Anda di halaman 1dari 39

BAB 1 BATU ALAM

1.Pengertian Batu Alam


Batu alam adalah semua bahan yang menyusun kerak bumi dan merupakan sejenis bahan yang
terdiri dari mineral dan dikelaskan menurut komposisi mineral yang kemudian mengeras akibat
proses secara alami seperti membeku , pelapukan , mengendap , dan biasa dipakai sebagai bahan
dari konstruksi bangunan.

Batu alam sendiri terbagi menjadi 3 macam yaitu batu alam untuk konstruksi, batu alam untuk
media, dan batu alam mulia.

1.Batu alam untuk konstruksi adalah batu alam yang biasa dipakai sebagai fondasi sebuah
bangunan. Selain batuan ini memiliki ciri yang kuat sehingga mampu menopang bangunan.

2.Batu alam untuk media adalah batu alam yang dipakai sebagai bagian dari interior dan
eksterior sebuah bangunan. Batu alam ini memiliki corak dan nilai seni yang tinggi.

3.Batu alam mulia adalah batu alam yang biasa dipakai sebagai perhiasan. Batu alam ini
memiliki nilai ekonomis yang tinggi, serta memiliki nilai seni yang tinggi pula.

2. Kandungan Atom atau Unsur dan Ikatannya pada Batu


Sebagian besar batu tersusun atas mineral-mineral (Pidwirny 2006). susunan antara unsur-unsur
penyusun mineral pada batuan di bumi sangat beragam antara suatu mineral dengan mineral
yang lainnya. Berdasarkan warnanya, mineral diklasifikasikan menjadi dua, yaitu mineral felsik
(mineral yang lebih terang), dan mineral mafik (mineral yang lebih gelap). Mineral felsik antara
lain kwarsa, feldspar, feldspatoid dan muskovit. Mineral mafik antara lain biotit, piroksen,
amphibol dan olivine. Berikut adalah tabel daftar unsur-unsur kimia yang paling banyak
menyusun mineral pada batuan di bumi (Harvey 1997).

Tabel 2.1 Unsur Umum pada Batuan


Element Chemical Symbol Percent Weight in Earth's Crust
Oxygen O 46,6
Silicon Si 27.72
Aluminum Al 8.13
Iron Fe 5.00
Calcium Ca 3.63
Sodium Na 2.83
Potassium K 2.59
Magnesium Mg 2.09
3. Siklus Terjadinya Batu Alam

1.Pada awalnya, magma terbentuk secara alamiah dalam waktu berjuta-juta tahun dan menjadi
unsur pembentuk lapisan inti bumi. Magma tidak terbentuk di semua wilayah di bumi.
Melainkan magma hanya terdapat di beberapa tempat di bawah permukaan yang disebut kamar
magma.

2.Karena sifatnya yang dinamis, magma terus bergerak. Gerakan ini membuat magma mengalir
ke tempat yang suhunya lebih rendah dari kamar magma. Akibatnya magma mengalami
kristalisasi dan sebagiannya membeku menjadi batuan beku. Jika proses pembekuannya
berlangsung di bawah permukaan bumi disebut batuan beku intrusif (misalnya batuan granit dan
diorit), sedangkan jika proses pembekuannya berlangsung di permukaan disebut batuan beku
ekstrusif (misalnya basal dan andesit) (Baca juga 5 Proses pembentukan Batuan Beku Intrusif
dan Ekstrusif)

3.Batuan beku yang terbentuk dari proses kristalisasi magma ini lama kelamaan akan mengalami
pelapukan. Pelapukan pertama kali terjadi pada batuan beku ekstrusif yang ada di atas
permukaan bumi. Hasil pelapukan batuan beku ini akan mengendap melalui proses yang disebut
erosi (Silahkan baca : Macam- macam Erosi Berdasarkan Penyebabnya). Endapan dari hasil
pelapukan batuan beku itu akan mengeras membentuk batuan sedimen. Sementara itu batuan
beku intrusif yang ada di bawah permukaan bumi akn terus bergerak sampai di permukaan bumi
melalui serangkaian peristiwa tektonik dan vulkanik. Sesampainya di permukaan bumi, ia juga
akan menmgalami pelapukan dan pengendapan.

4.Sementara itu batuan beku intrusif yang tidak berhasil sampai di permukaan akan terus
terkubur lebih dalam akibat tekanan di atas. Semakin dalam posisinya, semakin besar tekanan
dan suhu yang ia terima. Akibatnya batuan beku ini akan mengalami perubahan baik dari bentuk
maupun susunan kimianya menjadi batuan metamorf (malihan).
5.Batuan sedimen yang berasal dari pengendapan sisa-sisa pelapukan batuan beku juga
umumnya berada dibawah permukaan bumi. Batuan sedimen ini juga akan terus bergerak
semakin dalam karena di permukaan bumi terus terbentuk lapisan sedimen baru. Lapisan batuan
sedimen baru ini akan menghimpit lapisan sedimen sebelumnya sehingga bergerak makin turun
mendekati kamar magma. Akibatnya batuan sedimen ini juga menerima tekanan dan suhu yang
tinggi sehingga bermetamorfosis menajadi batuan malihan.

6.Perubahan suhu dan tekanan juga mempengaruhi batuan sedimen. Batuan sedimen juga
mengalami perubahan secara perlahan-lahan dan berlangsung lama menjadi batuan metamorf.
Sementara itu sebagian dari batuan sedimen juga bisa melapuk karena waktu. Hasil
pelapukannya mengendap dan mengeras. Yang menghasilkan batuan sedimen jenis baru. Bisa
sama dengan asalnya atau bisa berbeda sama sekali.

7.Dalam perjalannnya, batuan metamorf juga mengalami pelapukan serupa dan berubah kembali
menjadi batuan sedimen. Selain itu batuan metamorf yang memiliki struktur kimia sangat
berbeda dengan batuan sedimen dan batuan beku akan meleleh dan kembali menjadi magma.

8.Proses yang sama berlangsung kembali.

Siklus ini telah terjadi sejak jutaan atau bahkan miliaran tahun yang lalu. Dan siklus ini akan
terus berlangsung. Setiap jenis batuan akan tetap tersingkap dan terangkat. Batuan itu akan
melapuk dan mengalami erosi. Batuan itu akan terus mengendap dan bermetamorfosis. Begitulah
rancangan alam yang luar biasa. Dengan begitu jumlah magma/batu di bumi akan tetap sama.
Secara sederhana hubungan antara batuan beku, batuan sedimen dan batuan malihan dapat
digambarkan dalamformula berikut :
Magma -> Batuan Beku -> Batuan Sedimen -> Batuan Malihan -> Magma

4.Jenis-Jenis Batu Alam


*Menurut proses kejadiannya :

1. Batuan beku
Batuan beku merupakan batuan keras yang terbentuk dari magma yang keluar dari perut bumi
yang mendapat tekanan dalam keadaan panas dan membeku karena mengalami proses
pendinginan. Karena itu, batuan beku juga disebut sebagai bekuan.

Batuan beku dapat dibedakan berdasarkan tempat magma yang keluar membeku, yaitu sebagai
berikut.:

1.Batuan Beku Dalam. Batuan beku dalam atau batuan beku plutonik terbentuk karena proses
pembekuan magma di bawah permukaan bumi. Biasanya proses pembentukan batuan ini terjadi
secara lambat, sehingga biasanya berbentuk kasar dan mengkristal atau holokristalin. Contohnya,
magma mengalir dan meresap ke dalam lapisan-lapisan bumi bagian dalam dan membeku di situ.
Contoh batuan beku dalam antara lain sienit, granit, diorit, dan gabro.
2.Batuan Beku Luar. Batuan beku luar atau batuan beku vulkanik terbentuk karena adanya
proses pembekuan magma pada permukaan bumi. Biasanya proses pembentukan batuan ini
terjadi secara cepat, sehingga bentuknya halus dan tidak mengkristal atau kristalnya sangat halus.
Contoh batuan beku dalam antara lain obsidian, liparit, trachit, desit, andesit, dan basalt.
3.Batuan Beku Korok. Batuan beku korok terbentuk karena proses penyusupan magma pada
celah-celah litosfer bagian atas dan kemudian membeku. Oleh karenanya, posisi batuan beku
korok biasanya dekat dengan permukaan bumi. Batuan beku jenis ini juga mengkristal. Beberapa
contoh batuan beku korok antara lain porfir granit, porfir diorit, dan ordinit.

2. Batuan Sedimen

Batuan sedimen terbentuk dari batuan beku atau zat padat yang mengalami erosi di tempat
tertentu kemudian mengendap dan menjadi keras. Batuan sedimen biasanya berlapis-lapis secara
mendatar. Di antara batuan ini, seringkali ditemukan fosil-fosil. Batuan sedimen dapat dibagi
berdasarkan proses pembentukannya, yaitu sedimen klastis, kimiawi, dan organik.

1.Batuan Sedimen Klastis. Batuan sedimen klastis terbentuk karena pelapukan atau erosi pada
pecahan batuan atau mineral, sehingga batuan menjadi hancur atau pecah dan kemudian
mengendap di tempat tertentu dan menjadi keras. Susunan kimia dan warna batuan ini biasanya
sama dengan batuan asalnya. Contoh batuan sedimen klastis antara lain batu konglomerat, batu
breksi, dan batu pasir.

2.Batuan Sedimen Kimiawi. Batuan sedimen kimiawi terbentuk karena pengendapan melalui
proses kimia pada mineral-mineral tertentu. Misalnya, pada batu kapur yang larut oleh air
kemudian mengendap dan membentuk stalaktit dan stalagmit di gua kapur. Contoh batuan
sedimen kimiawi lainnya adalah garam.

3.Batuan Sedimen Organik. Batuan sedimen organik atau batuan sedimen biogenik terbentuk
karena adanya sisa-sisa makhluk hidup yang mengalami pengendapan di tempat tertentu.
Contohnya, batu karang yang terbentuk dari terumbu karang yang mati dan fosfat yang terbentuk
dari kotoran kelelawar.

3. Batuan Malihan(Batuan Metamorfosis)

Batuan malihan terbentuk dari batuan beku atau batuan sedimen yang telah berubah wujud.
Karena itu, batuan malihan disebut juga batuan metamorfosis. Batuan malihan dapat dibagi
berdasarkan proses pembentukannya, yaitu sebagai berikut:

1.Batuan Malihan Kontak. Batuan malihan kontak atau thermal terbentuk karena adanya
pemanasan atau peningkatan suhu dan perubahan kimia karena intrusi magma. Contohnya, batu
marmer yang berasal dari batu kapur.
2.Batuan Malihan Dinamo. Batuan malihan dinamo, merupakan batuan yang terbentuk karena
adanya tekanan yang besar disertai pemanasan dan tumbukan. Tekanan dapat berasal dari
lapisan-lapisan yang berada di atas batu dalam jangka waktu lama. Contohnya batu sabak yang
berasal dari tanah liat. Contoh lainnya batubara yang berasal dari sisa-sisa jasad hewan dan
tumbuhan di daerah rawa-rawa (tanah gambut).

