Anda di halaman 1dari 17

A.

KONSEP DASAR TENTANG PENYAKIT HIPOSPADIA DAN EPISPADIA


 Pengertian
1. Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan congenital dimana meatus uretra externa terletak di
permukaan ventral penis dan lebih ke proksimal dari tempatnya yang normal (ujung glans penis).
(Arif Mansjoer, 2000 : 374).
2. Epispadaia adalah suatu kelainan bawaan berupa tidak adanya dinding uretra sebelah atas atau
susunan dorsal pada meatus uretra. (Ngastiyah, 2005 : 288).
3. Hipospadia adalah suatu keadaan dimana terjadi hambatan penutupan uretra penis pada kehamilan
miggu ke 10 sampai ke 14 yang mengakibatkan orifisium uretra tertinggal disuatu tempat
dibagian ventral penis antara skrotum dan glans penis. (A.H Markum, 1991 : 257).
4. Epispadi adalah suatu anormali kongenital yaitu meatus uretra terletak pada permukaan dorsal
penis. Insiden epipadia yang lengkap sekitar 120.000 laki-laki. Keadaan inibiasanya tidak terjadi
sendirian, tetapi juga disertai anomali saluran kemih. ( patofisiologi, konsep kliis proses-proses
penyakit )
4. Hipospadia adalah keadaan dimana uretra bermuara pada suatu tempat lain pada bagian belakang
batang penis atau bahkan pada perineum (daerah antara kemaluan dan anus). (Davis Hull, 1994)
5. Hipospadia adalah salah satu kelainan bawaan pada anak-anak yang sering ditemukan dan mudah
untuk mendiagnosanya, hanya pengelolaannya harus dilakukan oleh mereka yang betul-betul ahli
supaya mendapatkan hasil yang memuaskan.

 Etiologi
Penyebabnya sebenarnya sangat multifaktor dan sampai sekarang belum diketahui
penyebab pasti dari hipospadi dan epispadia Namun, ada beberapa faktor yang oleh para ahli
dianggap paling berpengaruh antara lain :
1. Gangguan dan ketidakseimbangan hormon
Hormon yang dimaksud di sini adalah hormon androgen yang mengatur organogenesis
kelamin (pria). Atau bisa juga karena reseptor hormon androgennya sendiri di dalam tubuh yang
kurang atau tidak ada. Sehingga walaupun hormon androgen sendiri telah terbentuk cukup akan
tetapi apabila reseptornya tidak ada tetap saja tidak akan memberikan suatu efek yang
semestinya. Atau enzim yang berperan dalam sintesis hormon androgen tidak mencukupi pun
akan berdampak sama.
2. GenetikaTerjadi karena gagalnya sintesis androgen.
Hal ini biasanya terjadi karena mutasi pada gen yang mengode sintesis androgen
tersebut sehingga ekspresi dari gen tersebut tidak terjadi.\
3. Lingkungan
Biasanya faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah polutan dan zat yang bersifat
teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi

