Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PRAKTIKUM

DASAR-DASAR GENETIKA IKAN

ANALISIS DNA

NAMA : JUMIDA TAHIR


NIM : L221 16 506
KELOMPOK : V (LIMA)
HARI/TGL PRAKTIKUM : RABU, 15 NOVEMBER 2017
ASISTEN : ANDI N RENITA RELATAMI, S.Pi. M,Si.
AMRIANA, S.Pi
ANDI SYARI RAMDHANI
ELYAS
YUSDALIFA EKAYANTI YUNUS

FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN


UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
1 PENDAHULUAN

Latar Belakang
Genetika adalah cabang ilmu biologi yang membahas tentang pewarisan sifat pada
organisme. Bidang kajiannya dimulai dari tingkat molekuler hingga tingkat populasi. Secara
lebih rinci genetilka dipelajari materi pembawa informasi untuk diwariskan (bahan genetik),
bagaimana informasi itu diekspresikan dan bagaimana informasi itu dipindahkan dari satu
individu keindividu yang lain (pewarisan genetik). Dalam genetik terdapat DNA, alel, gen serta
kromosom. Perkembangan genetika yang demikian pesat itu bahkan telah menyebabkan
terjadinya revolusi pemikiran biologis di saat kita memasuki abad ke-21. Unit Penurunan sifat
genetik dikenal dengan nama gen, gen terdiri atas DNA (Dadan dan Nugraha 2006)
DNA adalah singkatan dari deoksiribonucleic acid atau deoksiribo nukleat. DNA adalah
bahan genetik yang bertugas membawa bahan informasi genetik dari individu organisme ke
organisme keturunannya. DNA tersusun atas susunan kimia makromolekul yang kompleks,
yaitu rangkaian nukleotida adalah gabungan antara gugus fosfat, deoksiribosa dan basa nitrogen.
Basa nitrogen dibedakan atas dua tipe dasar, yaitu basa purin yang terdiri atas adenine (A) dan
guanine (G) serta basa pirimidin yang terdiri atas sotosin (S) dan timin (T). Basa nitrogen pada
rangkaian DNA selalu berpasangan yaitu adenine (A) selalu berpasangan dengan timin (T) dan
selalu guanine (G) berpasangan dengan sitosin (G) (Abdurahman 2006)
Analisis DNA adalah suatu tahapan pengambilan DNA atau RNA. Pengambilan ini
dilakukan di dalam tubuh organisme sampel/target melalui tahapan isolasi DNA, total, PCR,
elektroforeisis dan analisis hasil dibantu oleh sofware bioinformatika. Isolasi DNA dapat
dilakukan secara manual maupun dengan teknik modern untuk memisahkan DNA dari molekul-
molekul lain. Prinsip utama dalam isolasi DNA ada tiga yakni penghancuran (lisis), ekstraksi
atau pemisahan DNA dari bahan padat serta pemurnian DNA. PCR merupakan teknik
amplifikasi atau penggandaan gen target dengan menggunakan primer tertentu untuk proses
inisisasi (Nugroho dan Dwi 2017).
WSSV (White spot syndrome virus) merupakan sejenis virus berbentuk batang yang belum
dapat diklasifikasikan. Struktur virus ini menyelubungi suatu dauble stranded DNA virus
dengan suatu filamen sebagai “appendage” sebagai anggota tambahan.Virus ini berupa inti yang
memiliki gen yang sangat besar ± 290 kbp yang memiliki resistensi terhadap reaksi fisik maupun
kimiawi. Virus yang utuh menyelubungi elemen herediter yang berbentuk elips. Dengan ukuran
266 – 112 nm atau dengan ukuran 420 – 68 nm dengan bagian belakang yang berbentuk flat dan
lainnya berbentuk tirus serta memiliki struktur yang tidak tembus cahaya (Muliani et al 2007).
Berdasarkan uraian diatas maka perlu dilakukan percobaan analisis DNA

Tujuan Praktikum
Tujuan dari percobaan ini adalah praktikan mampu melakukan ekstraksi DNA secara
sederhana dan mengamti partisipasi DNA.
2 TINJAUAN PUSTAKA
DNA
DNA adalah materi genetik yang akan direkam (transkripsi) membentuk RNA dan menjalani
translasi sehingga terbentuk protein. Struktur DNA terdiri atas dua rantai polinukleotida yang
antara basa nitrogennya dihubungkan oleh ikatan hidrogen. Adenin dan timin dihubungkan oleh
dua iktan hidrogen, sedangkan sitosin dan guanine dihubungkan oleh tiga ikatan hidrogen. Ikatan
hidrogen yang menghubungkan dua rantai polinukleotida mudah putus oleh pemanasan. Keadaan
tersebut dinamakan denaturasi DNA (karmana 2010).