3.Batuan Malihan Thermal-Pneumatolik. Batuan malihan thermal-pneumatolik, merupakan


batuan yang terbentuk karena adanya zat-zat tertentu yang memasuki batuan yang sedang
mengalami metamorfosis. Contohnya, batu zamrud, permata, dan topaz.

4.Batuan Robohan
Batuan Robohan, yaitu semacam batuan lapisan yang terdiri dari bermacam mineral kontak.
Contoh : pasir, kerikil, batu kali, batu cadas, batu paras, dll.

**Menurut tegangannya :

1.Batu lunak
Batu lunak( 4 kg/cm2 – 8 kg/cm2), yaitu batu alam yang mudah digali dan dipatahkan dengan
tangan. Batu ini mengalami proses pelapukan dan banyak mengandung retakan.

2. Batu Sedang
Batu sedang ( 8 kg/cm2 – 18 kg/cm2), batuan alam ini sukar digali dengan peralatan tangan.
Bagian pecahan/patahan tidak dapat dipatahkan dengan tangan tetapi mudah dihancurkan dengan
palu.

3. Batu Keras
Batu keras ( 16 kg/cm2 – 50 kg/cm2), yaitu batu alam yang hanya dapat digali dengan memakai
bagan peledak. Batu ini tidak banyak mengandung retakan.

**Macam-macam batu alam :

1.Batu Marmer

Marmer mempunyai corak atau pola tertentu dengan banyaknya ragam warna yang
mengkombinasikannya. Hal tersebutlah yang membuat marmer sangat cocok digunakan sebagai
bahan untuk dekorasi bangunan. Batuan ini merupakan hasil metamorfose dari batu gamping.
Bersifat tahan terhadap cuaca, mudah dikerjakan, tidak tahan asam.
2. Batu Andesit

Batu jenis ini berasal dari gunung berapi dan memiliki beberapa ciri yang mudah dikenali, yaitu
berwarna abu-abu atau hitam. Jenis batu ini sudah sejak lama dipakai sebagai material bangunan
1. Mempunyai sifat yang keras diantara batuan lainnya, sehingga lebih tahan lama.
2. Mempunyai tingkat porositas atau pori yang rapat, sehingga tidak mudah menyerap atau
terkena noda
3. Sifat batu tahan terhadap cuaca dan lumut
4. Mempunyai berat jenis 2,3-2,7, kuat tekan 600 – 2400 kg/cm2.
5. Digunakan untuk pondasi, penutup lantai, dinding. Apabila dipecah/dihancurkan dengan palu
atau crusher dengan ukuran tertentu menjadi batu pecah (kerikil) dan pasir yang digunakan untuk
bahan campuran beton dan jalan.
3.Batu Sabak
Di pasaran luas batu sabak atau slate stone lebih dikenal juga dengan nama lain yaitu batu kali.
Pengaplikasian batu jenis ini banyak digunakan untuk bagian luar atau eksterior dinding, pagar,
kolam, pilar atau kolom serta taman kering.

1. Merupakan jenis batu yang sangat kuat, biasa dipakai sebagai pondasi.
2. Dapat dibelah sebagai lempengan tipis untuk pelapis dinding maupun lantai.

4.Batu Granit
1. Sifat batu yang memberikan suasana natural sebagai wall veneer (pelapis dinding)
2. Tahan terhadap panas dan tidak mudah retak, sehingga dapat dibuat toptable pada meja dapur.
3. Tahan Lama
4. Tahan terhadap cuaca, tidak mudah lapuk atau jamuran
5. Tahan terhadap goresan
6. Mempunyai pori yang lebih kecil dibandingkan marmer, sehingga tidak mudah menyerap air
ataupun noda. Hanya perlu dikeringkan dengan lap bersih.
7. Mempunyai kuat tekan 1000 – 2500 kg/cm2, dengan berat jenis 2,6 – 2,7.

5.Batu gamping

1. Batu Gamping (termasuk batuan sedimen) Secara kimia batu gamping terdiri atas kalsium
karbonat (CaCO3). Selain kalsium karbonat, di alam juga sering dijumpai batu gamping yang
mengandung magnesium.
2. Batu gamping ada yang bersifat padat, keras dan massif. Ada juga batu gamping yang bersifat
porous. 3. Pada umumnya deposit batu gamping ditemukan dalam bentuk bukit. Oleh sebab itu
teknik penambangannya dilakukan dalam bentuk tambang terbuka.
4. Batu gamping yang dikalsinasi ( dipanaskan pada suhu 600°C - 900°C) akan menjadi kapur
tohor dan kapur padam. Kapur ini digunakan sebagai bahan perekat hidrolis pada adukan/spesi.
Batu gamping juga merupakan bahan baku pembuatan semen Portland.

6. Batu Dolomit

1. Terjadi karena proses peresapan unsure magnesium dari air laut ke dalam batu gamping
2. Berfungsi seperti batu gamping.

7. Gipsum
1. Ditemukan dalam bentuk lembaran pipih, kristal, serabut di daerah batu gamping.
2. Gipsum hasil penambangan diolah dengan cara dipanaskan sehingga berbentuk tepung gips.
3. Digunakan untuk bahan tambah semen portlad, untuk plafond dan partisi
8. Tras
1. Disebut juga sebagai posolan, terbentuk dari batuan vulkanik yang banyak mengandung
feldspar dan silika seperti andesit dan granit yang telah mengalami pelapukan lanjut. Akibat
proses pelapukan feldspar akan berubah menjadi mineral lempung/kaolin dan senyawa silika
amorf.
2. Bila dicampur dengan kapur tohor dan air akan mempunyai sifat seperti semen.
3. Digunakan sebagai bahan pengikat pada adukan, tras dapat dicetak untuk membuat batako.

9. Pasir Gunung Api


1. Merupakan bahan lepas berbentuk butiran pasir yang dihasilkan pada saat gunung api meletus.
Pada saat turun hujan di puncak gunung, maka tupukan pasir akan lonsor terbawa air ke sungai.

2. Digunakan sebagai bahan pengisi pada campuran beton, adukan, dll.

5.SIFAT-SIFAT FISIK BATU ALAM DAN PENGUJIANNYA

a. Sifat Fisik batu alam untuk bangunan

 Mempunyai kuat tekan dan kuat lentur yang tinggi


 Keras dan tidak mudah hancur
 Daya serap air relative kecil
 Tahan terhadap pengaruh cuaca
 Tahan terhadap keausan

b. Pengujian Batu Alam, meliputi :

 Analisa Petrografi, analisa batuan secara mikroskopis untuk mengetahui jenis, tekstur,
struktur komposisi mineral dan nama batuan.
 Analisa kimia, analisa batuan secara kimia untuk mengetahui komposisi kimia batuan.
 Analisa defraktometer sinar X, digunakan pada batuan yang berbutir sangat halus seperti
tanah liat untuk mengetahui unsur kimianya.
 Analisa besar butir, dilakukan dengan cara diayak menggunakan ayakan berjenjang yang
mempunyai ukuran tertentu.
 Analisa berat jenis (bulk density), dilakukan dengan cara : batuan dipanaskan dalam oven
pada suhu 100°C selama 24 jam, kemudian didinginkan pada suhu kamar. Batuan
ditimbang beratnya dan diukur volumenya. Berat jenis batuan diperoleh dengan
membagi berat dengan volume.
 Pengujian Daya serap air pada batuan.
 Pengujian ketahanan batuan terhadap pelapukan, untuk mengetahui seberapa jauh
pengaruh reaksi kimia unsur-unsur alkali (K dan Na) pada batuan. Unsur-unsur ini
apabila prosentasenya tinggi, akan merugikan bila digunakan untuk agregat pada
konstruksi bangunan
 Pengujian ketahanan batuan terhadap keausan, ketahanan batauan terhadap aus ini
diartikan sebagai sifat daya tahan batuan terhadap penggosokan bahan lain. Pengujian
dilakukan menggunakan bola-bola baja yang terdapat pada mesin LOS ANGELES.
 Pengujian Kuat Tekan Bebas. Untuk mencegah kerusakan konstruksi akibat beban yang
bekerja, maka agregat harus cukup kuat menahan tekanan. Kuat tekan batuan adalah
kemampuan batuan dalam menahan beban yang diberikan sehingga batuan tersebut
pertama kali mengalami deformasi.

**Kuat tekan , berat volume, penyerapan air dan tahan aus, beberapa batu alam,

NO Jenis Kuat tekan Berat vol. Penyarapan Tahan aus


3
kg/cm (Bulk.Densisity) air Los Angels
kg/cm3
1 Granit/ syenit 1600-2400 2,60 – 80 0,2 – 0,5 24 – 38
2 Diorit/ Gabro 1700 - 3000 2,85 – 3,05 0,2 -0,4 ± 18
3 Phorphyrit 1800 - 3000 2,58 – 2,83 0,2 – 0,7 18 – 30
4 Basalt 2500 - 4000 3,0 - 3,15 0,1 – 0,3 ± 18
5 Basalt lava 800 - 15000 3,0 – 3,15 4,0 - 10 24 lebih
6 Diabas 1800 - 2500 2,85 – 2,95 0,1 – 0,4 ± 18
7 Kwarsit 1500 - 3000 2,64 – 2,68 0,2 – 0,5 -
8 Batu Pasir kwarsa 300 - 1800 2,64 – 2,72 0,2 – 9,0 38 lebih
9 Batu kapur kesar 800 - 1800 2,270 – 2,90 0,2 – 0,6 ± 26
dan marmer
10 Batu kapur lunak 200 - 900 2,70 – 2,74 0,2 - 10 -
11 Traventin 200 - 600 2,69 – 2,72 2,0 – 5,0 -
12 Batu tufa 200 - 600 2,62 – 2,75 6,0 – 15,0 -
13 Gneis 1600 - 2800 2,67 – 3,05 0,1 – 0,6 ± 45
14 Amphibolit 1700 - 2800 2,75 – 3,15 0,1 – 0,6 ± 38
15 Serpentin 1400 - 2500 2,82 – 2,90 0,1 07 ± 19
 No. 1 – 6 = batuan beku 7- 12 = Batuan endapan 13-15 = Batuan metamorfosa

6. SYARAT MUTU BATU ALAM UNTUK BANGUNAN

* untuk tempat terlindung air


* * untuk tempat tidak terlindung air
BAB II AGREGAT
1. Pengertian Agregat
Agregat adalah sekumpulan butir- butir batu pecah, kerikil, pasir, atau butiran mineral alami baik
berupa hasil alam maupun buatan yang dipakai bersama sama dengan suatu media pengikat
untuk membentuk suatu beto semen hidrolik atau adukan. Hampir 70%-80 % lebih berat
konstruksi kongkrit adalah agregat. Oleh karena itu sifat-sifat agregat sangat mempengaruhi
sifat-sifat beton yang dihasilkan.

2. Klasifikasi Agregat
*Berdasarkan sumbernya

1) Agregat Alam

Agregat alam adalah agregat yang digunakan dalam bentuk alamiahnya dengan sedikit atau tanpa
pemrosesan sama sekali. Agregat ini terbentuk dari proses erosi alamiah atau proses pemisahan
akibat angin, air, pergeseran es, dan reaksi kimia.Dua jenis agregat alam yang digunakan untuk
konstruksi jalan adalah pasir dan kerikil. Kerikil biasanya didefinisikan sebagai agregat yang
berukuran lebih besar dari 6,35 mm. Pasir didefinisikan sebagai partikel yang lebih kecil dari
6,25 mm, tapi lebih besar dari 0,075 mm. Sedangkan partikel yang lebih kecil dari 0,075 mm
disebut sebagai mineral pengisi.

