hangat, tegas dan santun. Model
pembelajaran ini dapat dipertimbangkan.41

Model pertemuan tatap muka adalah pola belajar mengajar yang


dirancang untuk mengembangkan:

a. pemahaman diri sendiri, dan


b. rasa tanggung jawab pada diri sendiri dan kelompok. Strategi
mengajar model ini mendorong siswa belajar secara aktif.
Kelemahan model ini terletak pada kedalaman dan keluasan
pembahasan materi, karena lebih berorientasi pada proses,
sedangkan PAI di samping menekankan pada proses tetapi juga
menekankan pada penguasan materi, sehingga materi perlu dikaji
secara mendalam agar dapat dipahami dan dihayati serta
diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.42
2. Model Cooperative Learning

41
Departemen Agama RI, Pola Pembinaan Agama Islam Terpadu, Jakarta: Direktorat Jenderal
Pembinaan Agama Islam, 1995
42
William Glasser, dalam Moejiono 1991/1992, hal, 155

27
Cooperative learning adalah metode pembelajaran dengan
prinsip belajar untuk sukses bersama. Cooperative Learning biasa
disebut dengan tutorial teman sebaya, artinya metode pembelajaran
yang dilakukan dengan melibatkan siswa untuk saling membantu siswa
yang lainnya. Cooperative learning sebagai salah satu alternatif metode
pembelajaran dapat dijadikan pilihan bagi para pendidik mulai jenjang
pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi. Dengan cooperative
learning diharapkan mahasiswa dapat meningkatkan hasil belajarnya
dan interaksi sosial dengan sesamanya dapat terjalin dengan baik.43

Teknik pelaksanaan yang digunakan dalam pelaksanaan


cooperative learning di ruang kelas adalah merubah kelas yang
terpusat pada dosen menjadi kelas yang terpusat pada mahasiswa dan
kegiatan belajar mahasiswa. Untuk itu diperlukan penataan ulang
ruang kelas agar tercipta suasana kelas yang kondusif. Cara ini adalah
cara termudah dan paling efektif untuk mengubah fokus kelas.
Penataan kursi-kursi yang semula berderet rapi memanjang dan sejajar
dibuat menjadi lingkaran-lingkaran kecil dan lingkaran besar. Penataan
ini juga hendaknya melibatkan para siswa sehingga siswa merasa turut
berpartisipasi menciptakan lingkungan belajar yang baru.44

Model cooperative learning dalam PAI ini dapat diketahui


bahwa modelnya seperti Kajian kelompok (Halaqoh) atau diskusi hal-
hal tentang agama seperti Aqidah-Akhlak, Al-Qur’an dan Al-Hadits
dan lain-lain. contohnya dalam materi Al-Qur’an dan Al-hadits. Proses
pembelajarannya siswa dibagi beberapa kelompok,dan satu kelompok
itu terdiri dari 4-5 orang. Lalu kelompok tersebut diberi beberapa

43
edhakidam,makalah-pengembangan-model-model.html, http://blogspot.com/2015/01/diakses

pada hari Rabu, 5 februari 2020, jam 15:00 wita


44
Syukri Fathudin Achmad Widodo, Menerapkan Metode Cooperative Learning dalam
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, 2012, hal. 20

28
potongan ayat misalnya surat al-mu’minun ayat 12-14. Setelah itu
setiap anak disuruh memahami,membaca,mengartikan,dan mengkaji
potongan ayat didepan teman kelompoknya atau diskusi terlebih
dahulu, setelah itu dipresentasikan ke teman-teman sekelas atau guru
yang mengajar materi tersebut45

Model ini membagi siswa dalam kelompok-kelompok diskusi,


di mana satu kelompok terdiri dari 4 atau 5 orang, masing-masing
kelompok bertugas menyelesaikan/memecahkan suatu permasalahan.
Beberapa karakteristik pendekatan cooperative learning, antara lain:
a. Individual Accountability, yaitu; bahwa setiap individu di dalam
kelompok mempunyai tanggung jawab untuk menyelesaikan
permasalahan yang dihadapi oleh kelompok, sehingga
keberhasilan kelompok sangat ditentu-kan oleh tanggung jawab
setiap anggota.
b. Social Skills, meliputi seluruh hidup sosial, kepekaan sosial dan
mendidik siswa untuk menumbuhkan pengekangan diri dan
pengarahan diri demi kepentingan kelompok. Keterampilan ini
mengajarkan siswa untuk belajar memberi dan menerima,
mengambil dan menerima tanggung jawab, menghor-mati hak
orang lain dan membentuk kesadaran sosial.
c. Positive Interdependence, adalah sifat yang menunjukkan saling
keter-gantungan satu terhadap yang lain di dalam kelompok
secara positif. Keberhasilan kelompok sangat ditentukan oleh
peran serta anggota kelompok, karena siswa berkolaborasi bukan
berkompetensi.

