Anda di halaman 1dari 11

BUDAYA DAN

PSIKOLOGI
UBNORMAL
NAMA : HERNISYA SAFITRI
NIM : 2020380150032
Dosen pengampu : IBU ERY
ABSTRAK
Salah satu tujuan penting dari Psikologi adalah
mengumpulkan pengetahuan melalui penelitian
untuk membantu orang-orang yang menderita
gangguan psikologis agar dapat hidup dengan lebih
efektif, produktif, dan bahagia (Matsumoto & Juang,
2004) Budaya memiliki pandangan tersendiri
terhadap abnormalitas yang dialami manusia.
KENDALA ABNORMAL DALAM PARADIGMA
BUDAYA
Ada beberapa kendala saat kita membahas abnormalitas dalam paradigma budaya. Berikut adalah. kendala-kendala tersebut.
A. Definisi Abnormal
Manusia mengembangkan. ide-ide, membangun norma-norma perilaku, dan belajar respons- respons emosional berdasarkan
serangkaian budaya yang dimilikinya. Hal ini menyebabkan. orang dari budaya yang berbeda. akan memahami gangguan.
psikologis secara berbeda pula,dan perbedaan tersebut sering kali berbeda satu sama lain (Shirae & Levy, 2010).
B. Identifikasi Abnormal
-Beberapa pendekatan
 Statistik yang jarang = abnormal

Tidak semua yang jarang abnormal (anak berbakat, orang mampu bicara dalam 4 bahasa)
Tidak semua yang abnormal/sakit jarang (minum alkohol di Barat) 3W
 inefisiensi peran merasa dirinya binatang : tidak efisien

Penyandang Bipolar/Narkoba paling produktif kalau sedang dalam keadaan manis/di bawah pengaruh obat Bertentangan dengan
norma
 Bertentangan dengan Norma

Homoseksual tidak dianggap sakit/abnormal dalam ( America psychiatric Assosiation )DSM IV


 Laporan pasien sendin→ sakit kepala, malu, tidak Pd.

Di Timur, orang tidak biasa membuka diri pada orang lain.


PENANGANAN/PENGOBATAN TERBAIK
UNTUK ABNOTMALITAS YANG TERJADI
 mengidentifikasi seseorang abnormal juga berhubungan dengan penanganan yang akan
diberikan kepada orang tersebut nantinya. Tema utamanya adalah terapi mantera versus terapi
medis dari dokter. Di beberapa budaya, keluarga pasien yang menderita gangguan mental
membawanya ke dukun untuk memperoleh penanganan. Misalnya, dengan melakukan ritual-
ritual tertentu selama beberapa waktu maka pasien diharapkan akan sembuh. Namun,
terkadang ritual-ritual tersebut tidak mampu menyembuhkan karena adanya kondisi-kondisi
yang dipersyaratkan tetapi tidak tercapai. Contohnya, pasien ternyata bukan perjaka/perawan
seperti yang dipersyaratkan sehingga ritual yang dilakukan tidak dapat menyembuhkan. Di sisi
lain, dokter juga menawarkan perawatan medis yang terdiri dari obat-obatan yang harus
diminum pasien secara tepat waktu dan dalam dosis yang tepat. Namun, kondisi ini juga
disertai dengan syarat- syarat tertentu. Misalnya, pasien harus mengonsumsi obatnya selama 3
bulan dan kontrol ke dokter.
Skizofrenia
Skizofrenia adalah gangguan psikologis yang memiliki karakteristik munculnya delusi (waham),
halusinasi, pembicaraan dan juga perilaku yang ngawur (disorganized), (Shiracy & Levy, 2010). Di Columbia, India, dan
Nigeria, skizofrenia lebih cepat sembuh dibandingkan di Inggris, Amerika,ataupun Uni Soviet. Hal ini karena di negara-negara
Timur, pasien lebih banyak mendapatkan dukungan keluarga, kerabat, dan masyarakat. Dukungan sosial ini membuat pasien
lebih cepat dapat berfungsi normal dan menjalankan perannya dalam kehidupan sehari-hari.Hal ini menyebabkan prognosis
pasien skizofrenia di Timur lebih baik dibandingkan pasien di Barat (Matsumoto & Juang, 2004).

Depresi

Gejala depresi antarbudaya dapat berbeda-beda. Misalnya, pasien depresi di Nigeria melaporkan adanya
perasaan tidak berguna dan bersalah Sementara itu, pasien depresi di Cina melaporkan adanya psiko-somank
(Klienman, 1988). Ekspresi indigenous dari depresi yang dialami oleh orang Indian Hopi, antara lain cemas
dan patah hati (Manson, Shore, & Bloom, 1985). Hal ini menunjukkan bahwa depresi memang universal,
dapat dialami oleh seluruh orang di dunia ini, namun penyebab dan ekspresinya sangat dipengaruhi oleh
budaya tempat pasien berada.
- Somatisasi
Somatisasi adalah keluhan-keluhan fisik yang merupakan ekspresi dari distress psikologis (Matsumoto & Juang, 2004).
Gejalanya, antara lain sakit pencernaan, sakit leher, pusing atau migrain. Orang-orang Timur dianggap lebih mudah
mengalami somatisasi dibandingkan orang Barat. Somatisasi dianggap sebagai sebuah kode atau penyamaran dari gejala-
gejala psikologis Namun, pada penelitian terbaru anggapan ini tidak terbukti Kirmayer (1985, 2001) menunjukkan bahwa
tidak banyak perbedaan pada tingkat dan jumlah somatisasi dalam lintas budaya.