2. Agregat Yang Diproses

Agregat yang diproses adalah batuan yang telah dipecah dan disaring sebelum digunakan.
Digunung‐gunung atau dibukit‐bukit, dan sungai‐sungai sering ditemui agregat yang masih
berbentuk batu gunung, dan ukuran yang besar‐besar sehingga diperlukan proses pengolahan
terlebih dahulu sebelum dapat digunakan sebagai agregat konstruksi jalan. Pemecahan batuan/
agregat dilakukan untuk merubah tekstur permukaan partikel dari licin ke kasar,
merubah bentuk partikel dari bulat ke angular, dan untuk meningkatkan distribusi serta rentang
ukuran partikel.Penyaringan terhadap agregat yang telah dipecahkan akan menghasilkan partikel
agregat dengan rentang gradasi tertentu.

3. Agregat Buatan
Agregat ini didapat dari proses kimia atau fisika dari beberapa material sehingga menghasilkan
suatu material baru yang sifatnya menyerupai agregat. Jenis agregat ini merupakan hasil
sampingan dari proses industri dan dari proses material yang sengaja diproses agar dapat
digunakan sebagai agregat atau sebagai mineral pengisi. Pembuatan agregat secara langsung
adalah sesuatu yang relatif baru. Agregat ini dibuat dengan membakar tanah liat atau material
lainnya dan produk akhir yang dihasilkan biasanya agak ringan dan tidak memiliki daya tahan
terhadap keausan yang tinggi. Contoh agregat buatan adalah : Klinker dan breeze yang berasal
dari limbah pembangkit tenaga uap, agregat yang berasal dari tanah liat yang dibakar (leca =
Lightweight Expanded Clay Agregate), cook breeze berasal dari limbah sisa pembakaran arang,
hydite berasal dari tanah liat (shale) yang dibakar pada tungku putar, lelite terbuat dari batu
metamorphore atau shale yang mengandung karbon, kemudian dipecah dan dibakar pada tungku
vertical pada suhu tinggi.

*Berdasarkan berat jenisnya


1)Agregat berat

Agregat berat mempunyai berat jenis lebih besar dari 2.800 kg/m3. Contohnya adalah magnetic
(fe304), barites (BaSO4), dan serbuk besi. Berat jenis beton yang dihasilkan dapat mencapai 5 kali
berat jenis bahannya. Beton yang dibuat dengan agregat ini biasanya digunakan sebagai
pelindung dari radiasi sinar-X. Untuk mengetahui apakah suatu agregat termasuk agregat berat,
ringan atau normal dapat diperiksa berat isinya. Standar yang digunakan adalah C.29

2) Agregat ringan

Agregat ringan dapat berasal dari sumber daya alam atau hasil dari olahan manusia. Sumber daya
alam yang besar adalah material vulkanik. Buatan atau sintetis, agregat yang diproduksi oleh
proses termal di pabrik-pabrik. Agregat yang mempunyai berat jenis kurang dari 2,0. Agregat ini
terdiri dari : batu apung, asbes, berbagai serat alam (alam), terak dapur tinggi dg gelembung
udara, perlit yang dikembangkan dengan pembakaran, lempung bekah, dll (buatan). Digunakan
untuk menghasilkan beton yang ringan dalam sebuah bangunan yang memperhitungkan berat
dirinya. Agregat ringan digunakan dalam bermacam produk beton, misalnya bahan-bahan untuk
isolasi atau lahan untuk pra-tekan. Agregat ini paling banyak digunakan untuk beton-beton pra-
cetak. Beton yang dibuat dengan agregat ringan mempunyai sifat tahan api yang baik.
Kelemahannya adalah ukuran pori pada beton yang dibuaat dengan agrergat ini besar, sehingga
penyerapannya besar pula. Jika tidak diperhatikan hal ini akan menyebabkan beton yang
dihasilkan menjadi kurang baik kualitasnya. Agregat ringan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
yang dihasilkan melalui pembekahan (expanding) dan yang dihasilkan dari pengolahan bahan
alam. Disarankan agar penakarannya menggunakan volume. Berat isi agregat ini berkisar 350-
880 kg/m3 untuk agregat kasarnya dan 750-1200 kg/m3 untuk agregat halusnya. Campuran kedua
agregat tersebut mempunyai berat isi maksimum 1040 kg/m3. Agregat ringan yang digunkan
dalam campuran beton harus memenuhi syarat mutu dari ASTM C-330, ” Specification For
Lighweight Agragates For Structural Concrete”.

3) Agregat normal

agregat yang mempunyai berat jenis 2,50 – 2,70.Beton dengan agregat normal akan memiliki
berat jenis sekitar 2,3 dengan kuat tekan 15 MPa – 40 MPa. Dihasilkan dari pemecahan batuan
dengan quarry atau langsung dari sumber alam. Agregat normal terdiri dari : kerikil, pasir, batu
pecah (berasal dari alam), klingker, terak dapur tinggi (agregat buatan).

*Berdasarkan Bentuk
1. Agregat Bulat

Agregat ini terbentuk karena terjadinya pengikisan oleh air atau keseluruhannya terbentuk karena
pergeseran. Rongga udaranya minimum 33%, sehingga rasio luas permukaannya kecil. Beton
yang dihasilkan dari agregat ini kurang cocok untuk struktur yang menekankan pada kekuatan
atau untuk beton mutu tinggi, karena ikatan antar agregat kurang kuat.

2. Agregat Bulat Sebagian atau Tidak Teratur

Agregat ini secara alamiah berbentuk tidak teratur. Sebagian terbentuk karena pergeseran
sehingga permukaan atau sudut-sudutnya berbentuk bulat. Rongga udara pada agregat ini lebih
tinggi, sekitar 35%-38%, sehingga membutuhkan lebih banyak pasta semen agar mudah
dikerjakan. Beton yang dihasilkan dari agregat ini belum cukup baik untuk struktur yang
menekankan pada kekuatan atau untuk beton mutu tinggi, karena ikatan antar agregat belum
cukup baik (masih kurang kuat).

3. Agregat Bersudut

Agregat ini mempunyai sudut-sudut yang Nampak jelas, yang terbentuk ditempat-tempat
perpotongan bidang-bidang dengan permukaan kasar. Rongga udara pada agregat ini berkisar
antara 38%-40%, sehingga membutuhkan lebih banyak lagi pasta semen agar mudah dikerjakan.
Beton yang dihasilkan dari agregat ini cocok untuk struktur yang menekankan pada kekuatan
atau untuk beton mutu tinggi karena ikatan antar agregatnya baik (kuat). Agregat ini dapat juga
digunakan untuk bahan lapis perkerasan (rigid pavement).

4. Agregat Panjang

Agregat ini panjangnya >lebarnya>tebalnya. Agregat disebut panjang jika ukuran terbesarnya
lebih dari 9/5 ukuran rata-rata. ukuran rata-rata adalah ukuran ayakan yang meloloskan dan
menahan butiran agragat. Sebagai contoh, agregat dengan ukuran rata-rata 15 mm, akan lolos
ayakan 19mm dan tertahan oleh ayakan 10mm. Agregat ini dinamakan panjang jika ukuran
terkecil butirannya lebih kecil dari 27 mm (9/5 x 15mm). Agregat jenis ini akan berpengaruh
buruk pada mutu beton yang akan dibuat. Agregat jenis ini cenderung berada dirata-rata air
sehingga akan terdapat rongga dibawahnya. Kekuatan tekan dari beton yang menggunakan
agragat ini buruk.

5. Agregat Pipih

Agregat disebut pipih jika perbandingan tebal agregat terhadap ukuran-ukuran lebar dan tebalnya
lebih kecil. Agregat pipih sama dengan agregat panjang, tidak baik untuk campuran beton mutu
tinggi. Dinamakan pipih jika ukuran terkecilnya kurang dari 3/5 ukuran rata-ratanya. Untuk
contoh diatas agregat disebut pipih jika lebih kecil dari 9mm. Menurut (Galloway, 1994) agregat
pipih mempunyai perbandingan antara panjang dan lebar dengan ketebalan dengan rasio 1:3
yang dapat digambarkan sama dengan uang logam.

6. Agregat Pipih Dan Panjang

Agregat jenis ini mempunyai panjang yang jauh lebih besar daripada lebarnya, sedangkan
lebarnya jauh lebih besar dari tebalnya.

Berdasarkan Ukuran Butirannya :

Batu → agregat yang mempunyai besar butiran > 40 mm


Kerikil → agregat yang mempunyai besar butiran 4,8 mm – 40 mm
Pasir → agregat yang mempunyai besar butiran 0,15 mm – 4,8 mm
Debu (silt) → agregat yang mempunyai besar butiran < 0,15 mm.

*Berdasarkan Tekstur Permukaan


1. Agregat licin/halus (glassy)

Agregat jenis ini lebih sedikit membutuhkan air dibandingkan dengan agregat dengan permukaan
kasar. Dari hasil penelitian, kekasaran agregat akan menambah kekuatan gesekan antara pasta
semen dengan permukaan butir agregat sehingga beton yang menggunakan agregat ini cenderung
metunya lebih rendah. Agregat licin terbentuk dari akibat pengikisan oleh air, atau akibat
patahnya batuan (rocks)berbutir halus atau batuan yang berlapis-lapis.

2. Berbutir (granular)
Pecahan agregat jenis ini berbentuk bulat dan seragam.

3. Kasar
Pecahan kasar dapat terdiri dari batuan berbutir halu atau kasar yang mengandung bahan-bahan
berkristal yang tidak dapat terlihat dengan jelas melalui pemeriksaan visual.

4. Kristalin (crystalline)
Agregat jenis ini mengandung Kristal-kristal yang nampak dengan jelas melalui pemeriksaan
visual.
5. Berbentuk sarang lebah (honeycombs)
Tampak dengan jelas pori-porinya dan rongga-rongganya. Melalui pemeriksaan visual, kita dapat
melihat lubang-lubang pada batuannya.

*Berdasarkan Gradasi
Gradasi agregat ialah distribusi dari ukuran agregat. Agregat ini dibagi menjadi :

1)Gradasi Sela (Gap Gradation)

Agregat dikatakan bergradasi sela jika salah satu atau lebih kuran butir atau fraksi pada satu set
saringan tidak ada. Keistimewaan dari gradasi ini antara lain :
1. Pada nilai faktor air semen tertentu, kemudahan pengerjaan akan lebih tinggi bila kandungan
pasir lebih sedikit.
2. Pada kondisi kelecakan yang tinggi, lebih cenderung mengalami segregasi, oleh karena itu
gradasi sela disarankan dipakai pada tingkat kemudahan pengerjaan yang rendah, yang
pemadatannya menggunakan penggetaran (vibration).
3. Gradasi ini tidak berpengaruh buruk pada kekuatan beton.

