Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

SPONDILITIS TUBERCULOSA

1. Definisi
Spondilitis Tuberculosa yaitu infeksi kronis yang berupa infeksi
granulomatosis yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosa
yang menyerang vertebra. Spondylitis TB disebut juga Penyakit Pott bila
disertai paraplegi atau deficit neurologis. Spondylitis ini pasling sering
ditemukan pada vertebra T8 sampi L3 dan paling jarang pada C2. Spondylitis
Tb biasanya mengenai korpus vertebra, sehingga jarang mengenai arkus
vertebra.

2. Etiologi
Spondilitis TB merupakan infeksi sekunder dari tuberculosis ditempat lain
ditubuh. Penyebabnya yaitu bakteri berbentuk batang atau basil yang
mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh
karena itu disebut sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman TB cepat mati
dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam
ditempatyang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh, kuman ini dapat
dorma atau tertidur lama selama beberapa tahun.

3. Manifestasi Klinis
a) Badan lemah / lesu
b) Nafsu makan menurun
c) BB menurun
d) Suhu tubuh sedikit meningkat (sub febris) terutama pada malam hari
e) Nyeri punggung
f) Nyeri radikuler yang mengelilingi dada atau perut
g) Deformitas tulang belakang
h) Adanya spasme otot paravertebralis
i) Gangguan motoric
4. Stadium Penyakit
a) Stadium implantasi
Setelah bakteri berada pada tulang, maka bila daya tahan tubuh penderita
turun maka bakteri akan berduplikasi membentuk koloni yang
berlangsung selama 6-8 minggu. Keadaany ini umumnya terjadi pada
daerah paradiskus dan pada anak -anak umumya pada daerah sentral
vertebra.
b) Stadium destruksi awal
Setelah stadium implantasi selanjutnya terjadi desktruksi kopus vertebra
serta penyempitan yang ringan pada diskus. Proses ini berlangsung
selama 3-6 minggu.
c) Stadium destruksi lanjut
Pada stadium ini terjadi destruksi yang massif. Kolaps vertebra dan
terbentuk massa kaseosa serta pus yang berbentuk cold abses (abses
dingin) yang terjadi 2-3 bulan setelah stadium destruksi awal. Selanjutnya
dapat terbentuk sekuenstrum serta kerusakan diskus invertebralis. Pada
saat ini trebentuk tulang baji terutama disebelah depan akibat kerusakan
korpus vertebra yang menyebabkan terjadinya kifosis atau gibbus.
d) Stadium gangguan neurologis
Ganggaun neurologis tidak berkaitan dengan beratnya kifosis yang
terjadi, terutama ditentukan oleh tekanan abses ke kanalis spinalis.
Gangguan ini ditemukan 10% dari seluruh komplikasi spondylitis TB.
Vertebra torakalis mempunyai mampunyai kanalis spinalis yang lebih
kecil sehingga gangguan neurologis lebih mudah terjadi pada daerah ini.
Bila terjadi gangguan neorologis maka perlu dicatat derajat kerusakan
paraplegia, yaitu :
1) Derajat 1
Kelemahan pada anggota gerak bawah terjadi setelah melakukan
aktifitas atauu setelah berjalan jauh. Pada tahap ini belum terjadi
gangguan saraf sensoris.

2) Derajat 2
Terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah tapi penderita
masih dapat melakukan pekerjaannya.
3) Derajat 3
Terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah yang membetasi
gerak / aktifitas penderita.
4) Derajat 4
Terjadi gangguan saraf sensoris dan motoris serta gangguan
defekasi dan miksi.
e) Stadium deformitas residual
Stadium ini terjadi kurang lebih 3-5 tahun setelah timbulnnya stadium
miplantasi. Kifosis atau gibbus akan bersifat permanen oleh karena
kerusakan vertebra yag massif disebelah depan.

