Wawancara Puskesmas Sempaja
Wawancara Puskesmas Sempaja
Wawancara Puskesmas Sempaja
DOKTER Karena di puskesmas satu jalur, jadi untuk pemberian obat tetap
PENANGGUNGJAWAB apotek. Untuk yang lainnya, seperti biasa, pasien datang, daftar
PROGRAM (PEMEGANG ke poli sesuai usianya, kalau pasiennya datang kita timbang,
PROGRAM) tensi, lalu ditanya ada keluhan apa. Kalau tidak ada keluhan
bisa langsung ambil obat.
APOTEKER Asisten apoteker bisa juga, tenaga medis kefarmasian juga bisa
untuk memberikan ART. Jadi, untuk pemberian ART seperti
biasa dokter dari RSU AWS memberikan regimen ARV nya, di
sinikan hanya meneruskan pemberian ART nya saja. Jadi,
setelah pasien daftar balik ke polinya sesuai umur ada poli
umum, poli lansia, nanti dokter sama perawat yang di poli
timbang berat badan, berat badan sih yang biasanya dipantau,
terus kalau ada keluhan lain seperti batuk pilek keluhan,
keluhan seperti biasanya dan kalau ada keluhan akibat efek
samping obat, kan pasien sudah lama biasanya masih ada timbul
ruam-ruam nanti dokternya kasih obat sesuai dengan regimen
yang sebelumnya. Dokter resepkan obatnya ke apoteker,
apoteker yang memberikan ARTnya juga melakukan pencatatan
terus ditandatangani pasiennya.
3. Apakah pasien yang terdiagnosis HIV langsung dapat mengambil ART di Psukesmas?
PIMPINAN PUSKESMAS -
DOKTER Sampai sekarang belum bisa. Jadi yang punya kekuasaan untuk
PENANGGUNGJAWAB mendiagnosis dan melakukan inisiasi ART sampai saat ini
PROGRAM (PEMEGANG hanya rumah sakit. Jadi kalau di puskesmas didapatkan hasil tes
PROGRAM) HIVnya positif, maka akan dirujuk untuk dilakukan konfirmasi
tes dan dilakukan inisiasi di RS, kita tidak boleh inisiasi.
Sebenarnya kalau yg ditunjuk sebagai rumah sakit pengampu
ada 3, yaitu AWS, Dirgahayu dan Moeis, tapi sampai sekarang
pengampunya hanya AWS.
APOTEKER Tidak bisa, jadi misalnya pasien datang dengan IMS pasti
diperiksa HIVnya dan ternyata positif. Pasien ini dari sini
dirujuk ke RS AWS. Nanti di RS AWS diperiksa lagi,
keluhannya, laboratoriumnya seperti SGPT, SGOT, fungsi
ginjalnya dan lain-lain. Selanjutnya dokter di RS AWS sebelum
memberikan regimen ARTnya disuruh ke atas ke ruang VCT,
dari VCT akan memberikan informasi ke orangnya tentang
penyakit HIVnya, obatnya HIVnya yang harus dikonsumsi
seumur hidup. Jadi harus persetujuan pasiennya, kalau
pasiennya belum mau, belum bisa diberikan regimennya tapi
tetap difollow terus pasiennya. Setelah pasiennya setuju,
dokternya baru menentukan regimen obatnya. Regimen obat
setelah diambil bulan pertama di RS AWS, untuk bulan
berikutnya terserah pasiennya mau diambil di puskesmas mana,
atau di RS AWS
5. Apakah terdpat kendala dari internal puskesnas dakan pemberian ART pada pasien
HIV/AIDS?
PIMPINAN PUSKESMAS -
DOKTER Untuk kendala hingga saat ini tidak ada, kecuali kalau dari
PENANGGUNGJAWAB puskesmas telat mengambil dan pasiennya sudah datang ambil
PROGRAM (PEMEGANG obat, jadi ter-pending obatnya. Karena kita bukan pengadaan
PROGRAM) jadi tidak ada masalah yang berarti. Tiap akhir bulan kita ke RS,
bawa laporan pemakaian dari sini, biasanya dari RS langsung
me-nyetok. Yang jadi masalah tergantung ketersediaan obat,
misalnya pasien yang biasa pake triple yaitu 3 obat dalam satu
tablet, atau ada juga yang pencar atau pecahan. Jadi kalau yang
triple sudah ada isi lamivudine, tenofovir dan evafirens jadi
lebih memudahkan pasien untuk minum obat. Kalau pasien
sudah biasa pake triple tapi yang tersedia dari AWS itu yang
pecahan, pasiennya kadang complain, jadi kita sarankan untuk
langsung bertanya ke klinik VCT pengampu kita. Karena kita
taunya hanya menerima yang diberikan AWS, kalaupun telat ya
kadang kita yang telat mengambil karena sedang banyak
laporan di puskesmas, atau kadang saat kita kesana memang
belum ada stok. Kalau untuk tenaga kesehatan yang di
puskesma tidak ada kendala, mereka semua sudah paham dan
kita pahamkan mengenai pelayanan ART.
APOTEKER Kalau di internal puskesmas untuk sekarang tidak ada. Kalau
dulu saja yang sempat ada kendala, kendalanya kenap pasien
HIV juga harus ikut ngantri juga seperti pasien baisa untuk
mengambil ARTnya, kan mereka mau dianggap normal juga,
tapi setelah itu yang kembali lagi seperti biasa. Mereka maunya
ambil obatnya tidak perlu ngantri buat ambil ARTnya. Kalau
dari ketersediaan obatnya, mau tidak mau pasti harus ada,
misalnya triple FDC ni tidak ada ya kembali ke obat pecahan.
Kalau untuk pengadaan obatnya sesuai jumlah pasiennya.
6. Apakah terdapat kendala dari eksternal puskesmas dakan pemberian ART pada pasien
HIV/AIDS?
PIMPINAN PUSKESMAS -
DOKTER Salah satu cara kita untuk me-reduce stigma ini adalah
PENANGGUNGJAWAB pasiennya kita perlakukan seperti biasa saja, tidak kita
PROGRAM (PEMEGANG ekslusifkan. Kecuali kalau pasien pertama kali datang, misalnya
PROGRAM) mau konseling dan pertanyaannya ada beberapa yang sensitive
sehingga tidak mungkin kita lakukan di ruang pelayanan biasa.
Kita punya ruang konseling khusus pasien dengan VCT
sekaligus pasien IMS kalau pemeriksaan swab, jadi untuk
pemeriksaan duh tubuh kita sudah lengkapin (alatnya). Tapi
kalau dia sudah reaktif dan sudah pengobatan, jalurnya sama
seperti pasien lain, jadi dibiasakan biar pasien nyaman dan tidak
ada perbedaan perlakuan. Karena kalau dari kami, bila ada
ekslusifitas nanti jadi pertanyaan dari pasien lain, ini pasien apa
kenapa ada ekslusifitas. Penempatan obat pun kita jadikan satu
di apotek jdi tidak ada pemisahan.
APOTEKER Untuk eksternal sekarang tidak ada kendala.
9. Kapan biasanya pasien mengambil ARV dan satu kali pengambilan obat untuk pmakaian
berapa lama?
PIMPINAN PUSKESMAS -
DOKTER Pasien mengambil obat sebulan sekali, biasanya kita suruh
PENANGGUNGJAWAB ambil obat 2 hari sebelum obatnya habis. Obat untuk 30 hari.
PROGRAM (PEMEGANG
PROGRAM)
APOTEKER Ya sesuai jam pelayanan, tidak ada waktu khusus.