 Patofisiologi
Hypospadia dan epispadia terjadi karena tidak lengkapnya perkembangan uretra
dalam utero. Hypospadia di mana lubang uretra terletak pada perbatasan penis dan skortum, ini
dapat berkaitan dengan crodee kongiental.
Paling umum pada hypospadia adalah lubang uretra bermuara pada tempat
frenum, frenumnya tidak berbentuk, tempat normalnya meatus uranius di tandai pada glans penis
sebagai celah buntuh.
Epispadia terbukanya uretranya sebelah ventral. Kelainan ini meliputi leher
kandung kemih. ( epispadia total ) atau hanya uretra ( epispadia persial ).
Epispadia dimana lubang uretra terdapat pada permukaan dorsum penis, dan tanpak sebagai
celah atu alur tanpa tutup.
Epispadia parsialis di mana muara uretra terdapat di sebelah atas dan di belakang
glans penis, permukaan dorsal penis biasanya bertarik sampai ujungnya tetapi lubang uretra
dapat berakhir pada corona atau di sebelah proksimalnya.
Pada embrio yang berumur 2 minggu baru terdapat 2 lapisan yaitu ektoderm dan
endoderm. Baru kemudian terbentuk lekukan di tengah-tengah yaitu mesoderm yang kemudian
bermigrasi ke perifer, memisahkan ektoderm dan endoderm, sedangkan di bagian kaudalnya
tetap bersatu membentuk membran kloaka.
Pada permulaan minggu ke-6, terbentuk tonjolan antara umbilical cord dan tail
yang disebut genital tubercle. Di bawahnya pada garis tengah terbenuk lekukan dimana di bagian
lateralnya ada 2 lipatan memanjang yang disebut genital fold. Selama minggu ke-7, genital
tubercle akan memanjang dan membentuk glans.
Bila terjadi agenesis dari mesoderm, maka genital tubercle tak terbentuk,
sehingga penis juga tak terbentuk.
Bagian anterior dari membrana kloaka, yaitu membrana urogenitalia akan ruptur dan membentuk
sinus. Sementara itu genital fold akan membentuk sisi-sisi dari sinus urogenitalia. Bila genital
fold gagal bersatu di atas sinus urogenitalia, maka akan terjadi hipospadia.
 Penatalaksanaan
1. Tujuan utama dari penatalaksanaan bedah hipospadia dan epispadia adalah merekomendasikan
penis menjadi lurus dengan meatus uretra ditempat yang normal atau dekat normal sehingga
aliran kencing arahnya ke depan dan dapat melakukan coitus dengan normal.
2. Operasi harus dilakukan sejak dini, dan sebelum operasi dilakukan bayi atau anak tidak boleh
disirkumsisi karena kulit depan penis digunakan untuk pembedahan nanti.
Dikenal banyak teknik operasi hipospadia dan epispadia yang umumnya terdiri dari beberapa
tahap yaitu :
1. Operasi Hipospadia dan epispadia satu tahap ( ONE STAGE URETHROPLASTY )“Adalah
tekhnik operasi sederhana yang sering digunakan, terutama untuk hipospadia tipe distal. Tipe
distal ini meatusnya letak anterior atau yang middle. Meskipun sering hasilnya kurang begitu
bagus untuk kelainan yang berat. Sehingga banyak dokter lebih memilih untuk melakukan 2
tahap. Untuk tipe hipospadia proksimal yang disertai dengan kelainan yang jauh lebih berat,
maka one stage urethroplasty nyaris dapat dilakukan. Tipe hipospadia proksimal seringkali di
ikuti dengan kelainan-kelainan yang berat seperti korda yang berat, globuler glans yan bengkok
kearah ventral ( bawah ) dengan dorsal; skin hood dan propenil bifid scrotum. Intinya tipe
hipospadia yang letak lubang air seninya lebih kearah proksimal ( jauh dari tempat semestinya )
biasanya diikuti dengan penis yang bengkok dan kelainan lain di scrotum atau sisa kulit yang
sulit di tarik pada saat dilakukan operasi pembuatan uretra ( saluran kencing ). Kelainan yang
seperti ini biasanya harus dilakukan 2 tahap.
2. Operasi Hipospadia epispadia 2 tahap
“Tahap pertama operasi pelepasan chordee dan tunelling dilakukan untuk meluruskan penis
supaya posisi meatus ( lubang tempat keluar kencing ) nantinya letaknya lebih proksimal ( lebih
mendekati letak yang normal ), memobilisasi kulit dan preputium untuk menutup bagian
ventral/bawah penis. Tahap selanjutnya ( tahap kedua ) dilakukan uretroplasty ( pembuatan
saluran kencing buatan/uretra ) sesudah 6 bulan. Dokter akan menentukan tekhnik operasi yang
terbaik. Satu tahap maupun dua tahap dapat dilakukan sesuai dengan kelainan yang dialami oleh
pasien.

B. KONSEP ASKEP HIPOSPADIA DAN EPISPADIA

 Pengkajian
1. Kaji biodata pasien
2. Kaji riwayat masa lalu: Antenatal, natal,
3. Kaji riwayat pengobatan ibu waktu hamil
4. Kaji keluhan utama
5. Kaji skala nyeri (post operasi)

 Diagnosa Keperawatan
a. Pasien pre operasi
1. Manajemen regimen terapeutik tidak efektif berhubungan dengan pola perawatan keluarga.
2. Perubahan eliminasi (retensi urin) berhubungan dengan obstruksi mekanik
3. Kecemasan berhubungan dengan akan dilakukan tindakan operasi baik keluarga dan klien.
b. Pasien post operasi
1. Kesiapan dalam peningkatan manajemen regimen terapeutik berhubungan dengan petunjuk
aktivitas adekuat.
2. Nyeri berhubungan dengan post prosedur operasi
3. Resiko tingggi infeksi berhubungan dengan invasi kateter
4. Perubahan eliminasi urine berhibingan dengan trauma operasi