5. Patofisiologi
Basil TB masuk kedalam tubuh kebanyakan melalui traktus respiratorius.
Pada saat etrjadi infeksi primer, karena keadaan umum yang buruk maka dapat
terjadi basilemia. Penyebaran etrjadi secara hematogen. Basil TB dapat
tersangkut di paru, hati, limpa, ginjal, dan tulang. Enam hingga delapan
minggu kemudian respon tubuh imunologis timbul dan fokus tasi dapat
mengalami reaksi selular yang kemudian menjadi tidak aktif atau mungkin
sembuh sempurna. Vertebra merupakan tempat yang sering terjangkit
tuberkulosis tulang. Penyakit ini paling sering menyerang korpus vertebra.
Penyakit ini pada umumnya menyerang lebih dari satu vertebra. Infeksi
berawal dari bagian sentral, bagian depan, atau daerah apifisial korpus
vertebra. Kemudian terjadi hiperemi dan eksudasi yang menyebabkan
osteoporosis dan perlunakan korpus. Selanjutnya terjadi kerusakan pada
korteks epifise, discus intervertebralis dan vertebra sekitarnya. Kerusakan
pada bagian depan korpus ini akan menyebabkan terjadinya kifosis yang
dikenal sebagai gibbus. Berbeda dengan infeksi lain yang cenderung menetap
pada vertebra yang bersangkutan, tuberkulosis akan terus mengahncurkan
vertebra didekatnya.
Kemudiann eksudat menyebar ke depan, dibawah ligamentum longitudinal
anterior dan mendesak aliran darah vertebra didekatnya. Eksudat ini dapat
menembus ligamentum dan dapat berekspansi ke berbagai arah disepanjang
garis ligamnet yang lemah. Pada daerah servical, eksudat terkumpul
dibelakang fascia paravertebralis dan menyebar lateral dibelakang mukulus
sklernokleidomastioideus. Eksudat dapat mengalami protrusi kedepan dan
menonjol kedalam faring yang dikenal sebagai abses faringeal. Abses dapat
berjalan ke mediastinum mengisi tempat trakea, esophagus, atau kavum
pleura. Abses pada vertebra torakalis akan tetap tinggal pada daerah toraks
setempat menempati daerah paravertebral, berbentuk massa yang menonjol
fusiform. Abses pada serah ini dapat menekan medulla spinalis sehingga
timbul paraplegia. Abses pada daerah lumbal dapat menyebar masuk
mengikuti muskulus psoas dan muncul dibawah ligamentum inguinal pada
bagian medial paha. Eksudat juga dapat menyebar kedaerah krista iliaka dan
mungkin dapat mengikuti pembuluh darah femoralis pada trigonum skarpei
atau regio glutea.
6. Pathway
7. Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan Laboratorium
 Peningkatan LED dan mungkin disertai leukositosis
 Uji Mantoux : hasil positif TB
 Pada pemeriksaan biakan kuma mungkin ditemukan Mycobacterium
 Biopsy jringan granulasi atau kelenjar limbfe regional
 Pemeriksaan hispatologi ditemukan tuberkel. Pemeriksaan foto
toraks untuk melihat adanya tberkulosis paru
 Phungsi lumbal akan didapati tekanan cairan serebrospinalis rendah
b) Pemeriksaan Radiologi
 Foto polos vertebra ditemukan osteoporosis, osteolitil, dan destruksi
korpus vertebra disertai penyempitan diskus intervertebralis yang
berada diantara korpus tersebutdan mungkin dapat ditemukan
adanya abses paravertebral.
 Pemeriksan mielografi dilakukan bila terdapat tanda-tanda
penekanan pada sumsum tulang
 CT Scan
Dapat memberikan gambaran tulang secara lebih detail dari lesi
irregular, sclerosis, kolaps diskus.

8. Penatalaksanaan
a) Head education :
- Memberikan masker untuk mencegah terjadinya penularan
- Memberikan kebutuhan yang sesuai kebutuhan
- Menganjurkan untuk meminum rutin obat anti TB
b) Terapi konservatif, berupa :
 Tirah baring (bedrest)
 Memberi korset yang mencegah pergerakan vertebra/ membatasi
pergerakan vertebra
 Memperbaiki keadaan umum penderita
 Pengobatan antituboerculosa ( rifampicin, pyrazinamid, isoniazid)
c) Terapi operatif
Indikasi opersi yaitu bila ada :
 Bila dengan terapi konservatif tidak ada perbaikan paraplegia atau
malah semakin berat. Biasanya 3 minggu sebelum tindakan operasi
dilakukan, setiap spondiliris TB diberikan obat tuberculotic.
 Adanya abses yang besar sehingga diperlukan darinase abses secara
terbuka dan sekaligus debridemen serta bone graft
 Pada pemeriksaan foto polos, mielografi, ataupun CT Scan
ditemukan adanya penekanan langsung pada medulla spinalis.
9. Komplikasi
a) Pott’s Paraplegia, dimana ekstremitas bawah mengalami kelumpuhan
karena tekanan ekstradural oleh pus maupun sequeter, atau invasi
jaringan granulasi pada medula spinalis bila pada stadium awal. Dan
pada stadium lanjut terjadi karena terbentuknya fibrosis dari jaringan
granulasi atau perlekatan tulang diatas kanalis spinalis.
b) Empisema tuberkulosis, yang disebabkan oleh rupturnya abses
paravertebra torakal ke dalam pleura
c) Cold abses, yang disebabkan oleh pus pada vertebra lumbal yang turun
ke otot iliopsoas membentuk psoas abses
DAFTAR PUSTAKA