Analisi DNA

Analisis DNA adalah suatu metode dimana hal ini digunakan untuk karakteristik sifat
genetik pada level molekur yang secara langsung mencerminkan sifat genotip yang dimiliki oleh
organisme tertentu dengan metode pengampilan DNA dari sampel yang berinti di seluruh tubuh.
Pengambilan ini dilakukan di dalam tubuh organisme sampel/target melalui tahapan isolasi
DNA, PCR, elektroforeisis. DNA dapat diisolasi dari setiap sel yang berinti (termasuk juga DNA
mitokondria yang diturunkan secara metarnal dapat digunakan). DNA tersebut dapat dipotong
dengan enzim restriksi. Tingkat kepercayaan analisa DNA tidak perlu diragukan lagi. Walaupun
demikian tidak berarti dari hasil analisis DNA tidak ada kesalahan. Kemungkinan kesalahan
yang terjadi dalam analisis DNA antara lain adalah kontaminasi dari sampel oleh DNA asing,
destruksi DNA saat penyimpanan atau persiapan dan keslahan dalam perbandingan statistik
terhadap populasi dan penetapan probabilitas identifikasi (Ibrahim 1995).

Ekstraksi dan Isolasi DNA


Prinsip isolasi DNA adalah lisis sel (melisiskan DNA dari nukleus). Penghilangan protein
dan RNA, pengendapan DNA, pencucian DNA dari protein dan RNA dan pemanenan DNA.
Tujuan dilakukannya isolasi DNA adalah diperolehnya DNA total dengan konsentrasi tinggi dan
bersih dari kontaminan. Berbagai teknik dasar untuk ekstraksi DNA dapat dilakukan secara
manual dengan bantuan KIT. Kedua cara tersebut memiliki prinsip dasar yang sama. Hasil
ekstraksi DNA merupakan tahapan penting untuk dilanjutkan ke proses analisis DNA
selanjutnya. Oleh karena itu, pelaksanaan ekstraksi DNA harus dilakukan dengan baik dan bebas
kontaminan. Untuk memperoleh isolat DNA dari sampel yang diekstraksi, ada beberapa hal yang
harus diperhatikan, yaitu sebagai berikut (Nugroho dan Dwi 2016) :
1. Tahapan pemecahan dinding sel atau jaringan yang akan diisolasi DNA-nya seperti, sel darah
merah dan jaringan hewan. Jaringan hewan dapat dipecah dengan dua cara yaitu :
1) Secara fisik : sel dipecah dengan kekuatan mekanik
2) Secara kimiawi : sel dirusak dengan buffer lisis sel yang berfungsi untuk merusak
integritas barrier dinding sel.
Contoh senyawa kimia yang digunakan untuk penghancuran sel adalah EDTA dan
SDS. EDTS berfungsi sebagai perusak sel dengan cara mengikat magnesium (ion ini
berfungsi untuk mempertahankan integritas sel maupun mempertahankan aktivitas enzim
nuclease yang merusak asam nukleat). SDS merupakan sejenis detergen yang berfungsi untuk
merusak membran sel.
2. Debris sel dipisahkan dari larutan DNA.
3. Presipitasi RNA dan protein agar diperoleh DNA yang murni.
4. Presipitasi DNA, dilakukan dengan penambahan etanol 96% dingin atau dengan isopropanol.
5. Pemurnian DNA dari debris sel, dengan pemberian fenol, fenol: kloroform, jika menggunakan
Kit ekstraksi DNA tahap ini dilakukan dengan penambahan wash buffer.
6. Pemurnian DNA dari protein, digunakan enzim protase yaitu proitainase K, dan pemurnian
dari kontaminan RNA ditambahkan dengan RNAse.
7. Presipitasi akhir DNA dapat dilakukan dengan menggunakan etanol dingin, kemudian
dilanjutkan dengan pencucian menggunakan tanol 70%.
8. Melarutkan DNA dengan penambahan buffer TE atau buffer BE.

