Anda di halaman 1dari 16

Buletin Psikologi, Volume 14 Nomor 2, Desember 2006 ISSN : 0854-7108

SomatisasiDalamBudayaKolektivis
DitinjaudariTeoriPemaknaanNelson:
KritikterhadapPsikoanalisaKlasik
TjiptoSusana

SOMATISASIMENURUT tersebutakanditekankedalamketidak
PSIKOANALISAKLASIK sadaran. Kecemasan akan
Somatisasi adalah gangguan ditransformasikan (dikonversikan)
somatoform yang ditandai oleh gejala dalam bentuk gejala somatik supaya
tidakmunculkekesadaran.Olehkarena
somatik yang berulang tanpa
diketemukan dasar organik yang jelas, itugangguaninidisebutjugakonversi.
yang menyebabkan seseorang sering Bangunan dasar dari asumsi ini
berkonsultasi ke dokter (American adalah teori dorongan (drive theory).
Psychiatric Association, 2000). Menurut Menurut Freud (1914) dorongan yang
teori Psikoanalisa klasik1 (van der Kolk mendasari hampir semua patologi
dkk., 1996) gangguan somatisasi ini adalah dorongan seksual. Berdasarkan
merupakan manifestasi dari kecemasan analisis terhadap para penderita gang
yang bersifat neurotik. Kecemasan ini guanhisteria2,Freud(1914)menyimpul
bersumberdarikonflikinternaldidalam kan bahwa para penderita tersebut
diri seseorang, yaitu antara id dan mempunyai: (1) pengalaman traumatik
superego (norma masyarakat yang sudah yang berkaitan dengan seksual, (2)
diinternalisasikan).Ketikaegoseseorang konflik internal yang berkaitan dengan
tidak mampu mengatasi konflik dorongan seksual. Pengalaman trauma
tersebut, maka dorongandorongan tik ini biasanya berupa tindakan perko
saan atau pelecehan seksual. Sedangkan

1 Dalam artikel yang berjudul The History of


Psychoanalitic Movement, Freud (1914) menyata 2 Sebelum ditemukannya istilah somatisasi dan
kan bahwa ia adalah orang pertama yang diperkenalkannyaistilahinidalamtheDiagnostic
mencetuskan teori psikoanalisa. Oleh karena itu and Statistical Manual of Mental Disorder edisi
dalam tulisan ini, yang dimaksud dengan teori ketiga (DSMIII) pada tahun 1980. Gangguan
psikoanalisaklasikadalahteoriFreud. SomatisasidisebutHisteria(Mai,2004).

89
90 Tjipto Susana

konflik internal berkaitan dengan seorang terapis (analis) adalah seorang


dorongan seksual yang tidak dapat yang ahli (superordinat), dan pasien
terpuaskan. Oleh karena itu gangguan (analisan) adalah seorang yang membu
ini disebut sebagai histeria. Histeria tuhkan keahlian analisa terapisnya
berasal dari bahasa Yunani yang berarti (subordinat).Jadi kedudukan analis dan
rahim (Wilson, 1996). Gangguan ini analisannyatidaksejajar.
diyakini merefleksikan rahim perem
puan yang tidak mengalami hubungan SOMATISASIDALAM
seksual.Berdasarkanpengertianinipula, MASYARAKATKOLEKTIVIS
makapadasaatitu,gangguanhisteriaini
Hasil penelitian epidemiologi,
dipercaya hanya dialami oleh kaum
menunjukkan bahwa gangguan soma
perempuan.
tisasi ini tidak selalu berkaitan dengan
Padakasustraumatik,menurutJanet pengalaman traumatik ataupun konflik
dan Freud (dalam van der Kolk dkk., seksual. Studi yang dilakukan oleh The
1996) ingatan terhadap peristiwa World Health Organization (WHO)
traumatik sangat menyita energi menunjukkan bahwa gejala somatisasi
penderita. Oleh karena itu segala hal ini sangat umum dijumpai pada pusat
yang berkaitan dengan pengalaman kesehatan masyarakat di seluruh negara
traumatiknya akan ditekan ke bawah dan budaya. Berdasarkan laporan
sadar. Oleh karena itu penderita tidak tahunan studi komunitas, Mayou dan
mampu mengingat peristiwa dalam Farmer(2002)mencatatbahwasekitar6
memori naratifnya. Selama memori ini 36% individu mengalami gejala fisik
tidak mampu dilikuidasi, maka akan yang cukup mengganggu. Hampir lima
munculseranganseranganingatanyang puluh persen dari penderita ini tetap
tidak terkendali yang menyebabkan dalamkondisiketidakmampuan,bahkan
luapanluapan emosi yang tidak semakin buruk ketika dirujuk ke pusat
terkendali, disosiasi (ingatan yang kesehatanyanglebihtinggi.
terbelah),dankeluhansomatik.
Sementara itu studi epidemiologi
Untuk mentritmen gangguan ini lintas budaya menunjukkan bahwa
dibutuhkan seseorang yang mampu somatisasi depresi merupakan gejala
menganalisa halhal yang tidak disadari yang umum di masyarakat nonBarat
oleh pasien atau dengan kata lain (Jablensky dkk. dalam Raguram dkk.,
dibutuhkanseoranganalis(Walls,2004). 1996). Delapan puluh persen penderita
Analis ini selanjutnya, akan membantu somatisasi adalah non kulit putih,
klien menyadari halhal yang tidak kurang berpendidikan, dan berasal dari
disadarinyadanmemperkuategopasien masyarakatpedesaan(Piccineli&Simon;
(analisan). Jadi dalam proses terapi, OBrien dalam Davidhizar & Cramer