Sindroma Lainnya Terkait Budaya


Apabila menggunakan pendekatan emik (culture-specific), antropolog dan psikiater menemukan beberapa bentuk
gangguan psikologis yang unik. Beberapa gejala dari gangguan spesifik budaya ini memiliki kesamaan dengan gangguan
yang bersifat etik. Namun, pola gejalanya tidak sesuai dengan kriteria diagnosis untuk gangguan psikologis yang dikenal
dalam skema klasifikasi Barat (Matsumoto & Juang, 2004).
Ada beberapa contoh sindroma terkait budaya, yaitu:

Sinbyong
Sinbyong adalah seorang perempuan yang dianggap seperti dukun atau shaman karena kemampuannya untuk berbicara
dan mendengar hal-hal gaib serta melihat masa depan.
Amok
Gangguan ini ditandai dengan kemarahan tiba-tiba dan agresi membunuh. Tampaknya hal ini disebabkan oleh stres, gangguan
tidur, dan konsumsi alkohol (Carson, dkk., 1988 dalam Matsumoto & Juang 2004). Di samping itu, gangguan ini tampak lebih
sering dialami oleh laki- laki. Beberapa tahap gangguan telah dapat teridentifikasi, mulai dari perilaku menghindar yang ekstrem
sebelum munculnya perilaku menyerang sampai ke kelelahan dan amnesia terhadap kemarahan (Matsumoto & juang, 2004).
Anorexia nervosa
Anorexia nervosa adalah gangguan yang teridentifikasi di Barat, namun juga tampak pada negara-negara di Dunia Ketiga
(Swartz, 1985). Gangguan ini ditandai dengan body image yang terganggu, ketakutan menjadi gendut, dan penurunan berat
badan yang serius berhubungan dengan pembatasan makanan dan pemuntahan. Beberapa faktor dianggap menjadi
kemungkinan munculnya gangguan ini, termasuk tekanan budaya terhadap konsep tubuh yang kurus sebagai tubuh yang
ideal untuk perempuan, pembatasan peran gender, dan ketakutan individu untuk menjadi lepas kendali atau mengambil
tanggung jawab sebagai orang dewasa.

Ataque de nervious
Gangguan ini banyak terlihat di Amerika Latin (Guarnaccia, Rivera, Franco, & Neighbors, 1996). Gejala-gejalanya, antara
lain gemetar, berteriak tidak terkontrol, menangis tersedu-sedu, panas di dada naik ke kepala, dan pusing. Gangguan ini
cenderung timbul akibat peristiwa stres dari keluarga, seperti kematian, perceraian, atau menyaksikan salah satu anggota
keluarga mengalmi kecelakaan.
Zar
adalah altered state dari kesadaran yang tampak di kalangan imigran Etiopia ke Israel (Grisaru, Budowski, & Witztum,
1997) Dipercaya dikuasai oleh Zar spirit, umum di Afrika, dan diekspresikan dalam gerakan-gerakan involuntary, diam
(mutism), dan bahasa yang tidak dapat dipahami.

- Whakama
Gangguan ini muncul pada kelompok Mauri di New Zealand. Gejalanya. terdiri dari rasa malu, merendahkan diri
sendiri, ketidakmampuan, meragukan diri sendiri, dan menghindar (Sachdev, 1990).

- Skrining heart
Kondisi distress yang terjadi dalam budaya Punjabi (Krause, 1989) Dialami sebagai sensasi fisik pada jantung atau
dada, dan dianggap disebabkan oleh panas yang berlebihan, kelelahan, kecemasan, atau kegagalan sosial, la memiliki
beberapa karakteristik depresi, namun juga menyerupai gangguan kardiovaskular.

- Avanga
Gangguan yang dicirikan dengan adanya pertemanan dengan seorang roh halus. Biasanya diakibatkan oleh
perpindahan seseorang ke kota dan urbanisasi (Puloka, 1997).
D. Assessment terhadap Abnormalitas Manusia
Dalam melakukan assessment atau pemeriksaan terhadap abnormalitas yang terjadi pada diri individu,kita
perlu memerhatikan validitas dan reliabilitas pemeriksaan tersebut.

E. Eror dalam Pemeriksaan Abnormalitas


Menurut Lopez (1989), ada dua tipe eror yang mungkin terjadi dalam melakukan pemeriksaan klinis, yaitu
overpathologizing dan underpathologizing Overpathologizing bisa terjadi ketika pemeriksa tidak memahami
latar belakang budaya klien, sehingga menyebabkannya salah menilai perilaku klien sebagai sesuatu yang
abnormal Padahal dalam budaya klien tersebut, perilakunya adalah sesuatu yang normal terjadi Sementara itu,
underpathologizing terjadi saat pemeriksa tanpa pandang bulu menjelaskan perilaku klien sebagai bagian dari
budaya. Misalnya, perilaku menghindar dan ekspresi emosi klien yang datar dianggap sebagai gaya
komunikasi kultural yang lumrah kenyataannya perilaku tersebut merupakan gejala dari depresi
Di samping itu, sering kali kita mengabaikan indigenous atau sistem penyembuhan tradisional Menurut
Higginbo kita perlu lebih memerhatikan sistem penyembuhan berdasarkan tempat gangguan tersebut muncul
Sering kali seseorang yang gangguan, membawa dirinya untuk mencari folk healers (misalnya "orang pintar",
dan sebagainya) (Leff, 1986) Kegagalan dalam indigenous healing system ini dapat membuat kita mengabar
ekspresi gangguan.
Kesimpulan
Budaya memiliki pandangan tersendiri terhadap
abnormalitas yang dialami manusia. Antara budaya
yang satu dengan lainnya dapat menerjemahkan
abnormalitas dalam bahasa yang berbeda-beda.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai