Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Letak geografis Negara Republik Indonesia yang dilalui oleh dua lempeng benua yaitu
lempeng Eurasian dan lempeng Indo-Australia, sehingga dapat dikatakan negara Republik
Indonesia berada di wilayah rawan bencana alam. Jika aliran konveksi panas pada mantel bumi
meningkat, maka lempang bumi akan bergerak. Pergerakan dua lempang tersebut dapat saling
bertumbukan atau saling menjauhi. Akibat pergeseran tersebut dapat menyebabkan terjadinya
bencana alam gempabumi yang dapat menimbulkan banyak korban jiwa (BNPB, 2014).
Bencana adalah rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan
masyarakat baik yang disebabkan oleh faktor alam atau non alam maupun faktor manusia
sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda
dan dampak psikologis (Undang-Undang No. 24 Tahun 2007). Salah satu bencana yang
mengancam kehidupan adalah gempa bumi. Gempa bumi adalah getaran atau guncangan yang
terjadi di permukaan bumi yang disebabkan oleh tumbukan antar lempeng bumi, patahan aktif,
akitivitas gunung api atau runtuhan batuan (Bakornas PB, 2007).
Data Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), selama Januari hingga
Agustus 2016, rata-rata terjadi 379 gempa bumi dengan rentang 3 skala richter hingga 9,5 skala
richter setiap bulannya.Gempa bumi tektonik yang berpusat di bawah laut merupakan salah
satu penyebab terjadinya tsunami (BMKG, 2012). Tsunami adalah serangkaian gelombang
ombak laut raksasa yang timbul karena adanya pergesaran di dasar laut akibat gempa bumi
(Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007). Selama 2004 hingga 2010 terjadi sebanyak lima
tsunami diantaranya di Aceh (Desember 2004), Nias (2005), Jawa Barat (2006), Bengkulu
(2007), dan Mentawai (2010) (Katalog Tsunami-BMKG, 2010 dalam BMKG, 2012).
Tingginya frekuensi gempa bumi yang terjadi di Indonesia, menyebabkan masyarakat di
Indonesia sangat rentan terdampak gempa bumi dan tsunami. Selain karena faktor geografis,
kondisi demografis, sosial dan ekonomi di Indonesia turut berkontribusi pada tingginya tingkat
kerentanan masyarakat dalam menangani bencana (Ariantoni, Paresti, Hidayati, 2009).
Bali sebagai salah satu provinsi di Indonesia, juga sering mengalami gempa. Selama
Desember 2013 hingga Desember 2016, terjadi 40 gempa bumi dengan rentang kekuatan 3 SR
sampai 4,9 SR, (InaTEWS-BMKG, 2016). Dalam kurun waktu tiga tahun tersebut,Buleleng
mengalami 12kali gempa bumi, disusul Karangasem sebanyak sembilan kali gempa bumi,
Tabanan mengalami lima kali gempa bumi, Jembrana mengalami empat kali gempa bumi,
Denpasar mengalami dua kali gempa bumi sedangkan Gianyar, Bangli dan Badung masing-
masing mengalami satu kali gempa bumi, (InaTEWS-BMKG, 2016). Klungkung sebagai salah
satu kabupaten di Bali, merupakan salah satu daerah yang berpotensi tinggi mengalami
kejadian gempa bumi, (Bappeda Bali dan PPLH UNUD, 2006). Selain itu, Klungkung
merupakan peringkat ke-10 daerah rawan gempa dan tsunami di Indonesia dan peringkat
pertama di Bali pada tahun 2011, (Kurniawan, dkk., 2011). Kabupaten Klungkung mengalami
lima gempa bumi dengan rentang kekuatan 3 SR sampai 3,8 SR selama Desember 2013 hingga