 Intervensi
Diagnosa pre operasi
1. Diagnosa : Manajemen regimen terapeutik tidak efektif berhubungan dengan pola perawatan
keluarga.
 Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan manajemen
regimen terapeutik kembali efektif.
 NOC : Family health status
Indikator :
a. Status imunisasi anggota kelurga
b. Kesehatan fisik anggota keluarga
c. Asupan makanan yang adekuat
d. Tidak adanya kekerasan anggota kelurga
e. Penggunaan perawatan kesehatan
Keterangan skala :
1 = Tidak pernah dilakukan
2 = Jarang dilakukan
3 = Kadang dilakukan
4 = Sering dilakukan
5 = Selalu dilakukan
NIC : Family mobilization
Intervensi :
a. Jadilah pendengar yang baik untuk anggota keluarga
b. Diskusikan kekuatan kelurga sebagai pendukung
c. Kaji pengaruh budaya keluarga
d. Monitor situasi kelurga
e. Ajarkan perawatan di rumah tentang terapi pasien
f. Kaji efek kebiasaan pasien untuk keluarga
g. Dukung kelurga dalam merencanakan dan melakukan terapi pasien dan perubahan gaya hidup
h. Identifikasi perlindungan yang dapat digunakan kelurga dalam menjaga status kesehatan.
2. Diagnosa : Perubahan eliminasi (retensi urin) berhubungan dengan obstruksimekanik
 Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan retensi urin
berkurang.
 NOC : Pengawasan urin
 Indikator :
a. Mengatakan keinginan untuk BAK
b. Menentukan pola BAK
c. Mengatakan dapat BAK dengan teratur
d. Waktu yang adekuat antara keinginan BAK dan mengeluarkan BAK ke toilet
e. Bebas dari kebocoran urin sebelum BAK
f. Mampu memulai dan mengakhiri aliran BAK
g. Mengesankan kandung kemih secara komplet
Keterangan skala :
1 = Tidak pernah menunjukan
2 = Jarang menunjukan
3 = Kadang menunjukan
4 = Sering menunjukan
5 = Selalu menunjukan
 NIC : Perawatan retensi urin
Intervensi :
a.Melakukan pencapaian secara komperhensif jalan urin berfokus kepada inkontinensia (ex: urin
output, keinginan BAK yang paten, fungsi kognitif dan masalah urin)
b. Menjaga privasi untuk eliminasi
c. Menggunakan kekuatan dari keinginan untuk BAK di toilet
d. Menyediakan waktu yang cukup untuk mengosongkan blader (10 menit)
e. Menyediakan perlak di kasur
f. Menggunakan manuver crede, jika dibutuhkan
g. Menganjurkan untuk mencegah konstipasi
h. Monitor intake dan output
i. Monitor distensi kandung kemih dengan papilasi dan perkusi
j. Berikan waktu berkemih dengan interval reguler, jika diperlukan.
3. Diagnosa : Kecemasan berhubungan dengan akan dilakukan tindakan operasi baik keluarga dan klien.
 Tujuan : Setelah dilakukan tindkan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan kecemasan
pasien berkurang.
 NOC : Kontrol ansietas
Indikator :
a. Tingkat kecemasan di batas normal
b. Mengetahui penyebab cemas
c. Mengetahui stimulus yang menyebabkan cemas
d. Informasi untuk mengurangi kecemasan
e. Strategi koping untuk situasi penuh stress
f. Hubungan sosial
g. Tidur adekuat
h. Respon cemas
Keterangan skala :
1 = Tidak pernah menunjukan
2 = Jarang menunjukan
3 = Kadang menunjukan
4 = Sering menunjukan
5 = Selalu menunjukan

NIC : Pengurangan cemas


Intervensi :
a. Ciptakan suasana yang tenang
b. Sediakan informasi dengan memperhatikan diagnosa, tindakan dan prognosa, dampingi pasien
untuk meciptakan suasana aman dan mengurangi ketakutan
c. Dengarkan dengan penuh perhatian
d. Kuatkan kebiasaan yang mendukung
e. Ciptakan hubungan saling percaya
f. Identifikasi perubahan tingkatan kecemasan
g. Bantu pasien mengidentifikasi situasi yang menimbulkan kecemasan