45
E. Slavin,Robert.cooperative learning, teori, riset, dan praktik. Bandung: Nusa Media

29
d. Group Processing, proses perolehan jawaban permasalahan
dikerjakan oleh kelompok secara bersama-sama.46

Langkah-langkahnya:

a. Guru merancang pembelajaran, mempertimbangkan dan


menetapkan target pembelajaran yang ingin dicapai dalam
pembelajaran. Guru juga menetapkan sikap dan keterampilan-
keterampilan sosial yang diharapkan dapat dikembangkan dan
diperlihatkan oleh siswa selama berlangsungnya pembelajaran.
Guru dalam merancang materi tugas-tugas yang dikerjakan
bersama-sama dalam dimensi kerja kelompok.
b. Dalam aplikasi pembelajaran di kelas, guru merancang lembar
observasi kegiatan dalam belajar secara bersama-sama dalam
kelompok kecil. Dalam menyampaikan materi, pemahaman dan
pendalamannya akan dilakukan siswa ketika belajar secara
bersama-sama dalam kelompok. Pemahaman dan konsepsi guru
terhadap siswa secara individu sangat menentukan kebersamaan
dari kelompok yang terbentuk.
c. Dalam melakukan observasi kegiatan siswa, guru mengarahkan dan
membimbing siswa baik secara individual maupun kelompok,
dalam pemahaman materi maupun mengenai sikap dan perilaku
siswa selama kegiatan belajar.
d. Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mempresentasikan
hasil kerjanya. Guru juga memberikan beberapa penekanan
terhadap nilai, sikap, dan perilaku sosial yang harus dikembangkan
dan dilatihkan kepada para siswa.47
3. Model Integrated Learning

46
Yager, R.E., The Constructivist Learning Model: A must for STS Classroom the Sattus of
Science Technology Socity, Reform efforts around the world, IOWA University.
47
Robert E. Slavin, Model Cooperative learning,( Johnson, 1990)

30
Hakikat model pembelajaran terpadu merupakan suatu sistem
pembelajaran yang memungkinkan siswa, baik secara individual
maupun kelompok untuk aktif mencari, menggali dan menemukan
konsep serta prinsip keilmuan secara holistik, bermakna dan otentik.

Pembelajaran terpadu akan terjadi apabila peristiwa-peristiwa


otentik atau eksplorasi topik atau tema menjadi pengendali di dalam
kegiatan belajar sekaligus proses dan isi berbagai disiplin ilmu atau
mata pelajaran/pokok bahasan secara serempak dibahas.
Konsep tersebut sesuai dengan beberapa tokoh yang
mengemukakan tentang model pembelajaran terpadu seperti berikut ini:
Rancangan pembelajaran terpadu secara eksplisit merumuskan
tujuan pembelajaran. Dampak dari tujuan pengajaran dan pengiringnya
secara langsung dapat terlihat dalam rumusan tujuan tersebut. Pada
dampak penggiring umumnya, akan membuahkan perubahan dalam
perkembangan sikap dan kemampuan berfikir logis, kreatif, prediktif,
imajinatif.

Ciri-ciri pembelajaran terpadu:

a. Holistik, suatu peristiwa yang menjadi pusat perhatian dalam dalam


pembelajaran terpadu dikaji dari beberapa bidang studi/pokok
bahasan sekaligus untuk memahami fenomena dari segala sisi.
b. Bermakna, keterkaitan antara konsep-konsep lain akan menambah
kebermaknaan konsep yang dipelajari dan diharapkan siswa
mampu menerapkan perolehan belajarnya untuk memecahkan
masalah-masalah yang nyata di dalam kehidupannya.
c. Aktif, pembelajaran terpadu dikembangkan melalui pendekatan
diskoveri inkuiri. Siswa terlibat secara aktif dalam proses
pembelajaran, yang tidak secara langsung dapat memotivasi siswa
untuk belajar.