2) Gradasi Menerus

Jika agregat terdapat pada semua ukuran butirnya dan terdistribusi dengan baik maka
gradasi demikian disebut gradasi menerus. Agregat ini lebih sering digunakan dan
dipakao dalam campuran beton. Beton yang dihasilkan akan mempunyai angka pori
yang kecil kemampuan yang tinggi yang dimungkinkan oleh interlocking yang baik.
Dibandingkan dengan gradasi sela atau seragam, gradas menerus adalah yang paling baik.

3) Gradasi Seragam

Agregat yang mempunyai ukuran yang sama didefinisikan sebagai agregat seragam. Agregat ini
terdiri dari batas yang sempit dari ukuran fraksi, agregat dengan gradasi ini biasanya dipakai
unutk beton ringan yaitu jenis beton tanpa pasirv(nir-pasir), atau untuk mengisi agregat dengan
gradasi sela, atau untuk campuran agregat yang kurang baik atau tidak memenuhi syarat.

Fungsi Agregat dalam Beton :

1) ketahanan beton terhadap pengaruh pembekuan-pencairan, keadaan basah–kering,


pemanasan–pendinginan dan abarasi–kerusakan akibat reaksi kimia.

2) Menghemat penggunaan semen Portland


3) Menghasilkan kekuatan yang besar pada beton
4) Mengurangi penyusustan pada beton
5) Menghasilkan beton yang padat bila gradasinya baik.

3) Penambangan dan pengolahan agregat


Teknik penambangan agregat disesuaikan dengan jenis endapan, produksi
yang diinginkan dan rencana pemanfaatannya.

1. Endapan agregat kuarter/resen. Pada jenis endapan ini, tanah penutup belum
terbentuk. Endapan didapatkan di sepanjang alur sungai. Keadaan endapannya masih
lepas sehingga teknik penambangan permukaan dapat dilakukan dengan alat sederhana
seperti sekop dan cangkul. Hasil yg diperoleh diangkut dengan truk untuk dipasarkan.
Teknik penambangan ini menghasilkan produksi agregat yang sangat terbatas. Apabila
diinginkan produksi dalam jumlah banyak, maka penggalian/pengambilan dilakukan
dengan showel dan backhoe. Pemilahan besar butir (untuk memisahkan ukuran pasir dan
kerikil) dilakukan secara semi mekanis dengan saringan pasir. Hasil yang sudah
dipisahkan kemudian diangkut dengan truk ungkit dengan showel ke tempat penimbunan
di luar alur sungai. Teknik penambangan ini dapat dijumpai di sepanjang Sungai Boyong
Gunung Merapi dan Sungai Cikunir Gunung Galunggung.
2. Endapan agregat yang telah membentuk formasi. Tipe endapan ini telah tertutup oleh
tanah/soil. Pekerjaan awal dilakukan dengan land clearing/pembersihan tanah penutup.
Endapan agregat jenis ini biasanya sudah agak keras dan tercampur dengan
lumpur/lempung dan zat-zat organic lain. Untuk mendapatkan agregat yang bersih dari
lempung dan zat organic, system penambangan dilakukan dengan cara menggunakan
pompa tekan/pompa semprot bertekanan tinggi dan dilakukan pencucian.Model
penambangan seperti ini dilakukan di daerah desa Lebak Mekar, kab. Cirebon dan di
lereng G. Muria Kab. Kudus.
3. Produksi Agregat Dari Batu Pecah. Agregat batu pecah diproduksi dari bongkahan-
bongkahan batuan hasil peledakan (biasanya batuan andesit dan basalt), kemudian
dipecah lagi dengan palu atau alat mekanis (breaker/crusher) untuk disesuaikan
ukurannya dengan kebutuhan konsumen. Secara umum, kegiatan pembuatan agregat batu
pecah terdiri dari peremukan, pengayakan dan pengangkutan. Hasil dari pengolahan ini
berupa batu pecah dengan ukuran ≤ 10 mm, 10 – 20 mm, 20 – 30 mm, 30 – 50 mm, 50 –
75 mm.

4) Proses Pembuatan Agregat Batu Pecah

5) Penimbunan dan Penyimpanan Agregat


 Penimbunan agregat di lapangan, harus diberi alas agar tidak bercampur dengan tanah
dan Lumpur. Di atasnya ditutup dengan terpal agar terhindar dari hujan, karena agregat
yang terlalu basah akan sulit untuk menentukan kadar air semennya pada waktu membuat
adukan.
 Penimbunan pasir harus lebih tinggi dari permukaan tanah agar terhindar dari aliran air
ketika hujan.
 Penumpukan pasir hendaknya sedekat mungkin dengan lokasi pekerjaan agar lebih
mudah mengambilnya.
6) Sifat-Sifat Fisik dan Pengujian Agregat
a. Bentuk butiran dan keadaan permukaan

Ukuran agregat dalam suatu campuran beraspal terdistribusi dari yang berukuran besar sampai
yang berukuran kecil. Semakin besar ukuran maksimum agregat yang dipakai semakin banyak
variasi ukurannya dalam campuran tersebut.Butiran agregat biasanya berbentuk bulat ( agregat
yg berasal dari sungai/pantai), tidak beraturan, bersudut tajam dengan permukaan kasar, ada yg
berbentuk pipih dan lonjong.

Bentuk butiran berpengaruh pada :


* luas permukaan agregat
* Jumlah air pengaduk pada beton
* Kestabilan/ketahanan (durabilitas) pada beton
* Kelecakan (workability)
* Kekuatan beton Keadaan permukaan agregat berpengaruh pada daya ikat antara agregat dengan
semen.
Permukaan kasar → ikatannya kuat
Permukaan licin → ikatannya lemah

b. Kekuatan Agregat

 Kekuatan Agregat adalah Kemampuan agregat untuk menahan beban dari luar.
 Kemampuan agregat meliputi : kekuatan tarik, tekan, lentur, geser dan elastisitas. Yang
paling dominant dan diperhatikan adalah kekuatan tekan dan elastisitas.
 Kekuatan dan elastisitas agregat dipengaruhi oleh :
- jenis batuannya
- susunan mineral agregat
- struktur/kristal butiran
- porositas
- ikatan antar butiran
 Pengujian kekuatan agregat meliputi :
- Pengujian kuat tekan
- Pengujian kekerasan agregat dengan goresan batang tembaga atau bejana Rudellof
- Pengujian keausan dengan mesin aus LOS ANGELES.

c. Berat jenis agregat

Berat jenis adalah perbandingan berat suatu benda dengan berat air murni pada volume yang
sama pada suhu tertentu Berat jenis agregat tergantung oleh : jenis batuan, susunan mineral
agregat, struktur butiran dan porositas batuan. Berat jenis agregat ada 3, yaitu : (1) berat jenis
SSD, yaitu berat jenis agregat dalam kondisi jenuh kering permukaan, (2) Berat jenis semu,
berat jenis agregat yang memperhitungkan berat agregat dalam keadaan kering dan volume
agregat dalam keadaan kering, (3) Berat Jenis Bulk, berat jenis agregat yang memperhitungkan
berat agregat dalam keadaan kering dan seluruh volume agregat.
d. Bobot Isi (Bulk Density)

Bobot isi adalah perbandingan antara berat suatu benda dengan volume benda tersebut. Bobot isi
ada dua : bobot isi padat dan gembur. Bobot isi agregat pada beton berguna untuk klasifikasi
perhitungan perencanaan campuran beto

Porositas, kadar air dan daya serap air


Adalah jumlah kadar pori-pori yang ada pada agregat, baik pori-pori yang dapat tembus air
maupun tidak yang dinyatakan dengan % terhadap volume agregat.

Porositas agregat erat hubungannya dengan : BJ agregat, daya serap air, sifat kedap air dan
modulus elastisitas.

Kadar air agregat adalah banyaknya air yang terkandung dalam agregat. Ada 4 jenis kadar air
dalam agregat, yaitu : (1) kadar air kering tungku, yaitu agregat yang benar-benar kering tanpa
air. (2) Kadar air kering udara, yaitu kondisi agregat yang permukaannya kering tetapi
mengandung sedikit air dalam porinya sehingga masih dapat menyerap air. (3) jenuh Kering
Permukaan (saturated surface-dry = SSD), dimana agregat yang pada permukaannya tidak
terdapat air tetapi di dalam butirannya sudah jenuh air. Pada kondisi ini air yang terdapat dalam
agregat tidak menambah atau mengurangi jumlah air yang terdapat dalam adukan beton. (4)
Kondisi basah, yaitu kondisi dimana di dalam butiran maupun permukaan agregat banyak
mengandung air sehingga akan menyebabkan penambahan jumlah air pada adukan beton.

Daya serap air adalah kemampuan agregat dalam menyerap air sampai dalam keadaan jenuh.
Daya serap air agregat merupakan jumlah air yang terdapat dalam agregat dihitung dari keadaan
kering oven sampai dengan keadaan jenuh dan dinyatakan dalam %.

Daya serap air berhubungan dengan pengontrolan kualitas beton dan jumlah air yang dibutuhkan
pada beton.

f. Sifat Kekal Agregat

Adalah : kemampuan agregat untuk menahan terjadinya perubahan volumenya yang berlebihan
akibat adanya perubahan kondisi fisik. Penyebab perubahan fisik : adanya perubahan cuaca dari
panas-dingin, beku-cair, basah-kering. Akibat fisik yang ditimbulkan pada beton adalah :
kerutan-kerutan stempat, retak-retak pada permukaan beton, pecah pada beton yang dapat
membahayakan konstruksi secara keseluruhan. Sifat tidak kekal pada agregat ditimbulkan oleh :
adanya sifat porous pada agregat dan adanya lempung/tanah liat.

g. Reaksi Alkali Agregat

Adalah : reaksi antara alkali (Na2O, K2O) yang terdapat pada semen dengan silika aktif yang
terkandung dalam agregat. Reaksi alkali hidroksida dengan silika aktif pada agregat akan
membentuk alkali-silika gelembung di permukaan agregat. Gelembung bersifat mengikat air yg
selanjutnya volume gelembung akan mengembang, pada beton akan timbul retak-retak. Pada
konstruksi beton yang selalu berhubungan dengan air (basah) perlu diperhatikan reaksi alkali
agregat yang aktif.

h. Sifat Termal

Meliputi : Koefisien pengembangan linier, panas jenis dan daya hantar panas. Pengembangan
linier pada agregat sebagai pertimbangan pada konstruksi beton dengan kondisi suhu yang
berubah-ubah. Sebaiknya koef. Pengembangan linier agregat sama dengan semen. Panas jenis
dan daya hantar panas sebagai pertimbangan pada beton untuk isolasi panas.

i. Gradasi Agregat

Pada beton, gradasi agregat berhubungan dengan kelecakan beton segar, ekonomis dan
karakteristik kekuatan beton.