PCR (Polymerase Chain Reaction)


Reaksi Polimerase Berantai atau Polymerase Chain Reaction, merupakan suatu proses
sintesis enzimatik untuk mengamplifikasi nukleotida secara in vitro. Metode PCR dapat
meningkatkan jumlah urutan DNA ribuan bahkan jutaan kali dari jumlah semula, sekitar 106-107
kali. Setiap urutan basa nukleotida yang diamplifikasi akan menjadi dua kali jumlahnya. Pada
setiap n siklus PCR akan diperoleh 2n kali banyaknya DNA target. Kunci utama pengembangan
PCR adalah menemukan bagaimana cara amplifikasi hanya pada urutan DNA target dan
meminimalkan amplifikasi urutan non-target (Fatchiyah et al 2012).
Secara prinsip, baik real-time PCR maupun PCR konvensional merupakan proses yang
dilakukan berulang-ulang antara 20 – 30 kali siklus. Setiap siklus terdiri atas tiga tahap utama,
yaitu sebagai berikut (Nur’utami 2011) :
1. Tahap peleburan
Tahap ini berlangsung pada suhu tinggi, 94 – 96°C ikatan hidrogen DNA terputus dan DNA
utas ganda menjadi utas tunggal. Biasanya pada siklus awal PCR, tahap ini dilakukan lebih
lama (5 menit) untuk memastikan semua berkas DNA terpisah. Pemisahan ini menyebabkan
DNA tidak stabil dan siap menjadi template (patokan) bagi primer. Umumnya, waktu/durasi
yang dibutuhkan untuk tahap ini yaitu selama 1 – 2 menit.
2. Tahap penempelan
Primer menempel pada bagian template DNA yang komplementer urutan basanya. Tahap ini
dilakukan pada suhu antara 45 – 60°C. Penempelan ini bersifat spesifik. Suhu yang tidak tepat
menyebabkan tidak terjadinya penempelan atau primer menempel di sembarang tempat.
Umumnya, waktu/durasi yang dibutuhkan untuk tahap ini yaitu selama 1 – 2 menit.
3. Tahap pemanjangan
Suhu untuk proses ini tergantung dari jenis enzim DNA polimerase yang dipakai. Karena
suhu dinaikkan ke dalam kisaran suhu optimum kerja enzim DNA polimerase. Dengan Taq
polimerase, proses ini biasanya dilakukan pada suhu 70 - 76°C. Pada tahap ini DNA
polimerase akan memasangkan dNTP yang sesuai pada pasangannya, jika basa pada template
adalah A, maka akan dipasang dNTP, begitu seterusnya (pasangan A adalah T, dan C dengan
G, begitu pula sebaliknya). Enzim akan memperpanjang rantai baru ini hingga ke ujung.
Lamanya waktu ekstensi bergantung pada panjang daerah yang akan diamplifikasi, misalnya
adalah 1 menit untuk setiap 1000 bp.
Selain ketiga proses tersebut, secara umum PCR didahului dan diakhiri oleh tahapan
berikut (Hasibuan 2015):
a). Pradenaturasi Dilakukan selama 1-9 menit di awal reaksi untuk memastikan kesempurnaan
denaturasi dan mengaktifasi DNA Polymerase (jenis hot-start alias baru aktif kalau
dipanaskan terlebih dahulu).
b). Final Elongasi Biasanya dilakukan pada suhu optimum enzim (70-72oC) selama 5-15 menit
untuk memastikan bahwa setiap utas tunggal yang tersisa sudah diperpanjang secara
sempurna. Proses ini dilakukan setelah siklus PCR terakhir.
Komponen lain yang dibutuhkan untuk pengujian ini selain template DNA yang akan
digandakan dan enzim DNA polimerase, yaitu sebagai berikut (Nur’utami 2011):
1. Primer
Primer adalah sepasang DNA utas tunggal atau oligonukleotida pendek yang menginisiasi
sekaligus membatasi reaksi pemanjangan rantai atau polimerisasi DNA. PCR hanya mampu
menggandakan DNA pada daerah tertentu sepanjang maksimum 10000 bp, dan dengan teknik
tertentu bisa sampai 40000 bp. Primer dirancang untuk memiliki sekuen yang komplemen
dengan template DNA, sehingga dirancang agar menempel mengapit daerah tertentu yang
diinginkan. Langkah pertama dalam perancangan primer adalah mencari/membuat urutan
DNA yang diinginkan, umumnya dapat menggunakan basis data umum seperti NCBI. Setelah
urutan DNA/gen yang diinginkan diperoleh, kemudian software untuk merancang primer
digunakan untuk mempermudah dan memaksimalkan keberhasilan dalam merancang primer.
Langkah berikutnya adalah mempertimbangkan dengan hati-hati daerah gen yang akan
digunakan sebagai template DNA. Gen yang memiliki struktur sekunder atau urutan
nukleotida yang panjang harus dihindari dalam perancangan primer. Besarnya konsentrasi
dari primer yang digunakan merupakan hal yang menentukan keberhasilan pengujian. Jika
konsentrasi primer pada pengujian dengan PCR yang digunakan terlalu tinggi, maka akan
meningkatkan kesempatan untuk terjadinya mispriming yang artinya akan menghasilkan
produk PCR yang tidak spesifik karena primer berikatan tidak hanya dengan gen target, tetapi
dengan gen-gen lainnya pada template DNA yang ditambahkan namun jika konsentrasi
primer yang digunakan terlalu rendah, maka akan dihasilkan suatu metode pengujian yang
tidak sensitif yang menyebabkan terjadinya false-negative dimana sampel yang positif
(mengandung gen target) akan terdeteksi negatif. Oleh karena itu penentuan konsentrasi
primer sangat dibutuhkan dalam pengujian dengan PCR.
2. dNTP (deoxynucleoside triphosphate)
dNTP atau building blocks sebagai ‘batu bata’ penyusun DNA yang baru. dNTP terdiri atas
empat macam sesuai dengan basa penyusun DNA, yaitu dATP, dCTP, dGTP dan dTTP.
3. Buffer PCR
Buffer yang biasanya terdiri atas bahan-bahan kimia untuk mengkondisikan reaksi agar
berjalan optimum dan menstabilkan enzim DNA polimerase.
4. Kofaktor
Kofaktor berfungsi untuk meningkatkan jumlah akhir dari reaksi. Kofaktor tersebut berupa
Ion logam bivalen, umumnya magnesium klorida (Mg2+), sebagai kofaktor bagi enzim DNA
polimerase. Tanpa ion ini enzim DNA polimerase tidak dapat bekerja.