Prinsip untuk menggali tema:

31
a. Tema hendaknya tidak terlalu luas, namun dengan mudah dapat
digunakan untuk memadukan banyak bidang studi/pokok bahasan.
b. Tema harus sesuai dengan tingkat perkembangan psikologi
pembelajar
c. Tema dipilih juga mempertimbangkan ketersediaan sumber belajar
d. Tema harus bermakna artinya yang dipilih untuk dikaji harus
memberikan bekal bagi siswa untuk belajar selanjutnya.

Evaluasi yang menggunakan tes bentuk formal dimaksudkan


untuk menentukan sejauhman siswa telah menghafal suatu fakta.
Pembelajaran yang efektif sebaiknya menekankan pemhaman konsep
dan kemampuan di bidang kognitif, keterampilan, sosial dan afektif.
Beberapa alternatif evaluasi pembelajaran terpadu antara lain:

a. Sebaiknya berbasis unjuk kerja sehingga selain memanfaatkan


penilaian produk, penilaian terhadap proses, perlu mendapat
perhatian yang lebih besar.
b. Setiap langkah evaluasi hendaknya siswa dilibatkan
c. Eavaluasi dilakukan secara terus menerus, oleh karena itu
hendaknya dimanfaatkan portofolio assessment.
d. Penilaian pembelajaran terpadu hendaknya memandang siswa
sebagai satu kesatuan yang utuh.
e. evaluasi hendaknya bersifat komprehensif dan sistematis.
4. Model Constructivist Learning
Model konstruktivisme adalah salah satu pandangan tentang
proses pembelajaran yang menyatakan bahwa dalam proses belajar
diawali dengan terjadinya konflik kognitif. Konflik kognitif ini hanya
dapat diatasi melalui pengetahuan diri. Dan akhirnya proses belajar,
pengetahuan akan dibangun sendiri oleh anak melalui pengalamannya
dari hasil interaksi dengan lingkungannya.
Konflik kognitif tersebut terjadi saat interaksi antara konsepsi
awal yang telah dimiliki siswa dengan fenomena baru yang dapat

32
diintegrasikan begitu saja, sehingga diperlukan perubahan/modifikasi
struktur kognitif untuk mecapai kesimbangan. Peristiwa ini akan
terjadi secara berkelanjutan selama siswa menerima pengetahuan baru.
Perolehan pengetahuan siswa diawali dengan diadopsinya hal
yang baru sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya. Kemudian hal
baru tersebut dibandingkan dengan konsepsi awal yang telah dimiliki
sebelumnya. Jika hal baru tersebut tidak sesuai dengan konsep awal
siswa, maka akan terjadi konflik kognitif yang mengakibatkan adanya
ketidakseimbangan dalam struktur kognisinya. Melalui proses
akomodasi dalam kegiatan pembelajaran, siswa dapat memodifikasi
struktur kognisinya menuju kesimbangan sehingga terjadi asimilasi.
Namun tidak menutup kemungkinan siswa mengalami jalan buntu
karena ketidakmampuan berakomodasi. Pada kondisi ini diperlukan
alternatif strategi lain.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan guru dalam merancang
model pembelajaran konstruktivisme adalah:
a. Mengakui adanya konsep awal yang dimiliki siswa melalui
pengalaman sebelumnya.
b. Menekankan pada kemampuan mindson dan handson
c. Mengakui bahwa dalam proses pembelajaran terjadi perubahan
konseptual
d. Mengakui bahwa pengetahuan tidak dapat diperoleh secara pasif
e. Mengutamakan terjadikan interaksi social.

Tahap pertama, siswa didorong agar mengemukakan pengetahuan


awalnya tentang konsep yang akan dibahas. Bila perlu guru memancing
dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan problematik tentang fenomena
yang seri ditemui sehari-hari dengan mengkaitkan konsep yang akan
dibahas. Siswa diberi kesempatan untuk mengkomunikasikan,
mengilustrasikan pema-hamannya tentang konsep itu.

33
Tahap kedua, siswa diberi kesempatan untuk menyelidiki dan
menemu-kan konsep melalui pengumpulan, pengorganisasian, dan
penginter-pretasian data dalam suatu kegiatan yang telah dirancang guru.
Secara berkelompok didiskusikan dengan kelompok lain. Secara
keseluruhan, tahap ini akan memenuhi rasa keingintahuan siswa tentang
fenomena alam disekelilingnya.