Desember 2016 dan tigagempa bumi tersebut berpusat di tengah laut, (BMKG, 2016). Pesisir
pantai Kabupaten Klungkung khususnya di Kecamatan Dawan merupakan wilayah yang
berpotensi tinggi terkena dampak kejadian tsunami yang melanda daerah tersebut, (GITEWS,
2010; Bappeda Bali dan PPLH UNUD, 2006).Klungkung berpotensi tinggi mengalami gempa
bumi dan tsunami sehingga diperlukan suatu kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana.
Bencana yang terbaru terjadi yaitu erupsi gunung agung. Adanya peningkatan aktivitas
vulkanik dari kegempaan yang terus meningkat maka status Gunung Agung di Kabupaten
Karangasem Provinsi Bali dinaikkan dari Siaga (Level 3) menjadi Awas (Level 4) oleh
PVMBG Badan Geologi. Level Awas adalah level tertinggi dalam status gunungapi. Ratusan
gempa vukanik baik dangkal maupun dalam terjadi (BNPB, 2017).
Kesiapsiagaan terhadap bencana harus diimplementasikan di setiap sektor yang ada mulai
dari sektor rumah tangga, sektor pariwisata, hingga sektor pendidikan. Sektor pendidikan
merupakan salah satu media yang tepat untuk membangun budaya kesiapsiagaan dalam
menghadapi bencana, (Konsorsium Pendidikan Bencana, 2011). Upaya yang dilakukan oleh
pemerintah yaitu dengan dikeluarkannya Undang-Undang Penanggulangan Bencana Nomor
24 Tahun 2007 mengenai penanggulanan bencana yang menjadi tonggak sejarah dalam upaya
penanggulangan bencana di Indonesia. Sebagai implementasi terhadap Undang-Undang
tersebut, pemerintah membentuk Badan Nasional Penanggulanan Bencana (BNPB) melalui
Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008 dan diikuti dengan pembentukan Badan
Penanggulanan Bencana Daerah di setiap provinsi dan kabupaten di Indonesia.Pemerintah juga
melakukan pendidikan dan pelatihan yang ditujukan untuk meningkatkan kesadaran,
kepedulian, kemampuan, dan kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana yang
tertuang dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008.
Kementerian Pendidikan Nasional Republik Indonesia juga memberikan edaran kepada
gubernur, bupati dan walikota se-Indonesia perihal pengarusutamaan pengurangan risiko
bencana di sekolah yang tertuang dalam surat edaran No. 70a/MPN/SE/2010. Untuk
mendukung pelaksanaan Sekolah/Madrasah Aman Bencana (SMAB), secara khusus telah
diterbitkan Peraturan Kepala BNPB Nomor 4 Tahun 2012 tentang Pembangunan Sekolah dan
Madrasah Aman Bencana. Hingga November 2016, Bali memiliki empat sekolah siaga
bencana diantaranya SMPN 6 Negara, SMPN 2 Blahbatuh, SMPN 3 Bangli dan SMPN 2
Tabanan, (BPBD Provinsi Bali, 2016).
Penelitian Adiyoso dan Hidehiko (2013) menyebutkan bahwa penerapan kurikulum
berbasis bencana dapat meningkatkan sikap kesiapsiagaan siswa. Chairummi (2013)
menyebutkan bahwa tingkat pengetahuan siswa SD mempunyai pengaruh terhadap tingkat
kesiapsiagaan dalam menghadapi gempa bumi.
Penelitian Cindrawaty & Purborini (2015) menyatakan bahwa tingkat kesiapsiagaan siswa
terhadap bahaya lahar dingin di daerah Magelang masih sangat kurang meskipun sudah
diadakannya kampanye “1 juta sekolah dan rumah sakit aman” di daerah tersebut. Dalam
penelitian Chairummi. (2013) menyebutkan bahwa tingkat pengetahuan siswa SD mempunyai
pengaruh terhadap tingkat kesiapsiagaan dalam menghadapi gempa bumi.