ISSN : 0854-7108 Buletin Psikologi, Volume 14 Nomor 2, Desember 2006


Somatisasi Dalam Budaya Kolektivis 91

2001).DiIndia,misalnyaamatmenonjol kecenderungan kepribadian somatisasi


munculnya gejala somatik pada lebih tinggi (Jawa, M=6,62; Bali M=6,83)
penderitadepresi(GadadalamRaguram dari pada depresi (Jawa, M=6,21; Bali
dkk., 1996; Raguram dkk., 2000). Dari M=6,53) dan menduduki peringkat
studi Reguram dkk. (2000) di Banglore, tertinggi dibandingkan kecenderungan
India,44,3%darisampelpenelitiannnya kepribadianyanglain.
menderita somatisasi nyeri dan 21,3% Para ahli menduga hal ini berkaitan
nyamenderitagangguandepresimayor. dengan nilai budaya kolektivis atau
Hal yang sama juga ditemukan oleh kolektivisme. Budaya kolektivis (kolek
Cheung dkk. (dalam Raguram dkk., tivisme) adalah seperangkat nilai yang
2000) pada penderita depresi di Hong mengutamakanhubungansalingtergan
Kong. Para penderita depresi tersebut tung antar anggota dalam kelompoknya
lebih menekankan pada gejala fisik dan (keluarga,suku,bangsa,dansejenisnya),
baru mengekspresikan keluhan emosi memberikan prioritas pada tujuan
setelah diwawancara lebih jauh oleh kelompok, membentuk perilaku berda
peneliti. sarkannormakelompok,danbertingkah
Sementara itu di Indonesia, dari laku secara komunal (Hofstede &
pengalaman selama berpraktek, Andri, Hofstede, 2005; Triandis, 1999).
dokterresidendariDepartemenPsikiatri Sementara itu budaya individualis
FakultasKedokteranUniversitasIndone (individualisme) menunjukkan pada
sia RSUPN Cipto Mangunkusumo, seperangkat nilai yang menekankan
Jakarta (Sriwijaya Post, 2006); Meliala kemandirian, keunikan, dan tujuan
(Suara Merdeka, 2004); dan Wicaksana, individu (Hofstede & Hofstede, 2005;
seorang psikiater di Yogyakarta Triandis, 1999). Dalam tingkat individu,
(Kompas, 2001) menemukan bahwa ter budaya individualis disebut idiosentris
jadi peningkatan kasuskasus gangguan danbudayakolektivisdisebutalosentris.
fisikyangdilatarbelakangiolehatauada Selanjutnya Triandis (1999) menya
kaitannya dengan waktu timbulnya takan bahwa dalam budaya kolektivis,
masalahmasalah psikologis atau stres diri didefinisikan saling tergantung
psikis. Gangguan ini dapat bersifat dengan orang lain. Diri dipandang
ringan tetapi kronis, dapat pula berat sebagai representasi sosial dan bukan
sehingga membutuhkan rawat inap. sesuatu yang unik. Diri dipandang
Padaremajawanita,keluhanyangsering sebagai bagian dari unit sosial. Oleh
muncul adalah fibromyalgia, dismenore, karena itu relasi, keselarasan, dan
nyeri kepala migren, somatisasi, dan kepatuhan pada kelompok lebih
nyeri tidak spesifik. Hidajat (2005) juga diutamakan dari pada ekspresi individu
menemukan bahwa masyarakat Jawa (Markus & Kitayama dalam LuoLu &
dan Bali di Indonesia memiliki

Buletin Psikologi, Volume 14 Nomor 2, Desember 2006 ISSN : 0854-7108


92 Tjipto Susana

ShuFang Kao 2002). Jadi ada Deguang, 2002; Mayou dkk., 2005).
kesalingtergantungan antara kehor Kedua hal tersebut merupakan satu
matanpribadidanunitsosialseseorang. kesatuan yang saling berhubungan.
Reputasi kelompok mencerminkan Pengolahanbatinjugadilakukanmelalui
reputasi pribadi dan sebaliknya. pengolahan fisik, dan sebaliknya; (2)
Mempertahankan nama baik kelompok dalam budaya kolektivis seseorang
adalahkewajibantiappribadi. diharapkan mampu mengelola emosi
Berdasarkan penelitian Hofstede & nya. Oleh karena itu jika seseorang
Hofstede (2005), masyarakat Barat pada mengekspresikan emosi yang terlalu
umumnya berciri individualis, dan kuat,baikyangpositif(senang,bahagia,
Timur lebih kolektivis. Budaya indivi bangga) maupun negatif (sedih, marah,
dualis banyak ditemukan di masyarakat kecewa, cemas) akan memperoleh
AngloEuropean, meliputi Amerika penilaian negatif dari lingkungannya
Serikat, Kanada, Eropa Barat, Australia, (Raguramdkk.,1996;Spectordkk.,2001);
dan Selandia Baru. Budaya kolektivis (3) depresi dan kecemasan dipandang
banyakterdapatdiAsia(misalnyaCina, sebagairesponnormaldarikondisistres,
India, Jepang), Amerika Latin, dan bukan sebagai bentuk gangguan (Yeung
lainnya & Deguang, 2002); (4) adanya stigma
yang dilekatkan pada ekspresi perasaan
Berkaitan dengan nilainilai budaya
tertekan yang dialami seseorang
kolektivis terrsebut, meningkatnya
(Cheung dkk. dalam Raguram dkk.,
jumlah penderita somatisasi pada pusat
2000;Raguramdkk.,1996).Dalambuda
kesehatan masyarakat dan kecende
ya kolektivis, perasaan negatif (seperti
rungan tingginya prevalensi penderita
kesedihan dan kecemasan) misalnya,
somatisasi pada masyarakat kolektivis
secara langsung merujuk pada perasaan
ini, menurut dugaan para ahli tidak
tertekan yang berkaitan dengan
sematamata berkaitan dengan penga
hubungan antarpribadi dan sosial yang
laman traumatik. Kemungkinan penje
patut disalahkan. Padahal dalam
lasannya adalah dalam masyarakat
masyarakat kolektivis, kritik terbuka
kolektivis ada kecenderungan individu
terhadaphubunganantarpribadidalam
mengkomunikasikan masalah personal
masyarakat atau keluarga dirasakan
dan interpersonal dalam idiom
sebagai ancaman terhadap harga diri
ketidaknyamananfisik.
(Littlewood & Lipsedge dalam Boski
Menurut para ahli hal ini diduga dkk., 2000). Sementara itu gejala fisik
berkaitan dengan nilainilai kolektivis tidakmerujukpadatekanansosial,tetapi
yaitu: (1) dalam budaya kolektivis, lebihmenunjukkanketidakberesanpada
terutama Asia, tidak dibedakan antara tubuhitusendiri.Olehkarenaituidiom
konsep jiwa dan raga (Yeung dan somatik lebih menjadi pilihan ekspresi