Tahap ketiga, siswa memberikan penjelasan dan solusi yang


didasarkan pada hasil observasinya ditambah dengan penguatan guru,
maka siswa membangun pemahaman baru tentang konsep yang sedang
dipelajari. Hal ini menjadikan siswa tidak ragu-ragu lagi tentang
konsepnya.

Tahap keempat, guru berusaha menciptakan iklim pembelajaran


yang memungkinkan siswa dapat mengaplikasikan pemahaman
konseptualnya, baik melalui kegiatan atau pemunculan dan pemecahan
masalah-masalah yang berkaitan dengan isu-isu di lingkungannya.

1. Model Inquiry Learning


Inquiri learning adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang
menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari
dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan.
Proses berpikir itu sendiri biasanya dilakukan melalui tanya jawab antara
guru dan siswa.
Ada beberapa hal yang menjadi ciri utama Inquiri learning, yaitu:
a. Inquiri menekankan kepada aktivitas siswa secara maksimal untuk
mencari dan menemukan.
b. Seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan
menemukan jawaban sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan,
sehingga diharapkan dapat menumbuhkan sikap percaya diri.

34
c. Tujuaan inquiri learning adalah mengembangkan kemampuan berpikir
secara sistematis, logis, dan kritis, atau mengembangkan kemampuan
intelektual sebagai bagian dari proses mental.
Inquiri learning merupakan bentuk pendekatan pembelajaran yang
berorientasi kepada siswa. Dikatakan demikian sebab dalam strategi
ini siswa dapat memegang peran yang sangat dominan dalam proses
pembelajaran.48
Siswa benar-benar ditempatkan sebagai subjek yang belajar.
Peranan guru dalam pembelajaran PAI dengan metode inquiry adalah
sebagai pembimbing dan fasilitator. Tugas guru adalah memilih
masalah yang perlu disampaikan kepada siswa untuk dipecahkan.
Namun dimungkinkan juga bahwa masalah yang akan dipecahkan
dipilih oleh siswa. Tugas guru selanjutnya adalah menyediakan sumber
belajar bagi siswa dalam rangka memecahkan masalah. Bimbingan dan
pengawasan guru masih diperlukan, tetapi intervensi terhadap kegiatan
siswa dalam pemecahan masalah harus dikurangi.49

Model inkuiri dapat dilakukan melalui tujuh langkah yaitu:

a. Merumuskan masalah,
b. Merumuskan hipotesis,
c. Mendefinisikan istilah (konseptualisasi),
d. Mengumpulkan data,
e. Penyajian dan analisis data,
f. Menguji hipotesis,
g. Memulai inkuiri baru.
2. Model Quantum Learning
Quantum Learning merupakan pengubahan berbagai interaksi yang
ada pada momen belajar. Interaksi-interaksi ini mencakup unsur-unsur
belajar yang efektif yang mempengaruhi kesuksesan siswa. Pembelajaran

48
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran (Jakarta: Kencana, 2006) hal, 194
49
Sagala, 2004

35
quantum merupakan upaya pengorgani-sasian bermacam-macam interaksi
yang ada di sekitar momen belajar.50
Prinsip-Prinsip pembelajaran Quantum:
a. Segalanya berbicara. Segala seuatu yang ada di lingkungan kelas
sampai body language dapat digunakan untuk pembelajaran. Mulai
dari kertas yang dibagikan kepada siswa hingga rancangan pelajaran
dapat digunakan untuk mengirim pesan belajar.
b. Segalanya bertujuan. Semua yang terjadi di kelas atau dalam proses
pengubahan, memiliki tujuan.
c. Pengalaman sebelum pemberian nama. Otak manusia berkembang
karena adanya rangsangan yang kompleks, yang mendorong rasa ingin
tahu. Pembelajaran yang baik adalah yang diawali rasa ingin tahu,
dimana anak memperoleh informasi tentang sesuatu sebelum
mengetahui namanya.
d. Akui setiap saat. Pembelajaran merupakan proses yang mengandung
resiko karena mempelajari seuatu yang baru, biasanya tidak nyaman
dan ketika mereka mulai langkah untuk belajar, mereka harus dihargai.
e. Jika layak dipelajari, maka layak pula diselenggarakan.
Penyelenggaraan adalah sarapan pelajar juara. Dari prinsip ini tersirat
bahwa kecerian para siswa sejak awal masuk kelas dapat mendorong
kemajuan dan meningkatkan asosiasi emosi positif dengan belajar.
Dengan dasar prinsip-prinsip di atas maka dapatlah disusun
kerangka rancangan Pembelajaran Quantum sebagai berikut:
a. Tumbuhkan minat dengan selalu mengarahkan siswa terhadap
pemahaman tentang apa manfaat setiap pelajaran bagi diri siswa dan
Manfaatkan kehidupan siswa.
b. Alami: Buatlah pengalaman umum yang dapat di mengerti oleh semua
siswa.
c. Namai: Guru harus menyediakan kata kunci, konsep, model, rumus,
strategi sebagai masukan.