Elektrofolesis
Elektroforesis merupakan proses bergeraknya molekul bermuatan pada suatu medan listrik.
Kecepatan molekul yang bergerak pada medan listrik tergantung pada muatan, bentuk dan
ukuran. Dengan demikian elektroforesis dapat digunakan untuk separasi makromolekul (protein
dan asam nukleat). Posisi molekul yang terseparasi pada gel dapat dideteksi dengan pewarnaan
atau autoradiografi, ataupun dilakukan kuantifikasi dengan densitometer. Elektroforesis untuk
makromolekul memerlukan matriks penyangga untuk mencegah terjadinya difusi karena
timbulnya panas dari arus listrik yang digunakan. Gel poliakrilamid dan agarosa merupakan
matriks penyangga yang banyak dipakai untuk separasi makromolekul (Fatchiyah et al 2012).

WSSV (White Spot Syndrome Virus)

White spot syndrome (WSS) adalah salah satu penyakit udang yang secara signifikan
menyebabkan tingginya mortalitas udang dan kerusakan parah pada budidaya udang. Penyakit
ini disebabkan oleh virus yang disebut white spot syndrome virus (WSSV). Dalam budidaya
udang, infeksi WSSV dapat menyebabkan kematian kumulatif hingga 100% dalam waktu 3 -4
hari. Infeksi WSSV dapat terjadi karena salinitas. Gejala – gejala yang timbul akibat infeksi
WSSV, yaitu sebagai berikut (Amrillah et al 2015):
1. Tingkat Infeksi Ringan
Pada tingkat infeksi ringan belum terdapat perubahan morfologi dan perubahan warna
pada tubuh udang, selain perubahan tingkah laku yang tidak normal pada udang.
2. Tingkat Infeksi Sedang
Pada tingkat infeksi sedang terjadi perubahan warna pada bagian tubuh dan ekor
menjadi kemerahan serta timbulnya bintik putih antara 1 – 3 buah pada karapas dan ekor
gerimpis. Pada induk udang warnanya berubah menjadi merah.
3. Tingkat Infeksi Tinggi
Pada tingkat infeksi tinggi terdapat bintik putih yang sudah menyebar ke bagian tubuh
udang serta adanya perubahan warna menjadi kemerahan pada ekor dan tubuh udang, selain
itu ekor gerimpis, antena patah dan mata rusak.