ISSN : 0854-7108 Buletin Psikologi, Volume 14 Nomor 2, Desember 2006


Somatisasi Dalam Budaya Kolektivis 93

tekanan sosial karena lebih ditoleransi Demikian halnya dalam tritmen,


oleh masyarakat (Lipowski dalam keberhasilan terapi sangat ditentukan
Raguram dkk., 1996). (5) sakit fisik oleh potensi dasar pasien (analisan).
dipandang sebagai alasan yang sah Pasien yang dianggap potensial adalah
untuklepasdaritanggungjawabsehari yang memiliki kecakapan verbal, emo
hari tanpa harus dihantui perasaan sional,dankontroldiri.MenurutGerson
bersalah (Parson dalam Freund & (2004), Paulino (dalam Walls, 2004), dan
McGuire, 1991; Abdulla, 2003); (6) sakit Walls (2004) karekteristik ini sangat
fisikmerupakanalatkendalisosial,yaitu tipikalBarat(individualisliberalis).
untukmemperolehdukungansosialdan Walls (2004) menyatakan bahwa
kehangatan dari keluarga (Abdulla, asumsipsikoanalisainibanyakdipenga
2003). ruhi oleh teori evolusi Darwin, yaitu
bahwa keberlangsungan hidup tidak
TEORIPSIKOANALISAKLASIK tergantung pada kerja sama dengan
DANRELASIOBJEK kelompoknya, tetapi lebih ditentukan
Ketika somatisasi tidak selalu oleh kode genetik yang dimiliki indi
berkaitandenganpengalamantraumatik vidu.Haliniberartihanyayangsuperior
dan dorongan seksual, maka penjelasan saja,yangakanmampubertahanhidup.
teori psikoanalisa (klasik) tidak lagi Kompetisi merupakan hal yang utama
memadai. Teori psikoanalisa meman dalam perjuangan mempertahankan
dang bahwa sumber patologi adalah hidup. Sesuai dengan teori ini, Freud
individuitusendiri.Adaketidakberesan memandang bahwa insting manusia
dalam individu yang perlu diperbaiki. pada dasarnya bersifat egois dan
Terutama berkaitan dengan dorongan konfliktualdenganmasyarakat.
seksual dan agresi, individu diasumsi Berbeda dengan Freud, Clifford
kan mempunyai dorongan negatif. Geertz (dalam Walls, 2004) memandang
Tugas masyarakat adalah mengendali manusia dibentuk oleh lingkungan
kan dorongan negatif dalam diri sosial. Manusia tidak akan mampu
individu. Oleh karena itu menurut bertahandiluarstruktursosialnya.Otak
Freud, pengembangan superego sebagai manusia muncul bersamaan dengan
pengendali id adalah hal yang penting budaya. Teori Geertz ini didukung oleh
(Gerson,2004;Walls,2004). penelitian Kropotkin (dalam Walls,
Dalam pengembangan patologi, 2004), seorang ilmuwan Rusia yang
individu dianggap sebagai sumber mencoba membuktikan teori Darwin di
patologi itu sendiri. Pengaruh Siberia. Berdasarkan pengamatannya
masyarakat terhadap individu tidak terhadap binatang liar selama lima
diperhitungkandalamteoripsikoanalisa. tahun,iamenemukanbahwapersaingan

Buletin Psikologi, Volume 14 Nomor 2, Desember 2006 ISSN : 0854-7108


94 Tjipto Susana

destruktif pada sesama species tidak sosialnya.Karenapadaawalkehidupan


terjadi. Perjuangan mereka adalah nya, manusia sangat tergantung pada
melawanalamyangburuk.Kemampuan ibu, maka relasi antara ibu dan anak
bertahan hidup tidak ditentutkan oleh merupakan hal yang sangat menentu
kekuatanatausuperioritas,tetapisangat kan.Semakinbertambahusia,seseorang
tergantung pada kemampuan bekerja akan memiliki relasi sosial yang lebih
sama dalam mencari makan, berburu, luas(teman,organisasi,masyarakat)dan
dan mempertahankan diri. Dari temuan juga mengalami individuasi. Hal ini
ini, ia menyimpulkan bahwa sosiabilitas berarti bahwa meskipun seseorang
lebih merupakan hukum alam selalu berinteraksi dengan lingkungan
dibandingkan kompetisi. Selanjutnya sosialnya, tetapi tetap tidak kehilangan
Kropotkin menyatakan bahwa sebenar jati dirinya. Antara individu dan
nya komentar Darwin tentang insting lingkungansosialsalingmempengaruhi.
sosial sebagai nilai pertahanan hidup Berdasarkan teori Relasi Objek ini,
telah direduksi. Menurutnya, Darwin patologitidakdisebabkanolehdorongan
sendiri dalam tulisannya yang berjudul instingtif dan konflik antara id dan
The Descent of Man, menyatakan bahwa superego. Patologi merupakan hasil dari
dalam pertahananan hidup, kerja sama interaksi individu dengan lingkungan
merupakan cara yang lebih baik diban nya. Dalam proses terapi, analisis
dingkan kompetisi. Jadi sesungguhnya ketidaksadaran meliputi analisis inter
yang mampu bertahan hidup tidak nalisasi interaksi sosial yang patologis,
selalu yang terkuat, tetapi yang mampu tekanantekanan sosial, kehidupuan
mendukungsatusamalain. sosial, dan konteks sosial. Terapi
Berdasarkan teori Geertz dan merupakan proses klarifikasi eksploitasi
pengamatan Kropotkin ini, maka dantekanansosialyangdialamipasien.
sebenarnya sejak dilahirkan, manusia Terapis akan membantu individu
sangat tergantung pada lingkungannya. menyadari nilainilai sosial, interaksi
Manusia bukanlah mahluk yang bebas. sosial, dan tekanantekanan sosial yang
Segala yang terjadi pada dirinya sangat berperan dalam pembentukan kepriba
tergantung pada lingkungan sosialnya. diannya, kecemasan neurotiknya, dan
Berdasarkan pada asumsi bahwa pada juga resistensinya. Sebab tidak jarang
dasarnyamanusiaadalahmahluksosial, resistensi individu untuk berkembang
maka Melanie Klein (dalam Gerson, disebabkan oleh komformitas individu
2004; Walls, 2004) mencetuskan teori terhadapnilainilaibudayaatautekanan
RelasiObjek.Teoriinimerupakanupaya sosial. Internalisasi nilainilai tersebut
Klein untuk merevisi teori Psikoanalisa akan masuk ke dalam ketidaksadaran,
klasik.Menurutteoriiniindividusecara yang akhirnya menghambat individu
alamiah tergantung pada lingkungan