50
De Potter,Quantum Learning. Boston: Allyn & Baccon, (Bandung 1998).

36
d. Demonstrasikan: Sebaiknya guru menyediakan kesempatan bagi siswa
untuk menunjukkan apa yang mereka sudah ketahui.
e. Ulangi: Guru harus menunjukkan cara mengulangi materi dan
menegaskan ”Aku Tahu Bahwa Aku Memang Tahu”.
f. Rayakan atau pujian: Guru harus memberikan pengakuan terhadap
setiap penyelesaian, partisipasi dan pemerolehan keterampilan dan
pengetahuan siswa.51
Landasan Psikologis Pembelajaran Quantum:
a. Metode Sugestiologi
Metode sugestiologi yang dikenal sebagai “accelerated learning”
menunjukan bahwa pengaruh guru sangat besar dan jelas terhadap
keberhasilan siswa. Sugesti memiliki kekuatan yang sangat besar dan
mendalam. Sugesti sering digunakan dalam periklanan dengan bahasa
verbal dan tubuh. Meskipun tidak secara sadar kita mengingat sugesti,
otak akan berperan sebagai sponsor yang menyerap informasi lebih
cepat dari yang kita bayangkan. Berdasarkan pemikiran tersebut
hampir dapat dipastikan bahwa setiap detail belajar sangat berarti,
mulai dari nada suara, penggunaan musik, pengaturan kursi sampai
lingkungan belajar.
b. Psikologi daya
Dengan mengaktifkan semua bagian jaringan saraf pada semua bagian
otak, berpikir quantum dapat dilakukan. Aktifitas berpikir quantum
seperti proyeksi kreatif, menebak, menjelaskan, membayangkan,
menemukan dapat menjadi alat pemicu perkembangan kemampuan
dan potensi setiap orang.
c. Modalitas belajar
Otak manusia terdiri dari tiga bagian yang merupakan modalitas untuk
memproses rangsangan yang datang dari luar. Modalitas tersebut
adalah visual, auditorial, kinestic yang merupakan saluran komunikasi

51
De Potter, B, Mark R & Sarah S. N. Quantum Teaching: Orchestrating Student Success. Boston:
Allyn & Baccon, 1990

37
yang membantu memahami dunia luar. Menghadirkan kegiatan yang
cocok dengan modalitas akan memperkuat penerimaan siswa.
Penjelasan di atas menunjukkan betapa pentingnya mengenali
perbedaan gaya belajar siswa dan menyesuaikan pembelajaran dengan
mo-dalitas siswa meskipun cukup sulit untuk melakukannya. Hal
penting yang dapat dijadikan pegangan dalam menyesuaikan
pembelajaran dengan per-bedaan modalitas siswa adalah bahwa setiap
orang berkemampuan untuk belajar dan mereka belajar dengan cara
yang berbeda.
d. Multi Intelegence
IQ hanyalah salah satu kecerdasan manusia karena manusia memiliki
multi intelegensi sebagai potensi yang sangat besar. Potensi itu terdiri
dari kecerdasan logis-matematis, kecerdasan linguistik, verbal,
kecerdasan kinestik, kecerdasan emosional (inter-personal dan
intrapersonal), kecerdasan naturalist, kecerdasan intuisi, kecerdasan
moral, kecerdasan eksistensial, kecerdasan spiritual. Dapat
dibayangkan begitu banyaknya potensi yang terkandung pada diri
siswa namun betapa tidak mudahnya untuk mengenalinya, apalagi
mengguna-kannya untuk mengakses keberhasilan mereka di dalam
kelas. Dalam upaya menggunakan semua potensi itu haruslah
berpegang kepada prinsip sebagai berikut:
1) Setiap orang berkemampuan untuk belajar.
2) Setiap orang belajar dengan cara yang berbeda.
3) Keyakinan sangat penting bagi keberhasilan seseorang.
4) Penghargaan dan perhatian bagi tiap individu adalah penting.
5) Belajar akan lebih effektif bila disajikan dalam keceriaan dan ling-
kungan yang menantang.
6) Rasa aman dan percaya antara guru dan siswa merupakan bagian
proses belajar yang penting.
7) Guru harus menunjukan semagat dan antusiasme untuk belajar.