B. Rumusan Masalah
Sesuai dengan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut: “Bagaimana efektifitas pengembangan kesiapsiagaan bencana dengan bermain
di Desa Pejeng Kangin Kecamatan Tampaksiring, Gianyar?”

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Memberikan pelayanan kesehatan berupa penyuluhan kesiapsiagaan bencana berbasis
keluarga dan simulasi kesiapsiagaan bencana kepada anak sekolah dasar dengan metoda
bermain di Desa Pejeng Kangin, Kecamatan Tampak Siring, Gianyar
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi pengetahuan kesiapsiagaan bencana kepada keluarga dan anak sekolah
dasar di Desa Pejeng Kangin, Kecamatan Tampak Siring, Gianyar
b. Menilai peningkatan pengetahuan kesiapsiagaan bencana kepada keluarga dan anak
sekolah dasar di Desa Pejeng Kangin, Kecamatan Tampak Siring, Gianyar
c. Melakukan penyuluhan berbasis keluarga mengenai bencana di Desa Pejeng Kangin,
Kecamatan Tampak Siring, Gianyar
d. Mensimulasikan kesiapsiagaan bencana kepada anak sekolah dasar dengan metoda
bermain di Desa Pejeng Kangin, Kecamatan Tampak Siring, Gianyar
D. Manfaat
Hasil kegiatan ini diharapkan dapat membantu masyarakat khususnya keluarga dan
siswa SD dalam menghadapi bencana. Juga diharapkan menjadi sumber atau awal
terbentuknya kesiapsiagaan keluarga dan sekolah dasar dalam menghadapi bencana.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Kesiapsiagaan Bencana di Keluarga
Kesiapan dan ketrampilan masyarakat, khususnya keluarga adalah kunci utama
keselamatan dalam menghadapi kedaruratan bencana. Gempa bumi tidak membunuh manusia,
namun justru struktur bangunan dan terbatasnya pemahaman karakteristik bencana di
lingkungan masing-masing yang dapat mengancam keselamatan manusia (BNPB, 2018)

Diri kita, keluarga dan komunitas merupakan elemen terdepan dalam menghadapi
bencana. Kesiapsiagaan yang melekat pada elemen tersebut menjadi pondasi ketangguhan
negara terhadap bencana. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menilai bahwa
kesiapsiagaan diri (individu) dan keluarga menjadi begitu penting. Individu sebagai bagian dari
keluarga diharapkan memiliki rencana kesiapsiagaan bencana. Sehubungan dengan rencana
tersebut, kesepakatan pada saat prabencana perlu dibuat bersama oleh seluruh anggota keluarga
agar mereka lebih siap menghadapi situasi ketika darurat bencana (BNPB, 2018)

Pada situasi darurat diperlukan pengambilan keputusan yang cepat dan tepat untuk
mengurangi risiko. Seluruh anggota keluarga harus membuat kesepakatan bersama agar lebih
siap menghadapi situasi darurat bencana. Rencana kesiapsiagaan keluarga (family
preparedness plan) harus disusun dan dikomunikasikan dengan anggota keluarga di rumah,
kerabat yang ada dalam daftar kontak darurat, serta mempertimbangkan sistem yang diterapkan
lingkungan sekitar dan pihak berwenang.

B. Parameter Kesiapsiagaan Bencana di Keluarga


1. Peringatan Dini
Tanda peringatan dini dapat dikenali seluruh anggota keluarga termasuk kelompok
rentan dan penyandang disabilitas baik saat di dalam dan di luar rumah.
2. Rencana kesiapsiagaan keluarga (Family Preparedness Plan)
a. Rencana kesiapsiagaan telah disusun untuk seluruh anggota keluarga termasuk kelompok
rentan dan penyandang disabilitas.
b. Setiap anggota keluarga memiliki nomor-nomor kontak anggota keluarga yang lain dan
dapat dihubungi saat keadaan darurat.
3. Jalur Evakuasi
Jalur evakuasi telah ditentukan untuk seluruh anggota keluarga termasuk kelompok rentan
dan penyandang disabilitas.b. Jalur evakuasi terbebas dari segala sesuatu yang bisa menjadi
penghalang saat digunakan.c. Jalur evakuasi telah dilengkapi dengan rambu-rambu yang dapat
diketahui oleh seluruh anggota keluarga termasuk kelompok rentan dan penyandang
disabilitas.
4. Evakuasi Mandiri
Setiap anggota keluarga termasuk kelompok rentan dan penyandang disa-bilitas telah
memahami teknik perlindungan diri dan evakuasi.
5. Titik Kumpul
a. Titik kumpul telah ditentukan lokasinya.
b. Titik kumpul terbebas dari segala sesuatu yang bisa menjadi penghalang saat digunakan.
c. Titik kumpul telah dilengkapi dengan rambu-rambu.
d. Anggota keluarga memahami perannya saat berada di titik kumpul.