Asnawi C. Margono.1996.Neuropati Kapita Selekta Edisi TI.Yogyakarta :


Gadjah Mada University Press
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta :
EGC
Harsono. 2003. Spondilitis Tuberkulosa dalam Kapita Selekta Neurologi. Ed.
II. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Howard, L. Werner, Lowrence P. Levitt. 2001. Buku Saku Neurologi, Edisi ke
. Jakarta : EGC
Mardjono M, Sidharta P. 2003. Neurologi Klinis Dasar, Edisi IX. Jakarta :
Dian Rakyat
Rasjad C. 2003. Spondilitis Tuberkulosa dalam Pengantar Ilmu Bedah
Ortopedi. Ed.II. Makassar: Bintang Lamumpatue.
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI
PADA PASIEN DENGAN SPONDILITIS TUBERCULOSA

1) Pengkajian
a) Identitas
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, pekerjaan, status perkawinan,
agama, suku bangsa, Pendidikan terakhir, alamat, tanggal pengkajian,
tanggal MRS, diagnosa medis
b) Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan utama pasien dengan spondilitis TB yaitu nyeri punggung
bagian bawah sehingga mendorong pasien berobat ke rumah sakit. Pada
awal dapat dijumpai nyeri radikuler yang mengelilingi dada atau perut.
Nyeri dirasakan meningkat pada malam hari dan bertambah berat
terutama saat pergerakan pada tulang belakang. Selain keluhan utama
tersebut klien juga bis amengeluh nafsu makan menurun, badan terasa
lemah, suhu tubuh sedikit panas, keringat dingin, dan terjadi penurunan
BB.
c) Riwayat kesehatan dahulu
Terajadinya spondylitis TB biasanya didahului dengan adanya riwayat
pernah menderita penyakit Tb paru.
d) Riwayat kesehatan keluarga
Pada klein dengan spondylitis TB penyebab timbulnya yaitu klien
pernah atau masih kontak dengan penderita lain yang menderita penyakit
TB pada keluarga maupun disekitarnya.
e) Riwayat psikososial
Klien akan cemas terhadap penyakit yang diderita sehingga klien akan
sedih, dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya, pengobatan
dan perawatan terhadapnya maka pendertia akan merasa takut dan
bertambah cemas sehingga emosinya akan tidak stabil dan
mempengaruhi sosialisasi penderita dengan linkungannya.

f) Pola fungsi kesehatan


1) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Adanay tindakan medis dan perawatan di RS mempengaruhi
persepsi klien tentang kebiasaan merawat diri, yang dikarenakan
tidak semua klien mengerti benar perjalanan penyakitnya. Sehingga
menimbulkan salah persepsi dalam pemeliharaan kesehatan. Dan
juga kemungkinan terdapatnya riwayat tentang keadaan perumahan,
gizi dan tingkat ekonomi klien akan mempengaruhi kesehatan klien
2) Pola nutrisi dan metabolisme
Akibat dari proses penyakit klien merasakan tubuhnya menjasi
lemah. Sedangkan kebutuhan metabolisme tubuh semakin
meningkat sehingga klien akan mengalami gangguan pada status
nutrisinya.
3) Pola eliminasi
Kelien akan mengalami perubahan dalam cara eliminasi yang
semula bisa ke kamar mandi, karena lemah, nyeri punggung dan
karena ada penatalaksanaan perawatan imobilisasi, sehingga jika
klien ingin BAB atau BAK harus diatas tempat tidur dengan alat
dan bantuan keluarga atau tenaga kesehatan. Dengan perubahan
tersbut klien tidak terbiasa dan akan terjadi gangguan eliminasi.
4) Pola aktifitas
Karena adanya kelemahan fisik , nyeri punggung dan karena ada
penatalaksanaan perawatan imobilisasi akan menyebabkan klien
membatasi aktifitas fisik dan berkurangnya kemampuan dalam
melaksanakan aktifitas fisik tersebut.
5) Pola tidur dan istirahat
Adanya nyeri pada punggung, dan perubahan lingkuangan atau
dampak hospitalisasi akan menyebabkan masalah dalam pemenuhan
kebutuahn tidur dan istirahat.