38
Quantum Learning dimulai dari Super Camp, sebuah program
akselerasi belajar yang memperkenalkan tiga keterampilan dasar,
yakni keterampilan akademis, prestasi fisik, dan keterampilan
hidup. Menurut penlitian, hasilnya demikian impresif. Setelah
mengikuti kegiatan ini, motivasi belajar siswa meningkat, dan
keterampilan belajar pun berkembang.52

A. Simpulan
Model desain pembelajaran adalah pola pembelajaran yang dijadikan
sebagai contoh dan acuan oleh guru sebagai pendidik profesiaonal dan
merancang pembelajaran yang hendak difasilitasinya. Sebagai sebuah pola
pembelajaran, model tersebut memiliki berbagai tahapan-tahapan kegiatan
merancang pembelajaran. Jadi model desain pembelajaran pendidikan agama
Islam adalah konsep dan prosedur yang berfungsi sebagai pedoman bagi para
guru dalam merencakan dan melaksanakan pembelajaran agama Islam yang
dilakukan secara sistematis sebagai upaya menanamkan, mengembangkan
dan menumbuhkan nilai-nilai pada peserta didik dalam mewujudkan
tampilnya perilaku siswa yang mencerminkan keimanan dan ketaqwaan.

52
Zohar dalam Vella, Quantum learning is that which uses all of the neural networks in the brain,
putting things together in idiosyncratic and personal ways to make significant meaning, 200

39
DAFTAR PUSTAKA

Bahtiar, Abdul Rahman. “Prinsip-Prinsip Dan Model Pembelajaran Pendidikan


Agama Islam”. Jurnal Tarbawi. Vol. 01. No. 02 (2018).
Fathurroman, Muhammad. 2016. Model-model Pembelajaran Inovatif.
Yogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Harto, Kasinyo. “Pengembangan Pendidikan Agama Islam Berbasis
Multikultural”. Al-Tahrir. Vol. 14. No. 2 (2014).
Hermawan, Hendy. 2006. Model-model Pembelajaran Inovatif. Bandung: CV
Citra Praya.
Komulasari, Kokom. 2010. Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi
Bandung: PT. Refika Aditama.
M, Zulkifli. “Model Pembelajaran Pai Berbasis Tik Yang Valid Dan Praktis Pada
Sma Negeri 4 Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara”. Jurnal Al-
Ta’dib. Vol. 6 No. 2 (2013).
Maksudin. 2015. Pengembangan Metodelogi Pendidikan Agama Islam
Pendekatan Dialektik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Mudhofir, A. 2016. Desain Pembelajaran Inovatif Dari Teori Ke Praktik.
Surabaya: Raja Grafindo Persada.
Rohani, Ahmad. 2004. Pengelolaan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Sahimin. “Pengaruh Model Pembelajaran Dan Gaya Belajar Terhadap Hasil
Belajar Pai Siswa Kelas VII Smp Negeri 1 Kabanjahe Kabupaten Karo”.
Edu Riligia. Vol. 01. No. 02. (2017).
Samani, M. 2002. Pengembangan Model Pembelajaran IPA Terpadu untuk
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, Surabaya: PSM Unessa.
Supriyadi, Tedi. “Model Pembelajaran Internalisasi Iman dan Taqwa Dalam
Pembelajaran PAI untuk Usia Sekolah Dasar”. Mimbar Sekolah Dasar.
Vol. 03 No. 02. (2016).

40
Trianto. 2010. Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Wiyani, Novan Ardy. 2013. Desain Pembelajaran Pendidikan. Yogyakarta: Ar-
Ruzz Media.
Yusufhadi, Miarso. 2008. Penerapan Teknologi Informasi dan Komunikasi Dalam
Pendidikan di Era Globalisasi. Jakarta: Makalah Seminar Nasional The
Power of ICT in Education, PPs UNJ.

41

Anda mungkin juga menyukai