C. Tindakan Keluarga Pada Gempa Bumi


1. Sebelum Terjadi Gempa Bumi
a. Persiapan di Dalam Rumah
1) Kenali tempat yang aman di dalam rumah jika terjadi gempa (di kolong meja yang kuat,
pilar bangunan, atau furniture yang kuat lainnya).
2) Perhatikan kondisi rumah :
a) Penataan barang pecah belah dan yang berat harus diletakkan di tempat penyimpanan
bagian bawah
b) Perkuat lemari dan perabot yang berisiko roboh dikaitkan ke dinding menggunakan
pengait
c) Periksa dan perbaiki jika terdapat atap atau dinding yang rusak/ retak
d) Periksa perabot lain (lampu gantung, kipas angin, pigura, dll) yang berkemungkinan
menjatuhi saat terjadi gempabumi.
e) Pastikan gas, instalasi listrik aman
3) Tentukan peran dan tugas setiap anggota keluarga (misalnya saat gempabumi apa peran
ayah, ibu, anak, dan asisten rumah tangga)
4) Siapkan tas siaga bencana (untuk kelangsungan hidup darurat di 3 x 24 jam pertama)
termasuk dokumen dan nomor telepon penting yang diletakan di tempat yang aman,
mudah dijangkau, terlihat dan dekat akses keluar rumah.
5) Pastikan jalur evakuasi keluar rumah dalam keadaan kosong, tidak ada yang
menghambat (meja, kursi, lemari, dll).
6) Pastikan anggota keluarga mengetahui dan memahami cara berlindung saat terjadi gempa
bumi dengan melindungi kepala, masuk ke kolong meja/ tempat tidur yang kuat, dan
berpegangan pada kaki meja atau ditempat yang aman (drop, cover and hold on)
7) Pastikan anggota keluarga memahami dan melaksanakan rencana kesiapsiagaan keluarga
ketika terjadi bencana gempabumi (melindungi diri, menuju titik kumpul melalui jalur
evakuasi yang disepakati)
8) Memperhatikan anggota keluarga yang sakit dan berkebutuhan khusus.
9) Membuat peringatan dini sederhana yang dapat menimbulkan bunyi ketika gempabumi
sedang terjadi, seperti kelereng yang dimasukkan dalam kaleng bekas yang diletakkan di
atas lemari.
10) Dapatkan informasi gempabumi dari BMKG melalui TV Nasional/ radio / aplikasi
infoBMKG / pengumuman di sekitar anda.

b. Persiapan di Lingkungan
1) Menyelaraskan rencana kedaruratan keluarga kita dengan tetangga, lingkungan RT,RW
dan Kelurahan (sistem peringatan dini, jalur evakuasi, titik kumpul, serta bantuan
kedaruratan).
a) Sepakati sarana dan bunyinya sebagai tanda terjadi gempabumi di lingkungan tempat
tinggal kita, contoh kentongan.
b) Sepakati jalur evakuasi dan lengkapi dengan rambu-rambu evakuasi.
c) Sepakati titik kumpul yang aman, yang berada di tempat terbuka yang jauh dari
bangunan tinggi, tiang listrik, tiang telepon, papan reklame, serta relatif mudah diakses
untuk keperluan pertolongan kedaruratan.
2) Mengadakan pelatihan dan simulasi perlindungan diri serta evakuasi menghadapi
gempabumi yang diikuti seluruh anggota keluarga lingkungan tempat tinggal kita