3 METODOLOGI PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat
Praktikum analisis DNA ini dilakukan pada hari Rabu,1 November 2017 di Labolatorium Hama
dan Penyakit Ikan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah :ikan,vortex,tabung,pipet,ingkubator.Adapun


bahan yng digunakan adalah: Proteinase K,10x Isolasi DNA Buffer,dengan komposisi:100mM
Tris HCL(pH 8,0),200mM NaCl,20mM EDTA,1% SDS.

Prosedur Kerja

Hewan Uji

Hewan uji yang digunakan pada penelitian ini adalah udang vaname dengan berat 15–27 g.
Bagian yang diambil hanya ekor,kaki renang, dan kaki jalan dari udang vaname.
Koleksi Udang Vaname

Sampel yang digunakan adalah bagian ekor, kaki renang, dan kaki jalan yang diperoleh
dari 10 ekor udang vaname. Sampel udang dikoleksi dari tambak budidaya yang ada di
Kabupaten Bone Sulawesi Selatan. Terdapat 2 jenis sampel udang yang dikoleksi yakni sampel
udang yang memiliki gejala menyerupai penyakit WSSV, seperti berenang di pinggir pematang,
sebagian udang mati, dan terdapat bintik putih di karapaksnya serta sampel udang sehat yang
akan digunakan untuk kontrol negatif. Masing-masing sampel diambil secara aseptik dan
dimasukkan ke dalam botol sampel yang berisi larutan etanol 70%. Sampel yang telah diperoleh,
selanjutnya dibawake Laboratorium.

Ekstraksi DNA UdangVaname

Ekstraksi DNA udang vaname dari bagian ekor, kaki jalan,dan kaki renang menggunakan
metode DTAB - CTAB (Dodecyl Trimethyl Ammonium Bromide/ Cetyl Trimethyl Ammonium
Bromide). Ekstraksi DNA dilakukan menggunakan kit DNA ekstraksi IQ2000™ WSSV dengan
komposisi DTAB solution, CTAB solution, dissolving solution, dan lysis buffer.
Sebanyak 0.6 g sampel dipreservasi dengan cara menggerus sampel dalam tabung mikro
1.5 ml dengan menggunakan pastel plastik. Sampel yang sudah hancur, kemudian diberi DTAB
solution selanjutnya dihomogenkan dengan vortex. Sampel diinkubasi pada suhu75°Cselama 5
menit. Sebanyak 0.7 ml kloroform ditambahkan kedalam tabung mikro kemudian dihomogenkan
dengan vortex selama 20 detik.Sampel disentrifugasi pada kecepatan 12000 rpm selama 5 menit.
Cairan jernih yang paling atas dipindahkan kedalam tabung mikro 1.5 ml, kemudian
ditambahkan 100 l CTAB dan 900 lddHO, dihomogenkan dengan vortex lalu dilanjutkan
dengan inkubasi selama 5 menit pada suhu75°C. Sampel diinkubasi pada suhu ruang selama 10
menit, dan dilanjutkan dengan disentrifugasi 12000 rpm selama 10 menit. Supernatan dibuang
dan ditambahkan 150 ml dissolve solution, kemudian sampel diinkubasi selama 5 menit pada
suhu75°C. Tahap selanjutnya adalah inkubasi sampel pada suhu ruang selama 5 menit,
dilanjutkan dengan sentrifugasi sampel 12000 rpm selama 5 menit. Setelah disentrifugasi,
supernatant dipindahkan ketabung mikro 0.5 ml yang telah berisi 300 l ethanol 95% dingin lalu
dihomogenkan. Sampel disentrifugasi kembali pada kecepatan 12000 rpm selama 5 menit,
kemudian etanol dibuang. Etanol 70% ditambahkan sebanyak 200 μl lalu disentrifugasi 12000
rpm selama 5 menit. Ethanol dibuang lalu tabung mikro diletakkan diatas tisu dengan posisi
terbalik selama dua jam untuk proses pengeringan DNA. TE buffer ditambahkan sebanyak 50 μl
kemudian DNA disimpan pada suhu –20 °C.