ISSN : 0854-7108 Buletin Psikologi, Volume 14 Nomor 2, Desember 2006


Somatisasi Dalam Budaya Kolektivis 95

untukberkembang.MenurutteoriRelasi TEORIPEMAKNAANNELSON3
Objek, konformitas ini terjadi karena Makna menurut Saari (dalam Arnd
individutakutkehilanganikatandengan
Caddigan, 2003) meliputi afektif dan
lingkungansosialnya. kognitif dan melayani fungsi
Teori Relasi Objek ini juga komunikasi, organisasi, evaluasi, dan
menekankan pentingnya relasi antara partisipasidalammasyarakat.Sementara
terapis dan pasien. Mereka bukan lagi Maxwell (dalam ArndCaddigan, 2003)
sebagai individu yang terpisah, tetapi mendefinisikan makna sebagai intensi,
sebagaiduapribadiyangsalingberinte kognisi,perasaan,kepercayaan,evaluasi,
raksi dan mempengaruhi. Pengolahan dan segala sesuatu yang dapat dicakup
transferens dan kontertransferens oleh istilah perspektif partisipan yang
merupakanhalyangsangatmenentukan lebih luas. Konstruksi ini bersifat
keberhasilan terapi. Jadi terapi tidak ideasionaldanmental,daripadafisik,
hanya tergantung pada keahlian terapis Katherine Nelson (dalam Arnd
ataupotensipasien. Caddigan, 2003) menyatakan bahwa
Berkaitan dengan somatisasi yang makna mempunyai tiga tingkatan yang
eratkaitannyadengannilainilaibudaya berbeda,yaitukontekssosial,konseptua
dan interaksi sosial, maka penjelasan lisasi individual, dan konvensi budaya.
teori Relasi Objek lebih relevan dan Pemahamanpertamaanaktentangmak
memadai. Teori ini lebih bisa menjelas na pengalaman diperoleh dari interaksi
kan etiologi dan tritmen somatisasi antarpribadi dengan orang yang
dalam kaitannya dengan internalisasi merawatnya, yang disebutnya sebagai
nilainilai budaya dan proses belajar konteks sosial. Caracara orang yang
sosial. merawat anak bertingkah laku selama
Oleh karena itu dalam tulisan ini berinteraksi dengan anak mengajarkan
akan digunakan salah satu dari teori padaanaktentangmaknaperistiwa.
Relasi objek, yaitu teori pemaknaan Ketika seorang anak menjadi agen
Katherine Nelson untuk menjelaskan perilaku yang lebih aktif dalam proses
gangguan somatisasi dalam kaitannya elaborasi makna, maka ia mulai
dengan budaya kolektivis. Pemilihan

teori Nelson ini didasarkan pada 3 Teori pemakna Nelson ini tidak bisa dilepaskan
pertimbangan bahwa teori ini secara dari teori relasi obyek secara umum dan
spesifik akan mampu menjelaskan khususnya teori relasional Mitchel dan Aron,
Donnel Stern, Sullivan, Neil Altman, dan
proses internalisasi nilainilai sosial,
intersubyektivitas dari Krystal, Stolorow dan
konflik antara nilai individu dan sosial, Atwood (lihat ArndCaddigan, 2003). Teoriteori
serta kegagalan pemaknaan linguistik tersebut akan diuraikan lebih lanjut pada
dalamsomatisasi. pemaparan tentang somatisasi dalam budaya
kolektivis,ditinjaudariteoripemaknaanNelson.

Buletin Psikologi, Volume 14 Nomor 2, Desember 2006 ISSN : 0854-7108


96 Tjipto Susana

memasuki tingkat kedua dalam proses nampak bahwa ketika menonton film,
pemaknaan, yaitu konseptualisasi ekspresi emosi subjek yang alosentris
individual. Dalam tingkatan ini seorang (kolektivis) tidak kongruen dengan
anak aktif melakukan proses kognitif perasaan yang sesungguhnya (subjek
terhadapstrukturyangsudahdiperoleh yang alosentris cenderung menutupi
nya melalui konteks sosial, sehingga perasaanyangsesungguhnya).
terbentukmaknabaru. Kedua, ekspresi gejala psikologis
Tingkat ketiga dari proses dipandang mencerminkan masalah
pemaknaan berkaitan dengan perolehan dalam relasi interpersonal. Sehingga
bahasa atau budaya, yaitu makna ekspresi gejala psikologis lebih dipan
konvensional katakata dalam bahasa dang sebagai ancaman terhadap
budaya komunitas. Melalui bahasa harmonidanhargadirikelompok.
seorang anak menyerap struktur dan Ketiga,perasaandanfisikdipandang
kategori budaya yang mendefinisikan sebagai satu kesatuan. Oleh karena itu
apayangadadanbagaimanaseharusnya sebenarnya ekspresi fisik sekaligus
duniaberjalan. mencerminkan kondisi emosi yang ada
didalamdiriseseorang.Contohdarihal
SOMATISASIDALAMBUDAYA iniadalahadanyaungkapanfisikdalam
KOLEKTIVISDITINJAUDARITEORI masyarakat Jawa untuk merumuskan
PEMAKNAANNELSON gejala psikologis. Misalnya kata Ngelu
Telah diuraikan sebelumnya bahwa (pusing, kepala terasa berat) untuk
dalam budaya kolektivis, ekspresi mengekspresikanperasaantertekanketi
perasaan, baik yang berkaitan dengan ka sedang menghadapi masalah dalam
pribadi maupun relasi antar pribadi hidupnya, mules (mulas) sebagai
tidak begitu dihargai. Hal ini berkaitan ekspresi perasaan cemas, lema/lemu
dengan nilainilai yang diyakini dalam (gemuk) atau seger (segar) sebagai
budayatersebut. ekspresi dari ketentraman batin dan
kemakmuran.
Pertama, seseorang diharapkan
mampu mengendalikan perasaannya, Menurut Nelson, nilainilai yang
jadi tidak baik menunjukkan perasaan berlaku dalam masyarakat kolektivis
yang kuat, baik yang bersifat positif tersebut dapat dipandang sebagai
maupun negatif. Dari penelitian konvensi budaya. Nilainilai tersebut
Matsumoto dan Kupperbusch (2001)4, bisa diinternalisasi oleh konteks sosial
seseorang, bisa juga tidak. Demikian
halnya dalam tingkat konseptualisasi
4 Lihat juga penelitian Matsumoto et al (2002) individual.
tentangperbedaanbudayaantaraorangAmerika
danJepangdalamhalpenilaianekspresiemosi.

