Anda di halaman 1dari 6

Pengelolaan Perikanan Terpadu dan Berkelanjutan

I. PENDAHULUAN

Allah SWT berfirman dalam Q.S. Al-A’Raaf ayat 10 yang terjemahannya sebagai berikut: “Dan sungguh,
Kami telah menempatkan kamu sekalian di muka bumi dan disana Kami sediakan (sumber) penghidupan
untukmu. (Tetapi) sedikit sekali kamu bersyukur”. Di bumi ini telah tersedia sumber daya alam yang
khusus diciptakan sebagai sumber kehidupan bagi manusia, namun manusia kurang bersyukur dan
sumberdaya alam tersebut belum dikelola dengan baik.

Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia, terdiri dari 17.480 pulau dengan total luas lahan
sekitar 1,87 juta km2. Total luas kawasan laut Indonesia mencapai5,8 juta km2 yang terdiri dari laut
teritorial nasional seluas 3,1 juta km2 dan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) 2,7 juta km2. Pulau-pulau di
Indonesia membentang sepanjang 5.120 kilometer dari Timur ke Barat dan 1.760 kilometer dari utara ke
selatan. Indonesia dianugerahi dengan garis pantai sepanjang 95.181 kilometer dan memiliki hamparan
terumbu karang seluas kurang lebih 20.731 kilometer. Kawasan laut dan pesisir pantai menyediakan
sumber daya yang sangat penting guna menunjang kehidupan penduduknya, terutama masyarakat
pesisir yang sangat mengandalkan sumber daya kelautan. Pemanfaatan sumberdaya hayati laut secara
berkelanjutan akan meningkatkan ketahanan pangan global dan berkontribusi terhadap
penanggulangan kemiskinan bagi generasi sekarang dan masa mendatang.

Indonesia sebagai Negara kepulauan (Arcipelagic State) memiliki potensi sumberdaya ikan yang sangat
besar dan memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, dimana perairan Indonesia memiliki 22,7%, dari
seluruh spesies flora dan fauna yang terdapat di sunia yang meliputi 12,0% mammalian, 23,8%
amphibian, 31,8% reptilian, 44,7% ikan, 40,0% molluska dan 8,6% rumput laut (Mallawa. 2006).

Potensi sumberdaya ikan meliputi : SDI pelagis besar, SDI pelagis kecil, sumberdaya udang paneid dan
krustasea lainnya, SDI demersal, sumberdaya moluska dan teripang, sumberdaya cumi-cumi,
sumberdaya benih alam komersial, sumberdaya karang, sumberdaya ikan konsumsi perairan karang,
sumberdaya ikan hias, sumberdaya penyu lait, sumberdaya mamalia laut, dan sumberdaya rumput laut.

Menurut data yang diperoleh pada tahun 2004, kondisi sumberdaya ikan untuk perairan laut adalah
sebagai berikut: Potensi lestari (MSY-Maksimum Sustainable Yield) sebesar 6,4 juta ton/tahun, jumlah
tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 5,12 ton/tahun atau 80% MSY, dan produksi tahunan
sebesar 4,7 juta ton atau 73,4% dari MSY, sedang untuk perairan umum berupa danau, waduk, sungai
dan genangan air lainnya seluas 54 juta ha memiliki potensi perkiraan 800-900 ribu ton/ tahun, dan
produksi tahunan saat ini sebesar 352 ton atau 35% dari potensi. Untuk memanfaatkan sumberdaya
ikan Indonesia, pemerintah melalui Kementrian Kelautan dan Perikanan mencanangkan kebijakan
pengelolaan sumberdaya ikan dalam rangka pengelolaan perikanan yang bertanggung jawab dan
berkelanjutan.
II. ASPEK HUKUM PENGELOLAAN SUMBERDAYA IKAN

Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 memiliki kedaulatan dan yurisdiksi atas wilayah perairan Indonesia,
serta kewenangan dalam rangka menetapkan ketentuan tentang pemanfaatan sumber daya ikan, baik
untuk kegiatan penangkapan maupun pembudidayaan ikan sekaligus meningkatkan kemakmuran dan
keadilan guna pemanfaatan yang sebesar-besarnya bagi kepentingan bangsa dan negara dengan tetap
memperhatikan prinsip kelestarian sumber daya ikan dan lingkungannya serta kesinambungan
pembangunan perikanan nasional.