Diagnosa post operasi


1. Diagnosa : Kesiapan dalam peningkatan manajemen regimen terapeutik berhubungan dengan
petunjuk aktivitas adekuat.
 Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan kesiapan
peningkatan regimen terapeutik baik.
 NOC : Family participation in profesioal care
 Indikator :
a. Ikut serta dalam perencanaan perawatanb.
b. Ikut serta dalam menyediakan perawatan
c. Menyediakan informasi yang relefan
d. Kolaborasi dalam melakukan latihan
e. Evaluasi keefektifan perawatan
Keterangan skala :
1 = Tidak pernah menunjukan
2 = Jarang menunjukan
3 = Kadang menunjukan
4 = Sering menunjukan
5 = Selalu menunjukan
 NIC : Family process maintenance
Intervensi :
a. Anjurkan kunjungan anggota keluarga jika perlu
b. Bantu keluarga dalam melakukan strategi menormalkan situasi
c. Bantu keluarga menemukan perawatan anak yang tepat
d. Identifikasi kebutuhan perawatan pasien di rumah dan bagaimana pengaruh pada keluarga
e. Buat jadwal aktivitas perawatan pasien di rumah sesuai kondisi
f. Ajarkan keluarga untuk menjaga dan selalu menngawsi perkembangan status kesehatan keluarga.
2. Diagnosa : Nyeri akut berhubungan dengan post prosedur operasi
 Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan nyeri
berkurang.
 NOC 1 : Level nyeri
Indikator :
a. Melaporkan nyeri (frekuensi & lama)
b. Perubahan vital sign dalam batas normal
c. Memposisikan tubuh untuk melindungi nyeri
 NOC 2 : Tingkat kenyamanan
Indikator
a. Melaporkan kondisi fisik yang nyeman
b. Menunjukan ekspresi puas terhadap manajemen nyeri
 NOC 3 : Kontrol nyeri
Indikator :
a. Mengungkap faktor pencetus nyeri
b. Menggunakan tetapi non farmakologi
c. Dapat menggunakan berbagai sumber untuk mengontrol nyeri
d. Melaporkan nyeri terkontrol
Keterangan skala :
1 = Tidak pernah menunjukan
2 = Jarang menunjukan
3 = Kadang menunjukan
4 = Sering menunjukan
5 = Selalu menunjukan
 NIC 1 : Manajemen nyeri
Intervensi :
a. Kaji secara komperhensif mengenai lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas,
dan faktor pencetus nyeri
b. Observasi keluhan nonverbal dari ketidaknyamanan
c. Ajarkan teknik nonfarmakologi (ralaksasi)
d. Bantu pasien & keluarga untuk mengontrol nyeri
e. Beri informasi tentang nyeri (penyebab, durasi, prosedur antisipasi nyeri)
 NIC 2 : Monitor tanda vital
Intervensi :
a. Monitor TD, RR, nadi, suhu pasien
b. Monitor keabnormalan pola napas pasien
c. Identifikasi kemungkinan perubahan TTV
d. Monitor toleransi aktivitas pasien
e. Anjurkan untuk menurunkan stress dan banyak istirahat
 NIC 3 : Manajemen lingkungan
Intervensi :
a. Cegah tindakan yang tidak dibutuhkan
b. Posisikan pasien dalam posisi yang nyaman
3. Diagnosa : Resiko tingggi infeksi berhubungan dengan invasi kateter
 Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak terjadi
infeksi.
 NOC 1 : Deteksi resiko
Indikator :
a. Mengidentifikasi faktor yang dapat menimbulkan resiko
b. Menjelaskan kembali tanda & gejala yang mengidentifikasi faktor resiko
c. Menggunakan sumber & pelayanan kesehatan untuk mendapat sumber informasi
 NOC 2 : Kontrol resiko
Indikator :
a. Membenarkan faktor resiko
b. Memonitor faktor resiko dari lingkungan
c. Memonitor perilaku yang dapat meningkatkan faktor resiko
d. Memonitor & mengungkapkan status kesehatan
 NOC 3 : Status imun
Indikator :
a. Tidak menunjukan infeksi berulang
b. Suhu tubuh dalam batas normal
c. Sel darah putih tidak meningkat
Keterangan skala :
1 = Tidak pernah menunjukan
2 = Jarang menunjukan
3 = Kadang menunjukan
4 = Sering menunjukan
5 = Selalu menunjukan
 NIC 1 : Kontrol infeksi
Intervensi :
a. Ajarkan pasien & kelurga cara mencucitangan yang benar
b. Ajarkan pada pasien & keluarga tanda gejala infeksi & kapan harus melaporkan kepada petugas
c. Batasi pengunjung
d. Bersihkan lingkungan dengan benar setelah digunakan pasien
 NIC 2 : Perawatan luka
Intervensi :
a. Catat karakteristik luka, drainase
b. Bersihkan luka dan ganti balutan dengan teknik steril
c. Cuci tangan dengan benar sebelum dan sesudah tindakan
d. Ajarkan pada pasien dan kelurga cara prosedur perawatan luka
 NIC 3 : Perlindungan infeksi
Intervensi :
a. Monitor peningkatan granulossi, sel darah putih
b. Kaji faktor yang dapat meningkatkan infeksi.
4. Diagnosa : Perubahan eliminasi urine (retensi urin) berhubungan dengan trauma operasi
 Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan retensi urin
berkurang.
 NOC : Pengawasan urin
Indikator :
a. Mengatakan keinginan untuk BAK
b. Menentukan pola BAK
c. Mengatakan dapat BAK dengan teratur
d. Waktu yang adekuat antara keinginan BAK dan mengeluarkan BAK ke toilet
e. Bebas dari kebocoran urin sebelum BAK
f. Mampu memulai dan mengakhiri aliran BAK
g. Mengosongkan kandung kemih secara komplet
Keterangan skala :
1 = Tidak pernah menunjukan
2 = Jarang menunjukan
3 = Kadang menunjukan
4 = Sering menunjukan
5 = Selalu menunjukan
 NIC : Perawatan retensi urin
Intervensi :
a. Melakukan pencapaian secara komperhensif jalan urin berfokus kepada inkontinensia (ex: urin
output, keinginan BAK yang paten, fungsi kognitif dan masalah urin)
b. Menjaga privasi untuk eliminasi
c. Menggunakan kekuatan dari keinginan untuk BAK di toilet
d. Menyediakan waktu yang cukup untuk mengosongkan blader (10 menit)
e. Menyediakan perlak di kasur
f. Menggunakan manuver crede, jika dibutuhkan
g. Menganjurkan untuk mencegah konstipasi
h. Monitor intake dan output
i. Monitor distensi kandung kemih dengan papilasi dan perkusi
j. Berikan waktu berkemih dengan interval reguler, jika diperlukan.