ISSN : 0854-7108 Buletin Psikologi, Volume 14 Nomor 2, Desember 2006


Somatisasi Dalam Budaya Kolektivis 97

KonteksPersonal
Nilaimasyarakat KonteksInterpersonal
Perasaantak Somatisasi
Kolektivisme Perasaantakdimaknai
dimaknai

Gambar1.TeoriPemaknaanNelson(dalamArndCaddigan,2003)

Dalam budaya kolektivis, ketika danGood,1985)perasaanmunculdalam


lingkungan interpersonal (konteks diri seseorang hanya setelah disadari
sosial) tidak menyediakan pemaknaan (cognized). Sebelum disadari perasaan
linguistik terhadap pengalaman pera merupakan fenomena psikobiologis
saan, maka seseorang akan meng yang berkaitan dengan fisiologis dan
asosiasikan perasaan tersebut dengan bersifat universal. Jadi sebenarnya tidak
pengalaman somatik. Reaksi fisiologis ada perbedaan pada perasaan primer
yang muncul bersamaan dengan (uncognized), yang berbeda adalah
perasaanyangada,lebihtertangkapoleh perasaansekunder(cognized).Perbedaan
individu. Apalagi ketika konteks sosial
padakualitasperasaansekunderberasal
seseorang lebih memvalidasi penga
dari proses kognitif, bukan dari area
laman somatik dibandingkan perasaan.
psikobiologis. Misalnya idiom somatik
Oleh karena itu, perasaan tidak akan
untuk mengenali dan mengekspresikan
dimaknai secara terpisah dari gejala
perasaan pada masyarakat Cina mem
fisiologis yang muncul (Stolorow dan
bentuk pemahaman bahwa perasaan
AtwooddalamArndCaddigan,2003).
merupakan pengalaman vegetatif yang
Hal ini sejalan dengan pendapat
secara tegas membedakannya dengan
Kleinman.Dalamexplanatorymodeltheory
kualitas eksistensial pada masyarakat
nya, Kleinman (dalam Jadhav, Weiss,
kelas menengah Amerika. Orangorang
dan Littlewood (2001) menyatakan
Cina cenderung mengurangi intensitas
bahwa orangorang akan memegang
kecemasan,perasaandepresi,ketakutan,
gagasan, konsepkonsep yang memberi
dan sejenisnya dengan cara menjaganya
kan makna terhadap tekanan yang
tetap tak terdeferensiasikan. Hal ini
mereka alami, membantunya mengeks
merupakan cara yang sangat membantu
presikan dan membentuk pengalaman
untuk tetap menjaga jarak dan
sakitnya, yang akhirnya mempenga
memusatkanperhatianpadahalhallain.
ruhinya untuk menentukan bantuan
Orangorang Cina juga sering
spesifikyangdicarinya.Olehkarenaitu,
menggunakan caracara lain seperti
perasaan tidak akan dimaknai secara
minimisasiataupenyangkalan,disosiasi,
terpisah dari gejala fisiologis yang
dan somatisasi untuk tetap berjarak
muncul (Stolorow dan Atwood dalam
denganperasaan.
ArndCaddigan, 2003). Menurut
Kleinman (Schieffelin dalam Kleinman

Buletin Psikologi, Volume 14 Nomor 2, Desember 2006 ISSN : 0854-7108


98 Tjipto Susana

Kolektivisme

Perasaanprimer
Pengalaman
Prosespsikobiologis PerasaanSekunder
Somatisasi
Uncognized Cognized

Gambar2.ExplanatoryModelTheory(KleinmandanKleinmandalamKleinmandanGood,1985)

Selanjutnya, Nelson menyatakan integrasi aneka input akan melalui
bahwakontekssosialyangtidakmembe model skematik. Ketiga proses tersebut
rikan pemaknaan pada pengalaman tidak terjadi secara terpisah. Apabila
perasaaniniakandiinternalisasikanoleh konteks sosial tidak memberikan
seorang anak6. Apabila konteks sosial pemaknaan perasaan pada gejala psiko
diinternalisasikan oleh seseorang, maka logis, maka meskipun dalam tingkat
pada tingkat konseptualisasi individual asosiatifnya(implisit)seseorangmerasa
pun tidak terjadi pemaknaan perasaan kanpengalamanperasaani,tetapidalam
yangmenyertaipengalaman. tingkat proposisional dan model
Analog dengan pendapat Nelson, skematiknya (eksplisit) akan memaknai
Power (2005) menyatakan bahwa dalam nya sebagai gejala fisik semata. Hal ini
jalur skema kognitif ke emosi ada tiga cukup menjelaskan mengapa pada
tingkatan,yaituasosiatif(palingrendah), penderita somatisasi dijumpai kasus
proposisional (menengah), dan model alexithymia, yaitu ketidakmampuan
skematik (paling tinggi). Sensori (bau, seseorang mengidentifikasikan perasaan
visual, auditori) akan melalui jalur dalam tataran linguistiknya (Prince
asosiatif. Katakata akan melalui jalur dalam Raguram dkk., 1996; Lundh dan
proposisional, dan interpretasi atau SimonssonSarnecky, 2001; Nemiah
dalam van der Kolk dkk., 1996).
Kleinman dan Kleinman (dalam
6 Dalam perjumpaannya dengan lingkungan
sosial,bisasajaseoranganakberinteraksidengan Kleinman dan Good, 1985) juga
nilainilaibudayayangberbeda.Dalaminteraksi menemukan bahwa orangorang Cina
ini, bisa saja ia menginternalisasikan nilainilai yang menderita somatisasi tetap tidak
baru.Adatigapolayangmungkinterjadiselama
proses akulturasi ini, yaitu akomodasi (apabila
menyadari masalah psikologis maupun
seseorang menginternalisasikan sebagian dari sosial yang dihadapinya. Mereka
budaya lain), overshooting (apabila seseorang menganggap gangguan fisik yang
menjadi lebih ekstrim dari orangorang yang
dideritanya merupakan sumber dari
memiliki buday aaslinya), dan afirmasi ( apabila
seseorang menjadi sangat mirip dengan orang segalapermasalahanhidupnya.
orang asli budaya tersebut) (Triandis, Shimada,
danVillaraeldalamTriandis,1994)