Selanjutnya sebagai konsekuensi hukum atas diratifikasinya Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa


tentang Hukum Laut Tahun 1982 dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan
United Nations Convention on The Law of the Sea 1982 menempatkan Negara Kesatuan Republik
Indonesia memiliki hak untuk melakukan pemanfaatan, konservasi, dan pengelolaan sumber daya ikan
di zona ekonomi eksklusif Indonesia dan laut lepas yang dilaksanakan berdasarkan persyaratan atau
standar internasional yang berlaku.

Perikanan mempunyai peranan yang penting dan strategis dalam pembangunan perekonomian nasional,
terutama dalam meningkatkan perluasan kesempatan kerja, pemerataan pendapatan, dan peningkatan
taraf hidup bangsa pada umumnya, nelayan kecil, pembudidaya-ikan kecil, dan pihak-pihak pelaku usaha
di bidang perikanan dengan tetap memelihara lingkungan, kelestarian, dan ketersediaan sumber daya
ikan.

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1985 tentang Perikanan sudah tidak dapat mengantisipasi
perkembangan pembangunan perikanan saat ini dan masa yang akan datang, karena di bidang
perikanan telah terjadi perubahan yang sangat besar, baik yang berkaitan dengan ketersediaan sumber
daya ikan, kelestarian lingkungan sumber daya ikan, maupun perkembangan metode pengelolaan
perikanan yang semakin efektif, efisien, dan modern, sehingga pengelolaan perikanan perlu dilakukan
secara berhati-hati dengan berdasarkan asas manfaat, keadilan, kemitraan, pemerataan, keterpaduan,
keterbukaan, efisiensi, dan kelestarian yang berkelanjutan.

Untuk menjamin terselenggaranya pengelolaan sumber daya ikan secara optimal dan berkelanjutan
perlu ditingkatkan peranan pengawas perikanan dan peran serta masyarakat dalam upaya pengawasan
di bidang perikanan secara berdaya guna dan berhasil guna.

Pelaksanaan penegakan hukum di bidang perikanan menjadi sangat penting dan strategis dalam rangka
menunjang pembangunan perikanan secara terkendali dan sesuai dengan asas pengelolaan perikanan,
sehingga pembangunan perikanan dapat berjalan secara berkelanjutan. Oleh karena itu, adanya
kepastian hukum merupakaan suatu kondisi yang mutlak diperlukan. Dalam Undang-Undang ini lebih
memberikan kejelasan dan kepastian hukum terhadap penegakan hukum atas tindak pidana di bidang
perikanan, yang mencakup penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan, dengan
demikian perlu diatur secara khusus mengenai kewenangan penyidik, penuntut umum, dan hakim
dalam menangani tindak pidana di bidang perikanan.

Dalam menjalankan tugas dan wewenang penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang
pengadilan, di samping mengikuti hukum acara yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981
tentang Kitab Undang¬Undang Hukum Acara Pidana, juga dalam Undang-Undang ini dimuat hukum
acara tersendiri sebagai ketentuan khusus (lex specialis). Penegakan hukum terhadap tindak pidana di
bidang perikanan yang terjadi selama ini terbukti mengalami berbagai hambatan. Untuk itu, diperlukan
metode penegakan hukum yang bersifat spesifik yang menyangkut hukum materiil dan hukum formil.
Untuk menjamin kepastian hukum, baik di tingkat penyidikan, penuntutan, maupun di tingkat
pemeriksaan di sidang pengadilan, ditentukan jangka waktu secara tegas, sehingga dalam Undang-
Undang ini rumusan mengenai hukum acara (formil) bersifat lebih cepat.

Untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penegakan hukum terhadap tindak pidana di bidang
perikanan, maka dalam Undang-Undang ini diatur mengenai pembentukan pengadilan perikanan di
lingkungan peradilan umum, yang untuk pertama kali dibentuk di lingkungan Pengadilan Negeri Jakarta
Utara, Medan, Pontianak, Bitung, dan Tual. Namun demikian, mengingat masih diperlukan persiapan
maka pengadilan perikanan yang telah dibentuk tersebut, baru melaksanakan tugas dan fungsinya
paling lambat 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal Undang-Undang ini mulai berlaku. Pengadilan
perikanan tersebut bertugas dan berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus tindak pidana di
bidang perikanan yang dilakukan oleh majelis hakim yang terdiri atas 1 (satu) orang hakim karier
pengadilan negeri dan 2 (dua) orang hakim ad hoc.