Uji Kualitas DNA Hasil Ekstraksi

Kualitas hasil ekstraksi DNA diuji secara kuantitatif. Uji kuantitatif untuk mengetahui
konsentrasi DNA dan tingkat kemurniannya dapat diketahui dengan spektrofotometer pada
panjang gelombang 260 nm dan 280 nm. DNA dengan tingkat kemurnian baik ditunjukkan oleh
rasio A260/280 1.8–2.0 (Sambrook dan Russel 2001). Selain itu, kualitas DNA hasil ekstraksi
juga diuji secara kualitatif dengan PCR menggunakan primer β-actin.

Deteksi WSSV pada Udang Vaname menggunakan Nested Polymerase ChainReaction


(PCR)
Sampel DNA yang telah diuji kualitasnya secara kuantitatif dan kualitatif, selanjutnya
digunakan sebagai cetakan dalam uji menggunakan Polymerase Chain Reaction (PCR). Proses
nested PCR dengan metode IQ2000 dilakukan dengan menggunakan kit WSSV specific
sequence amplification termasuk First PCR PreMix, nested PCR PreMix, P(+) standard, Yeast
tRNA (40 ng/ul), IQzyme DNA polymerase (2 U/ul),6× loading dye, dan marker (848 bp, 630
bpdan333 bp).
Proses PCR dilakukan sebanyak 2 kali, yaitu PCR pertama dengan template DNA dan PCR
lanjutan menggunakan hasil PCR pertama sebagai template. Larutan master mix PCR pertama
dibuat dengan volume akhir 10 μL terdiri atas First PCR PreMix 7.5 μl, IQzyme DNA
polymerase 0.5 μl, dan template 2 μl. Kondisi PCR pertama yang digunakan yaitu :5× (94°C, 30
detik ; 62°C, 30 detik ; 72°C, 30 detik); 15× (94°C, 15 detik ; 62°C, 15 detik ; 72°C, 15 detik);
dan (72°C, 30 detik ; 20°C, 30 detik pada akhir siklus).
Produk PCR pertama selanjutnya digunakan sebagai template untuk PCR lanjutan (nested
PCR). Larutan master mix PCR lanjutan (nestedPCR) dengan volume akhir 25 μl terdiri atas
produk PCR pertama10 μL, nested PCR PreMix14 μl, dan IQzyme DNA polymerase 1μl. Kondisi
PCR lanjutan (nested PCR) yang digunakan yaitu 25× (94°C, 20 detik ; 62°C, 20 detik ; 72°C, 30
detik); dan (72°C, 30 detik ; 20°C, 30 detik pada akhir siklus).
Hasil PCR selanjutnya dianalisis dengan elektroforesis menggunakan gelagarosa 2% dalam
30 ml Tris-acetate-EDTA buffer 1× dengan menggunakan pewarnagelred 0.5 μg/ml.
Elektroforesis ini menggunakan DNA molecular weight marker (848 bp, 630 bpdan 333 bp).
Hasil elektroforesis diamati menggunakan UV transilluminator.
Sampel positif dan standar akan menunjukkan pola seperti yang ditampilkan pada

gambar2.

Gambar 2.VisualisasisampelpositifdanstandarinfeksiWhiteSpot
SyndromeVirus(WSSV).1.Sampelinfeksi WSSV yang parah(severe);2. Sampelinfeksi
WSSV moderat(moderate); 3.Sampelinfeksi WSSV ringan(light);4.Sampelinfeksi
WSSV sangatringan(very light); 5.Sampelnegatif WSSV; 6.Kontrolnegatif (Yeast
tRNAatau ddH2O); 7. WSSV P(+) standar (2000 copi/reaksi); 8. WSSV P(+)
standar, (200 copi/reaksi); 9. WSSV P(+) standar (20 copi/reaksi); M: marker (848
bp, 630 bp, 333 bp) (OIE 2009).