ISSN : 0854-7108 Buletin Psikologi, Volume 14 Nomor 2, Desember 2006


Somatisasi Dalam Budaya Kolektivis 99

TingkatModel
Kolektivisme Somatisasi
Skematik


Fisiologis
Sistem
PeristiwaKejadian Analogikal Tingkat
Terganggu Asosiatif
Perasaan


Tingkat
Kolektivisme Somatisasi
Proposional

Gambar3.TheSchematic,Propositional,Analogical,AssociativeRepresentationSystems
(SPAARS)Approach(Power,2005)

Jadi berdasarkan teori pemaknaan pengalamannya tersebut karena tidak


Nelson tersebut, ekspresi gejala somatik sesuai dengan konteks sosial dan
dapatberupa:(1)mekanismepertahanan konsensus budaya. Konflik antara
diri dari seseorang atau (2) ketidak konseptualisasi individual (lapisan
mampuanseseorangmemaknaipengala prifat) dengan konteks sosial dan
mannya di luar gejala fisik. Hal ini konsensus budaya (lapisan sosial)
sejalan dengan pendapat Stolorow dan membuat seseorang merasa tidak
Atwood (dalam ArndCaddigan, 2003) nyaman7. Hal ini dirasakan sebagai
yang menyatakan bahwa somatisasi ancamanterhadapikatandirinyadengan
merupakan ketiadaan makna yang lingkungansosialnya.Perasaanperasaan
melekat pada pengalaman. Pengalaman yang tidak dapat diterima akan
yang tidak termediasikan ini mempu menimbulkan kecemasan dan akhirnya
nyai dua bentuk yaitu seseorang tidak diterjemahkan dan diperbesar melalui
dapat mengekspresikan pengalaman, ketidaknyamanan somatik (Gureje dkk.,
karena ia memandang bahwa ekspresi 1997); Graw dan Padgett, 1988; Margo
ini akan mengancam ikatan dengan dan Margo, 1994). Keluhan fisik
orang yang merawatnya. Bentuk kedua merupakan sarana memperoleh kontrol
adalah pengalaman tersebut tidak dapat atas ketidakberdayaan yang dialaminya
diartikulasikan karena tidak pernah (Alloy dkk., 2005). Dalam kasus ini,
mendapatvalidasidarilingkungannya. gejala somatisasi muncul karena: (1)
Somatisasi sebagai bentuk meka

nisme pertahanan diri terjadi apabila 7 LihatkonsepDwairy(2002)tentanglapisanprifat
seseorang menolak untuk memaknai (privatelayer)danlapisansosial(sociallayer).

Buletin Psikologi, Volume 14 Nomor 2, Desember 2006 ISSN : 0854-7108


100 Tjipto Susana

seseorang tidak memaknainya dalam tidak sekedar tidak dimaknai oleh


pengalamannya atau (2) sebagai akibat konsensus budaya. Maka tidaklah
rusaknya kemampuan tubuh meme mengherankan mengapa orangorang
lihara fungsi normal fisik akibat stres Cina dalam studi yang dilakukan oleh
yangdirasakanseseorang. Cheung, dkk. (dalam Raguram dkk.,
Somatisasisebagaibentukkegagalan 1996) cenderung mengekspresikan
pemaknaan terjadi karena seseorang depresi yang dialaminya dalam bentuk
tidak bisa menemukan pemaknaan keluhan fisik. Mereka menekan atau
linguistik dalam budaya kolektivis. Jadi menyembunyikan perasaan mereka
sesungguhnya seseorang tidak menolak karenatakutterhadapstigmayangakan
pemaknaan terhadap pengalamannya, mereka terima dari masyarakat sebagai
tetapi tidak berhasil menemukan penderitagangguanmental.Pengalaman
pemaknaan dalam bahasa budayanya. depresi yang direkonstraksi melalui
Haltersebutakansemakinjelasjikakita somatisasi lebih ditoleransi dalam
melihat hasil penelitian Varela et al budaya mereka (Lipowski dalam
(2004). Temuan dari penelitian tersebut Raguram dkk., 1996). Hasil yang sama
adalah: anakanak Meksiko (kolektivis) juga diperoleh dari penelitian Raguram
dan MeksikoAmerika (agak kolektivis) dkk. (1996) terhadap masyarakat India,
lebih mengekspresikan kecemasan mereka cenderung mengekspresikan
dalam bentuk somatik dibandingkan keluhan somatik dari pada psikologis.
anakanakEropaAmerika(individualis). Makna sosial dari gejala fisik (somatik)
Hal ini disebabkan para orangtua tidakbegitumenimbulkantekananpada
Meksiko dan MeksikoAmerika jarang penderita, karena sakit fisik dialami
mendiskusikan permasalahan atau hal hampir oleh setiap individu dalam
hal yang mengandung emosi negatif. kehidupan seharihari. Oleh karena itu
Merekatidakterbiasamendiskusikanhal rekonstruksi pengalaman depresi
tersebut dan merasa tidak nyaman melalui somatisasi lebih menjadi pilihan
ketika mendiskusikan halhal yang (LipowskidalamRaguramdkk.,1996).
bermuatanemosi.Paraorangtuainijuga
cenderung menginterpretasikan gejala DAFTARPUSTAKA
kecemasan anak sebagai gejala somatik AbdelKhalek, A.M., 2004, Can Somatic
semata. Symptoms Predict Depression?,
Pilihan untuk menggunakan Social Behavior and Personality, Vol.
ekspresisomatikiniakanlebihkuatjika 32,No.7,P.657666
gejala atau pengalaman tersebut Abdulla, A., 2003, When Patients Want
dimaknai secara negatif oleh konsensus toStayIll,MedicalPost,Aprl29,Vol.
budaya atau mengandung stigma. Jadi 39,Iss17,p.13,Canada.