7)Syarat Agregat menurut SII, ASTM dan SK SNI

Syarat Mutu Agregat Untuk Beton


Syarat Mutu menurut SK SNI S – 04 – 1989 – F

a. Agregat Halus (pasir):

1) Butirannya tajam, kuat dan keras


2) Bersifat kekal, tidak pecah atau hancur karena pengaruh cuaca.
3) Sifat kekal, apabila diuji dengan larutan jenuh garam sulfat sebagai berikut :

 Jika dipakai Natrium Sulfat, bagian yang hancur maksimum 12 %


 Jika dipakai Magnesium Sulfat, bagian yang hancur maksimum 10 %

4) Agregat halus tidak boleh mengandung Lumpur ( bagian yang dapat melewati ayakan 0,060
mm) lebih dari 5 %. Apabila lebih dari 5 % maka pasir harus dicuci.
5) Tidak boleh mengandung zat organik, karena akan mempengaruhi mutu beton. Bila direndam
dalam larutan 3 % NaOH, cairan di atas endapan tidak boleh lebih gelap dari warna larutan
pembanding.
6) Harus mempunyai variasi besar butir (gradasi) yang baik, sehingga rongganya sedikit.
Mempunyai modulus kehalusan antara 1,5-3,8. Apabila diayak dengan susunan ayakan yang
ditentukan, harus masuk salah satu daerah susunan butir menurut zone 1, 2, 3 atau 4 dan harus
memenuhi syarat sebagai berikut :

 sisa di atas ayakan 4,8 mm, mak 2 % dari berat


 sisa di atas ayakan 1,2 mm, mak 10 % dari berat
 sisa di atas ayakan 0,30 mm, mak 15 % dari berat

7) Tidak boleh mengandung garam


b. Agregat Kasar (Kerikil) :

1) Butirannya tajam, kuat dan keras


2) Bersifat kekal, tidak pecah atau hancur karena pengaruh cuaca.
3) Sifat kekal, apabila diuji dengan larutan jenuh garam sulfat sebagai berikut :

 Jika dipakai Natrium Sulfat, bagian yang hancur maksimum 12 %


 Jika dipakai Magnesium Sulfat, bagian yang hancur maksimum 10 %

4) Agregat kasar tidak boleh mengandung Lumpur ( bagian yang dapat melewati ayakan 0,060
mm) lebih dari 1 %. Apabila lebih dari 1 % maka kerikil harus dicuci.
5) Tidak boleh mengandung zat organik dan bahan alkali yang dapat merusak beton.
6) Harus mempunyai variasi besar butir (gradasi) yang baik, sehingga rongganya sedikit.
Mempunyai modulus kehalusan antara 6 – 7,10 dan harus memenuhi syarat sebagai berikut :

 sisa di atas ayakan 38 mm, harus 0 % dari berat


 sisa di atas ayakan 4,8 mm, 90 % - 98 % dari berat
 Selisih antara sisa-sisa komulatif di atas dua ayakan yang berurutan, mak 60 % dan min
10 % dari berat.

7) Tidak boleh mengandung garam.

Syarat Mutu Agregat Menurut SII 0052-80

a. Agregat Halus

1) Susunan besar butir mempunyai modulus kehalusan antara 2,50 – 3,80.


2) Kadar Lumpur atau bagian butir lebih kecil dari 70 mikron, mak 5 %
3) Kadar zat organic ditentukan dengan larutan Na-Sulfat 3 %, jika dibandingkan warna standar
tidak lebih tua daripada warna standar.
4) Kekerasan butir jika dibandingkan dengan kekerasan butir pasir pembanding yang berasal dari
pasir kwarsa Bangka memberikan angka hasil bagi tidak lebih dari 2,20.
5) Sifat kekal diuji dengan larutan jenuh Garam-Sulfat :

 Jika dipakai Natrium Sulfat , bagian yg hancur mak 10 %.


 Jika dipakai Magnesium Sulfat, bagian yang hancur mak 15 %.

b. Agregat Kasar

1) Susunan besar butir mempunyai modulus kehalusan antara 6,0 – 7,10.


2) Kadar Lumpur atau bagian butir lebih kecil dari 70 mikron, mak 1 %.
3) Kadar bagian yang lemah diuji dengan goresan batang tembaga, mak 5 %.
4) Sifat kekal diuji dengan larutan jenuh Garam-Sulfat :

 Jika dipakai Natrium Sulfat , bagian yg hancur mak 12 %.


 Jika dipakai Magnesium Sulfat, bagian yang hancur mak 18 %.
5) Tidak bersifat reaktif alkali, jika di dalam beton dengan agregat ini menggunakan semen yang
kadar alkali sebagi Na2O lebih besar dari 0,6 %.
6) Tidak boleh mengandung butiran panjang dan pipih lebih dari 20 % berat.
7) Kekerasan butir ditentukan dengan bejana Rudellof dan dengan bejana Los Angeles adalah
sebagai berikut :

Persyaratan Kekerasan Agregat Untuk Beton

Syarat Kekerasan Agregat Untuk Beton

Syarat Mutu Agregat Menurut ASTM C33-86

a. Agregat Halus
1) Kadar Lumpur atau bagaian butir lebih kecil dari 75 mikron (ayakan no 200), dalam % berat,
mak :
- Untuk beton yg mengalami abrasi : 3,0
- Untuk jenis beton lainnya : 5,0
2) Kadar gumpalan tanah liat dan partikel yang mudah direpihkan, mak 3,0 %.
3) Kandungan arang dan lignit :
- Bila tampak, permukaan beton dipandang penting kandungan mak 0,5 %.
- Untuk beton jenis lainnya 1,0 %.
4) Agregat halus bebas dari pengotoran zat organic yang merugikan beton. Bila diuji dengan
larutan Natrium Sulfat dan dibandingkan dengan warna standar, tidak lebih tua dari warna
standar. Jika warna lebih tua maka agregat halus itu harus ditolak, kecuali apabila :

 Warna lebih tua timbul oleh adanya sedikit arang lignit atau yg sejenisnya.
 Diuji dengan cara melakukan percobaan perbandingan kuat tekan mortar yg memakai
agregat tersebut terhadap kuat tekan mortar yg memakai pasir standar silika,
menunjukkan nilai kuat tekan mortar tidak kurang dari 95 % kuat tekan mortar memakai
pasir standar. Uji kuat tekan mortar harus dilakukan sesuai dengan cara ASTM C87.

5) Agregat halus yg akan dipergunakan untuk membuat beton yg akan mengalami basah dan
lembab terus menerus atau yg berhubungan dg tanah basah, tidak boleh mengandung bahan yg
bersifat reaktif terhadap alkali dalam semen, yg jumlahnya cukup dapat menimbulkan pemuaian
yg berlebihan di dalam mortar atau beton. Agregat yang reaktif terhadap alkali boleh dipakai
untuk membuat beton dengan semen yg kadar alkalinya dihitung sebagai setara Natrium Oksida
(Na2O + 0,658 K2O) tidak lebih dari 0,60 % atau dengan penambahan yang dapat mencegah
terjadinya pemuaian yang membahayakan akibat reaksi alkali agregat tersebut.
6) Sifat kekal diuji dengan larutan jenuh Garam-Sulfat :

 Jika dipakai Natrium Sulfat , bagian yg hancur mak 10 %.


 Jika dipakai Magnesium Sulfat, bagian yang hancur mak 15 %.

7) Susunan besar butir (gradasi). Agregat halus harus mempunyai susunan besar butir dalam
batas-batas sebagai berikut :

agregat halus tidak boleh lebih mengandung bagian yang lolos lebih dari 45 % pada suatu ukuran
ayakan dan tertahan pada ayakan berikutnya. Modulus kehalusannya tidak kurang dari 2,3 dan
tidak lebih dari 3,1.

b. Agregat Kasar

1) Agregat kasar yg akan dipergunakan untuk membuat beton yg akan mengalami basah dan
lembab terus menerus atau yg berhubungan dg tanah basah, tidak boleh mengandung bahan yg
bersifat reaktif terhadap alkali dalam semen, yg jumlahnya cukup dapat menimbulkan pemuaian
yg berlebihan di dalam mortar atau beton. Agregat yang reaktif terhadap alkali boleh dipakai
untuk membuat beton dengan semen yg kadar alkalinya dihitung sebagai setara Natrium Oksida
(Na2O + 0,658 K2O) tidak lebih dari 0,60 % atau dengan penambahan yang dapat mencegah
terjadinya pemuaian yang membahayakan akibat reaksi alkali agregat tersebut. Syarat yang lain
untuk agregat kasar seperti pada SII.
8) Pengujian Sifat-Sifat Agregat
Cara-cara memeriksa sifat-sifat Agregat / pasir :
a. Untuk mengetahui kandungan tanah liat/Lumpur pada pasir dilakukan dengan cara meremas
atau menggenggam pasir dengan tangan. Bila pasir masih terlihat bergumpal dan kotoran
tertempel di tangan, berarti pasir banyak mengandung Lumpur.
b. Kandungan Lumpur dapat pula dilakukan dengan mengisi gelas dengan air, kemudian
masukkan sedikit pasir ke dalam gelas. Setelah diaduk dan didiamkan beberapa saat maka bila
pasir mengandung Lumpur, Lumpur akan terlihat mengendap di atasnya.
c. Pemeriksaan kandungan zat organic dilakukan dengan cara memasukkan pasir ke dalam
larutan Natrium Hidroksida ( NaOH) 3 % . Setelah diaduk dan didiamkan selama 24 jam,
warnanya dibandingkan dengan warna pembanding.
d. Sifat kekal diuji dengan larutan jenuh garam Natrium Sulfat atau Magnesium Sulfat.

Untuk memeriksa agregat kasar ,kerikil alam dan batu pecah dilakukan sama seperti
pengujian pada pasir ditambah dengan pemeriksaan kekerasan dan ketahanan aus.
a) Pemeriksaan Kekerasan kerikil dilakukan dengan bejana Rudellof, bagian yang hancur (
tembus ayakan 2 mm) tidak boleh lebih dari 32 %
b) Pemeriksaan ketahanan aus dilakukan dengan mesin uji aus “ LOS ANGELES”, bagian
yang hancur tidak boleh lebih dari 50 %.
c) Pemeriksaan Berat Jenis dan Daya Serap Air Agregat kasar.

Pemeriksaan Berat jenis agregat dilakukan dengan cara :

- Ambil 10 kg agregat kasar, kemudian cuci agregat tersebut untuk menghilangkan lumpur.
- Contoh agregat kemudian dikeringkan/dioven pada suhu 100°C – 110°C sampai mencapai
berat tetap, kemudian dinginkan pada suhu kamar selama 1 – 3 jam dan ditimbang (A).
- Setelah dingin, contoh tadi direndam dalam air selama 24 jam. Selanjutnya contoh dikeluarkan
dari dalam air rendaman kemudian dilap dengan kain sampai semua air yang melekat pada
permukaan agregat tidak tampak lagi, usahakan agar tidak terjadi penguapan melalui pori-pori
agregat (dalam kondisi SSD)
- Contoh uji ditimbang dalam kondisi jenuh permukaan kering (SSD = saturated surface dry
condition) = B.
- Kemudian contoh uji ditimbang dalam air, sambil diusahakan tidak ada udara yang tersekap di
dalamnya (C).
- Setelah ditimbang dalam air, contoh dikeringkan dalam oven pada suhu 100°C – 110°C sampai
beratnya tetap, kemudian timbang.