 Kasus :
Ibu Erna datang dengan anaknya Tomo 3 tahun ke RS UMUM SEMARANG pada tanggal 19
0ktober 2009 . Ibu Erna mengeluhkan bahwa anaknya sering sakit–sakitan ,dan memiliki
kelainan pada bagian alat kelaminnya dan susah untuk BAK , setelah dilakukan pemeriksaan
oleh dokter bahwa terjadi juga kelainan pada daerah ginjal Tomo dan dinyatakan Tomo
menderita hipospadia. dan akan segera dilakukan operasi pada bagian penis Tomo.
A. Pengkajian
1. Identitas
Nama : An. Tomo
Umur : 3 tahun
JK : laki – laki
2. Keluhan utama : susah melakukan BAK
3. Riwayat kesehatan sekarang : Hipospadia
4. Pemeriksaan fisik :
a. Pemeriksaan genetalia
b. Palpasi abdomen untuk melihat distensi vesika urinaria atau pembesaran pada ginjal.
c. Kaji fungsi perkemihan
d. Adanya lekukan pada ujung penis
e. Melengkungnya penis ke bawah dengan atau tanpa ereksi
f. Terbukanya uretra pada ventral
5. Pemeriksaan mental :
a. Sikap pasien sewaktu diperiksa
b. Sikap pasien dengan adanya rencana pembedahan
c. Tingkat kecemasan
d. Tingkat pengetahuan keluarga dan pasien
6. Pemeriksaan penunjang :
a. Rontgen
b. USG sistem kemih kelamin.
c. BNO-IVP Karena biasanya pada hipospadia juga disertai dengan kelainan
kongenital ginjal.