Mengingat perkembangan perikanan saat ini dan yang akan datang, maka Undang-Undang ini mengatur
hal-hal yang berkaitan dengan:

· Pengelolaan perikanan dilakukan berdasarkan asas manfaat, keadilan, kemitraan, pemerataan,


keterpaduan, keterbukaan, efisiensi, dan kelestarian yang berkelanjutan;

· pengelolaan perikanan wajib didasarkan pada prinsip perencanaan dan keterpaduan


pengendaliannya;

· pengelolaan perikanan dilakukan dengan memperhatikan pembagian kewenangan antara


Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah;

· pengelolaan perikanan yang memenuhi unsur pembangunan yang berkesinambungan, yang


didukung dengan penelitian dan pengembangan perikanan serta pengendalian yang terpadu;

· pengelolaan perikanan dengan meningkatkan pendidikan dan pelatihan serta penyuluhan di


bidang perikanan;

· pengelolaan perikanan yang didukung dengan sarana dan prasarana perikanan serta sistem
informasi dan data statistik perikanan;
· penguatan kelembagaan di bidang pelabuhan perikanan, kesyahbandaran perikanan, dan kapal
perikanan;

· pengelolaan perikanan yang didorong untuk memberikan kontribusi bagi pembangunan kelautan
dan perikanan;

· pengelolaan perikanan dengan tetap memperhatikan dan memberdayakan nelayan kecil atau
pembudidaya-ikan kecil;

· pengelolaan perikanan yang dilakukan di perairan Indonesia, zona ekonomi eksklusif Indonesia,
dan laut lepas yang ditetapkan dalam bentuk peraturan perundang-undangan dengan tetap
memperhatikan persyaratan atau standar internasional yang berlaku;

· pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan, baik yang berada di perairan Indonesia, zona
ekonomi eksklusif Indonesia, maupun laut lepas dilakukan pengendalian melalui pembinaan perizinan
dengan memperhatikan kepentingan nasional dan internasional sesuai dengan kemampuan sumber
daya ikan yang tersedia;

· pengawasan perikanan;

· pemberian kewenangan yang sama dalam penyidikan tindak pidana di bidang perikanan kepada
penyidik pegawai negeri sipil perikanan, perwira dan pejabat polisi negara Republik Indonesia;

· pembentukan pengadilan perikanan; dan

· pembentukan dewan pertimbangan pembangunan perikanan nasional.

III. PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN

Aspek pengelolaan wilayah ini erat kaitannya dengan kondisi stok ikan di perairan Indonesia.
Kemampuan menduga jumlah populasi ikan (stock assessment) secara akurat sangat ditentukan
ketersediaan informasi dan data yang tepat. Hal ini sudah menjadi perhatian para peneliti maupun
pengambil kebijakan di lingkungan Departemen Kelautan dan Perikanan.

Namun, penentuan jumlah tangkap maksimum lestari (maximum sustainable yield) atau yang lazim
dikenal dengan MSY perlu disikapi hati- hati. Berbagai asumsi dalam perhitungan MSY telah banyak
berubah dan tidak valid lagi. Salah satu contoh adalah faktor teknologi yang berkembang dengan pesat
sehingga kemampuan penangkapan oleh satu unit alat tangkap (catch per unit effort/CPUE) akan sangat
dinamis mengikuti perkembangan teknologi. Artinya, koefisien kemampuan penangkapan (catchability
coefficient) yang digunakan dalam perhitungan MSY tidak dapat dianggap konstan karena sangat
bergantung pada perkembangan teknologi.
Mengingat pengelolaan sumberdaya ikan mempunyai cakupan yang luas dan pengalaman dalam bidang
pengelolaan yang masih terbatas, maka diperlukan suatu kesamaan dalam mengartikan istilah
pengelolaan perikanan/sumberdaya ikan itu sendiri. Pengelolaan perikanan adalah suatu proses yang
terintergrasi mulai dari pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pengambilan
keputusan, alokasi sumber dan implementasinya (dengan enforcement bila diperlukan), dalam upaya
menjamin kelangsungan produktivitas serta pencapaian tujuan pengelolaan.

