Anda di halaman 1dari 4

Nama : Tasya Mayasita Deana Salangka

NIM : 2211102433016
Kelas : Islam dan Iptek C

TEORI HISTERIA MENURUT PANDANGAN PSIKOLOGI UMUM DAN


ISLAM

A. Definisi Histeria
Histeria merupakan sebuah kondisi dimana pengidap menunjukkan perilaku
berlebihan dan sukar terkendali. Kondisi ini sering ditandai dengan halusinasi, gugup,
kejang, ledakan emosi yang ekstrem, hingga kelumpuhan. Perilaku ini diyakini timbul
akibat adanya stress emosional atau masalah psikologis pada diri individu. Histeria
digambarkan sebagai sejenis penyakit sarafyang diekspresikan sebagai emosi,
kegembiraan, ketakutan atau kesedihan yang tidak terkendali. Menurut beberapa ahli
psikologi seperti Freud, menyebutkan bahwa hysteria merupakan bentuk gangguan
neurotic yang melibatkan konflik bawah sadar antara hasrat dan norma-norma sosial.
Menurut Karen Horney, seorang psikoanalisis memandang bahwa histeria sering kali
muncul sebagai respon terhadap konflik antara kebutuhan dasar individu dan tuntutan
masyarakat terhadap peran gender. Dalam buku berjudul Medically Unexplained
Symptoms, istilah histeria menjadi satu diagnosis medis yang umum selama era
Victoria, terutama untuk wanita. Istilah ini tidak dihapus dari Diagnostic and Statistical
Manual of Mental Disorders (DSM) hingga tahun 1980. Saat ini, orang yang
menunjukkan gejala histeris mungkin didiagnosis dengan gangguan disosiatif atau
somatik.
Sejarah histeria berawal dari Yunani kuno, ketika Hippocrates mengidentifikasi
kondisi ini sebagai hal yang umum terjadi pada wanita. Pada era ini, histeria disebut-
sebut sebagai penyebab sebagian besar penyakit mental dan fisik yang dialami
perempuan, karena terbatasnya pemahaman biologi. Kata histeria mengacu pada
sumber dan sejarah evolusi kata tersebut. Histeria berasal dari istilah Yunani ''hystera'';
yang artinya "rahim". Pada zaman Yunani kuno, gejala histeria umumnya dianggap
disebabkan oleh rahim yang terlepas dari posisi aslinya dan melayang di sekitar tubuh.
Rahim yang berkeliaran diyakini menimbulkan gejala histeria pada bagian tubuh yang
ditempatinya.
Pada abad ke-19, dokter Perancis Paul Briquet melakukan penelitian inovatif
tentang histeria selama satu dekade di sebuah rumah sakit di Paris. Briquet
mendefinisikan histeria sebagai kondisi terus-menerus yang mengakibatkan berbagai
gejala fisik yang tidak jelas secara medis di dalam tubuh. Dia mempelajari pasien yang
mengalami gejala termasuk kelumpuhan, amnesia, nyeri fisik, kejang, dan kejang. Ahli
saraf Perancis Jean-Martin Charcot juga aktif dalam studi histeria pada abad ke-19,
memeriksa wanita muda di rumah sakit jiwa Perancis. Pada era ini, perempuan menjadi
fokus kajian tentang histeria, karena selama ini histeria diyakini hanya bisa dialami oleh
perempuan. Pasien Charcot menunjukkan gejala termasuk gangguan pendengaran,
kelumpuhan, gerakan aneh, muntah, dan kejang. Studi Charcot tentang histeria sangat
berpengaruh pada Sigmund Freud, yang juga meneliti unsur-unsur kondisi ini.
Sigmund Freud, seorang ahli saraf Austria, dipengaruhi oleh karya Charcot
tentang histeria. Charcot adalah pelopor dalam bidang ini, karena ia adalah dokter
pertama yang menangani histeria sebagai penyakit mental. Charcot berteori bahwa
histeria berakar pada masalah psikologis daripada masalah fisik karena kurangnya bukti
biologis mengenai gejalanya. Dia sampai pada kesimpulan ini ketika memeriksa wanita
yang mengalami hilangnya sensasi di tangan mereka, namun dilaporkan merasakan
sensasi di lengan mereka. Karena saraf di lengan dan tangan sama, Charcot
menyimpulkan bahwa hilangnya sensasi secara biologis tidak mungkin terjadi. Alasan
ini menyebabkan Charcot' eksperimen dengan hipnosis sebagai pengobatan untuk
histeria.
Karya Charcot di bidang ini membuka jalan bagi Freud, yang mempelajari
kejang terkait histeria dan mencetuskan gagasan pertobatan histeris. Konsep ini
memperkenalkan teori bahwa ingatan traumatis yang terlalu menyusahkan untuk
ingatan sadar ditekan ke dalam pikiran bawah sadar, dan kemudian bermanifestasi
sebagai gejala biologis untuk mengatasi konflik psikologis. Seperti Charcot, Freud
bereksperimen dengan hipnosis sebagai pengobatan histeria. Selama sesi Freud, ia
menemukan bahwa pasien yang mengingat kenangan traumatis mengalami aliran emosi
yang dikenal sebagai katarsis. Setelah membanjirnya ingatan dan perasaan ini, Freud
mengamati bahwa pasiennya mengalami gejala fisik tidak terlalu parah. Gangguan
gejala somatik yang lebih modern, yang menggambarkan gangguan yang ditandai
dengan gejala fisik yang berhubungan dengan faktor psikologis, berkaitan erat dengan
karya Freud tentang histeria. Pandangan dan studi Freud tentang histeria menjadi
landasan bagi teori psikoanalitiknya. Meskipun sebagian besar karya Freud dianggap
kontroversial, namun tetap menjadi bagian penting dari sejarah psikologi. Ide-ide dan
wawasan Freud memberikan landasan bagi tema-tema psikologi modern, dan tetap
berpengaruh hingga abad ke-21.