- Berat jenis Bulk = A / (B _ C)


- Berat jenis SSD = B / ( B _ C)
- Berat Jenis Semu = A / ( A _ C)
- Daya Serap Air = (B_A x100) / A , dengan :
A = Berat contoh kering oven
B = Berat contoh dalam kondisi SSD
C = berat dalam air.
9) Merugikan dalam Agregat

Agregat kasar maupun agregat halus terutama yang berasal dari alam sering dicemari oleh
beberapa macam bahan yang dapat berpengaruh jelek terhadap beton, diantaranya adalah : 69

1. Zat organik.

Zat organik banyak terdapat dalam agregat halus pasir, merupakan hancuran tumbuh-tumbuhan
berupa humus dan lumpur terutama asam tanin dan derivatnya. sedangkan agregat kasar boleh
dikatakan tidak mengandung zat organik. Tidak semua zat organik berpengaruh jelek terhadap
beton, sehingga perlu diperiksa ada tidaknya zat organik yang mersak sifat- sifat beton. Cara
kolorimetrik menurut standard Industri 0077 – 75, digunakan sebagai petunjuk, apakah
pengujian lebih lanjut perlu dilakukan untuk mengetahui pengaruh zat organik terhadap beton.

2. Tanah liat, Lumpur dan debu.

Tanah liat yang sering terdapat dalam agregat mungkin berbentuk gumpalan atau lapisan yang
menutupi permukaan butiran agregat. Tanah liat pada permukaan butiran agregat akan
mengurangi kekuatan ikatan antara pasta semen dan agregat, sehingga akan mempengaruhi
kekuatan dan ketahanan beton. Gumpalan tanah liat akan hancur dalam pengadukan pada waktu
pembuatan beton. Tanah liat akan menyerap banyak air dan dapat mempertinggi jumlah air
pengaduk dalam pembuatan beton. Lumpur dan debu yang berukuran antara 0,002 mm dan 0,006
mm 2 – 6 micron dapat menutupi permukaan butiran agregat dan memperlemah ikatan pasta
semen dengan agreagat sehingga mengurangi kekuatan betonnya, karena pengaruh jelek ini maka
jumlahnya dalam agregat tidak boleh lebih dari 5 untuk agregat halus dan 1 untuk agregat kasar.
70

3. Garam chlorida dan sulfat.

Pasir pantai atau muara sungai yang berhubungan dengan air laut, kemungkinan mengandung
garam chlorida dan sulfat antara lain Na, Mg, Ca, Chlorida Na dan Mg sulfat, garam ini dapat
dihilangkan dengan cara mencuci pasirnya dengan air tawar, jika tidak dihilangkan dapat
merusak beton, chlorida mengakibatkan baja tulangan menjadi berkarat, sehingga tidak
berfungsinya tulangan didalam konstruksi. Sedangkan garam sulfat, terutama garam Mg sulfat
sangat agresif terhadap semen yang reaksinya dengan semen menghasilkan senyawa-senyawa
yang volumenya mengembang menyebabkan beton menjadi rusak. Disamping itu agregat dari
pantai juga mengandung kulit kerang dan jika kadar kulit kerangnya cukup tinggi dapat berakibat
lebih rendahnya kekuatan dan ketahanan beton.

4. Partikel-partikel yang tidak kekal.

Didalam agregat ada kemungkinan terdapat partikel- partikel yang ringan, lunak dan dapat
berubah komposisinya atau hancur. Partikel yang ringan dapat berupa arang, kayu dan mika.
Partikel yang lunak yaitu Lumpur dan tanah liat yang mengeras, namun jika terendam air akan
mengembang kemudian pecah. Partikel yang ringan dan lunak ini akan mengurangi kekuatan dan
ketahanan beton dan menambah kebutuhan air pencapur waktu pembuatan beton. 71

5. Sifat Kekal Agregat.

Sifat kekal agregat adalah kemampuan agregat untuk menahan terjadinya perubahan volume
yang belebihan karena adanya perubahan kondisi fisik, kondisi fisik yang dapat menimbulkan
perubahan volume butiran agregat ialah kondisi antara beku dan mencair, perubahan panas pada
suhu di atas titik beku, kondisi basah dan mengering berganti-ganti atau perubahan bentuk yang
terjadi akibat perubahan cuaca. Agregat dikatakan tidak kekal, jika perubahan volumebentuk
yang terjadi, karena perubahan kondisi fisik tersebut dapat mengakibatkan kerusakan pada beton.
Kerusakan yang terjadi seperti kerutan-kerutan setempat, retak-retak pada permukaan pecah-
pecah yamg agak dalam, sampai kepada yang berbahaya pada beton. Sifat tidak kekal bisa
ditimbulkan oleh adanya chert yang porous, lempeng dan tanah liat atau mineral sejenisnya yang
terdapat di antara lapisan batuan atau mengisi sebagian volume butiran agregat. Pori- pori yang
terdapat dalam agregat maupun mineral- minera ini dapat meneruskan air masuk membasahi
agregat atau keluar dari agregat pada proses pengeringan.

6. Reaksi Alkali-Agregat.

Reaksi alkali agregat adalah reaksi antara alkali Na 2 dan K 2 O dalam semen atau dari luar
dengan silica aktif yang terkandung dalam agregat. Silika yang aktip adalah opal yang amorp,
chalcedony and tridymite. Reaksi terjadi antara alkali hidroksida yang berasal dari alkali dalam
semen dengan silica aktif 72 dalam agregat, membentuk alkali-silika gel dipermukaan agregat.
Gel ini besifat mengikat air lalu mengembang volumenya. Tekanan yang timbul oleh
berkembangnya volume gel mengakibatkan retak atau pecah pada beton. Reaksi ini terjadi kalau
beton atau adukan berada dalam lingkungan basah, tanpa adanya air reaksi tidak akan
berlangsung.

10) Gradasi Agregat Kasar dan Halus


Gradasi agregat adalah distribusi ukuran butiran dari agregat, baik agregat kasar maupun halus.
Agregat yang mempunyai ukuran seragam (sama) akan menghasilkan volume pori antar butiran
menjadi besar. Sebaliknya agregat yg mempunyai ukuran bervariasi mempunyai volume pori
kecil, dimana butiran kecil mengisi pori diantara butiran besar sehingga pori-porinya menjadi
sedikit (kemampatannya tinggi).

Analisa Gradasi Pasir


Menurut SNI - 03 - 2847 – 2002, agregat halus adalah pasir alam sebagai hasil disintegrasi
'alami' batuan atau pasir yang dihasilkan oleh industri pemecah batu dan mempunyai ukuran
butir terbesar 5,0 mm. British Standard (BS) memberikan syarat gradasi untuk pasir.
Kekasaran pasir dibagi menjadi empat kelompok menurut gradasinya, yaitu pasir halus (zone 4),
agak halus (zone 3), agak kasar (zone 2) dan kasar (zone 1) seperti pada Tabel berikut :
Cara menganalisa pasir sehingga dapat digolongkan menjadi salah satu dari 4 zona
dapat menggunakan grafik dibawah ini

Grafik Zona Gradasi Pasir

Menurut SK SNI S – 04 – 1989 – F, harus mempunyai variasi besar butir (gradasi) yang baik,
sehingga rongganya sedikit. Mempunyai modulus kehalusan antara 1,5-3,8. Apabila diayak
dengan susunan ayakan yang ditentukan, harus masuk salah satu daerah susunan butir menurut
zone 1, 2, 3 atau 4 dan harus memenuhi syarat sebagai berikut :

a) sisa di atas ayakan 4,8 mm, mak 2 % dari berat


b) sisa di atas ayakan 1,2 mm, mak 10 % dari berat
c) sisa di atas ayakan 0,30 mm, mak 15 % dari berat
Menurut ASTM C33-86, Agregat halus harus mempunyai susunan besar butir dalam
batas-batas pada Tabel 2 sebagai berikut :

Tabel 4. Syarat Gradasi Agregat Halus Menurut ASTM


Analisa Gradasi Kerikil

Menurut SNI - 03 - 2847 – 2002, agregat kasar adalah kerikil sebagai hasil disintegrasi
'alami' dari batuan atau berupa batu pecah yang diperoleh dari industri pemecah batu dan
mempunyai ukuran butir antara 5 mm sampai 40
mm. Agregat kasar adalah agregat yang tertahan saringan No. 4 (spesifikasi dari
AASHTO, American Association of State Highway and Transportation Officials, yang juga
digunakan oleh Bina Marga).
Syarat gradasi agregat kasar (kerikil) menurut British Standar (BS) disajikan pada
Tabel 3 sebagai berikut :
Tabel 1 Gradasi Kerikil Menurut BS

Menurut SK SNI S – 04 – 1989 – F, kerikil harus mempunyai variasi besar butir (gradasi)
yang baik, sehingga rongganya sedikit. Mempunyai modulus kehalusan antara 6 – 7,10 dan
harus memenuhi syarat sebagai berikut :
a. sisa di atas ayakan 38 mm, harus 0 % dari berat
b. sisa di atas ayakan 4,8 mm, 90 % - 98 % dari berat
c. Selisih antara sisa-sisa komulatif di atas dua ayakan yang berurutan, mak 60 % dan min
10 % dari berat.

Cara menentukan gradasi maksimum kerikil dapat ditentukan dengan menggunakan grafik
dibawah ini
Grafik 1. Gradasi Ukuran Maksimum Kerikil
BAB III BAHAN PEREKAT HIDROLIS

1.Pengertian Bahan Perekat Hidrolis


Bahan perekat hidrolis adalah bahan yang apabila dicampur dengan air maka akan membentuk
pasta kemudian mengeras dan setelah mengeras tidak larut kembali dalam air. Ditinjau dari
jenisnya, bahan perekat terdapat dua jenis, yaitu bahan perekat (lem) yang berbasis air; dan
bahan perekat (lem) yang berbasis hardener. Pada pekerjaan laminating atau laminasi, bahan-
bahan perekat di atas bisa diterapkan sangat kondisional sekali. Artinya, bahwa bahan-bahan
perekat tersebut bergantung pada beberapa hal, yaitu bahan/kayu apa yang akan dilaminasi; di
mana akan digunakan; dan seberapa besar kekuatan yang harus dipikul oleh kayu tersebut.

Perekat hidolis yang biasa digunakan terdiri dari :

1. Gips hemihidrat
2. Kapur padam
3. Puzzolan
4. Semen Portland

1) Gips
Gips merupakan batuan sedimen yang terbentuk dari proses kimia di alam dengan bantuan kapur
dan sulfat, maka terjadis enyawa baru yang kemudian membentuk kalsium sulfat (CASO4). Gips
umumnya berwarna putih namun terdapat warna lain tergantung kepada mineral pengonttrolnya.

a) Gips terdapat 2 jenis :

1) Gips hemihidrat : apabila gips alam dipanasi pada suhu diatas 100°C , maka sebagian air
molekulnya terlepas dan membentuk CaSO4 ½ H2O dan bersifat tak stabil. Pada pelepasan
11/2 H2O nya menggunakan energi panas tinggi yang tersimpan di dalam gips hemihydrat
tersebut. Gips hemihydrat yang bereaksi dengan air maka air molekul di dalam gips kembali ke
jumlah semula seperti gips alam. Akibat reaksi ini, panas yang tersimpan dalam gips hemihydrat
akan dikeluarkan dan molekul-molekul gips yang terpisah (karena pembakaran) bersatu kembali
ke bentuk stabil CaSO4 2 H2O. Ini berarti gips mengeras setelah diberi air dan dapat
digunakan sebagai adukan.