ISSN : 0854-7108 Buletin Psikologi, Volume 14 Nomor 2, Desember 2006


Somatisasi Dalam Budaya Kolektivis 101

American Psychiatric Association, 2000, Analytical Psychology, Vol. 39, hal.


The Diagnostic and Statistical Manual 463478.
for Mental DisorderIV Text Revision, Ferud,S. 1914. The History of
WashingtonDC:APA PsychoanalyticMovement,NewYork:
ArndCaddigan, M., 2003, Maintaining NervousandMentalDissease,Pub.Co
anIllusion:Abuse,somatization,and Freund,P.E.S. & McGuire, M.B., 1991,
the elaboration of meaning, Clinical Health, Illness, and the Social Body: A
SocialWorkJournal,Summer,Vol.31, Critical Sociology, New Jersey:
Iss2,P.107115,NewYork PrenticeHall
Boski, P., van de Vijver, & Chodynika, Gerson, G. 2004. Object Relations
A.M., 2000, New Directions in Cross Psychoanalysis as Political Theory.
Cultural Psychology, Poland : Polish Political Psychology, Vol. 25, No. 5,
PsychologicalAssociation. Hal.769794.
Brown,R.J.,Scharg,A.,Trimble,M,2005, Gouveia,V.V,Clemente,M,&Espinosa,
Dissociation, Childhood Interper P.,2003,TheHorizontalandVertical
sonal Trauma, and family Attributes of Individualism and
Functioning in Patients With Collectivism in A Spanish Popu
Somatization Disorder, The American lation,TheJournalofSocialPsychology,
Journal of Psychiatry, May, Vol. 162, Feb,Vol.143,Iss1,P.43,Washington
Iss5,P.899906,Washington.
Groden, M., & Kreiswirth, M. (Eds.).
Buckley, P., 2003. Revolution and 1997. Psychoanalitic Theory and
Evolution:Abriefintellectualhistory Criticism.TheJohnHopkinPress.
of American Psychoanalysis during
Hadjam, N.R., 1989, Perbedaan Tingkat
the past two decades. American
Somatisasi antara Mahasiswa Pria
Journal of Psychotherapy, Vol. 57, No.
danwanita,laporanPenelitian,tidak
1,hal.117.
diterbitkan,Yogyakarta:UGM
Cukur, C.M., de Guzman, M.R.T, &
Hadjam, N.R., 1992, Variabelvariabel
Carlo, G., 2004, Religiosity, Values,
psikologis Penentu Timbulnya
and Horizontal and Vertical
Gangguan Somatisasi Pada Guru
IndividualismCollectivism: A Study
SekolahDasardiKodyaYogyakarta,
ofTurkey,theUnitedStates,andthe
Laporan Penelitian, tidak diterbit
Philippines, The Journal of Social
kan,Yogyakarta:UGM
Psychology, Dec, Vol. 144, Iss 6, P.
613,Washington Hidajat, L.L, 2005, Pemaknaan Sehatsakit
Ditinjau dari Tipe Motivasi Nilai dan
Field, N. 1994. Object relations and
Kecenderungan Kepribadian Pada
Individuation: Are they comple
Masyarakat Jawa dan Bali, Disertasi,
mentary or in conflict? Journal of
tidakditerbitkan,Yogyakarta:UGM

Buletin Psikologi, Volume 14 Nomor 2, Desember 2006 ISSN : 0854-7108


102 Tjipto Susana

Huprich, S.K. 2001. Object Loss and LocherScholten, E., 2003, Morals,
Object Relations in Depressive Harmony, and National Identity:
Personality Analogues. Bulletin of Companionate Feminism in
theMenningerClinic,Vol.65,No.4, Colonial Indonesia in 1930s, Journal
hal.549558. of Womens History, Winter, Vol.14,
Kernberg, O.F. 1995. Object relations, Iss.4,P.38,Bloomington
Affects, and Drives; Toward a new LuoLu,ShuFangKao,2002,Traditional
synthesis. The Third International and Modern Characteristics across
Conference on Research in Psychiatry the Generation: Similarities and
and Psychoanalysis of Childhood (hal. Discrepancies, The Journal of Social
604619).Perancis. Psychology,Feb,Vol.142,Iss1,P.45,
Kleinman, A. & Good, B. (1985). Culture Washington
and Depression. Barkeley: University Mayou, R. & Farmer, A., 2002,
ofCaloforniaPress. Functional Somatic Symptoms and
Klenman. A. & Kleinman, J. (1985). Syndromes, British Medical Journal,
Somatization: The interconnections August,Vol.325,Iss7358,P.265271,
in Chinese society among culture, London.
depressive experiences, and the Matsumoto, D, and Kupperbusch, C.,
meaning of pain. Dalam Kleinman, 2001, Idiocentric and Allocentric
A. & Good, B. (eds). Culture and Differences in Emotional Expression
Depression. London: University of and Experience, Asian Journal of
CaliforniaPress. SocialPsychplogy,Vol.4.P.113131.
Kleinman, A. (1988). Rethinking Matsumoto, D, Consolaceon, T.,
Psychiatry: from cultural category to Yamada,H.,Suzuki,R.,Franklin,B.,
personal experience. New York: The Paul, S., Ray, R., Uchida, H., 2002,
Freepress AmericanJapanese Cultural
Koentjaraningrat, 1994, Kebudayaan Jawa, Differences in Judgemens of
Jakarta:BalaiPustaka. Emotional Expressions of Different
Intensities,CognitonandEmotion,Vol.
Kohn, R., Saxena, S., Levav, I, &
16,No.6,P.721747.
Saraceno, B., 2004, The Treatmen
Gap in Mental Health Care, Bulletin Mayou, R., Kirmayer, L.Jl, Simon, G.,
oftheWorldHealthOrganization,Nov, Kroenke, K, Sharpe, M, 2005,
Vol82,No.11,P.858 Somatoform Disorders: Time for a
new approach in DSMV, The
Kroenke, K., 2002, Psychological
American Journal of Psychiatry, May,
Medicine, British Medical Journal,
Vol. 162, Iss 5, P. 847 856,
June, Vol. 324, Iss 7353, P. 1536
Washington.
1538,London.