B. analisa data
no Data fokus Etiologi Problem
Ds 1.
:- Ibu Klien Mengatakan Anaknya Kelainan pada uretra -Perubahan
Susah Untuk BAK eliminasi (retensi
Do : - Letak Uretra Tidak Normal urin)

Ds : ibu klien mengatakan dirinya


takut ketika mendengar anak
2. akan dioperasi Kurangnya - Ansietas
Do : ibu pasien tampak cemas pengetahuan mengenai
prosedur pembedahan
/operasi

C. diagnosa sebelum operasi


1. Perubahan eliminasi (retensi urin) berhubungan dengan obstruksimekanik
2. Kecemasan berhubungan dengan akan dilakukan tindakan operasi.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN HIPOSPADIA
Nama : An. Tomo
Tanggal Masuk RS : 19 Oktober 2009
Umur : 3 Tahun
Tanggal Pengkajian : 19 Oktober 2009
Ruang : Poly Anak sakit
Diagnosa Medis : HIPOSPADIA

N Perencanaan Implementas
Diagnosa Evaluasi
o Tujuan Intervensi rasional i
1. Perubahan Setelah -Lakukan -Dengan Tgl 19 Tgl
eliminasi dilakukan pencapaian melakukan /11/2009 20/11/200
(retensi urin) tindakan secara hal yang Pukul 10.00 9
berhubungan keperawata komperhensi demikian wib Pukul
dengan n selama f jalan urin akan dapat - mengontrol 09.00
obstruksimekan 3x24 jam berfokus memperce jalan urin Wib
ik diharapkan kepada pat dengan S: Ibu Klien
Ds :- Ibu Klien retensi urin inkontinensi eliminasi memperhatika Mengatak
Mengatakan berkurang. a (ex: urin urin untuk n intake dan an
Anaknya Susah output, berkurang. output Anaknya
Untuk BAK keinginan Masih
Do : - Letak Uretra BAK yang Pukul 11.00 wib Susah
Tidak Normal paten, -Monitor Untuk
fungsi distensi BAK
kognitif kandung O : Klien
dan masalah kemih dengan belum
urin) papilasi dan bisa BAK
perkusi dengan
teratur
2. Pukul 12.00A : keluhan
wib belum
- suasana -menganjurkan teratasi
Kecemasan Setelah yang untuk P : lakukan
berhubungan dilakukan tenang mencegah kembali
dengan akan tindkan dapat konstipasi. intervensi
dilakukan keperawata -Ciptakan menguragi 1,2, dan 3
tindakan n selama suasana yang ansietas Tgl
operasi. 3x24 jam tenang - dengan 20/11/2009
Ds : ibu klien diharapkan menberika Pukul 08.00
mengatakan kecemasan n informasi wib Tgl
dirinya takut pasien -Sediakan yang jelas -menciptakan 21/11/200
ketika berkurang. informasi dapat suasana yang 9
mendengar dengan menmbah tenang Pukul 09 wib
anaknya akan memperhatik pengetahua kepada klien S: ibu klien
dioperasi an diagnosa, n keluarga dan mengatak
Do : ibu pasien tindak an pasien keluargany an sudah
tampak cemas dan mengenai Pukul 10.00 tidak
prognosa, proses wib cemas
penyembu - lagi
han menyampaikaO : ibu klien
penyakit. n informasi tampak
- pada keluarga tenang
pasien denganA : maslah
memperhatika teratasi
n diagnosa P : tujuan
tindakan dan tercapai
pragnosa
DAFTAR PUSTAKA

Johnson, Marion dkk. (2000). Nursing outcomes classification (NOC).


Mosby Suriadi SKp, dkk. (2001). Asuhan keperawatan pada anak. Jakarta : Fajar Interpratama
Mansjoer, Arif, dkk. (2000).Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2, Jakarta : Media Aesculapius.
McCloskey, Joanne C. (1996). Nursing interventions classification (NIC).
Mosby Price,Sylvia Anderson. (1995). Pathofisiologi. Jakarta: EGC
Purnomo, B Basuki. (2000). Dasar – dasar urologi. Jakarta : Infomedika
Santosa, Budi. (2005-2006). NANDA. Prima Medika
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. (1985). Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta
:EGC.
http://photos1.blogger.com/blogger/4603/1833/1600/op.jpg
http://www.medicastore.com

Anda mungkin juga menyukai