2. Saat Terjadi Gempa Bumi


a. Saat Terjadi Gempa Bumi di Dalam Ruangan
1) Jangan panik
2) Jangan berlari ke luar ruangan
3) Merunduk (drop)
4) Lindungi kepala (cover)
5) Berbegangan (hold on)
6) Jauhi kaca jendela, barang pecah belah dan benda-benda yg berisiko menimpa kita.
7) Jika sedang memasak segera matikan kompor. Matikan semua peralatan yang
menggunakan listrik untuk mencegah terjadinya kebakaran.Jika berada di tempat tidur
lindungi kepala dengan bantal bila memungkinkan segera bergerak menuju ke kolong
dan berpegangan pada salah satu kaki tempat tidur tersebut.
8) Jika sedang memasak segera matikan kompor.
9) Matikan semua peralatan yang menggunakan listrik untuk mencegah terjadinya
kebakaran
10) Bila tidak ada perlindungan sama sekali, cari sisi terdekat yang aman dengan merapat ke
tiang utama bangunan atau merapat ke siku bangunan.
11) Jika terjadi gempa susulan lakukan tindakan drop , cover , hold on (merunduk, lindungi
kepala, berpegangan)
12) Tetap berada didalam rumah sampai guncangan berhenti dan keadaan aman.

b. Saat Terjadi Gempa Bumi di Luar Ruangan


1) Jangan panik.Lindungi kepala dan merunduk.
2) Jika sedang berkendara maka segera berhenti dan menepi, jika anda mengendarai mobil
tariklah rem tangan serta tetaplah di tempat sampai gempa reda.
3) Hindari jembatan, jalan layang, tiang listrik/telepon/papan reklame yang kemungkinan
akan menimpa kendaraan.
4) Hindari bangunan berpotensi roboh yang ada di sekitar kita
5) Perhatikan tempat kita berpijak, hindari bila terjadi rekahan tanah.
6) Jika kita sedang di daerah pegunungan, hindari daerah yang mungkin terjadi
longsoran.Hindari tiang listrik, papan reklame, pohon,dll yang dapat roboh akibat gempa

3. Setelah Terjadi Gempa Bumi


a. Saat di dalam Ruangan (Rumah/Kelas/Kantor)
1) Tetap berusaha tenang dan jangan lupa selalu berdoa kepada Tuhan YME, kepanikkan
dapat menyebabkan kecelakaan.
2) Setelah guncangan gempabumi reda, tetap lindungi kepala, dan keluarlah dengan tertib
mengikuti jalur evakuasi menuju titik kumpul yang telah disepakati.
3) Tetap waspada terhadap gempa susulan.
4) Jauhi bangunan yang sudak rusak, karena sewaktu-waktu dapat runtuh akibat gempa
susulan.
5) Jauhi lokasi yang berbau cairan berbahaya seperti : gas, cairan kimia, bensin ,dll.
6) Jika di titik kumpul terjadi gempabumi susulan, merunduklah (drop), lindungi kepala
(cover).
7) Lakukan bantuan tindakan pertolongan pertama jika di temukan anggota keluarga yang
terluka ringan.
8) Telepon/minta pertolongan apabila terjadi luka parah pada kita atau sekitar kita.
9) Simak informasi mengenai gempabumi susulan dari BMKG melalui TV Nasional/ radio /
aplikasi infoBMKG / pengumuman di sekitar anda.