2) Gips Anhidrat : yang dipanasi pada suhu di atas 200°C maka air hablur yang terdapat di dalam
batuan gips akan menguap dan gips akan sulit menarik air kembali. Gips ini mempunyai sifat
yang keras dan membatu dan tidak dapat digunakan sebagai bahan perekat pada adukan
b) Proses Pembuatan Gips Hemihidrat

Batuan gips dari alam dipanasi terlebih dahulu pada suhu ± 60°C – 65°C supaya mudah digiling
menjadi tepung gips. Tepung hasil gilingan kemudian dipanggang pada teromol berputar dengan
suhu tidak boleh lebih dai 170°C. Pemanggangan dilakukan selama 1 jam pada suhu tetap,
kemudian diangkat dan disimpan pada tempat kering. Tepung gips hasil pemanggangan digiling
halus dan diayak sehingga kehalusannya lolos pada saringan 170 mesh. Tepung gips yang sudah
diayak disimpan pada tempat yang tertutup rapat. Gips hemihidrat yang digunakan sebagai
adukan akan mengalami pengerasan dalam waktu 5 – 10 menit.

c) Sifat-Sifat Gips

 Bila gips alam dipanasi pada suhu di atas 40ºC, maka air hablurnya mulai menguap.
 Bila gips alam dipanasi sampai suhu 130ºC - 170ºC, tidak semua air hablurnya menguap
sehingga gips mempunyai sifat cepat dapat menarik air kembali. Gips ini disebut dengan
gips hemihydrat. Gips jenis ini yang digunakan sebagai bahan perekat hidrolis. sebagai
bahan perekat hidrolis.
 Bila gips alam dipanasi di atas 200ºC semua air hablurnya menguap sehingga gips
berubah monad gips anhidrida yang bersifat tidak dapat menarik air dari luar (membatu)
sehingga tidak dapat digunakan sebagai bahan perekat.

d) Penggunaan Gips

1) Sebagai bahan baku dalam pembuatan semen


2) Dalam bentuk gips hemihidrat , sebagai perekat untuk membuat papan gypsum
3) Bahan perekat pada kapur tulis

2) Kapur
Kapur merupakan salah satu bahan bangunan yang tidak asing lagi bagi kita. Pada zaman dahulu
kapur dikenal sebagai bahan adukan pasangan dan plesteran untuk bangunan. Serta dahulu batu
kapur di bakar pada tungku sederhana dan kemudian dicampur dengan air sehingga dapat
digunakan sebagai bahan perekat.

e) Jenis-jenis Batu Kapur

Sifat-sifat batu kapur sangat dipengaruhi oleh pengotoran atau tercampurnya unsur-unsur lain.
Oleh karena itu jenis batu kapur dibedakan menurut kemurniaannya, yaitu :
a) Batu kapur kalsium (CaCO3) dengan kemurnian tinggi, bila unsur lain < 5 %
b) Batu kapur Magnesia (CaCO3MgCO3) bila mengandung 5 – 20 % magnesia magnesium
karbonat.
c) Batu kapur dolomite, bila mengandung magnesium karbonat > 30 % tetapi < 44 %.
d) Batu kapur hidrolis, bila mengandung > 5 % senyawa lain yang terdiri dari alumina, silica dan
besi.
e) Margel, batu kapur yang tercampur tanah liat didapat dalam bentuk gumpalan lunak dan
mudah terlepas. Batu kapur jenis ini biasanya digunakan sebagai bahan dasar semen.
f) Marmer dan batu kapur padat. Batu kapur ini mengandung bermacam-macam senyawa lain
yang mengalami metamorphose sehingga mempunyai warna bermacam-macam, bentuk kristal
berbeda-beda dan keadaannya padat dan keras.
Untuk membedakan batu kapur dengan batuan lainnya dapat dilakukan dengan cara meneteskan
asam chloride (HCL) pada permukaan batuan tersebut. Asam chlorida akan bereaksi dengan batu
kapur, reaksi yang terjadi adalah :
CaCO3 + 2 HCL → CaCl2 + H2O + CO2 (gas)

f) Pengolahan Batu Kapur

g) Mutu dan sifat-sifat kapur

 Mutu kapur yang dihasilkan suatu industri sangat dipengaruhi oleh : mutu dankemurnian
batu kapur sebagai bahan baku, kesempurnaan pembakaran dan pemadaman kapur tohor.
 Sifat-sifat penting yang menentukan mutu kapur adalah :
1) Prosentase bagian yang aktif dalam kapur, yaitu kadar CaO, SiO, Al2O3 dan MgO.
2) Kehalusan butiran. Kapur tidak boleh mengandung butiran kasar, yang biasanya terdiri dari
bagian kapur yang belum terbakar sempurna, terbakar lewat atau belum terpadamkan.
3) Kekekalan bentuk adukan yang terbuat dari kapur tersebut.
4) Kekuatan adukan yaitu berupa kuat tekan adukan yang terbuat dari campuran kapur, pasir dan
air. Mengenai mutu dan sifat kapur untuk banguunan dan pengujiannya tercantum dalam SII
00244-80.

3) Pozollan/trass
Teras atau pozollan adalah suatu jenis bahan galian yang berasal dari pelapukan mineral deposit
vulkanik. Teras atau puzolan mengandung unsur silika, besi dan aluminium yang tidak
mempunyai sifat penyemenan, tetapi dalam bentuk serbuk halus dan bila dicampur dengan air
dapat bereaksi dengan kalsiumhidroksida pada suhu ruangan dan membentuk senyawa yang
mempunyai sifat semen, yaitu mengalami proses pengerasan dan setelah keras tidak larut dalam
air.

Suatu bahan galian diklasifikasikan sebagai teras/puzolan alam apabila mempunyai komposisi
kimia seperti yang disyaratkan oleh ASTM C 618-78, yaitu :

Komposisi Kimia Pozollan

Bahan galian teras di alam mempunyai variasi warna seperti putih, kemerahan, kecoklatan dan
kehitaman, tergantung unsur kimianya yang dominan. Syarat mutu pozollan menurut Yayasan
Dana Normalisasi Indonesia-Ni-20 adalah sebagai berikut :
Teras/puzolan dibedakan menjadi 2 jenis yaitu teras alam dan teras buatan.

 Teras alam, terdiri dari :

a) Batu apung, obsidian, scoria, tuf, santorin dan teras yang dihasilkan dari batuan vulkanik.
b) Teras yang mengandung silica halus, amorph yang tersebar dalam jumlah banyak dan dapat
bereaksi dengan kapur jika dicampur dengan air, kemudian membentuk silikat yang mempunyai
sifat-sifat hydrolik.

 Teras buatan, meliputi abu arang batu, terak ketel uap dan hasil tambahan dari
pengolahan bijih bauxite.

Cara pembuatan teras sebagai bahan perekat, yaitu dengan cara menggiling langsung batuan
vulkanik atau dengan membakar kemudian menggiling lempung, batu tulis dan tanah diatomee.
Semen teras meliputi semua bahan semen yang terbuat dari campuran teras dan kapur yang tidak
membutuhkan pembakaran. Semen teras jarang sekali digunakan untuk pembuatan beton karena
kuat tekannya rendah, tetapi biasa digunakan untuk membuat adukan pasangan tembok, plesteran
dan sebagai bahan campuran pembuatan batako. Selain itu semen teras juga dapat digunakan
untuk beton apabila dibutuhkan banyak semen tetapi bangunan tersebut tidak perlu terlalu kuat.
Dalam jumlah terbatas semen teras juga digunakan untuk pembuatan beton dalam jumlah banyak
yang membutuhkan panas hydrasi rendah.
Fungsi trass yang ditambahkan pada beton adalah :
o Dapat meningkatkan workability beton
o Memperlambat pengerasan beton
o Membuat beton lebih kedap
o Meningkatkan ketahanan beton terhadap pengaruh sulfat dengan cara menghalangi
terbentuknya CaSO4.
o Meningkatkan ketahanan beton terhadap pengaruh alkali reaktif pada agregat.
Apabila agregat yang mengandung alkali reaktif bertemu dengan alkali pada semen
menyebabkan beton mengembang dan pecah. Fungsi pozollan pada beton adalah menetralisir
pengaruh alkali reaktif tersebut.

4) SEMEN PORTLAND.
Semen portland ialah semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara menghaluskan klinker
yang terutama terdiri dari silikat-silikat kalsium yang bersifat hidrolis dengan gips sebagai bahan
tambahan. Semen portland merupakan bahan ikat yang penting dan banyak dipakai dalam
pembangunan fisik. Dihasilkan dengan cara menggiling halus klinker, yang terutama terdiri dari
silikat-silikat kalsium yang bersifat hidrolis dan gips sebagai bahan pembantu.
Bahan Baku semen portland
Semen Portland dibentuk dari oksida-oksida utama yaitu : Kapur (CaO), Silika (SiO2), Alumina
( Al2O3), Besi (Fe2O3). Bahan baku untuk memperoleh oksida-oksida tersebut adalah :
1. Batu kapur kalsium (CaCO3), setelah mengalami proses pembakaran menghasilkan kapor
oksida (CaO).
2. Tanah liat yang mengandung oksida Silika (SiO2), Alumina ( Al2O3), Besi (Fe2O3).
3. Pasir kuarsa atau batu silica untuk menambah kekurangan SiO2.
4 Pasir besi untuk menambah kekurangan Fe2O3.

1) PEMBUATAN SEMEN PORTLAND.

Semen portland dibuat dengan melalui beberapa langkah. Sebagai bahan dasar dapat
dibagi menjadi tiga macam yaitu: calcareous, argillocalcareous dan argillaceous. Secara
mudahnya, kandungan semen portland ialah : kapur, silika dan alumina. Ketiga bahan dasar tadi
dicampur dan dibakar dengan suhu 1550 derajat Celcius dan menjadi klinker. Setelah itu
kemudian dikeluarkan dan dihaluskan sampai halus seperti bubuk. Biasanya lalu ditambahkan
gipsum kira-kira 2% sampai 4% sebagai bahan pengontrol waktu pengikatan. Bahan tambah lain
kadang-kadang ditambahkan pula untuk membentuk semen yang cepat mengeras. Kemudian
dimasukkan dalam kantong dengan berat tiap-tiap kantong 40 kg.
Bahan baku pembuatan semen umumnya sama, yakni batu kapur atau gamping dan tanah
liat/lempung. Batu kapur adalah hasil tambang gali yang mengandung senyawa kalsium oksida
(CaO). Sedangkan tanah lempung mengandung silika dioksida (SiO2) serta aluninium oksida
(Al2O3). Kedua bahan ini dibakar sampai melebur.