Suatu pengelolaan dikatakan berkelanjutan apabila kegiatan tersebut dapat mencapai tiga tujuan
pembangunan berkelanjutan yaitu berkelanjutan secara ekologi, sosial dan ekonomi. Berkelanjuran
secara ekologi mengandung arti, bahwa kegiatan pengelolaan sumberdaya perikanan dimaksud harus
dapat mempertahankan integritas ekosistem, memelihara daya dukung lingkungan, dan konservasi
sumberdaya ikan termasuk keanekaragaman hayati (biodiversity), sehingga pemanfaatan sumberdaya
perikanan dapat berkesinambungan. Berkelanjutan secara sosial mensyaratkan bahwa kegiatan
pengelolaan perikanan hendaknya menciftakan pemerataan hasil, mobilitas sosial, kohesi sosial,
partisipasi masyarakat, pemberdayaan masyarakat, identitas sosial dan pengembangan kelembagaan.

Sedang keberlanjutan secara ekonomi berarti bahwa kegiatan pengelolaan sumberdaya perikanan harus
dapat membuahkan pertumbuhan ekonomi, pemeliharaan kapital, dan penggunaan sumberdaya
perikanan serta investasi secara efisien.

Dalam penyusunan rencana sebuah pengelolaan sumberdaya perikanan akan dilakukan


pendekatan partisipatif (Participatory research approach) yaitu hasil yang didapatkan sebelum dinafikan
akan disosialisasikan dan partisipasi masyarakat utuk mendengar dan membahas dengan seluruh pihak
terkait (Stakeholders). Krgistsn psrtisipasi masyarakat meliputi: (a) pertemuan konsultasi dengan
masyarakat, (b) pembahasan antar kelompok, dan (c)survei wawancara semi tersusun. Juga perlu
dilakukan pembahasan-pembahasan di tingkat pengambil keputusan daerah terhadap konsepsi, strategi
dan skenario bagi penyusunan rencana pengelolaan sumberdaya ikan. Kegiatan perencanaan partisipatif
pengelolaan sumberdaya ikan untuk menghasilkan model rencana pengelolaan berbasis masyarakat.

Menurut Nikijuluw (1994) menjelaskna bahwa pengelolaan berbsai masyarakat (Community based
management) merupakan salah satu pendekatan pengelolaan sumberdaya alam seperti ekosistem
terumbu karang, sumberdaya perikanan, yang meletakkan pengetahuan dan kesadaran lingkungan
masyarakat lokal sebagai dasar pengelolaannya.

IV. PENUTUP

Potensi sumberdaya perikanan di Indonesia cukup tinggi hanya saja pemanfaatannya tidak merata baik
antar kelompok sumberdaya perikanan yang berbeeda dalam satu wilayah pengelolaan perikanan,
maupun antar kelompok sumberdaya perikanan yang sama dalam wilayah pengelolaan perikanan yang
berbeda sehingga perlu dilakukan upaya-upaya pengelolaan yang sungguh-sungguh sesuai yang
diperintahkan oleh undang-undang nasional dan peraturan-peraturan internasional.
Pengelolaan sumberdaya perikanan yang dilakukan hendaknya berdasarkan azas manfaat, keadilan,
kemitraan, pemerataan, keterpaduan, keterbukaan, efisiensi, dan kelestarian yang berkelanjutan.

Pengelolaan sumberdaya perikanan dilaksanakan bertujuan: meningkatkan taraf hidup nelayan


kecil/pembudidaya ikan skala kecil; medorong perluasan kesempatan kerja, mencapai pemanfaatan
sumberdaya perikanan secara optimal; meningkatkan produktivitas, mutu, nilai tambah dan daya saing;
meningkatkan ketersediaan dan konsumsi protein hewani.

Pengelolaan sumberdaya perikanan dapat menjadi efektif dan afisien apabila melibatkan users dan
stakeholders lainnya di dalam proses perencanaan, implementasi, monitoring, surveillance dan
sebagainya.

Model pengelolaan sumberdaya perikanan yang akan dilakukan pada suatu lingkungan perikanan
hendaknya mengacu kepada aspek biologi, aspek fisik, aspek ekonomi, aspek budaya dan kearifan local.

DAFTAR PUSTAKA

http://id.shvoong.com/exact-sciences/earth-sciences/2165467-pengelolaan-perikanan-indonesia/ 11
Januari 2012 22:49

www.sdi.kkp.go.id/submenucontent.php?submenuid=87&MenuId=4&MenuName=Teritorial 11 Januari
2012 22:51

Anda mungkin juga menyukai