4. Saat Keluarga Berada di Dalam Gedung Bertingkat


a. Perhatikan rambu-rambu keselamatan gedung (jalur evakuasi, titik kumpul, letak tangga
darurat) saat memasuki gedung.
b. Jika terjebak didalam lift, jangan panik serta hubungi manajemen gedung menggunakan
telepon yang ada di dalam lift (jika tersedia dan aktif) kemudian tunggu bantuan datang.
c. Jangan menggunakan lift atau tangga berjalan untuk melakukan evakuasi, keluarlah
menggunakan tangga darurat, ikuti jalur evakuasi menuju titik kumpul

D. Pengertian Kesiapsiagaan Bencana di Sekolah


Komunitas sekolah, sebagai salah satu dari stakeholder utama memiliki peran yang besar
dalam penyebaran pengetahuan tentang kebencanaan sejak sebelum, saat, hingga setelah
terjadinya bencana. Usaha dalam kesiapsiagaan bencana di sekolah merupakan perwujudan
dari Kerangka Aksi Hyogo Framework 2005-2015 dan disempurnakan dalam Kerangka Aksi
Sendai Framework 2015-2030 yaitu peningkatan kesiapsiagaan untuk respon efektif dan
“membangun kembali dengan lebih baik” dalam proses pemulihan, rehabilitasi dan
rekonstruksi. Untuk meningkatkan kesiapsiagaan di sekolah, Kementerian Pendidikan
Nasional Republik Indonesia juga memberikan edarankepada gubernur, bupati dan walikota
se-Indonesia perihal pengarusutamaan pengurangan risiko bencana di sekolah yang tertuang
dalam surat edaran No. 70a/MPN/SE/2010. Untuk mendukung pelaksanaan
Sekolah/Madrasah Aman Bencana, secara khusus telah diterbitkan Peraturan Kepala BNPB
Nomor 4 Tahun 2012 tentang Pembangunan Sekolah dan Madrasah Aman Bencana. Atas
dasar hukum tersebut, dibentuk Sekolah Siaga Bencana (SSB) atau Sekolah/Madrasah Aman
Bencana (SMAB). Hingga November 2016, Bali memiliki 4 sekolah siaga bencana
diantaranya SMPN 6 Negara, SMPN 2 Blahbatuh, SMPN 3 Bangli dan SMPN 2 Tabanan,
(Pusdalops PB Bali, 2015). Dari seluruh sekolah siaga bencana yang dibentuk, belum ada
sekolah dasar yang merupakan sekolah siaga bencana di Bali.

E. Parameter Kesiapsiagaan Bencana Pada Siswa Sekolah


Siswa merupakan salah satu bagian penting dalam suatu komunitas sekolah. LIPI-
UNESCO/ISDR (2006) merumuskan parameter kesiapsiagaan pada siswa sekolah yaitu:
1. Pengetahuan dan sikap
Pengukuran meliputi pengetahuan tentang bencana, kejadian bencana yang diketahui
atau pernah dialami siswa, tanda awal terjadinya bencana, sumber pengetahuan tentang
bencana dan sikap bila terjadi suatu bencana.
2. Perencanaan keadaan darurat
Pengukuran meliputi kegiatan yang dilakukan untuk mempersiapkan diri dalam
menghadapi bencana, pengetahuan mengenai hal yang perlu diselamatkan bila terjadi bencana,
dan pengetahuan tentang jalur evakuasi serta pertolongan dalam tanggap darurat bencana.
3. Sistem peringatan bencana
Pengukuran meliputi pengetahuan tentang sistem peringatan bencana dan hal utama yang
dilakukan setelah mendengar tanda peringatan bencana
4. Mobilisasi sumber daya
Pengukuran meliputi kegiatan atau pelatihan yang dilakukan untuk meningkatkan
pengetahuan tentang kebencanaan.