B. Gejala Histeria
Setiap orang yang mengalami histeria menimbulkan gejala yang berbeda-beda satu
sama lain. Namun, terdapat beberapa gejala khas yang timbul ketika seseorang
mengidap histeria, diantaranya ialah :
- Kebutaan
- Ledakan emosi yang berlebihan
- Halusinasi
- Terlalu dramatis dan bersemangat
- Kehilangan sensasi
- Keadaan tak sadarkan diri
- Mengalami amnesia
- Kelumpuhan
- Pingsan
- Kejang-kejang
- Otot kaku

C. Faktor Timbulnya Histeria


Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa banyak faktor yang menyebabkan
histeria. Beberapa penelitian menyatakan bahwa hal itu disebabkan olehstres emosional
yang tidak terkendali (Kasmini Kassim, 1992). Sistem kekebalan tubuh yang lemah dan
seterusnyastres internal juga bisa lebih sering terjadi pada wanita karena sifat lemah
lembut mereka dan kelemahan fisiologis sistem (Hashim Awang, 1990). Pengobatan
modern smengemukakan bahwa histeria dapat disebabkan oleh lingkungan, budaya,
sosial dan faktor ekonomi (Amran Kasimin & Zulkarnain Zakaria, 1994). Keyakinan,
budaya, dan agama seseorangn juga bisafaktor yang berkontribusi terhadap histeria.
Penelitian menunjukkan bahwa histeria dapat dikaitkan dengan beberapa faktor
salah satunya faktor psikologis dimana para psikolog mempercayai bahwa penyebab
utama histeria ialah stress emosional yang membuat emosional seseorang menjadi tidak
stabil. Seseorang bereaksi terhadap stress emosioanal dengan cara melepaskan tekanan
dan stress tersebut sehingga terjadilah histeria. Emosi menjadi faktor utama yang
menyebabkan timbulnya histeria. Ketika seseorang mengalami emosi, homeostatis
dasar menjadi tergangu oleh perubahan biologis yang terjadi pada tubuh. Sehingga
penderita histeria mengungkapkan emosi mereka melalui tindakan yang tidak
terkendali. Pernyataan ini didukung oleh seorang psikiater konsultan senior dari
Universitas Kedokteran Putra Malaysia bahwa konflik emosional itu tidak dapat
diselesaikan atau dilepaskan (Anon, 2008). Sumber stres lain termasuk frustrasi,
masalah keluarga and tekanan sosial (Mahmood Nazar Mohamed, 1990). Histeria
adalah pengalaman reaksid oleh seseorang atau asekelompok individu yang tidak
mampu mengatasinyadatang stres. Ini adalah salah satu cara untuk menghilangkan stres
ini.