Apabila hasil amplifikasi menunjukkan pita pada panjang 296 bp dan 550 bp menunjukkan
sampel positif terhadap WSSV. Apabila hanya satu pita yang terbentuk pada pita 848 bp
menandakan tidak terinfeksi WSSV. Hal ini diyakini bahwa 848 bp merupakan gen murni dari
udang bukan dari virus WSSV. Setiap percobaan membutuhkan control positif dan negatif. Jika
standar positif tidak menghasilkan pita di 296 bp, hal tersebut berarti reaksi PCR gagal. Di sisi
lain, jika hasil dari control negative menunjukkan pita di 296 bp, berarti telah terjadi
kontaminasi.

4 HASIL DAN PEMBAHASAAN


Hasil
Adapun hasil dari praktikum‘‘Analisis DNA”yang diperoleh dapat dilihat sebagai
berikut:

Gambar 4.1 isualisasisampelpositifdanstandarinfeksiWhiteSpot SyndromeVirus

Pembahasaan
Berdasarkan hasil praktikum menunjukkan bahwa pada sampel 1 (ekor) udang vanname
tingkat infeksi WSSV sudah parah (severe), hal ini karena munculnya pita DNA yang memiliki 3
garis pada marker (848 bp, 630 bp dan 333 bp) dengan kemungkinan tingkat infeksi virus WSSV
adalah 2000 copy DNA. Pada sampel ke 2 (kaki renang) udang vanname memiliki tingkat infeksi
WSSV sedang (medium/moderat), hal ini ), hal ini karena munculnya pita DNA yang memiliki 2
garis pada posisi fragmen 296 bp dan 550 bp yang menunjukkan terinfeksi WSSV (medium dan
light). Pada sampel ke 3 (kaki jalan) udang vanname tidak terinfeksi WSSV, hal ini karena posisi
pita DNA hanya muncul pada 848 bp, yang diyakini bahwa 848 bp merupakan gen murni dari
udang bukan dari virus WSSV. Pada kontrol negatif tidak menghasilkan pita DNA sehingga
dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi kontaminasi saat percobaan dan pada kontrol positif
terdapat pita DNA di 296 sehingga dapat disimpulkan bahwa reaksi PCR berhasil.
Hal ini sesuai dengan literatur yang menjelaskan bahwa munculnya pita DNA yang
memiliki 3 garis ditiap masing-masing marker (848 bp, 630 bp dan 333 bp). Berdasarkan buku
panduan IQ2000 WSSV detecton and prevention system, apabila pita DNA berada pada posisi
fragmen 848 bp, 630 bp dan 333 bp menunjukkan bahwa udang tersebut terinfeksi WSSV
dengan tingkat very light dan severe (parah) yang artinya udang terinfeksi positif 3. Jika udang
terinfeksi positif 3 kemungkinan tingkat infeksi virus WSSV adalah 2000 copy DNA.
Pembacaan hasil visualisasi hasil elektroforesis sesuai buku panduan memiliki tingkat
penginfeksian yang terdiri dari light, very light, medium dan severe (Sanjuktha et al., 2012).
Posisi fragmen 296 bp dan 550 bp menunjukkan terinfeksi WSSV (medium dan light).
Pemunculan pita pada setiap marker (848 bp, 630 bp dan 333 bp) menandakan positif terinfeksi
WSSV pada tahap very light dan severe (parah). Apabila posisi pita hanya muncul 848 bp, hal ini
menandakan tidak terinfeksi WSSV. Hal itu diyakini bahwa 848 bp merupakan gen murni dari
udang bukan dari virus WSSV. Namun apabila tidak terlihat pita sama sekali didalam gel
elektroforesis itu menandakan kualitas DNA kurang baik.Jika standar positif tidak menghasilkan
pita di 296 bp, halter sebut berarti reaksi PCR gagal. Di sisi lain, jika hasil dari control negative
menunjukkan pita di 296 bp, berarti telah terjadi kontaminasi (Hidayani et al., 2015).
5 PENUTUP
Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari praktikum ini adalah Analisis DNA adalah metode yang
digunakan untuk karakteristik sifat genetik pada level molekur yang secara langsung
mencerminkan sifat genotip yang dimiliki oleh organisme tertentu dengan metode pengampilan
DNA dari sampel yang berinti di seluruh tubuh. Pengambilan ini dilakukan di dalam tubuh
organisme sampel/target melalui tahapan isolasi DNA, PCR, elektroforeisis. Isolasi DNA adalah
memisahkan DNA dari molekul-molekul lain yang merupakan suatu proses sintesis enzimatik
untuk mengamplifikasi nukleotida secara in vitro. Metode PCR dapat meningkatkan jumlah
urutan DNA ribuan bahkan jutaan kali dari jumlah semula, sekitar 106-107 kali. Elektroforesis
merupakan proses bergeraknya molekul bermuatan pada suatu medan listrik. Kecepatan molekul
yang bergerak pada medan listrik tergantung pada muatan, bentuk dan ukuran. Dengan demikian
elektroforesis dapat digunakan untuk separasi makromolekul (seperti protein dan asam nukleat).
White spot syndrome (WSS) adalah sebuah penyakit udang yang secara signifikan menyebabkan
tingginya mortalitas udang dan kerusakan parah pada budidaya udang. Penyakit ini disebabkan
oleh virus yang disebut white spot syndrome virus (WSSV).