C. Peran Siswa Dalam Kesiapsiagaan Bencana


Siswa sebagai bagian dari komunitas sekolah memiliki andil yang besar dalam
peningkatan kesiapsiagaan di lingkungan sekolah. Siswa mempunyai peran aktif dalam
penyebarluasan pengetahuan tentang kebencanaan. Penyebarluasan pengetahuan tersebut dapat
berupa pemberian pelatihan kepada pelajar yang lebih muda. Contohnya dalam pelatihan
Palang Merah Remaja (PMR) diselipkan pengetahuan kebencanaan dari siswa yang lebih
dewasa kepada siswa yang lebih muda. Pemberian pengetahuan tersebut dapat dilakukan secara
berkelanjutan. Selain itu, siswa dapat menyebarkan pengetahuan langsung kepada masyarakat
utamanya orang terdekat di lingkungannya tentang petunjuk praktis persiapan sebelum, saat
dan setelah terjadinya bencana. (LIPI-UNESCO/ISDR,2006;P2MB-UPI, 2010).
BAB III
METODE PELAKSANAAN
A. Kerangka Pemecahan Masalah

Anak SD 3 Pejeng Kangin,


Tampak Siring, Gianyar

Meningkatkan
pemahaman dan
Simulasi
kesigapan anak dalam
kesiapsiagaan
penyelamatan diri saat
bencana
simulasi bencana

Mendukung sekolah
siapsiaga bencana

Ket :

: kegiatan yang dilakukan

Gambar 1

Kerangka Pemecahan Masalah Simulasi Kesiapsiagaan Bencana Anak Sekolah Dasar


B. Realisasi Pemecahan Masalah
Pemecahan masalah kesiapsiagaan bencana di keluarga dan sekolah pada sasaran
dilakukan melalui penyuluhan dan simulasi kesiapsiagaan bencana. Kegiatan diawali dengan
mengadakan kesepakatan dengan pihak keluarga yang akan diberikan penyuluhan dan pihak
SD 3 Pejeng Kangin. Kegiatan pengabdian masyarakat sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi kemampuan kesiapsiagaan bencana


Identifikasi kemampuan kesiapsiagaan bencana pada keluarga dan anak sekolah dasar
dilakukan dengan Tanya jawab berkaitan dengan kesiapsiagaan bencana gempa bumi. Sasaran yang
akan diberikan penyuluhan sebanyak 20 KK dan yang akan diberikan simulasi sebanyak 40 orang
anak SD 3 Pejeng Kangin
2. Simulasi Kesipasiagaan Bencana
Simulasi dilakukan oleh tim KKN Pejeng Kangin Poltekkes Denpasar. Sasaran yang
hadir saat simulasi sebanyak 40 orang. Simulasi dilaksanakan selama 3 jam. Pemaparan materi
selama 30 menit kemudian dilanjutkan dengan diskusi dan dilanjutkan dengan simulasi
kesiapsiagaan bencana gempa bumi dengan metoda bermain. Pelaksana pengabdian
masyarakat adalah tim KKN Pejeng Kangin Poltekkes Denpasar. Kendala dalam pelaksanaan
kegiatan ini yaitu waktu belajar siswa. Pemecahan kendala tersebut yaitu mengatur waktu yang
tepat sehingga tidak mengganggu proses pembelajaran di kelas. Maka waktu pelaksanaan
kegiatan pengabdian masyrakat ditetapkan pada hari sabtu

C. Metode Pelaksanaan
Pengabdian masyarakat dilakukan dengan metoda memberikan penyuluhan kesiapsiagaan
bencana kepada KK yang diajadikan sampel di Desa Pejeng Kangin. Sedangkan simulasi
dilakukan dengan metoda bermain pada anak SD 3 Pejeng Kangin. Sebelum diberikan
simulasi, siswa diberikan penyuluhan mengenai kesiapsiagaan gempa bumi dan cara bermain
dalam simulasi. Permainan yang pakai yaitu permainan tradisional “meong-meongan”.
Permainan tersebut dimodifikasi tertentu sehingga menciptakan kondisi bencana. Dalam
permainan tersebut ada 1 orang yang menjadi “Meong” yang akan menangkap tikus yang salah
mencari tempat perlindungan saat gempa terjadi. Terpilih juga 8 orang menjadi “bikul” yang
diumpamakan masyarakat yang terkena dampak bencana gempa bumi untuk mencari tempat
berlindung. Sisanya berkeliling mengelilingi “bikul” yang berada ditengah lingkaran pada
punggungnya diberi tulisan “dapur, jendela, kolong meja, lemari kaca, pintu dan lainnya”.
Permainan dimulai dengan menyanyikan lagu “meong-meong”. Saat lagu sampai pada “juk-
meng, juk-kul” pemeran “meong” akan berusaha untuk menangkap “bikul”. “Bikul” pun akan
lari menuju tempat perlindungan sesuai tulisan punggung peserta lainnya. Dan terakhir “bikul”
harus mencapai titik aman berkumpul baru dikatakan selamat. Setelah permainan tersebut
diadakan diskusi. Permainan dilanjutkan dengan mengganti pemeran.