D. Histeria menurut Pandangan Islam


Dari perspektif alternatif pendekatan dan pengobatan islami, histeria
dihubungkan dengan gangguan makhluk halus. Menurut Sheikh Al-Manna al-
Qur'anjika ' Liam al-Sir we al-mass al-Syaitaniy, histeris kerasukan disebabkan oleh
setan dan sejauh mana setan dapat mempengaruhi dan mengendalikan seseorang. Para
pendukung psikologi Islam, seperti al-Ghazali, al-Razi, Muhammad Utsman Najati dan
lainnya, memahami bahwa stres emosional merupakan emosi kecemasan yang
disebabkan kekhawatiran atau ketakutan berlebihan. Emosi ini timbul karena
kurangnya iman seseorang terhadap Allah SWT.
Utsman Najati (1992) menjelaskan bahwa manusia mengalami pengalaman
gangguan dan stress emosional ketika mereka dihadapkan dengan konflik psikologis,
dimana terjadi benturan antara jiwa manusia yang tidak beriman kepada Allah SWT.
dan seseorang yang hanya mengikuti keinginannya. Dalam Islam, kegelisahan tentang
iman, ketidakpastian tentang keyakinan dan mental disebabkan oleh beberapa faktor,
termasuk dosa-dosa yang dilakukan manusia. Orang yang sering berbuat dosa
merasakan keresahan dalam hidupnya, dibayangi oleh kesalahan-kesalahannya di masa
lalu (Hanafi Mohamed, 1998).
Histeria juga dikaitkan dengan faktor agama dimana seseorang yang tidak
menjalani kehidupan yang tidak sesuai dengan syari’at islam. Misal, tidak berdo’a pada
Allah, melakukan dosa atau hal-hal yang menyimpang aturan Allah SWT. hal ini dapat
menimbulkan histeria pada diri mereka sendiri.
E. Terapi yang Digunakan
Menurut psikologi umum, dapat disimpulkan bahwa histeria dapat terjadi jika
seseorang terbiasa memendam perasaan atau masalah yang ia rasakan sehingga ia
kesulitan untuk mengekspresikannya. Sulitnya mengekspresikan suatu emosi, dapat
menjadi penyebab utama seseorang sulit menyelesaikan masalahnya sehingga
menimbulkan stress dan akhirnya tubuh merespon dengan mengeluarkan emosi yang
meledak-ledak secara tiba-tiba. Hal ini dapat dilakukan dengan psikoterapi dengan
memberikan obat-obatan yang dikhususkan untuk gangguan histeria. Penderita juga
dapat diberikan terapi kognitif guna membantu penderita mengenali emosi serta
perilaku negatif yang ia timbulkan. Sedangkan menurut psikologi islam, gangguan
histeria dapat diberikan terapi Al-Qur’an dan beristighfar. Terapi ini digunakan untuk
lebih mendekatkan diri terhadap Allah SWT. dan diajarkan untuk selalu mengingat
Allah SWT. atas segala perilaku negatif yang ditimbulkan.

Anda mungkin juga menyukai