6) Pola hubungan dan peran


Sejak sakit dan masuk RS klien mengalami perubahan peran atau
tidak mampu menjalankan perannya sebagaimana msetinya, baik
dalam keluarga maupun masyarakat. Hal tersebut berdampak
terganggunya hubungan interpersonal.
7) Pola persepsi dan konsep diri
Klien dengan spondylitis TB seringkali emrasa malu terhadap
bentuk tubuhnya dan terkadang sampai mengisolasi dirinya
8) Pola sensori dan kognitif
Fungsi indra klien tidak mengalamii ganguuan kecuali bila terjadi
komplikasi paraplegi.
9) Pola reproduksi seksual
Kebutuhan klien dalam hal melakukan hubungan seksual akan
terganggu bila klien dirawat di RS, namun dalam hal curahan kasih
saying dan perhatian dari pasangan hidupnya dalam hal merawat
sehari – hari tidak akan terganggu.
10) Pola penanggulangan stress
Klien yang kurang memahami kondisinya kan mengalami stress.
Dan klien akan lebih bnayak bertanya tentang penyakitnya untuk
mengurangi stressnya.
11) Pola nilai dan kepercayaan
Klien yang sebelum sakit rajin melakukan ibadah, maka saat sakit di
ajuga akan giat beribadah sesuai dengan kemampuannya. Karena
dengan beribadah mereka akan merasa lebih tenang dan juga dapat
mengurangi stress yang dialaminya.
g) Pemeriksaan Fisik
1) B1 (Breathing)
Terkadang didapatkan adanya bakteri tuberculosa pada paru-paru
2) B2 (Blood)
Terkadang didapatkan adanya bakteri tuberculosa pada aliran
darah
3) B3 (Brain)
Pasien tmapak lemah, terjadi peningkatan suhu tubuh (sub febris)
4) B4 (Bowel)
Terdapat penurunana nafsu makan sampai penurunan BB
5) B5 (Bladder)
Biasanya terjadi gangguan eliminasi karena klien harus bedrest
6) B6 (Bone)
Nyeri pada tulang belakang, deformitas tulang belakang dan
tampak kifosi, terdapat spasme otot paravertebralis

2) Diagnosis Keperawatan
1) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
muskoloskeletal
2) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan fungsi tubuh
3) Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi

3) Intervensi
1) Gangguan mobilitas fisik
Tujuan : klien dapat melakukan mobilisasi secara optimal
Kriteria Hasil :
 Klien dapat ikut serta dalam program latihan
 Mencari bantuan sesuai kebutuhan
 Mempertahankan koordinasi dan mobilitas sesuai tingkat optimal
Intervensi :
a) Kaji mobilitas yang ada dan observasi terhadap peningkatan
kerusakan
b) Bantu klien melakukan latihan ROM, perawatan diri sesuai
toleransi
c) Memelihara bentuk spinal yaitu dengan cara memberika tempat
tidur dengan alas kayu atau kasur busa yang keras yang tidak
menimbulkan lekukan saat klien tidur
d) Mempertahankan postur tubuh yang baik dan latihan pernapasan
2) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan fungsi tubuh
Tujuan : klien dapat mengekspresikan perasaannya dan dapat
menggunakan koping yang adaptif
Kriteria Hasil :
Klien dapat mengungkapkan perasaan / perhatian dan menggunakan
keterampilan koping yang positif dalam mengatasi perubahan citra.
Intervensi :
a) Berikan kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan
perasaan. Perawat harus mendengarkan dengan penuh perhatian.
b) Bersama – sama klien mencari alternatif koping yang positif
c) Kembangkan komunikasi dan bina hubungan antara klien,
keluarga, dan teman
3) Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi
Tujuan : klien dan keluarga dapat memahami cara perawatan dirumah
Kriteria Hasil :
 Klien dapat memperagakan pemasangan dan perawatan brace /
korset
 Mengekspresikan pengertian tentang jadwal pengobatan
 Klien mengungkapkan pengertian tentang proses penyakit, rencana
pengobatan, dan gejala kemajuan penyakit.
Intervensi :
a) Diskusikan tentang pengobatan : nama, jadwal pengobatan, tujuan,
dosis, dan efek sampingnya
b) Peragakan pemasangan dan perawatan brace / korset
c) Perbanyak diet nutrisi dan masukan cairan yang adekuat
d) Tekankan pentingnya lingkungan yang aman untuk mencegah
fraktur
4) Implementasi
Merupakan tahap keempat dari proses keperawatan. Tahap ini dimulai
setelah rencana tindakan disusun untuk membantu klien mencapai tujuan
yang diharapkan yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan
penyakit, dan manifestasi koping.

5) Evaluasi
Merupakan tahap terakhir dalam proses keperawatan. Evaluasi merupakan
tindakan elektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan
seberapa jauh diagnose keperawatan, rencana tindakan, dan
penatalaksanaannya sudah berhasil dicapai. Hasil dari evaluasi dibagi
menjadi 3 yaitu masalah teratasi, masalah teratasi sebagian, dan masalah
belum teratasi.

Anda mungkin juga menyukai