D. Sasaran
Sasaran kegiatan ini adalah keluarga yang tidak pernah mendapatkan penyuluhan
mengenai kesiapsiagaan bencana dan siswa kelas 4, 5, dan 6 sekolah dasar di Desa Pejeng
Kangin, Kecamatan Sukawati, Gianyar. Gianyar merupakan salah satu kabupaten yang
berisiko terjadi Gempa Bumi. Sasaran yang direncanakan adalah sekitar 20 KK dan 40 orang
yang berasal dari perwakilan SD di Desa Pejeng Kangin

E. Tempat dan Waktu


Kegiatan penyuluhan dilakukan di rumah warga yang dijadikan sampel dan dilakukan dari
tanggal 11-15 Februari 2019, sedangkan simulasi dilakukan di SD 3 Pejeng Kangin,
Kecamatan Tampak Siring, Gianyar pada hari Sabtu, 16 Februari 2019.

F. Alat dan Bahan


Alat dan Bahan simulasi berupa tanda jalur evakuasi, titik aman berkumpul, video
simulasi, papan nama/peran, sedangkan alat untuk penyuluhan berupa leaflet

G. Pihak yang Terlibat


Kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Interprofesional Education (IPE) ini dilakukan oleh
tim KKN IPE Desa Pejeng Kangin Poltekkes Denpasar dengan melibatkan pihak sekolah
dasar.

H. Penilaian Kegiatan
Penilaian kegiatan pengabdian masyarakat dilakukan mulai dari proses dan hasil. Hasil
penilaian kegiatan tersebut dipaparkan dalam tabel berikut:
Tabel 1
Hasil Evaluasi Pengabdian Masyarakat di SD 3 Pejeng Kangin
NO Kegiatan Kriteria Evaluasi Capaian/hasil
1 Identifikasi  Kehadiran  Sasaran berjumlah 40 orang
kemampuan sasaran hadir dalam identifikasi
kesiapsiagaan tersebut
bencana  Jumlah sasaran  100% sasaran teridentifikasi
yang
teridentifikasi
2 Penyuluhan  Kehadiran  Sasaran berjumlah 40 orang
tentang sasaran hadir dalam penyuluhan
kesiapsiagaan tersebut
bencana  Keaktifan 80% sasaran aktif dalam
sasaran proses penyuluhan
3 Simulasi  Kehadiran  Sasaran berjumlah 40 orang
kesiapsiagaan hadir dalam pelatihan
bencana  Keaktifan  80% sasaran aktif dalam proses
sasaran pelatihan

Hasil Evaluasi Penyuluhan Kesiapsiagaan Bencana Keluarga


NO Kegiatan Kriteria Evaluasi Capaian/hasil
1 Identifikasi  Kehadiran  Sasaran berjumlah 20 KK hadir
kemampuan sasaran dalam identifikasi tersebut
kesiapsiagaan  100% sasaran teridentifikasi
bencana  Jumlah sasaran
yang
teridentifikasi
2 Penyuluhan  Kehadiran  Sasaran berjumlah 20 KK hadir
tentang sasaran dalam penyuluhan tersebut
kesiapsiagaan 80% sasaran aktif dalam
bencana  Keaktifan proses penyuluhan
sasaran

Anda mungkin juga menyukai