Saran
Semoga kedepannya praktikum ini memiliki labolatorium khusus sehingga dapat
memudahkan bagi praktikum maupun asisten. Selain itu, sebaiknya labolatorium dilengkapi
dengan perlengkapan yang memadai agar praktikum dapat berjalan dengan lancer dan untuk
asisten, harap memberikan informasi lebih detail lagi menyangkut praktikum dan penulisan
laporan unuk memudahkan praktikum.
DAFTAR PUSTAKA
Amrillah AM, Sri W, Yuni K. 2015. Dampak stres salinitas terhadap prevalensi white spot
syndrome virus (WSSV) dan survival rate pada udang vannamei (Litopenaeus vannamei)
pada kondisi terkontrol. Research Journal Of Life Science. Malang (ID) : Universitas
Sriwijaya. 2(1):110-123.
Elza IA, Solachuddin JAI. 1998. PCR (polymerase chain reaction) : teknik dan aplikasinya di
bidang kedokteran gigi. JKG. Depok (ID) : Universitas Indonesia. 5(1):43-46.
Furqoni AH, Ahmad Y, Puspa W. 2017. Pengaruh rendaman air terhadap kualitas DNA pada
sperma dengan STR-CODIS D13S317 dan D21S1. Jurnal Biosains Pascasarjana. Malang
(ID) : Universitas Sriwijaya. 19(1).
Fatchiyah, Sri W, Estri LA, Sofia P. 2012. Buku praktikum teknik analisis biologi molekuler.
Malang (ID) : Universitas Sriwijaya.
Hidayani AA, Asmi CM, Bunga RT, Achmad FF. 2015. Deteksi distribusi white spot syndrome
virus pada berbagai organ udang vaname (Litopenaeus vannamei). Jurnal Ilmu Kelautan
dan Perikanan. Gorontalo (ID) : Univesitas Negeri Gorontalo. 25(1):1-6.
Izzah AN. 2014. Perbandingan antara metode SYBR green dan metode hidrolysis probe dalam
analisis DNA gelatin sapi dan DNA gelatin babi dengan menggunakan real time PCR.
Jakarta (ID) : UIN Syarif Hidayatullah.
Muliani, Bunga RT, Muharijadi A. 2007. Penyebaran dan prevalensi white spot syndrome virus
(WSSV) pada budidaya udang windu (Penaeus monodon). Jurnal Ris. Yogyakarta (ID) :
Universitas Atma Jaya. 2(2):231-241.
Nugrogo ED, Dwi AR. 2016. Penuntun praktikum bioteknologi. Bandung (ID) : Universitas
Padjajaran.
Nugrogo ED, Dwi AR. 2017. Pengantar bioteknologi (teori dan aplikasi). Bogor (ID) : Institut
Pertanian Bogor.
Nusantari E. 2013. Jenis miskonsepsi genetika yang ditemukan pada buku ajar di sekolah
menengah atas. Jurnal Pendidikan Sains. Malang (ID) : Universitas Sriwijaya. 1(1):52-64.
Relatami AR. 2017. Visualisasi sampel positif dan standar infeksi white spot syndrome virus
(WSSV). (Dokumentasi Pribadi). Makassar (ID) : Universitas Hasanuddin.

Anda mungkin juga menyukai