ISSN : 0854-7108 Buletin Psikologi, Volume 14 Nomor 2, Desember 2006


Somatisasi Dalam Budaya Kolektivis 103

Pemberton, J., 1994, Jawa, Yogyakarta: Depression, New England Journal of


MataBangsa. Medicine,vol.341,P.13291345.
Poikolainen,K,Kanerva,&Lnnqvist,J., Spector, P., Cooper, C., Sanchez, J.,
1995, Live Events and Other Risk ODriscoll, et al, 2001, Do National
Factors for Somatic Symptoms in LevelsofIndividualismandInternal
Adolescence, Pediatrics, July, Vol96, Locus Of Control Relate to Well
No.1,p.5963. Being: An Ecological Level
Raguram, R., Weiss, Mitchel, G., International Study, Journal of
Channabasavanna, S.M., Devins, Organizational Behavior, Dec, Vol. 22,
Gerald,M.,1996,Stigma,Depression, Iss8,P.815,Chichester.
andSomatizationinSouthIndia,The Sullivan, M.D., 2000, DSMIV Pain
American Journal of Psychiatry, Aug, Disorder: a case against the
Vol. 153, Iss.8, P. 1043 1049, diagnosis, International Review of
Washington. Psychiatry, Vol. 12, P. 91 98.
Raguram,R.,,Mitchel,G.,Weiss,Kevakl Washington
H., Channabasavanna, S.M., 2001, Terre, L., Poston, W.S.C, Foreyt, J, Joer,
Cultural Dimension of Clinical S.T.ST., Horrigan, K.L. 2004, Does
Depression in Banglore, India, FamilyofOriginFunctioningPredict
Anthropolgy and Medicine, Vol.8, No. Adult Somatic Complaints? Psycho
1,P.3146 logyandHealth,AugustVol.19,No.
Reynolds K.L., OKoon, J.H., 4,P.507514
Papademetriou, E., Szczygiel, S., Triandis, H.C., 1994, Culture and Social
Grant,K.E.,2001,StressandSomatic Behavior, New York: McGrawHill,
Complaints in Lowincome Urban Inc
Adolescents, Journal of Youth and Triandis, H.C., 1999, Crosscultural
Adolescence,August,Vol.30,Iss4,P. Psychology, Asian Journal of Social
499508,NewYork. Psychology,Vol.2,P.127143
Silverstein, B. & Blumenthal, E., 1997, Tylee, A. & Gandhi, P. 2004, Somatic
Depression Mixed With Anxiety, Symptoms and General Aches and
Somatization, and Disordered Pains in Primary care: indicators
Eating: Relationship with gender depression? Primary Care Mental
rolerelated limitation experienced Health,Vol.2,P.133136.
by females, Sex Roles, June, Vol. 36,
Urist, J. 2000. On the Object Relational
Iss11/12,P.709717,NewYork.
Texture Affects. Journal of Personality
Simon G., Von Korff M, Piccinelli M, Assessment,Vol.75,No.1,hal.917.
Fullerton C, Ormel J, 1999, An
Van der Kolk, Bessel A., Pelcovitz,
International Study of the Relation
David, Roth, Susan, Mandel,
between Somatic Symptoms and
Francine S, et al, 1996. Dissociation,

Buletin Psikologi, Volume 14 Nomor 2, Desember 2006 ISSN : 0854-7108


104 Tjipto Susana

Somatization, and Affect Wilsons, G.T., OLeary, K.D., Nathan,


Dysregulation, The American Journal P.E., & Clark,L.A., 1996, Abnormal
of Psychiatry, July, Vol. 153, Iss 7, P. Psychology: Integrating Perspectives,
8394,Washington Boston:AllynandBacon
Varela, R.E., Vernberg, E.M., Sanchez WorldHealthOrganization,2001,Mental
Soso, J.J., Riveros, A., Mitchel, M, Health: New Understanding, New
andm Mashunkashey, J., 2004, Hope,France:WHO
Anxiety Reporting and Culturally Williams, B., 2003, The Worldview
Associated Interpretation Biases and Dimensions of Individualism and
CognitiveSchemas:Acomparisonof Collectivism: Implications for
Mexican, MexicanAmerican, and Counselling, Journal of Counselling
Europianamerican Families, Journal and Development, Summer, Vol. 81,
of Clinical Child and Adolescent, Vol Iss.3,P370,Alexandria.
33,No.2,P.237247.
WunJungKim&Singh,T.,2004,Trends
Voronov, M. & Singer, J.A., 2002, The and Dynamics of Youth Suicides in
Myth of IndividualismCollectivism: Developing Countries, The Lancet,
A Critical Review, The Journal of Apr, Vol. 363, Iss 9415, P. 1090.
SocialPsychology,Aug,Vol.142,Iss4, London
P.461,Washington
Yeung, A., & Deguang, H, 2002,
Walls, G.B. (2004). Toward Critical Somatoform Disorders, Western
GlobalPsychoanalysis.Psychoanalytic Journal of Medicine, September, Vol.
Dialogues,Vol.14,No.5,hal.605634. 176.,Iss4,P.253257,SanFrancisco.

ISSN : 0854-7108 Buletin Psikologi, Volume 14 Nomor 2, Desember 2006

Anda mungkin juga menyukai