Ada dua macam cara pembuatan semen:


v Proses basah.
Semua bahan baku pembuat semen dicampur dengan air, lalu digiling. Bahan yang sudah
digiling tadi kemudian dibakar. Proses ini menggunakan banyak bahan bakar dalam pembakaran
bahan baku, sehingga tidak efisien dan jarang digunakan lagi.
v Proses kering.
Pada proses ini bahan baku digiling lalu dibakar. Lima tahapan yang dilalui adalah:
a. Proses pengeringan dan penggilingan,
Penggalian/Quarrying : Terdapat dua jenis material yang penting bagi produksi semen: yang
pertama adalah yang kaya akan kapur atau material yang mengandung kapur (calcareous
materials) seperti batu gamping, kapur, dll., dan yang kedua adalah yang kaya akan silika atau
material mengandung tanah liat (argillaceous materials) seperti tanah liat. Batu gamping dan
tanah liat dikeruk atau diledakkan dari penggalian dan kemudian diangkut ke alat penghancur.
Penghancuran: Penghancur bertanggung jawab terhadap pengecilan ukuran primer bagi
material yang digali
Pencampuran Awal: Material yang dihancurkan melewati alat analisis on-line untuk
menentukan komposisi tumpukan bahan.

b. Proses mixer untuk menghasilkan campuran yang homogen,


Penghalusan dan Pencampuran Bahan Baku: Sebuah belt conveyor mengangkut tumpukan
yang sudah dicampur pada tahap awal ke penampung, dimana perbandingan berat umpan
disesuaikan dengan jenis klinker yang diproduksi. Material kemudian digiling sampai kehalusan
yang diinginkan.

c. Pembakaran bahan baku agar didapatkan terak, lalu didinginkan,


Pembakaran dan Pendinginan Klinker: Campuran bahan baku yang sudah tercampur rata
diumpankan ke pre-heater, yang merupakan alat penukar panas yang terdiri dari serangkaian
siklon dimana terjadi perpindahan panas antara umpan campuran bahan baku dengan gas panas
dari kiln yang berlawanan arah. Kalsinasi parsial terjadi pada pre heater ini dan berlanjut dalam
kiln, dimana bahan baku berubah menjadi agak cair dengan sifat seperti semen. Pada kiln yang
bersuhu 1350-1400 °C, bahan berubah menjadi bongkahan padat berukuran kecil yang dikenal
dengan sebutan klinker, kemudian dialirkan ke pendingin klinker, dimana udara pendingin akan
menurunkan suhu klinker hingga mencapai 100 °C.

d. Penggilingan clinker dan gypsum


Penghalusan Akhir: Dari silo klinker, klinker dipindahkan ke penampung klinker dengan
dilewatkan timbangan pengumpan, yang akan mengatur perbandingan aliran bahan terhadap
bahan-bahan aditif. Pada tahap ini, ditambahkan gipsum ke klinker dan diumpankan ke mesin
penggiling akhir. Campuran klinker dan gipsum untuk semen jenis 1 dan campuran klinker,
gipsum dan posolan untuk semen jenis P dihancurkan dalam sistim tertutup dalam penggiling
akhir untuk mendapatkan kehalusan yang dikehendaki. Semen kemudian dialirkan dengan pipa
menuju silo semen.

2) SIFAT-SIFAT SEMEN PORTLAND


Ø Dicampur dengan air mulai mengadakan pengikatan dalam rendaman air.
Ø Pengerasan, setelah pengikatan terjadi pengerasan.
Ø Konsistensi campuran air + semen (pasta semen) = derajat keplastisan.
Ø Kehalusan, semakin halus semen, semakin besar kekuatan, semakin tinggi gaya ikatnya.

3) Sifat-sifat Fisika semen Portland

a. Kehalusan Butir (Fineness)


Kehalusan butir semen akan mempengaruhi proses hidrasi. Semakin halus butiran semen maka
luas permukaan butir untuk suatu jumlah berat semen tertentu menjadi lebih besar sehingga
jumlah air yang dibutuhkan juga banyak. Semakin halus butiran semen maka proses hidrasinya
semakin cepat sehingga semen mempunyai kekuatan awal tinggi. Selain itu butiran semen yang
halus akan mengurangi bleeding, tetapi semen cenderung terjadi penyusutan yang besar dan
mempermudah terjadinya retak susut pada beton.

ASTM mensyaratkan tingkat kehalusan butiran semen adalah pada ayakan no. 200 butiran semen
yang lolos sebesar lebih dari 78 %. Tingkat kehalusan semen diuji dengan alat Blaine.

b. Berat jenis dan berat isi


Berat jenis semen berkisar antara 3,10 – 3,30 dengan berat jenis rata-rata sebesar 3,15. BJ
semen penting untuk diketahui karena dengan mengetahui BJ semen akan dapat dilihat kualitas
semen itu. Semen yang mempunyai BJ < 3,0 biasanya pembakarannya kurang sempurna atau
tercampur dengan bahan lain atau sebagian semen telah mengeras, ini berarti kualitas semen
turun. Berat isi gembur semen kurang lebih 1,1 kg/liter, sedang berat isi padat semen sebesar 1,5
kg/liter. Di dalam praktek biasanya digunakan berat isi rata-rata sebesar 1,25 kg/liter.

c. Waktu pengikatan
Waktu ikat adalah waktu yang dibutuhkan semen untuk mengeras mulai semen bereaksi dengan
air sampai pasta semen mengeras dan cukup kaku untuk menahan tekanan. Waktu ikat semen
ada dua, (1) waktu ikat awal (initial setting time), yaitu waktu dari pencampuran semen dengan
air sampai pasta semen hilang sifat keplastisannya, (2) waktu ikat akhir (final setting time) yaitu
waktu antara terbentuknya pasta semen sampai beton mengeras. Waktu ikat awal semen berkisar
antara 1-2 jam tetapi tidak boleh kurang dari 1 jam atau lebih dari 8 jam. Waktu ikat awal semen
sangat penting diketahui untuk mengontrol pekerjaan beton. Untuk tujuan-tujuan tertentu
kadang-kadang dibutuhkan waktu initial setting time lebih dari 2 jam. Biasanya waktu yang lebih
lama ini digunakan untuk pengangkutan beton (transportasi), penuangan, pemadatan dan
finishing. Waktu ikatan semen akan lebih pendek apabila temperaturnya lebih dari 30°C. Waktu
ikat ini sangat dipengaruhi oleh jumlah air dan lingkungan sekitarnya.

d. Kekekalan bentuk
kekekalan bentuk adalah sifat dari pasta semen yang telah mengeras, dimana bila pasta tersebut
dibuat bentuk tertentu bentuk itu tidak berubah. Ketidakkekalan semen disebabkan oleh jumlah
kapur bebas yang berlebihan dan magnesia yang terdapat pada semen. Kapur bebas yang terdapat
di dalam adukan akan mengikat air dan menimbulkan gaya yang bersifat ekpansif. Alat yang
digunakan untuk menguji sifat kekekalan semen adalah “Autoclave Expansion of Portland
CemenT” (ASTM C-151).

e. Kekuatan semen
Kuat tekan semen sangat penting karena akan sangat berpengaruh terhadap kekuatan beton. Kuat
tekan semen ini merupakan gambaran kemampuan semen dalam melakukan pengikatan (daya
rekatnya) sebagai bahan pengikat. Kuat tekan semen diuji dengan cara membuat benda uji terdiri
dari semen dan pasir silica dengan perbandingan tertentu dan dibuat kubus 5 x 5 x 5 cm. benda
uji tersebut kemudian dilakukan perawatan (curing) dengan cara direndam dalam air. Setelah
berumur 3, 7, 14 dan 28 hari benda uji diuji kuat tekannya.
f. Pengikatan awal palsu

Yaitu pengikatan awal semen yang terjadi kurang dari 60 menit, dimana setelah semen dicampur
dengan air segera nampak adonan menjadi kaku. Setelah pengikatan awal palsu ini berakhir,
adonan dapat diaduk kembali. Pengikatan ini sifatnya hanya mengacau saja dan tidak
mempengaruhi sifat semen yang lain. Pengikatan awal palsu terjadi karena pengaruh gips yang
terdapat pada semen tidak bekerja sebagaimana mestinya. Seharusnya fungsi gips pada semen
adalah memperlambat pengikatan, tetapi karena gips yang terdapat dalam semen terurai maka
gips ini justru mempercepat pengikatan awalnya.

4) Jenis-jenis semen portland

Adanya perbedaan persentase senyawa kimia semen akan menyebabkan perbedaan sifat semen.
Kandungan senyawa yang ada pada semen akan membentuk karakter dan jenis semen. Dilihat
dari susunan senyawanya, semen portlan dibagi dalam 5 jenis, yaitu :

1) Semen Type I, semen yang dalam penggunaannya tidak secara khusus (pemakaian secara
umum). Biasanya digunakan pada bangunan-bangunan umum yang tidak memerlukan persyaran
khusus.
2) Type II, mengandung kadar C3A < 8 %. Semen yang dalam penggunaannya memerlukan
ketahanan terhadap sulfat dan panas hidrasi sedang. Semen ini digunakan untuk bangunan dan
konstruksi beton yang selalu berhubungan dengan air kotor, air tanah atau utnuk podasi yang
tertanam di dalam tanah yang garam sulfat dan saluran air limbah atau bangunan yang
berhubungan langsung dengan air rawa.

3) Type III, memiliki kadar C3S dan C3A yang tinggi dan butirannya digiling sangat halus
sehingga cepat mengalami proses hidrasi. Semen portland yang dalam penggunaannya
memerlukan kekuatan awal yang tinggi dalam fase setelah pengikatan terjadi. Biasanya
digunakan pada bangunan-bangunan di daerah yang bertemperatur rendah (musim dingin).

4) Type IV, kadar C3S maksimum 35 % dan C3A maksimum 5 %. Semen portland yang dalam
penggunaannya memerlukan panas hidrasi rendah. Digunakan pada pekerjaan beton dalam
volume besar (beton massa) dan masif, misalnya bendungan, pondasi berukuran besar dll.

5) Type V, semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan yang tinggi
terhadap sulfat. Biasanya digunakan pada bangunan-bangunan yang selalu berhubungan dengan
air laut, saluran limbah industri, bangunan yang terpengaruh oleh uap kimia dan gas agresif serta
untuk pondasi yang berhubungan dengan air tanah yang mengandung sulfat tinggi.
Daftar Pustaka :

1.selamet.2013.selametspd2.blogspot.com/2013/04/batu-alam-sebagai-bahan-banguna.html (
diakses tanggal 11 april 2013)

2.https://ilmugeografi.com/geologi ( diakses tanggal 27 maret 2019)


3. https://dokumen.tips/documents/makalah-batu-alam-sebagai-bahan-bangunan.html ( diakses
tanggal 27 november 2015)
4. Baturimba,age.2011. Agebaturimba.blogspot.com/2011/10/batu-sebagai-bahan-teknik.html (
diakses tanggal 22 oktober 2011)
5. Ahadi. 2011. Klasifikasi Agregat, (http://www.ilmusipil.com/klasifikasi-agregat), diakses 10 oktober
2016
6. Mulyono, T. (2013). Pembagian agregat menurut geologi. Dalam Teknologi beton.Yogyakarta: ANDI.
7. Mulyono, T. (2013). Pengertian agregat. Dalam Teknologi beton. Yogyakarta: ANDI.
8. Mulyono, Tri. 2005. Teknologi Beton. yogyakarta : ANDI
9. http://operator-it.blogspot.com/2014/03/bahan-perekat-hidrolis.html

Anda mungkin juga menyukai